Sop PDP Hiv [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Alur pelayanan perawatan dukungan pengobatan HIV



SOP



No. Dokumen No. Revisi Tanggal Terbit Halaman



: 445.1/01/117-SOP/PKM GHI :0 : 2 Januari 2020 :2



UPTD. PUSKESMAS Karang Joang



dr. Agus Jiwani



1. Pengertian



Klinik Perawatan, Pengobatan dan Dukungan (PDP) HIV/AIDS adalah sarana fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan perawatan, pengobatan dan dukungan terhadap penderita HIV/ AIDS terutama sebagai rujukan ART. Perawatan HIV/AIDS dilaksanakan dengan pendekatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan terhadap ODHA dan penyakit infeksi oportunistik (IO)-nya dan pendekatan berbasis masyarakat untuk dukungan sosialnya, dimana kedua-duanya harus dilakukan secara holistik dan komprehensif. Pengobatan HIV/AIDS dilakukan dengan cara mengurangi resiko penularan, menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Dukungan terhadap penderita HIV/AIDS berupa dukungan psikologis kesehatan mental, dukungan sosial ekonomi dan pemberdayaan masyarakat untuk membina kelompok-kelompok dukungan, serta meningkatkan kemandirian untuk mencapai hidup yang berkualitas.



2. Tujuan



1. Menjamin kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, yang mencakup standar input (waktu, biaya, SDM, tehnologi, prosedur, dll). 2. Menjamin keberlangsungan perawatan baik tatalaksana gejala, perawatan akut, penyakit kronik, pendidikan kesehatan, pencegahan komplikasi , infeksi oportunistik dan perawatan paliatif. 3. Menjamin keberlangsungan pengobatan HIV/AIDS meliputi terapeutik ART, pengobatan IO, pengobatan IMS, profilaksis ART pasca pajanan, profilasis Kotrimoksazole, profilasis INH dan pengobatan penunjang berupa suportif, adjuvant dan perbaikan gizi guna menurukan angka morbiditas dan mortalitas. 4. Menjamin pelayanan ibu hamil dengan HIV dan pelayanan PPIA lainnya guna menurunkan infeksi baru. 5. Memberikan info standarisasi prosedur kewaspadaan universal dan alat pelindung diri terhadap petugas kesehatan. 6. Memberikan dukungan terhadap ODHA guna mengurangi stigma dan diskriminasi agar mengurangi rasa tidak nyaman, meningkatan penerimaan diri menghadapi situasi dan memahami diagnosis, prognosis, dan pengobatan, serta meningkatan kemandiriannya untuk mencapai hidup yang berkualitas. 7. Memberikan Pencatatan dan Pelaporan yang baik dan berkualitas.



3. Kebijakan



Berdasarkan SK Kepala Puskesmas No



4. Referensi



     



/ PKM-UKP/VI/2016



Permenkes RI no. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS Surat Edaran MenKes RI no. 001 tahun 2013 tetang Layanan PPIA Surat Edara MenKes RI no. 129 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian HIV/AIDS dan IMS Permenkes RI no. 87 tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan AntiRetroviral. Buku Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovital pada dewasa tahun 2011. Buku Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovital pada anak tahun 2014.



5. Prosedur



Komponen Layanan HIV : A. Kegiatan layanan HIV di Fasyankes : 1. Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya. 2. Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan. 3. Anamnesis dan pemeriksaaan fisik lengkap oleh dokter 4. Skrining TB dan infeksi oportunistik 5. Konseling bagi ODHA perempuan subur tentang KB dan kesehatan reproduksi termasuk rencana untuk mempunyai anak. 6. Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi oportunistik 7. Pemberian ARV untuk Odha yang telah memenuhi syarat 8. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan dengan HIV. 9. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif 10. Anjuran rutin tes HIV, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan antenatal (ANC) 11. Konseling untuk mulai terapi 12. Konseling tentang gizi, pencegahan penularan, narkotika dan konseling lainnya sesuai kebutuhan. 13. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS), dan kelompok resiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 14. Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. 15. Rujukan ke RSUD untuk dukungan pemeriksaan dan pengobatan lanjutan. B. Konseling dan Tes HIV 1. Konseling dan testing HIV sukarela (KTS/VCT) 2. Tes HIV dan Konseling atas inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP/PITC)



C. Pemeriksaan Laboratorium untuk Tes HIV Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku saat ini yakni dengan sratategi 3 dan selalu didahului konseling pra tes dan informasi singkat. Pemeriksaan dengan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) dengan sensitifitas yang tinggi (>99%) , sedangkan pemeriksaan elanjutanya (A2 dan A3) menggunakan spesifikasi yang tinggi(≥99%). Antibodi biasanya baru dapat dideteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela.



D. Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK) Beberapa infeksi oportunistik utamanya PCP dan Toksoplasmosis dapat dicegah dengan pemberian Kotrimoksasol.



E. Infeksi Menular Seksual (IMS) Layanan pra terapi ARV dan terapi ARV merupakan peluang untuk memberikan layanan IMS secara paripurna, meliputi diagnosis, berdasarkan gejala, tes laboratorium, pemberian terapi efektif. Dianjurkan pemeriksaan tes serologi sifilis, terutrama pada perempuan hamil, dan tes HIV pada semua pasien IMS. F. Aspek Pencegahan dalam pengobatan Pengobatan ARV terbukti mempunyai peran yang bermakna dalam pencegahan penularan HIV, karena ARV memiliki mekanisme kerja mencegah reflikasi virus yang secara bertahap menurunkan jumlah virus dalam darah. G. Positif Prevention Sangat penting untuk melakukan perubahan prilaku beresiko, selain pengobatan ARV seperti penggunaan kondom, perilaku seks dan NAPZA yang aman, dan pengobatan IMS dengan panduan yang tepat. H. Kesiapan menerima terapi antiretroviral



ODHA harus mendapat informasi yang mengutamakan manfaat terapi ARV sebelum terapi dimulai, guna mempersiapkan diri demi keberhasilan terapi ARV jangka panjang, meliputi cara dan tepatan minum obat, efek samping, interaksi dengan obat lain, pemantauan klinis, pemantauan imunologis berkala melalui pemeriksaan CD4.