Surface Plasmon Resonance Using FDTD For Single Gold Nanoparticles [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STUDI SURFACE PLASMON TERLOKALISASI PADA NANOSPHERE LOGAM DENGAN METODE FINITE-DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dari Institut Teknologi Bandung



Oleh



Zamzam Ibnu Sina NIM 10208098



PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013



Lembar Pengesahan STUDI SURFACE PLASMON TERLOKALISASI PADA NANOSPHERE LOGAM DENGAN METODE FINITE-DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD)



Oleh



Zamzam Ibnu Sina NIM 10208098 Program Studi Fisika



Institut Teknologi Bandung



Menyetujui, Tim Pembimbing Bandung, 21 Juni 2013



Pembimbing I



Pembimbing II



Agoes Soehianie Ph.D



Alexander A.P. Iskandar Ph.D NIP: 19640808 199001 1 001



NIP: 19640510 198903 1 002



ABSTRAK



Ketika suatu logam berada pada suatu medan elektromagnetik eksternal, terjadi eksitasi gelombang elektromagnetik pada perbatasan antara logam dan dielektrik yang disebut Surface Plasmons atau Surface Plasmons-Polaritons. Hal ini menyebabkan terjadinya penguatan medan (field enhancement) pada perbatasan antara logam dan dielektrik. Surface Plasmon terlokalisasi terjadi pada nanopartikel logam. Pengamatan dilakukan dengan membangun simulasi perambatan gelombang elektromagnetik dengan menempatkan nanopartikel emas sebagai penghambur. Fenomena resonansi dapat diamati melalui spektrum hamburan dan serapan yaitu berupa puncak spektrum. Simulasi dilakukan dengan memecahkan persamaan Maxwell menggunakan metode Finite Difference Time Domain. Sifat optik logam ketika berinteraksi gelombang elektromagnetik yang bergantung oleh frekuensi dijelaskan dengan model Drude. Akan tetapi, permitivitas sebagai fungsi frekuensi dinyatakan dalam fungsi permitivitas model Drude+2 Critical Points (D+2CP) sehingga dapat digunakan untuk rentang frekuensi yang lebih besar. Hasil simulasi menunjukkan adanya kebergantungan letak panjang gelombang resonansi terhadap ukuran nanopartikel. Untuk itu, digunakan teori Mie orde satu untuk memperoleh spektrum hamburan sebagai pembanding dengan hasil simulasi FDTD.



i



ABSTRACT



When a metal is under effect of external electromagnetic wave, excitation of electromagnetic wave occurs at the interface of metal and dielectric known as Surface Plasmons or Surface Plasmons Polaritons. Excitation of Surface Plasmon leads to field enhancement at the interface. Localized Surface Plasmon exists in metal nanoparticle. Observation performed by building a simulation of propagation of electromagnetic wave and using metal nanoparticle as scatterer. Resonance can be observed via scattering and absorption spectra. Simulation performed by solving Maxwell equation using Finite Difference Time Domain method. Optical properties of metal as a function of frequency explained by Drude Model. However, to make this simulation valid for a wider range of frequencies, permittivity function of Drude+2 Critical Points model is used. Results show that resonance wavelength depends on size of the nanoparticles. As a comparison, the results from calculation with first order Mie theory is used.



ii



KATA PENGANTAR



Maha Suci Allah atas nikmat kehidupan, nikmat ilmu, dan nikmat kesehatan yang telah diberikan, sehingga karya tulis berjudul “Studi Surface Plasmon Terlokalisasi pada Nanosphere Logam dengan Metode Finite-Difference Time Domain (FDTD)” dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam bagi insan terbaik Rasulullah Muhammad SAW atas perjuangan beliau dan para sahabatnya yang telah membuka sebuah cakrawala zaman baru dari kegelapan menuju terang-benderang. Karya tulis ini tidak akan selesai tanpa kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada : 



Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melindungi, memberi petunjuk, dan memberikan segala nikmat serta kasih-Nya yang tiada terkira



sehingga penelitian



ini dapat



diselesaikan . 



Ibu dan Bapak yang telah memberikan amanah kepada penulis untuk menyelesaikan studi di ITB. Terima kasih atas dukungan dan doa yang selalu menyertai hari-hari penulis, Semoga Allah selalu memberikan perlindungan dan rahmat kepada Ibu dan Bapak.







Seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memotivasi.







Bapak Agoes Soehianie Ph.D sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, membantu, serta memberikan masukkan dan dukungan yang besar kepada penulis sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.







Bapak Alexander A.P. Iskandar dan Bapak Prof. Tjia May On atas dukungan dan saransarannya dalam diskusi.







Staff tata usaha prodi fisika, Pak Yeye, Pak Dedi, Pak Imbalo, Bu Ratna, dan staff lain, yang telah sabar dan bekerja keras memberikan pelayanan yang terbaik kepada mahasiswa-mahasiswa fisika.







Saudara Panji Achmari sebagai sahabat dan pelopor dari studi ini yang banyak membantu dan memberi saran-saran yang bermanfaat bagi keberjalanan tugas akhir ini.







Teman-teman Pengurus lab UPK Fisika sebagai tempat penulis menghabiskan waktu. Saudara Dani Irawan yang banyak membantu penulis dalam mengolah data. Alderizal, Edi Parlindungan, dan Khoerudin atas pinjaman laptopnya. Serta kawan-kawan lab lainnya Haekal, James, Ifa, Chandra dan Abu Rizal.



iii



Demikian kata pengantar sebagai pembuka dari karya tulis ini. Saya sampaikan maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kekurangan pada karya tulis ini. Saya sangat menghargai jika terdapat kritik dan saran yang ingin disampaikan pembaca dapat dikirimkan melalui email saya, zamzam.itb@gmail,com. Bandung, Juni 2013



Zamzam Ibnu Sina



iv



DAFTAR ISI Daftar Isi ............................................................................................................................... v Daftar Gambar .................................................................................................................... vii Daftar Tabel .......................................................................................................................... x Bab I Pendahuluan ................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 3 1.3 Metode Penelitian ................................................................................................ 3 1.4 Sistematika Penulisan .......................................................................................... 4 Bab II Teori Dasar.................................................................................................................. 6 2.1 Sifat Dielektrik Logam ......................................................................................... 7 2.2 Model Gas Elektron Bebas / Model Drude ........................................................... 8 2.3 Model Analitik Surface Plasmon ........................................................................ 10 2.3.1 Pendekatan Quasi-statik ....................................................................... 10 2.3.2 Teori Mie Orde Pertama ...................................................................... 12 2.3.3 Penampang-Lintang Hamburan dan Serapan ........................................ 13 Bab III Simulasi Gelombang Elektromagnetik Dengan Metode Finite-Difference Time Domain (FDTD) ..................................................................................................... 15 3.1 Persamaan Gelombang dan Persamaan Maxwell ................................................ 15 3.2 Algoritma FDTD ............................................................................................... 16 3.3 Perbatasan Medan Total / Medan Terhambur (TFSF) .......................................... 21 3.4 Gelombang Sumber ........................................................................................... 23 3.5 FDTD untuk 3 Dimensi ...................................................................................... 25 3.6 Syarat Batas Penyerap ........................................................................................ 26 3.7 Impelementasi Model Drude+2 Critical Points ................................................... 27 Bab IV. Analisis Surface Plasmon Terlokalisasi Melalui Spektrum Hamburan & Serapan Serta Profil Medan.................................................................................................. 34 4.1 Surface Plasmon Berdasarkan Tinjauan Analitik ................................................ 35 4.2 Data Eksperimen Spektrum Hamburan ............................................................... 37 4.3 Hasil Simulasi Finite Difference Time Domain ................................................... 38



v



4.3.1 Spektrum Hamburan, Serapan dan Extinction oleh Nanopartikel Emas Tunggal .................................................................................................. 38 4.3.2 Profil Medan Elektromagnetik pada Daerah Simulasi ............................. 45 4.3.3 Spektrum Hamburan dan Serapan oleh Nanopartikel Emas dengan Objek Tambahan ............................................................................................... 47 Bab V Kesimpulan dan Saran ............................................................................................... 49 5.1 Kesimpulan......................................................................................................... 49 5.2 Saran .................................................................................................................. 49 Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 50



vi



DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1.



Osilasi awan elektron (plasmon) pada nanopartikel logam akibat pengaruh medan listrik ................................................................................... 1



Gambar 2.1.



Contoh distribusi medan listrik di sekitar nanopartikel emas berdiameter 60 nm ketika terjadi resonansi yang dihasilkan dengan metode numerik Discrete Dipole Approximation (DDA).................................. 6



Gambar 2.2.



Permitivitas logam emas dengan bagian imajiner (a) dan bagian real (b) sebagai fungsi panjang gelombang yang diperoleh model Drude (garis) dan juga data eksperimen Johnson dan Christy (titik) ....................................... 8



Gambar 2.3.



Sketsa bola homogen dalam medan elektrostatik dengan potensial ditinjau pada titik P........................................................................................ 10



Gambar 3.1.



Sketsa susunan titik-titik medan dalam ruang dan waktu. Titik medan listrik digambarkan dengan simbol lingkaran dan medan magnet dengan simbol segitiga .............................................................................................. 19



Gambar 3.2. Susunan titik-titik medan setelah persamaan update H diberlakukan ke seluruh titik medan magnet ............................................................................ 20



Gambar 3.3.



Skema letak kotak detektor serapan dan detektor hamburan yang pada daerah simulasi .............................................................................................. 21



Gambar 3.4.



Skema titik-titik medan pada daerah perbatasan medan total/medan terhambur ...................................................................................................... 22



Gambar 3.5.



Kisi Yee yang menggambarkan lokasi titik-titik medan dalam ruang.............. 25



Gambar 3.6.



Contoh susunan parameter



dalam algoritma PML pada bidang



konstan pada daerah simulasi ......................................................................... 27



Gambar 3.7.



Perbandingan permitivitas model D+2CP, Drude, dan data eksperimen Johnson & Christy. Bagian imajiner permitivitas (a) dan bagian real permitivitas (b) .............................................................................................. 28



Gambar 4.1.



Spektrum hamburan dan serapan dengan model quasi-statik dan teori Mie untuk bola emas dengan diameter 20 nm................................................. 36



Gambar 4.2.



Spektrum serapan untuk nanopartikel emas dengan diameter 20 nm, 40 nm, 60 nm, 80 nm, 100 nm, 120 nm, dan 150 nm dengan teori Mie................ 36



vii



Gambar 4.3 Spektum hamburan nanopartikel emas tunggal berbagai ukuran



dengan



dark-field microscopy (hitam) yang dicocokkan dengan perhitungan teori Mie (biru) dengan data permitivitas empirik ........................................... 38



Gambar 4.4. Flux serapan (a) dan hamburan (b) untuk nanopartikel logam dengan diameter 40 nm ketika disinari oleh cahaya dengan panjang gelombang 520 nm .......................................................................................................... 40



Gambar 4.5. Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 20 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Keadaan resonansi terjadi pada panjang gelombang 537 nm atau setara 2.308 eV ................................... 40



Gambar 4.6. Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 40 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Keadaan resonansi terjadi pada panjang gelombang 544 nm atau setara 2.27 eV ..................................... 41



Gambar 4.7. Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 60 nm. Nilai intensitas ternormalisasi



terhadap



spektrum



extinction.



Puncak



spektrum



hamburan terjadi pada panjang gelombang 554 nm atau setara 2.23 eV .......... 42



Gambar 4.8. Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 80 nm. Nilai intensitas ternormalisasi



terhadap



spektrum



extinction.



Puncak



spektrum



hamburan terjadi pada panjang gelombang 588 nm atau setara 2.108 eV ........ 42



Gambar 4.9. Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 100 nm. Nilai intensitas ternormalisasi



terhadap



spektrum



extinction.



Puncak



spektrum



hamburan terjadi pada panjang gelombang 615 nm atau setara 2.01 eV .......... 43



Gambar 4.10. Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 20 nm. Nilai intensitas ternormalisasi



terhadap



spektrum



extinction.



Puncak



spektrum



hamburan terjadi pada panjang gelombang 676 nm atau setara 1.83 eV .......... 43



Gambar 4.11. Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 150 nm. Nilai intensitas ternormalisasi



terhadap



spektrum



extinction.



Puncak



spektrum



hamburan terjadi pada panjang gelombang 747 nm atau setara 1.66 eV .......... 44



Gambar 4.12. Perbandingan pengaruh diameter terhadap panjang gelombang resonansi berdasarkan hasil simulasi dengan teori Mie orde satu .................................... 45



Gambar 4.13. Pola intensitas medan listrik nanopartikel emas dengan diameter 100 nm ketika terjadi tidak terjadi resonansi yaitu ketika terjadi resonansi



= 500 nm (a), dan



= 615 nm(b). Gambar diambil pada bidang y



konstan yang mengiris bola pada pusatnya ..................................................... 46



viii



Gambar 4.14. Spektrum balok emas dengan ketebalan 150 nm dan bidang normal 100 × 100 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Puncak spektrum hamburan terjadi pada panjang gelombang sekitar 650 nm ............................................................................................... 47



Gambar4.15. Spektrum nanopartikel emas berdiameter 20 nm yang (a)menempel pada ;(b) berjarak 35 nm dari; balok emas dengan ketebalan 150 nm .............. 48



ix



DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Nilai parameter yang digunakan dengan optimasi pada rentang panjang gelombang 200-1000 nm .................................................................................... 33



Tabel 4.1. Perhitungan puncak spektrum serapan dari nanopartikel emas berbagai ukuran dengan teori Mie orde satu yang dinyatakan dalam panjang gelombang dan energi ......................................................................................... 37



Tabel 4.2. Posisi puncak pada spektrum serapan nanopartikel emas berbagai ukuran yang diperoleh dengan simulasi FDTD, dinyatakan dalam panjang gelombang dan energi .................................................................................. 44



x



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabang studi dalam fisika optik yang mempelajari respon dari suatu logam ketika berinteraksi dengan medan elektromagnetik dikenal sebagai plasmonik. Beberapa gejala optik yang menarik dapat terjadi ketika logam berinteraksi dengan gelombang EM. Bila terjadi kecocokan fasa (phase matching) antara fasa plasma elektron dengan medan EM, akan terjadi eksitasi medan elektromagnetik pada antarmuka (interface) antara logam dan dielektrik yang disebut surface plasmon polaritons (SPP). Ketika cahaya yang datang memiliki energi yang tepat, dapat terjadi resonansi antara gelombang tersebut dengan SPP. Efek resonansi ini disebut Surface Plasmon Resonance (SPR)[1]. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian-penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan SPPs juga mulai banyak diminati karena sifat-sifatnya yang unik dan aplikasinya dalam optik misalnya, Surface-Enhanced Raman Spectroscopy (SERS), penyimpanan data, sel surya, sensor, dan lain-lain[1]. Pada studi ini, dilakukan simulasi dan analisis interaksi antara gelombang EM dengan nanopartikel emas berbagai ukuran. Karena yang digunakan adalah nanopartikel logam, maka yang teramati adalah Surface Plasmon Terlokalisasi (Localized Surface Plasmon (LSPR)). Ketika terjadi LSPR terjadi pengumpulan (lokalisasi) muatan dan energi di sekitar permukaan nanopartikel.



Gambar 1.1. Osilasi awan elektron (plasmon) pada nanopartikel logam akibat pengaruh medan listrik[2].



1



Secara garis besar, LSPR dipengaruhi oleh sifat dielektrik



berupa



permitivitas bahan dan ukuran serta bentuk partikel logam yang digunakan[3,4]. Studi ini merupakan kelanjutan dan perluasan dari studi sebelumnya[5], tentang surface plasmons pada nanopartikel emas dilakukan menggunakan simulasi FDTD. Studi tersebut menyatakan permitivitas logam sebagai fungsi frekuensi berdasarkan model Drude. Akan tetapi, model Drude memiliki kelemahan yaitu tidak mampu menggambarkan permitivitas secara akurat pada daerah interband transitions untuk logam emas pada energi lebih dari 1.8 eV ( kurang dari 600 nm), model Drude tidak dapat digunakan[4,5]. Kelemahan lain model Drude adalah, simulasi FDTD dengan model Drude tidak mencapai keadaan tunak (steady state) pada rentang panjang gelombang 400-500 nm, sehingga data rata-rata yang diambil pada rentang tersebut menjadi kurang valid. Karena keterbatasan model Drude tersebut, dibutuhkan perbaikan pada model permitivitas yang digunakan. Dalam studi ini, perbaikan model Drude dilakukan dengan mengadopsi model Drude dengan tambahan 2 Critical Points[6,7,8]. Dengan perbaikan tersebut diharapkan simulasi FDTD ini dapat digunakan untuk rentang panjang gelombang yang lebih besar sehingga dapat digunakan untuk analisis plasmonik untuk ukuran nanopartikel yang lebih kecil.



Perumusan Masalah Topik dalam penelitian tugas akhir ini adalah “Studi surface plasmon terlokalisasi untuk nanopartikel emas dengan metode Finite Difference Time Domain (FDTD) dengan model Drude + 2 Critical Points”. Studi ini, digunakan program simulasi dari studi sebelumnya[5] dengan memodifikasinya



pada bagian



implementasi



model Drude.



Pada studi



sebelumnya[5], model Drude diimplementasikan dengan metode Auxilliary Differential Equation (ADE)[9]. Pendekatan ADE yaitu mengubah respon frekuensi permitivitas logam menjadi bentuk persamaan differensial dalam domain waktu sehingga dapat dijalankan secara simultan dalam perhitungan solusi persamaan Gelombang EM dalam domain waktu. Dengan perbaikan model Drude



2



menjadi model Drude + 2 Critical Points, implementasi ke dalam algoritma FDTD perlu disesuaikan juga. Hal ini dikarenakan bentuk permitivitas dalam model Drude-Critical Points menjadi lebih rumit untuk diselesaikan dengan ADE, sehingga digunakan metode Trapezoidal Recursive Convolution (TRC) [5,6]. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan studi tugas akhir ini adalah: i.



Membangun program simulasi FDTD untuk rentang panjang gelombang yang lebih besar.



ii.



Simulasi surface plasmon untuk nanopartikel dengan berbagai ukuran diameter.



iii.



Membandingkan hasil simulasi dengan berbagai studi dan metode selain FDTD.



1.3. Metode Penelitian Studi tugas akhir ini dilakukan melalui beberapa tahap antara lain : a.



Studi Pustaka



Studi pustaka digunakan untuk mempelajari teori-teori dasar gelombang EM dan interaksinya dengan logam dan juga mempelajari hasil-hasil eksperimen terkait, serta mempelajari hasil simulasi FDTD sebelumnya. b.



Pengembangan Program Simulasi



Program simulasi dilakukan menggunakan MATLAB dengan metode FDTD. Input program adalah geometri nanopartikel, jenis bahan nanopartikel, serta panjang gelombang ( ) gelombang EM yang digunakan. Output program berupa nilai medan E dan H sebagai fungsi ruang dan waktu. Selanjutnya, dari output tersebut dapat diolah lebih jauh untuk mendapatkan besaran-besaran seperti, flux hamburan dan flux serapan sebagai fungsi waktu (timestep). Spektrum hamburan



3



dan serapan dihitung berdasarkan nilai rata-rata flux terhadap waktu setelah fluxnya telah mencapai keadaan tunak untuk setiap panjang gelombang. c. Analisis data simulasi Sebelum digunakan dalam perhitungan, program simulasi divalidasi dengan menjalankan program tanpa adanya nanopartikel. Hal ini dilakukan untuk melihat kinerja syarat batas penyerap (PML) [9,10]. Selanjutnya, analisis data simulasi dikalibrasikan dengan membandingkan bentuk spektrum serapan dan hamburan serta letak daerah resonansi nanopartikel emas berbentuk bola berbagai ukuran dengan prediksi teori analitik pada daerah-daerah panjang gelombang tertentu, dan juga dibandingkan secara kualitatif dengan hasil eksperimen.



1.4.



Sistematika Penulisan



Pada bab 1, secara sekilas digambarkan fenomena Surface Plasmon Resonance dan beberapa aplikasi yang umum. Selain itu, dijelaskan beberapa kekurangan pada studi sebelumnya untuk diperbaiki pada studi ini. Selanjutnya pada bab 2, diuraikan teori-teori dasar yang berkaitan dengan sifat optik logam yang secara umum dapat dijelaskan oleh model Drude. Dijelaskan juga fenomena Surface Plasmon Resonance beserta analisisnya dengan modelmodel yang berkaitan, sampai dengan perhitungan penampang lintang hamburan dan serapan untuk memperoleh spektrum hamburan dan serapan. Pada bab 3, metode yang digunakan yaitu Finite Difference Time Domain (FDTD) dibahas secara sederhana mulai dari persamaan Maxwell sampai dengan algoritma FDTD. Selanjutnya, dijelaskan juga implementasi model Drude + 2CP ke dalam algoritma FDTD. Pada bab 4, data eksperimen, data teoretik, dan hasil simulasi FDTD ditampilkan dan dibandingkan. Selain itu juga ditunjukkan adanya lokalisasi terjadi ketika panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang resonansi yaitu



4



ketika panjang gelombang ketika terjadi puncak pada spektrum hamburan atau serapan. Bab 5 berisi beberapa kesimpulan dari tugas akhir ini dan juga saran terkait dengan kelanjutan dari studi tugas akhir ini.



5



BAB II TEORI DASAR Interaksi Logam dengan Gelombang Elektromagnetik



Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki komponen medan listrik dan medan magnet. Ketika suatu nanopartikel logam berada dalam pengaruh gelombang elektromagnetik (disinari cahaya), osilasi medan listrik dari gelombang tersebut menyebabkan adanya osilasi kolektif dari elektron-elektron permukaan nanopartikel logam (gambar 1.1). Osilasi kolektif dari elektronelektron menghasilkan adanya eksitasi medan elektromagnetik yang terlokalisasi pada permukaan batas antara nanopartikel logam dengan medium latar belakang (background). Ketika frekuensi cahaya sama dengan frekuensi osilasi dari elektron, terjadilah surface plasmon resonance. Pada keadaan ini, intensitas medan elektromagnetik di sekitar nanopartikel logam lebih besar dibandingkan daerah lainnya karena terjadinya near-field enhancement. Selain itu, pada saat terjadi resonansi, energi yang hilang oleh nanopartikel akibat serapan dan hamburan bernilai maksimum.



Gambar 2.1. Contoh distribusi medan listrik di sekitar nanopartikel emas berdiameter 60 nm ketika terjadi resonansi yang dihasilkan dengan metode numerik Discrete Dipole Approximation (DDA).



6



Karakteristik surface plasmon resonance sangat dipengaruhi oleh sifat dielektrik dari logam yang digunakan. Selain itu, ukuran dan bentuk dari nanopartikel logam juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap pola spektrum hamburan dan serapannya. Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana hal-hal tersebut mempengaruhi karakteristik surface plasmon dengan menghitung intensitas yang dihamburkan dan diserap oleh nanopartikel logam. 2.1. Sifat Dielektrik Logam Dalam mempelajari interaksi gelombang elektromagnetik dengan logam, sifat optik dari logam (khususnya logam mulia) perlu dibahas terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan, respon logam terhadap gelombang elektromagnetik yang dinyatakan dalam permitivitas atau indeks bias kompleksnya sangat bergantung pada frekuensi gelombang elektromagnetik. Telah diketahui dengan baik, bahwa pada rentang panjang gelombang cahaya tampak (400-700 nm) logam tidak memungkinkan adanya gelombang elektromagnetik yang dapat merambat melaluinya. Dengan kata lain, logam bersifat sangat reflektif. Pada daerah panjang gelombang yang lebih rendah (UV 10-390 nm), gelombang elektromagnetik dapat menembus logam. Sifat optik logam ini digambarkan oleh konstanta dielektrik kompleks sebagai fungsi frekuensi



( )=



( )+



( ) . Konstanta dielektrik atau



disebut juga permitivitas relatif suatu bahan memiliki hubungan dengan indeks bias kompleks ( ) =



( )+



( ) yang dinyatakan dengan[11]



  n 2  (n12  n22 )  i(2n1n2 )



(2.1)



Bagian real dari indeks bias kompleks memberikan informasi tentang kecepatan fasa dalam medium (dalam hal ini logam), sedangkan bagian imajiner dari indeks bias terkait dengan penurunan amplitudo (atenuasi) gelombang elektromagnetik serta koefisien serapan[4].



7



Data eksperimen indeks bias kompleks sebagai fungsi energi untuk logamlogam mulia seperti tembaga, perak, dan emas telah diperoleh oleh Johnson dan Christy[12].



2.2. Model Gas Elektron Bebas/ Model Drude Pada rentang frekuensi tertentu, konstanta dielektrik kompleks sebagai fungsi frekuensi dapat dijelaskan dengan model gas elektron bebas atau disebut model plasma[4]. Model ini menjelaskan gerak osilasi gas elektron bebas secara kolektif ketika diberi medan listrik luar serta adanya redaman akibat tumbukan antar elektron dengan frekuensi



= 1/ dengan



disebut waktu relaksasi gas



elektron bebas. Jikalau energi foton gelombang EM yang dipakai mencapai nilai tertentu, energi foton ini dapat mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi yang disebut transisi antarpita (interband transitions). Untuk emas, hal ini terjadi pada rentang cahaya tampak (sekitar 600 nm).



(a)



(b)



Gambar 2.2. Permitivitas logam emas dengan bagian imajiner (a) dan bagian real (b) sebagai fungsi panjang gelombang yang diperoleh model Drude (garis) dan juga data eksperimen Johnson dan Christy (titik)[12].



Persamaan gerak plasma elektron dalam pengaruh medan listrik luar koefisien redaman



dapat dituliskan



8



dan



mx  mx  eE dengan



adalah massa efektif plasma elektron dan



(2.2) adalah muatan elektron.



Jika diasumsikan medan listrik luar berupa medan harmonis maka solusi umum untuk



( )=



persamaan (2.2) adalah



xt  



e Et  m   i











2



(2.3)



Perpindahan elektron menghasilkan polarisasi pada bahan dengan hubungan



=−



, dengan



adalah jumlah elektron per volume. Selain itu,



terdapat polarisasi akibat kontribusi ion-ion di latar belakang yang disebut polarisasi residu



sebesar P   0    1E



dengan



(2.4)



adalah permitivitas residu. Sehingga, polarisasi total adalah   ne 2 P      0    1E 2  m   i 







Hubungan medan perpindahan







dengan medan listrik



(2.5)



dan polarisasi bahan



adalah



D   0E  P



(2.6)



Dengan persamaan (2.5), persamaan (2.6) dapat ditulis ulang menjadi



D   0E



(2.7)



dengan permitivitas relatif adalah



      



9



 p2  2  i



(2.8)



dengan



=



adalah frekuensi plasma dari gas elektron bebas. Persamaan ini



dikenal sebagai permitivitas Model Drude[4,10].



2.3. Model Analitik Surface Plasmon 2.3.1. Pendekatan Quasi-statik Setelah karakteristik logam dan model analitik dari permitivitas logam dibahas, pembahasan dilanjutkan dengan meninjau bagaimana interaksi antara nanopartikel logam dengan gelombang elektromagnetik (cahaya) sampai terpenuhi syarat terjadinya resonansi untuk melihat bagaimana bentuk dan ukuran logam mempengaruhi resonansi. Pertama-tama, surface plasmon dimodelkan dengan pendekatan yang paling sederhana yaitu dengan model quasi-statik. Pendekatan ini berlaku ketika ukuran partikel jauh lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang cahaya di medium sekelilingnya ( ≪ )[4]. Tinjau suatu bola logam homogen isotropik dengan jari-jari



yang



diletakkan dalam suatu medan listrik statis (Gambar 2.3), respon dielektrik bola logam ini dilihat dari permitivitas sebagai fungsi dari frekuensi .



Gambar 2.3. Sketsa bola homogen dalam medan elektrostatik dengan potensial ditinjau pada titik P[4].



Dengan pendekatan elektrostatik, medan listrik dapat diperoleh dengan solusi persamaan Laplace untuk potensial ∇ Φ = 0 dengan hubungan 10



= −∇Φ. Karena



pada kasus ini potensial bersimetri azimuth, maka solusi umum persamaan Laplace 











 r ,    Al r l  Bl r l 1 Pl cos   l 0



dimana



(2.9)



(cos ) merupakan polinomial Legendre orde . Karena potensial pada



pusat bola harus berhingga, maka solusi umum potensial di dalam dan luar bola adalah 



 in r ,     Al r l Pl cos  



(2.10)



l 0















 out r ,     Bl r l  Cl r l 1 Pl cos  



(2.11)



l 0



Dengan syarat batas pada permukaan bola dan bahwa potensial pada adalah –



→∞



cos , diperoleh



 in r ,   



3 m E 0 r cos    2 m



 out r ,     E0 r cos  



 m cos  E0 a 3 2   2 m r



Secara fisis, dapat diinterpretasi bahwa Φ



(2.12)



(2.13)



merupakan superposisi dari



kontribusi medan luar dan juga dipol yang terletak di pusat bola. Oleh karena itu, persamaan (2.13) dapat ditulis ulang sebagai  out r ,    E0 r cos 



p r 4 0 m r 3



(2.14)



dengan p  4 0 m a 3



  m E0   2 m



(2.15)



Dapat dilihat bahwa medan luar menginduksi momen dipol di pusat bola dengan nilai sebanding dengan | hubungan



=



| . Dengan mendefinisikan polarizabilitas



, diperoleh



11



melalui



  4a 3



 m   2 m



(2.16)



Polarizabilitas maksimum dicapai dengan memenuhi syarat yang disebut kondisi Frohlich[4] yaitu Re    2 m



(2.17)



2.3.2 Teori Mie Orde Pertama Seperti yang telah dijelaskan, pendekatan quasi-statik dapat digunakan untuk partikel dengan diameter yang jauh lebih kecil dibanding panjang gelombang cahaya, sedangkan untuk ukuran yang lebih besar pendekatan ini tidak dapat digunakan lagi. Untuk ukuran yang lebih besar, polarizabilitas diperoleh dengan perhitungan menggunakan teori Mie orde satu yang diusulkan oleh Gustav Mie pada tahun 1908[13,14].







dengan



=



 



1  101    m x 2  O x 4







1 3







2 3/ 2



  m m  301   10 m x 2  i 4 3 m



V



30



 



 O x4



(2.18)



disebut size parameter (parameter ukuran).



Pendekatan yang dilakukan oleh Mie adalah dengan mengekspansi medan internal dan medan terhambur ke dalam suatu set mode normal dari vektor harmonik. Dalam teori Mie, efek keterlambatan fasa gelombang dan medan depolarisasi dimasukkan dalam perhitungan yaitu masing-masing pada suku kedua pembilang dan suku kedua penyebut di persamaan(2.18). Sedangkan suku ketiga penyebut dari persamaan (2.18) adalah kontribusi redaman radiasi (radiation damping) yang disebabkan oleh radiasi meluruhnya osilasi elektron koheren menjadi foton[4].



12



2.3.3 Penampang-lintang Hamburan dan Serapan Pada studi ini, analisis interaksi nanopartikel logam dengan gelombang elektromagnetik diarahkan pada kasus hamburan dengan nanopartikel sebagai penghambur dan juga penyerap cahaya. Fenomena resonansi diindikasikan oleh spektrum hamburan dan serapan dari partikel yaitu ketika spektrum hamburan dan serapan bernilai maksimum. Besarnya radiasi yang dihamburkan dan diserap oleh nanopartikel logam dapat dilihat dari nilai penampang-lintang hamburan dan serapan. Penampang-lintang hamburan



dan serapan



dapat diturunkan dari vektor Poynting radiasi



gelombang elektromagnetik dan juga berhubungan dengan polarizabilitas yaitu[4,14] C sca 



dengan



=



k4  6



2



(2.19)



C abs  k Im 



(2.20)



adalah bilangan gelombang dan



adalah polarizabilitas partikel



logam. Dapat dilihat bahwa persamaan di atas juga menunjukkkan kesesuaian bahwa hamburan dan serapan bernilai maksimum (resonansi) ketika kondisi Frohlich(2.17) terpenuhi. Penjumlahan penampang-lintang hamburan dan penampang-lintang serapan disebut penampang-lintang kepunahan



yang



menyatakan banyaknya gelombang elektromagnetik yang hilang dari gelombang datang.



C ext  C sca  C abs (2.21) Ketika digunakan pendekatan quasi-statik, ukuran nanopartikel hanya mempengaruhi nilai maksimum pada spektrum. Akan tetapi, dengan pendekatan teori Mie yang lebih lengkap dibandingkan pendekatan quasi-statik, dapat dilihat bahwa ukuran juga mempengaruhi letak frekuensi resonansi (frekuensi puncak spektrum). Ketika ukuran



nanopartikel diperbesar, terjadi pergeseran letak



frekuensi resonansi menuju frekuensi yang lebih rendah (red-shift) yang



13



disebabkan oleh efek keterlambatan fasa gelombang. Untuk diameter nanopartikel kurang dari 20 nm, efek tersebut sangat kecil sehingga pergeseran frekuensi resonansi sudah tidak dapat dilihat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa batasan pendekatan quasi-statik yaitu untuk nanopartikel dengan diameter kurang dari 20 nm.



14



BAB III SIMULASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK DENGAN METODE FINITE-DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) 3.1 Persamaan Gelombang dan Persamaan Maxwell



Perambatan gelombang EM dapat diturunkan melalui persamaaan Maxwell. Tinjau 2 buah persamaan Maxwell yaitu Hukum Ampere dan Hukum Faraday.



E  E    H  J sumber t



(3.1)



H   m H    E  M sumber t



(3.2)



 



dengan



: permitivitas bahan,



: rugi ekivalen magnetik,



: konduktivitas bahan, : arus listrik sumber,



: permeabilitas bahan, : magnetisasi



sumber. Dalam kasus bebas sumber



=



=



=



= 0, persamaan (3.2)



dapat dituliskan menjadi     E    



H t



(3.3)



yaitu dengan melakukan operasi curl pada persamaan (3.2). Terdapat hubungan identitas vektor yang menyatakan bahwa



    E    E    2E Karena tidak ada muatan bebas, maka ∇ ∙



(3.4)



= 0 sehingga persamaan (3.3)



menjadi  2E  



   H  t



15



(3.5)



Berdasarkan hubungan pada Hukum Ampere (3.1), maka persamaan (3.5) dapat ditulis sebagai



2E 



1  2E 0 c 2 t 2



(3.6)



Persamaan di atas adalah persamaan gelombang untuk medan listrik yang menjalar dengan kecepatan magnet



= 1/√



. Persamaan gelombang untuk medan



dapat diperoleh dengan cara yang sama dan akan menghasilkan



persamaan yang sama dengan (3.6) dengan mengganti



dengan H[10].



Bentuk persamaan gelombang (3.6) adalah bentuk persamaan gelombang homogen yaitu dengan syarat



=



=



=



= 0. Untuk kasus



umum ketika nilai-nilai tersebut tidak 0, persamaan gelombang yang diperoleh bukan persamaan gelombang yang homogen sehingga cenderung lebih sulit untuk dipecahkan. Untuk itu, pada studi ini digunakan metode Finite Difference Time Domain (FDTD) untuk menangani kasus yang lebih umum termasuk konfigurasi geometri bahan yang dilalui gelombang EM.



3.2 Algoritma FDTD



Analisis plamonik dilakukan dengan menghitung hamburan dan serapan oleh logam dengan metode FDTD yaitu dengan memecahkan persamaan Maxwell untuk gelombang elektromagnetik yang berinteraksi dengan logam. Untuk memecahkan persamaan Maxwell, algoritma FDTD menggunakan beda-tengah orde dua (second order central differences).



f  x0  2   f x0  2  df ( x)  dx x  x  0



(3.7)



Dengan menggunakan beda-tengah (central difference), kita dapat menghitung aproksimasi turunan dari suatu fungsi pada titik tertentu, dengan mengetahui nilai fungsi tersebut di titik tetangganya. Contohnya dalam persamaan



16



(3.8), yaitu untuk menghitung turunan fungsi pada titik menghitung nilai fungsi tersebut pada titik



+ dan



dilakukan dengan



− .



Secara umum, algoritma FDTD untuk solusi persamaan gelombang yang diperkenalkan oleh Kane Yee bisa diringkas sebagai berikut[10]: 1. Mengganti seluruh turunan dalam persamaan Hukum Ampere (3.1) dan Hukum Faraday (3.2) dengan beda hingga. Medan listrik dan magnet didiskritisasi secara berselang-seling baik dalam ruang maupun waktu. 2. Memecahkan persamaan Hukum Ampere dan Hukum Faraday yang sudah didiskritisasi untuk mendapatkan persamaan pembaruan (update) untuk medan listrik dan magnet, untuk menghitung medan pada suatu timestep berdasarkan medan pada satu timestep sebelumnya. 3. Medan magnet dievaluasi satu timestep ke depan, kemudian nilai medan magnet tersebut digunakan pada langkah waktu berikutnya. 4. Medan listrik dievaluasi satu timestep ke depan, kemudian nilai medan listrik tersebut digunakan pada langkah waktu berikutnya. 5. Ulangi poin 3 dan 4 sampai nilai medan didapat untuk durasi yang diinginkan.



Informasi medan listrik dan medan magnet disimpan pada titik-titik yang membentuk suatu kisi. Medan tersebut diperbaharui (update) di setiap titik menggunakan persamaan pembaharuan yang diturunkan dari persamaan Hukum Ampere dan Hukum Faraday. Sebagai ilustrasi, penerapan algoritma di atas akan diaplikasikan untuk kasus 1 dimensi terlebih dahulu. Tinjau medan dalam1 dimensi ruang dengan variasi hanya pada arah sumbu x. Asumsikan medan listrik hanya memiliki komponen arah z, sehingga Hukum Faraday dapat ditulis



17



aˆ x H    E  t x 0



aˆ y



aˆ z



0



0   aˆ y



0



Ez



E z x (3.8)



Berdasarkan persamaan di atas, hanya komponen medan magnet pada arah y (Hy) yang bervariasi terhadap waktu, sehingga Hukum Ampere dapat ditulis sebagai aˆ x E    H  t x 0



aˆ y



aˆ z



0



0  aˆ z



Hy



H y x



0



(3.9)



Sehingga didapatkan sepasang persamaan differensial orde-n tergandeng







E z H  aˆ y t x



(3.10)







H y E  aˆ z t x



(3.11)



Langkah berikutnya yaitu mendiskritisasi ruang dan waktu,



dan



mengganti turunan waktu dan ruang dari medan dengan beda-hingga (finitedifference). Notasi berikut digunakan untuk menyatakan lokasi medan dalam dimensi ruang dan waktu



E z ( x, t )  E z (mx, qt )  E zq m



(3.12)



H y ( x, t )  H y (mx, qt )  H yq m



(3.13)



Dengan mendiskritisasi ruang dan waktu, medan listrik dan medan magnet dihitung pada lokasi titik (node) berbeda. Tinjau persamaan Hukum Faraday pada titik ((



+ 1/2)∆ , ∆ ) seperti pada Gambar 3.1.



18



Gambar 3.1. Sketsa susunan titik-titik medan dalam ruang dan waktu. Titik medan listrik digambarkan dengan simbol lingkaran dan medan magnet dengan simbol segitiga[10].







H y t



 ( m 1/ 2) x ,qt



E z x



( m 1/ 2 ) x ,qt



(3.14)



Masing-masing turunan di atas, diganti dengan beda-hingga (central difference), sehingga menjadi q  12







Hy



1 2



m  12   H yq  m  12  t







Ezq m  1  E zq m x



Persamaan (3.15) dapat dipecahkan untuk mendapatkan q  12



Hy



1 2



m  12   H yq  m  12  



(3.15)



/



t E zq m  1  E zq m x







 (3.16)



Persamaan di atas adalah persamaan update medan magnet untuk memperoleh /



. Selanjutnya



mendapatkan



/



digunakan untuk menghitung persamaan untuk



.



19



Selanjutnya, tinjau persamaan Hukum Ampere pada titik ( ∆ , ( + )∆ ) seperti pada Gambar 3.2.



Gambar 3.2. Susunan titik-titik medan setelah persamaan update H diberlakukan ke seluruh titik medan magnet[10].



Dapat dilihat bahwa perbedaan Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 terletak pada posisi garis yang membatasi antara daerah dengan nilai diketahui dan belum diketahui naik setengah langkah waktu.







E z t



 mx ,( q 1 / 2 ) t



H y x



mx ,( q 1 / 2 ) t



(3.17)



Dengan langkah yang sama seperti di atas didapatkan q  12



E q1m  1  E zq m H y  z  t



1 2



m  12   H yq m  12  x



(3.18)



Kemudian dipecahkan sehingga mendapatkan E zq1 m  E zq m 







t q 1 H y 2 m  x



20



1 2



  H yq  m  12  1 2



(3.19)



Persamaan di atas adalah persamaan update medan listrik satu timestep ke depan. Indeks-indeks pada persamaan update bersifat umum sehingga dapat diberlakukan di semua titik kemudian proses update diulang sampai langkah waktu yang diinginkan seperti langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya[10].



3.3 Perbatasan Medan Total – Medan Terhambur (TFSF) Pada simulasi ini, medan yang dihamburkan dan diserap oleh nanopartikel dihitung. Untuk mempermudah perhitungan, dibuat 2 daerah simulasi yaitu daerah medan total (Total Field) dan daerah medan terhambur (Scattered Field) untuk memisahkan perhitungan flux serapan dan flux hamburan. Pada daerah medan total dihitung flux serapan, sedangkan ada daerah medan terhambur dihitung flux hamburan. Flux dapat dihitung dengan menempatkan kotak detektor nonfisis pada daerah simulasi dengan hubungan



P   S  A i   E  H   A i i



(3.20)



i



dengan S adalah vektor Poynting dan ∆



adalah vektor permukaan detektor. Pada



masing-masing kotak detektor, disimpan nilai medan listrik dan medan magnet untuk kemudian dihitung flux hamburan dan serapan dengan persamaan (3.20).



Gambar 3.3. Skema letak kotak detektor serapan dan detektor hamburan yang pada daerah simulasi[5]. 21



Konsekuensi pembagian daerah simulasi menjadi 2 bagian adalah perlunya koreksi pada perbatasan kedua daerah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, perhitungan update medan pada suatu titik adalah dengan menggunakan informasi medan pada langkah waktu sebelumnya dan juga medan pada titik sekitarnya. Pada daerah perbatasan, titik pada daerah medan total bersebelahan dengan titik pada daerah medan terhambur. Akibatnya, update medan pada titik di daerah medan total bergantung pada titik di daerah medan terhambur dan juga sebaliknya[5,10]. [ , ] dan dihasilkan pada titik-



Tinjau medan datang didefinisikan



titik dan waktu tertentu. Medan magnet harus dirumuskan mengikuti syarat bahwa arah rambat



×



sesuai dengan arah propagasi gelombang sehingga



H inc y m, q   



1







E zinc m, q  (3.21)



Gambar 3.4. Skema titik-titik medan pada daerah perbatasan medan total/medan terhambur[10].



Berdasarkan penjelasan sebelumnya, persamaan update untuk ez[50] tanpa koreksi TFSF adalah total scattered        total   total  1 t  q  12  q  q 1 q 1 2 Ez 50  Ez 50  H y 50  2   H y 50  12   x    



(3.22)



Dapat dilihat bahwa persamaan di atas tidak konsisten sesuai dengan pembagian daerah simulasi sebab terjadi pencampuran antara perhitungan titik di daerah medan total dan titik di daerah medan terhambur. Hal ini dapat diatasi 22



dengan melakukan koreksi pada perbatasan TFSF. Untuk koreksi Ez[50] dapat dilakukan dengan menambahkan medan datang pada suku medan terhambur sehingga menjadi



    total    total scattered inc             1 1 t  q q inc 1 1 1 1 1  Ezq 150  Ezq 50   H y 2 50  2    H y 2 50  2     E z 50  2 , q  2    x          total



total











(3.23) Selanjutnya untuk Hy[59-1/2], persamaan update-nya adalah scattered scattered         scattered total     1 1 1 1  t  q  q 2  q 2  H y 50    H y 50    E z 50  E zq 49  2 2  x     



(3.24)



Dengan koreksi perbatasan TFSF maka suku medan total dikurangi dengan medan datang sehingga persamaan update-nya menjadi scattered         inc                total scattered         1 1  t  q 1 1  q 1  q 1  H y 2 50    H y 2 50    E z 50  E zinc  50  , q    E zq 49 2 2  x  2 2           (3.25) scattered



scattered



Pada kasus 3 dimensi, koreksi perbatasan TFSF dilakukan dengan cara yang sama dengan kasus 1 dimensi. Perlu diingat bahwa untuk kasus 3 dimensi, daerah TFSF berupa kotak sehingga koreksi perlu dilakukan si setiap perbatasan.



3.4. Gelombang Sumber Gelombang sumber yang digunakan pada simulasi ini yaitu berupa gelombang bidang harmonik dan monokromatik. Hal ini dilakukan dengan memberikan nilai medan listrik yang berosilasi pada titik tertentu secara harmonik 23



terhadap waktu dan merambat dalam arah



+. Dengan demikian, medan listrik



dapat dinyatakan dalam fungsi harmonik



  k f h  x, t   sin t  kx   sin   t    



 x   



(3.26)



Dikarenakan sumber yang tidak langsung muncul seketika pada = 0, digunakan fungsi sinus yang memiliki nilai awal 0 ketimbang fungsi cosinus dengan nilai awal 1. Akibat sifat fungsi sinus ini, secara umum penggunaannya dapat mengurangi kesalahan secara numerik. Fungsi harmonik tersebut perlu dirubah menjadi bentuk diskrit dengan mengubah parameter-parameter kontinyu di dalamnya dengan parameter diskrit. Untuk gelombang bidang yang merambat dalam ruang, frekuensi dapat dinyatakan dalam panjang gelombang dengan hubungan f 



c







(3.27)



Dalam simulasi ini, panjang gelombang dinyatakan dalam bentuk



  N  x dengan



(3.28)



adalah jumlah titik per panjang gelombang dengan nilai yang tidak



harus berupa bilangan bulat dan Δ merupakan lebar grid. Dengan bilangan Courant (akan dijelaskan lebih detail pada bab 4) yaitu Sc 



ct x



(3.29)



serta



k    0  r  0 r  



24



 r r c



(3.30)



Maka fungsi harmonik pada persamaan (3.26) dapat dinyatakan dalam bentuk diskrit yaitu



 2 f h [m, q]  sin  Sc q   r  r m  N







 



(3.31)



3.5. FDTD untuk 3 Dimensi Perluasan metode FDTD untuk kasus 3 dimensi, titik-titik medan yang dihitung, disusun dalam sebuah kisi yang disebut kisi Yee[9,10]. Pada setiap sel satuan kisi Yee, terdapat titik-titik medan listrik di kedua belas rusuknya (4 titik medan listrik tiap komponen) dan juga titik-titik medan magnet di keenam sisinya (2 titik medan magnet tiap komponen). Dengan demikian, tiap titik medan magnet H dikelilingi oleh medan listrik E, demikian juga sebaliknya (Gambar 3.5). Kisi Yee hanya menggambarkan lokasi titik-titik medan dalam ruang. Lokasi titik medan dalam waktu (temporal location) tidak digambarkan secara eksplisit. Diasumsikan bahwa titik medan listrik berada pada kelipatan bilangan bulat dari langkah waktu, sedangkan titik medan magnet terletak sejauh setengah langkah waktu dari titik medan listrik.



Gambar 3.5. Kisi Yee yang menggambarkan lokasi titik-titik medan dalam ruang[10]. 25



Dengan demikian, persamaan update medan dapat dihitung dengan menyelesaikan Hukum Faraday dan Hukum Ampere pada kasus 3 dimensi sebagai berikut :



mH x  



 mH y  



 mH z  



 E x  



 E y  



 E z  



H x E z E y   t y z



H y t







E x E z  z x



H z E y E x   t x y



E x H z H y   t y z E y t







H x H z  z x



E z H y H x   t x y



(a) x  mx , y n 1 / 2 y , z  p 1 / 2 z ,t  qt



(b)



(3.32)



x  m1 / 2 x , y  ny , z  p 1 / 2 z ,t  qt



x   m 1 / 2 x , y  n 1/ 2 y , z  pz ,t  qt



(c)



(a) x  m 1 / 2 x , y  ny , z  pz ,t  p 1 / 2 t



(b)



(3.33)



x  mx , y  n 1 / 2 y , z  pz ,t  p 1 / 2 t



x  m x , y  n  y , z   p 1 / 2 z ,t   p 1 / 2  t



(c)



3.6. Syarat Batas pada Daerah Simulasi Dalam suatu simulasi numerik, daerah komputasinya pasti terbatas sehingga persamaan update



di perbatasan daerah komputasi perlu ditangani



secara khusus karena dibutuhkan nilai-nilai medan di luar daerah komputasi. Oleh karena itu, algoritma FDTD yang telah dijelaskan di atas perlu dikoreksi pada daerah batas simulasi pada daerah batas simulasi. Jika penanganan pada daerah perbatasan simulasi kurang baik akan menyebabkan terjadinya pantulan



26



gelombang yang artifisial sehingga menimbulkan kesalahan yang akan merusak perhitungan daya hamburan dan serapan. Untuk mensimulasikan perambatan gelombang yang lebih baik, diperlukan syarat batas tertentu agar pada batas daerah simulasi tidak ada pantulan gelombang. Dengan menerapkan syarat batas ini, daerah simulasi yang merupakan daerah berhingga dapat berfungsi seolah-olah sebagai daerah tak berhingga.



Gambar 3.6. Contoh susunan parameter



dalam algoritma PML pada bidang



konstan



pada daerah simulasi[9].



Syarat batas ini diterapkan dengan menggunakan lapisan anisotropic dengan mengatur parameter sigma berdasarkan susunan pada gambar 3.6. Lapisan anisotropik digunakan untuk menyerap gelombang dengan arah rambat tertentu. Pada simulasi ini, digunakan teknik yang disebut Perfectly Matched Layer (PML) sebagai syarat batas penyerap[5]. Penjelasan lengkap mengenai PML dapat dibaca pada ref[10].



27



3.7. Implementasi Model Drude+2Critical Points (D+2CP) pada FDTD Dalam simulasi interaksi gelombang elektromagnetik dengan nanopartikel logam menggunakan metode FDTD, dibutuhkan keakuratan model analitik untuk menggambarkan permitivitas logam dalam suatu rentang panjang gelombang. Model yang sederhana untuk logam adalah model Drude dengan tambahan satu suku Lorentzian atau lebih[8]. Tingkat keakuratan model Drude ini dapat ditingkatkan dengan memberikan suku tambahan. Namun, perlu diketahui bahwa semakin banyak suku tambahan yang digunakan membutuhkan memori komputer yang lebih besar[8]. Kemudian, diperkenalkan model Drude+2Critical Points (D+2CP), yang hanya menggunakan 2 suku Critical Points akan tetapi memiliki akurasi yang baik[8]. Model D+2CP ini dikalibrasi dengan melakukan fitting dengan data eksperimen dari Johnson & Christy dapat dilihat pada Gambar 3.6. Kedua komponen baik komponen real maupun komponen imajiner dengan model D+2CP terlihat berimpit dengan data eksperimen. Dapat dilihat juga bahwa model D+2CP lebih baik dalam menggambarkan permitivitas emas pada panjang gelombang rendah (frekuensi tinggi) dibandingkan dengan model Drude. Model D+2CP digunakan dengan nilai parameter pada Tabel 3.1.



(a)



(b)



Gambar 3.6. Perbandingan permitivitas model D+2CP, Drude, dan data eksperimen Johnson & Christy[12]. Bagian imajiner permitivitas (a) dan bagian real permitivitas (b).



28



Pada studi sebelumnya[5], digunakan model Drude untuk menyatakan kebergantungan permitivitas terhadap 



 ( )    



 2p  2  i



(3.28)



Persamaan ini di-inverse Fourier Transform agar diperoleh persamaan differensial dalam domain waktu yang selanjutnya dijalankan bersama-sama dengan persamaan Maxwell memakai metode FDTD. Pada studi ini, digunakan model Drude+2 Critical Points, yang merupakan modifikasi (perbaikan) dari model Drude[6,7,8]



 ( )    



 2p



2



 2  i



   p   p 1



(3.29)



dimana i  i  e p e p        i      i  p p p p  







 p    Ap  p 



(3.30)



Model Drude+2 Critical Points (D+2CP) yang menyatakan pemitivitas dalam domain frekuensi sehingga membutuhkan teknik-teknik tertentu agar bisa diimplementasikan ke dalam algoritma FDTD yang berdomain waktu. Salah satunya adalah metode Trapezoidal Recursive Convolution (TRC)[6,7]. Untuk memahami implementasi model D+2CP masuk ke dalam algoritma FDTD dan menjadi berdomain waktu, tinjau persamaan medan displacement D pada domain waktu yang dinyatakan dengan qt



Dt    0  E t    0  E qt   d 0



  0  E t    0 P qt 



(3.31)



Pada metode TRC, Polarisasi P diaproksimasi dengan rata-rata medan listrik dari dua langkah waktu yang berurutan[6,7]



29



E q  m  E q  m1 m P qt     2 m 0 q 1



(3.32)



dengan



m  



m 1t



mt



  d



(3.33)



Dapat dilihat bahwa TRC hanya membutuhkan satu kali integral konvolusi yang dapat diselesaikan secara analitik dan membuat metode ini sederhana. Dengan mensubstitusikan aproksimasi polarisasi dengan TRC, didapatkan medan



D q 1   0  E q1   0



q 1 E q 1  E q 0 E q m  E q m 1 m 1  0  2 2 m0



(3.34) pada langkah waktu (



Dengan cara yang sama, bisa diperoleh medan



).



Selisih nilai D yang berurutan ini menghasilkan



   0  q 1 0  q  E   0     E D q 1  D q   0     2  2    q 1 E q  m  E q  m 1 m  0   2 m0 dengan ∆



=







(3.35)



. Kemudian dengan bantuan hukum Ampere   H q 1/ 2 



D q 1  D q t



(3.36)



dan persamaan (3.35), serta dipecahkan untuk mendapatkan



, diperoleh



persamaan update untuk medan listrik yang berbentuk 0



E



q 1



  1 t   2 E q  q    H q 1/ 2     2   2 0    2 0



0



dengan



30







0







(3.37)



q 



E q  E q1  0  C rec q1 2



(3.38)



dan



 m1  Crec  m



(3.39)



dikenal sebagai Recursive Accumulator[10]. Persamaan update di atas bersifat umum untuk metode TRC. Model permitivitas yang digunakan masuk ke perhitungan melalui Untuk model D+2CP, Recursive Accumulator dan







dan



.



merupakan kombinasi



linear dari suku Drude dan suku Critical Points. 2



 q   Dq   pq



(3.40)



p 1 2



 0   D0    0p



(3.41)



p 1



dengan



 Dq 



E q  E q 1  D0  C rec D q 1 2



(3.42)



E q  E q 1    0p  Crec p q 1 2



indeks



q p



(3.43)



Simbol dengan indeks



dipengaruhi oleh suku Drude dan simbol dengan



dipengaruhi oleh suku Critical Points dan indeks



adalah langkah



waktu (time step). Nilai yang dipengaruhi oleh suku Drude seperti







dan



dapat diturunkan dengan mudah melalui integral suseptibilitas dalam domain waktu. Berdasarkan persamaan (3.28), suseptibilitas elektrik dalam domain frekuensi adalah



 D    



31



 2p  2  i



(3.44)



Untuk mendapatkan suseptibilitas elektrik dalam domain waktu, dilakukan inverse Fourier Transform dan didapatkan



 2p   D t   1  e t u t  



(3.45)



dengan ( )adalah unit step function. 2



0



D  



t



0



2



    D t dt   p  1  e t  p t    











(3.46)



2



 p   D0    1  e t   











2



(3.47)



Crec D  e t



(3.49)



Sedangkan untuk nilai yang dipengaruhi oleh suku Critical Points, dengan cara yang sama didapatkan



0 p



  i



0 p



2 Ap  p e



  i



 i p



 p  i p 2 Ap  p e



i p



p  i  p



C rec p  e



1  e



(  p  i p ) t



 (3.50)



1  e







(   p  i p ) t 2



(   p  i p ) t



(3.51)



(3.52)



Dengan demikian, model D+2CP diimplementasikan ke dalam algoritma FDTD dengan koreksi update medan listrik dengan persamaan (3.37) dan nilainilai pada persamaan (3.38) sampai dengan (3.52), serta nilai parameter hasil fitting dengan data eksperimen Johnson & Christy pada tabel berikut.



32



Tabel 3.1. Nilai parameter yang digunakan dengan optimasi pada rentang panjang gelombang 200-1000 nm[13].



1.1431 (rad/s)



1.3202E16



(rad/s)



1.0805E14 0.26698 3.0834



Ω (rad/s)



3.8711E15



Ω (rad/s)



4.1684E15 -1.2371 -1.0968



Γ (rad/s)



4.4642E14



Γ (rad/s)



2.3555E15



33



BAB IV ANALISIS SURFACE PLASMON TERLOKALISASI MELALUI SPEKTRUM HAMBURAN & SERAPAN SERTA PROFIL MEDAN



Pada studi sebelumnya (ref[5]), simulasi dilakukan pada diameter 150 nm, 100 nm, dan 80 nm yaitu ketika daerah resonansi ketiganya berada pada daerah model Drude dan juga bisa dibandingkan dengan data hasil eksperimen. Untuk diameter 60 nm, 40 nm, dan 20 nm, simulasi tidak dilakukan karena keterbatasan model Drude. Simulasi tersebut relatif sukses untuk menghasilkan data seperti data eksperimen untuk diameter 100 nm dan 80 nm. Akan tetapi, pada diameter 150 nm, data simulasi pada panjang gelombang rendah tidak diketahui. Hal ini disebabkan oleh alasan yang sama yaitu keterbatasan model Drude. Pada studi ini, perbaikan model permitivitas yang digunakan bertujuan untuk menyempurnakan simulasi dari studi sebelumnya. Oleh karena itu, pertamatama data yang diambil melalui simulasi disesuaikan dengan simulasi sebelumnya untuk dibandingkan dan kemudian dilengkapi. Data hasil simulasi juga dibandingkan dengan model analitik surface plasmon yang telah dibahas pada bab 2 dan juga dengan data eksperimen dari ref[15]. Simulasi yang sudah stabil dan sesuai dengan eksperimen digunakan lebih lanjut untuk mengamati pola spektrum jika diberi objek tambahan. Objek yang ditambahkan berupa dinding logam dengan ketebalan tertentu yang diletakkan pada bidang x konstan di belakang bola logam. Hal ini dilakukan karena pada eksperimen, nanopartikel bola tidak bisa berdiri sendiri. Dibutuhkan substrat sebagai tempat nanopartikel tersebut menempel (seperti sampel yang diletakkan pada preparat). Selain itu, tujuan dilakukan simulasi ini adalah untuk menyelidiki adanya interaksi antara kedua objek yang dapat terlihat melalui pergeseran panjang gelombang resonansi.



34



4.1 Surface Plasmon Berdasarkan Tinjauan Analitik Dengan model analitik yang telah dijelaskan pada bab 2, spektrum hamburan dan serapan dapat diperoleh melalui penampang-lintang hamburan dan serapan yaitu persamaan (2.19) dan (2.20) yang dihitung pada rentang panjang gelombang yang diinginkan untuk masing-masing ukuran. Polarizabilitas untuk model quasi-statik dan teori Mie orde satu masing-masing diberikan oleh persamaan (2.16) dan (2.18). Kondisi quasi-statik terpenuhi ketika ukuran jauh lebih kecil dari panjang gelombangnya. Ketika ukuran diperbesar, pada spektrum hamburan dan serapan yang dihitung dengan polarizabilitas quasi-statik tidak dapat dilihat pergeseran panjang gelombang resonansi (letak puncak spektrum) akibat perubahan ukuran bola. Perubahan ukuran bola hanya mengakibatkan perubahan pada nilai penampang-lintang secara keseluruhan. Pada kenyataannya, perubahan ukuran bola mempengaruhi letak puncak spektrum yaitu semakin besar ukuran akan semakin bergeser ke kanan (red-shifted). Untuk ukuran yang lebih besar, pergeseran panjang gelombang resonansi dapat dijelaskan oleh teori Mie orde satu. Gambar 4.1 yang menunjukkan perbandingan model quasi-statik dengan perhitungan teori Mie orde satu membuktikkan bahwa model quasi-statik hanya dapat digunakan untuk bola yang berukuran jauh lebih kecil dari panjang gelombang cahaya. Dapat dilihat bahwa untuk ukuran diameter 20 nm perhitungan quasi-statik dan teori Mie mengalami kecocokkan. Namun untuk ukuran yang lebih besar, pendekatan quasi-statik tidak sesuai lagi sehingga tidak dapat digunakan.



35



Gambar 4.1. Spektrum hamburan dan serapan dengan model quasi-statik dan teori Mie untuk bola emas dengan diameter 20 nm[5].



Hal ini disebabkan karena ketika ukuran bola makin kecil, pergeseran pada panjang gelombang resonansi semakin kecil sehingga untuk model quasi-statik pergeseran panjang gelombang resonansi tidak terlihat.



Gambar 4.2. Spektrum serapan untuk nanopartikel emas dengan diameter 20 nm, 40 nm, 60 nm, 80 nm, 100 nm, 120 nm, dan 150 nm dengan teori Mie.



Tingkat keakuratan hasil perhitungan teori Mie orde satu dapat dilihat dengan membandingkan hasil eksperimen (gambar 4.3) dengan tabel 4.1.



36



Tabel 4.1. Perhitungan puncak spektrum serapan dari nanopartikel emas berbagai ukuran dengan teori Mie orde satu yang dinyatakan dalam panjang gelombang dan energi.



diameter (nm) 20 40 60 80 100 120 150



panjang gelombang resonansi (nm) 536 543 557 577 602 637 674



energi resonansi (eV) 2.31 2.28 2.22 2.14 2.06 1.94 1.84



4.2 Data Eksperimen Spektrum Hamburan Data eksperimen diperoleh dari ref[15] berupa grafik intensitas medan yang terhambur terhadap energi resonansi. Untuk diameter 20 nm, terlihat banyaknya noise. Hal ini disebabkan pada partikel yang berukuran kecil, efek serapan lebih dominan dan efek hamburan sangat kecil. Hal ini sesuai dengan perumusan penampang-lintang hamburan dan serapan pada bab 2. Gambar 4.3 juga menunjukkan kebergantungan letak puncak spektrum terhadap ukuran logam yaitu resonansi mengalami pergeseran ke energi lebih rendah dengan meningkatnya ukuran logam. Dapat dilihat bahwa sampai dengan ukuran 80 nm, perhitungan teori Mie dan hasil eksperimen relatif menunjukkan kesesuaian pada energi resonansi yang diperoleh. Akan tetapi, pada ukuran 150 nm, perhitungan teori Mie orde satu memberikan energi resonansi yang tidak sesuai dengan hasil eksperimen. Hal ini dapat disebabkan oleh efek bahan kimia yang digunakan pada pengukuran[15]. Perbedaan tersebut juga disebabkan karena pada ukuran tersebut dibutuhkan orde teori Mie yang lebih tinggi.



37



Gambar 4.3. Spektum hamburan nanopartikel emas tunggal berbagai ukuran dengan dark-field microscopy (hitam) yang dicocokkan dengan perhitungan teori Mie (biru) dengan data permitivitas empirik[15].



4.3 Hasil Simulasi Finite-Difference Time-Domain 4.3.1. Spektrum Hamburan, Serapan dan Extinction oleh Nanopartikel Emas Tunggal



Simulasi ini dilakukan dengan parameter simulasi yang masing-masing berbeda untuk setiap ukuran. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kestabilan perhitungan secara numerik. Salah satunya terlihat pada pada beda-hingga waktu ∆ dan beda-hingga ruang ∆ = ∆ = ∆ =



yang dinyatakan dalam bilangan



Courant yaitu [9]



Sc 



ct











1 3



(4.1)



Dengan bilangan Courant, nilai beda-hingga waktu dan beda-hingga ruang (lebar grid) memiliki batasan tertentu agar tetap sesuai dengan fenomena fisis dari perambatan gelombang. Artinya, kita cukup menentukan satu nilai antara nilai ∆



38



atau



kemudian bilangan Courant digunakan untuk memperoleh nilai yang belum



ditentukan. Untuk bola dengan diameter 150 nm, jumlah sel yang digunakan berukuran 70 × 70 × 70 yaitu dengan ukuran sel



= 5



, sehingga nilai ∆



yang digunakan agar syarat bilangan Courant terpenuhi adalah ∆ = 9.53 × 10



. Untuk bola dengan diameter 100 nm dan 80 nm, jumlah sel yang



digunakan sedikit berbeda yaitu berukuran 60 × 60 × 60. Untuk bola dengan diameter 60 nm, 40 nm, dan 20 nm, jumlah sel yang digunakan adalah 60 × 60 × 60 tetapi ukuran sel yang digunakan berbeda-beda yaitu 3 nm untuk diameter 60 nm dan 2 nm untuk diameter 40 nm dan 20 nm. Daerah medan total berada pada jarak 15 sel dari masing-masing tepi daerah simulasi dengan kotak detektor serapan di dalamnya yang berjarak 1 sel dari tepi daerah medan simulasi. Sedangkan kotak detektor hamburan berjarak 13 sel dari tepi daerah simulasi. Skema kotak detektor dapat dilihat kembali di gambar 3.3. PML sebagai syarat batas penyerap diletakkan tepi-tepi daerah simulasi dengan ketebalan 10 sel[5]. Medan datang berupa gelombang bidang harmonik yang muncul pada bidang



= 13 dengan polarisasi







dan arah



rambat +. Gambar 4.4 merupakan contoh salah satu hasil keluaran dari simulasi yang dilakukan yaitu berupa flux hamburan dan serapan. Data yang diambil dari flux tersebut hanya pada bagian yang sudah stabil (steady). Ketika parameter simulasi dirubah, waktu yang dibutuhkan agar flux untuk menjadi stabil juga berubah sehingga untuk masing-masing ukuran digunakan jumlah langkah waktu yang berbeda-beda. Untuk diameter 150 nm, 100 nm, 120 nm, dan 80 nm digunakan 2500 sampai dengan 3000 langkah waktu. Sedangkan untuk diameter 60 nm, 40 nm, dan 20 nm digunakan 7000 sampai dengan 8000 langkah waktu. Data flux yang sudah stabil kemudian diambil nilai rata-ratanya. Proses yang sama dilakukan untuk suatu rentang panjang gelombang sehingga menghasilkan spektrum hamburan dan serapan.



39



(a)



(b)



Gambar 4.4. Flux serapan (a) dan hamburan (b) untuk nanopartikel logam dengan diameter 40 nm ketika disinari oleh cahaya dengan panjang gelombang 520 nm.



Untuk diameter 100 nm dan 80 nm, simulasi menunjukkan pola yang sama dengan simulasi sebelumnya. Hasil ini cukup sesuai dengan perhitungan panjang gelombang resonansi dengan teori Mie orde satu dan juga dengan hasil eksperimen. Spektrum hamburan dan serapan untuk diameter 100 nm dan 80 nm dapat dilihat pada gambar 4.9 dan gambar 4.8. Pada diameter yang lebih besar dari 80 nm, efek hamburan lebih dominan dibandingkan efek serapan.



Gambar 4.5 Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 20 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Keadaan resonansi terjadi pada panjang gelombang 537 nm atau setara 2.308 eV.



40



Gambar 4.6 Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 40 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Keadaan resonansi terjadi pada panjang gelombang 544 nm atau setara 2.27 eV.



Ketika diameter nanopartikel emas lebih dari 80 nm, spektrum hamburan lebih dominan dibandingkan spektrum serapannya. Akan tetapi, efek serapan masih dapat terlihat pada spektrum. Hal ini terjadi karena pengaruh ukuran pada efek hamburan jauh lebih besar dibandingkan pengaruh ukuran pada efek serapan. Untuk diameter 60 nm, 40 nm, dan 20 nm, hasil simulasi juga menunjukkan kecocokkan dengan teori Mie orde satu dan hasil eksperimen. Dapat dilihat juga bahwa pada pada ukuran-ukuran ini pengaruh absorpsi semakin mendominasi dan pengaruh hamburan semakin mengecil dengan ukuran bola yang semakin kecil. Selain itu, posisi puncak spektrum hamburan, serapan dan extinction menjadi tidak sama. Untuk itu, dalam membandingkan dengan spektrum hasil eksperimen, yang diamati hanya spektrum serapannya saja karena untuk diameter 20 nm, efek hamburan sangat kecil sehingga dapat diabaikan..



41



Gambar 4.7 Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 60 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Puncak spektrum hamburan terjadi pada panjang gelombang 554 nm atau setara 2.23 eV.



Gambar 4.8 Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 80 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Puncak spektrum hamburan terjadi pada panjang gelombang 588 nm atau setara 2.108 eV.



42



Gambar 4.9 Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 100 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Puncak spektrum hamburan terjadi pada panjang gelombang 615 nm atau setara 2.01 eV.



Gambar 4.10 Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 20 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Puncak spektrum hamburan terjadi pada panjang gelombang 676 nm atau setara 1.83 eV.



43



Gambar 4.11 Spektrum nanopartikel emas dengan diameter 150 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Puncak spektrum hamburan terjadi pada panjang gelombang 747 nm atau setara 1.66 eV.



Hasil simulasi untuk bola emas dengan diameter 120 nm dan 150 nm dapat dilihat pada gambar 4.10 dan gambar 4.11. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan puncak spektrum (panjang gelombang resonansi) yang cukup besar dengan perhitungan teori Mie orde satu. Akan tetapi, keadaan resonansi dengan simulasi FDTD lebih mendekati data eksperimen.



Tabel 4.2. Posisi puncak pada spektrum serapan nanopartikel emas berbagai ukuran yang diperoleh dengan simulasi FDTD, dinyatakan dalam panjang gelombang dan energi.



diameter (nm) 20 40 60 80 100 120 150



panjang gelombang resonansi (nm) 537 544 554 588 615 676 747



44



energi resonansi (eV) 2.3 2.28 2.23 2.1 2.01 1.83 1.66



Secara keseluruhan, hasil simulasi menunjukkan kecocokkan dengan hasil eksperimen dari ref[15]. Pada diameter kecil (20-60 nm), ukuran perbedaan puncak spektrum antara hasil simulasi dengan teori Mie orde satu kurang terlihat. Ketika diameter diperbesar, terlihat perbedaan yang signifikan antara kedua hasil tersebut (gambar 4.12). Gambar tersebut juga menunjukkan kurva fitting dengan fungsi polinomial kuadratik dengan data hasil simulasi FDTD dan teori Mie. Nilai dari fitting fungsi kuadratik dengan data FDTD adalah 0.994 dan dengan teori Mie adalah 0.991.



Gambar 4.12 Perbandingan pengaruh diameter terhadap panjang gelombang resonansi berdasarkan hasil simulasi dengan teori Mie orde satu.



4.3.2. Profil Medan Elektromagnetik pada Daerah Simulasi Setelah mengamati spektrum hamburan dan serapan, analisis juga dilakukan dengan mengamati profil medan ataupun intensitas dari gelombang elektromagnetik di sekitar nanopartikel emas. pada Profil medan dapat dihasilkan karena dengan algoritma FDTD nilai medan di seluruh titik dalam daerah simulasi disimpan setiap langkah waktu. Dalam keadaan resonansi, terjadi pengumpulan muatan di sekitar permukaan bola sehingga energi di sekitar permukaan bola lebih besar dibandingkan di daerah lain. Pengumpulan muatan ini disebabkan oleh interaksi



45



gas elektron bebas dengan medan listrik dan medan magnet. Akan tetapi, interaksinya dengan medan listrik jauh lebih kuat dibandingkan dengan medan magnet. Hal ini diindikasikan dengan terbentuknya dipol listrik pada arah searah dengan arah medan listrik



.



Panjang gelombang resonansi yang diperoleh dari hasil simulasi FDTD dikonfirmasi dengan melihat pola intensitas medan listriknya. Misalnya untuk diameter 100 nm, panjang gelombang resonansinya adalah 615 nm. Selanjutnya, dihasilkkan pola intensitas medan listrik ketika nanopartikel emas dengan diameter 100 nm dalam pengaruh gelombang EM dengan panjang gelombang 615 nm seperti pada gambar 4.13.



(a)



(b)



Gambar 4.13 Pola intensitas medan listrik nanopartikel emas dengan diameter 100 nm ketika terjadi tidak terjadi resonansi yaitu



= 500 nm (a), dan ketika terjadi resonansi



= 615 nm(b). Gambar diambil pada bidang y konstan yang mengiris bola pada pusatnya.



Gambar 4.13. menunjukkan perbandingan antara pola intensitas medan listrik ketika ketika diberi gelombang EM dengan panjang gelombang 500 nm dan panjang gelombang 615 nm. Lokalisasi energi terlihat di sekitar nanopartikel ketika panjang gelombangnya 615 nm yang merupakan letak puncak spektrum serapan nanopartikel berdiameter 100 nm.



46



4.3.3 Spektrum Hamburan dan Serapan oleh Nanopartikel Emas dengan Objek Tambahan Dengan data spektrum hamburan oleh nanopartikel emas tunggal sebagai pembanding, akan diamati juga bagaimana pengaruh objek tambahan terhadap spektrum hamburan yang dihasilkan. Pada kesempatan ini, objek tambahan yang digunakan adalah balok emas dan balok dielektrik dengan ukuran yang sama. Balok logam atau dielektrik dengan ketebalan tertentu diletakkan pada bidang x konstan di belakang bola logam.



Gambar 4.14 Spektrum balok emas dengan ketebalan 150 nm dan bidang normal 100 × 100 nm. Nilai intensitas ternormalisasi terhadap spektrum extinction. Puncak spektrum hamburan terjadi pada panjang gelombang sekitar 650 nm.



Untuk mengamati pengaruh adanya balok emas, hal yang perlu diketahui adalah bagaimana spektrum nanopartikel bola tanpa balok (sub-bab 4.3.1), dan juga spektrum balok emas tanpa nanopartikel bola (gambar 4.13). Pada simulasi ini, nanopartikel bola yang digunakan berdiameter 20 nm. Spektrum balok emas tanpa adanya nanopartikel bola menunjukkan adanya puncak pada panjang gelombang sekitar 650 nm, sedangkan spektrum nanopartikel bola emas tanpa adanya balok puncaknya terletak pada panjang gelombang sekitar 540 nm. Hasil simulasi dengan nanopartikel bola dan balok emas menunjukkan puncak spektrum pada panjang gelombang sekitar 650 nm.



47



(a)



(b)



Gambar 4.15 Spektrum nanopartikel emas berdiameter 20 nm yang (a)menempel pada ;(b) berjarak 35 nm dari; balok emas dengan ketebalan 150 nm.



Pada simulasi ini juga dilihat pengaruh jarak antara nanopartikel emas dengan balok emas untuk mengamati adanya interaksi antara keduanya. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan ketika nanopartikel emas dan balok emas menempel maupun ketika jarak antara kedua permukaan objek adalah 35 nm. Dapat disimpulkan bahwa balok emas yang ukurannya lebih besar dari nanopartikel mendominasi spektrum. Selain itu, interaksi antara nanopartikel emas dan balok emas sangatlah lemah sehingga tidak dapat mempengaruhi letak panjang gelombang resonansi.



48



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dengan



memperbaiki



model



permitivitas



yang



digunakan



yaitu



menggunakan model Drude-Critical Points, simulasi dapat digunakan untuk rentang panjang gelombang yang lebih besar. Data-data simulasi dari studi sebelumnya (ref[5]) dapat dilengkapi dan secara keseluruhan hasilnya sudah sesuai dengan data eksperimen dan teori Mie orde satu. Perbedaan terlihat pada perhitungan teori Mie orde satu dengan hasil eksperimen dan hasil simulasi yaitu pada diameter lebih dari 100 nm. Pada ukuran-ukuran ini, keakuratan teori Mie orde satu berkurang sehingga dibutuhkan perhitungan dengan teori Mie dengan orde lebih tinggi. Dalam hal ini, energi resonansi hasil simulasi tetap sesuai dengan hasil eksperimen. Pengamatan pada profil intensitas menunjukkan terbentuknya dipol listrik searah medan listrik gelombang datang ketika panjang gelombang yang digunakan adalah



panjang



gelombang



resonansi.



Terbentuknya



dipol



listrik



juga



menunjukkan adanya pengumpulan energi (lokalisasi) yang menunjukkan karakteristik Localized Surface Plasmon Resonance.



5.2 Saran Pada studi ini, objek yang digunakan adalah nanopartikel emas tunggal dengan berbagai ukuran. Simulasi dapat dikembangkan untuk nanopartikel emas dengan jumlah yang lebih banyak. Karena secara eksperimen, pengukuran pada nanopartikel emas biasanya dalam bentuk cluster. Selain itu, jika nanopartikel emas yang digunakan lebih dari satu, dapat menimbulkan terjadinya coupling antar nanopartikel.



49



Daftar Pustaka



1. Zhang, J.X., et al., Surface Plasmon Polaritons:physics and applications. J. Phys. D: Appl. Phys. 45(2012) 113001 (19pp). 2. Hutter, E. and Fendler, J.H., Exploitation of Surface Plasmon Resonance. 2004. Advanced Material Review:Wiley. 3. Petryayeva, E., Krull, U.J.,



Localized Surface Plasmon Resonance:



Nanostructures, bioassays, and biosensing-A review. Analytica Chimica Acta 706 (2011) 8–24. Elsevier. 4. Maier, S.A., Plasmonics:Fundamental and Applications. 2007. Springer. 5. Achmari, P., Studi Surface Plasmon Terlokalisasi pada Nanopartikel Emas Tunggal Berbentuk Bola Menggunakan Metode Finite-Difference Time-Domain (FDTD). 2012: Tugas Akhir Sarjana Fisika ITB. 6. Shibayama, et al., Frequency-Dependent Formulations of a Drude-Critical Points Model for Explicit and Implicit FDTD Method Using the Trapezoidal RC Technique. IEICE TRANS. ELECTRON., VOL.E95-C, NO.4 APRIL 2012. 7. Shibayama, et al., Simple Frequency-Dependent FDTD Algorithm for a Drude-Critical Points Model. Proceedings of Asia-Pacific Microwave Conference 2010. 8. Vial, A. and T. Laroche, Comparison of gold and silver dispersion laws suitable for FDTD simulations. Appl Phys B (2008) 93: 139–143 DOI 10.1007/s00340-008-3202-4. 9. Taflove, A. and S.C. Hagness, Computational Electrodynamics: The Finite-Difference Time-Domain Method. 2005: Artech House. 10. Schneider, J.B., Understanding the Finite-Difference Time-Domain, http://www.eecs.wsu.edu/~scheneidj/ufdtd/. 2011. 11. Ordal, M.A., et al., Optical Properties of the Metals Al, Co, Cu, Au, Fe, Pb, Ni, Pd, Pt, Ag, Ti, and W in infrared and far infrared. 1 April 1983/ Vol. 22, No.7/APPLIED OPTICS. 12. Johnson, P.B., R.W. Christy, Optical Constants of the Noble Metals. Physical Review B, 1972. 6(12):p. 4370-4379. 50



13. Kuwata, H., et al., Resonant Light Scattering From Metal Nanoparticles: Practical Analysis beyond Rayleigh Approximation. Applied Physics Letters, 2003. 83(22): p. 4625-4627. 14. Bohren, C.F., E. Clothiaux, and D.R. Huffman, Absorption and Scattering of Light by Small Particles. 2010:Wiley VCH Verlag GmbH 15. Sonnichsen, C., et al., Plasmon resonance in large noble-metals clusters. New Journal of Physics, 2002. 4(1): p.93.



51