Sumber Dan Karakteristik Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Sumber dan Karakteristik Agama Islam Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam Pendidikan Bahasa Arab



02040920015



Dosen Pengampu : Dr. Junaedi, M. Ag



Oleh : Ilyas Rohman 02040921007 Dosen Pengampu : Dr. H. Amir Maliki Abitolkha, M.Ag



PROGRAM STUDI MAGISTER PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA ARAB PASCASARJANA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA 2021



1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah Agama yang universal sebagai penyempurna agamaagama terdahulu. Islam sebagai agama mempunyai sumber ajaran utama yaitu al-Qur’an yang mutlak kebenarannya karena bersumber langsung dari Allah SWT, al-Quran sebagai wahyu atau kalamullah yang sudah dijamin keontentikannya dan juga terhindar dari intervensi tangan manusia. Sehingga dengan penyucian tersebut meneguhkan posisi al-Qur’an sebagai sumber hukum yang utama. Sumber yang kedua yaitu Hadits sebagai sumber ajaran kedua setelah al-Qur’an. Jika ketentuan hukum dalam al Quran dan Hadits tidak ditemukan, maka ra’yu atau akal yang disebut dengan ijtihad menjadi solusi sebagai sumber hukum pendukung. Sumber-sumber ini bukan berfungsi sebagai penyempurna alQur’an melainkan sebagai penyempurna pemahaman manusia akan maqasid al-syari’ah. Karena al-Qur’an telah sempurna sedangkan pemahaman manusia yang tidak sempurna, sehingga dibutuhkan penjelas (bayan) sebagai tindakan penjabaran tentang sesuatu yang belum dipahami secara seksama Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin juga memiliki berbagai karakteristik yang mencakup aspek-aspek dalam berbagai segi kehidupan, karakteristik islam mencakup aspek agama, ilmu penegetahuan, budaya, pendidikan dll. B. Rumusan Masalah 1. Apa saja Sumber ajaran Islam ? 2. Apa saja Karakteristik ajaran Islam ?



2



C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui sumber-sumber ajaran islam 2. Untuk mengetahui karakteristik ajaran islam



D. Metode penelitian Dalam penulisan makalah yang berjudul “Sumber dan Karakteristik Agama Islam” penulis menggunakan metode studi pustaka, yang mana peneliti memperoleh sumber-sumber atau refrensi dari buku-buku, google scholar, dan internet yang berkaitan dengan pokok pembahasan makalah.



3



BAB II PEMBAHASAN



A. Sumber ajaran islam Islam merupakan agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Secara Istilah adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia dan bukan pula berasal dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian sumber ajaran Islam yang utama adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai (Ijtihad) sebagai alat untuk memahami Al-Qur’an dan Al-Sunnah.



1. Al Qur’an a. Definisi Al-Qur’an Kata Al-Qur’an secara lughawi merupakan bentuk yang muradif dengan kata Al-Qira’ah yaitu masdar dari fi’il madhi ‘qara’a yang artinya bacaan.1 Arti qara'a lainnya ialah mcngumpulkan atau menghimpun, menghimpun huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Sedangkan arti qara 'a dalam arti mashdar (infinitif) seperti di atas, disebut dalam firman AIlah SWT surat AIQiyamah, ayat 17-18 yang berbunyi :



َ َ ۡ ۡ َّ َ َٰ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َّ ١٨ ‫ فإِذا قرأنه فٱتبِع قرءانهۥ‬١٧ ‫إِن عل ۡي َنا َج َعهۥ َوق ۡر َءانهۥ‬ Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. 2



R Abuy Sodikin, “Memahami Sumber Ajaran Islam,” Al-Qalam , Volume. 20, Nomor. 1 (2003): 1–20 2 Al-Qur’an, 75:18. 1



4



Pada beberapa ayat yang lain, AI-Qur'an disebut pula dengan nama yang lain, di antaranya: Al-Furqan; Al-Haqq; Al-Hikmah; Alhuda; Al-Syifa; Al-Dzikru. Al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal.3 Petunjuk inilah yang menjadi landasan pokok agama Islam dan berfungsi sebagai pedoman hidup bagi penganutnya serta menjamin kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.4 b. Nama – nama Al Qur’an Al Quran selain memiliki memeiliki beberapa nama yang tercantum dalam al Quran diantaranya : Al-Furqan artinya yang membedakan antara yang benar dan yang salah) Al-Haqq yang artinya kebenaran Ilahi yang mutlak sempu ma. Al-Hikmah yang artinya hikmah atau kebijaksanaan. Al-Huda yang berarti petunjuk hidup. As-Syifa yang berarti penyembuhan ruhani. Ad-Dzikru yang berarti pengingat AlKitab yang berarti tulisan atau yang ditulis.5 c. Kandungan Al Qur’an Bahwa alQur‘an itu pada dasa mya mengandung pesan-pesan sebagai berikut: 1) Masalah tauhid, termasuk di dalamnya segala kepercayaan terhadap yang gaib. 2) Masalah ibadah yakni pengabdian kepada Tuhan. 3) Masalah janji dan ancaman 4) Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, berupa ketentuanketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar mendapatkan ridla Allah



M. Akmansyah, “Al-Quran Dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam,” Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 8, no. 2 (2010): 127–42. 4 Cahaya Khaeroni, “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, Dan Naratif Tentang Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an),” Jurnal HISTORIA 5, no. 2 (2017): 193–205. 5 Makhmud Syafe’i., “Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Islam,” . 2017 3



5



5) Riwayat atau cerita, yakni sejarah orang-orang terdahulu baik sejarah bangsabangsa, tokoh-tokoh tertentu maupun para nabi dan rasul.6 d. Fungsi Al Qur’an 1) Al-Qur’an sebagai nasehat (mau’izhah) Ada beberapa pendapat terkait arti dari mau’idzah diantaranya Ibnu Manzur mengutip dari Ibnu Sayyidih, mau’idzah adalah peringatan yang tujuannya untuk melunakkan hati manusia disertai ganjaran dan ancaman. Menurut AlIsfihani mengutip pendapatnya al-Khalil, mau’izhah adalah peringatan agar berbuat baik yang dapat melunakkan hati. Dan Ali bin Muhammad al-Jarjani, mau’izhah adalah segala sesuatu yang dapat melunakkan hati yang keras, mengalirkan air mata dan memperbaiki kerusakan. 2) Obat (syifa) Seperti yang telah disinggung pada ayat diatas bahwasanya selain sebagai pemberi nasehat Alquran juga menyebut dirinya sebagai obat (syifa) dan sisi lain menyebut madu lebah sebagai obat. Obat dalam pengertian khusus berarti mengobati suatu penyakit dalam, baik bersifat individual maupun sosial. Contoh penyakit-penyakit yang bersifat individual seperti strees, kegundahan dan pikiran kacau. Sedangkan penyakit sosial seperti sikap fanatisme, hedonisme, fitnah, kecanduan narkoba, korupsi dan krisis moralitas. 3) Petunjuk (hudan) Secara bahasa, kata hūdan berasal dari kata hadā-yahdīhūdan wa hidāyah yang berarti “memberi petunjuk pada jalan yang benar. Secara istilah “hidāyah adalah tanda yang menunjukkan pada hal-hal yang dapat menyampaikan seseorang kepada yang dituju . Jadi, Alquran sebagai petunjuk karena 6



Muniron dkk, Studi Islam Di Perguruan Tinggi, (Jember: STAIN Jember Press, 2010), h.49.



6



mengajarkan manusia pada jalan yang dapat mengantarkan dirinya pada tujuan hidup yang sesungguhnya yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat 2. Hadits a. Definisi Hadits Secara Etimologi Hadits berasal dari kata ‫ حدث حيدث‬artinya al-jadid “sesuatu yang baru” atau khabar “kabar”7.Maksudnya jadid adalah lawan dari al-qadim (lama) seakan-akan dimaksudkan untuk membedakan al-Qur’an yang bersifat qadim. Sedangkan khabar maksudnya



berita,



atau



ungkapan,



pemberitahuan



yang



diungkapkan oleh perawi haditsdan sanadnya bersambung selalu menggunakan kalimat haddatsana (memberitakan kepada kami)8 Secara terminology, definisi haditsmengalami perbedaan redaksi dari para ahli Hadits, namun makna yang dimaksud adalah sama. Al-Ghouri memberi definisi sebagai berikut;



‫ما أضيف إىل انليب من قول أو فعل أو تقرير أو صفة‬ “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat.9 Maksud dari qaul (perkataan) adalah ucapan, dan fi’il (perbuatan) ialah perilaku nabi yang bersifat praktis, dan taqrir (keputusan) sesuatu yang tidak dilakukan nabi tetapi nabi tidak menginkarinya, dan sifat maksudnya adalah ciri khas dari kepribadian nabi. Selain pengertian haditsdi atas, istilah haditsjuga sering disamakan dengan istilah Sunnah, khabar, dan atsar, sebagaimana berikut; a. Sunnah Kata Sunnah berarti jalan yang terpuji. Sunnah ialah segala sesuatu yang



ditinggalkan oleh Rasulullah saw. berupa



Abdu al-Majid al-Ghouri, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2007), 10 8 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits(Jakarta: Amzah, 2015), 2 9 Yusuf Qardawi, Pengantar Studi Hadits (Bandung:CV Pustaka Setia,2007), 20 7



7



perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik, atau akhlaq, serta perilaku kehidupan baik sebelum diangkat menjadi Rasul (seperti mengasingkan diri yang beliau lakukan di Gua Hira’) atau setelah kerasulan beliau. Adapun menurut “Ulama’ Fiqh”, Sunnah merupakan segala sesuatu yang datang dari Nabi yang bukan fardlu dan tidak wajib.10 Dari definis diatas keduanya mempunyai nilai yang sama, yakni sama-sama disandarkan kepada dan bersumber dari Nabi saw. jika dari fungsinya Ulama’ haditsmempertegas bahwa Nabi saw. sebagai



teladan



kehidupan.



Adapun



Ulama



fiqh



berpendapat bahwa Nabi saw sebagai syar’i yakni sumber hukum Islam. b. Khabar Secara bahasa Khabar artinya al-Naba’ (berita). Selain itu khabar juga berarti Hadits, sebagai mana telah dijelaskan di atas. Khabar berbeda dengan Hadits, haditsadalah sesuatu yang datang dari Nabi, sedangkan khabar ialah berita yang datang selain dari Nabi. Maka dapat disimpulakan bahwa khabar lebih umum dari pada Hadits.11 c. Atsar Secara etimologi atsar berarti “sisa atau suatu peninggalan” (baqiyat al-Syai). Sebagaimana dikatan di atas bahwa atsar adalah sinonim dari Hadits, artinya ia mempunyai arti dan makna yang sama. Selain itu atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in, yang terdiri dari perkataan atau perbuatan.12 Mayoritas Ulama’ lebih condong atas pengertian khabar dan atsar untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw



Musthafa ash-Shiba’i, as-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamiy (Dar al-Waraq, tt), 65 Mahmud al-Thahan, Taisir Musthalah al-Hadits(Alexandria: Markaz Huda li al-Dirasat, tt), 16. 12 Ibid. 10 11



8



dan demikian juga kepada Sahabat dan tabi’in. Jika ditinjau dari segi makna Hadits, maka haditsdapat di bagi menjadi tiga, yaitu HaditsQauli, HaditsFi’li, dan HaditsTaqriri. Adapun macammacam haditsjika ditinjau dari segi penyandarannya maka ada dua macam, yakni HaditsNabawi (yang disandarkan kepada Nabi) dan HaditsQudsi (yang disandarkan kepada Tuhan/ Allah). b. Kedudukan Hadits terhadap al Qur’an Hadits dalam Islam menempati posisi yang sakral, yakni sebagai sumber hukum



kedua setelah al-Qur’an. Maka, untuk



memahami ajaran dan hukum Islam, pengetahuan terhadap hadits haruslah suatu hal yang pasti. Rasulullah SAW. adalah orang yang diberikan amanah oleh Allah SWT. untuk menyampaikan syari’at yang diturunkannya untuk umat manusia, dan beliau tidak menyampaikan sesuatu terutama dalam bidang agama, kecuali bersumber dari wahyu. Oleh karenanya kerasulan beliau dan kemaksumannya menghendaki wajibnya setiap umat Islam untuk berpegang teguh kepada hadits Nabi saw. Berikut pendapat para ulama tentang kedudukan haditster hadap al-Qur’an :13 1) al-Qur’an dengan sifat yang qath’I al-wurud (keberadaannya yang pasti dan diyakini) sudah seharusnya kedudukannya lebih tinggi dari pada Hadits. Dimana status hadits (kecuali yang mutawatir) adalah zhanni al-wurud. 2) Haditsberfungsi sebagai penjelas dan penjabar dalam atas alQur’an. Maksudnya, yang dijelaskan adalah al-Qur’an yang kedudukannya lebih tinggi. Maka eksistensi dan keberadaan hadits sebagai bayan tergantung kepada eksistensi al-Qur’an. 3) Sikap para sahabat yang selalu merujuk kepada al-Qur’an terlebih dahulu jika bermaksud mencari jalan keluar atas suatu 13



Nawir Yuslem, Ulumul Hadits(Jakarta: Mutiara Sumber Dewi, 1998), 63-65



9



masalah. Jika di dalam al-Qur’an tidak ditemukan maka mereka merujuk kepada Sunnah yang mereka ketahui, atau bisa menanyakan kepada sahabat yang lain. c. Fungsi Hadits Pada dasarnya Hadits Nabi adalah sejalan dengan al-Qur’an karena keduanya bersumber dari wakyu. Akan tetapi mayoritas hadits sifatnya adalah operasional, karena fungsi utama hadits adalah sebagai penjelas atas al-Qur’an. Secara garis besar, fungsi Hadits terhadap al-Qur’an ada tiga, diantranya;14 1) Menegakkan kembali keterangan atau Perintah yang terdapat di dalam al-Qur’an. Dalam hal ini haditsdatang dengan keterangan atau perintah yang sejalan dengan alqur’an. 2) Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang datang secara mujmal (global). Dalam hal ini kaitannya ada tiga hal (1). Menafsirkan serta memperinci ayat-ayat yang bersifat umum, (2). Mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum, (3). Memberi batasan terhadap ayat bersifat mutlaq. 3) Menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh alQur’an (bayan Tasyri’) d. Hadits Sebagai Sumber Hukum Penerapan sumber hukum para ulama’ sepakat bahwa alQur’an yang utama, sementara hadits menjadi sumber yang kedua. Kesepakatan ini berdasarkan al-Qur’an sebagai firman Allah, sedangkan hadits bersumber dari nabi yang merupakan makhluk atau hamba Allah meskipun dikaruniai beberapa kelebihan istimewa lain. Di sisi lain kesepakatan tersebut juga mengacu kepada perkataan Nabi kepada Muadz bin Jabal sebagaimana berikut; “Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz bin Jabal: Bagaimana kamu akan memutuskan perkara jika dihadapkan pada suatu 14



Ibid.



10



persoalan hukum? Mu’adz menjawab: saya akan memutuskannya berdasarkan kitab Allah (al-Qur’an). Rasulullah bersabda: jika kamu tidak menjumpainya dalam al-Qur’an?. Mu’adz menjawab: maka berdasarkan pada sunnah Rasul. Rasulullah bersabda: jika tidak menjumpainya juga dalam sunnah Rasul? Muadz menjawab: saya akan berijtihad berdasarkan akal pikiran saya.” (HR Imam Abu Dawud) Melihat percakapan di atas antara Nabi kepada Muadz, maka dapat dipahami bahwa utamanya adalah al-Qur’an baru kemudian Hadits. Percakapan tersebut juga diperlukan bagi mujtahid apabila merujuk sebuah hukum haruslah berpedoman pada alQur’an sebelum mengambil pedoman dari Sunnah nabi, jika tidak ditemukan maka diperbolehkan mengambil dari Sunnah-sunnah Nabi. Sebagai sumber hukum utama, al-Qur’an tentunya mengandung ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, ayat-ayat tersebut mayoritas diturunkan di kota Madinah. Sedangkan Permasalahan yang sifatnya dinamis dan sumber hukum yang bersifat statis, maka diperlukan ijma’ dan qiyas. Adapun macam-macam dari hukum yang terkandung dalam al-Qur’an yang sekaligus dilengkapi pejelasannya dalam hadits ada lima;15 1) Wajib, perbuatan jika dikerjakan berpahala dan jika ditinggalkan berdosa. Contohnya, shalat, puasa, haji bagi yang mampu, dll. 2) Sunnah, perbuatan jika dikerjakan berpahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Contoh, membaca shalawat, sedekah, dll. 3) Haram, perbuatan jika dikerjakan berdosa dan jika ditinggalkan berpahala, atau kebalikan dari wajib. Contohnya, zina, mabuk, mencuri, dll.



Eva Iryani, “Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, ” http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/357 “ diakses tanggal 16 September 2021



15



11



4) Makruh, perbuatan jika ditinggalkan lebih utama dari pada dikerjakan. Contoh, merokok, berkumur disiang hari saat puasa. 5) Mubah,



perbuatan



yang diperbolehkan



oleh



agama



anata



mengerjakan atau meninggalkannya. Contoh, olahraga, berdagang, dll



3. Ijtihad a. Definisi Ijtihad Secara etimologi kata ijtihad berasal dari kata al-jahd, aljuhd, dan ath-thaqat, yang artinya kesulitan, kesusahan, dan juga berupa suatu kesanggupan atau kemampuan (almasyaqat).16Kata ‘ijtihad’ (ijtihad), dilihat dari perspektif ilmu sharaf atau struktur konjugasi, merupakan isim masdar atau kata benda bentukan dari kata kerja (fi’il) ijtahada-yajtahidu-ijtihadan.17 Kata dasar ‘ijtihad’ adalah jahada, yang juga melahirkan kata benda jahd dan juhd, yang keduanya berarti ‘kesulitan, kesusahan, kesempitan, kemampuan, keluasan pikiran.18 Posisi ijtihad memilki dasar yang kuat dalam ajaran hukum Islam. Dalam AlQur’an



َ َ َّ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َّ ۡ َ ِ‫ٱۡلق ِل‬ َ ۡ ‫حك َم َب‬ َ َٰ‫ك ٱلۡك َِت‬ َۡ ‫ب ب‬ ِ َّ‫ۡي ٱۡل‬ ‫اس ب ِ َما أ َرىَٰك ٱلله َوَل تكن‬ ‫إِنا أنزۡلا إَِل‬ ِ ِ َ ۡ َ ‫خائن‬ ٗ ‫ِۡي َخص‬ ١٠٥ ‫يما‬ ِ ِ ‫ل ِل‬



Artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah



16



Ibid, Misno, “Redefinisi Ijtihad Dan Taklid,” https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/am/article/view/133 diakses tanggal 15 September 2021 18 Agus Supriyanto and Muhammad Ali, “Ijtihad : Makna Dan Relasinya Dengan Syari ’ Ah , Fiqih , Dan Ushul Fiqih,” Maslahah, Volume 1, Nomor. 1 (2010): 1–20. 14 15 Ibid, Ahmad Soldikin., op.cit., hal.15 13 17



12



kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.19



b. Macam-macam Ijtihad : Ditinjau dari segi pelakunya, ijtihad dibagi menjadi dua, yaitu: ijtihad perorangan dan ijtihad jama'i. Ijtihad perorangan yaitu suatu ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid dalam suatu persoalan hukum. Sedangkan ijtihad jama'i atau ijtihad kelompok ialah ijtihad yang dilakukan oleh sekelompok mujtahidin dalam menganalisa suatu masalah untuk menentukan suatu ketetapan hukum. Sedangkan Jika Dilihat dari Iapangannya, ijtihad dibagi ke dalam tiga macam, yaitu: 1) Ijtihad pada masalah-masalah yang ada nashnya, tapi bersifat dzanni 2) Ijtihad untuk mencapai suatu hukum syara dengan penetapan kaidah kulliyah yang bisa diterapkan tanpa adanya suatu nash. 3) Ijtihad birra'yi yaitu ijtihad dengan berpegang pada tanda-tanda dan wasilah yang telah ditetapkan syara’ untuk menunjuk pada suatu hukum. c. Kedudukan Ijtihad Hasil ijtihad tidak mutlak/relatif bisa berubah. Bahwa ijtihad tidak mutlak karena mengingat hasil ijtihad merupakan analisa akal, maka sesuai dengan sifat dari akal manusia sendiri yang relatif, maka hasilnya pun relatif pula. Pada saat sekarang bisa berlaku, dan pada saat yang lain bisa tidak berlaku. Hasil ijtihad tidak berlaku umum, dibatasi oleh tempat, ruang dan waktu. Dalam ketentuan ini generalisasi terhadap suatu masalah tidak bisa dilakukan. Umat Islam bertebaran di seluruh dunia dalam berbagai situasi dan kondisi alamiah yang berbeda. Lingkungan sosial budayanyapun sangat



19



Al-Quran, 4:105



13



beraneka ragam. Ijtihad di suatu daerah tertentu belum tentu berlaku pada daerah yang lain. Proses ijtihad harus mempertimbangkan motivasi, akibat dan kemaslahatan umat. Hasil ijtihad tidak boleh berlaku pada persoalan ibadah mahdhlah, sebab masalah tersebut telah ada ketetapannya dalam AI-Qur'an dan Sunnah, dengan demikian kaidah yang penting dalam melakukan ijtihad adalah bahwa ijtihad tersebut tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah. d. Metode Isjtihad20 1) Ijma’ Ijma’ artinya kesepakatan, yakni kesepakatan para ulama dalam dalam menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan al-Qur’an dan Hadits dalam suatu yang terjadi. Hasil dari ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat. Contoh dari ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat. 2) Qiyas Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum, suatu perkara yang baru dan belumada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulusehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma‟ dan Qiyas bersifat darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.



20



https://www.academia.edu/39248314/IJTIHAD_SEBAGAI_SUMBER_HUKUM_ISLAM, diakses 16 September 2021



14



3) Istihsan Beberapa defenisi Istihsan diantaranya: a. Fatwa yang dikeluarkan oleh Faqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu benar. b. Argumentasi dalam pikiran seorang Faqih tanpa bisa diekpresikan secara lisan olehnya. c. Mengganti argumentasi dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak. d. Tindakan memutuskan sesuatu perkara untuk mencegah kemudhratan. e. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya. Contohnya menurut hukum syara‟ kita tidak boleh mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan , syara’ memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa pembelian diperbolehkan dengan system pembayaran di awal,



sedangkan barangnya dikirim



kemudian. 4) Maslahah Mursalah Maslahah Mursalah adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada nashnya dengan pertimbangan kepentingan manusia bersarakan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan. Contohnya dalam



al-Qur’an maupun Hadits



tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat al-Qur’an. Akan tetapi hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan Umat. 5) Sududz Dzariah Sududz Dzariah adalah tindakan memutuskan sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya:



15



a) Zina hukumnya haram, maka meilhat aurat wanita yang menhantarkan kepada perbuatan zina juga merupakan haram. b) Shalat jumat merupakan kewajiban maka meninggalkan segala kegiatan untuk melaksanakan shalat jumat wajib pula hukumnya. c) Melarang perbuatan judi tanpa uang. d) Melarang meminum seteguk minuman keras, padahal seteguk tidak memabukkan. 6) Istishab Istishab adalah tindakan menetapkan berlakunya sesuatu suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah dia sudah berwudu atau belum. Disaat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudu sehingga ia harus berwudu kembali karena solat tidak sah jika tidak berwudu. 7) ‘Urf Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adatistiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan



al-Qur’an dan Haditst.



Contohnya adalah dalam jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab Kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.



B. Karakteristik Ajaran Islam Istilah “karakteristik ajaran Islam” terdiri dari dua terma utama yang berbeda pengertiannya, yaitu karakteristik dan ajaran Islam. Kata “karakteristik‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai sesuatu ciri khas/bentuk-bentuk watak/karakter yang dimiliki oleh



16



individu, corak tingkah laku.21 Dari berbagai sumber tentang Islam yang ditulis para tokoh, dapat diketahui bahwa Islam memiliki karakteristik yang khas yang dapat dikenali melalui konsepsinya dalam berbagai bidang, seperti bidang agama, mu’amalah (kemanusiaan) yang di dalamnya termasuk masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan,



sosial,



ekonomi, politik, kehidupan, lingkungan hidup, kesehatan pekerjaan, serta Islam sebagai sebuah disiplin ilmu. Konsep ajaran Islam dalam berbagai bidang yang menjadi karakteristik ajaran Islam itu dapat dikemukakan sebagai berikut:22 1. Dalam Bidang Agama Karakteristik ajaran Islam dalam bidang agama adalah mengakui adanya pluralisme sebagai sesuatu kenyataan, mengakui adanya universalisme, yakni mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan hari akhir, menyuruh berbuat baik, dan mengajak pada keselamatan. Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak agama lain, kecuali yang berdasarkan paganisme, dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan. al-Qur’an menjelaskan tentang pengakuan akan hak agama-agama lain yang merupakan dasar paham kemajemukan sosial budaya dan agama sebagai ketetapan Tuhan yang tidak berubah-rubah.Dengan demikian, karakteristik ajaran Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleransi, pemaaf, tidak memaksa, dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian kepada Tuhan.. 2. Dalam Bidang Ibadah Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT, karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah adalah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi semua larangan-Nya. hidup. 21



https://kbbi.web.id/karakteristik Nasrullah, “Karakteristik ajaran islam: Perspektif Unity and Diversity of Religion,” https://ejournal.stisbima.ac.id/index.php/ittihad/article/view/1 ” diakses 16 Septeember 2021 22



17



3. Dalam Bidang Akidah Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah; ucapan dengan lisandalam bentuk dua kalimat syahadat, yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusanNya; perbuatan dengan amal saleh. Artinya, orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan di mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan, dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman itu kecuali yang sejalan dengan kehendak Allah. Akidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah dan dasar dalam tingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal saleh. 4. Dalam Bidang Ilmu dan Kebudayaan Karakteristik ajaran Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif dan selektif. Dari satu sisi Islam terbuka dan sangat akomodatif untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi bersamaan denga itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis ilmu dan kebudayaan, melainkan ilmu dan kebudayaan yang sejalan dengan Islam. Persoalan kebudayaan adalah persoalan bagaimana manusia mewujudkan eksistensi dirinya dengan kekuatan akal, hati, dan jiwa dalam lapangan hidup dan cara-cara yang ditempuhnya dalam menghadapi tantangan kesejarahan. Lapangan kebudayaan begitu luas, seluas lapangan kehidupan manusia di antaranya adalah keyakinan (agama), ilmu pengetahuan, bahasa, adatistiadat, pranata sosial, institusi sosial, hukum, seni, budaya, dan sebagainya. Demikian pentingnya ilmu, sehingga islam memandang orang yang mencari ilmu seperti berjihad di jalan Allah SWT.



18



5. Dalam Bidang Pendidikan Sejalan dengan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan tersebut di atas Islam juga memiliki ajaran yang khas dalam pendidikan. Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat. Seperti yang terkutip di Haditst Rasul. "Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi orang Islam laki-laki dan perempuan. Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat". Di dalam Islam banyak diketahui metodemetode



pembelajaran seperti: ceramah, tanya jawab, diskusi,



demontrasi, penugasan, teladan, pembiasaan, karya wisata,cerita, hukuman, nasihat, dan sebagainya. 6. Dalam Bidang Sosial Ajaran Islam dalam bidang sosial adalah yang paling menonnjol karena seluruh bidang ajaran Islam adalah untuk kesejahteraan manusia. Islam menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, kerukunan antar tetangga, tenggang rasa dan kebersamaan. Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah.



Islam ternyata banyak



memperhatikan aspek kehidupan sosial dari aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi pada Allah SWT. Muamalah jauh lebih luas dari pada ibadah (dalam arti khusus). Dalam Haditstnya, Rasulullah SAW mengingatkan imam supaya memperpendek shalatnya bila di tengah jamaah ada yang sakit, orang lemah, orang tua, atau orang yang mempunyai keperluan. Istri Rasulullah SAW Siti Aisyah, mengisahkan: Rasulullah SAW shalat di rumah dan pintu terkunci. Lalu aku datang (dalam rijwayat lain aku minta dibbukakan pintu), maka Rasulullah SAW berjalan membuka pintu, kemudian kembali ke tempat shalatnya. Haditst ini diriwayatkan oleh lima orang perawi, kecuali Ibn Majah. Lalu Islam sangat menilai bahwa ibadah berjamaah atau bersama-bersama denggan orang lain



19



lebih tinggi dari pada yang dilakukan secara perorangan, dengan perbandingan 27 derajat. Dari sini kita mengetahui betapa Islam dan ajarannya menjunjung tinggi nilla-nilai sosial.



20



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari paparan penulis di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sumber ajaran agama islam dibagi menjadi dua , sumber primer dan sumber skunder. Sumber primer terdiri dari al quran dan hadits, sedangkan sumber primer adalah ijtihad. 2. Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw memlui Malaikat Jibril as sebagai petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal. 1. Haditst segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan sumber ajaran islam yang kedua setelah al-Quran. 2. Al-Qur’an dan Hadits adalah sumber hukum yang sangat relevan dan saling berkaitan antara satu dengan yang satunya dan akan terus eksis terjaga keotentikannya.Adanya hadits akan terus sejalan dengan keberadannya kitab Al-Qur’an 3. Ijtihad Ijtihad adalah pengerahan segala kemampuan ahli fiqh dalam menetapkan (istinbat) hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan dari dalilnya secara terperinci (satu per satu). Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukkan perintah untuk berijtihad, baik diungkapan secara isyarat maupun secara jelas. 4. Ajaran Islam memiliki karakteristik yang khas yang dapat dikenali melalui konsepsinya dalam berbagai bidang,seperti bidang agama, mu’amalah (kemanusiaan) yang di dalamnya termasuk masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan,



sosial, ekonomi, politik,



kehidupan, lingkungan hidup, kesehatan pekerjaan.



21



B. SARAN Setelah pembaca mengamati makalah ini baik dari segi isi makalah maupun penulisan, maka penulis dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat disempurnakan sehingga dapat memberi faedah lebih banyak bagi penulis maupun pembaca.



22



DAFTAR PUSTAKA Akmansyah, M “Al-Quran Dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam,” Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 8, no. 2 (2010): 127–42. Al-Ghouri, Abdu al-Majid, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah. Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2007. al-Thahan, Mahmud, Taisir Musthalah al-Hadits. Alexandria: Markaz Huda li alDirasat, tt ash-Shiba’i, Musthafa, As-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamiy. Dar alWaraq: tt, tth Iryani, Eva “Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, jurnal ilmiyah Universitas Batanghari jambi “Vol.17 No.2 Tahun 2017 Khaeroni, Cahaya “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, Dan Naratif Tentang Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an),” Jurnal HISTORIA Vol.5, no. 2 Tahun 2017 Muniron dkk, Studi Islam Di Perguruan Tinggi, Jember: STAIN Jember Press, 2010. Misno, “Redefinisi Ijtihad Dan Taklid,” Jurnal Al Maslahah Vol. 2 No.04 Tahun 2014 Nawir Yuslem, Ulumul Hadits. Jakarta: Mutiara Sumber Dewi, 1998 Nasrullah, “Karakteristik ajaran islam: Perspektif Unity and Diversity of Religion” jurnal Al Ittihad, Vol. 1 no 1 Tahun 2015 Sodikin R Abuy, “Memahami Sumber Ajaran Islam,” Al-Qalam , Vol. 20, Nomor. 1 Tahun 2003 Syafe’i, Makhmud, “Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Islam,” . 2017 Supriyanto Agus, Muhammad Ali, “Ijtihad : Makna Dan Relasinya Dengan Syari’ah, Fiqih dan Ushul Fiqih,” Jurnal Maslahah, Vol. 1, No. 1 Tahun 2010



23



Qardawi, Yusuf, Pengantar Studi Hadits. Bandung: CV Pustaka Setia, 2007



24