Surimi Ikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGOLAHAN DAGING LUMAT IKAN CUCUT TERHADAP KARAKTERISTIK SURIMI YANG DIHASILKAN (Makalah Teknologi Hasil Perikanan dan Perairan)



Oleh Kelompok 7 Afrianto Nuari Putra



1414051003



Dora Safitri



1414051030



Meta Aquarista Galia



1414051063



Mukaromah Eka Nurlita



1414051068



Tri Rezky Wulandari



1414051094



JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2016



I.



PENDAHULUAN



I.1. Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan, salah satunya dengan diversifikasi pengolahan hasil perikanan. Pengolahan ikan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan hasil panen yang disertai dengan usaha peningkatan penerimaan konsumen melalui rasa, aroma, penampakan produk. Pengolahan ikan juga bertujuan untuk menghambat kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan kemunduran mutu dan kerusakan (Moeljanto, 1982). Sektor perikanan Indonesia pada era globalisasi ini memiliki prospek pengembangan yang sangat potensial. Hal ini dapat dilihat dari industri pangan hasil perikanan yang semakin berkembang dan beragam jenisnya. Salah satu bahan pangan perikanan yang pada saat ini sedang berkembang di Indonesia adalah surimi (Santoso, 2008). Surimi dibuat dengan bahan dasar ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, berlemak rendah. Surimi sampai saat ini merupakan jenis produk olahan ikan yang belum banyak di kenal di Indonesia. Jepang yang merupakan negara asal surimi telah ratusan tahun dikenal dan menjadi bagian industri yang penting. Dewasa ini surimi juga banyak berkembang negara-negara barat. Ikan cucut cukup banyak diminati sehingga tingkat penangkapan sangat tinggi. Ikan cucut memiliki jenis tulang rawan (chondrichtyes) yang hidup dilaut. Ikan cucut memiliki nilai ekonomis yang tinggi salah satunya bagian yang diminati adalah sirip. Ikan ini memiliki pergerakan yang cukup cepat dan kuat untuk menangkap mangsanya. Hal inilah yang menjadi faktor tubuh ikan cucut mampu mempunyai ukuran yang besar, tulang yang kuat, namun tetap dinamis dalam bergerak. Sebagai salah satu sumber protein ikan, daging cucut tidak berbeda jauh dengan daging jenis ikan lainnya mengandung protein sekitar 20%. Yang sering menjadi keberatan dalam pemanfaatan daging cucut adalah terdapatnya senyawa urea dalam daging, darah dan organ lainnya. Kandungan urea dalam daging cucut dapat mencapai 2,5% yang dapat mempengaruhi rasa daging. Bila telah mengalami penurunan mutu sebagian urea terurai menjadi amoniak yang berbau pesing. Maka dalam upaya pemanfaatan daging cucut supaya dapat dikonsumsi layaknya daging ikan lainnya, kandungan urea harus dikurangi dan penguraian sisa urea dalam daging harus dicegah (Rahardjo, 2007). Produk makanan seperti surimi merupakan salah satu jenis pengolahan hasil perikanan. Surimi dapat dibuat dengan menggunakan bahan mentah hampir dari semua jenis ikan,



sehingga sangat bermanfaat dalam pengolahan ikan-ikan bernilai ekonomi rendah. Produk surimi belum terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia, padahal pembuatan produk hasil laut ini, tidak terlalu sulit dan cukup sederhana sehingga bisa lebih dikembangkan di masyarakat. Karena selain memiliki nilai gizi yang tinggi, juga mudah mendapatkan bahan-bahan dalam pembuatannya (Suwandi, 1997).



I.2. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui proses pengolahan ikan cucut menjadi produk surimi. 2. Untuk mengetahui fungsi penambahan garam dan cryoprotectant dalam pembuatan surimi.



II. ISI



2.1 Pengertian surimi Menurut Pipatsattayanuwong et al. (1995) surimi adalah protein miofibril ikan yang telah distabilisasikan dan diproduksi melalui tahap proses secara kontinu yang meliputi penghilangan kepala, penghilangan tulang, pelumatan daging, pencucian, penghilangan air, dan pembekuan dengan cryoprotectant, juga dapat diartikan sebagai suatu proses pencucian dan penghilangan air pada daging lumat ikan dari protein sarkoplasma, lemak, dan bahan- bahan yang tak diinginkan seperti kulit dan tulang. Kata surimi berasal dari Jepang yang telah diterima secara internasional untuk menggambarkan hancuran daging ikan yang telah mengalami berbagai proses yang diperlukan untuk mengawetkannya (Surimithailand 2005). Surimi adalah produk antara, yang dapat diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan (fish jelly product) seperti: bakso ikan, sosis ikan, siomay, otak-otak, fish cake, kamaboko, dan sebagainya yang spesifikasinya menuntut kelenturan (spinginess) yang merupakan kriteria mutu utama produk tersebut. 2.1 Pengolahan Surimi Proses pengolahan surimi memanfaatkan kandungan protein pada ikan, antara lain kemampuan pembentukan gel, sehingga tekstur surimi menjadi kenyal. Hal lain juga yang menjadi karakter dari surimi adalah tidak memiliki bau



dan



rasa



sehingga dapat diaplikasikan kedalam berbagai macam jenis produk olahan. Contoh produk yang banyak memanfaatkan surimi adalah produk tiruan atau analog makanan laut dengan mencampurkan essence dan rasa makanan laut (mis udang dan kepiting) ke dalam surimi (Peranginangin et al.1999). Bahan utama pada pembuatan surimi ini adalah ikan cucut. Secara teknis semua jenis ikan dapat dibuat surimi.



Daging ikan cucut mempunyai kemampuan untuk



membentuk gel secara sempurna sehingga dapat menghasilkan tekstur yang elastis, rasa enak dan penampakan putih. Namun demikian, ikan berdaging putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis serta kemampuan membentuk gel yang bagus akan menghasilkan surimi yang lebih baik. Jenis ikan yang ideal untuk surimi adalah yang mempunyai kemampuan pembentukan



gel



yang



baik,



karena



akan



berpengaruh terhadap elastisitas produk, sehingga kesegaran ikan merupakan syarat utama (Santoso 2008). Dua unsur utama yang harus diperhatikan untuk menghasilkan surimi berkualitas baik yaitu bahan baku berasal dari daging berwarna putih dan berkadar lemak rendah



dengan tingkat kesegaran tinggi.



Selain itu faktor biologis seperti fase bertelur,



musim dan ukuran juga dapat mempengaruhi kualitas surimi yang dihasilkan. Selama proses pembuatan surimi faktor utama yang perlu diperhatikan adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging. Jumlah protein larut air yang hilang



selama



pencucian



tergantung pada suhu air pencuci yang akan berpengaruh terhadap kekuatan gel.



Suhu air yang lebih tinggi akan lebih banyak melarutkan protein larut air.



Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air bersuhu 10-15˚C (Schawrz dan Lee, 1988)



Faktor penting yang mempengaruhi proses pembuatan surimi : - cara penyiangan, - besarnya partikel daging lumat, - kualitas air, - suhu ikan, - peralatan yang digunakan, - cara pencucian. Kekuatan surimi beku dinilai dari kekuatan gelnya dan warna dari surimi tersebut.



Surimi



yang baik adalah yang berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel. Pengolahan surimi yang telah umum dilakukan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: persiapan bahan baku, pencucian, penghilangan tulang, pencucian daging lumat, pengurangan kadar air, penambahan bahan tambahan, pengepakan, pembekuan dan penyimpanan. Diagram alir pengolahan surimi yang umum dilakukan dapat dilihat yaitu sebagai berikut:



Ikan cucut



Pencucian Pemfiletan Pemisahan tulang dan pelumatan



Meat-bone separator



Daging Lumat Pencucian



Pengurangan air



Pertama: air dingin Kedua: air dingin Ketiga: air dingin + NaCl 0,2-0,3 % Screwpress



Penambahan cryoprotectant



Silent cutter



Pengepakan dan pembekuan Surimi beku Diagram alir proses pengolahan surimi. Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi. Jenis ikan yang ideal untuk produk surimi beku adalah yang mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik, sebab kemampuan pembentukan gel ini akan mempengaruhi elastisitas tekstur. Untuk mendapatkan kualitas surimi yang baik, sebaiknya menggunakan ikan yang masih segar, karena elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan yang segar. Kualitas dari surimi beku dinilai dari kekuatan gelnya dan warna dari surimi tersebut. Menurut Winarno (1993) kualitas surimi yang baik adalah yang berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel. Faktor penting yang mempengaruhi proses pembuatan surimi yang berkualitas baik antara lain adalah: cara penyiangan (pemotongan kepala, fillet), besarnya partikel dari daging lumat, kualitas air, temperatur ikan, peralatan yang digunakan, dan cara pencucian. Menurut faktor utama yang harus diperhatikan selama proses pembuatan surimi adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Suhu air yang lebih tinggi akan lebih banyak melarutkan protein larut garam. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika daging ikan dicuci dengan air yang bersuhu 10-15 °C. Menurut Benjakul et al. (1996) pencucian adalah tahap kritis dalam proses pembuatan surimi. Pencucian dapat menghilangkan materi yang dapat larut air, seperti darah, protein sarkoplasma, enzim pencernaan, garam inorganik, dan senyawa organik berberat molekul rendah seperti trimetilamin oksida. Pencucian juga dapat meningkatkan kualitas warna dan aroma, serta meningkatkan kekuatan gel surimi.



komponen utama yang dapat larut dalam air akan hilang dalam jumlah yang banyak pada siklus pencucian pertama kali. Secara umum agitasi selama lima menit dalam setiap kali pencucian untuk pencucian sebanyak dua kali dengan rasio air dan daging 3:1 telah dinilai cukup. Lin et al. (1996) diacu dalam Benjakul et al. (1996) melaporkan bahwa 27 % dan 38 % protein hilang berturut-turut pada pencucian sebanyak dua kali dan tiga kali dalam proses pengolahan surimi. 2.3 Bahan tambahan dalam pembuatan surimi Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, untuk mengendalikan keasaman dan kebasaan serta bentuk, tekstur dan rupa (Winarno et al. 1980). Dalam proses pembuatan surimi sering digunakan bahan-bahan tambahan yang ditambahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Bahan tambahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan surimi bertujuan untuk meningkatkan kualitas surimi. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan surimi antara lain adalah garam dan cryoprotectant (gula dan polifosfat). 2. 3.1 Garam Garam terdiri dari 34,39 % Na dan 60,69 % Cl. Garam biasa digunakan dalam pengolahan ikan sebagai pemberi rasa dan bahan pengawet. Garam memiliki tekanan osmosis yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya proses osmosis dengan sel daging ikan dan sel-sel mikroorganisme. Akibat plasmolisis sel mikroorganisme akan turun kadar airnya sehingga mikroorganisme akan mati karena kekurangan air sebagai media untuk hidup. Pada pembuatan surimi



penambahan



garam



sebanyak



0,2-0,3



%



selama



proses pencucian akan



memudahkan penghilangan air dari daging ikan yang telah dilumatkan. Menurut KIFTC (1992) bahwa dalam pembuatan produk fish jelly, NaCl



digunakan lebih utama sebagai agen pelarut bagi protein miofibril daripada sebagai penambah cita rasa. Penambahan NaCl pada konsentrasi dibawah 2 % akan menyebabkan protein miofibril tidak dapat larut, namun penambahan NaCl pada konsentrasi diatas 12 % akan menyebabkan daging terdehidrasi dan menyebabkan efek salting-out dari NaCl. Penambahan NaCl terbaik dalam pembentukan ashi adalah dengan menggunakan kadar garam tinggi (5-10 %), tetapi selang kadar garam 2-3 % biasa digunakan pada beberapa spesies dan produk, karena untuk menghindari rasa asinnya . 2.3.2 Anti denaturan (cryoprotectant) Cryoprotectant adalah bahan yang biasa ditambahkan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama. Fungsi cryoprotectant adalah sebagai zat anti denaturan. Penyimpanan surimi dalam waktu yang lama bertujuan untuk menjaga stok daging ikan di pasaran. Penambahan cryoprotectant dalam pembuatan surimi dapat mencegah denaturasi protein selama masa pembekuan. Menurut Pipattasatayanuwong et al. (1995) cryoprotectant dibutuhkan untuk meminimalisasikan denaturasi protein selama masa penyimpanan beku. Sukrosa (4 %) dan sorbitol (4-5 %) sering digunakan bersamaan dengan 0,3 % sodium fosfat. Penambahan polifosfat dapat menyebabkan surimi tahan disimpan selama lebih dari satu tahun (Lee 1984). Penambahan cryoprotectant juga dapat meningkatkan tingkat N-aktomiosin dari 350 mg% menjadi 520 mg% dan meningkatkan kekuatan gel dari 400 g menjadi 489 g, artinya sama dengan meningkatkan nilai pelipatan. Jenis polifosfat yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan antara lain adalah dinatrium fosfat, natrium heksametafosfat dan natrium tripolifosfat (STPP). Menurut Matsumoto dan Noguchi (1992) fosfat digunakan pertama kali oleh Nishiya’s Group (industri surimi di Jepang). Pirofosfat dan tripolifosfat dilaporkan memiliki efek untuk melindungi protein. Nishiya’s Group melaporkan bahwa pirofosfat dan tripolifosfat adalah lebih efektif dibandingkan dengan tetrapolifosfat dan heksametafosfat. Peranginangin et al. (1999) melaporkan bahwa polifosfat akan memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan miosin. Miosin dan polifosfat akan berikatan dengan air dan menahan mineral dan vitamin. Pada proses pemasakan, miosin akan membentuk gel dan polifosfat membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler. Polifosfat dapat



menambah nilai kelembutan dan memperbaiki sifat surimi, terutama sifat elastisitas dan kelembutan. Polifosfat dapat memperbaiki daya ikat air (water holding capacity) dan memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk-produk olahan surimi. Matsumoto dan Noguchi (1992) melaporkan dari beberapa studi bahwa aktivitas utama polifosfat adalah untuk meningkatkan efek cryoprotective dari gula, dengan efek buffer dari polifosfat pada pH otot dan dengan mengkelatkan ion metal. Ditetapkan bahwa penggunaan sodium tripolifosfat yang diizinkan adalah 3 g/kg daging ikan, Apabila ditinjau dari komposisinya ternyata sodium tripolifosfat terdiri dari natrium dan fosfat yang keduanya tidak mengganggu kesehatan bahkan fosfat dapat digunakan sebagai sumber mineral. Surimi bebas fosfat dapat diproduksi dengan maksud menyingkirkan masalah konsumen yang kawatir terhadap keseimbangan nutrisi dari kalsium dan fosfat. 2.4 Mekanisme terbentuknya gel Mutu surimi yang baik ditentukan oleh kemampuan dari surimi tersebut untuk membentuk gel. Kemampuan membentuk gel ini berpengaruh terhadap elastisitas dari produk lanjutan yang diolah dari surimi tersebut. Zayas (1997) menyatakan bahwa proses gelasi tergantung pada kemampuan protein untuk membentuk jaringan tiga dimensi sebagai hasil dari interaksi antara protein-protein dan protein-air. Interaksi ini berlangsung cepat pada kandungan protein yang tinggi karena akan sering terjadi kontak intermolekul. Air berfungsi untuk mencegah hancurnya matriks tiga dimensi menjadi massa yang kompak. Pembentukan gel adalah hasil dari ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan ikatan kovalen disulfida. Gelasi adalah hasil dari denaturasi protein, yang dimulai dengan interaksi intermolekul dan intramolekul kovalen dan non- kovalen, termasuk ikatan disulfida (SS) dan interaksi hidrofobik. Menurut Baier dan Mc Clements (2005) karakteristik fisikokimia dari pembentukan gel adalah hasil akhir dari interaksi antara pelarut, zat terlarut dan protein yang membentuk jaringan. Kemampuan pembentukan gel berdasarkan atas kemampuan sebuah polimer penyusun protein untuk membentuk ikatan silang (cross linking) dalam bentuk tiga dimensi dari protein. Kombinasi yang unik ikatan kovalen pada umumnya adalah ikatan disulfida, ikatan intermolekul non-kovalen oleh ikatan hidrogen dan elektrostatik dan interaksi



hidrofobik secara signifikan dapat mempengaruhi terbentuknya gel. Besarnya interaksi nonkovalen dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti pH dan konsentrasi zat terlarut. Sedangkan ikatan hidrogen dan kekuatan hidrofobik tergantung kepada jumlah air sebagai zat pelarut . 2.4.1 Pengaruh garam terhadap protein miofibril Proses gelasi daging ikan adalah peristiwa dimana daging ikan membentuk gel karena pemberian perlakuan khusus yaitu dengan penambahan garam dan seiring dengan peningkatan suhu tertentu. Niwa (1992) melaporkan bahwa dalam proses pembentukan gel surimi, miofibril akan hilang karena larut dalam air yang telah ditambahkan garam. Ketika garam masuk, maka ion garam secara individu terhidrasi dengan air, kemudian akan berikatan dengan grup yang berlawanan pada permukaan protein. Ikatan garam intermolekul diantara protein miofibril akan melemah dan protein akan terlarut di dalam air karena peningkatan afinitasnya terhadap air. Secara simultan miosin yang larut akan berkombinasi dengan aktin untuk membentuk struktur makromolekul aktomiosin. Proses pembentukan aktomiosin dari miofibril dapat dilihat pada gambar dibawah ini, adalah sebagai berikut : AM



A



M



NaCl



Keterangan: A = aktin M = miosin



Gambar pembentukan aktomiosin dari miofibril (Niwa 1992). Garam tidak hanya berpengaruh terhadap kelarutan protein miofibril, tetapi juga dapat menstabilisasikan molekulnya terhadap denaturasi panas. Keduanya dari miosin dan aktomiosin memiliki peranan yang penting dalam gelasi surimi. Massa ini disebut dengan sol yang bersifat sangat adesif. 2.5 Mutu surimi Karakteristik kesegaran bahan baku surimi menurut SNI (01-2694.1-1992) secara organoleptik sekurang-kurang sebagai berikut: a)



rupa dan warna



: bersih, warna daging spesifik jenis ikan



b)



aroma



: segar spesifik jenis



c)



daging



: elastis, padat dan kompak



d)



rasa



: netral agak manis



Untuk mempertahankan mutu, bahan baku harus segera diolah. Apabila terpaksa harus menunggu, maka bahan baku harus disimpan dengan es atau air dingin (0-5°C), kondisi saniter dan higienis (SNI 01-2694.1-1992). Syarat mutu surimi beku berdasarkan SNI 01-2693-1992 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : Syarat mutu surimi beku (SNI 01-2693-1992) Jenis Uji



Satuan



a) Organoleptik - Nilai min



koloni/g



b) Cemaran mikroba - ALT, maks - Escherichia coli - Coliform ) - Salmonella * ) - Vibrio cholerae *



AMP/g per 25 g per 25 g



c) Cemaran kimia - Abu total, maks - Lemak, maks - Protein, maks



)



d) Fisika - Suhu pusat, maks - Uji lipat, min - Elastisitas, min



* jika diminta importir Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total AMP = Angka Paling Memungkinkan



% b/b % b/b % b/b ºC g/cm



2



Persyaratan Mutu 7 5



5 x 10