SOP Radiologi Baru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PELAYANAN RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/22



00



1/2



Ditetapkan Oleh, Direktur RSUD Provinsi Sulawesi Utara



Tanggal terbit STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



dr. Enriko Hence Rawung, MARS PEMBINA TINGKAT I NIP. 19720305 200112 1 006



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



Pelayanan radiologi adalah pemberian tindakan pemeriksaan penunjang diagnosa terhadap pasien dengan menggunakan modalitas radiologi sederhana, radiologi canggih, dan radiologi imaging yang dilaksanakan sesuai alur pelayanan pasien di Instalasi Radiologi, guna menegakkan diagnosa medis.



Sebagai informasi bagi unit tentang pelayanan radiologi dan sebagai pedoman bagi petugas dan staf Instalasi Radiologi dalam memberikan pelayanan. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 01/SOP/RAD/22 tentang Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Pemeriksaan radiografi untuk tujuan diagnostik hanya dilakukan sesuai dengan permintaan yang tercantum pada formulir permintaan pemeriksaan radiologi. 2. Pemeriksaan radiografi hanya dapat/boleh dilakukan oleh radiografer yang telah memeiliki surat izin radiografer dan surat izin bekerja yang dikeluarkan oleh menteri kesehatan indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk. 3. Setiap radiografer yang melakukan pemeriksaan radiografi selalu memakai personal monitoring ( TLD ) yang secara berkala harus diukur untuk mengetahui besarnya paparan radiasi yang diterima dalam selang waktu tertentu dan hasil paparan radiasi tersebut tercatat dalam lembar catatan dosis pribadi.



1



PELAYANAN RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/22



00



Halama n



2/2 4. Pemeriksaan dan tindakan radiografi melalui pemilihan faktor eksposi yang optimal, posisi dan centrasi yang sesuai dengan jenis dan tujuan pemeriksaan dengan memperhatikan limitasi dosis dengan cara membuat luas lapangan penyinaran yang digunakan sesuai dengan besar/luas obyek yang diperiksa. 5. Setiap hasil pemeriksaan secara radiografi selalu sesuai dengan image kriteria yang telah ditentukan. 6. Sebelum eksposi dilakukan pastikan bahwa tidak ada seorang pun kecuali petugas kamar radiasi berada diruang radiasi dan pintu masuk kamar radiasi sudah terkunci sehingga tidak memungkinkan orang lain masuk. 7. Pastikan bahwa identitas pasien yang akan dilakukan pemeriksaan radiografi adalah benar-benar pasien yang namanya tercantum dalam surat permintaan pemeriksaan radiologi. 8. Untuk pemeriksaan dengan bahan Kontras pastikan bahwa formulir consent inform telah ditanda tangani oleh pasien/keluarga pasien. 9. Pastikan bahwa persiapan untuk menanggulangi keadaan darurat medik akibat pemasukan bahan kontras telah tersedia sebelum pemeriksaan dilakukan, termasuk tabung oksigen yang selalu terisi oksigen berikut maskernya



UNIT TERKAIT



1. Instalasi Rawat Jalan 2. Instalasi Gawat Darurat 3. Instalasi Rawat Inap



2



IDENTIFIKASI PASIEN SEBELUM DILAKUKAN TINDAKAN PEMERIKSAAN RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



02/SOP/RAD/18



00



3/105 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



Penatalaksanaan identifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan radiologi adalah suatu proses atau cara untuk mengenali dan menentukan dengan tepat seorang individu memang merupakan yang seharusnya mendapatkan pelayanan pemeriksaan radiologi sesuai dengan permintaannya 1. Sebagai acuan petugas dalam memberikan mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan. 2. Agar pasien tidak lagi mengenakan asesories yang menutupi organ yang ingin dilihat. 3. Agar pasien siap dilakukan pemeriksaan radiologi sehingga menghasilkan gambaran diagnosa yang tepat. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Identifikasi Pasien Rawat Jalan : a. Memastikan bahwa pasien mempunyai kartu berobat pasien Rumah Sakit. b. Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya. Bila hal tersebut tidak mungkin karena umur atau kondisi pasien, maka keluarga atau perawat yang mendampingi dapat menyebutkan nama pasien tersebut. c. Mencocokkan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam medik di kartu pasien dengan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam medik di Surat Permintaan Pemeriksaan Radiologi serta dengan nama yang disebutkan oleh pasien atau perawat yang mendampingi. d. Memastikan bahwa semua cocok sebelum melanjutkan ke pemeriksaan radiologi.



3



IDENTIFIKASI PASIEN SEBELUM DILAKUKAN TINDAKAN PEMERIKSAAN RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



02/SOP/RAD/18 00 4/105 2. Identifikasi Pasien Rawat Inap : a. Memastikan bahwa pasien memakai gelang identitas pasien rawat inap Rumah Sakit. Bila tidak ada, minta perawat ruangan yang mendampingi untuk memberi pasien tersebut gelang identitas. b. Mencocokkan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam medik pasien di gelang identitas pasien dengan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam medik di Surat Permintaan Pemeriksaan Radiologi serta dengan nama yang disebutkan oleh pasien atau perawat yang mendampingi. c. Memastikan bahwa semua cocok sebelum melanjutkan ke pemeriksaan radiologi. 3. Identifikasi Pasien Instalasi Gawat Darurat a. Memastikan bahwa pasien mempunyai kartu berobat pasien Rumah Sakit. b. Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya. Bila hal tersebut tidak mungkin karena umur atau kondisi pasien, maka keluarga atau perawat yang mendampingi dapat menyebutkan nama pasien tersebut. e. Mencocokkan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam medik di kartu pasien dengan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam medik di Surat Permintaan Pemeriksaan Radiologi serta dengan nama yang disebutkan oleh pasien atau perawat yang mendampingi. d. Memastikan bahwa semua cocok sebelum melanjutkan ke pemeriksaan radiologi.



UNIT TERKAIT



1. Instalasi Rawat Jalan 2. Instalasi Gawat Darurat 3. Instalasi Rawat Inap



4



URAIAN TUGAS DOKTER RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



03/SOP/RAD/18



00



5/105 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh Dokter Radiologi. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melaksanakan tugas yang yang telah ditetapkan. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Menyusun dan mengevaluasi secara berkala SOP tindak medik radiodiagnostik dan imejing diagnstik serta melakukan revisi bila perlu. 2. Melaksanakan dan mengevaluasi tindak radiodiagnostik dan imejing diagnstik sesuai yang telah ditetapkan dalam SOP. 3. Melakukan tugas sesuai dengan standar profesi. 4. Memberikan layannan konsultasi terhadap pemeriksaan yang akan dilaksanakan. 5. Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya. 6. Melakukan pembinaan dan bimbingan terhadap staf dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan. 7. Memimpin penyelenggaraan pertemuan staf dan pelaksana untuk menyusun rencana dan evaluasi terhadap pelayanan secara periodik. 8. Melakukan koordinator dengan bagian operasional unit kerja terkait. 9. Membantu Kepala Rumah Sakit dalam membuat kebijakan, pengelolaan dan fungsi Radiologi secara efektif dan efisien. 10. Mengikuti acara ilmiah dalam rangka meningkatkan profesionalisme terhadap pelaksanaan dan bertanggung jawab mempertahankan kontrol mutu. Komite Medik



5



URAIAN TUGAS RADIOGRAFER No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



04/SOP/RAD/18



00



6/105 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Persiapan radiografer sebelum melakukan tindakan radiologi adalah meliputi administrasi, persiapan teknik serta prosedur pemeriksaan. 1. Radiografer mempersiapkan untuk melakukan tindakan pemeriksaan radiolgi sesuai dengan SOP. 2. Persiapan teknis dari peralatan yang akan digunakan. 3. Melaksanakan administrasi / membantu petugas administrasi. 4. Memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-X. 5. Mencegah agar tidak terjadi kesalahan pemeriksaan atau tuntutan (complain) dari pasien selama atau setelah pemeriksaan. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Radiografer menerima form pengantar Radiologi dari pasien atau perawat. 2. Radiografer mencatat data pasien pada buku register dan menginput pemeriksaan serta alat kesehatan yang digunakan yang sesuai pada sistem untuk dilakukan pembayaran. 3. Radiografer cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan pemeriksaan. 4. Radiografer mengetahui dengan jelas prosedur dan instruksi yang harus diikuti pasien saat pemeriksaan berlangsung.



6



URAIAN TUGAS RADIOGRAFER No. Dokumen 5. 6. 7. 8. 9.



No. Revisi



Halaman



04/SOP/RAD/18 00 7/105 Radiografer menjelaskan prosedur yang akan dilakukan dengan singkat dan jelas, sehingga pasien mengerti dan mempersilahkan pasien melepas assesoris logam pada daerah yang akan diperiksa. Bekerja sesuai dengan norma-norma proteksi radiasi, yaitu menggunakan luas lapangan penyinaran sesuai dengan objek yang akan difoto. Arahkan berkas sinar berlawanan dengan radiografer. Pergunakan kV dan mAs yang optimum. Sewaktu dilakukan eksposi pastikan tidak ada personil kecuali yang berkepentingan di ruang pemeriksaan.



Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



7



URAIAN TUGAS PETUGAS PROTEKSI RADIASI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



05/SOP/RAD/18



00



8/105 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh Petugas Proteksi Radiasi. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melaksanakan tugas yang yang telah ditetapkan 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Membuat program Proteksi dan Keselamatan radiasi. 2. Memantau aspek operasional program Proteksi dan Keselamatan Radiasi. 3. Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan Proteksi Radiasi, dan memantau pemakaiannnya. 4. Menyelenggarakan pelayanan TLD badge dan mencatat kartu laju dosis. 5. Melaporkan bila ada kejadian luar biasa. 6. Melaporkan masa kalibrasi dan paparan / pengajuan kalibrasi ulang. 7. Mengawasi dan menjaga agar setiap petugas bekerja sesuai prinsip poteksi radiasi. 1. K – 3 RS. 2. Si Jang Med



UNIT TERKAIT



8



PROSEDUR KERJA DI KAMAR SINAR X



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



06/SOP/RAD/18



00



9/105 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Melakukan peneriksaan rontgen sesuai dengan prosedur yang aman. Meminimalisasi jumlah radiasi yang diterima oleh personil maupun lingkungan Radiologi dengan tetap menjaga hasil yang optimum. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Persiapan yang dilakukan di Instalasi Radiologi a. Pesawat dalam keadaan siap dipergunakan b. Pasien siap untuk diperiksa sesuai permintaan 2. Tata Laksana a. Pintu–pintu kamar sinar–X harus ditutup sebelum dan dilakukan penyinaran. b. Jangan mengarahkan berkas sinar-X ke pintu utama radiologi atau ke arah panel kontrol / operator c. Selama pemeriksaan berlangsung, radiografer menjaga jarak dari sumber radiasi (pesawat X-ray) dan berlindung di balik shielding/ tembok.



9



PROSEDUR KERJA DI KAMAR SINAR X No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



06/SOP/RAD/18 00 10/105 d. Sarung tangan dipakai pada pemeriksaan khusus (HSG) e. Waktu pemeriksaan harus singkat dan luas lapangan kolimasi PROSEDUR



harus sesuai dengan objek yang difoto. f. Bila memungkinkan pada pasien dipasang pelindung gonad. Apabila diperlukan seseorang untuk membantu pasien atau memegang film selama pemeriksaan rontgen, maka ia harus memakai apron. 1. Pasien dan pengantar.



UNIT TERKAIT



10



PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) RADIASI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



07/SOP/RAD/18 Tanggal terbit



00



11/105 Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



1. APD Radiasi adalah peralatan yang digunakan oleh staff, pasien dan keluarga pasien yang berada dalam lingkungan radiasi agar dosis yang diterima tdak melebihi Nilai Batas Dosis yang ditentukan oleh badan yang berwenang. 2. APD radiasi yang digunakan menurut Perka Bapeten Nomer 8 tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Pengunaan Pesawat Sinar X Radiologi Diagnostik dan intervensional terdiri atas ; apron, tabir pb, kacamata pb, sarung tangan pb, pelindung tiroid pb, pelindung ovarium pb dan/atau pelindung gonad pb. 3. Nilai Batas dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu, tanpa menimbulkan efek genetic dan somatic yang berarti, akibat pemanfaatan sinar X.



TUJUAN



Untuk melindungi organ tubuh dari efek radiasi yang membahayakan, terutama organ tubuh yang sensitif terhadap radiasi sinar X, seperti retina, kelenjar, dan organ reproduksi. Sebagai acuan dalam menggunakan APD Radiasi.



KEBIJAKAN



PROSEDUR



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Peralatan APD radiasi harus selalu siap pakai dalam kondisi baik. 2. Peralatan APD Radiasi yang digunakan harus dicheck secara periodik untuk menjamin keamanan pengunaannnya dari kebocoran radiasi sinar X. 3. APD radiasi harus dipakai secara benar, tidak ada yang terlipat, dan menutupi organ yg sensitif terhadap radiasi. 4. Setiap petugas yang bekerja di lingkungan radiasi harus menggunakan monitor radiasi (TLD Badge atau Film Badge) dan diletakkan pada sisi depan baju apron.



11



PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) RADIASI No. Dokumen



UNIT TERKAIT



No. Revisi



Halaman



07/SOP/RAD/18 00 12/105 5. Untuk personil yang harus berada di lingkungan radiasi, namun tidak menggunakan TLD, harus memakai monitoring radiasi baca langsung, yang hasilnya dicatat pada kartu catatan dosis. 6. Lakukan pengecekan apron minimal satu kali dalam setahun. 7. Tentukan jenis / tipe peralatan proteksi radiasi yang sesuai dengan kondisi ruangan penyinaran, contoh bila di ruangan penyinaran dengan kuantitas waktu yang lama, dianjurkan menggunakan tipe yang dapat memastikan area sensitif seperti kelenjar thyroid terlindungi. 8. Hadapkan bagian badan yang terlindungi apron for body kearah sumber sinar. Hindari dengan membalik badan bila akan meninggalkan ruangan sedangkan penyinaran masih berlangsung, bila terpaksa tinggalkan ruangan dengan cara mundur. 9. Bila selesai pemakaian, letakan apron pada tempat yang telah ditentukan dan jangan dilipat. Dan hindari menggantungkan apron, dikarenakan dapat menyebabkan lembaran lead-strip pada apron jatuh kebawah. 10. APD lainnya, apabila selesai dipergunakan dikembalikan ketempat penyimpanan dengan rapi. 1. Instalasi Radiologi 2. Instalasi Rawat Jalan 3. Instalasi Gawat Darurat 4. Instalasi Rawat Inap



12



KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



08/SOP/RAD/18



00



13/105 Ditetapkan Oleh Direktur



Tanggal terbit STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Kesehatan dan keselamatan kerja unit radiologi adalah tata cara pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di radiologi secara baik dan benar. Sehingga tercipta kesehatan keselamatan kerja bagi petugas, pasien dan lingkungan.



TUJUAN



Mencegah dan menanggulangi segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas maupun lingkungan kerja sebagai akibat dari keberadaan dan beroperasionalnya unit radiologi.



KEBIJAKAN



PROSEDUR



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Cuci Tangan a. Tujuan Mencegah penyebaran mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada seseorang. b. Tata cara cuci tangan dengan air 1. Semua perhiasan dilepas (misalnya cincin, gelang, jam tangan). 2. Tangan dibasahi sampai batas siku, jangan menyentuh wastafel. 3. Gunakan sabun/sabun cair sampai menghasilkan busa. 4. Kotoran yang terlihat jelas dapat dihilangkan dengan menggunakan sikat. 5. Cuci tangan selama 10-15 detik, perhatikan daerah diantara jarijari. Bilas, diawali dari kuku-kuku tangan mengarah ke siku. 6. Keringkan tangan secara sempurna dengan handuk kering. 7. Matikan keran air.



13



KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



08/SOP/RAD/18 00 14/105 c. Tata cara dengan desinfeksi 1) Semua perhiasan dilepas (misalnya cincin, gelang, jam tangan) 2) Basahi tangan sampai dengan siku. 3) Kemudian dilumuri desinfektan sambil digosok selama 15-20 detik, mulai dari ujung kuku, sela-sela jari, telapak tangan serta sisinya dan sampai batas siku. 4) Bilas dengan air bersih yang mengalir hingga bersih. 5) Keringkan dengan lap tangan khusus hingga bersih. 6) Matikan keran air. d. Tata cara dengan memakai sarung tangan untuk kasus tertentu (resiko tinggi penularan) 1) Petugas mencuci tangan. 2) Mengambil sarung tangan (hand scoon), hingga lipatan jari-jari terlepas. 3) Memakai jari-jari tangan sampai dengan jari-jari sarung tangan. 4) Bila pemakaian sudah selesai, buka sarung tangan kemudian dibuang langsung ke tempat sampah medik (kantong plastik kuning) 5) Mencuci tangan. 2. Penanganan Linen Kotor a. Tujuan Untuk menempatkan linen kotor sebagaimana mestinya, sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. b. Tata cara 1) Linen kotor adalah baju selesai dipakai pasien, selimut, sprei sebagai alas pemeriksaan radiologi. 2) Telp bagian laundry untuk segera mengambil linen kotor. 3) Linen yang dibawa petugas laundry dihitung jumlahnya dan dicatat pada buku linen. 3. Kebersihan Ruangan a. Tujuan Menjaga agar ruangan selalu dalam keadaan bersih dan terjaga sanitasinya sehingga dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pasien serta yang lainnya.



14



KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



08/SOP/RAD/18 00 15/105 b. Tata cara 1) Kebersihan ruangan radiologi tanggungjawab radiografer. 2) Ruangan yang kotor akibat adanya pemeriksaan pasien yang tingkat kekotorannya masih ringan dapat diatasi oleh radiografer terutama berkaitan dengan tempat / meja pemeriksaan dan juga penunjang lainnya. 3) Untuk tingkat kekotoran yang jauh diluar jangkauan kemampuan dan bukan wewenang radiografer harus segera menghubungi bagian cleaning service untuk segera dibersihkan. 4) Gunakan pengharum ruangan untuk mengurangi bau yang kurang sedap. 4. K3 Radiasi a. Tujuan Meminimalisir beban radiasi terhadap pasien, pekerja, dan lingkungan. b. Prosedur 1. Persiapan radiografer sebelum melakukan pemeriksaan di Unit Radiologi sesuai SOP. 2. Pemakaian alat pelindung diri sesuai SOP. 5. Kalibrasi a. Tujuan Memastikan keakuratan alat X-ray dan alat medis lainnya di Unit Radiologi. b. Prosedur 1) Membuat jadwal kalibrasi yang telah ditetapkan oleh Unit Radiologi 2) Koordinator peralatan radiologi melakukan pemantauan terhadap jadwal kalibrasi dan menghubungi petugas proteksi radiasi (PPR) rumah sakit untuk pelaksanaan kalibrasi 3) Pelaksanaan kalibrasi dilakukan oleh petugas PPR. 4) Kalibrasi dilakukan oleh Badan Pengawasan Pemeliharaan Fasilitas Kesehatan (BPFK) DEPKES RI dan Bapeten 5) Petugas IPSRS melakukan koordinasi dengan badan pelaksanaan kalibrasi dan petugas bagian PPR mendampinginya pada waktu pelaksanaan kalibrasi 6) Petugas PPR dan kepala Instalasi radiologi memeriksa laporan kalibrasi. Apabila hasilnya sesuai, ditandatangani di halaman belakang laporan kalibrasi yang diterima. 7) Dilakukan evaluasi permasalahaan yang ada dan apabila memerlukan tindak lanjut.



15



KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



08/SOP/RAD/18 00 16/105 6. Pendeteksian / pencegahan bahaya Radiasi a. Tujuan Memonitor jumlah paparan radiasi yang mengenai personal staf radiologi secara periodik. Dengan peralatan Personal Monitoring Dosis (TLD). b. Prosedur 1) Pada awal bulan Personal Monitoring Dosis (TLD) dibagikan kepada pelaksana radiologi sesuai dengan nomor registrasi masing – masing. 2) Diwajibkan untuk dipakai selama berada di lingkungan radiologi RIS Hospital, sehingga paparan radiasi yang mengenainya akan tercatat. 3) Setiap 3 (tiga) bulan sekali Personal Monitoring Dosis akan dikumpulkan untuk diproses. 4) Pembacaan TLD dilakukan oleh BPFK/BATAN. 5) Hasil pembacaan akan dilaporkan pada setiap periode tertentu dan selanjutnya untuk didokumentasikan. 7. Penanggulangan kebocoran sinar X a. Tujuan Untuk mencegah terjadinya paparan radiasi yang berlebihan bagi pekerja, pasien, dan lingkungan unit radiologi. b. Prosedur 1) Matikan pesawat sinar X sesuai dengan prosedur. 2) Hindarkan pemakaian pesawat sinar X tersebut. 3) Lokalisir daerah tersebut dari orang-orang yang tidak berkepentingan dan pasang tanda peringatan. 4) Laporkan pada bagian K3 RS untuk penanganan lebih lanjut. 1. Instalasi Radiologi 2. K3 RS UNIT TERKAIT



16



PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT INSTALSI RADIOLOGI



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



09/SOP/RAD/18



00



16/105 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur 1. Sampah rumah sakit adalah : semua benda yang sudah tidak dipergunakan/tidak dipakai lagi oleh rumah sakit. 2. Sampah rumah sakit dibagi menjadi 2 (dua) : a. Sampah medis (sampah infeksius) adalah : sampah dari hasil kegiatan pelayanan kesehatan, seperti: bekas spuit, sarung tangan, selang infus, jarum suntik, dan lain-lain. b. Sampah non medis (sampah domestik) adalah : sampah yang berasal dari sisa-sisa kegiatan rumah tangga yang terjadi di rumah sakit, seperti : kertas, sisa makanan dan lain-lain. 1. Terciptanya lingkungan bersih dan sehat dan terhindar dari infeksi nosokomial. 2. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja akibat penanganan sampah yang buruk. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Pengelolaan sampah rumah sakit dibagi menjadi (dua), sampah medis dan sampah non medis. 2. Untuk sampah medis yang tidak tajam harus dilakukan a. Masukan kedalam tempat sampah yang telah dilapisi kantong plastik berwarna merah. b. Ganti kantong plastik dengan 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali sehari atau apabila sudah penuh dengan sampah medis. c. Kirim ke incenerator untuk pemusnahan.



17



PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT INSTALASI RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



09/SOP/RAD/18 00 17/105 3. Untuk sampah medis yang tajam, seperti jarum suntik, ampul obat harus dilakukan a. Tidak perlu ditutup, dilipat, atau ditekuk jarum suntik sebelum dibuang. b. Tidak perlu melepaskan jarum suntik dari spuitnya. c. Masukan/buang kedalam plastik tebal tahan pecah, sperti : jerigen, ember tertutup, atau botol aqua. d. Ambil sampah setiap hari sekali atau apabila sudah penuh. e. Kirim sampah medis tajam ke incenerator untuk dimusnahkan.. 4. Untuk sampah non medis harus dilakukan a. Masukan kedalam tempat sampah yang sudah dilapisi dengan kantong plastik berwarna hitam. b. Ganti kantong plastik 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali sehari atau apabila sudah penuh. c. Kirim sampah non medis ke tempat pembuangan sampah rumah tangga. 5. Gunakan sarung tangan oleh petugas pengangkutan sampah selama bekerja dan setelah selesai cuci tangan dengan sabun hingga bersih. 1. Instalasi Radiologi 2. K 3 RS UNIT TERKAIT



18



PELATIHAN KARYAWAN No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



10/SOP/RAD/18



00



18/105 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Pelatihan karyawan adalah pelatihan yang diikuti oleh staf Unit Radiologi baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.



TUJUAN



1. Agar pelatihan karyawan dapat terencana dan berlangsung dengan baik. 2. Sebagai acuan dalam kegiatan pelatihan karyawan.



KEBIJAKAN



PROSEDUR



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Ketentuan Umum a. Program pelatihan dari Rumah Sakit wajib diikuti oleh karyawan yang ditunjuk. b. Program pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak luar, disesuaikan menurut kebutuhan. c. Setiap tahun membuat program pelatihan/pendidikan bagi staf. 2. Tata laksana training/kursus/seminar yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit a. Bagian Manajemen mengirim/menginformasikan tentang kegiatan training/kursus/seminar yang diadakan di rumah sakit. b. Kepala unit mengatur staf yang akan diikut sertakan pada kegiatan tersebut. c. Mengirim daftar nama staf yang akan mengikuti kegiatan. d. Staff radiologi yang telah ditunjuk wajib ikut dalam kegiatan. Terkecuali ada halangan tertentu yang tidak bisa ditinggalkan.



19



PELATIHAN KARYAWAN No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



10/SOP/RAD/18 00 19/105 3. Tata laksana training/kursus/seminar yang diselenggarakan pihak luar a. Kepala unit pelaksana mengajukan permohonan training/kursus/seminar. b. Surat undangan training/kursus/seminar tersebut dikirim ke bagian manajemen untuk disetujui. c. Pada setiap akhir kegiatan training/kursus/seminar yang diselenggarakan oleh pihak luar, peserta harus menyerahkan daftar hadir dan SPPD kepada panitia pelaksana training/kursus/seminar untuk ditandatangi dan di cap. d. Pelaksana seminar membuat laporan pertanggung jawaban untuk diserahkan kebagian manajemen, yang terdiri dari surat undangan seminar, daftar hadir, surat tugas , SPPD, kwitansi, laporan kegiatan, dan dokumentasi. 1. Instalasi Radiologi 2. Manajemen RS UNIT TERKAIT



20



PERMINTAAN ALAT KESEHATAN INVESTASI



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



No. Dokumen



No. Revisi



11/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Alat kesehatan investasi adalah : komponen alat kesehatan yang berfungsi untuk jangka panjang dan merupakan barang tak habis pakai. Mentertibkan administrasi dalam permintaan alat kesehatan RIS Hospital 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Ajukan permintaan alat kesehatan investasi ke Rumah Tangga atau Bagian Pengadaan RIS Hospital. 2. Lengkapi permintaan tersebut dengan fotokopi bon permintaan dari Instalasi yang membutuhkan dan telah disetujui oleh Kepala Instalasi, Kepala Bidang Penunjang Medis dan Direktur RIS Hospital. 3. Ajukan permintaan tersebut kepada Direktur untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut. 4. Setelah disetujui, minta penawaran dan lakukan negosiasi oleh Rumah Tangga (Pengadaan). 5. Bahas hasil penawaran dan negosiasi dalam Rapat Tim Pembelian yang melibatkan user untuk proses rekomendasi ke Direktur RIS Hospital. 1. Bidang Penunjang Medik 2. Rumah Tangga 3. Unit Pengadaan Barang 4. Instalasi Radiologi



21



PERMINTAAN BARANG LOGISTIK DAN ALAT TULIS INSTALASI RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



12/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Barang logistik adalah Barang-barang termasuk di dalamnya alat tulis, yang digunakan oleh Instalasi Radiologi Memperlancar kegiatan Instalasi Radiologi sehari-hari. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. Membuat permintaan barang logistik dan alat tulis pada formulir permintaan barang bila barang-barang tersebut hampir habis. 1. Bon Permintaan Barang ditandatangani oleh Radiografer dan disetujui oleh Kepala Bidang Penunjang Medis. 2. Radiografer menyerahkan Bon Permintaan Barang ke Gudang Rumah Tangga. 3. Petugas Gudang Rumah Tangga memberikan barang logistik dan alat tulis sesuai yang diminta oleh Radiografer. 4. Radiografer menerima arsip Bon Permintaan Barang yang sudah ditandatangani oleh petugas Gudang Rumah Tangga. 5. Radiografer mengarsipkan Bon Permintaan Barang pada folder Permintaan Gudang. 6. Radiografer merapihkan barang-barang tersebut pada lemari barang Radiologi. 1. Bidang Penunjang Medik 2. Rumah Tangga 3. Instalasi Radiologi



22



PERMINTAAN OBAT / ALKES KE INSTALASI FARMASI No. Dokumen



No. Revisi



13/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



Tanggal terbit dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur 1. Alat kesehatan adalah alat/bahan yang digunakan Instalasi Radiologi dalam melaksanakan pemeriksaan Radiologi. 2. Obat-obatan adalah obat yang digunakan Instalasi Radiologi dalam melaksanakan pemeriksaan Radiologi. Memperlancar kegiatan pemeriksaan Radiologi sehari-hari. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Radiografer membuat permintaan alat kesehatan (alkes) dan obatobatan pada buku permintaan alkes dan obat-obatan ke farmasi setelah pemaikan yang dilakukan. 2. Buku permintaan alkes dan obat-obatan ditandatangani oleh radiografer sebagai yang meminta dan petugas farmasi sebagai pemberi bila stok alkes dan obat-obatan yang diminta tersedia. 3. Bila alkes dan obat-obatan yang diminta tidak tersedia, petugas Instalasi Farmasi melakukan permintaan alkes ke bagian pengadaan barang. 4. Bila alkes dan obat-obatan yang diminta telah di kirim ke Instalasi Farmasi, petugas Instalasi Farmasi akan menginput data alkes dan obatobatan, kemudian menginformasikan kepada Radiografer bila semua data barang sudah tersedia. 5. Radiografer menyimpan dan merapihkan alkes dan obat-obatan tersebut pada lemari alkes Radiologi. 1. Instalasi Farmasi 2. Instalasi Radiologi 3. Unit Pengadaan barang



23



STOCK OPNAME RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



14/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Pencatatan laporan kegiatan bulanan radiologi yang dilakukan secara rutin di Unit Radiologi untuk mengetahui informasi kegiatan radiologi meliputi, data dan jumlah pasien, rincian harga, pemakaian film dan alkes radiologi pada setiap pemeriksaan. Untuk mengetahui laporan kegiatan di Unit Radiologi selama satu bulan. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas radiologi mencatat data pasien pemeriksaan Konvensional, USG radiologi pada buku registrasi radiologi, dan merangkumnya menjadi laporan hasil kegiatan. 2. Petugas Radiologi juga membantu membuat laporan hasil kegiatan USG Rawat Jalan/Rawat Inap. 3. Data meliputi : no, tanggal, Rekam Medis, nama, jenis kelamin, umur, asal ruangan, pemeriksaan, pemakaian film, keterangan (pembayaran), dokter pengirim, biaya. 4. Data diberikan kepada : Jang Med, Manajemen, Rekam Medis dan untuk arsip Unit Radiologi 1. Instalasi Radiologi 2. Instalasi Rawat Jalan 3. Instalasi Rawat Inap 4. Jang Med 5. Manajemen RS 6. Rekam Medis



24



PENYUSUNAN ARSIP FILE RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



15/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Tata cara penataan dokumentasi Radiologi secara teratur, rapih, efisien dan teliti.



TUJUAN



Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mempermudah pencarian arsip pasien apabila diperlukan serta memperlancar pelayanan pasien untuk menegakan diagnosa.



KEBIJAKAN



PROSEDUR



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Setiap file akan disusun sesuai dengan nomor urut registrasi pasien dari yang kecil ke yang besar 2. Setiap binder yang telah penuh akan diberikan catatan awal nomor foto rontgen dan akhir nomor rontgen yang termuat dalam binder 3. Arsip yang telah tersimpan selama kurun waktu 3 tahun boleh dimusnahkan Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



25



PENYIMPANAN ARSIP HASIL FOTO RADIOLOGI



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



16/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Hasil film x ray dan hasil ekspertise adakalanya tidak langsung diambil oleh pasien atau ruangan perawatan, oleh karena itu dibuat tempat untuk penyimpanan file tersebut 1. Mencegah agar file tersebut tidak hilang. 2. Sebagai acuan dalam menyimpan foto – foto yang belum diambil dan disimpan di Radiologi 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Setiap foto–foto yang belum diambil setelah diekspertise oleh dokter radiolog harus disimpan di rak penyimpanan hasil. 2. Lamanya arsip yang disimpan dalam rak penyimpanan hasil yaitu satu tahun. Setelah itu dipindahkan ke gudang/Rekam Medik. 3. Hasil ekspertise tanpa foto disimpan selama satu bulan. Setelah itu dipindahkan ke gudang/Rekam Medik. 1. Instalasi Radiologi 2. Rekam Medik



UNIT TERKAIT



26



PINJAM BASAH ( TANPA EXPERTISE )



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



17/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Peminjaman foto Rontgen konvensional tanpa hasil bacaan dokter spesialis Radiologi.



TUJUAN



Sebagai acuan penerapan langkah-langkah mempercepat penegakan diagnosa dan pelaksaan tindakan medis dengan segera.



KEBIJAKAN



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Foto yang belum diexpertise diambil dibagian Radiologi oleh petugas rawat inap/rawat jalan/IGD/HCU. 2. Yang mengambil foto tersebut mencatat di buku peminjaman foto (tanggal, nama pasien, nomor ID/RM, jenis foto, nama dan paraf peminjam)/ tanda tangan pada formulir permintaan radiologi (tanggal, nama dan paraf peminjam). 3. Setelah foto dilihat oleh dokter pengirim, foto segera dikembalikan ke bagian Radiologi dalam waktu dari 1x24 jam untuk digabungkan dengan hasil bacaan/ekspertise dokter spesialis radiologi. 4. Yang mengambil foto tersebut tanda tangan di buku peminjaman radiologi (paraf pengembalian)/tanda tangan pada formulir permintaan radiologi (tanggal, nama dan paraf pengembalian). 1. Instalasi Rawat Jalan 2. Instalasi Gawat Darurat 3. Instalasi Rawat Inap 4. HCU



27



PELAYANAN ADMINISTRASI PASIEN RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



18/SOP/RAD/18



00



1/4 Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Kegiatan administratif yang menyertai pelayanan pemeriksaan radiologi, meliputi sistem pembayaran, pengaturan persiapan dan penjadwalan pemeriksaan, pengambilan hasil foto dan expertise radiologi.



Memberikan pelayanan administratif yang terintegrasi dengan sistem administrasi Rumah Sakit yang berlaku secara mekanisme. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Rawat Jalan a. Pasien Poliklinik 1) Pasien menunjukkan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter pengirim. 2) Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di sistem administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan pembayaran di bagian kasir. 3) Radiografer mencatat data pasien di buku register. 4) Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan. 5) Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk diberikan hasil expertisenya. 6) Jelaskan kepada pasien mengenai waktu pengambilan hasil pemeriksaan. 7) Bila dokter pengirim ingin hasil foto basah, maka radiografer memberikan hasil tersebut.



28



PELAYANAN ADMINISTRASI PASIEN RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



18/SOP/RAD/18 00 b. Pasien Rujukan 1) Pasien melakukan registrasi di bagian pendaftaran, lalu diarahkan ke bagian radiologi. 2) Pasien memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter yang pengirim kepada radiografer. 3) Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di sistem administrasi Rumah Sakit dan dilakukan pembayaran terlebih dahulu ke bagian kasir. 4) Setelah dilakukan pembayaran di kasir, pasien menunjukan bukti pembayaran sebelum dilakukan pemeriksaan radiologi. 5) Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan. 6) Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk diberikan hasil expertisenya. 7) Jelaskan kepada pasien mengenai waktu pengambilan hasil pemeriksaan. 8) Bila dokter pengirim ingin hasil foto basah, maka radiografer memberikan hasil tersebut. 2. Instalasi Gawat Darurat a. Perawat memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter umum kepada radiografer. b. Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di sistem administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan pembayaran di bagian kasir. c. Radiografer mencatat data pasien di buku register. d. Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk diberikan hasil expertisenya. e. Bila dokter umum ingin hasil foto basah, maka perawat membawa foto tersebut. 3. Rawat Inap a. Perawat memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter spesialis kepada radiografer. b. Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di sistem administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan pembayaran di bagian kasir. c. Radiografer mencatat data pasien di buku register.



29



ADMINISTRASI PELAYANAN PASIEN RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



18/SOP/RAD/18 00 2/4 d. Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan. e. Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk diberikan hasil expertisenya. f. Bila dokter spesialis ingin hasil foto basah, maka perawat membawa foto tersebut.



UNIT TERKAIT



4. HCU a. Jika pasien memungkinkan dilakukan pemeriksaan di ruang radiologi maka pasien dibawa ke ruang radiologi dan jika tidak bisa maka petugas radiologi datang langsung ke ruang HCU dengan membawa peralatan dan pesawat rontgen (mobile unit) dengan memperhatikan proteksi radiasi. b. Perawat memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter spesialis kepada radiografer. c. Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di sistem administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan pembayaran di bagian kasir. d. Radiografer mencatat data pasien di buku register. e. Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan. f. Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk diberikan hasil expertisenya. g. Bila dokter spesialis ingin hasil foto basah, maka perawat membawa foto tersebut. 1. Instalasi Radiologi 2. Instalasi Rawat Jalan 3. Instalasi Gawat Darurat 4. Instalasi Rawat Inap 5. HCU 6. Pendaftaran 7. Kasir



30



PERMINTAAN FOTO RONTGEN No. Dokumen



No. Revisi



19/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Tahapan pelaksanaan permintaan pemeriksaan foto rontgen di Radiolgi. Sebagai acuan penerapan langkah-langkah agar pemeriksaan sesuai dengan prosedur dan tidak ada kesalahan dalam pelaksaan pemeriksaan Radiologi. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Surat permintaan pemeriksaan Radiologi harus ada rekomendasi dari dokter pengirim/dokter yang meminta (tanda tangan dan cap dokter) 2. Surat permintaan pemeriksaan Radiologi harus berisikan identitas pasien yang lengkap. 3. Surat permintaan pemeriksaan Radiologi harus ada jenis pemeriksaan yang di minta dan diagnosa/klinis 4. Melampirkan foto rontgen sebelumnya untuk perbandingan ( apabila diperlukan untuk kasus tertentu ) 5. Melampirkan hasil pemeriksaan Laboratorium apabila pemeriksaan berhubungan dengan kontras 1. Instalasi Radiologi 2. Instalasi Rawat Jalan 3. Instalasi Gawat Darurat 4. Instalasi Rawat Inap 5. HCU 6. Pendaftaran



31



PENANGANAN PASIEN ALERGI OBAT KONTRAS No. Dokumen



No. Revisi



20/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Penanganan pasien yang tidak tahan terhadap reaksi obat kontras Sebagai acuan penerapan langkah-langkah agar pasien segera mendapatkan pertolongan dan tidak terjadi hal yang tidak diharapkan 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Persiapan Sebelum dilakukan pemeriksaan dengan obat kontras, pasien terlebih dahulu dilakukan skin tes. Apabila reaksinya negatif pemeriksaan akan dilanjutkan, dan apabila reaksinya positif akan dilaporkan ke dokter Radiologi untuk minta petunjuk selanjutnya 2. Apabila pasien alergi/shock setelah disuntik obat kontras terjadi saat pemeriksaan a. Tindakan petugas Radiologi : 1) Berkoordinasi dengan perawat untuk melakukan tindakan : 2) Menghentikan suntikan 3) Memasang O2 4) Memasang infuse 5) Melakukam tensi 6) Membuat teh manis 7) Lapor kepada dokter untuk penanganan selanjutnya b. dokter akan memberi petunjuk, seperti suntik anti alergi. c. Apabila shocknya belum bisa diatasi pasien dirawat, kalau shocknya bisa diatasi pemeriksaan dilanjutkan dengan pengawasan dokter



32



UNIT TERKAIT



1. 2. 3. 4.



Instalasi Radiologi Intalasi Rawat Jalan Instalasi Gawat Darurat Instalasi Rawat Inap



INFORMED CONCE



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



NT



No. Dokumen



No. Revisi



21/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Pernyataan persetujuan dari pasien/keluarga pasien untuk pemeriksaan tertentu (dengan menggunakan obat kontras). Sebagai acuan penerapan langkah-langkah agar mendapat persetujuan dari pasien/keluarga pasien sebelum pelaksanaan pemeriksaan dan agar tidak terjadi permasalahan setelah dilakukan pemeriksaan. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya.



PROSEDUR



1. Pasien/keluarga pasien diberikan penjelasan tentang jenis pemeriksaan, prosedur pemeriksaan dari awal sampai akhir, resiko pemeriksaan dan penanganannya.



UNIT TERKAIT



2. Setelah pasien/keluarga pasien mengerti dan setuju selanjutnya diminta untuk mengisi data di lembar informed consent yang telah disediakan. 1. Instalasi Rawat Jalan 2. Instalasi Gawat Darurat 3. Instalasi Rawat Inap



33



PENGOPERASIAN PESAWAT TOSHIBA



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



22/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Alat atau pesawat medik yang terpasang tetap (stasionary) yang digunakan untuk melakukan diagnosa medis dengan memanfaatkan radiasi sinar-X.



TUJUAN



Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan di dalam tubuh manusia.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya.



34



PROSEDUR



UNIT TERKAIT



1. Hidupkan pesawat X-ray dengan menekan tombol hijau saklar utama (PLN) dan menekan tombol control panel keposisi ON (Perhatikan lampu indikator, semua harus menyala dengan baik) 2. Pesawat X-ray dapat digunakan setelah lampu indikator ready sudah berhenti berkedip-kedip (± 15 detik) 3. Melakukan pemeriksaan sinar-X a. Pasien masuk ke ruang pemeriksaan b. Memposisikan pasien sesuai permintaan form dari dokter c. Mengatur tube dengan memencet pada bagian tube (memutar, maju, mudur, atas dan bawah) dan mengatur jarak antara tube dan pasien d. Mengatur kondisi di control panel dengan memencet tombol kV, mA, dan sekon e. Melakukan ekspose dengan cara memencet setengah tombol ekspose, setelah lampu indikator menyala maka tekan penuh pada tombol ekspose sampai lampu indikator yang menyala mati. 4. Mematikan pesawat X-ray a. Posisikan tube menempel pada meja pemeriksaan. b. Turunkan kondisi kV, mA, dan sekon 1. Instalasi Radiologi 2. IPRS/Maintenance



FAKTOR EKSPOSI PESAWAT TOSHIBA



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



No. Dokumen



No. Revisi



23/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Petunjuk untuk pemakaian pesawat stationary Toshiba.



TUJUAN



Memudahkan radiografer dalam bekerja, dengan mengetahui faktor eksposi pesawat stationary Toshiba.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 35



OBJECT



kV



mA



s



FFD



Grid



65 70 45 65 65 65



200 200 100 200 200 200



0,071 0,071 0,025 0,071 0,071 0,071



90 90 90 90 90 90



Yes Yes No Yes Yes Yes



1. Chest X-Ray 2. Chest Lateral 3. Infant 4. Child Collumna Vertebralis



55/65 70/75 48 55



100 100 200 200



0,10/0,12 0,16 0,04 0,056



180 180 100 100



Yes Yes No Yes



1. Cervical 2. Thoracal 3. Lumbo Sacral



65 70 70/85



100 100 200



0,15 0,16 0,18



100 100 100



Grid Grid Grid



HEAD/SKULL



PROSEDUR



1. Cranium AP/Lat 2. Water’s (SPN) 3. OS Nasal 4. TMJ 5. Mandible 6. Mastiod Lung



36



FAKTOR EKSPOSI PESAWAT TOSHIBA No. Dokumen



No. Revisi



23/SOP/RAD/18



00



OBJECT



Halaman



kV



mA



s



FFD



Grid



50 55/60



100 100



0,08 0,10



100 100



No No



77



200



0,16



100



Yes



70/80



200



0,32



100



Yes



1. Shoulder Joint 2. Humenus 3. Art. Cubiti 4. Antabrachi 5. Wrist Joint 6. Ossa Manus Lower Extremity



60 55 48 48 45 43



100 100 100 100 100 100



0,08 0,08 0,045 0,045 0,032 0,03



90 90 90 90 90 90



No No No No No No



1. Hip Joint 2. Femur 3. Knee Joint 4. Cruris 5. Ankle Joint 6. Calcaneus 7. Pedis



60 62 53 55 50 50 50



100 100 100 100 100 100 100



0,15 0,12 0,05 0,07 0,05 0,05 0,05



90 90 90 90 90 90 90



Yes Yes No No No No No



Shoulder Girdle 1. Clavicula 2. Scapula Pelvic Gridle 1. Pelvic Abdominal 1. BNO/Plain Abd. Up Extremity



Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



37



PENGOPERASIAN PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



24/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Alat atau pesawat medik yang terpasang tidak tetap (mobile) yang digunakan untuk melakukan diagnosa medis dengan memanfaatkan radiasi sinar-X. Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan di dalam tubuh manusia. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Proses Menghidupkan Pesawat a. Sambungkan steker ke sumber arus listrik. b. Kemudian LV (line voltage) dinaikkan. c. Tekan tombol ON pada control table ( ) d. Tunggu beberapa saat hingga layar indikasi KV dan mAs di control table menyala (muncul nilai KV dan mAs). e. Pesawat siap digunakan.



38



PENGOPERASIAN PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



24/SOP/RAD/18 00 2. Proses Pengoperasian Pesawat a. Atur posisi tube dan jarak antara tube dengan pasien, sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diinginkan. b. Atur kondisi pemotretan (KV, mAs) sesuai dengan pemeriksaan dan ketebalan objek yang diperiksa. c. Tekan separuh tombol exposure selama 2,5-5s, lalu tekan sampai penuh dan terdengar bunyi khas yang menandakan sinar X sudah dihasilkan. 3. Proses mematikan pesawat a. b. c. d.



Tekan tombol OFF pada control table ( ) Kemudian LV (line voltage) diturunkan. Posisi tube diatur pada tempat yang semestinya. Cabut steker dari sumber listrik, rapikan kabel, pesawat dikembalikan pada tempat penyimpananannya. 1. Instalasi Radiologi 2. IPRS/Maintenance UNIT TERKAIT



39



FAKTOR EKSPOSI PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



No. Dokumen



No. Revisi



25/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Petunjuk untuk pemakaian pesawat mobile unit Siemens.



TUJUAN



Memudahkan radiografer dalam bekerja, dengan mengetahui faktor eksposi pesawat mobile unit siemens.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya.



PROSEDUR



Pemeriksaan Thorax PA Thorax Lateral Thorax AP (anak) Thorax Lateral (anak) Schedel AP Schedel Lateral



KV 58-63 66-72 50-52 52-55 66-70 66-70



mAs 10-12.5 32-40 6.3-8 8-12.5 20-35 16-20



Keterangan Grid (+) Grid (+) none none Grid (+) Grid (+)



SPN Waters



70-77



25-32



Grid (+)



40



FAKTOR EKSPOSI PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS No. Dokumen



No. Revisi



25/SOP/RAD/18



00



Pemeriksaan Cervical AP Cervical Lateral Thoracal AP Thoracal Lateral Lumbal AP Lumbal Lateral Abdomen Pelvis Femur AP Femur Lateral Genu AP Genu Lateral Cruris AP Cruris Lateral Ankle AP Ankle Lateral Pedis AP Pedis Oblique



KV 57-60 57-60 63-70 70-77 68-70 77-81 63-66 66-70 63-66 63-66 55-57 55-57 52-55 52-55 50-52 50-52 48-52 48-52



Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



41



mAs 10-12.5 12.5-16 12.5-16 32-50 40-64 64-80 40-64 40-64 16-25 16-25 8-12.5 8-12.5 6.4-10 6.4-10 6.4-8 6.4-8 5.-8 5.-8



Halaman



Keterangan Grid (+) Grid (+) Grid (+) Grid (+) Grid (+) Grid (+) Grid (+) Grid (+) Grid (+) Grid (+) none none none none none none none none



PEMELIHARAAN PESAWAT RONTGEN DIAGNOSTIK No. Dokumen



No. Revisi



26/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Petunjuk perawatan dan perbaikan pesawat rongent diagnostik. 1. Memudahkan pelaksanaan perawatan dan perbaikan pesawat apabila dibutuhkan. 2. Menjaga kondisi pesawat tetap baik dan siap digunakan. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Apabila terjadi kerusakan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Petugas yang bertugas mencatat kerusakan yang terjadi pada pesawat serta tanggal dan jam kerusakan terjadi pada buku komunikasi dan laporan kerusakan pesawat. b. Petugas melaporkan kerusakan pesawat kepada kepala intalasi atau pelaksana harian. c. Kemudian memberikan laporan dan meminta perbaikan pada bagian IPSRS (sarana). d. Menghubungi petugas teknisi PT terkait. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



42



USG RADIOLOGI



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



27/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur 1. Pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara yang frekuensinya 1–10 MHz (1–10 juta Hz). 2. Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dihasilkan dari Kristalkristal yang terdapat dalam suatu alat yang disebut tranduser. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada Kristal, akan menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek PiezoElectric. Bentuk Kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai dengan polaritas medan listrik yang melaluinya, Kristal akan mengembang dan mengkerut, maka akan dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi. Untuk membantu menegakkan diagnosis dalam berbagai kelainan organ tubuh. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Persiapan Pasien a. USG Abdomen : hepar, kandung empedu, limpa/lien, pankreas, aorta, ginjal. 1) Puasa 8 jam sebelum pemeriksaan. 2) Setelah makan malam hanya minum air putih. 3) Tidak makan atau minum apa-apa setelah tengah malam. 4) Minum air putih 30 menit sebelum pemeriksaan atau menahan buang air kecil (BAK) sampai pemeriksaan selesai. 5) Pada bayi jika kondisinya memungkinkan-tidak boleh mendapatkan apapun lewat mulut Selama 2 – 4 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.



43



USG RADIOLOGI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



27/SOP/RAD/18 00 b. USG payudara, thyroid, prostat, testis, hernia, scrotali Tidak ada persiapan khusus. c. USG Vaskular Tidak ada persiapan khusus.



PROSEDUR



2. Pemakaian Alat a. Memilih Transduser Atur transduser yang akan dipakai sesuai pemeriksaan. b. Nyalakan alat dan tunggu beberapa menit, agar alat stabil. c. Meskipun pada transduser ada indikatornya, petugas radiologi tetap perlu mengecek suara visual sisi transduser mana yang menghasilkan gambar USG. Pengecekan dilakukan dengan cara menempelkan satu jari tangan pada salah satu ujung transduser dan melihat apa yang tampak pada layar. d. Masukan data pasien. e. Oleskan jelly di permukaan kulit bagian tubuh pasien yang akan diperiksa. Jelly digunakan sebagai media perantara sehingga tidak ada udara antara transduser/probe dan permukaan kulit. f. Lakukan skening dengan menempelkan transduser pada permukaan tubuh yang hendak diperiksa. g. Gambar yang diinginkan dapat di set/diberi keterangan sesuai keterangan. h. Cetak hasil. i. Bersihkan transduser/probe setiap selesai pemeriksaan dengan tissue kering. j. Matikan alat jika sudah tidak digunakan, dengan menekan tombol power off. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



44



TEKNIK PEMERIKSAAN CRANIUM



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



28/SOP/RAD/18



00



1/1 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Teknik radiografi kepala umum merupakan pemeriksaan radiografi kepala untuk mengetahui keadaan kepala secara umum dari aspek depan (antero posterior) atau aspek belakang (postero anterior), dan aspek samping (lateral).



TUJUAN



Untuk memperlihatkan adanya fraktur, adanya tekanan intrakranial yang meninggi dengan terbukanya sutura serta sella tursica yang melebar.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien erect atau supine di atas meja pemeriksaan, dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Kepala diposisikan AP, dengan menempatkan : 3) Mid Sagital Plane (MSP) kepala tegak lurus pada bidang film. 4) Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film. 5) Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala. Atur Central Ray tegak lurus bidang film tepat di pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 6) Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cranium proyeksi AP. 8) Pasien di instruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



45



TEKNIK PEMERIKSAAN CRANIUM No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



28/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Seluruh kepala tampak pada proyeksi antero posterior, batas atas Verteks, batas bawah Simphysis Menti, kedua sisi tidak terpotong. 2) Kepala simetris : jarak batas Orbita dengan lingkar kepala sama kiri dan kanan. 3) Tampak Sinus Frontalis, Sinus Maksilaris, Sinus Ethmoidalis, dan Crista Galli. 4) Os Frontalis tampak jelas. 5) Marker R/L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien erect atau tidur pada posisi semiprone di atas meja pemeriksaan, dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Kepala diposisikan lateral, dengan menempatkan : 3) Mid Sagital Plane (MSP) kepala sejajar pada bidang film. 4) Infra Orbito Meatal Line (IOML) sejajar dengan bidang film. 5) Inter Pupillary Line (IPL) tegak lurus dengan bidang film. 6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film tepat di pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 7) Atur Central Point tepat pada daerah 5 cm di atas Meatus Acusticus Externa (MAE), dengan memposisikan daerah tersebut tepat di pertengahan bidang film. 8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan kepala proyeksi lateral. 9) Pasien di instruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



46



TEKNIK PEMERIKSAAN CRANIUM No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



28/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Seluruh Cranium lateral batas atas Vertex, batas belakang Os Occipital, batas depan soft tissue hidung. 2) Sella Tursica tidak berotasi. 3) PCP & PCA , Dorsum Sellae. 4) Ramus Mandibula superposisi. 5) Mastoid superposisi. 6) Meatus Acusticus Externa (MAE) superposisi. 7) Marker R/L tervisualisasi.



PROSEDUR



5. Proyeksi Postero Anterior (PA) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisi pasien erect atau prone di atas meja pemeriksaan, dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Kepala diposisikan PA, dengan menempatkan : 3) Dahi dan hidung menempel sejajar pada bidang film. 4) Meatus Acusticus Externa (MSP) kepala tegak lurus pada bidang film. 5) Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film. 6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film tepat di pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 7) Atur Central Point pada Parieto Occipital menembus Glabella atau Nasion. 8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah di sesuaikan untuk pemotretan Cranium proyeksi PA. 9) Pasien disesuaikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Keseluruhan Cranium dengan batas atas Vertex, batas bawah Simphysis Menti, bagian samping kanan dan kiri kepala tidak terpotong. 2) Tampak Sinus Frontalis, Sinus Maksilaris, Sinus Ethmoidalis. 3) Tampak Dorsum sellae, PCA, Crista Galli, lingkar Orbita. 4) Jarak batas lateral kepala simetris. 5) Marker R/L tervisualisasi.



47



Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



29/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Pemeriksaan radiografi sinus paranasal (SPN) adalah pemeriksaan rongga yang berisi udara yang terdapat di tulang kepala (cranium) terdapat empat jenis sinus yang disebut dengan sinus paranasal. Adapun nama-nama dari sinus itu adalah sinus maksilaris yang terdapat di tulang maksila, sinus frontalis yang terdapat pada tulang frontal, sinus ethmoidalis yang terdapat pada tulang ethmoidal, sinus sphenoidalis terdapat di bawah tulang sella tursica di bagian tengah cranium.



TUJUAN



Untuk memperlihatkan struktur sinus paranasal, septumnasi, konka nasalis dan adenoid.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya.



48



TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL No. Dokumen



No. Revisi



29/SOP/RAD/



00



Halaman



1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Postero Anterior (PA)/(Water’s Method) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diminta untuk berdiri menghadap stand cassete dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Ekstensikan kepala pada posisi yang benar. 3) Atur kepala dan dagu sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tegak lurus pada bidang film. 4) Atur kepala sehingga Orbito Meatal Line (OML) membentuk sudut 37° dari bidang film.



49



5) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film tepat di pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 6) Atur Central Point tepat Parieto Occipital menembus Acanthion. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Sinus Paranasal proyeksi PA (water’s). 8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Sinus Maxillaris. 2) Tampak Fossa Nasalis. 3) Sinus Frontalis dan Sinus Ethmoidalis distorsi. 4) Jarak batas lateral Orbita dengan batas lateral kepala kiri dan kanan sama simetris. 5) Petrus Ridge terproyeksi di bawah Maxillaris. 6) Batas kolimasi sesuai dengan besarnya objek. 7) Marker R / L tervisualisasi. 4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diminta untuk berdiri menghadap stand cassete, posisikan oblique. 2) Kepala diposisikan lateral, dengan menempatkan : 3) Mid Sagital Plane (MSP) kepala sejajar pada bidang film. 4) Infra Orbita Meatal Line (IOML), sejajar dengan bidang film. 5) Inter Papillary Line (IPL) tegak lurus dengan bidang film. 6) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film tepat di pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 7) Atur Central Point 2,5 cm posterior dari Outer Chantus, dengan memposisikan daerah tersebut tepat di pertengahan bidang film. 8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Sinus Paranasal proyeksi lateral. 9) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Sinus Frontalis, Sinus Maxillaris, Sinus Sphenoidalis tercakup. 2) Sella Tursica terproyeksi tanpa rotasi. 3) Cekungan Orbita dan Ramus Mandibula superposisi. 4) Batas kolimasi sesuai dengan besar objek. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



50



TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



29/SOP/RAD/18 00 5. Proyeksi Postero Anterior (PA)/(Caldwell) a. Teknik Pengambilan Gambar : 1) Pasien diminta untuk berdiri menghadap stand cassete dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Letakkan hidung dan dahi pasien menempel pada cassete. 3) Atur hidung dan dahi sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tegak lurus pada bidang film. 4) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film tepat di pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point tepat Parieto Occipital menembus Acanthion. 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Sinus Paranasal proyeksi PA (Caldwell). 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Sinus Frontalis tampak jelas terproyeksi di atas Sutura Frontonasal. 2) Sinus Ethmoidalis dan Sinus Sphenoidalis tampak jelas, Ethmoidal Air Cells terproyeksi di atas Petrous Ridge. 3) Petrous Ridge kiri dan kanan simetris terproyeksi di Quadrant ke 3. 4) Jarak batas lateral Orbita dengan batas lateral kepala kiri dan kanan sama (simetris). 5) Batas kolimasi sesuai dengan besar objek. 6) Marker R / L harus tervisualisasi.



Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



51



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE CERVICAL



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



30/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Vertebrae Cervical adalah bagian dari tulang belakang yang berada diposisi proximal dari Vertebrae Thoracal. Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang belakang Vertebrae Cervical. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) Axial a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diminta untuk berdiri membelakangi stand cassete dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Ekstensikan dagu pasien sehingga Occlusal Plane tegak lurus terhadap stand cassete. 3) Atur Central Ray 15° - 20° Cranial, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada Cervical ke-4 (Cartilage Tyroid). 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cervical proyeksi AP Axial. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



52



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE CERVICAL No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



30/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Area terlihat dari Cevical III sampai Thoracal II dan tampak soft tissue di sekitarnya. 2) Bayangan Mandibula, Occiput superimposisi di atas Atlas dan sebagian besar dari Axis. 3) Diskus Intervertebralis nya terbuka. 4) Jarak Prosesus Spinosus sama jauhnya dari kedua pedikel dan berada pada pertengahan Corpus Cervical. 5) Jarak Angulus Mandibula dan Prosesus Mastoid sama jauhnya dari Vertebrae. 6) Marker R / L harus tervisualisasi. 4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Atur pertengahan Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Atur kedua tangan pasien dibelakang tubuh dan ditarik kebawah agar kedua bahu dalam satu garis horizontal. 3) Ekstensikan dagu agar Ramus Mandibula dan tulang Cervical tidak superimposisi. 4) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point pada Cervical ke-4 (Cartilage Tyroid). 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cervical proyeksi lateral. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Ketujuh Cervical terlihat. 2) Leher ekstensi sehingga Ramus Mandibula tidak overlapping dengan Atlas atau Axis. 3) Tidak ada rotasi atau tilting dari Cervical yang mencakup terbukanya Zygapophysial Joint dan Diskus Intervertebralis. 4) Tampak bentuk Prosesus Spinosus. 5) Cervical IV berada di pertengahan cassete. 6) Terlihat tulang dan soft tissue secara detail. 7) Marker R / L harus tervisualisasi.



53



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE CERVICAL No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



30/SOP/RAD/18 00 3/3 5. Right Posterior Oblique (RPO) dan Left Posterior Oblique (LPO) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diminta untuk berdiri membelakangi stand casete. 2) Atur tubuh pasien dalam posisi RPO atau LPO sehingga membentuk sudut 45° terhadap stand casete. 3) Ekstensikan dagu pasien sehingga Mandibula tidak superimposisi dengan Cervical. 4) Atur Central Ray 15° - 20° Cranial, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point pada Cervical ke-4 (Cartilage Tyroid). 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cervical proyeksi AP Axial Oblique (RPO dan LPO). 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Terbukanya Intervertebral Foramina yang terjauh dari cassete, dari Cervical II-III sampai Cervical VII-Thoracal I. 2) Terbukanya Diskus Intervertebralis. 3) Diekstensikannya dagu sehingga tidak overlaping Atlas dan Axis. 4) Tulang Occipital tidak overlapping dengan Axis. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



54



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACAL



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



31/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Vertebrae Thoracal adalah bagian dari tulang belakang yang dibatasi oleh Vertebrae Cervical di bagian proximal dan Vertebrae Lumbal di bagian distal. Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang belakang Vertebrae Thoracal. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien dalam keadaan supine di atas meja pemeriksaan atau pasien dalam kondisi erect dengan tubuh menempel pada stand cassete. 2) Jika pasien supine maka letakkan kepala di atas meja pemeriksaan atau di atas bantal tipis untuk mencegah penambahan dorsal kyphosis. 3) Pertengahan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh pada Mid Line cassete. 4) Letakkan kedua tangan pasien disamping tubuh dan atur kedua Shoulder dalam bidang horizontal yang sama. 5) Fleksikan Hips dan Kness secukupnya sehingga bagian belakang kontak dengan meja dan juga untuk mengurangi dorsal kyphosis. 55



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACAL No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



31/SOP/RAD/18 00 6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 7) Atur Central Point pada Vertebrae Thoracal ke 7 sekitar 3 - 4 inchi distal dari Jugular. 8) Gunakan selalu heel effect untuk menambah densitas yang merata dengan posisi katoda mengarah ke kaki sehingga persentase radiasi yang besar menembus sisi yang tebal. 9) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thoracal proyeksi AP. 10) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 11) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak jelas ke 12 Vertebrae Thoracal. 2) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa. 3) Processus Spinosus dalam satu garis pada Vertebrae. 4) Marker R / L harus tervisualisasi. 4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diposisikan true lateral ke arah yang di periksa, dengan kepala di atas bantal tipis dan knee difleksikan. 2) Atur Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tegak lurus dengan meja pemeriksaan. 3) Atur kedua arm, taruh di belakang kepala. 4) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point pada Vertebrae Thoracal ke 7 sekitar 3 - 4 inchs distal dari Jugular. 6) Gunakan selalu heel effect untuk menambah densitas yang merata dengan posisi katoda mengarah ke kaki sehingga persentase radiasi yang besar menembus sisi yang tebal. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thoracal proyeksi lateral. 8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



56



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACAL No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



31/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak jelas gambaran Thoracal lateral yang menembus Ribs dan paru-paru. 2) Tampak ke 12 Vertebrae Thoracal, karena bagian atas Vertebrae Thoracal biasanya tergambar kurang jelas maka film bisa di geser ke bawah sehingga L 1 dan L 2 tergambar. 3) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa. 4) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



57



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBAL



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



32/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Vertebrae Lumbal adalah bagian dari tulang belakang yang dibatasi oleh Vertebrae Thoracal di bagian proximal dan Sacrum di bagian distal. Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang belakang Vertebrae Lumbal. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien dalam keadaan supine di atas meja pemeriksaan atau pasien dalam kondisi erect dengan tubuh menempel pada stand cassete. 2) Jika pasien supine maka letakkan kepala di atas meja pemeriksaan atau di atas bantal tipis untuk mencegah penambahan dorsal kyphosis. 3) Pertengahan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh pada Mid Line cassete. 4) Letakkan kedua tangan pasien disamping tubuh dan atur kedua Shoulder dalam bidang horizontal yang sama. 5) Fleksikan Hips dan Kness secukupnya sehingga bagian belakang kontak dengan meja dan juga untuk mengurangi dorsal kyphosis.



58



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBAL No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



32/SOP/RAD/18 00 6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 7) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista Illiaca. 8) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista Illiaca. 9) Batas atas processus xyphoideus dan batas bawah symphisis pubis. 10) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Lumbo-sacral proyeksi AP. 11) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 12) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Vertebrae Lumbal sampai Sacrum. 2) Processus Transversus kanan dan kiri berjarak sama. 3) Processus Spinosus dalam satu garis pada Vertebrae. 4) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa. 5) Marker R / L harus tervisualisasi. 4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diposisikan true lateral ke arah yang di periksa, dengan kepala di atas bantal tipis dan knee difleksikan. 2) Atur Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tegak lurus dengan meja pemeriksaan. 3) Atur kedua arm, taruh di belakang kepala. 4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point di antara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista Illiaca. 6) Batas atas processus xyphoideus dan batas bawah symphisis pubis. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Lumbosacral proyeksi lateral. 8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



59



TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBAL No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



32/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Foramen Intervertebralis Lumbal 1 – Lumbal 4. 2) Tampak Corpus Vertebrae. 3) Tampak Space Intervertebrae. 4) Tampak Processus Spinosus dan Lumbal 5 – Sacrum 1. 5) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa. 6) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



60



TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



34/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran AP/PA, Lateral dan Top Lordotik.



radiografi Thorax dengan proyeksi



Untuk memperlihatkan struktur morfologi organ-organ dalam rongga thorax seperti, jantung dan pembuluh darah besar, paru-paru, rongga pleura dan struktur organ lain dalam rongga mediastinum dan paru. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Postero Anterior (PA) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien erect mengahadap stand cassete dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 2) Leher diekstensikan dan dagu diletakkan di atas standar cassete. 3) Sesuaikan tinggi cassete sehingga bagian atas kaset kira-kira 1,5 inch di atas bahu. 4) Bagian belakang tangan di atas panggul (telapak tangan menghadap keluar). 5) Tekan bahu dan lengan atas ke depan menghadap cassete, agar tidak ada jarak. 6) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 7) Atur Central Point pada Mid Sagital Line (MSL) atau setinggi Columna Vertebrae Thoracal VI.



61



TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thorax proyeksi PA. 9) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi, yang diambil pada waktu pasien dalam keadaan inspirasi penuh. 10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Foto mencakup keseluruhan Thorax, bagian atas: apeks paru tidak terpotong, bagian bawah: kedua Sinus Costophrenicus tidak terpotong. 2) Diafragma mencapai iga ke- 9 belakang. 3) Kedua Os Scapula terlempar ke arah lateral. 4) C.V. Thoracalis tampak s/d ruas keempat. 5) Tampak bayangan Bronchus. 6) Kedua Sterno Clavicular Joint tampak simetris kanan dan kiri. 7) Tampak kolimasi untuk mengurangi radiasi hambur terhadap pasien. 8) Marker R / L harus tervisualisasi. PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien erect pada posisi true lateral. 2) Buatlah proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan. 3) Sesuaikan tinggi cassete sehingga bagian atas kaset kira-kira 1,5 inch di atas bahu. 4) Tangan diangkat lurus ke atas kemudian lipat siku dan lengan di atas kepala. 5) Atur Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tegak lurus dengan Mid Line cassete. 6) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 7) Atur Central Point kira-kira satu inchi ke depan dari Mid Coronal Line (MCL) atau setinggi Columna Vertebrae Thoracal VI. 8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thorax proyeksi lateral.



62



TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 9) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi, yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan inspirasi penuh. 10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaranThorax proyeksi lateral. 2) Bagian anterior mencakup gambaran Sternum.Bagian posterior mencakup Columna Vertebrae Thoracalis. 3) Batas atas apeks paru.Batas bawah Sinus Costophrenicus dan paru posterior. 4) Gambaran Costae kiri dan kanan superposisi. 5) Tampak kolimasi untuk mengurangi radiasi hambur terhadap pasien. 6) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



5. Proyeksi Top Lordotik a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diposisikan berdiri, dengan punggung menempel pada bucky stand. 2) Sesuaikan tinggi cassete sehingga bagian atas kaset kira-kira 1,5 inch di atas bahu. 3) Kaki maju dua langkah kedepan sehingga badan condong ke belakang. Kemudian dada sedikit di busungkan dengan jarak 30 cm dari bucky stand. 4) Ekstensikan dagu. 5) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 6) Atur Central Point pada Mid Sagital Line (MSL) atau setinggi Columna Vertebrae Thoracal VI. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thorax proyeksi lateral. 8) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi, yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan inspirasi penuh. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



63



TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria gambaran 1) Kedua apex paru terproyeksi di bawah clavicular. 2) Clavicula terproyeksi horizontal dan kedua ujung medialnya superposisi dengan iga satu atau iga dua. 3) Iga-iga tampak distorsi, iga-iga depan dan belakang tampak superposisi. 4) Foto simetris 5) Tampak kolimasi untuk mengurangi radiasi hambur terhadap pasien. 6) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



64



TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Pemeriksaan radiografi abdomen disebut juga Kidney Ureter Bladder (KUB) yaitu pemeriksaan pada organ perut yang mencakup dari diafragma sampai symphysis pubis.



TUJUAN



Untuk mengetahui kelainan secara radiologis pada anatomi organ saluran kencing ( ginjal, Ureter, kandung kemih maupun uretra ) dan pencernaan.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien supine di atas meja pemeriksaan, dengan posisi tangan disamping tubuh. 2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah meja pemeriksaan. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista Illiaca. 5) Batas atas Processus Xyphoideus dan batas bawah Symphisis Pubis.



65



TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen proyeksi AP. 7) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi, yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



PROSEDUR



b. Kriteria Gambaran 1) Foto mencakup keseluruhan Abdomen, dengan batas atas : Processus Xyphoideus, dan batas bawah : Symphsis Pubis. 2) Tampak ukuran bayangan liver hati, ginjal, dan keadaan dalam Abdomen. 3) Tulang rusuk dan Processus Spinosus, Columna Vertebrae pada satu garis lurus. 4) Penderita tidak pada posisi rotasi, dapat dilihat dari letak Processus Spinosus yang berada pada pertengahan Vertebrae Lumbalis, kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS) terlihat simetris, Os. Illiaca simetris. 5) Marker R / L harus tervisualisasi. 4. Proyeksi Antero Posterior (AP) Setengah Duduk a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien berada pada posisi AP duduk, kondisi tubuh tegak 90° dengan posisi tangan disamping tubuh. 2) Perhatikan posisi paha, atur pada posisi abduksi, sehingga soft tissue pada paha tidak menutupi seluruh bagian Cavum Pelvis. 3) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete. 4) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista Illiaca.Batas atas Processus Xyphoideus dan batas bawah Symphisis Pubis. 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen proyeksi AP setengah duduk.



66



TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 7) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi, yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Foto mencakup keseluruhan Abdomen, dengan batas atas : Processus Xyphoideus, dan batas bawah : Symphsis Pubis. 2) Tampak ukuran bayangan liver hati, ginjal, dan keadaan dalam Abdomen. 3) Tulang rusuk dan Processus Spinosus, Columna Vertebrae pada satu garis lurus. 4) Penderita tidak pada posisi rotasi, dapat dilihat dari letak Processus Spinosus yang berada pada pertengahan Vertebrae Lumbalis, kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS) terlihat simetris, Os. Illiaca simetris. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



5. Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tidur miring pada sisi kiri dengan siku, lengan dan kedua lutut fleksi. Sehingga tangan dapat diletakkan dibelakang kepala. 2) Menggunakan grid dan cassete yang dipasang secara vertikal di belakang pasien dengan bagian atas cassete cukup untuk menunjukkan bagian atas dari Right Lateral Abdominal dan dinding Thoracic. 3) Sedikit bagian dari paru-paru yang berada di atas diafragma harus masuk pada gambaran. 4) Posisi pasien diatur, agar Mid Sagital plane (MSP) tubuh pasien benar-benar paralael terhadap cassete dan grid (tidak ada rotasi pada bahu maupun Pelvis). 5) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 6) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista Illiaca.Batas atas Processus Xyphoideus dan batas bawah Symphisis Pubis. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD).



67



TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 8) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi, yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



PROSEDUR



b. Kriteria Gambaran 1) Foto mencakup keseluruhan Abdomen, dengan batas atas : Processus Xyphoideus, dan batas bawah : Symphsis Pubis. 2) Tampak ukuran bayangan liver hati, ginjal, dan air fluid level. 3) Tampak diafragma. 4) Tampak udara bebas pada Abdomen. 5) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



68



TEKNIK PEMERIKSAAN SCAPULA No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Teknik pengambilan gambaran radiografi Scapula dengan proyeksi AP dan Lateral.



TUJUAN



Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Scapula proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien erect, dengan posisi tangan diangkat di atas kepala sehingga gambaran radiografi Scapula akan terlempar dan tidak superposisi dengan Costae. 2) Tubuh dirotasikan 30° ke arah yang sakit, sehingga Scapula sisi yang yang diperiksa paralel dengan film, pada posisi supine sisi yang sehat diganjal dengan sandbag. 3) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada Mid Scapula menuju pertengahan cassete.



69



TEKNIK PEMERIKSAAN SCAPULA No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Scapula proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Bagian lateral dari Scapula harus bebas superposisi dari Costae. 2) Scapula terlihat horizontal dan tidak oblique. 3) Detail dari Scapula dapat dilihat pada bagian yang superposisi dengan paru-paru dan Costae. 4) Processus Acromion harus masuk dalam foto. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien erect membelakangi arah sinar. 2) Siku pada sisi yang diperiksa dalam keadaan fleksi, lengan sedikit abduksi dan diletakkan dibelakang tubuh dan tubuh dirotasikan 60-70° sehingga sisi yang diperiksa dekat dengan film dan bidang Scapula tegak lurus terhadap cassete. 3) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada Mid Scapula menuju pertengahan cassete. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Scapula proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



70



TEKNIK PEMERIKSAAN SCAPULA No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria gambaran 1) Bagian Vertebrae pada daerah Axila terlihat superposisi. 2) Scapula terbebas dari superposisi dengan Humerus. 3) Proses Acromion dan Angulus Inferior harus masuk dalam gambaran. 4) Bagian yang tebal dari lateral Scapula harus terlihat dengan densitas yang jelas. 5) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



71



TEKNIK PEMERIKSAAN CLAVICULA



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Clavicula dengan proyeksi AP. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Clavicula proyeksi Antero Posterior (AP). 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien erect atau supine dengan punggung menempel pada meja pemeriksaan atau stand cassete, dengan posisi tangan disamping tubuh. 2) Posisikan bahu dan tulang Clavicula berada dipertengahan cassete. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada Mid Clavicula. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Clavicula proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



72



TEKNIK PEMERIKSAAN CLAVICULA No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran radiografi Os Clavicula secara keseluruhan. 2) Tidak ada rotasi dalam gambaran Os Clavicula. 3) Tampak persendian antara Scapula dengan Humerus (Shoulder Joint). 4) Tampak persendian antara Acromion dengan Os Clavicula (Acromionclavicula Joint). 5) Tampak persendian antara Sternum dan Os Clavicula (Sternoclavicular Joint). 6) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



73



TEKNIK PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Teknik pengambilan gambaran radiografi Shoulder Joint dengan proyeksi Antero Posterior (AP), Eksorotasi dan Endorotasi.



TUJUAN



Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Shoulder Joint proyeksi Antero Posterior (AP), Eksorotasi dan Endorotasi.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Posisikan seluruh lengan pasien sehingga Epicondylus sejajar dalam bidang cassete dengan telapak tangan terbuka mengarah ke depan. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point di antara Glenoid Fossa dan Caput Humerus (ScapuloHumeral Joint). 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Shoulder Joint proyeksi AP.



74



TEKNIK PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran Caput Humeri, bagian distal Humerus. 2) Tuberculum Mayor tergambar pada aspek lateral Humerus. 3) Scapulohumeral Joint tervisualisasi sedikit overlapping dari Caput Humeri pada Cavitas Glenoidalis. 4) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Eksorotasi a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Eksorotasikan (diputar kearah luar) seluruh lengan pasien sehingga Epicondylus sejajar dalam bidang cassete. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point di antara Glenoid Fossa dan Caput Humerus (ScapuloHumeral Joint). 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Shoulder Joint proyeksi Eksorotasi. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran Caput Humeri, bagian distal Humerus. 2) Tuberculum Mayor tergambar pada aspek lateral Humerus. 3) Scapulohumeral Joint tervisualisasi sedikit overlapping dari Caput Humeri pada Cavitas Glenoidalis. 4) Marker R / L harus tervisualisasi.



75



TEKNIK PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 5. Proyeksi Endorotasi a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Endorotasikan (diputar kearah dalam) seluruh lengan pasien sehingga Epicondylus sejajar dalam bidang cassete. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point diantara Glenoid Fossa dan Caput Humerus (ScapuloHumeral Joint). 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Shoulder Joint proyeksi Endorotasi. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tuberculum Minor tampak pada gambaran dan pada ujung medial. 2) Garis luar dari Tuberculum Mayor superposisi dengan Caput Humeri. 3) Humerus yang overlapping dengan Cavitas Glenoidalis lebih besar daripada pada posisi eksorotasi dan netral rotasi. 4) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



76



TEKNIK PEMERIKSAAN HUMERUS



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Humerus dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Humerus proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Humerus diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam posisi anatomi. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Humerus. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Humerus proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



77



TEKNIK PEMERIKSAAN HUMERUS No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Elbow dan Shoulder Joint masuk kedalam lapangan penyinaran. 2) Humerus dalam posisi true AP: Epicondylus terlihat maksimal dan tidak mengalami rotasi. 3) Tuberositas Mayor dan Minor terlihat jelas. 4) Tuberositas Minor terletak diantara Caput Humerus dan Tuberositas Mayor. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Humerus diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam posisi endorotasi. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Humerus. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Humerus proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Elbow dan Shoulder Joint masuk kedalam lapangan penyinaran. 2) Humerus dalam posisi true lateral. 3) Epicondylus dan Tuberositas Mayor superposisi. 4) Tuberositas Minor terlihat jelas. 5) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



78



TEKNIK PEMERIKSAAN ELBOW JOINT



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Elbow Joint dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Elbow Joint proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau pasien duduk pada kursi, di samping meja pemeriksaan. 2) Elbow Joint diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam posisi anatomi. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan siku (Elbow Joint). 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Elbow Joint proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



79



TEKNIK PEMERIKSAAN ELBOW JOINT No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Caput, Colum, dan Tuberositas Radial sedikit superimposisi diatas proksimal Ulna. 2) Tampak gambaran Elbow Joint yang terbuka. 3) Tidak ada rotasi dari Epicondylus Humerus. 4) Tampak gambaran jaringan lunak dan Trabeculation tulang yang jelas. 5) Tampak soft tissue dan Bony Trabeculatio. 6) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau pasien duduk pada kursi, di samping meja pemeriksaan. 2) Tekuk siku 90° kemudian tempatkan Humerus dan Antebrachi kontak dengan bucky stand atau meja pemeriksaan. 3) Sesuaikan tangan dalam posisi lateral dan pastikanlah bahwa Epicondyles Humerus tegak lurus terhadap bidang cassete, serta pusatkan pada Mid Line cassete. 4) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point pada pertengahan siku (Elbow Joint). 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Elbow Joint proyeksi lateral. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran Elbow Joint yang terbuka. 2) Epicondylus Humerus saling superposisi. 3) Tampak Tuberositas Radial menghadap ke anterior dengan Caput Radii sebagian superimposisi dengan Processus Coronoideus. 4) Tampak gambaran Processus Olecranon. 5) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



80



TEKNIK PEMERIKSAAN ANTEBRACHI



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Antebrachi dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan Antebrachi proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.



pada



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Antebrachi diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam posisi anatomi. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Antebrachi. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Antebrachi proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



81



TEKNIK PEMERIKSAAN ANTEBRACHI No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak jelas bagian Wrist dan distal Humerus. 2) Tidak tampak elongasi atau foreshortening pada Epicondylus Humeri. 3) Terbukanya Radioulnar Space. 4) Tampak sedikit overlapping pada Caput, Collum Radii dan Tuberositas Ulnae. 5) Tidak tampak rotasi pada lengan pasien. 6) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Antebrachi diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam posisi endorotasi. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Antebrachi. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Antebrachi proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak jelas bagian Elbow Joint dan Wrist Joint. 2) Tampak overlapping bagian distal dari Os Ulna dan Os Radius. 3) Tampak Tuberositas Radii menghadap ke arah anterior. 4) Tidak tampak rotasi pada lengan pasien. 5) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



82



TEKNIK PEMERIKSAAN WRIST JOINT



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Teknik pengambilan gambaran radiografi Wrist Joint dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.



TUJUAN



Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Wrist Joint proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Wrist Joint diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam posisi anatomi 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan pertengahan antara Processus Styloideus Ulnae dan Radii. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Wrist Joint proyeksi AP.



83



TEKNIK PEMERIKSAAN WRIST JOINT No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tidak ada rotasi. 2) Tampak dua pertiga proksimal dari Metacarpal, Ossa Carpalia, dan sepertiga distal dari Os Ulna dan Os Radius. 3) Marker R/L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas bucky table. 2) Wrist Joint diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam posisi endorotasi. 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Processus Styloideus Radii. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Wrist Joint proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Processus Styloideus Ulna dan Radii superposisi. 2) Tampak dua pertiga proksimal dari Metacarpal, Ossa Carpalia, dan sepertiga distal dari Os Ulna dan Os Radius. 3) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



84



TEKNIK PEMERIKSAAN MANUS No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Manus dengan proyeksi Postero Anterior (PA), Lateral dan Oblique. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Manus proyeksi Postero Anterior (PA), Lateral dan Oblique. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Postero Anterior (PA) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien duduk disamping meja pemeriksaan atau menghadap meja pemeriksaan. 2) Letakkan Antebrachi pada meja pemeriksaan dan tempatkan Manus dengan bagian palmar di bawah menempel pada cassete. 3) Letakan Metacarpo Phalangeal Joint pada pertengahan cassete, dan atur cassete sejajar Antebrachi dan Manus. 4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point Metacarpo Phalangeal Joint, digiti III. 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Manus proyeksi PA. 85



TEKNIK PEMERIKSAAN MANUS No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tidak ada rotasi pada Manus ditandai dengan : a) Lekuk pada Metacarpal dan Phalang sama pada kedua sisi. b) Soft tissue pada kedua sisi phalang sama besar. 2) Metacarpo Phalangeal Joint dan Interphalangeal Joint membuka, menandakan Manus diletakkan rata pada bidang cassete. 3) Jari sedikit memisah ditandai dengan tidak adanya soft tissue yang overlapping. 4) Terlihat anatomi distal Radius dan Ulna. 5) Tampak soft tissue dan Trabecula tulang. 6) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien duduk disamping meja pemeriksaan atau menghadap meja pemeriksaan. 2) Letakkan Antebrachi menempel dengan meja pemeriksaan dan Manus pada posisi lateral dengan aspek Ulnaris di bawah. 3) Alternatif, tepat sisi Radial dari pergelangan tangan menempel cassete. Namun, posisi ini lebih sulit bagi pasien. 4) Ekstensikan digiti pasien dan atur digiti pertama di sudut kanan palmar, dan atur phalang digiti 2-5 superposisi. 5) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 6) Atur Central Point Metacarpo Phalangeal Joint, digiti II. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Manus proyeksi lateral. 8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Ossa Manus dalam posisi true lateral ditunjukan dengan : a) Phalang superposisi kecuali ibu jari. b) Superposisi Metacarpal. c) Superposisi distal Radius dan Ulna.



86



TEKNIK PEMERIKSAAN MANUS No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 2) Ibu jari bebas dari gerakan dan superimposisi. 3) Terlihat anatomi distal Radius dan Ulna. 4) Setiap garis tepi tulang superimposisi bayangan dengan Metacarpal lain. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



5. Proyeksi Oblique a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien duduk disamping meja pemeriksaan atau menghadap meja pemeriksaan. 2) Letakkan Antebrachi pada meja dengan tangan yang pronated dan telapak tangan yang beristirahat pada cassete. 3) Atur tangan oblique sehingga Metacarpo Phalangeal Joint membentuk suatu penjuru atau sudut kira-kira 45° seperti sedang menggenggam bola kasti. 4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point Metacarpo Phalangeal Joint, digiti III. 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Manus proyeksi Oblique. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Terjadi sedikit overlapping dari Metacarpal tiga dan empat serta empat dan lima. 2) Sedikit overlapping base dan caput Metacarpal. 3) Metacarpal kedua dan ketiga memisah. 4) Interphalangeal Joint dan Metacarpo Phalangeal Joint membuka. 5) Digiti sedikit terpisah dengan tidak overlapping atas jaringan lunak. 6) Tampak semua anatomi distal Radius dan distal Ulna. 7) Tampak soft tissue dan Trabecula tulang. 8) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



87



TEKNIK PEMERIKSAAN PELVIS



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



33/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Pemeriksaan radiografi untuk mendapatkan gambaran tulang Pelvis, Sacrum, Cocygeus pada proyeksi Antero Posterior (AP), Outlet, Inlet. Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang Pelvis, Sacrum, Cocygeus. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah meja pemeriksaan. 3) Pastikan Pelvis tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus sama rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point tepat di tengah garis yang menghubungkan kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pelvis proyeksi AP. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



88



TEKNIK PEMERIKSAAN PELVIS No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak tulang Pelvis. 2) Tampak L 5, Sacrum, dan Cocygeus. 3) Tampak Caput Femur dan Trochanter Mayor. 4) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Outlet a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah meja pemeriksaan. 3) Pastikan Pelvis tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus sama rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 4) Central Ray 20 – 35° untuk laki-laki, dan 30 - 45° untuk wanita kearah cephalad. (Perbedaan sudut ini oleh karena perbedaan ketajaman antara pelvis laki – laki dan perempuan). Dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point tepat di tengah garis yang menghubungkan kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pelvis proyeksi Outlet. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Superior dan Inferior ramus pubis , body pubis, ramus ischium. 2) Tidak terjadi pergerakan objek, ditandai dengan ketajaman dari trabecula dan tepi tulang dari pubis dan tulang ischial. 3) Marker R / L harus tervisualisasi. 5. Proyeksi Inlet a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah meja pemeriksaan. 3) Pastikan Pelvis tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus sama rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 4) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 89



TEKNIK PEMERIKSAAN PELVIS No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 5) Central Ray 40° kearah caudad, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 6) Atur Central Point tepat di tengah garis yang menghubungkan kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pelvis proyeksi Inlet. 8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak lingkaran Pelvis. 2) Tampak Sekitar pelvis inlet. 3) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



90



TEKNIK PEMERIKSAAN HIP JOINT



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Hip Joint dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Hip Joint proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Posisikan Hip Joint menempel rata pada Mid Line cassete dan pastikan sudah true AP. 3) Pastikan Hip Joint tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus sama rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point tepat di Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Hip Joint proyeksi AP. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. 91



TEKNIK PEMERIKSAAN HIP JOINT No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Tulang Pubis dan Ischi superposisi diatas sacrum dan coccygeus. 2) Kedua Foramen obturatum harus simetris. 3) Tampak 1/3 proximal femur. 4) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh dan lengan diatur senyaman mungkin, dengan tidak mengganggu area yang akan di foto. 2) Hip Joint yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit fleksi. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point tepat di Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS). 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Hip Joint proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Acetabulum dan head femoral. 2) Femoral Neck superposisi dengan trochanter mayor. 3) Tampak 1/3 proximal femur. 4) Marker R / L harus tervisualisasi.



Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



92



TEKNIK PEMERIKSAAN FEMUR No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Femur dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Femur proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Posisikan Femur menempel rata pada Mid Line cassete dan pastikan sudah true AP. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point Pada pertengahan Os Femur. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Femur proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



93



TEKNIK PEMERIKSAAN FEMUR No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran Os Femur secara keseluruhan, dengan batas atas Hip Joint dan batas bawah Knee Joint. 2) Pada umumnya kontras antara jaringan dan tulang pada bagian proksimal dan distal berbeda, oleh karena ketebalan antara ke dua bagian tersebut tidak sama. 3) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh dan lengan diatur senyaman mungkin, dengan tidak mengganggu area yang akan di foto. 2) Femur yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit fleksi. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Os Femur. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Femur proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran Os Femur secara keseluruhan, dengan batas atas Hip Joint dan batas bawah Knee Joint. 2) Pada umumnya kontras antara jaringan dan tulang pada bagian proksimal dan distal berbeda, oleh karena ketebalan antara kedua bagian tersebut tidak sama. 3) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



94



TEKNIK PEMERIKSAAN KNEE JOINT (GENU)



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Knee Joint dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.



TUJUAN



Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Knee Joint proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya.



95



1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada atau berdiri di depan bucky stand. 2) Posisikan Knee Joint menempel rata pada Mid Line cassete dan pastikan sudah true AP. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada titik ½ inchi (1,3 cm) inferior dari Apex Patella. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Knee Joint proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



96



TEKNIK PEMERIKSAAN KNEE JOINT (GENU) No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Terbukanya persendian Femorotibial. 2) Tidak ada rotasi. 3) Tampak Patella terproyeksi pada pertengahan cassete. 4) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh dan lengan diatur senyaman mungkin, atau berdiri di depan bucky stand. 2) Knee Joint yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan sedikit fleksi. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada titik ½ inchi (1,3 cm) inferior dari Apex Patella. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Knee Joint proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Patella pada posisi true lateral. 2) Terbukanya Articulatio Patello Femoralis. 3) Caput Os Fibula dan Os Tibia tampak superposisi. 4) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



97



TEKNIK PEMERIKSAAN CRURIS



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Cruris dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Cruris proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Posisikan Cruris menempel rata pada Mid Line cassete dan pastikan sudah true AP. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Os Cruris. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cruris proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



98



99



TEKNIK PEMERIKSAAN CRURIS No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Gambaran memperlihatkan kedua persendian dalam satu film (batas atas Knee Joint dan batas bawah Angkle Joint). 2) Kedua persendian tidak mengalami rotasi (Knee Joint dan Angkle Joint). 3) Articulatio Tibia dan Fibula tampak overlapping sedang. 4) Detail soft tissue baik. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh dan lengan diatur senyaman mungkin. 2) Cruris yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit fleksi. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada pertengahan Os Cruris 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cruris proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Gambaran memperlihatkan kedua persendian dalam satu film (batas atas Knee Joint dan batas bawah Angkle Joint). 2) Tampak Articulatio Tibia dan Fibula pada posisi lateral dan sedikit overlapping. 3) Detail soft tissue baik. 4) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



100



TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Teknik pengambilan gambaran radiografi Ankle Joint dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.



TUJUAN



Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Ankle Joint proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Posisikan Ankle Joint menempel rata pada Mid Line cassete dan pastikan sudah true AP. 3) Pedis diletakkan vertikal di atas cassete horizontal, dengan jarijari kaki full ekstensi. 4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point pada pertengahan dari kedua Malleolus (medial dan lateral malleolus). 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Ankle Joint proyeksi AP. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



101



TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Ankle Joint pada proyeksi AP, tanpa mengalami rotasi. 2) Tampak kira-kira 1/3 distal dari Os Tibia dan Fibula. 3) Tampak Os Tibia bagian lateral overlapping dengan Os Fibula. 4) Pedis tidak begitu jelas terlihat, hanya Talus yang jelas terlihat. 5) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh dan lengan diatur senyaman mungkin. 2) Ankle Joint yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit fleksi. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada lateral Malleolus. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Ankle Joint proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak Ankle Joint pada proyeksi lateral. 2) Tampak Os Tibia dan Fibula overlapping pada bagian distalnya. 3) Tampak Calcaneus pada proyeksi lateral. 4) Tampak space antara Talus dengan Tibia dan Fibula (TaloTibiafibular Joint). 5) Pedis tidak begitu jelas terlihat, hanya Talus yang jelas terlihat. 6) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



102



TEKNIK PEMERIKSAAN CALCANEUS



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN



TUJUAN



KEBIJAKAN



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Calcaneus dengan proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Calcaneus proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral. 1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan di atas dada. 2) Letakkan Calcaneus di tengah cassete dalam keadaan true AP. 3) Pedis diletakkan vertikal di atas cassete horizontal, dengan jarijari kaki full ekstensi. 4) Atur Central Ray 40° Cranially, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point Pada Metatarsal III. 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Calcaneus proyeksi AP. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



103



TEKNIK PEMERIKSAAN CALCANEUS No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



01/SOP/RAD/18 00 b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran axial Os Calcaneus terutama daerah Tuberositas, Sustentaculum Tali dan Processus Trochlear. 2) Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh dan lengan diatur senyaman mungkin. 2) Calcaneus yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit fleksi. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point pada 2,5 cm distal Malleolus Medialis. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Calcaneus proyeksi lateral. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran lateral Os Calcaneus. 2) Marker R / L harus tervisualisasi. Instalasi Radiologi



UNIT TERKAIT



104



TEKNIK PEMERIKSAAN PEDIS No. Revisi



No. Dokumen 01/SOP/RAD/18



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



PENGERTIAN TUJUAN



KEBIJAKAN



Halaman



00 Ditetapkan Oleh



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur Teknik pengambilan gambaran radiografi Pedis dengan proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral dan Oblique. Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Pedis proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral dan Oblique.



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Proyeksi Antero Posterior (AP) a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diposisikan duduk atau supine di atas meja pemeriksaan, kaki difleksikan dan telapak kaki menempel diatas kaset horizontal. Cassete diatur sejajar dengan long axis cassete. 2) Kedua lengan tangan diposisikan senyaman mungkin dengan tidak mengganggu area yang akan di foto. 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 4) Atur Central Point Pada Metatarsal III. 5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi AP. 6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



105



TEKNIK PEMERIKSAAN PEDIS No. Dokumen



No. Revisi



Halaman



00 01/SOP/RAD/18 a. Kriteria Gambaran Tampak gambaran AP dari Ossa Metatarsal, Ossa Phalanx, Ossa Tarsal.Marker R / L harus tervisualisasi.



PROSEDUR



4. Proyeksi Lateral a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan. 2) Kedua lengan tangan diposisikan senyaman mungkin dengan tidak mengganggu area yang akan difoto. 3) Pedis yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit, (Pedis menempel rata pada cassete). 4) Bagian kaki yang tidak diperiksa, difleksikan sehingga menjauhi Pedis yang akan diperiksa. 5) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 6) Atur Central Point Pada The base of Metatarsal III. 7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi lateral. 8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film. b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran lateral Os Pedis dan daerah distal Os Tibia dan Fibula. 2) Marker R / L harus tervisualisasi.



106



TEKNIK PEMERIKSAAN PEDIS No. Dokumen



PROSEDUR



No. Revisi



Halaman



00 01/SOP/RAD/18 5. Proyeksi Oblique a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien diposisikan duduk atau supine di atas meja pemeriksaan, lutut difleksikan dan telapak kaki menempel di atas cassete horizontal. Cassete diatur sejajar dengan long axis. 2) Kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap cassete pada sisi medial. 3) Kedua lengan tangan diposisikan senyaman mungkin dengan tidak mengganggu area yang akan di foto. 4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek. 5) Atur Central Point Pada Metatarsal III. 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi Oblique. 7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. 8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



b. Kriteria Gambaran 1) Tampak gambaran AP dari Ossa Metatarsal, Ossa Phalanx, Ossa Tarsal. 2) Marker R / L harus tervisualisasi.



UNIT TERKAIT



Instalasi Radiologi



107



TEKNIK PEMERIKSAAN KONTRAS BNO-IVP No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/18



00



Halaman



Ditetapkan Oleh



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR



Tanggal terbit



dr Jacquelyn Anita E. Tasik Direktur



PENGERTIAN



Suatu pemeriksaaan radiografi dengan menggunakan kontras media yang disuntikan melalui vena mediana cubiti untuk melihat kelainan pada traktus urinarius(saluran kencing).



TUJUAN



Memperlihatkan kaliks minor, kaliks mayor, pelvis renalis, ureter, dan vesica urinaria setelah injeksi zat kontras secara intravena. Dan menilai fungsi ginjal dalam menyaring dan mengekskresikan zat kontras dari sirkulasi darah.



KEBIJAKAN



1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor 008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan Penggunaannya. 1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan tindakan terhadap pasien. 2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.



PROSEDUR



3. Foto Pendahuluan a. Teknik Pengambilan Gambar 1) Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan kedua lengan disamping tubuh pasien. 2) MSP tubuh tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. 3) Batas atas processus xyphoideus, batas bawah tepi atas symphysis pubis. 4) Central ray vertikal tegak lurus kaset. 5) Central point pada garis tengah tubuh pasien dengan garis yang ditarik dari spina illiaca anterior superior kanan dan kiri kearah anterior abdomen atau setinggi Vertebrae Lumbalis III. 6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen.



108



9) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi Oblique. 10) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi. Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.



No. Dokumen



No. Revisi



01/SOP/RAD/



00



PROSEDUR



Instalasi Radiologi UNIT TERKAIT



109



Halaman