Street Photography Composition Series  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGANTAR Fotografi dewasa ini telah menjadi topik hangat di berbagai belahan dunia. Bagaimana tidak, teknologi yang semakin canggih memudahkan semua orang untuk mengakses dunia ini. Jika dahulu fotografer memerlukan alat yang serba mahal, sekarang tidak lagi. Cukup dengan handphone berkamera, kamu sudah bisa membuat sebuah foto. Semakin banyak orang yang memainkan perannya di dunia fotografi, semakin berkembang juga ilmunya. Namun, banyak dari fotografer maupun hobiis tidak mengetahui esensi fotografi secara dalam, seperti etika maupun estetika. Salah satu hal yang bisa menunjukkan estetika dalam fotografi adalah komposisi. Komposisi fotografi adalah masalah menempatkan berbagai benda yang terpotret dalam bingkai fotonya. Bagus tidaknya komposisi sebuah foto sangat tergantung kebutuhan pada foto itu sendiri. Komposisi bisa dibuat dengan mengatur benda yang akan dipotret, atau mengatur angle (sudut pengambilan) dan pilihan lensa untuk obyek pemotretan yang tak bisa diatur. Nah, kira-kira begitulah penjabaran tentang komposisi fotografi. Komposisi juga menjadi salah satu penilaian terhadap karya foto, baik itu dari seorang juri, kurator atau pun kritikus. eBook ini bertujuan sebagai acuan bagi fotografer, khususnya street photographer untuk mempelajari komposisi fotografi. Acuan sejatinya berfungsi sebagai pedoman, namun tidak menutup kemungkinan bagi masing-masing fotografer untuk mengeksplorasi kemampuannya dalam menerjemahkan komposisi fotografi yang ada di dalam ini. Penulis membuat dua edisi, ini adalah edisi pertama yang berisi tujuh komposisi fotogafi. Di edisi kedua penulis akan menambahkan lima sampai tujuh komposisi fotografi lainnya. Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung dan memberi masukan secara langsung maupun tidak langsung atas terciptanya eBook ini, terutama kepada Street Photography Festival Indonesia, Maklum Foto dan Uda Uni Pajalan. eBook ini bersifat shareware, jadi anda bebas untuk membagikannya. Anda juga berhak untuk menjadikan eBook ini sebagai sumber tulisan anda, jika anda juga seorang penulis atau berniat untuk memulai menulis artikel, tips dan trik tentang Street Photography. Semua foto, desain dan gambar dalam eBook ini adalah hak cipta dan hak milik fotografer yang bersangkutan.



Penulis



KOMPOSISI DASAR Komposisi yang paling banyak dikenal, bahkan banyak kalangan menyebutnya sebagai komposisi dasar yaitu Rule of Thirds (ROT). Perhatikan Gambar dibawah.



Rule of Thirds didapat dengan membagi bidang foto dalam tiga bagian vertikal dan tiga bagian horisontal. Elemen-elemen foto dipasang pada garis-garis pembagi itu. Rule of Thirds akan membingungkan pemula manakala tidak terdapat bidang atau garis tegas sama sekali pada adegan yang difoto.



Berikutnya ada satu komposisi lagi yang terkenal yaitunya Golden Ratio/ Golden Section dimana komposisi ini memanfaatkan hitungan angka Fibonacci. Komposisi foto golden ratio atau golden section atau rasio emas adalah susunan foto dimana point of interest alias subyek utama diletakkan pada titik persimpangan dua garis horisontal yang memiliki perbandingan 1:1,6 atau 38/62.



Jika penjelasan diatas membingungkan, gambar dibawah ini akan cukup membantu memahami deskripsi komposisi golden ratio:



Perhatikan titik pertemuan antara garis diagonal hijau dan merah. Titik inilah posisi yang disebut dengan golden ratio dalam komposisi foto ataupun lukisan. Kalau anda amati, komposisi rules of thirds yang terkenal itu adalah penyederhanaan dari komposisi golden ratio.



Golden ratio kalau dirunut diturunkan dari aturan matematikawan terkenal Fibonacci (pada suatu saat anda pasti pernah membaca mengenai bilangan Fibonacci saat di bangku sekolah), dimana dia menemukan golden ratio adalah susunan yang banyak ditemukan di alam: bunga matahari, kerang dll. Lukisan terkenal seperti Monalisa atau The Last Supper menggunakan komposisi Golden Ratio. Desainer pun sampai saat sekarang ini juga banyak memanfaatkan Golden Ratio dalam pekerjaan mereka.



Bagaimana pun komposisi adalah pilihan personal yang menyangkut selera. Tidak ada istilah salah dan tak ada benar di sini. Kumpulan komposisi-komposisi yang pernah Anda buat akan menjadi “perpustakaan” bagi pemotretan anda selanjutnya. Komposisi memang “menyandingkan” elemen-elemen foto. Memisahkan yang utama (POI/ Point of Interest) dengan yang lain bisa dgn warna, fokus atau juga posisi. Secara umum, komposisi dalam fotografi adalah cerminan kepribadian sang fotografer. Tidak ada patokan mati tetapi yang ada adalah bagus atau buruk menurut umum. Rule of third dalam teori komposisi yang telah dijelaskan di atas, cuma berlaku saat yang dipotret adalah bentuk teratur. Komposisi adalah 80 persen nilai atau kesan foto pada sebuah pemotretan benda mati. Sedangkan pada pemotretan makhluk hidup, komposisi dikalahkan oleh ekspresi. Pada intinya, mengatur komposisi saat memotret adalah proses utama penciptaan sebuah foto secara umum. Komposisi adalah pembeda foto yang satu dengan lainnya. Kemampuan membuat komposisi fotografi yang baik pada saat mengambil foto adalah hasil pengendapan pemikiran yang didapat dari latihan. Di era modern ini, komposisi dalam fotografi telah berkembang lebih jauh. Bahkan dalam pendekatan Street Photography saja sudah ada pengembangan kurang lebih sampai 15 komposisi. Bagian pertama ini memang hanya sebuah pengantar, namun memulai dari dasar adalah sebuah kewajiban. Sebelum membangun bangunan bertingkat, kamu harus memantapkan pondasinya. Selanjutnya, saya akan membedah satu persatu komposisi yang digunakan dalam Street Photography.



TRIANGLES Komposisi dalam fotografi merupakan salah satu elemen yang penting, walau secara keseluruhan, komposisi bukan lah sebuah patokan baku. Bisa jadi elemen lain jauh lebih menonjol dan mengesampingkan komposisi. Namun hal tersebut tidak semata-mata bisa membuat komposisi dalam fotografi dipandang sebagai ‘pelengkap’ saja. Jujur, pada saat saya mulai mendalami Street Photography sekitar 3-4 tahun yang lalu. Saya memulai dengan belajar komposisi foto. Saya belajar dari banyak sumber, dari teman, dari buku, dari artikel, dll. Hingga akhirnya setelah saya belajar komposisi foto selama satu setengah tahun, saya membagikan materi tersebut dalam bentuk workshop di tahun 2014 kepada rekan-rekan yang mengikuti kegiatan FNSH. Komposisi foto dalam Street Photography yang ingin saya bahas pertama adalah Triangles atau Segitiga (tunggal maupun jamak). Jika kita membuka buku pelajaran ketika masih duduk di sekolah dasar, tentu kita sama-sama ingat dengan bangun datar, salah satunya segitiga. Ada segitiga sama sisi, ada segitiga sama kaki, ada segitiga sembarangan yang diadaptasi ke dalam dunia fotografi menjadi implied triangle, converging triangle, dan segitiga nyata. Saya tidak akan membahas segitiga yang sedang saya kenakan saat ini karena tidak ada hubungan nya sama sekali. Segitiga dapat kita temui



dimanapun, hanya dibutuhkan kejelian untuk mampu



membedakannya dengan objek objek/ garis garis lain. Segitiga merupakan komposisi yang sangat baik dan sangat mudah untuk dimanipulasi. Komposisi segitiga mampu mengkombinasikan dengan baik antara garis dan objek, serta mampu memberikan kesan kesan stabil atau bahkan sebaliknya yakni kesan tidak stabil. Bukan hanya subyek yang berbentuk segitiga, komposisi segitiga juga mencakup 3 buah titik yang jika ditarik garis akan membentuk segitiga. Sebagai contoh, salah satu karya yang saya suka adalah milik Josef Koudelka dengan judul Gypsies, “Skeleton boys”. Mari kita bahas foto ini sembari menjelaskan apa tujuan dari komposisi segitiga.



Berapa banyak segitiga yang anda lihat? Foto Josef Koudelka penuh dengan energi, dia tahu bagaimana “menata” subyek dan objeknya dalam satu frame.. Ketika saya pertama kali melihat foto ini, yang terbayang dalam kepala saya adalah skeleton atau tulang tulang-tulang anak ini, saya ingat punya teman yang sangat kurus dan kami memanggilnya “tulang”. Selain tiga anak ini ada sosok lain si kiri dan kanan dalam kondisi diam, seolah menjadi penonton padahal itu bukan televisi, melainkan kamera. Foto anak-anak anak anak selain penuh dengan energi juga menampilkan sesuatu yang fun,, bahwa mereka berpose sama di depan kamera. Saya yakin teman-teman teman semua juga pernah memotret anak-anak anak anak dan mereka bergaya bak model di depan anda. Kembali ke segitiga, perhatikan gambar dibawah di ini.



Tiga orang anak, membuat garis membentuk segitiga, dan menciptakan sebuah harmoni dan keseimbangan. Seperti yang saya katakan sebelumnya, kita bahas tujuan komposisi segitiga sembari menjelaskan foto. Harmoni dan keseimbangan adalah salah satu tujuan komposisi segitiga. Tujuan lainnya adalah memenuhi frame, atau jika anda sering membaca artikel dari luar negeri mereka menggunakan istilah fill the frame. Saya ulangi pertanyaan sebelumnya, Berapa banyak segitiga yang anda lihat? Karena kita belum akan berhenti sampai disini. Jika dilihat lebih dalam maka kita akan menemukan pengulangan segitiga.



Pertanyaan berikutnya yang mungkin muncul adalah 1. Apakah hal ini sengaja dilakukan atau tidak? 2. Bagaimana membuat komposisi segitiga? Mengenai foto Koudelka diatas, ada beberapa penjelasan yang saya baca dari berbagai sumber. Koudelka memang sudah mempersiapkan komposisi ini dengan matang, dia sudah tahu dari awal, ini akan membentuk segitiga, tetapi ia tidak puas dengan hanya satu segitiga, kemudian dia mencoba mendapatkan segitiga kecil dalam jumlah yang banyak. Tapi di foto lainnya, terkadang Koudelka baru menyadari adanya segitiga setelah foto dicetak. Membuat komposisi segitiga dalam foto kita tidaklah sulit, asalkan mendapat momen dan timing yang pas. Komposisi segitiga akan terbentuk jika kita menemukan tiga buah titik jika ditarik garis maka akan membentuk segitiga, tidak perlu garis-garis tegas, titik-titik yang samar sudah cukup. Titik-titik tersebut bisa merupakan benda/garis atau bisa juga merupakan cahaya/area cerah yang lebih menonjol daripada area lain. Nah, ketika kita melihat foto-foto lama, kita akan melihat bentuk-bentuk segitiga yang tidak kita sadari mampu menghasilkan gambar lebih dramatis, karena segitiga dapat ditemukan dimanapun. Setelah memperlajari komposisi segitiga, saya mulai menyadari ada banyak segitiga yang sebelumnya tidak saya sadari ada disekitar kita. Seperti foto dibawah ini, saya baru menyadari ada komposisi segitiga saat proses editing.



Berbeda dengan foto diatas, foto dibawah ini justru dilakukan dengan persiapan. Saya sudah memperkirakan dimana saja letak garis nya hingga membentuk segitiga, kemudian gestur tangan, ekspresi dan hubungan yang sebenarnya tidak ada.



Saya juga menciptakan cerita baru dimana gestur tangan goofy (disney) memperlihatkan bahwa lulur itu oke, si bapak (sebenarnya lagi mungut sampah) saya kondisikan sedang memijit si eneng yang ada diatas, jadi tangannya seperti pindah dimensi, padahal tidak.



LEADING LINES Komposisi Leading Lines atau jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah Garis Penuntun merupakan salah satu komposisi yang sudah lama dikenalkan. Saya yakin 50% pembaca tahu komposisi ini. Tidak hanya Street Photography, dalam kategori dan pendekatan fotografi lainnya, Leading Lines seringkali digunakan untuk menonjolkan estetika foto. Seperti namanya Leading Lines berarti sebuah garis atau jalur yang mengarah pada sesuatu. Dalam teknik komposisi fotografi, Leading Lines adalah teknik komposisi yang menggunakan sebuah alur (garis) yang digunakan untuk mengarahkan mata yang melihat gambar ke arah bagian spesifik dalam frame (seperti subyek foto). Jika saya merasakan ada kesulitan untuk ‘memberitahu’ audience letak subyek yang ingin saya tonjolkan, saya akan mencari garis yang bisa menuntun mata ke arah subyek tersebut.



Jalanan adalah salah satu tempat dimana terdapat banyak sekali garis yang bisa dimanfaatkan untuk membuat komposisi Leading Lines. Jalanan memberikan arahan karena jalan memang mengarah ke suatu tempat, memberikan kita perasaan bergerak, dan garisgaris ini mengarah jauh menujuh titik hilang (vanishing point)- tempat dimana dua atau lebih



garis



bergabung



ke



sebuah



bentuk



yang



tidak



terbatas.



Ketika arah, seperti jalanan, menghubungkan foreground dengan background, hal ini memberikan kesan kedalaman dan dimensional yang menarik audience kedalam gambar. Tapi jangan terlalu dalam, nanti baper.



Poin penting dalam teknik komposisi ini adalah menentuhkan garis terkuat yang ada di frame. Lalu anda perlu memperhatikan bagaimana menggunakannya untuk meningkatkan komposisi anda. Ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan: 



Buat kedalaman dan perspektif dengan memposisikan garis dari foreground ke background.







Buat “perjalanan visual” dari satu bagian foto anda ke bagian lain.







Letakkan subyek foto anda dimana garis bergabung untuk memberikan kesan lebih subyek didalam frame dan menarik perhatian audience ke sana.







Gunakan komposisi melingkar, dimana garis mengarahkan mata kita ke arah yang tidak terbatas.



Satu hal lagi yang perlu anda ingat mengenai Leading Lines adalah bahwa meskipun ia penting tetapi bukan berarti ia harus memakan porsi yang besar di dalam gambar, bahkan ia tidak harus selalu terlihat jelas. Dengan kombinasi tambahan antara beberapa elemen komposisi seperti warna, tekstur, bayangan, dll, leading lines akan tampil cukup kuat dalam mengarahkan pandangan orang tanpa perlu terlalu mencolok.



FIGURE-TO-GROUND Figure to ground adalah salah satu istilah yang sering didengar di dunia arsitektur, desain grafis, psikologi dan fotografi. Secara umum figure to ground di setiap bidang ilmu ini memiliki arti yang beragam, namun memiliki prinsip yang sama yaitu sosok dan latar yang berbeda. Figure to ground tidak bisa lepas dari Gestalt psychology, di Indonesia ada yang menyebut Teori Gestalt, ada juga Prinsip Gestalt. Di tempat lahirnya sendiri yaitu Berlin School of Experimental Psychology, Gestalt psychology disebut juga theory of mind, jadi saya rasa saya akan menyebutnya Teori Gestalt. Gestalt psychology merupakan sebuah teori psikologi yang menyatakan bahwa seseorang akan cenderung mengelompokkan apa dia lihat disekitarnya menjadi suatu kesatuan utuh berdasarkan pola, hubungan, dan kemiripan. Teori ini dibangun oleh 3 ilmuwan asal Jerman yaitu: Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Teori gestalt berkembang menjadi bagian-bagian yang lebih kecil diantaranya proximity (kedekatan posisi), similarity (kesamaan bentuk), closure (penutupan bentuk), continuity (kesinambungan pola), dan figure to ground (sosok dan latar). Kita beralih dari gestalt dan bidang ilmu lain menuju street photography. Figure to ground dalam fotografi artinya adalah separasi antara subyek dan background foto. Separasi tersebut bisa berupa warna, cahaya dan bayangan. Saya belajar dari tulisan dan karya Adam Marelli bahwa salah satu hal penting dalam sebuah foto adalah jika bisa ‘dibaca’ dengan baik. Yang berarti jika kamu melihat foto tersebut, kamu dapat menjelaskan apa yang terjadi dan dapat melihat subyek secara jelas. Sebagai contoh, subyek yang gelap dengan latar yang terang atau subyek yang terang dengan latar yang gelap.



Perhatikan gambar diatas, titik putih terlihat jelas ketika latarnya berwarna hitam. Begitu juga titik hitam terlihat jelas ketika latarnya berwarna putih. Karena mudah untuk mengidentifikasi perbedaan keduanya maka dinamakan “strong figure-to-ground”. Katakata figure-to-ground mungkin terlihat aneh bagi kamu yang baru mendengar istilah ini, saya rasa kamu bisa menyederhanakannya dengan kata ‘kontras’. Walau sejujurnya saya tidak merasa kata ‘kontras’ bisa menggantikan ‘figure-to-ground’ 100%, tapi saya rasa aplikasi nya sangat cocok untuk street photography.



Tetapi jika tidak terlihat separasi yang jelas antara subyek dan latar, maka disebut dengan “poor figure-to-ground”, seperti gambar diatas. Mari kita lihat beberapa karya dibawah ini. Apakah ‘figure-to-ground’ berperan penting dalam street photography?



Karya Josef Koudelka ini menjadi salah satu favorit saya. Memiliki latar yang terang (salju dan langit) dan dipadu dengan subyek yang gelap. Seekor anjing yang sedang menghadap ke arah kamera, jika kamu memperhatikan telinganya terlihat seperti anjing dari neraka, mungkin peliharaannya Hellboy. Telinga tersebut juga membentuk segitiga kecil di bagian latar foto dan terlihat ada ‘repetition of shape’. Foto ini bisa ‘dibaca’ dengan baik seperti yang dikatakan oleh Adam Marelli.



Ini adalah karya yang saya ambil di sebuah pusat perbelanjaan di awal tahun 2014. Saya tak berpikir panjang saat menekan tombol rana, tidak melakukan sebuah persiapan, saya pun sedang berjalan keluar dari pusat perbelanjaan ini. Ternyata setelah saya lihat lagi, foto ini membentuk komposisi figure-to-ground. Subyek yang gelap dengan latar yang terang. Banyak yang mengira saya mengambil foto ini di depan gedung pusat perbelanjaan ini. Tapi sebenarnya saya mengambilnya di dalam ruangan tersebut dan foto gedung yang terlihat hanyalah foto yang dipajang di dalam gedung. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, bagaimana cara kita untuk membuat foto ‘figure-to-ground’ yang bagus? 1. PERHATIKAN BACKGROUND TERLEBIH DAHULU Kesalahan umum seorang street photographer adalah memandang subyek pada pandangan pertama, menjadi sangat fokus dengan subyek dan mengabaikan latar belakang. Apa yang terjadi selanjutnya? Tentu saja hal tersebut akan menghasilkan ‘poor figure-to-ground’ atau memang tidak ada figure-to-ground sama sekali.



Perhatikan karya Riska Aulia diatas, mengambil latar belakang pantai dan menunggu pengunjung pantai (subyek) masuk ke dalam frame. Cahaya siang hari yang jatuh dari atas mengakibatkan subyek tidak menerima cahaya yang cukup di bagian badan dan hanya jatuh di bagan atas. Kamu dapat melihat bagian terang di punggung subyek. 2. GUNAKAN FLASH (LAMPU KILAT)



Menggunakan flash adalah salah satu cara terbaik untuk membuat ‘strong figure-to-ground’ di jalanan. Contohnya, saya mengambil foto ini pada malam hari disaat event Electric Run berlangsung. Saya menggunakan flash dan membuat background menjadi gelap sehingga menghasilkan subyek yang terang. Di Indonesia, masih agak sulit menggunakan flash di jalanan. Biasanya subyek tidak terima dengan adanya flash, karena mengganggu dan lain sebagainya. Saya biasanya menunggu momen yang tepat saat ingin menggunakannya. Seperti foto diatas, saya memotret orangorang yang sedang mengikuti event Electric Run, mungkin mereka lari lalu disengat listrik, saya tidak tahu makna event ini. Menggunakan flash tidak akan jadi masalah bagi mereka. Pertama, karena rata-rata yang ikut masih muda. Kedua, mereka hanyut dalam



kegembiraan. Ketiga, dan ini yang paling masuk akal bagi saya, mereka menganggap kita adalah official photographer dari acara tersebut.



Contoh lainnya adalah foto diatas. Saya memang bukanlah orang yang memiliki mental seperti Bruce Gilden, namun untuk subyek anak-anak saya cukup berani karena mereka suka dengan hal tersebut. Melihat ada cahaya datang tepat di depannya, anak ini ternyata makin mendekat pada saya. Ada sekitar tiga shot dan saya memilih yang satu ini sebagai momen puncak. Ia berlari ke arah saya dan melambaikan tangannya ke atas, rejection yang saya rasa cukup menarik. Cahaya yang datang tepat di tangan dan seluruh badannya membuat bagian background menjadi gelap. 3. LIHAT ARAH CAHAYA JATUH/ DATANG



Cahaya jatuh kerap kali ditemukan di pasar tradisional, dimana pedagang menggunakan terpal sebagai penutup lapak mereka. Cahaya akan masuk diantara terpal yang satu dengan yang lainnya, karena biasanya tak akan tertutup rapat. Kondisi seperti ini akan menghasilkan ‘strong figure-to-ground’. Setelah kamu tahu cara membuat/ memotret ‘figure-to-ground’, sekarang bagaimana cara mengetahui foto yang telah kamu ambil merupakan ‘strong’ atau ‘poor’ figure-to-ground? Kita gunakan metode Adam Marelli, disebut juga ‘figure-to-ground test’. Cara ini cukup simple karena hanya membuat foto menjadi blur. Kemudian jika kamu masih bisa melihat separasi antara subyek dengan latar, maka kamu berhasil membuat ‘strong figure-toground’. Bisa dicoba menggunakan aplikasi Adobe Photoshop atau aplikasi editing foto lainnya. Langkah pertama adalah siapkan foto yang ingin kamu tes.



Kemudian buka foto melalui aplikasi editing kamu, contohnya Adobe Photoshop.



Gunakan fitur ‘gaussian blur’. Jika kamu masih melihat separasi yang jelas antara subyek dengan latar. Maka tes ini berhasil dan kamu berhasil membuat ‘strong figure-to-ground’. CONTOH ‘POOR FIGURE-TO-GROUND’ Dari tadi kita membahas tentang ‘strong figure-to-ground’, sekarang saya akan memperlihatkan beberapa contoh ‘poor figure-to-ground’ atau separasi yang kurang jelas.



Menggunakan metode yang sama, didapatkan hasil berupa separasi antara subyek dan latar yang tidak terlalu jelas. Silahkan tes hasil foto kamu dengan metode ini, siapa tahu foto yang sudah kamu simpan bertahun-tahun ternyata memiliki komposisi ‘figure-to-ground’ yang bagus. Walaupun foto diatas memiliki figure-to-ground yang jelek, tapi saya merasa emosi foto ini kuat. Banyak yang berkata, fotografer yang bagus adalah yang kuat dalam komposisi dan kuat dalam emosi. Ada juga pendapat lain mengatakan, fotografer yang bagus adalah yang kuat dalam emosi, walaupun komposisi nya berantakan, karena emosi adalah raja. Tapi saya hanya bisa berkata, silahkan pelajari semua hal dalam street photography, baik itu teknik, komposisi, emosi, cerita, etika, dll. Hingga akhirnya kamu bisa memaknai sebuah karya.



JUXTAPOSITION Salah satu komposisi paling fenomenal dan seringkali dimanfaatkan oleh banyak Street Photographer adalah Juxtaposition. Juxtaposition diartikan sebagai penjajaran dua subyek/ objek berbeda yang tidak memiliki keterkaitan satu sama lain, namun disatukan dalam satu frame. Juxtaposition tidak hanya dikenal dalam dunia fotografi, tapi dalam segala hal. Baru VS Lama, Modern VS Klasik, Lady Gaga VS Billie Holliday. Dalam dunia arsitektur, juxtaposition seringkali digunakan untuk memadukan unsur lama dengan unsur baru, atau unsur lokal dengan unsur daerah lain. Contohnya seperti Mesjid yang memadukan unsur Timur Tengah dengan unsur Jawa, dengan unsur Minangkabau, dengan unsur Dayak, dll. Dalam street photography, boleh jadi kita menemukan dua subyek berbeda di jalanan. Seperti manusia dengan mannequin, manusia dengan manusia lainnya yang punya kegiatan berbeda, atau kamu dengan mantan pacarmu. Tugas street photographer lah untuk menjahit keduanya sehingga memiliki kaitan. Juxtaposition berperan sebagai komunikasi visual diantara keduanya.



Foto diatas menunjukkan bahwa manusia dan mannequin ada dalam satu frame. Kenyataannya mereka tidak memiliki hubungan, apalagi hubungan spesial sampai melanjutkan ke jenjang pernikahan. Namun saya menyatukannya dalam satu frame untuk menciptakan



sebuah



relasi.



Saya



menyajikannya



tanpa



penjelasan



dan



membiarkan audience untuk menilai. Beragam komentar muncul dari rekan-rekan saya. Ada



yang berkata “mannequin berjilbab, manusianya tidak”, ada komentar lain “manusia bawa helm, mannequin tidak”.



Dan



masih



banyak



komentar



lain



yang



bermunculan.



Ya, juxtaposition akan selalu menimbulkan pertanyaan. Apa yang sebenarnya yang ingin disampaikan fotografer? Kenapa fotografer menunggu momen yang seperti ini? Lalu berapa nomor hape Uni yang lewat ini?



Foto berikutnya saya menunjukkan dua kondisi berbeda yaitu bawah VS atas, pasar tradisional VS ruko, tradisional VS konvensional. Separasinya hanyalah atap dan pagar, manusianya tidak jauh berbeda, penampilannya hampir sama, lingkungan nya saja yang berbeda. Bagi saya, hal ini cukup menarik dan mengingatkan saya pada salah satu seri film animasi Ice Age. Di bagian atas adalah zaman es, namun ketika semuanya turun kebawah, mereka menemukan hutan yang luas. Saya merasa foto ini tidak terlalu menimbulkan banyak pertanyaan, karena di kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai pasar tradisional yang berdekatan dengan pasar modern. Ketika kamu memotret di jalanan, cobalah untuk memperhatikan semua elemen, manusia dibagian background yang bisa kamu manfaatkan untuk menciptakan juxtaposition. Juxtaposition dalam



dunia



fotografi



berkembang



dengan



cepat.



Ada



beberapa



pengelompokkan untuk membuat arti juxtaposition menjadi lebih sempit, atau bahkan lebih luas. Ada juga teori baru yang bermunculan, atau bahkan beberapa teori lama yang



berkaitan dengan juxtaposition. Untuk memudahkannya saya akan kelompokkan satu persatu. 1. JUXTAPOSITING EMOTIONS (Penyejajaran Emosi Yang Berbeda)



Foto ini saya ambil saat acara Wisuda salah satu PTN. Di awal tadi saya menjelaskan bahwa juxtaposition berarti penyejajaran dua subyek/ objek berbeda dalam satu frame. Namun penjelasan tersebut tidak membuat arti juxtaposition menjadi sempit mengenai subyek, bisa jadi subyek A (tunggal) VS subyek B (jamak). Disaat semua orang berbahagia (background) menunggu anak atau saudaranya keluar dari aula wisuda, ada satu subyek yang sedang menelepon dan terlihat gusar. Emosi yang saya perlihatkan dalam foto ini adalah Gelisah VS Bahagia. Kamu bisa memanfaatkan Juxtaposing Emotions untuk membuat fotomu jadi lebih menarik. 2. JUXTAPOSING DIRECTIONS (Penyejajaran Arah Yang Berbeda) Cara lain yang bisa kamu lakukan untuk mengintegrasikan juxtaposition di jalanan adalah “Juxtaposing Directions”.



Melihat ke arah berbeda membuat foto memiliki dynamic tension yang bagus dan tidak terkesan monoton. Persiapannya juga tidak memerlukan waktu lama, kamu bisa memulainya di tempat yang berisi banyak poster/ banner bergambar manusia, hewan, atau sekadar wajah. Perhatikan arah pandangannya kemudian tunggu momen manusia atau hewan masuk ke dalam frame dan melintasi poster/ banner tersebut. 3. SURREALIST JUXTAPOSITIONS (Penyejajaran Yang Bersifat Surealis) Sebelum membahas surrealist juxtapositions secara keseluruhan ada baiknya kita bahas sedikit tentang surealis. Surealis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah aliran dalam seni sastra yang mementingkan aspek bawah sadar manusia dan nonrasional dalam citraan (di atas atau di luar realitas atau kenyataan). Sumber lain menuliskan bahwa Surealisme merupakan suatu karya seni yang menggambarkan suatu ketidak laziman, oleh karena itu surealisme dikatakan sebagai seni yang melampaui pikiran atau logika. Karya seni surealisme ini hanya dapat ditafsirkan oleh seorang seniman yang menciptakannya dan sangat sulit bagi seseorang untuk menafsirkan karya seni surealisme tersebut, karena pada hakikatnya surealisme bersifat tidak beraturan atau alurnya melompat-lompat. Surealis saya pahami sebagai suatu hal yang tidak wajar, tidak berada pada tempatnya dan bertolak belakang dengan realita sebenarnya. Surrealist Juxtapositions bisa didapatkan dengan



memanfaatkan



komposisi



lain



seperti



perspektif,



horisontal,



refleksi, obstacle, depth, complementary-colors, dll. Seperti contoh dibawah ini.



vertikal,



Dengan memanfaatkan cermin, saya membuat self-portrait mulai dari pinggang ke atas. Kemudian saya menyejajarkan posisi saya dengan penjual cermin. Di area lain saya juga menyejajarkan seorang bapak yang terpantul di cermin dengan orang lain dibelakang cermin, kondisinya sama seperti saya dan penjual cermin. Ketika orang-orang bertanya saya sedang apa, saya jawab “lagi selfie”. Foto lain yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah keanehan yang muncul ketika menyejajarkan benda hidup dengan benda mati. Yang paling sering ditemui adalah manusia VS banner, manusia VS mannequin, dll.



4. SEMIOTICS (Semiotika/ Semiotik) Semiotika adalah studi tentang makna keputusan. Ini termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi, penunjukan, kesamaan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi. Semiotika berkaitan erat dengan bidang linguistik, yang untuk sebagian besar, mempelajari struktur dan makna bahasa yang lebih spesifik. Namun, hal itu berbeda dari linguistik, semiotika juga mempelajari sistem tanda nonlinguistik. Dalam fotografi, semiotika memiliki arti observasi terhadap simbol dan tanda (sign) karena pada dasarnya semiotika adalah sebuah ilmu yang hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) berbeda dengan mengkomunikasikan (to communicate). Ketika memaknai, maka subyek/ objek tidak hanya membawa informasi dimana subyek/ objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengatur sistem terstruktur dari tanda, baik secara sosiologis maupun politis. Sekilas semiotik dalam



fotografi mirip dengan surrealist juxtapositions. Perbedaannya hanya pada simbol dan tanda, bisa berupa huruf, lambang, angka, arah, atau perpaduan diantaranya. Di jalanan, seringkali kita menemukan tanda. Seiring perkembangan jaman, tanda menjadi semakin banyak. Khusus untuk rambu-rambu lalu lintas saja, kamu akan menemukan sekitar 60 rambu peringatan, 8 rambu petunjuk, 14 rambu larangan. Belum lagi simbol dan tanda yang ada di restoran, kafe, tempat ibadah, pusat perbelanjaan, rumah sakit, rumahrumahan, rumah uya. Semua simbol dan tanda punya makna, punya tujuan masing-masing. Lantas kenapa semiotik bisa dikategorikan ke dalam juxtaposition, padahal tanda-tanda tersebut sudah punya arti yang sebenarnya.



Perhatikan foto diatas. Tanda yang ada dalam foto tersebut adalah rambu larangan masuk bagi kendaraan bermotor dan tidak bermotor. Saya memasukkan unsur manusia sebagai penyejajaran terhadap rambu tersebut. Dalam pikiran saya, saya sedang bercerita tentang pria yang berada tepat di depan lensa saya menoleh ke arah teman saya. Dengan adanya rambu larangan tersebut, dapatkah kamu membuat kesimpulan. Apa yang sebenarnya ingin saya ceritakan?



COLOR THEORY Kebanyakan hasil-hasil karya Street Photography, baik di Indonesia maupun di luar negeri berupa foto hitam-putih (black and white). Bahkan ada animo yang tertanam di pikiran banyak street photographer bahwa street photography harus hitam-putih. Hitam-putih atau berwarna, keduanya memilki tujuan masing-masing. Daido Moriyama mengatakan bahwa foto hitam-putihnya bertujuan untuk menonjolkan soul dan emosi foto. Kai Man Wong mengatakan hal berbeda, baginya hitam-putih atau berwarna adalah pilihan pribadi fotografer. Sedangkan Alex Webb, pada awalnya memilih hitam-putih, kemudian beralih ke foto berwarna sejak ia memotret di Meksiko. Alasannya, karena cahaya keemasan yang jatuh di daerah tersebut sangat menarik, ditambah warna warni bangunan yang beragam membuatnya indah. Sangatlah rugi jika Webb memilih hitam-putih untuk hasil karya nya di daerah tersebut, yang pada akhirnya membuat Webb memilih foto berwarna di masa-masa berikutnya. Semuanya memiliki persamaan, hitam-putih atau berwarna adalah pilihan pribadi fotografer, masing-masing punya alasan. Kali ini, saya akan membahas tentang Teori Warna (Color Theory). Color Theory diaplikasikan di dalam banyak cabang ilmu seperti fotografi, desain grafis, desain interior, arsitektur, craft, dll. Color Theory pertama kali diciptakan oleh Ahli Fisika dan Matematika bernama Sir Isaac Newton. Newton sangat terkenal dengan Hukum Gerak nya (Teori Gravitasi). Seperti halnya ilmuwan lain, Newton tak hanya terpaku dengan Gravitasi. Newton juga membuat penemuan di bidang lain, diantaranya Optika, Kalkulus Diferensial, Kalkulus Integral, Binomial, Deret Pangkat, Pendinginan dan Kecepatan Suara. Pembahasan mengenai keberadaan warna secara ilmiah baru dimulai dari hasil temuan Isaac Newton yang dimuat dalam bukunya “Optics” (1704). Ia menyatakan warna ada dalam cahaya. Hanya cahaya satu-satunya sumber warna bagi setiap benda. Pendapat yang dinyatakan Newton didasarkan pada penemuannya dalam sebuah eksperimen sederhana (1966). Dari pencobaannya, Newton menyimpulkan bahwa apabila dilakukan pemecahan warna spektrum dari sinar matahari, akan ditemukan warna-warna yang beraneka ragam meliputi merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu warna-warna ini sering disebut dengan mejikuhibiniu. Warna-warna tersebut bisa kita lihat ketika muncul



pelangi setelah hujan reda. Yang kemudian dikenal sebagai susunan spektrum dalam cahaya atau lebih dikenal dengan nama “Sir Isaac Newton Color Wheel”.



Sebelum saya tahu bahwa Spektrum Warna ini bisa digunakan sebagai acuan dalam Street Photography, saya hanya memotret sebagaimana biasa. Saya mencoba berbagai hal, berbagai cara, bereksperimen dengan warna. Jika warna nya bagus, maka saya memilih warna. Jika tidak, saya memilih hitam-putih atau saya memanfaatkan fitur preset Lightroom yang sudah tersedia. Namun, setelah saya mempelajari teori warna dan spektrum warna, saya merasakan pengalaman berbeda. Teori warna bukan hanya soal ilmu pasti, tapi juga estetika. Walaupun begitu, saya tetap percaya bahwa Praktek menuntun kita kepada Teori, bukan sebaliknya. Teori-teori terdahulu adalah acuan untuk membuat teori yang lebih sempurna. Kalau tidak demikian, tidak mungkin Newton, Galileo, Dalton, dan ilmuwan lain bisa menciptakan teori baru. Ada beberapa pengembangan Teori warna dalam Street Photography, bahkan dalam ilmuilmu lain, diantaranya:



COMPLEMENTARY COLORS



Konsep dasarnya adalah menciptakan harmoni dan keseimbangan. Masing Masing-masing warna memiliki lawan (opposite), ), dalam ilmu bahasa disebut antonim. Perhatikan garis diagonal diatas, merah berlawanan dengan hijau, oranye berlawanan dengan biru, kuning berlawanan dengan ungu. Masing masing Complementary Colors akan mengha menghasilkan warna netral (mendekati netral) sehingga menciptakan keseimbangan ketika mata manusia melihatnya. Garis lain yang membentuk segitiga juga merupakan opposite opposite, tapi tidak sekuat garis diagonal yang membentuk dua huruf Y. Bagaimana cara mengaplikasikannya? Kamu bisa memanfaatkan salah satu warna sebagai background,, dan lawan warna nya sebagai subyek.. Saya sendiri masih cukup sulit mendapatkannya, dalam tiga tahun terakhir, mungkin saya hanya mendapatkan foto ‘complementary colors’ kurang lebih 25 foto. Merah - Hijau



Foto diatas saya ambil saat kegiatan pawai 17an. Ada dua warna berbeda dari baju yang mereka pakai, hijau dan merah. Foto ini tidak hanya memunculkan ‘complementary color’, tapi juga komposisi Spot the Not (Street Photography Composition Series Edisi Kedua). Saya rasa hal ini bukanlah kebetulan, karena di sekitar kita sering muncul warna-warna yang berdampingan seperti ini, fashion designer yang merancang busana ini pasti mempelajari teori warna. Terkadang ketika kamu berada di jalanan, kamu melihat langsung warna-warna yang berdampingan ini. Tetapi, di lain waktu kamu tidak menyadarinya saat berada di jalanan, kamu baru sadar ketika proses editing. Contoh lain:



Oranye – Biru



Salah satu foto favorit saya, meski jarang saya munculkan di beberapa akun saya. Foto ini saya ambil pada saat saya baru belajar tentang color theory. Saya tertarik kaca yang



warnanya adem, dan gagang troli berwarna biru. Dipadu dengan warna oranye dinding fiber plus ibu-ibu dengan tas oranye. Entah kenapa, walau memandang biasa saja, saya merasa nyaman melihat foto ini, ada keseimbangan. Selain memanfaatkan warna, saya juga memanfaatkan gambar yang terpajang di salah satu pusat perbelanjaan ini yang disejajarkan dengan subyek dibawahnya (Juxtaposition). Gestur tangan menunjukkan bahwa mereka ‘mengatakan’ selamat datang kepada pengunjung. Jadi, color theory juga bisa dipadukan dengan komposisi lain. Contoh lain:



Kuning – Ungu



Entah kenapa, saya cukup peka dengan warna oranye, biru, merah, hijau. Tapi tidak dengan kuning dan ungu. Foto ini adalah salah satu buktinya, saya menemukan complementary



colors kuning-ungu ketika proses editing. Walau tidak begitu kuat, namun saya rasa cukup mewakili. WARNA HANGAT & DINGIN



Kamu bisa membedakan warm and cool berdasarkan gambar diatas. Cukup mudah mengingatnya, warna hangat terdiri dari merah, oranye, kuning dan krem. Sedangkan warna dingin terdiri dari biru, hijau, ungu dan tosca. Dalam satu kondisi, boleh jadi kamu tidak akan menemukan warna yang berlawanan. Misalnya, kebanyakan kafe-kafe saat ini sekarang ini menggunakan warna kayu yang hangat (coklat kekuningan). Saya sendiri pernah masuk di satu kafe dengan nuansa seperti itu. Sulit untuk menemukan warna dingin disana, yang dingin cuma AC nya. Tapi saya juga pernah menemukan kafe dengan warna-warna yang dingin, dan sangat sulit menemukan benda atau ornamen dengan warna hangat. Secara sadar atau tidak, warna bisa mempengaruhi emosi dan konsentrasi seseorang. Menurut Kaina dalam buku “Colour Therapy”, warna juga memiliki pengaruh terhadap psikologi, serta cara bertindak manusia. Antara lain sebagai berikut: 1. Warna menciptakan daya tarik manusia sehingga semakin bergairah terhadap suatu hal. 2. Permainan warna dapat mempengaruhi emosi seseorang.



3. Penggunaan warna yang tepat dapat memberikan ketenangan, konsentrasi, kesan gembira, serta membangkitkan energi yang membuat seorang menjadi aktif dalam melakukan kegiatannya. 4. Sebagai salah satu alat bantu komunikasi non verbal yang bisa mengungkapkan pesan secara instan dan mudah diserap makna nya. Sebagai contoh, warna hangat akan memberikan inspirasi power, energi, optimis, ambisi dan keceriaan. Sedangkan warna dingin akan memberikan efek ketenangan, konsistensi dan pemacu konsentrasi. Saya sendiri juga merasakan dampak seperti itu. Namun, ada kalanya saya merasa kurang nyaman, saya rasa karena penempatannya kurang tepat. Saya berdomisili di Padang, yang memiliki hawa panas. Beberapa waktu terakhir ini, banyak warung-warung portable (saya menyebutnya begitu karena ukurannya yang mini dan dapat dipindahkan dengan mudah) terbuat dari kayu dan dicat menggunakan warna yang hangat. Tempat, hawa, kayu dan warna tersebut, semuanya hangat. Saya sendiri merasa tidak nyaman berada disana. Bahkan ketika teman-teman dari SPF Indonesia mengajak untuk brainstorming disana, saya lebih banyak diam, karena tidak nyaman dengan suasananya. Untung, minuman yang disediakan adalah minuman dingin, jadi saya masih tetap bisa berdiskusi, walau tidak terlalu intens. Begitu juga ketika saya berada di Bukittinggi yang notabene memiliki hawa dingin, beberapa kafe atau kedai justru menggunakan warna dominan biru atau hijau, God, Help Me! Hal tersebut menandakan pentingnya penggunaan warna. Kamu boleh jadi tidak setuju dengan saya, karena paragraf ini lebih banyak menceritakan tentang pandangan pribadi saya. Warna Hangat



Diambil saat terjadi kebakaran di salah satu gedung perusahaan. Saya tidak terlalu dekat dengan pemadam kebakaran karena api masih berkobar di dalam gedung dan petugas masih berusaha memadamkannya. Hampir 100% warna di foto ini adalah warna hangat, dan hal tersebut sangat berkorelasi dengan kejadian sebenarnya, kebakaran. Warna Dingin



Warna biru adalah warna yang paling dominan untuk mewakili warna dingin, begitu juga dengan foto ini. Diambil oleh Riska Aulia saat kegiatan Khatam Alquran di Bukittinggi. Foto ini terlihat semakin menarik karena sudut pengambilan yang unik. Pengambilan dari samping memperlihatkan seluruh personil grup drum band (repetisi) dan membuat garis samar (leading lines), membuat audience melihat satu demi satu wajah dan alat yang mereka gunakan, hingga akhirnya pandangan terhenti di penonton yang berada di ujung. Ketika kamu berada di jalanan, jangan lupa untuk memperhatikan warna di sekelilingmu. Saya yakin foto mu akan jauh lebih menarik jika kamu berhasil ‘menjahit’ warna dengan baik.



FRAMING Sebenarnya, setiap foto yang kita ambil juga disebut dengan frame. Arti frame dan framing luas sekali. Frame bisa berarti foto, gambar dan sesuatu yang (ingin) kita potret. Ada hal lain yang tidak ingin kita potret dan masukkan ke dalam frame. Bisa jadi hal yang ada disekitar subyek utama mengganggu keindahan foto. Terlepas dari itu, kali ini saya hanya akan membahas framing dalam komposisi foto. Framing adalah menempatkan subyek utama foto dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga dikelilingi elemen lain dalam foto. Framing bisa dicapai salah satunya dengan menempatkan elemen foto yang jaraknya dekat dengan kamera sebagai latar depan (foreground) yang mengelilingi subyek utama. Dengan komposisi framing, kita bisa menambah kesan dimensi dalam foto karena ada lapisan yang dibentuk antara frame dengan subyek utama sehingga secara visual menjadi lebih menarik. Selain itu, dengan membuat elemen lain mengisolasi subyek utama, kita bisa menuntun mata dan perhatian orang yang melihat foto kearah subyek utama tadi. Tujuan lain dari framing adalah untuk memberi konteks pada foto, karena frame disini seolah-seolah berfungsi membatasi dan memberi pengantar bagi pemahaman kita kepada apa yang ingin kita perlihatkan.



Foto diatas saya ambil di salah satu pusat perbelanjaan modern. Saya memanfaatkan bingkai diskon yang belum terpasang untuk membuat foto menjadi lebih menarik. Selain itu, mata audience juga akan tertuju langsung ke subyek utama. Saya pertama kali belajar komposisi ini di salah satu grup facebook bernama Urban Street Photography. Banyak member yang memanfaatkan komposisi ini untuk membuat karyanya menarik, dan terbukti, banyak sekali komentar yang muncul. Mulai dari bagaimana cara membuatnya agar pas dengan bingkai yang ingin kita manfaatkan, berapa shot yang diperlukan fotografer untuk mendapatkan momen puncak sampai pujian berupa kalimat “great composition”, “perfect timing”, dll. Foto diatas adalah foto pertama saya menggunakan komposisi framing setelah belajar dari grup ini. Kemudian saya mengolah kemampuan saya lebih jauh dengan tujuan agar semakin peka dengan elemen-elemen yang saya temui di jalanan. Satu hal lagi yang perlu diingat adalah, jangan terpaku dengan framing berbentuk persegi atau persegi panjang. Kamu bisa memanfaatkan pola dan bentuk lain sebagai frame, seperti lingkaran, segitiga, maupun yang bentuknya acakadul alias sembarangan. Bahkan beberapa fotografer lanskap, memanfaatkan ranting dan dahan pohon sebagai frame.



Saya sedang berada di salah satu pantai yang tidak terkenal di Padang, namanya Pantai Gutera. Jarang ada pengunjung yang datang kesini. Alasan saya datang ke tempat ini hanyalah untuk refreshing dan menenangkan diri. Namun, di satu waktu ada beberapa orang yang datang kesini untuk sesi pemotretan outdoor. Saya juga berada disana pada saat



itu dan kebetulan fotografer yang memotret foto konseptual tersebut adalah teman saya. Di sela-sela



persiapan



mereka,



saya



memotret



satu



sampai



tiga candid dengan



kamera handphone jadul yang apa adanya. Berlaku layaknya fotografer behind the scene, saya rasa foto ini lebih dari sekedar snapshot, dan mungkin hasilnya cukup bagus.



Memanfaatkan sela-sela kayu sebuah gubuk sebagai framing, ya gubuk diatas. Sangat sepi, biasanya hanya ada beberapa nelayan dan penduduk sekitar yang bermain di tepi pantai. Cocok untuk kamu yang sedang ingin berdiam diri dan bersantai diiringi suara ombak dan angin laut. Saya puas dengan hasilnya, namun ada kekecewaan juga, karena saya tidak membawa kamera yang lebih bagus. Oleh itu, saya hanya bisa mencetaknya dengan ukuran kecil. Toh, tak apa, saya sudah mendapatkan penyegaran yang asik.



Foto berikutnya ini memang membutuhkan pendekatan yang lebih dekat. Dekat bukan berarti kamu sembarangan merangsek ke area orang lain. Butuh pendekatan personal berupa obrolan, membangun kehangatan dengan subyek, jika diperlukan. Apabila sudah cair, maka kamu bisa mendapatkan banyak jepretan. Ini adalah salah satu yang menarik menurut saya, karena biasanya ketika saya melakukan pendekatan berupa komunikasi dan obrolan, saya mengincar street portrait, ekspresi dan emosi. Saya



mengambil sudut pengambilan yang cukup ekstrim. Subyek yang satu ini adalah seorang woodcrafter, properti yang dia buat bentuknya unik-unik. Saya memasukkan tangan saya ke bagian bawah kursi yang sedang ia buat, kemudian mengambil gambar tanpa melihat layar. Kamera saya memang tidak bisa flip out screen, dan tidak ada jendela bidik. Ada tiga kali jepretan menggunakan sudut ini, saya memilih satu yang terbaik menurut pandangan saya. Karet elastis ini membuat bingkai yang mengisolasi subyek utama. Tiga foto diatas membentuk komposisi framing yang teratur (garis lurus, persegi, jajaran genjang). Lantas bagaimana dengan framing yang memanfaatkan objek yang bentuknya tidak beraturan? Bisakah disebut framing? Baik, mari kita perhatikan dua foto dibawah.



Foto ini saya ambil 17 Agustus 2015, kegiatan panjat pinang di daerah Lubuk Alung, Sumatera Barat. Cukup sulit berada di tempat ini, ramai nya penonton dan lokasi yang berada di dekat jalan raya membuat tempat ini sesak. Saya memilih untuk menjauh dari sana dan menganalisa beberapa spot yang strategis. Saya mendapatkan salah satunya, dan langsung teringat dengan foto Mas Gatot Subroto. Foto pacu jawi yang anti mainstream, memanfaatkan



dua



orang



penonton



sebagai



foreground,



joki



dan



sapi



sebagai background, midground nya hanya berisi lanyah (saya tidak tahu bagaimana menyebutkannya dalam bahasa indonesia, kamu bisa artikan sebagai air sawah, mungkin). Mendapatkan inspirasi dari sana, saya tak pikir panjang, lalu berjalan perlahan ke arah dua orang penonton ini. Saya memanfaatkan dua penonton tersebut sebagai bingkai. Kembali ke pertanyaan sebelumnya, bisakah disebut framing? Tujuan framing salah satu nya adalah sebagai isolasi agar mata audience tertuju pada subyek utama yang ingin ditonjolkan. Saya rasa foto ini berhasil melakukannya.



Beralih lagi ke pantai, ini di ….. Maaf, ingatan saya ternyata cukup buruk. Foto ini saya ambil di Danau Singkarak. Familiar dengan namanya? Ya mungkin kamu sedang memikirkan Tour De Singkarak, acara pembuka nya memang di sekitar tempat ini. Terlepas dari TdS, sebaiknya kita kembali ke topik awal, komposisi framing. Kamu melihat ada bingkai disini? Saya



memanfaatkan



ranting



dan



daun



pohon



beserta



bayangannya



sebagai framing mendatar, sehingga mata audience terpaku ke bagian tengah. Mungkin siluet manusianya, danaunya yang biru, bukitnya yang hijau kebiruan atau kapal yang sedang menepi. Saya hanya mengisolasi bagian tengah dan tidak memberikan gambaran jelas subyek utama yang ingin saya tonjolkan. Kamu yang tentukan, karena mata kita berbeda, pandangan kita berbeda. Dan saya yakin hal tersebut akan memperkaya cerita sebuah foto. Semoga bermanfaat, semoga semakin jeli dengan objek-objek yang ada di sekitarnya. Baca eBook ini, kemudian turunlah ke jalanan. Niscaya kamu akan menemukan hal yang sebelumnya tidak kamu perhatikan. Dan ekspresimu akan sama seperti saat saya mulai belajar komposisi ini, kamu akan berkata “iya ya, kenapa selama ini tidak terlihat”, dan matamu akan membelalak lebih besar dari biasanya. Tapi kalau terlalu besar, pergi lah ke dokter, saya yakin kamu dalam keadaan yang tidak sehat.



SUMBER BACAAN Cartier-Bresson, Henri . 1952. The Decisive Moment. Paris: Editions Verve Kim, Eric. 2012. 31 Days to Overcome Your Fear of Shooting Street Photography. New York: erickimphotography.com Koudelka, Josef. 1975. Gypsies. New York: Aperture Laigneau, Marie. 2014. Creating impact: The Fundamentals of storytelling in street photography. London: marielaigneau.com Leuthard, Thomas. 2011. Collecting Soul. Zug: thomas.leuthard.photography Leuthard, Thomas. 2011. Going Candid. Zug: thomas.leuthard.photography Moriyama, Daido. 2005. Tokyo (English). Amsterdam: Reflex Editions Prasetya, Erik. 2011. Jakarta: Estetika Banal. Jakarta: KPG dan Dewan Kesenian Jakarta Weeks, Chris. 2006. Street Photography for the Purist. Los Angeles: chrisweeks.net http://belfot.com/ http://digitalfotografi.net/ http://erickimphotography.com/ http://fotokita.net/ http://fotonela.com/ https://id.wikipedia.org http://petapixel.com/ http://tipsfotografi.net/ http://www.artphotofeature.com/ http://www.cooph.com/ http://www.kaskus.co.id/ http://www.picturecorrect.com/ http://www.streethunters.net/



TENTANG PENULIS Kurniadi Ilham adalah seorang pencerita yang berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Kecintaannya terhadap dunia storytelling membuatnya terjun ke berbagai cabang ilmu yang relevan seperti musik, audio, creative writing, dan fotografi. Mulai belajar audio editing di tahun 2006, audio mastering & creative writing di tahun 2008, blog writing di tahun 2011 dan fotografi di tahun 2013. Kurniadi Ilham aktif di banyak komunitas street photography dan merupakan salah satu penggagas Padang Street Expo yang kemudian bertransformasi menjadi Street Photography Festival (SPF) Indonesia. Dia membagikan ilmu nya tentang street photography melalui eBook, artikel, workshop dan mentoring. Saat ini ia menjadi kurator foto dan penulis di SPF Indonesia, Maklum Foto dan Uda Uni Pajalan. Kamu dapat terhubung dengan Kurniadi Ilham melalui: https://www.facebook.com/choukyin https://twitter.com/choukyin https://plus.google.com/+kurniadiilham https://www.instagram.com/choukyin