Syamsa Hawa - Batas Revolusi Di 181 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

http://inzomnia.wapka.mobi



BATAS: Revolusi di 181 Oleh: Syamsa Hawa Bismillahirrahmanirrahim PT. Lingkar Pena Kreativa Jl. Keadilan Raya No. 13 Blok XVI Depok 16418 Email: [email protected] Telp/Fax: (021) 7712100 Desain sampul: M. Lutfi dan Intraja Ilustrasi: Widhi Saputro ([email protected]) Editor: Rahmadiyanti Layout: Tim Kreatif Pracetak MMU Diterbitkan pertama kali oleh PT. Lingkar Pena Kreativa Depok, November 2004 ISBN: 979-3651-14-8 Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT) Hawa, Syamsa Revolusi di 181/Syamsa Hawa, editor, Rahmadiyanti— Depok: Lingkar Pena Publishing House, 2004 200 him; 18 cm Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama (MMU) Jl. Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146 Ujung Berung Bandung 40294 Telp. (022) 7815500, Faks. (022) 7802288 email: [email protected]



Daftar Isi Revolusi di 181 Proker Kedua Dilema Amara Tragedi Virus Pink Forum Siswa 181 Babak Baru di 181



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Djvu by [email protected] http://hanaoki.wordpress.com Edit & Convert Pdf, Txt, Jar by inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi Revolusi di 181 "Wah, nambah jadwal nih! Nggak apa-apalah. Hmm... kalo gitu sebagai formatur. kita kudu ngumpul setiap saat, apalagi detik-detik menjelang pelantikan ini." Thio mengalihkan perhatiannya dari jadwal di agendanya yang sudah ditulis dempet-dempet dan kecil-kecil. Empat formatur lain berada di depannya. "Harus itu. Kita mesti buat. plan kerja, target kita setahun ini!" Amara menyahut antusias, tapi tetap cool. Cewek sendiri sih! Sedikit jaim, dong! Jaga image.... "Yap! Kalo gitu nanti aku ngetik targetnya. Aku fotokopi di A3, terus kupajang di setiap sudut SMA. 'Target Formatur OSIS', yihaa!" Syahrul kegirangan memikirkan tugas barunya. Memang workaholic! "Ah, kaku amat sih! Target Formatur OSIS? Kesannya terlalu eksklusif, ganti nama yang ringan-an dikit napa, risih gue denger panggilan 'Formatur OSIS'!" Ben yang menyandar di satu-satunya bangku di ruangan itu berkomentar. Syahrul manyun, anti kritik! "Ya udah, sekarang hampir magrib, nggak enak, Amara kan rumahnya lumayan jauh. Mending rapat kita lanjutin besok, oke?" Aly mengakhiri pertemuan itu. Semua lega, cuma Syahrul yang tetap mempertahankan manyunnya. Kenapa sih sebutan 'Formatur OSIS', emangnya ekslusif yah?! batinnya protes.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Tapi, di pertemuan besoknya, justru wajah Syahrul yang paling bahagia. Baru bertemu, dia sudah membuat pengumuman. "Wahai semuanya! Aku nemuin sebutan yang nggak ekslusif nih!" Empat anak lainnya bengong. Apaan coba nih anak? batin keempatnya. "BATAS! Panggilan baru kita!" Tetap tidak ada respon. "Katanya ekslusif, kaku, risih kalo disebut formatur, terus...," Syahrul merajuk, nyaris manyun lagi. "BATAS tuh maksudnya apaan?" Ben mulai tertarik. "Itu akronim dari inisial nama kita; Ben-Amara-Thio-Aly-Syahrul!" "Yo'i, deh!" Ben nyengir. "Ya udah, mau pakai nama itu? Nggak usah buang waktu, dua jam lagi aku mesti cabut dari sini," ujar Thio gelisah sambil melihat jam tangannya. "Yok! Kita mulai rapat formatur kali ini dengan ucapan basmallah." "Eit, bukan rapat formatur... rapat BATAS!" Syahrul menglarifikasi, dengan tampang jengkel tapi lucu (bibir maju lima centi gitu lho). Thio meralat perkataannya, "Oke, kita mulai rapat BATAS ini dengan mengucap basmalah!" Syahrul nyengir kuda, bangga, merasa baru saja mendapat hak paten. "Bismillahirrahmanirrahiim..." Seminggu setelah pelantikan OSIS, menjelang Ramadan. SMA 181 heboh. Upacara pagi itu berbeda dengan upacara-upacara sebelumnya. Seusai upacara, saat bagian pengumuman. Ben, cowok most wanted di 181, dengan gagah melangkah ke arah mike. Semua mata mengekornya. Kemudian Ben membacakan sebuah pengumuman yang membuat napas anak-anak cewek itu nggak balik-balik lagi, berganti menjadi jeritan melengking yang menyayat hati, dan langsunglah suasana hening yang tadi tercipta berganti; heboh! "Assalamualaikum warahmatullahi wabara-katuh!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabara-kaaatuh!" jawaban siswa 181 antusias, apalagi yang putrinya. "Dengan ini saya mengumumkan pada teman-teman semuanya...." Suit-suit, suiiiitt, susuwiwitt! Riuh rendah suara cewek-cewek 181 mengiringi ucapan Ben. Dia lebih seperti sedang konser ketimbang membacakan pengumuman. "Untuk menghargai datangnya bulan Ramadan, teman-teman semua diharapkan mengikuti Pesantren Ramadan yang akan diselenggarakan di akhir minggu kedua Ramadan nanti." "Yaaahhh...!" Sontak penonton kecewa, tapi ada juga sih yang masih semangat. "Oke... oke, demi Ben mah rela!" Nah lho?! "Lanjut-lanjut...! Sekolah masih tetap berlangsung selama Ramadan, dimulai dari hari keenam Ramadan, sampai dua minggu setelahnya. Seluruh siswa baik muslim maupun tidak, wajib datang untuk kegiatan KBM." "Huuu...!" Sorakan menggema. Tapi Ben malah kesenangan, dia senyamsenyum penuh kemenangan. Seolah-olah baru saja diberi sambutan meriah atas pengumumannya itu. "Tambahan... siswa-siswi yang tidak hadir nantinya akan berurusan dengan BP, bukan kalian... tapi orangtua!" Suasana bertambah ramai. Bahkan ada segelintir siswa yang membuat keributan di ring basket, histeris. "Tenaaangg... tenaaang! Masih ada pengumuman pamungkas yang sekaligus merupakan ketetapan antara OSIS dan sekolah, yang kami bicarakan dan rundingkan selama seminggu ini. Sebuah peraturan baru, yang saya jamin teman-teman semua pasti terharu mendengarnya." Kehebohan mulai senyap, semua penasaran, terpancing oleh omongan Ben barusan. "Ehem-ehem..." Ben berdehem membuat siswi-siswi di hadapannya bertambah histeris. "Pemberitahuan kepada seluruh siswa-siswi SMA 181 yang tercinta."



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Heboh lagi. Sampai di sini napas anak-anak cewek belum pada hilang. Malah hidung mereka kembang-kempis kegeeran. "Denger nggak lu barusan, gue dicintai Ben euy!" "Dengan ini, kami atas nama OSIS dan pihak sekolah menetapkan sebuah peraturan baru mengenai seragam sekolah." Sunyi. Semua bengong. "Pertama, seragam para siswi SMA 181 haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: Satu, panjang rok minimal menutupi lutut." Kontan cewek-cewek yang kekurangan bahan heboh. "Eh, salah baca tuh, maksimal kali!" "Dua: rok dan baju seragam tidak boleh ketat!" Semakin heboh. "Tiga ...." Ben terus membacakan peraturan baru itu, sementara siswa-siswi 'jerit-jeritan' di barisan yang sudah tidak karuan itu. Suasana seperti itu baru sekali ini terjadi di 181, tapi semua anak tidak sanggup protes. Cute boy yang membacakan pengumuman itu memang punya tampang 'innocent' alias babyface. Selesai membacakan seluruh isi pengumuman, Ben cuma memberi senyum manis. "Demikianlah pengumuman ini, teman-teman yang merasa belum jelas nggak usah khawatir, rekan saya; Amara, Aly, bahkan ketua OSIS kita Thio, telah rela bersusah-payah menempelkan pengumuman baru ini 'di kelas teman-teman semua. Bahkan Syahrul, sekretaris umum kita, telah berpeluh mengetikkan pengumuman tadi menjadi sebuah surat pemberitahuan untuk orangtua teman-teman semua. Jadi, saya kira tugas saya di depan mike ini sudah selesai sekarang. Kurang lebihnya saya mohon maaf, wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh." Hanya beberapa yang menjawab. Selebihnya? Mungkin sudah pingsan! Namun demikian, histeria tetap bertahan untuk beberapa menit kemudian. Sampai akhirnya.... "Bapak senang akhirnya ada anak-anak OSIS yang peduli terhadap keadaan SMA ini," tiba-tiba saja Pak Qomar, kepala SMA 181 sudah



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



mengambil alih mike yang tadi dikuasai Ben. Kontan anak-anak langsung bangun dari 'pingsan' mereka dan tanpa komando, segera saja 'huuu' berserakan di lapangan. Mereka ingin Ben kembali! Pak qomar kan dikenal paling lama kalau memberi ceramah. "Turun... turun... turun!" "Begitu konsep peraturan baru tadi disodorkan pada Bapak oleh formatur OSIS, serta-merta Bapak menyetujuinya." Pak Qomar tidak mengacuhkan kehebohan yang makin dahsyat, anak-anak tambah tidak karu-karuan. "Kita harapkan bersama, peraturan baru tadi dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya. Jujur saja, sejak berdirinya SMA ini sampai sekarang, imej 181 masih buruk di masyarakat. Bahkan Bapak pernah dengar ada desas-desus yang mengatakan kalau siswi yang keluar dari SMA 181 akan berbadan dua, dan siswa yang keluar akan jadi berandal. Tentu hal ini bukan yang kita harapkan." "Kita? Bapak doang kali!" "Jaim, Pak, jaim! Jaga imej!" "Salah denger tuh, Pak!" "Eh, kayaknya Dokter THT masih buka deh!" "Yee... korek kuping banyak di depan stasiun, seribuan!" "Namanya juga desas-desus, gosip...." "Makanya, jangan percaya gosip kalo belum denger 'cek dan bucek'! Haha ...!" komentar miring berseliweran. "Jujur saja, baru sebentar pergantian masa kepemimpinan OSIS dan ekstrakurikuler. Bapak sudah merasakan aura yang berbeda di SMA kita. Bapak berharap akan ada banyak perubahan lagi ke arah yang lebih baik, sehingga imej SMA kita akan lebih terangkat di masyarakat. Lagipula, kita harus siap bersaing, sebentar lagi akan ada penilaian sekolah. Tahun lalu SMA kita masuk peringkat ke-51, naik dari peringkat sebelumnya yang ada di posisi buncit. Nah pada penilaian tahun ini. Bapak berharap kita bisa masuk 50 besar, dan itu semua hanya bisa terwujud dengan kerja sama dari semua pihak; sekolah, siswa, OSIS, ekstrakuri-



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



kuler, guru-guru...." (Sebenarnya ceramah Pak Qomar masih panjang banget, cuma diedit biar pada nggak tidur bacanya). Pak Qomar bicara dengan semangat tanpa menyadari bahwa perlahanlahan audience-nya menghilang, seratus... dua ratus... tiga ratus.... Bubar ke kelas masing-masing. Namun anak-anak yang 'kabur' ke kelas masing-masing itu kembali menjerit begitu menemukan surat dari sekolah dan OSIS, yang sudah nangkring di meja mereka. Kepada Yth. Orangtua /wali murid siswa/i SMA 181 Hal: Sosialisasi peraturan baru mengenai seragam di SMA 181 Bla-bla-bla-bla... NB: Peraturan baru ini berlaku satu minggu terhitung dari tanggal diumumkan. Terima kasih. "Aaarrgggghhh...!" Sementara itu di ruang OSIS.... Thio sudah meramalkan akan begini jadinya. Beberapa pengurus OSIS berkumpul di depan ruangan kecil dan terpencil itu. Demo! "Nggak bisa kayak gitu dong! Masalah berpakaian itu kan hak azasi, jangan sok ngatur deh! Itu bukan kerjaannya OSIS!" Yenti, cewek yang se'spesies' sama Amara dalam hal 'vokal' itu, nyo-lot. Dia mengangkat kedua tangannya, memperlihatkan baju ketat dan jungkis-nya dengan bangga. Sudah begitu, rok seragamnya paling menyolok; nyaris tidak kelihatan! Waktu pemilihan 10 formatur OSIS dulu, doski sempat masuk tuh, untung pas diperkecil jadi lima, doski kalah saing sama Amara. Kalau nggak? Bukan BATAS dong, tapi BYTAS! Thio menghela napas, berat nih! "Coba, kalo gitu saya mo tanya, menurut kamu, tugas OSIS itu apa sih?" Thio mencoba mengendalikan keadaan. Ditanya begitu, Yenti mulanya gelagapan, tapi kemudian dengan pede dan masih menyisakan sedikit emosi, dia menjawab.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Tugas OSIS ya cuma ngejalanin proker, nge-jalanin apa-apa yang ditetapin sama sekolah!" "Tuul! Itu emang tugas pengurus OSIS yang nggak kreatif!" potong Amara, sadis. Tiba-tiba saja dia sudah muncul dari dalam ruang OSIS. Emosi Yenti kembali tersulut. "Jadi, menurut lu, ngatur-ngatur cara orang berpakaian tuh kreatif, gitu?" Amara malah geleng-geleng sambil senyum 'merendahkan', seolah-olah yang di hadapinya adalah anak kecil yang lagi ngotot. Suasana memanas, Ben nyengir di atas satu-satunya bangku yang ada di dalam ruang OSIS itu; keren juga si Amara kalau seperti itu! Aly beristigfar, Syahrul menelan ludah. Beberapa pengurus OSIS yang ada di luar berusaha melerai agar adu mulut itu tidak berlanjut menjadi adu jambak rambut, seperti yang biasanya terjadi kalau Yenti sedang melabrak orang. Sementara Thio membiarkan Amara. Ia tahu benar Amara pandai mengontrol emosi dan bisa memperbaiki keadaan ini. "Sadar dong. Mbak... siapa juga yang ngatur-ngatur cara berpakaian orang?! Kita tuh cuma buat peraturan tentang SERAGAM SEKOLAH, buat siswa-siswi SMA 181, bukan buat orang lain. Jadi OSIS punya hak akan itu, apalagi kepala sekolah sudah melegalkan, ini semua demi ketertiban dan keamanan sekolah. Kamu tau nggak, seragam kayak kamu gini bikin penyakit." "Penyakit? Penyakit gue ini, apa peduli lu?!" Yenti berang. "Hh, enak aja kalo ngomong! Penyakit kamu mah siapa yang mo peduli. Ini penyakit hati orang lain bo! Penyakit mata semua cowok! Seragam yang kayak gini ini yang bikin sekolah kita nggak aman, tiap tahun ada aja korban perkosaan, atau hamil di luar nikah. Penyakit inilah yang mau OSIS enyahkan." Semua tutup mulut. Sementara Yenti sudah tersengal-sengal, kupingnya kepanasan, banjir cabe! Tampaknya Amara memang lagi obral rawit nih!



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Ben di dalam ruang OSIS sana, yang tadinya sempat ngikik melihat tampang Yenti merah pa-dam, langsung ikutan diam begitu kata 'MBA' keluar dari mulut Mara. Teringat lagi kakak perempuan semata wayangnya yang harus menikah karena hamil, kecelakaan! Kakaknya itu alumni 181 juga, dulunya termasuk anak jangkis semacam Yenti, tapi sekarang? Hidupnya hancur! Menangis setiap hari, kehilangan percaya diri dan masa depan. Sebenarnya, kejadian yang menimpa kakaknya itulah yang membuat Ben setuju akan dibuatnya peraturan tentang seragam ini. Dia merasa, cewek-cewek sekarang memang keterlaluan, menggoda cowok dengan pakaian mereka yang mengumbar di mana-mana, tanpa merasa berdosa, malahan bangga! Eh... pas terjadi macam-macam, kaum Adam jadi kambing hitam! Padahal salah si cewek tuh, kenapa juga mau-maunya mengobral harga diri! "Nah, sekarang saya tanya, siapa yang masih mau ada cewek-cewek yang MBA lagi di zaman kepengurusan kita? Siapa yang ngerasa nggak bertanggung jawab akan hal itu?" Diam. Hening. "Atau ... ada yang mau mengajukan diri sebagai korban? Coba angkat tangan!" Amara, dengan pelan tapi menusuk, melirik ke arah Yenti yang kelihatan bakal meledak kalau kesenggol dikit lagi saja. Tidak ada satu anak pun yang mengangkat tangannya, tidak pula Yenti. Amara menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Wah, childish juga nih anak. Bisa-bisa si Yenti dendam karena tersinggung, batin Thio begitu melihat mimik Amara. Ia cepat-cepat mengambil alih situasi. "Saya dan empat formatur lainnya..." "BATAS wooi!" Syahrul dari dalam ruang OSIS berteriak menklarifikasi. Thio melirik ke Syahrul, kesal, berlagak mau nonjok, terus kembali fokus ke Yenti. "Yah, kami formatur, BATAS, sama sekali nggak bermaksud mengusik hak asasi kalian semuanya. Kalian tetap bisa berpakaian model apa pun di luar sekolah. Tapi demi kebaikan kalian sendiri, dan seluruh anak-anak



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



SMA ini, kenakanlah seragam yang sopan, sesuai standar sebagai orang timur-lah ketika berada di sekolah ini. HANYA ketika berada di sekolah ini. Untuk itu kami mohon dengan sangat, tolong sukseskan peraturan baru sekolah kita ini. Terimalah, seperti waktu kalian menerima kami juga, meski agak terpaksa, bahkan kalian waktu itu ikut menyukseskan pemasangan poster dan papan peringatan di hari pelantikan kami seminggu yang lalu. Yakinlah, meski peraturan ini tidak menjamin seratus persen bahwa tidak akan ada anak yang MBA lagi misalnya, namun segala keburukan yang terjadi setelah kita menyukseskan peraturan ini, setelah kita berusaha mengantisipasinya, adalah di luar tanggung jawab kita. Tuhan tahu itu, dan semoga Ia memaafkan kedhaifan kita. Ingat, kita adalah OSIS, kita memikul amanah besar, Teman-teman. Jangan lupa itu. Segala hal, baik atau buruk, yang terjadi pada siswa-siswi SMA 181, terhitung sejak tanggal kami dilantik, adalah tanggung jawab kami. Kami diangkat bukan hanya untuk menjalankan proker yang tiap tahun terlaksana, alangkah ruginya. Tapi harus membuat SMA kita lebih baik lagi!" Allahu Akbari pekik Aly, dalam hati. Sementara Yenti tertunduk, semua anak pun terhipnotis dengan kalimat-kalimat persuasifnya Thio, bengong. Emang tuh anak luar biasa kalau sudah ngomong! Hening masih bertahan untuk beberapa lama, hingga akhirnya bel masuk berbunyi. Hanya butuh beberapa menit saja, dan 'kerusuhan' kecil di depan ruang OSIS itu pun berhasil diredakan. Semua anak kembali ke kelas masingmasing, dengan hati berat tentunya, karena terhitung sejak minggu depan, baju-baju seragam jangkis mereka tinggallah kenangan. Goodbye! Sekarang tinggal BATAS yang tersisa di sana, mereka asyik membicarakan pelaksanaan proker-proker selanjutnya yang telah mereka tentukan masing-masing tanggal deadline-nya. Tapi tak lama, seorang gadis ayu dengan ker-nyitan di dahi, datang merombak suasana yang mulai tenang itu. "Ben...! Beennn...!" teriak gadis itu mantap. Ben yang lagi 'khusyu' mengikuti rapat langsung buyar konsentrasinya. Wah, si Lola datang! "Semuanya... gue ijin dulu bentar!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Dengan tergesa Ben pun pamitan keluar dari ruangan mungil itu. Di depan pintu Lola telah berdiri dengan berkacak pinggang, muka tegang, mimik mengomel dipasang. "Hfff, ada apaan sih teriak-teriak begitu?" Ben malah ngomel duluan, bikin Lola shock. Sumpe deh, seumur-umur belum pernah Ben ngebentak kayak gitu! "Elu... elu tega Ben!" Lola mulai mewek, tidak tahan, badannya mulai goyang-goyang tak jelas demi menahan isak tangis yang meradang. Ben langsung menarik napas panjang, memejamkan mata beberapa detik, kemudian berjalan mendekati Lola, menenangkannya. Duh, sebelum nenangin pacar, gue mestinya nenangin diri sendiri bo', batin Ben. Huahhh, tenang, tenang, take it easy, Boy! Sepertinya dia memang agak terpengaruh keributan dengan Yenti tadi, jadi nggak normal begitu, labil! Setelah merasa agak mendingan.... "Jangan gini dong, La! Gue kan nggak ngerti ada permasalahan apa? Jadi bingung nih," ujar Ben membujuk. Yang dibujuk tetap terisak-isak. "Apa maksud lu sih bacain pengumuman kayak tadi?!" tanya Lola di sela isakannya. Ben kaget. Perasaan... pacar manisnya itu sudah diberi tahu deh sebelumnya bahwa ia akan membacakan pengumuman mengenai peraturan baru tentang seragam. Bahkan Ben juga sudah membelikan seragam baru buat bokinnya itu. (Tuh... sekarang dipakai), biar Lola nggak malu gitu lho! Soalnya, sebelum hari ini Lola juga sering memakai baju yang ketat dan super zuper seksi tiap ke sekolah! Kan nggak enak, kalo Ben bacain pengumuman tentang baju jangkis, eh... pacarnya sendiri yang kena sasaran! Terus, kenapa sekarang Lola ikutan protes begini? "Gue nggak terima! Elu te-pe banget di depan cewek-cewek pas bacain pengumuman tadi!" Te-pe? Tebar pesona? Hah? Ben tambah melongo. "Ooh... ooh... ho... ho... ho!" sedetik kemudian Ben malah tertawa aneh. Itu toh masalahnya! Kepalanya menggeleng-geleng, nggak nyangka. Lola



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



manyun, Ben malah tambah keras tertawanya, pas dicubit baru deh diam. "Ehh-hmm," tawanya masih menyisa, "Honey... tambah cakep deh kalo manyun begitu!" Lola refleks melotot, dijawilnya lengan Ben, terus dipelintir lebih keras lagi. Hekk! Ben meronta. "Iya... iya! Sorry dong, sorryyy...! Tadi pas upacara itu kan gue lagi jalanin tugas dari BATAS, jadinya harus sekeren mungkin," Ben mengelus-elus lengannya bekas dicubit tadi, perih. Lola bengong, "Hah? BATAS ?! Siapa tuh?" "Oh iya, elu belum gue ceritain," Ben baru ingat. "BATAS tuh singkatan dari nama lima formatur OSIS yang sekarang." Lola manggut-manggut. Kirain nama cewek! "Emang siapa aja sih?!" tanyanya. Kini gantian Ben yang melotot. "Kuper lu! Ya, gue ini, terus Aly, Thio, Amara sama... Syahrul!" kata Ben agak emosi, ternyata pacarnya nggak perhatian. Tapi Lola tetep cuek. "Iseng banget, disingkat-singkat segala! BATAS... BATAS... sekalian aja PATAS!" "Eitt...!" Syahrul yang ternyata dari tadi di depan pintu mendengarkan perbincangan mereka, refleks protes. "Nama BATAS udah saya cari sekian lama, jangan dicaci seenaknya ya!" omelnya, mirip nenek-nenek nasihatin cucunya. Lola terkejut luar biasa, tidak ngeh kalau dari tadi ada cowok di belakangnya, gagah lagi! Ben ngakak, "Nah ini si kreator nama BATAS! Syahrul, sang sekretaris!" ujarnya mengenalkan seraya menepuk-nepuk bahu Syahrul. Lola tersepona eh terpesona. Dia ingat, cowok ini kan yang waktu kelas satu dulu pernah memenangkan lomba puisi di RW-nya! Cowok ini se-RW sama Lola. Cowok ini kan yang dulu pernah dia incer! Wah, nggak nyangka bisa ngeliat sedekat ini! "Elu tinggal di RW 500 kan?!" tembak Lola sambil menodongkan tangannya ke Syahrul. Syahrul kaget, tapi dengan polos mengangguk.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Dulunya elu kelas 1-8 kan?" Syahrul mengangguk lagi. "Pernah buat puisi judulnya 'Kau Kupuja' ya?" Sekali ini Syahrul malu, tahu dari mana nih cewek? Itu kan puisi waktu aku iseng ikut lomba tujuh belasan di RW! Memang dasar cowok rumahan! (Bukan cowok murahan lo! Awas salah nyebut!) Tidak kenal tetangga sendiri, Lola membatin. "Kenapa, La?" Ben curiga, soalnya Lola kelihatan girang banget. "Nggak... gue pernah lihat dia baca puisi waktu acara tujuh belasan di RW gue dulu!" seru Lola, tidak ngelanjutin kalau dulu dia pernah punya feeling sama tuh cowok. Hihihi. Ben manggut-manggut sambil cengengesan. "Jangan salah lu, La! Syahrul emang jagonya nulis! Dia pernah nunjukin cerpennya ke gue, dimuat di majalah!" "Sumpe lu?!" Mata Lola tambah berbinar sambil melihat ke Syahrul. Syahrul begidik, merasa tidak nyaman sama tuh cewek. Senyumnya terpaksa. Tiba-tiba.... "Assalamualaikum!" Mereka bertiga langsung terlonjak. Dua orang cowok dan satu orang cewek yang berjilbab puanjaangg banget, sudah ada di dekat mereka. Meminta permisi untuk mendekat ke pintu ruangan OSIS di depan Ben, Lola dan Syahrul itu. Seketika jantung Syahrul berdesir, Mbak Erdha! Pekik hatinya. "Wa'alaikum salam. Silahkan aja masuk kakak-kakakku," sambut Syahrul kepada tiga tamu tersebut, mencoba bersikap biasa dan wajar. Padahal hatinya sudah dag-dig-duer. Cewek berjilbab panjang itu adalah Mbak favoritnya! Mbak Erdha! Yuhuu...! Sementara itu Lola mencibir dalam hati. Gile... pake kerudung panjang begitu mulu, pasti dia yang namanya Erdha deh! Biasa... bahan gosip sama teman-teman! "Subhanallah... udah bel masuk masih pada ngumpul gini, rajin sekali!" Wardhani, yang biasa dikenal dengan sapaan Erdha itu tersenyum, melongok ke dalam ruang OSIS. Tiga makhluk bernama Thio, Amara dan



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Aly di dalamnya nyengir bareng, untuk kemudian berdiri menyambut kedatangan Erdha, Ivandi dan Herdy itu. Mereka adalah tiga dari lima formatur OSIS sebelumnya. "Ada apa nih. Kak?" tanya Thio langsung ke arah Ivandi. Biasanya kalau mantan-mantan formatur OSIS ini menemuinya, berarti ada sesuatu yang penting. "Nggak penting sih, Yo," sahut Ivandi menepiskan dugaan hati Thio itu. "Kami cuma mau mengucapkan terima kasih dan selamat pada kalian." "Terima kasih? Selamat," Thio heran. Keningnya berkerut. Diam-diam Lola izin sama Ben buat ngabur. Dia tahu diri, tampaknya suasana di sekitar ruangan itu sudah tidak asyik dan tidak pas untuknya, meski sebenarnya... dia masih ingin ngobrol dengan Syahrul, tentang puisi. "Masuk aja deh. Kak, enggak enak berdiri di depan pintu kayak gini," Syahrul memboyong ketiga tamu mereka itu masuk, Ben juga. Lola sudah lenyap. "Ucapan selamat dan terimakasih tadi untuk apa ya. Kak?" tanya Thio begitu mereka berdelapan sudah ada di dalam ruangan. Ivandi tersenyum manis, apalagi Herdy dan Erdha. "Mengenai pengumuman selesai upacara tadi lho. Subhanallah banget deh, saya sampai khawatir, jangan-jangan tadi tuh mimpi!" seru Herdy dengan mata berbinar dan poni yang bergoyang saking semangatnya. Thio baru menangkap maksud ketiga seniornya itu. Ooh... tentang itu. "Yah! Peraturan mengenai seragam seperti itu pernah kami pikirkan juga dulu, tapi sebatas obrolan sambil lalu. Kebanyakan pengurus OSIS menolak adanya peraturan seperti itu, bahkan ketuanya sendiri nggak setuju." Thio mengangguk mendengar penjelasan Mbak Erdha. Dia ngerti banget, ketua OSIS sebelumnya memang bukan seorang muslim, dan tidak paham sama sekali tentang pentingnya menutup aurat. Kalau formatur saja belum 'bulat' kesepakatannya, ya tidak mungkin bisa menjalankan. Meskipun Mas Ivan dan Mas Herdy juga Mbak Erdha adalah orangorang 'kuat', batin Thio.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Kalian kompak, pertahankan itu!" Tampaknya cuma Syahrul yang tersipu mendengar sanjungan Erdha barusan. BATAS yang lain cuma mengangguk serius, tidak nyengir kuda seperti si Syahrul. "Ada lagi target lain kalian setelah ini?" tanya Ivandi kemudian. BATAS kompak menggeleng. "Ehm-ehm!" "Proker kedua, target masih sama, target pertama kami belum selesai!" ucap Amara tegas. Ivandi, Herdy, dan Erdha tanpa sadar serempak mengernyitkan kening, terpancing. "Belum selesai?" tanya Herdy kaget plus penasaran. "Hmm, kalo boleh tahu... apa sih target pertama kalian itu?" BATAS saling bertukar pandang, mencari persetujuan pada setiap wajah di sana. Cukup lama, sampai akhirnya, jawaban pun terlontar. "Revolusi di 181!" suara Aly menggema di ruang kecil itu. Proker Kedua Hari Keenam Ramadan Revolusi di 181 mulai terlihat minggu ini, minggu kedua setelah pelantikan BATAS. Pemandangan di 181 jadi tampak asing. Sumpe! Cewek-cewek yang dulunya sembilan puluh persen berseragam jangkis, ketat dan sepan, sekarang pada merasa katro dengan seragam baru mereka yang menutupi lutut, baju yang longgar dan sama sekali tidak mencetak badan. Namun yang paling menyolok dari perubahan itu sih...sikap anak-anak 181, khususnya yang putri. Mereka tidak merasa sebal lagi atau jengkel atau kesal atau keki dengan peraturan baru SMA mereka yang awalnya bikin shock, yang bahkan di hari-hari pertama pengumuman dulu santer jadi bahan obrolan dan cemoohan. Sekarang, mereka justru bertukar cerita, bertukar pendapat dengan teman dekat mengenai seragam baru masing-masing. Meski, ya tadi itu, tetap saja merasa katro, masih takut dan aneh.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Dan tidak cuma masalah seragam yang mem-buat 'beda' SMA 181 minggu ini. Lihat tuh di koridor depan! Mading warna-warni en ngejrenq, hasil racikan Syahrul dan anak-anak OSIS yang lain, menghias papan pengumuman yang biasanya kosong dan sepi. Anak-anak 181 langsung berebut membaca mading itu, meskipun sebelumnya mereka tidak pernah membaca apa pun di sekolah mereka itu, tidak tertarik! Perpustakaannya saja tidak jelas ada di mana! Nah, mading bikinan Syahrul cs yang nangkring di koridor itu beda, sangat menarik. Ada gambar-gambar anime-nya, poster-poster boysband (sumbangan dari Ben!). Isi madingnya pun keren, bahkan ada yang tentang sop bayi, yang lagi santer di Taiwan itu lho, dilengkapi foto-foto malah (bikin semua yang baca dan melihat jadi mual!). Juga ada info tentang penyakit-penyakit kulit akibat baju ketat. Yang terakhir ini membuat cewek-cewek 181 dag-dig-dug, kemudian merasa bersyukur karena setidaknya sekarang mereka tidak memakai seragam ngetat lagi di sekolah. Meski perubahan-perubahan ini sudah cukup menjadi 'Revolusi' di 181, tetap saja BATAS belum merasa puas sama sekali. Itu baru proker pertama mereka! Target revolusi belum selesai, bahkan setengahnya pun belum! Sementara itu, proker kedua BATAS masih belum mencapai kesepakatan, tersendat, apalagi proker ketiga. Keempat...? Hhff, entah kapan target pertama mereka itu tergenapkan. Seusai bel pulang, di sebuah lorong di depan kelas 2-2. "Ben!" seorang cowok jabrik bermata sipit memanggil. Ben menoleh. "Eh, Pang!" sahutnya cerah. Sudah lama enggak lihat si Jepang, batin Ben. "Anak-anak ngajakin nge-band tuh! Di rumah elu sekarang, bisa nggak?!" Seketika wajah Ben berubah mendung. "Mmm..." "Kenapa?!" si Jepang mendelik curiga, "aah elu... baru puasa doang udah lemes begini, jangan-jangan elu mau tidur sampe bedug lagi!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Yah... gitulah, Pang! Sorry banget ya! Mungkin lusa gue bisa, nanti gue siapin dulu, lagian gue mau beli stik baru, kan mau lebaran." "Bisa aja, lu !"si Jepang memukul bahu Ben. "Hmm... oke deh, lusa pasti ya?!" Ben mengangguk, memaksa senyum sedikit. Ya, insya Allah Pang, ujarnya, meski cuma dalam hati. Lumayanlah, dua minggu dekat-dekat sama anakanak BATAS seperti Thio dan Aly, membuat Ben tidak lagi sering ngomong 'Pasti, Yo'i, Itu bisa diatur! Gampang' seperti dulu. Apalagi ada Syahrul. Tiap kali Ben bilang 'Besok pasti selesai dan!', anak itu langsung melotot, 'Pasti... pasti... insya Allah gitu!' omelnya. Setelah si Jepang berlalu, Ben melangkah lemah ke ruang OSIS nun jauh terpencil di belakang kantin sana. Rapat BATAS ! Rapat kedua mereka di bulan Ramadan, membahas proker kedua itu kembali alot, tidak menemukan titik kesepakatan. "Gue kan udah bilang, gue NGGAK SETUJU kalo proker kita tuh tentang rokok. Kok maksa bener sih, emangnya apa hubungan anak ngerokok sama ketertiban dan keamanan sekolah, hah? Kenapa juga kita mesti nangkepin anak-anak yang ngerokok itu bahkan sampe dikeluarin dari sekolah segala kalo udah pernah ketangkep tiga kali ngerokok di lingkungan sekolah? Gue jadi inget kata Yenti, jangan-jangan bener kalo BATAS nih jadi tukang ngusik hak asasi anak-anak 181!" "Sshhh... puasa woi, puasa!" Syahrul mencoba menenangkan emosi Ben, memijat-mijat punggungnya. Ben menghela napas panjang, agak terengah, memejamkan matanya, kemudian setelah agak tenang, baru kembali bicara. "Kalian nggak tahu, buat anak-anak kayak gue, cuma rokok yang bisa jadi pelarian, cuma rokok yang sabar nemenin gue kalo hati lagi sakit. Cuma rokok yang bisa ngelegain hati gue. Bahkan di sekolah ini pun, kalo gue dapet nilai jelek, gue lagi kesel ama guru, gue lagi benci ama orang, rokok bisa nenangin gue! Ngerti?!"Ben mencoba menangkap jawaban dari mata anak-anak di depannya yang menyiratkan kebingungan luar biasa. Mungkin mereka bertanya-tanya; kok Ben bisa kayak gini?



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Ben cuma mendesah. Ah... sekarang ini gue emang lagi sensi! Temanteman gue aja sampai pada bingung, mungkin gara-gara kejadian tadi malam. Ben memijat keningnya. Yah, tadi malam, Mami mengancam bakalan cerai sama Papi. Yang membuat Ben tidak tahan, mereka tidak sama dengan perceraian biasanya, dimana pihak suami maupun istri sama-sama memperebutkan hak mengasuh anak, pengen bareng ama anak-lah! Mereka berdua malah saling melimpahkan, saling menolak! Tidak ada yang peduli dengan Kak Brita, Bryan, dan gue! Ben membatin, merasai hatinya yang perih. "Ben, kamu lagi ngerasa nggak enak ya?!" tanya Thio tiba-tiba. Ben terkejut melihat mimik Thio yang tampak sangat mengkhawatirkannya. "Terakhir ketemu kemarin, walaupun kamu juga menyatakan nggak setuju sama proker kedua ini, tapi nggak sampe keluar emosi kayak gini." "Masih bisa sambil ketawa-tawa malah!" sambung Syahrul. "Kalo emang lagi ada masalah, cerita aja. Siapa tahu bisa kami bantu," tawar Aly. Ben menggeleng lemah, meski hatinya tersentuh. "Hmm... kalo masih juga kayak gini, mungkin pertanda nggak baik untuk kita terusin. Lagian sedang Ramadan, kalo mau berbaik sangka, siapa sih anak 181 yang nekat ngerokok di bulan puasa? Bejat bener! Mungkin kita harus mengulur waktu lagi untuk proker kedua ini." "Ingat kata Mbak Erdha, kita harus mempertahankan kekompakan!" Syahrul mengingatkan. Yang lain, kecuali Ben, mengangguk setuju. Ben menggigit bibir. "Sorry, mungkin lebih baik kalo kalian lanjutin rapat ini tanpa gue!" "Hmm," Amara menggeleng. "Kita justru butuh kamu Ben, untuk menyatukan pendapat yang berbeda. Kita berempat udah sepakat, kalo nggak ada kamu, buat apa rapat?!" ujarnya, menggoreskan suatu nuansa aneh di hati Ben. Ben menatap Amara kaget, kita justru butuh kamu Ben, kalo nggak ada kamu, buat apa rapat?! Ahh....



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Lagipula...," Thio menambahkan, "kalau kamu nggak ikutan, bukan rapat BATAS lagi namanya," Thio melirik menggoda Syahrul, "tapi rapat ATAS!" lanjutnya. Syahrul kaget campur senang dan terharu. Ternyata... ternyata nama gubahanku dihargai sedemikian rupa! Ooh h ... ooohh! Sementara itu, haru juga menyelimuti hati Ben, sedikit memberinya kekuatan yang telah menguap sejak tadi malam. Ternyata kalian menghargai gue sedemikian rupa, lebih dari yang Bokap-Nyokap kasi ke gue. "Trims...," sahut Ben pendek. Rapat pun ditutup, dengan doa penutup majelis, seperti biasa. Hari itu, rapat hanya berlangsung sepuluh menit. Rumah Ben Ben sedang berbaring di 'singgasana'nya, sebuah ruang sangat besar yang sering dideklarasikannya sebagai: 'Kamar Gue'! Wajahnya masih menyiratkan ke-bete-an yang amat sangat, tidak berubah seperti tadi siang. Meskipun alunan It's my life nya Bon Jovi menemani. Sebuah spring bed big size (cukup untuk tiga orang-lah, tapi sama Ben dipakai buat tidur sendiri!) di sudut kiri ruangan itu, tidak disentuhnya. Ia berbaring di sebuah sofa besar di sisi lain yang berada tepat di depan jendela yang tengah terbuka, menghadap ke arah pohon-pohon melinjo yang menjulang di taman belakang rumahnya. Ah, matahari... lamanya kau terbenam! keluh Ben. Bibirnya sudah kering, asam, perutnya berdegup-degup minta diisi, suara perutnya itu mirip seperti gebukan drumnya. Ugh! Ben meraih ponsel di sampingnya yang wallpapernya memperlihatkan foto Lola. Dipencetnya nomor handphone pacarnya itu, tempat biasa dia curhat. "La?"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Ben, sorry... gue lagi belanja nih, bentar lagi kan lebaran! Gue lagi sama Mami sama Desy juga, lagi milih-milih baju, baru dapet lima potong! Nanti gue hubungin elu deh, oke? Bye!" Nuut...! Bibir Ben maju, tambah jengkel, kalau lagi butuh, selalu lagi sibuk! Baru minggu pertama puasa sudah siap-siap buat lebaran. Dasar.... Hhhh... Ben jadi makin suntuk. Lima menit kemudian, tangannya mulai meraba-raba dan mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusannya. Hehh, apa gue isep aja ni rokok ya?! batinnya ragu. Pas sahur tadi malam, sebatang rokok sudah jadi 'menu' penutupnya. Sekarang dia jadi mau lagi. Baru saja dia akan menyelipkan sebatang rokok ke bibirnya, keburu ada ketukan di pintu yang membatalkan aksinya. Duh! "Mas Ben... ada tamu nih, suruh masuk ya?!" Nini, pembokat yang suka centil ke Ben itu berteriak-teriak berusaha mengalahkan suara Jon Bon Jovi dari depan pintu kamar Ben. Malas Ben memencet remote yang kemudian membuka lebar pintu kamarnya itu. Aah, palingan salah satu dari anak band gue, pikirnya. Ben salah. Tampang yang kemudian nongol dari balik pintu yang terbuka itu bukanlah salah satu anak bandnya, melainkan .... "Arul!" pekik Ben, nyaris terlonjak dari sofa. Wajah plongo Syahrul yang penuh takjub terlihat. Gile, batin Syahrul berdecak. Ups, Subhanallah! ralat hatinya. Dia tidak melihat Ben yang sibuk menyembunyikan rokok ke bawah sofanya. Syahrul sedang terpaku dengan semua yang ada di ruangan super luas di hadapannya itu. Ada banyak poster dan foto Ben sedang manggung di dinding. Juga ada piala gede, terus ada komputer yang perfor-mance-nya keren, Ben banget! Lemari yang lebarnya dari ujung dinding ke ujung satunya lagi, belum lagi kasur yang tiga kali lipat lebih gede dari yang di rumahnya, Syahrul ternganga. Terus... ada sofa gede, sofa di dalam kamar?! Eh, ada yang duduk di atas tuh sofa.... "Ben!" Syahrul akhirnya terjaga dari ketak-ubannya.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Duduk sini, Rul!" Ben menepuk sofa di sampingnya. Sambil jalan, Syahrul berdecak. "Ck... ck...! Aku nggak nyangka rumahmu segede gini, Ben! Mobil tiga, Harley satu, sepeda lima, semua di dalam garasi yang super luas. Dan ternyata garasi itu enggak ada apa-apanya dibanding kamarmu ini, di lantai tiga lagi! Masya Allah...!" Ben refleks tersenyum, untuk yang pertama kali di hari ini, meski tipis. Seumur-umur, belum pernah ada yang memuji kamar dia sampai segitunya. Belum saja si Syahrul melihat kamar kakaknya. Dua kali lebih besar! "Kok tahu isi garasi rumah gue?" tanya Ben begitu Syahrul duduk di sampingnya. Syahrul garuk-garuk sambil senyum nakal. "Sengaja nyasar! Hehe...." Untuk beberapa saat, keduanya diam. Hanya ada suara Jon Bon Jovi di kamar itu. "Ada apa, nih? Gue nggak nyangka elu yang dateng," tanya Ben. "Yaa... iseng aja nyari alamat! Susah juga ne-muin nih rumah, harus naik becak segala!" "Yaah, rumah gue emang agak jauh dari gerbang depan kompleks sih!" "Untung abang becaknya kenal dikau Ben!" "Hah?" Ben bengong, "bo'ong, ah! Dari dulu gue nggak pernah naik becak, gimana abangnya mo kenal!" serunya. "Eh, emang lu nanya ke abangnya gimana?" Ben penasaran. "Yaa, aku cuma ngomong. Bang, tau Ben nggak? Bisa anterin saya ke rumahnya? Rumahnya di Jalan Merpati 22 nomor 10 blok I Rt.04 Rw.07. terus abangnya bilang: tau, yok saya anter! Nah, berarti dia kenal kamu kan?!" Tonjokan Ben segera mendarat di lengan Syahrul, ngakak. Sialan nih anak! Pas tawa sudah reda... "Jadi seneng." "Hah?" Ben bingung. "Iya, habisnya pas di ruang OSIS tadi kamu jelek banget, kusut! Padahal hari istimewa, tapi sekarang udah rapih jali," Syahrul nyengir,



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



baru saja dia mau ikut menaikkan kakinya ke sofa seperti Ben, eh ... bungkus rokok yang disempil-sempilin Ben di kolong malah keluar, tertarik kakinya. Syahrul bengong. Melihat bungkus rokok yang isinya masih penuh itu, terus ganti menatap Ben yang jadi salah tingkah. "Puasa kamu udah batal, Ben?" tembak Syahrul, pelan, tapi dalam. Muka Ben yang putih langsung merona. "Engg, belon sih, tapi... nyaris," kata Ben pelan, sambil menggaruk tengkuknya. "Syukur deh, jangan sampai batal ya, Ben!" ucap Syahrul sungguhsungguh. "Kenapa emang?" "Dosanya besar! Susah ngapusnya!" kata Syahrul kelewat semangat. Ben begidik. Untung saja si Nini keburu mengetuk pintu kamarnya. Kalau tidak.... "Kamu ngerokok?" tanya Syahrul hati-hati sambil mengamati bungkus itu di tangan kanannya. Bagai duri menancap di hati Ben. Gue dicurigai?! "Biasa aja sih, nggak nyandu amat! Cuma kalo lagi boring," jawab Ben cepat, menutupi ketidak-nyamanannya ditanya seperti itu. Yah, buat anak baik-baik seperti Syahrul, Aly dan Thio, rokok mungkin asing. Di mata mereka, mungkin gue jadi asing juga sekarang. Ah, tapi... yaa, inilah gue, it's my life! "Syukur lagi, deh," ucap Syahrul menyentak lamunan Ben. Ia menaruh kembali bungkus rokok itu. "Berarti kamu belum parah, Ben. Dulu aku perokok berat!" Haa?! Ben ternganga tak percaya. Syahrul merokok? Si Usil yang polos ini... perokok berat?! "Bohong, lu!" "Kaget, ya? Mm, itu dulu waktu aku SD sih. Kelas tigaan lah! Rumahku kan di kampung. Yaa... gitu deh kerjaan anak kampung, ngerokok diemdiem, kadang bareng-bareng temen senasib, preman-preman, hehe. Pas SMP baru insyaf." "Kenapa?"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Alhamdulillah, ibuku nggak suka anaknya ngerokok, jadi aku berhenti ngerokok. Lama sih prosesnya. Aku diboyong keluar dari kampung. Saat SMP aku total benci rokok, insyaf aja. Hidayah Allah nggak ada yang tau. Padahal teman-teman di kota lebih parah, udah main ganja segala! Dari sanalah aku mulai suka nulis, nulis puisi apalagi, tentang dunia 'gelap'ku sebelumnya." "Sebentar... hmm... maksud gue tadi, kenapa elu ngerokok?! Bukannya kenapa elu berhenti ngerokok, sori baru gue ralat." "Ooh, kenapa aku ngerokok ya?" Syahrul jadi merasa tak enak sudah keceplosan, mana pas cerita tadi pakai gaya segala, semangat benerrrr! "Tenang... tenang, let me remember!" Syahrul mengelus-ngelus dagunya, padahal selembar jenggot pun tak ada di sana. "Mm, waktu itu aku masih SD. Engg...." Syahrul mencoba mengingat, "pertanyaan yang bagus. Kenapa ya aku ngerokok? Asal mulanya gimana? Iseng? Diajakin? Ah, nggak uga..." Syahrul ngoceh sendiri sambil planga-plongo ke langitlangit kamar Ben. "Engg, ooh... oh ya, inget sekarang!" "Kenapa?" "Orangtuaku cerai!" Seperti ada petir menyambar kepala Ben. Eh, kejatuhan durian juga ding! Soalnya sekarang ini Ben merasa kepalanya berat banget. Syahrul? Orangtuanya cerai dari dulu? Kok gue baru tahu! Ben kaget luar biasa. Semula dia pikir, cuma dia satu-satunya anak 'bermasalah' di BATAS, ternyata.... "Yah, pas aku kelas tiga SD itulah mereka bercerai, biasa... broken home! Aku emang masih bodoh dulu. Orangtua yang broken, eh akunya malah ikutan stres," Syahrul nyengir sendiri. "Lho? Itu wajar dong!" sergah Ben. Syahrul menggeleng cepat. "Nggak Ben. Kan setiap manusia punya jalan hidup masing-masing, punya banyak pilihan, dia sendiri yang menentukan hidupnya, bukan orang lain! Kalo orangtua bermasalah, kita sebagai anak punya dua pilihan besar. Menganggap diri kita malang terus lari dari segala masalah dan lari dari kehidupan, atau... menganggap itu hanya cobaan dari Tuhan, menghadapinya dan menyadari bahwa setiap masalah



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



itu dihadirkan untuk membuat kita semakin kuat, bukan sebaliknya," Syahrul berhenti sebentar, tapi cuma buat menelen ludah. "Nah, dulu aku ngelakuin yang pertama. Ming-gu-minggu awal aku malu keluar rumah, lari dari kehidupan, lama-lama temenan sama rokok, nyuri rokok Bapak! Lama-lama ketemu sama teman yang punya masalah sejenis, seterusnya... akhirnya aku nggak dapet apa-apa, cuma ngancurin hidupku sendiri. Nilai Ebtanasku jeblok, padahal, bukannya ge-er lo, aku anak jenius! Hmm... bodoh banget kan?!" Ben terdiam. Bodoh? Berarti yang dia lakukan sekarang pun sebuah kebodohan? Ada kesenyapan di antara mereka untuk beberapa menit. Syahrul tidak bisa membaca apa yang ada di pikiran Ben. Terharukah?Ikut bersedih? Kaget aja? Atau... apa? Kok si Ben diam aja? Syahrul jadi ikutan diam. Jangan-jangan dia sudah salah ngo-mong?! "Elu psikolog banget!" ujar Ben, mencoba menutupi hatinya yang terasa tidak karuan. Syahrul terlonjak. "Ah, yang bener Ben? Sumpe lu? Kok bisa tahu? Aku emang mo jadi psikolog! Ada tampang ya?!" cerocos Syahrul girang, lega juga akhirnya Ben bunyi'. "Eit, tunggu! Kalo aku psikolog, berarti kamu... ahli nujum dong! Hehe...." Kening Ben berkerut, "Kok ?!" "Lha iya, tuh bisa tau kalo aku bakal jadi psikolog! Dasar tukang ramal!" Syahrul ngakak lagi, meski Ben rada setengah hati. "Oh iya..." Syahrul membuka tasnya, teringat sesuatu. "Hampir lupa tujuanku datang ke sini sebenarnya, masya Allah!" Syahrul mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebuah bungkusan yang terbalut kertas koran. Malu-malu dia menyodorkan kepada Ben. "Engg... ini, selamat ulang tahun." Ben bengong. Tuh, sampai melotot. Asli! Ulang tahun? Dia? Kok bisa lupa ya?! Ben baru mau bicara, tapi Syahrul keburu nyerocos, sambil menunduk. "Sorry, mungkin buat kamu nggak seberapa, tapi ini penting banget. Tadinya mau aku kasi di sekolah, di ruang OSIS. Tapi Amara paling anti



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



sama ulang tahun-ulang tahunan, jutek bener dia pas aku kasi tau kamu ulang tahun hari ini. Dia bilang; 'emang napa?'. Yaa... nggak jadi aku kasi deh, lagian tampangmu tadi juga nggak memungkinkan, jadinya...." "Panjang amat sih kalo ngomong!" potong Ben. Syahrul kaget, apalagi pas dia mendongak, melihat mulut Ben manyun. "Kamu nggak suka ya?" "Kalo gue beneran ulang tahun mah gue seneng , Iha ini masih sebulan lagi. Mas" Waaa! Syahrul Kaget, kemudian langsung mengobok tasnya, membuka data-data pengurus OSIS yang semalam dia rekap. "Sekarang tanggal berapa?" malah Syahrul yang bertanya. "Sebelas November," jawab Ben Syahrul nutup mulutnya. Waduh, dia salah baca! Yang ulangtahun hari ini bukan Ben, tapi nama di bawah Ben; Yenti! Hah? Yenti?! Syahrul shock. Kalau Ben sih tanggal 11 Desember, alamak!! "Lagian, kalo gue ultah, gue pasti bawa blackforest ke sekolah. Mas!" seru Ben mengejek Syahrul, bercanda. "Sekarang kan bulan puasa. Mbak!" balas Syahrul dengan wajah masih terlihat kaget. Dia kebingungan, jadi kado ini buat siapa?! "Nggak apa-apa deh, gue terima bungkusan ini!" seolah membaca pikiran Syahrul, Ben mengambil kembali bungkusan itu. "Thanks!" "Oh iya, sebagai gantinya... gue traktir lu buka puasa di rumah gue." "Hah? Yesss!!" Syahrul girang banget, "apa aja menunya?" "Gampang! Lu maunya apa? Pizza? Ayam goreng? Ayam bakar? Sea food?" "Gado-gado!" jawab Syahrul pasti Giliran Ben yang bengong. Di mana tempat jual gado-gado coba di sekitar sini? "Engg ... ya udah, gampanglah, gue suruh Nini nyari deh, elu tenang aja. Lagian, nanti gue yang antar pulang!" "Asyiik!! Eit, tapi jangan pake becak, pake Harley ya?" tawar Syahrul, melucu.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Siapa juga yang punya becak, dasar!" Bener-bener polos nih anak, batin Ben. Senyumnya melebar. Ada beban sebesar gunung yang lenyap dari dada Ben. Perhatian Syahrul, nasihatnya (meski tua banget!), lawakannya apalagi; jasjus (baca: jayus). Ah... ternyata masih ada orang unik model elu, Rul! Masak cuma karena mau memberi kado, jauh-jauh dateng kemari?! Sudah gitu salah tanggal lagi! Kalo cewek, bakal gue putusin Lola sekarang juga dah, untung Syahrul cowok, haha! Beberapa menit kemudian azan Magrib berkumandang. "Heii, gado-gadoku belum kebeli!!" Malamnya, selesai mengantar Syahrul pulang ke rumahnya yang jauhnya amit-amit, Ben tersenyum melihat isi kado Syahrul. Sebuah buku bersampul merah. Seven Habbits for Teens karangan Sean Covey. Hhh, tebal amat! Barangkali di ulang tahun yang ketiga puluh Ben baru bisa selesai membaca tuh buku! Ben meletakkan buku tersebut di samping komputernya. Itu buku pertama yang ada di kamar besarnya. Lusanya di studio musik rumah Ben. "Hffhh, lagu apa lagi nih?" tanya Ewin sambil ngos-ngosan, keringat mengucur sampai ke telapak tangannya. Tapi tetap saja mike di tangannya tergenggam erat. Ia memang vokalis di Cool Band. "Gimana kalo lagu Larc en Ciel? Lagunya si Hyde. Bisa nggak, lu?!" tantang si Jepang. Ewin monyong. Jepang ngakak. Kalau sudah tertawa lebar, matanya langsung menghilang. "Udah... udah... ini kan bulan puasa, nyanyi yang slow dikit napa! Gue capek nih ngegebuk drum keras-keras mulu. Haus!" keluh Ben sambil memain-mainkan stik barunya. Badannya juga tak kalah keringatan dengan Ewin. "Kalo haus ya minumlah! Repot amat, Ben!" sambar Iwan mengejutkan. Gitaris Cool Band ini dengan enteng membuka resleting tasnya, mengambil sebotol air mineral, membuka tutupnya, kemudian glek... glek... meminumnya.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Gila! Siang bolong di bulan puasa begini?! Ben kontan melotot melihat kelakuan tidak beres sepupunya itu. "Iwan!! Lu nggak puasa?!" pekik Ben sambil menunjuk Iwan dengan stik drumnya. Iwan mengelap sisa air di sekitar mulutnya dengan lengannya, terus nyengir tak berdosa. "Yaa... gimana ya Ben, tadi malam gue nggak bangun sahur. Lagian, gue haus banget! Lu sendiri haus juga kan? Nih!" Iwan melempar itu botol ke arah Ben, tapi keburu ditangkap sama si Jepang. "Hehehe, gue dulu ya!" ujarnya, kemudian Langsung glek-glek juga. Ben jadi keki. "Lu pada nggak punya otak apa?! Ini bulan puasa! Lu semua juga harus puasa! Kalo nggak bangun sahur, itu salah lu sendiri ! Lagian, puasa itu bukan buat orang-orang yang sahur doang, tapi buat orang-orang yang beriman!" seru Ben berapi-api, di benaknya melintas omongan Syahrul dua hari yang lalu, 'Jangan sampai batal puasa Ben. Dosanya besar, susah dihapusnya!' Ben kembali begidik. Mendengar omongan Ben, anak-anak Cool Band itu malah tertawa, padahal tidak ada komando. Tertawanya geli banget lagi! Setelah agak mereda.... "Lu ngomong gitu kayak lu orang beriman aja! Nih tangkep!" Jepang melemparkan botol di tangannya ke Ben. Ben dengan sigap menangkapnya, tapi hanya dia pegang. Matanya tak lepas menatap anakanak bandnya dengan tajam. Ewin yang mulai menyulut rokok, rokoknya disodorin pada Iwan, eeh... Jepang ikut-ikutan, bahkan Rony yang paling kalem juga ikut! Semua terkekeh-kekeh. Dalam sekejap ruangan itu sudah penuh kepulan asap rokok. Ben tambah geram, diremasnya botol di tangannya, giginya beradu, alis matanya bertaut. Kurang ajar nih anak-anak! Si Iwan apalagi, tambah rese! batinnya. "Hei Ben! Lemparin botolnya ke gue, dong!" pinta Ipunk, si bassis plus backing vokal di Cool Band. Ben menatap botol di tangannya, setengahnya masih terisi air segar, dia menelan ludah. Botol itu sudah cukup penyok sehabis dia remas tadi. Lama....



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Woi, Ben! Gue juga haus nih! Elu mau minum apa kagak sih?!"Ipunk memelas. Sementara itu di sisi lain.... "Wan, katanya mau ngasi kita yang lebih asyik? Kapan? Kalo rokok mulu nggak ada tantangannya nih!" Alis Ben mengernyit. Apa maksud Ewin itu? Matanya menatap Iwan tajam. Anak itu sedang memainkan lintingan rokok di selipan jemarinya, sambil menawarkan pada Rony yang cengengesan. "Obat ya?!" Iwan terkekeh, "gue lagi nggak ada duit! Minta tuh sama si Bos!" Iwan mendelik ke Ben dengan mulut separo miring. Tanpa sadar Ben melempar botol di tangannya sekuat tenaga, malah meleset dari tangan Punky yang dari tadi minta air. Semua anak bengong, botol itu menubruk tembok, kencang! Airnya muncrat ke manamana. Teman-temannya yang kaget. Dengan pasti dia berjalan menuju pintu. "Gue keluar!" serunya sambil meraih pintu dan membuka knopnya. "Keluar gih sana, biar jadi anak munafik sekalian!" seru Iwan, kasar. "Bukan cuma keluar dari pintu ini," kata Ben lagi. Semua yang ada di dalam ruang menahan napas. Bahkan ada yang tersedak asap rokok. "Gue keluar dari Cool!..." Kemudian Ben keluar, menutup pintu. Baru saja Amara hendak membuka sepatu, tiba-tiba ia dikejutkan dengan keberadaan sosok Ben yang ternyata sudah nongkrong di ruang OSIS dari tadi. Amara pun urung masuk ke dalam ruang itu. "Hei, Ben... tumben,"sapanya. "Elu juga. Mar, tumben," sahut Ben. Wajahnya tampak lemas. "Sejak dilantik jadi pengurus, tiap jam istirahat dan sepulang sekolah aku selalu ke ruang ini," ucap Amara, datar. Ben terhenyak. "Ooh, berarti beneran gue yang tumben," ralatnya. Senyap. "Kenapa di luar, Mar, masuk aja." Amara cuma tersenyum kecut.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Nggak enak sama Arul." Ben kaget, "Arul?" Dia celingukan, "di mana?" "Tuuh...!" Amara menunjuk poster di dalam ruang OSIS yang bertuliskan 'DALAM RUANGAN INI DILARANG BERDUAAN COWOK-CEWEK NON MAHRAM ! BOLEH SIH, KALO NGGAK TAHU MALU!' Ups! Ben nyengir. Memang sih, poster itu didesain sama si Syahrul, dari mulai bacaannya yang sadis, sampai ilustrasinya yang ngocol. Tiba-tiba Ben jadi ingat sesuatu. Ooo... pantesan waktu Lola datang ke sini dulu, Syahrul langsung menemaninya, ikut nimbrung di luar! Tuh anak kan memang paling sering mengingatkan; kalau ada dua orang, cewek-cowok, maka yang ketiganya setan! Berarti waktu mereka bertiga sama Lola, yang setan... Syahrul? Hehehe. Kembali hening. Kemudian terdengar desahan napas Ben. "Kalo ada masalah, ngomong aja," kata Amara datar. "Tau dari mana aku ada masalah?" tanya Ben "Lecek." "Hah?" "Iya, tampangmu lecek!" ucap Amara enteng, "Lagipula, orang yang melakukan hal yang nggak biasa dilakukannya, biasanya mengindikasikan ada sesuatu terjadi atau ada sesuatu yang jadi beban pikiran. Kamu nggak biasanya nongkrong di ruang OSIS, itu sudah menjadi satu indikasi jelas bagiku," lanjut Amara. Ben tersenyum dalam hati, detektif amat sih, Mbak! "Hmm... gue di sini karena gue puasa! Kalo nggak, gue udah ada di kantin dari tadi. Dan... mengenai tampang lecek, yaah, orang keren pun sekalikali pengen dibilang jelek juga." "Sekali-sekali sih nggak papa, tapi kalo udah lima hari? Jadi jelek beneran kayak gitu!" Ben tak tahan, tawanya pecah. Membuat Amara bingung, apa yang lucu? Bagi Ben, ini pertama kalinya ada cewek yang tak terpesona dengannya. Biasanya sih, cewek-cewek nggak pernah ada yang sedatar itu kalau



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



lawan bicaranya adalah seorang Ben! Paling banter gugup, terus kelepekkelepek, tak ada yang sampai nekat bilang tampangnya lecek. Untung nggak dari dulu gue kenal elu, Mar! Kalo nggak, bisa berkurang dah pe-de gue! Tentunya Amara tidak mendengar suara hati Ben ini. "Jadi, dari tadi di sini mikirin apaan?" pancing Amara kemudian. Tapi Ben bergeming, tak menjawab. "May I guess?" tawar Amara. "Hmm ?" hanya lenguhan yang keluar dari mulut Ben. "Proker kedua...?!" tebak Amara. Ben terkesiap. Tajam juga nih cewek. "Yah... begitulah!" jawabnya membenarkan. Kemudian hening lagi. "Ben, kamu mau tahu alasanku menginginkan proker kedua tetap terlaksana?" Masuk ke pembicaraan serius. Ben menegakkan posisi duduknya. "Yap?" "Rokok itu pembunuh!" Apa?! Ben terkesiap lagi. "M-m... maksud lu?" "Ayahku meninggal karena rokok," suara itu tetap datar, nyaris tanpa emosi. Nurani Ben kembali tersentak. Apa lagi ini? Tempo dulu dia baru tahu orangtua Syahrul broken, sekarang... Amara yatim? Kenapa dia baru tahu juga? Oh, God! Dada Ben kembali terkoyak. "Waktu aku lulus SMP.." Tanpa tahu apa yang berkecamuk di benak Ben, Amara tetap melanjutkan pembicaraan. "Sejak saat itu, aku paling memusuhi rokok. Percaya nggak percaya ya, bahkan kalau Pak Rendy merokok di kelas, aku langsung menyuruhnya untuk matiin tuh rokok!" Percaya... percaya. Ben manggut-manggut. Jadi? "Jadi, aku nggak pengen ada anak-anak 181 merokok. Perbuatan konyol, bunuh diri!" "Tapi...," Ben baru hendak memberikan argumen, namun keburu dipotong sama Amara.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Bahkan dengan alasan apa pun! Untuk menutupi kesedihan misalnya, menjadi teman setia ketika ada masalah. Itu lari dari kenyataan namanya, pengecut!" Deg! Ada ribuan sengat di jantung Ben. Mukanya memerah, matanya melebar. "Itulah... aku tak ingin ada banyak pengecut tercetak dari SMA kita. Kayak yang dibilang Thio dulu, kita bertanggung jawab terhadap anakanak 181. Kesehatan rohani dan jasmani mereka di sekolah, semuanya harus kita antisipasi sebisa kita. Di proker pertama dulu, kita sudah mencoba melindungi cewek-cewek di SMA, sekarang kita juga harus memproteksi kemungkinan buruk yang bisa terjadi di kalangan cowokcowok 181. Itulah pokok proker kedua ini." Mata Ben semakin memerah, tidak terdengar lagi penjelasan panjang lebar Amara barusan, pikirannya ada di tempat berbeda. Jadi... jadi... gue adalah pengecut di mata anak-anak BATAS? batinnya perih. Tanpa menoleh ke arah Ben, Amara tersentak tiba-tiba, menyadari jangan-jangan ada kesalahpahaman dari kalimat yang diucapkannya tadi. "Engg... Ben, aku sama sekali nggak mengatakan bahwa kamu pengecut lho! Sama sekali nggak! Dan juga nggak bermaksud menyinggung kamu sedikit pun. Aku, aku membicarakan tentang... ayahku," nada suara Amara mulai menggoyah. Wah... sepertinya Ben benar salah tangkap tadi! Jadi nggak enak. "Pengalaman Ayah telah kujadikan sebagai guru berharga, dan ingin kujadikan contoh yang nggak boleh ditiru oleh siapa pun, nggak boleh terjadi lagi pada siapa pun. Kamu... hmm, nggak merasa jadi bahan pembicaraanku kan?" Ben tidak menjawab, dia sedang menata hati kembali. Sialan! Gue kok jadi sensi banget akhir-akhir ini! Dikepalkan tangannya kuat-kuat. Bener kata Arul... ini bodoh! Tak mendapat jawaban dari Ben, Amara menarik napas panjang. "Yah... kalaupun kamu merasa, kayaknya aku nggak perlu minta maaf. Soalnya aku kan sama sekali nggak bermaksud. Itu bisa jadi bahan introspeksi buat kamu juga...."



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Ben menggigit bibir bawahnya, sambil mang-gut-manggut. Yup, Amara benar! Kok gue bisa cengeng begini sih?! Ben mengutuk diri sendiri. "Ehm, elu bener Mar!" akhirnya ucapan itu terlontar. Ben membenahi rambutnya sambil memijat kulit kepalanya. Amara tersenyum, penuh arti. "Kamu cowok yang sportif Ben! Pantas banyak cewek gigit jari, aku baru paham." Eitt! Tidak tepat! Pujian Amara itu seketika memberi semangat dan mengembalikan rasa percaya diri Ben lagi, tapi membuat Ben jadi... geer setengah hidup! Ben merasa sesuatu bergejolak di hatinya; kuchkuch hotta hai Ah, nggak ngerti! "Mar...." "Ya...?" "Elu bisa bilang ke Aly sama Thio nggak? Syahrul biar gue yang hubungi." "Maksudnya apaan nih?" Amara berbalik badan, menatap Ben. Cowok itu sedang cengengesan. "Bilang ke mereka, pulang sekolah ini kita ngumpul di sini, rapat BATAS!" "Lho? Jadwalnya kan besok Ben! Lagian, kayaknya si Thio lagi nggak ada waktu hari ini deh!" Amara bingung. "Alaah... paling nggak sampai lima menit!" seru Ben. Amara mengangkat alis. "Gue cuma mau deklarasi, gue setuju diberlakukannya proker kedua!" seru Ben sambil tersenyum genit. Idih, melihat senyum Ben, Amara hanya bisa bengong. Dilema Amara Waktu semakin memperlihatkan karakter yang sebenarnya; begitu cepat berlalu. Ramadan kini memasuki akhir minggu ketiga, awal dari sepuluh hari terakhir menjelang Syawal. Tak terasa.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



BATAS mulai mengurangi jadwal pertemuan mereka, khususnya Thio yang jadwalnya paling full; i'tikaf, ikut tabligh akbar di sana-sini, wuih! Hanya ada tiga kali pertemuan yang mereka jadwalkan sampai lebaran nanti. Proker kedua BATAS sudah disetujui oleh pihak sekolah. Akhirnya gol juga setelah melalui proses diplomasi yang rumit dengan pihak sekolah. Thio yang pandai berargumen, ditambah ketegasan Amara, proposal meyakinkan dari Syahrul, juga kehadiran Ben yang ortunya paling dikenal di kalangan pembina kesiswaan karena sering mengirim kue dan parcel (apalagi deket-deket lebaran! juga donatur terbesar tiap ada acara di 181). bagaimana para pembina tidak bingung menolak usul anaknya coba? Belum cukup, Aly dengan cerdasnya menyelipkan hal-hal berbau keagamaan waktu mengajukan konsep proker kedua mereka. Mumpung masih momen Ramadan, begitu alasannya. Semua hasil keroyokan BATAS itu membuat Pak Didi, pembina kesiswaan, berpikir ratusan kali untuk menolak konsep yang BATAS ajukan. Ketika akhirnya Pak Didi menjawab dengan desahan napas panjang, "Oke... sekolah akan menindaklanjuti usul kalian ini seusai libur lebaran," BATAS langsung gembira luar biasa. "Alhamdulillah... terima kasih, Pak!" ucap Thio yang kemudian disusul Ben yang dari sejak diplomasi diam saja, tiba-tiba maju. "Mmm... kebetulan tadi Mami nitip ini buat Bapak." Sebuah amplop disodorkannya pada Pak Didi. Dengan sedikit malu tapi tanpa ragu. Pak Didi mengambil amplop itu. "Buat apa ini Ben?" tanyanya, tanpa ada nada selidik. Tampaknya hanya sekadar basa-basi. Ben sudah paham sekali dengan yang beginian. "Nggak ngerti buat apa. Pak. Tapi katanya sih... salam tempel lebaran, untuk anak-anak Bapak ngkali," kata Ben belagak polos, sambil garukgaruk tengkuk. Hmm... hampir saja gua nggak kasi, Pak, kalo tadi Bapak menolak proker kedua BATAS ini! Ben berkata dalam hati, untung tak ada yang mendengar. Kemudian ia pun nyengir kepada empat rekannya yang lain. "Yok, cabut!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Mereka pun meninggalkan ruangan itu dengan senyum ceria, dan meninggalkan Pak Didi yang matanya berbinar ceria juga. Semua lega, tampaknya BATAS sudah menyadari fungsi mereka masing-masing dalam tim. Ruang OSIS SMA 181. Sudah lewat lima menit dari waktu yang telah ditentukan. Rapat itu belum juga mereka mulai. Amara belum datang. "Duuh, tumben amat sih tuh anak telat gini!" gerutu Syahrul. "Biasanya dia udah ada di sini sebelum kita semua kumpul" tambah Ben, yang memang sudah tahu kebiasaan Amara; beres-beres ruang OSIS tiap jam istirahat dan habis bel pulang sekolah. Mata Ben tak lepas dari pintu, barangkali menunggu Amara tiba-tiba nongol dari sana. "Hmm... mungkin karena hari ini sekolah libur, Amara nggak bisa kumpul tepat waktu seperti biasa, mungkin dia punya jadwal lain, ada acara di lingkungan rumahnya misalnya," Aly menanggapi dengan bijak. Kemudian ia kembali membuka juz'-amma di tangannya, melanjutkan muraja'ah hapal-annya. Sama sekali anteng, tak merasa terbebani dengan keterlambatan Amara. Tapi Aly, Ben dan Syahrul tidak tahu keresahan macam apa yang sedang melanda salah satu teman mereka yang sejak tadi mencorat-coret agenda di pojok ruangan itu. Makhluk terdisiplin di kalangan anak-anak BATAS, Thio. Hmhh... Thio mengetuk-ngetukkan pena ke lantai, alis matanya bertaut, tulang pipinya ditopangkan ke tangan kirinya yang bersandar di meja kecil. Agendanya dibiarkan terbuka di sampingnya. Si Amara ke mana sih? Pikirannya berkelana. Sejam lagi aku mesti nongol di masjid AlHikmah. Perjalanan ke sana saja setengah jam! Jangan-jangan agenda hari ini tak bisa terbahas. Thio tampak berpikir keras. Dan memang, agenda mereka hari itu tak terbahas, meskipun semenit kemudian Amara sudah tiba di depan ruangan itu.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Assalamu'alaikum," salam Amara, dengan gaya khasnya yang datar. Segera ia buka sepatunya dengan cepat. Semua anak BATAS yang di dalam ruangan berlomba menolehkan pandangan ke arah pintu. Tapi... ups! Kaget bo'! Semua terbengongbengong. Ben nyaris jomplang dari satu-satunya bangku di ruangan itu yang sedang didudukinya. Pena Thio menggelinding di lantai, terjatuh dari tangannya. Juz'amma Aly menutup kembali untuk sementara. Bahkan salamnya Amara cuma terjawab di hati masing-masing. Semua menatap tak percaya. Di ambang pintu itu berdiri seorang gadis berjilbab, meski tak begitu rapi, namun cukup membuat pangling. Gadis itu... Amara! Sepi. Amara ikutan bengong. Bingung dengan suasana yang menyambutnya. Ada apa dengan nih cowok pada? Dia mengedarkan pandangan ke tiap anak; Syahrul, Ben, Thio, Aly, semua sedang menatapnya. Glek...! Untuk pertama kalinya, si tegas itu salting. "Engg ...." Untung sedetik kemudian Syahrul mulai mencairkan kebekuan itu. "Subhanallah... Mara! Kalo jilbaban gitu, kamu cantik amat! Amat aja nggak cantik!" candanya. Amara tersenyum tipis. Kemudian cepat-cepat duduk, mengambil posisi tak jauh-jauh dari pintu sambil menunduk. Dia merasa tak nyaman dengan cara pandang tiga cowok lainnya di ruang itu. Pada kenapa sih? benaknya bertanya-tanya. Masak melihat aku pakai jilbab saja segitu hebohnya? "Sorry Mar, biasa deh kalo melihat penampilan baru, pada terpesona gini deh!" Syahrul mengibaskan tangannya ke Ben, Aly dan Thio, memberi isyarat biar mereka enggak melongo terus. Amara kembali menunduk. Terpesona? Mereka? Sama aku? Yang benar saja... kayak nggak pernah kenal sebelumnya! batinnya tak percaya. (Tapi bener lho pemirsa, Amara jadi kayak orang lain kalau berjilbab seperti itu!). "Eh, ngomong-ngomong, kok tumben jilbaban kayak gini?!" tanya Syahrul penasaran.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Sementara Amara jadi disadarkan pada suatu hal. "Oh iya, astagfirullah, hampir lupa! Aku minta maaf sama kalian semua, tampaknya aku sudah telat tiga menit...." "Enam," ralat Thio. "Hah?" Amara menyingkap lengan baju kirinya, ada arloji berbentuk hati di sana. Benar, lewat enam menit! Ck... ck...." "Memangnya apa yang telah terjadi?" tanya Aly memotong. Agak puitis. "Aku baru menggelar bazar di pengajian ibu-ibu di RT-ku, kelamaan ngeberesinnya," kata Amara cepat. "Bazaar apaan?" Ben tertarik. "Baju muslim, jilbab, gamis, koko untuk lebaran...." "Jadi, yang kamu pakai itu salah satu sampelnya. Mar?" simpul Syahrul, mengembalikan ke pertanyaannya semula yang belum terjawab. Amara mengangkat alis, tak menyangka Syahrul cepat juga tahunya. "Hmm..." ia mengangguk. Ooh... cuma sebagai sample! Kirain.... Hening. Semua seolah kehilangan ingatan akan agenda yang seharusnya mereka bicarakan. Agendanya malah berubah jadi satu kata, satu nama; Amara. Thio bahkan menutup buku agendanya. "Kenapa nggak pakai jilbab untuk seterusnya saja?" jelas ini pertanyaan buat Amara, tak mungkin untuk Syahrul apalagi Ben! Tapi pertanyaan ini dilontarkan oleh seorang Aly, si kalem itu! Nada suaranya terdengar tidak selembut biasanya, so serious and cool... membuat Amara terhenyak. Namun tak menjawab apa-apa. "Gerah? Nggak nyaman? Nggak mau? Nggak suka?" selidik Aly, memancing. Personal BATAS yang lain diam, mengamati dengan wajah mengernyit, merasa aneh. Tak biasa-biasanya Aly bersemangat bahasa halusnya nepsong' begitu rupa saat berbicara dengan orang lain. "Atau...?" Aly sengaja menggantung pertanyaannya. "Tidak diizinkan Ibu!" jawab Amara lugas. "Oooh... sudah kuduga!" desis Aly.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Merasa ada sesuatu yang ganjil dari air muka Amara setelah kalimat terakhir Aly itu, Ben segera mengambil alih perhatiannya. "Mau dibantuin. Mar?" "Hah?!" Amara mendongak. Tak mengerti maksud Ben. "Mau dibantuin jualan?!" "Ooh... nggak usah, untungnya nggak seberapa kok, kecil. Aku mau coba bazaar-in pas acara menjelang Idul Fitri di masjid depan nanti, insya Allah bisa sendiri," sahut Amara, tetap datar. "Masjid depan yang mana? An-Nabaa?" tanya Thio, menyebutkan nama salah satu masjid besar di depan 181. Amara mengangguk. "Kenapa tidak diserahkan pada akhwat ROHIS? Atau subseksi Islam OSIS yang kubawahi saja? Buat apa kamu turun langsung?" tanya Aly, nadanya tajam. "Enggak percaya?" Iih... Amara jadi tahu kalau Aly bisa menyebalkan juga. "Kan sudah kukasi tahu tadi, untungnya kecil, nggak bisa dibagi-bagi, aku jadi nggak enak kalo dibantu!" Amara lepas dari kedatarannya, suaranya agak naik. Terdengar desahan napas Aly. "ROHIS nggak akan mengambil keuntungan. Cuma untuk membantu kamu! Lagipula di ROHIS kan banyak akhwat berjilbabnya, nanti malam Rosma akan kuhubungi, tanggal bazaarnya kapan?" kata Aly kemudian, sambil menyebut nama salah satu akhwat ROHIS yang paling menonjol. Oh ya, dulu nama Rosma juga sempat masuk ke dalam jajaran 10 formatur OSIS. Banyak yang berharap cewek satu ini yang lolos menjadi salah satu dari lima formatur. Tapi ternyata... Tuhan memilih Amara! Syahrul musti bersyukur... kalau bukan Amara yang gol ke dalam lima formatur, nggak bakalan ada nama BATAS. "Nggak usah maksa! Mungkin Rosma, juga yang lainnya, lagi pada pulang kampung," seru Amara, "aku bisa jualan sendiri," tegasnya. "Itu akan sulit. Mara!" "Aku sudah sering, Aly," ada perseteruan kecil tercipta. Amara tak mengerti. Apa sih yang ingin disampaikan Aly? Kenapa harus mutarmutar dan memaksa kayak gini?! Semua personel BATAS lain pun



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



memiliki pertanyaan serupa seperti Amara. Tampaknya ada poin yang ditutupi Aly, tapi hendak dikatakannya dalam kalimat-kalimat lain. Jadi terkesan memaksa. "Kamu sendiri yang membenarkan... pakaian takwa yang kamu kenakan itu hanya merupakan sampel!" seru Aly lagi. Amara semakin tak sabar. "So what?!" katanya dengan nada semakin tinggi. "Tidak keberatan jika kuberi tahu langsung?" "Itu yang kutunggu sejak tadi." Amara berharap mendapat jawaban yang tak membuat dia penasaran lagi. Oke, kalau kamu memang tidak keberatan, batin Aly. Mudah-mudahan kamu memang kuat, tidak akan sakit hati atas apa yang akan kusampaikan. "Kaburo maqtan 'indallahi antaquuluu maa laa taf'aluu."'Aly menyampaikan suara hatinya sejak tadi. Thio satu-satunya yang paham arti ayat yang dibacain Aly itu tersentak. Yang lainnya, termasuk Amara, hanya bengong, mengernyit tak begitu paham. "Aly!" seru Thio memperingati, khawatir yang dilakukan rekannya itu dapat melukai hati seseorang. Tapi Aly cuma menatap Thio sekilas, memberi isyarat Thio untuk tenang saja!, kemudian kembali bicara. "Mara, akan sulit ketika kita menyuruh orang lain membeli pakaian takwa untuk dikenakan, sementara kamu sendiri belum mengenakannya," lembut sih, tapi dalam! Akhirnya Aly berhasil menggali sumur di hati Amara. "Terus, apa salahnya?" sekarang giliran Ben ngotot, masih belum nyampe. Aly menatap Ben, mencoba menjelaskan. "Yaa..." Aly berpikir sejenak. Ia ragu. Ia lemparkan pandangan ke wajah Amara sekilas. Tampak gadis itu tengah menanti jawaban darinya, keningnya berkerut. Ah! Aku harus menyampaikan kebenaran, walau perih. Justru ketika terasa perih dan menyakitkan, itulah pertanda dakwahku mengena, seru



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Aly dalam hati. Kemudian ia menghirup napas dalam. Bersiap... bismillah, afwan, ya Ukhti! "Aku merasa Amara pun sebenarnya tidak nyaman menjual pakaian takwa tapi dirinya sendiri belum berhijab, itulah sebabnya Amara mengenakan 'sample' seperti sekarang. Tapi, apa bedanya perbuatan itu dengan yang dilakukan orang-orang... munafik?!" Semua tersentak. Amara mengulas senyum pahit. "Kamu nggak bermaksud mengatakan bahwa Amara nggak pantas jualan baju muslim kayak sekarang ini kan, Ly?" tanya Syahrul memastikan. Aly tersentak. "Lho, bukan itu maksudku. Justru aku gembira kalau Amara bisa berjualan seperti sekarang. Tapi, sebelum memberi pakaian kepada orang lain, hen-daknyalah kita beri pakaian diri sendiri, jangan sampai seperti lilin, menerangi orang lain tapi dirinya sendiri terbakar habis." Amara menatap Aly tajam, ada suatu getaran tak terdefinisikan di hatinya mendengar ucapan Aly itu. Marah? Benci? atau malah... hmm! Yang pasti, semua merasa gerah dalam rapat tanpa agenda yang jelas hari itu. Tiga puluh menit kemudian rapat pun usai. "Bu...." "Ya?" "Kalau Mara berjilbab. Ibu membolehkan nggak?" "Ini pertanyaan sama untuk ketiga kalinya minggu ini. Mar!" "Siapa tahu Ibu berubah pikiran." "Ibu berubah pikiran kalau kamu sudah bekerja, bergaji besar, dan perusahaan tempat kamu bekerja itu membolehkan kamu berjilbab, atau...." "Atau...?" "Kalau adik-adik kamu sudah bisa mencari uang sendiri!" Amara menoleh kepada ketiga orang adik laki-lakinya yang masih sangat kecil. Yang paling besar baru kelas tiga SD. Masih butuh sepuluh tahun lebih untuk menunggu mereka tumbuh dan dapat mencari uang sendiri. "Apa syarat itu tidak bisa Mara tawar. Bu ?"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Terserah, kalau kamu memang ingin membebankan semua tanggungan biaya hidup pada Ibu! Dan selamanya jadi pedagang kue, atau mau seperti Ibu juga? Jualan gado-gado... hidup luntang-lantung?" Pilihan berat. "Halo? Thio ?" "Eh, ada apa. Mar?" "Mengganggu, ya? Ada acara?" "Semenit lagi, aku mau i'tikaf di masjid." "Oke, kalau gitu aku minta waktu setengah menit!" "Silahkan." "Waktu itu Aly sempat membaca ayat Al-Quran, tolong sebutin surat apa dan ayat berapa?" Thio nyengir di ujung telepon. Dasar Mara! Kayak ngasi pertanyaan cerdas cermat saja! "Buka Quran surat 61 ayat 3." "Oke, makasih!" "Eit, belum tiga puluh detik!" seru Thio. "Sekalian.. . tolong kamu buka juga surat 33 ayat 59." "Hmm," Amara mencatat. "Sama surat 24 ayat 31." "Cukup?" "Insya Allah!" "Terima kasih ya, Yo!" "You're welcome!" gagang telepon pun ditutup. Amara sudah siap dengan terjemahan Quran di tangannya, segera dia buka ayat-ayat yang tadi dikatakan Thio. Ini dia! Q.S As-Shaff ayat tiga, Amara pun bersiap membacanya. Ini ayat yang dibacakan Aly waktu itu! "Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang... Amat besar kemurkaan di sisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." Darah Amara serasa mendesir. Seandainya dia tahu arti ayat ini lebih dulu, tentu dia sudah akan mengerti apa yang Aly maksudkan, tanpa perlu kata munafik diucapkan. Kemudian Amara membuka ayat lain yang disebutkan oleh Thio tadi. Q.S Al-Ahzab ayat 59. "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Q.S An-Nuur ayat 31. "Katakanlah kepada wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya." Amara tidak bisa melanjutkan. Air matanya mengalir, perlahan .... Sudah sejak kelas satu SMP, Amara tertarik untuk memakai jilbab. Figur yang paling ia jadikan teladan adalah sepupu jauhnya. Mbak Lidiya. Maklum, Amara cucu kedua tertua setelah Mbak Lidiya, usia mereka hanya terpaut tiga tahun. Hanya Mbak Lidiya 'kakak'nya satu-satunya, tempat ia biasa bercerita, curhat. Beda dengan curhatnya pada Ibu, kalau dengan Mbak Lidiya curhatnya bisa sampai dalam banget, apalagi kalau sudah masalah sekolah dan teman-teman. (Catatan: Amara benarbenar jarang punya teman, apalagi teman cewek! Makanya dia sering konsultasi sama Mbak Lidiya). Waktu itu ayah Amara masih ada, mereka masih tinggal di kompleks perumahan besar, dan ibunya belum menjadi penjual gado-gado. Mbak Lidiya yang memang setiap tahunnya bersilaturahmi ke rumah Amara, tahun itu datang dengan telah mengenakan jilbab, anggun sekali. Amara senang melihatnya. Kemudian Mbak Lidiya memberitahu Amara bahwa menutup aurat dengan jilbab itu adalah wajib hukumnya. Amara begitu tertarik. "Mbak Iid, Amara juga mau berjilbab kayak Mbak. Biar jadi perempuan sejati!!" seru Amara saat itu. Namun keinginannya itu segera pupus begitu ia menceritakan pada Ibu. "Kamu mau kayak si Iid, Ra? Kerja nggak jelas, apalagi sejak rambut ditutupin begitu, dan Ibu dengar... pacar pun nggak punya! Itu yang kamu bilang perempuan sejati? Kamu tahu kan, keluarga yang paling miskin dalam keluarga kita ya keluarga Mbak kesayanganmu itu! Ibunya



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



juga sok-sok alim kayak gitu, kerjaannya cuma ngurusin taklim ibu-ibu doang, nggak mau kerja atau punya karir sama sekali. Bapaknya juga neko-neko banget!" Ibu nye-rocos panjang lebar. "Kamu mau kayak gitu?" tanya Ibu menegaskan. Amara saat itu hanya terdiam. Mbak Iid dari dulu memang selalu mendapat tanggapan negatif, dari siapa saja di keluarga Amara, khususnya keluarga Ibu. Ibu dan ibunya Mbak Iid bukan saudara sekandung, tapi saudara satu bapak. Ibu tidak akrab dengannya, meskipun keluarga Mbak Iid sudah mencoba mengakrabkan diri dengan keluarga Amara. "Denger yah, Ra, Ibu nggak suka kamu nutup-nutupin rambut, berjilbab! Ini demi kebaikan kamu. Ibu nggak mau hidup kamu jadi terkungkung." Penolakan yang mentah sama sekali. Seingat Mara, sejak itu ia tak pernah lagi bertanya tentang jilbab pada Ibu. Sampai minggu ini, waktu ia ada order jualan baju muslim untuk lebaran. Ia sempat tiga kali bertanya pada waktu yang berbeda, hasilnya tetap sama. Ibu tidak menyetujui ia berjilbab. Tapi memang agak lebih kendur dari waktu dulu. Ketidaksetujuan Ibu saat ini cuma sebatas pekerjaan... dan uang. Amara merasa sesak. Untungnya ia teringat pelajaran agamanya waktu itu, tentang salat Istikharah. "Aly," desis Thio. "Ya?" "Kamu nggak ngerasa terlalu berlebihan waktu tempo hari berbicara tentang jilbab dengan Amara?" tanya Thio dengan tatapan tajam ke Aly. Aly hanya tersenyum tipis. "Kamu merendahkan Amara, Yo!" "Bukan begitu... setahuku, entah Amara entah siapa, perempuan tetap saja sama. Perasaan mereka peka, perbandingan antara pikiran dengan emosi satu berbanding sembilan." "Aku menyadari hal itu, hanya saja Yo, aku pernah menghadapi perempuan seperti Amara itu, mereka agak beda dengan konsep satu banding sembilan seperti yang kamu katakan tadi. Jadi, aku hanya sedang, mm... kalau boleh dibilang, bertaruh! Apakah Amara bisa



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



menjadikan 'usikan'ku tempo hari menjadi tantangan atau tidak untuknya." "Kamu melakukan pertaruhan besar! Aku punya firasat... ini merupakan persoalan berat buat Amara. Dengar kan kemarin, dia nggak berjilbab bukan karena nggak mau atau kenapa, tapi karena tidak diizinkan ibunya. Aku cukup kenal Amara, dia sangat sayang pada orangtua satu-satunya itu. Ini bukan hal mudah baginya." "Perhatikan... apa bedanya permasalahan Amara ini dengan masalah yang pernah kuhadapi?! Lihat kemiripan skalanya dengan memperhitungkan aku laki-laki dan Amara perempuan." Thio terhenyak. Aly benar, Amara sampai pada permasalahan yang sama dengan apa yang pernah Aly hadapi dulu. Masalah terberat, yang kemudian membawa Aly menjadi seorang muslim seperti sekarang ini. "Itulah, Yo, menurutku, permasalahan Amara ini perlu kita jadikan sebagai proker kita yang ketiga." "Proker BATAS?!" Thio mulai ikut-ikutan latahnya Syahrul. "Yap, proker ketiga BATAS. Dalam rangka memberikan uswah, teladan kepada anak-anak 181, bukankah Amara sedang menempati posisi sebagai 'perempuan terbaik' dan harus menjadi contoh untuk perempuan-perempuan lainnya di SMA?!" Thio mengangguk. Ya, Aly benar. Lagipula revolusi di 181 sebenarnya mencakup mereka juga, oleh karena itu Amara harus berani merevolusi dirinya. BATAS yang lain pasti membantunya! "Terima kasih, Ly! Aku akan memberitahu Ben dan Syahrul malam ini juga." "Kenapa malam? Kenapa tidak saat ini juga?" Hah?! Thio bengong. Aly tersenyum. "Kita harus bertindak cepat! Siapa tahu nanti malam kita sudah tiada." Kemudian Aly menunjuk suatu tempat. "Itu ada wartel di sebelah sana, aku menghubungi Syahrul, kamu hubungi Ben." Thio ikut tersenyum. Subhanallah.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Rapat BATAS selanjutnya hari ini. Tanpa Amara ketahui, proker ketiga BATAS sudah mendapat persetujuan bersama. Mereka bahkan punya target waktu, "Bagaimana kalau sebelum lebaran ini?" tawar Syahrul saat ditelepon Aly, "Apa perlu Mbak Erdha kuhubungi untuk membantu Amara?" Deuu... alasan saja tuh biar bisa menelpon Mbak Erdhanya. Aly menolak campur tangan angkatan atas, "Kita bisa sendiri!" katanya. Syahrul jadi manyun. "Gue setuju sih kalo Amara berjilbab, tambah cakep. Tapi gue jadi nggak enak sama Mara, jangan-jangan kita terlalu nyampurin urusan pribadi dia, kan dia punya hak untuk nggak berjilbab," Ben beropini. "Tenang Ben. Kita justru mencoba membantunya, kamu mau kalo nanti Amara meninggal sebelum berhijab? Aku pernah baca, ada cewek yang pas dikubur diazab dengan banyak tusukan jarum di kepala gara-gara mengobral auratnya semasa hidup." "Hiiyy... gue nggak tahu sampe segitu amat, Yo!" Ben begidik di ujung telepon sana. "Menutup aurat dengan berjilbab itu wajib, Ben! Makanya BATAS harus membantu Amara memenuhi apa yang menjadi kewajiban sekaligus haknya itu." "Oke, oke gue ngerti! Gue setuju itu jadi proker ketiga kita!" Tapi sebelum telepon ditutup.... "Eh, gue pinjem bacaan tentang cewek kepalanya ditusuk jarum tadi dong! Gue pengen nunjukin Lola, biar dia mau jilbaban juga!" Thio tak sadar mengangguk di depan telepon, "Ehm, oke!" serunya kemudian, gembira luar biasa. Alhamdulillah. Dan hari ini mereka akan bertemu, jam sembilan, di mabes mereka, ruang OSIS. Seperti biasa, Amara datang paling awal. Gadis itu langsung membereskan ruangan. Kemudian Thio, Syahrul, Aly dan Ben. Tapi mereka berempat tidak langsung ke ruang OSIS seperti Amara. Sesuai perjanjian, mereka berkumpul di depan kantin yang sedang tutup, tak



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



jauh dari ruang OSIS juga sih. Mereka merancang satu skenario dulu di sana. "Jadi, kita bakal mempersilahkan Aly terlebih dulu melakukan pembicaraan serius sama Amara. Lima menit kemudian, baru kita nyusul, gitu kan rencananya?" kata Syahrul. Thio mengangguk. "Elu mo ngomong apaan sama si Mara, Ly?" tanya Ben, entah curiga entah cemburu. Yang jelas matanya sampai mendelik serius. Aly cuma tersenyum tipis. "Udah... nggak ada waktu buat jelasin. Aly, kamu cepetan ke sana, gih! Good luck ya!" Thio menepuk-nepuk bahu Aly. "Moga Allah melancarkan dan membenarkan lisanku!" seru Aly. "Amiin...." Cuma Ben yang tidak ikutan mengamini. Tampangnya masih jutek. Begitu Aly sudah melangkahkan kaki menuju ruang OSIS.... "Heii, jangan biarin gue penasaran gini, dong! Si Aly tuh mau ngomong apaan sama Mara?!" Syahrul melirik Ben, nyengir, terus mengambil ancang-ancang berbisik. "Aly mo ngelamar Mara...." Hah?!. Ben langsung melotot. Tapi keburu sadar kalau dia dikerjai Syahrul. Syahrul tertawa terkekeh-kekeh. "Tuuh kan bener... Ben, kamu ada rasa ya sama si Mara?" Eeitt!! Pertanyaan berbahaya. Ben sendiri tak tahu jawabannya. Dia jadi salah tingkah. Untung Thio langsung menengahi. "Aly mau memberi motivasi pada Amara," katanya. Ben melihat Thio, serius. "Caranya?" "Dia akan bercerita tentang proses keislamannya dia dulu." Ben langsung mengangakan mulutnya. "M-m... maksud, lu?" Syahrul menangkap gelagat Ben. Dia langsung bertanya dengan nada curiga.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Ben, jangan-jangan kamu nggak tahu kalau Aly tuh muallaf?! Dia kan baru masuk Islam pas lulus SMP. Aly itu bukan nama aslinya, nama dia, mm... kalo nggak salah Andrew Lee!" Hah?! Kali ini Ben membelalakkan matanya. Tiba-tiba kepalanya terasa berputar; Syahrul orangtuanya cerai, Amara yatim, dan sekarang... ternyata Aly seorang, apa tadi? Mualaf? Gile... Ben jadi merasa dirinya nggak gaul banget. "Nah, sampai sekarang keluarga Aly masih non-is semua! Dia kan ngekost di rumah pamannya yang muslim. Pisah sama keluarganya, makanya nyasar di 181, padahal dia kan pinter banget!" "Terus...?" Ben jadi bertambah penasaran. "Iya, pas memutuskan untuk memeluk Islam, dia ditentang habis sama keluarganya, perjuangannya berat lah, sampai ditonjokin segala! Nah, dia mau menceritakan hal itu ke Amara. Coba perhatikan baik-baik, masalah Amara sekarang nggak jauh beda sama masalah Aly dulu itu kan? Sama-sama ditentang untuk melaksanakan perintah Allah, berislam secara kaffah dan berjilbab. Aly berharap kisahnya itu bisa memotivasi Amara. Dan biar Amara nggak merasa dikucilkan, kita mesti mengungsi di sini sampai pembicaraan mereka itu selesai," jelas Syahrul panjang-lebar kali tinggi (itu mah volume balok!). Biasa deh kalau sudah bercerita, Syahrul semangat membara, pakai gaya segala, membuat yang diceritakan mengambil jarak, karena tiba-tiba saja ada banjir lokal. Ben membisu, tiba-tiba dia jadi merasa malu sama Aly. Bayangkan, Aly baru dua tahun masuk Islam sudah seperti itu, Iha dia...? Sudah hampir enam belas tahun jadi muslim, kok ya masih parah kayak begini?! "Oh ya...!" seru Thio tiba-tiba sambil membuka tasnya. Dia menyodorkan sebuah majalah remaja islami di tangannya pada Ben. Ben menerima dengan tampang plongo. "Ini... majalah yang ada kisah nyata tentang kepala ditusuk jarum itu," ujar Thio merespon keheranan Ben. Ben melihat kover majalah itu, kemudian menatap Thio. "Trims," ucapnya, masih dikaluti dengan pikirannya sendiri. Aly....



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Amara menjawab salam Aly, kaget. Aly berhenti melangkah di depan pintu, kemudian duduk di teras yang besarnya cuma beberapa petak itu. "Belum lihat yang lain?" tanyanya. "Belum..." Hening sejenak. Amara merasa tak enak, mungkin sedikit trauma dengan omongan Aly tentang munafik tempo hari. Dia diam saja sambil tetap membuka-buka album foto kepe-ngurusan OSIS angkatan lalu. Bahan eksyenlah! Aly menghela napas. "Aku terkejut..." suaranya menggantung, memancing. Amara menoleh ke arah Aly, alisnya naik. "Ada apa?" "Kupikir... kamu sudah akan berhijab sejak hari itu." "Maaf," kata Amara, "aku belum mendapatkan jawaban," sambungnya. Aly terkesiap, "Jawaban apa? Dari ibumu?" Amara menggeleng. "Aku istikharah. Aku ragu sekali harus bagaimana; pilihan antara bakti pada Ibu dan berjilbab, itu sulit!" "Bukan pilihan antara bakti pada Ibu atau berjilbab, melainkan bakti kepada Ibu atau bakti kepada Allah!" ralat Aly, tegas. Amara, lagi-lagi, kaget mendengar pernyataan Aly itu. Lembaran album foto di tangannya sampai lecek digenggamnya. "Lagipula, Mar, istikharah itu bukan untuk mencari jawaban dari hal yang sudah pasti seperti ini." Amara kembali menatap Aly, tak mengerti. "Baik bakti pada Ibu maupun bakti kepada Allah adalah dua keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Istikharah bukan untuk yang semacam ini. Kalau kamu bingung menentukan jurusan antara IPA, IPS atau Bahasa di kelas tiga nanti, itu baru pantas untuk istikharah...." Amara menelan ludah. "Jadi? Apa yang harus kulakukan?!" pertanyaan yang paling Amara benci. Tapi ia melontarkannya juga, ia benar-benar bingung. "Aku tidak ingin membuat Ibu marah..." semampunya Amara menyembunyikan getar emosi pada nada suaranya.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Kamu harus berjuang. Mara! Keras! Sebisa mungkin! Tanpa membuat ibumu marah, tanpa menzalimi dirimu sendiri dengan membiarkan auratmu terbuka seperti itu seumur hidupmu. Aku yakin sekali, suatu saat Allah membuka pintu hati ibumu. Allah akan membantu jika kamu melaksanakan perintahNya, Mara," kali ini suara Aly melembut. "Kamu cerdas, kamu pasti bisa! Bukan untuk membangkang pada ibumu, sama sekali bukan. Kamu hanya melaksanakan apa yang Allah gariskan untuk setiap muslimah." Hening. "Coba baca Qur'an surah Luqman ayat 15. Itu merupakan landasan awalku untuk berani menentang orangtuaku beserta keluargaku, dan memeluk Islam," perlahan mendekati inti pembicaraan. Amara mulai terbawa. "Ceritakan," pintanya. Dan kemudian, bagaikan memutar film, Aly menceritakan kisah hidupnya, kurang lebih dua tahun silam. Kejadian beberapa tahun diringkasnya dalam hitungan menit saja. Mendengarnya membuat Amara tersentak, hampir-hampir tidak percaya, ia seperti mendengar cerita sinetron saja, atau, yah... miripmiriplah dengan cerita dalam novel-novel. Sampai akhirnya, Aly tiba di kalimat pamungkas, yang sebenarnya inti dari apa yang ingin ia sampaikan pada Mara. "Apa yang terjadi padamu saat ini tak jauh berbeda dengan kisahku dulu bukan? Kita sama-sama mencoba menaati perintah Allah, dan mencoba membuat orangtua kita mengerti pentingnya arti taat itu sendiri." Namun, hati Amara tidak menyetujui pernyataan terakhir Aly itu. Tidak, Aly! Yang telah kamu lakukan tentu jauh lebih besar, apa yang telah kamu hadapi jauh lebih berat. Aku terlalu lemah, aku sendiri tak menyangka, batin Mara. Kemudian jemarinya mengepal, rahangnya mengeras. Aku menangkap maksudmu menceritakan ini Aly, akan kucoba buktikan bahwa aku juga mampu!



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Agak terlambat dari rencana semula, sepuluh menit sejak kepergian Aly, personel BATAS yang lain baru pada nongol. "Sorry, telat!" Meski agak riskan untuk Thio, dan sempat membuat Amara curiga; kok bisa-bisanya ketua terdisiplin mereka itu terlambat, agenda rapat mereka hari itu berjalan lancar. Lihat saja... aku juga mampu! Amara mencoba meyakinkan dirinya sendiri sepanjang perjalanan rapat. I'll prove it! Thanks, Ly. "Assalamualaikum!" Amara membuka sepatunya di teras rumah. "Wa'alaikum salam." Lha? Amara terkesiap. Itu bukan suara Ibu. Yang menjawab tadi bukan Ibu! Segera ia buka pintu, dan menemukan wajah itu di sana. "Mbak Iid...!" pekiknya gembira, serasa mimpi, ia berjalan dan memeluk Mbak Iid erat. Ya Allah, Engkau paling tahu apa yang kubutuhkan! "Ibumu lagi beli sayuran, sama si tiga anak lucu," sambil memeluk, Mbak Iid memberi informasi. Amara mengangguk-angguk. Kemudian melepas pelukannya, dan Mbak Iid dapat menangkap ada sembab di matanya. "Mara lupa, sebentar lagi kan mo lebaran, pantas Mbak ke sini," katanya, riang. Namun Mbak Iid tidak memedulikan ucapan Amara. "Cepat cerita sama Mbak, liburan gini malah ke sekolah, pasti ada sesuatu!" tebak Mbak Iid tepat. Amara tersenyum, Mbak Iid memang paling paham. Kemudian segera ia boyong Mbaknya itu ke kamar. Di atas kasur berseprei merah muda itu, Amara menceritakan panjang lebar apa yang sudah terjadi pada dirinya, khususnya belakangan ini, bersama BATAS. Lebih-lebih kejadian terakhir tadi. "Kamu... berubah!" komentar Mbak Iid begitu cerita berakhir. Setengah jam euy! Amara mengangkat alis. Kirain mau komentar apa. "Kamu jadi lebih... dewasa, lebih ceria, dan yang pasti... lebih cerewet!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Mendengar komentar lanjutan itu, Amara nyengir, dia tak pernah memperlihatkan cengiran seperti itu di depan orang lain selain Mbaknya ini. Dan, dia juga tak pernah memperdengarkan nada suara seekspresif pada Mbak Iid, biasanya mah ... datar! "Alhamdulillah," desisnya. Kemudian Mbak Iid merangkulnya. "Kamu beruntung. Dek! Temantemanmu anak-anak yang hebat, calon orang-orang besar. Kamu cocok di antara mereka. Kalian tim yang hebat! Mimpimu jadi nyata, ya?" Amara mengangguk. "Apalagi si Aly itu, berarti dia punya perhatian besar sama kamu, Dek!" Muka Amara langsung berubah, rangkulan Mbak Iid ia lepas, kesulitan ia menutupi kegeerannya. "Ahh... dia mah anaknya sulit ketebak, nggak disangka-sangka, dia sadis banget lho, Mbak! Jauh beda sama tampangnya." "Sadis tapi manis kan?" goda Mbak Iid. Baru sekali ini Amara digodain tentang cowok terus pipinya bersemu merah, Mbak Iid menangkap sesuatu, berarti benar, ada apa-apa sama adiknya ini. "Terus gimana, dong ?!" tanya Mbak Iid tiba-tiba. "Gimana apanya? Si Aly?" Amara gelagapan. "Deu... ingetnya Aly mulu! Maksud Mbak, gimana dong penyelesaian dari dilema kamu itu? Kamu mau berjilbab?!" pertanyaan terakhir ini dilontarkan Lidiya dengan setengah berbisik dan dengan memasang tatapan tajam ke mata Amara. Amara menarik napas panjang, kemudian mengangguk. "He-eh!" "Alhamdulillah...!" Mbak Iid meluk Amara lagi. "Kapan?" "Mulai detik ini juga!" pelukannya tambah kencang. "Eh, terus... Ibu?!" Lidiya melepas pelukannya, kemudian menemukan seraut wajah yang terlihat mencoba menabah-nabahkan diri di hadapannya. "Gampanglah...! Allah pasti menolong," sahut Amara, mencoba mengulas senyum. "Mbak juga akan bantu!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



BATAS juga akan membantu. Dilema Amara pun terpecahkan. Pertemuan BATAS terakhir menjelang lebaran. Kembali di ruang OSIS. Semuanya bertakbir serempak saat Amara datang dengan mengenakan jilbab (sebenarnya punya Mbak Iid), yang meski mencang-mencong, tapi tampak manis. Anak BATAS jadi jail. Mereka datang lebih awal dari perjanjian, sehingga bisa menggoda Amara bareng-bareng. Amara malu berat, dia jadi salah tingkah di depan anak-anak BATAS, apalagi Aly.... Semua menyelamatinya, meski tak ada yang sampai mengulurkan tangan. Kecuali Ben yang untungnya cepat ditepis sama Syahrul. "Istiqamah ya, Ukhti!" pesan Thio. "Coba tiru Mbak Erdha," pesan Syahrul. "Nanti gue suruh Lola niru elu!" seru Ben. "You are the winner," desis Aly. Mau tak mau, Amara yang tak kuasa menahan keharuannya segera menangis, langsung menutup mukanya pakai tangan, mirip bocah kecil main petak umpet, malu. Anak-anak BATAS kaget luar biasa. Hoii, Amara bisa nangis juga! Mereka hanya bengong saling berpandangan. Untung tak sampai dua menit, Amara sudah tersenyum manis lagi. "Proker ketiga kita sukses!" seru Thio. "Hah?!" Amara bingung. Semua tertawa, hanya Amara yang bengong. Sempurnalah sudah. Amara sudah jadi 'cewek be-neran' di kalangan BATAS. Yang lainnya bukan cewek, enggak mungkin bisa berjilbab kayak Amara. Mereka jadi pada iri. Lho?! Menjelang pulang, setelah saling bermaaf-maafan (kayak lebaran aja!), Ben mendekati Amara. "Terus, Ibu lu, gimana?" tanyanya penasaran. Amara terkejut, muka Ben serius. Terlihat sangat khawatir.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Sebenarnya, yang ngebuat ibu lu nggak nge-bolehin elu berjilbab apaan sih. Mar?!" tanya Ben lagi, "Gue boleh tau, nggak?" Amara mengulas senyum tipis, "Masalah uang," jawabnya, kembali datar. "Ibuku cuma khawatir aku nggak dapat pekerjaan nanti kalo berjilbab, sementara adik-adikku yang tiga orang masih perlu biaya banyak hingga semua lulus sekolah," jelas Amara sambil mengenakan sepatunya "Sudah kan? Aku duluan ya!" Dan Amara pun berlalu. Memang, bukannya tanpa masalah kepergian Amara dengan mengenakan jilbab tadi pagi, apalagi begitu sang Ibu tahu putrinya itu sudah memutuskan untuk berjilbab selamanya. Ibu marah, kecewa, merasa... dikhianati kali ya? Bahkan Ibu cenderung menyalahkan dan curiga sama Mbak Iid. Cuma, Ibu tidak mengomel-ngomel, lebih parah dari itu... Ibu diam seribu bahasa. Amara paling bingung kalau Ibu sudah diam. Tapi, seperti yang Aly bilang, Amara berharap suatu hari nanti Allah akan membukakan pintu hati ibunya. Amin. Hari terakhir bulan Ramadan.... Mara kaget luar biasa, begitu pulang dari menjaga bazaar di depan masjid An-Nabaa, Ibu langsung menyambutnya, ceria. "A-a... ada apa. Bu?" tanya Mara curiga. "Kenapa?" ibunya balas bertanya. Amara jadi bingung, "Enggg... Mara kira Ibu marah sama Mara," suaranya memelan. "Marah? Marah kenapa? Tentang jilbab kamu?" Mara mengangguk lemah. Ibu menghela napas, sambil tersenyum. "Tadi ada teman kamu, cowok, datang ke sini, ngomong panjang lebar sama Ibu tentang jilbab kamu. Kelihatannya dia peduli sekali sama kamu." Jantung Mara serasa berhenti berdetak. Aly?! Siapa lagi yang sepeduli itu tentang jilbabnya kalau bukan Aly? "Dia bilang pada Ibu, kalau masalah pekerjaan mah gampang, bapaknya sudah setuju merekrut kamu langsung, habis lulus SMA nanti, untuk



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



kerja di perusahaan bapaknya, berjilbab pun enggak masalah! Kamu tahu gajinya berapa, Mar?"Tanpa menunggu jawaban Mara, Ibu langsung meneruskan perkataannya, "Dua juta! Per dua minggu!" Amara malah memicingkan mata; Bapaknya Aly? Merekrut aku? Bukannya Aly dan bapaknya sedang ada gap?! tanyanya bingung dalam hati. "Oh ya, dia juga ngasi kamu parcel segala tuh! Ibu juga nggak ngeh, tautau tiga adikmu itu udah disalam tempel pakai uang seratus ribuan juga!" Amara tambah tak mengerti. Dia senang dengan sikap ibunya yang langsung berubah, bahkan ia tak nyangka bakal secepat ini! Tapi.... "Gin, cepet ke dalam. Mbak Iidmu lagi lihat-lihat isi parcelnya!" Amara menurut, cepat ia melangkah ke kamarnya. Selagi ia berjalan. Ibu menggumam sendiri di belakangnya. "Mara... Mara... biasanya nggak pernah punya temen dekat, sekalinya ada... eh cowok ganteng! Kaya... baik pula...." Mendengar itu. Mara hanya bisa mengangkat alis. Bertambah bingung. Pintu kamarnya terbuka, ia langsung mendapatkan Mbak Iid yang sedang berjongkok melihat sebuah bingkisan parcel super gede. Amara berjalan mendekat, di dalam parcel itu ada baju-baju, jilbab, perlengkapan salat. Amara jadi bertambah kaget, dia pikir parcel biasa, ternyata.... kok kayak ... Amara tak jadi meneruskan pikrian anehnya. "Tadi Aly datang ya. Mbak?" tanya Amara kemudian. Mbak Iid tertawa. Amara jadi tambah bingung. Iih si Mbak! Orang lagi penasaran begini malah ditertawakan, gerutu batinnya. "Kelihatannya, kamu punya dilema baru nih. Mar!" Amara bertambah pusing. "Kamu suka Aly, ya?" tanya Mbak Iid pelan, tapi tetap saja telah mengirim getaran tak karu-karuan di hati Mara. "Yah, habis kata Mbak, dia perhatian. Aku nggak pernah segitu diperhatiinnya sama orang ." Meski sulit, Amara mengaku juga. "Lho? Emangnya Mbak kurang perhatian, ya?" "Eh... maksud Mara, diperhatiin sama cowok," Amara sibuk meralat.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Mbak Iid berdiri dari posisi jongkoknya. "Menurut kamu, kalau ada cowok yang ngasi parcel semewah ini, terus ngobrol serius sama ibumu supaya menerima kehijrahanmu, itu perhatian bukan?" "Banget!" jawab Amara langsung, "bahkan... agak kelewatan! Sampai ngomong Mara dikasih pekerjaan segala sama bapaknya! Setahu Mara, bapaknya emang punya perusahaan gede, tapi dia bilang sendiri, hubungan mereka masih nggak harmonis sejak ia masuk Islam," lanjutnya. Mbak Iid menghela napas. Duuh... dasar si Mara, polos banget! "Menurut kamu, Aly yang ngelakuin semua ini?" tanya Mbak Iid. "Lho? Aku enggak tahu siapa lagi! I have no idea, can't guess, " sahut Amara. Sebersit curiga mulai muncul. "Itulah dilema yang tadi Mbak bilang. Mar !" "Hmm..." Amara menggerak-gerakkan bibirnya. Dia merasa ada debaran di jantungnya. "Ini semua bukan dari Aly," Mbak Iid menjawab kalem, "dari... Ben." Hah?! Amara nyaris jatuh saking kagetnya. "J-ja... jadi?!" "Iya, Ben," Mbak Iid masih terlihat kalem. Amara benar-benar jatuh... gedubrakkk! Untung... di atas kasur. Mbak Iid benar, sebuah dilema kembali muncul. Tragedi Virus Pink Malam 10 Desember, di sebuah taman. Lola masih terduduk di salah satu kursi panjang di sudut taman itu, tempat dia dan Ben biasa janjian bertemu, seperti saat ini. Namun sudah seperempat jam ia di sana, Ben belum juga muncul. Dipandanginya jam di pergelangan tangan kirinya, satu jam lagi pukul dua belas tepat! Hari ulang tahun pacarnya itu. Lola ingat, setahun yang lalu Ben menembaknya, di taman ini juga. Tapi....



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Lola menelan ludah, gelisah. Ada perasaan sesak yang ia rasakan. Ia yang menelepon Ben tadi, meminta untuk bertemu. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi bukan untuk mengatakan selamat ulang tahun, atau sekedar mengingatkan satu tahun jadian mereka, itu sih bisa lewat sms! Justru sebaliknya, ia.... Mulut Lola manyun, berputar ulang di memorinya perlakuan-perlakuan Ben akhir-akhir ini yang membuatnya jengkel seperempat hidup. Kejadiannya sehari sebelum lebaran, hari terakhir Ramadan, pagi-pagi. "Ben, anterin dong! Gue kelupaan beli brownies nih buat besok!" "Waduh... gue ada perlu mendesak banget nih. La! Elu kan bisa pergi sendiri." Baru jawaban pertama, tapi sudah membuat Lola 'panas'. Nada suara Ben tinggi. "Yah, kalo naik Harley lu kan cepet, Ben!" Lola mencoba merayu. "Ya udah... pake aja Harley gue! Gue make mobil, kok." Emang gue bisa nyetir? Lola jadi kesal. "Tumben... biasanya elu ogah naek mobil," Lola memancing, mencoba korek info, penasaran. "Gue bawa parcel gede, ribet kalo bawa Harley." Hah? Parcel? Nah lho, buat siapa?! "Parcel? Buat siapa?" Lola tambah enggak karu-karuan, keningnya berkerut, duduknya di depan telepon sudah tak nyaman sama sekali. Kayak orang bisulan. "Buat... Amara...." Jggeerrrr!!! Bisulnya pun pecah. Keki nggak tuh dinomordua-in?! Lola langsung ngambek seketika. Waktu itu ia langsung menutup telepon. Tadinya sih mau lebih dramatis; dibanting. Tapi tidak tega, soalnya tuh telepon bentuknya Hello Kitty, pink pula, favoritnya. Sayang kan? Lola hanya bisa menyembunyikan kepala ke bantal, sesenggukan. "Ya ampun. La! Gue tuh cuma pengen nge-bantuin si Amara. Dia lagi ada gap sama ibunya.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



ngapain elu ngambek begini, sih?!" omel Ben begitu tahu Lola ngambek malamnya. Lola diam saja. Waktu itu sih dia bertekad; belum bakal mau buka mulut kalau bukan Ben yang minta maaf duluan. Biar tahu rasa dicuekin' Tapi ternyata Ben tidak pernah minta maaf, malah.... "Ya ampun... elu nggak dewasa banget sih, La! Udah enam belas taon masih kolokan! Mending kalo gue yang beneran salah, pantes buat elu diemin, Iha ini...?" Saat itu Lola langsung melotot. Eh, ternyata kalah belo sama si Ben yang sudah melotot duluan! Terus, Ben juga malah membanding-bandingkan dia dan Amara. Menyuruh dia berjilbab seperti Amara-lah (mana pakai memperlihatkann artikel 'serem' segala lagi), menyuruh jangan boros kayak Amara-lah, bla-bla-bla. Lola jadi bertambah kesal, dan punya bawaan benci banget sama tampang Ben. Semua foto Ben di kamarnya langsung ditengkurapkan, males melihatnya. Bahkan, lebaran besoknya, Lola tak menjawab sms Ben yang minta maaf lahir batin. Habis... di ujung sms-nya, Ben malah membuat 'dosa' baru. Minal aidin wal faidzin, g w minta maaf lahir batin, La! Kesalahan elu jg dah gw ikhlasin koq. Satu pesen gw; jangan manja! Coba lihat Amara meski dah gak pnya bpk 'n nyaris ogah ditemenin ama semua anak cewek, tp tetep tegar 'n kuat, gw salut ama dia, tiru dia donk! Lola terang saja tambah sebal, manyunnya berkali lipat lebih parah daripada sebelum-sebelumnya. Bayangin saja, kalimat yang nyebelin lebih panjang ketimbang permintaan maafnya! Gelo, dasar si Ben! Niat nggak sih minta maafnya? Taman itu masih romantis dengan beberapa lampu yang temaram. Lola masih asyik menyelami ingatannya sendiri. Namun kini, wajahnya tak lagi menekuk, seberkas senyum menggantikan kemanyunan yang beberapa saat tadi tercipta. Bayangan Ben yang membuat bete telah tergantikan. "Syahrul," desis bibir itu.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Eh... Lola? Eng... ada apa nih?"tanya Syahrul kikuk waktu Lola mengunjungi rumahnya setelah salat Id "Deu... kagetnya segitu amat! Gue cuma mau lebaran sama elu Rul, nggak boleh?!" goda Lola, kesenangan melihat tampang Syahrul yang culun karena bingung. "Hah, jauh-jauh ke sini cuma buat lebaran?" Mendengar komentar itu, Lola malah ngakak. "Dasar lu, Rul, polos banget! Rumah gue itu cuma tiga belas blok dari sini, kok!" Syahrul tambah kaget. Tiga belas blok bukannya jauh, batinnya. "Hei, bengong aja! Gue kok nggak disuruh masuk?" "Eh, i-iya... aduh sori nih ... nggak ada orang. Keluargaku sedang keliling, aku kebagian jaga rumah." "Nah, tambah bagus tuh! Kedatangan gue jadi bisa multifungsi kan"? Berlebaran sambil nemenin lu jaga rumah!" senyum Lola lebar sekali. Sedangkan senyum Syahrul, terpaksa. "Sori, La, aku nggak enak sama tetangga sebelah kalo kamu masuk, nanti disangka yang nggak-nggak." "Sangkaan orang kok dipikirin sih?" "Bukan begitu, takut fitnah." Eits... pelan sih, tapi dalam. "Ya udah, kamu tunggu di sini aja, ya! Sebentar," Syahrul masuk ke dalam rumah. Lola mengangguk, senyumnya kembali melebar. Kirain gue mau diusir tadi, katanya dalam hati. Tak lama Syahrul keluar dengan segelas air dan beberapa toples kue. Mereka ngobrol banyak, tentang karya sastra, puisi, cerpen, tentang Syahrul dan majalah sekolah. Eeh... lama-lama malah nyerempet ke masalah yang lagi dialami Lola dan Ben. Syahrul jadi mirip konsultan jodoh. "Nih, elu liat sendiri, Rul! Tadi si Ben sms-in gue, nyebelin banget. Masak gue dibanding-ban-dingin sama Amara sih, emang enak?!" Lola menunjukkan pesan inbox di hp-nya pada Syahrul. Syahrul segera



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



geleng-geleng kepalanya begitu selesai baca, keningnya mengernyit serius. "Aku nggak setuju sama yang dilakukan Ben ke kamu. La. Setiap orang kan punya karakter masing-masing, nggak boleh dibandingkan dengan orang lain. Kamu adalah kamu, Amara adalah Amara. Kalo memang Ben lebih respek sama Amara, bukan berarti dia boleh mencela sifat kamu. Kalau mau memperbaiki ya harus dengan cara yang baik dong" Ucapan Syahrul itu begitu luar biasa di telinga Lola, sejuk. Lola jadi tambah kagum sama Syahrul, dan jadi tambah eneg sama perlakuan si Ben. Dan kini, Ben sudah berdiri di hadapan Lola. Tepat lima belas menit sebelum 11 Desember, ulang tahunnya! "Sorry telat. Gue ketiduran tadi," kata Ben. Kayaknya nih cowok sedikitbanyak memang mendapat pengaruh dari Amara, sampai nada omongannya jadi mirip begitu. Kemudian ia duduk di samping Lola. "Ada apa. La?" tanyanya segera. "Elu ngerasa nggak sih, Ben... elu tuh berubah!" Lola langsung menyergap pertanyaan Ben dengan dingin. Ia menatap Ben tajam. "Gue udah nangkep yang elu maksud. La." "Heh...?" "Arul udah cerita ke gue!" Lola tersentak. Ck... ck... gue kira si Syahrul bakal merahasiakan.... "Jadi elu maunya gimana?" tembak Ben langsung. Lagi-lagi membuat Lola tersentak. "Kayaknya kita emang udah nggak cocok, Ben! Elu sepakat kan?" "Bisa jadi." "Kalo gitu kita...." menggantung sesaat. "Putus!" Lola yang berseru. Ben cuma mengangguk-angguk saja. "Ya udah...." Lola mulai sesenggukan, kemudian ia pun segera beranjak dari bangku itu. Tapi Ben segera menahannya.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Tunggu, La! Gue nggak suka pisah dengan lu sakit hati begini. Gue minta maaf ya. Gue sering ngebandingin elu sama Mara. Gue maksa elu banget kali ya?! Seribu kali gue minta maaf mungkin nggak cukup, makanya gue minta maaf dua ribu kali! Elu maafin gue kan? Kita putus baik-baik, oke?!" Lola tidak menjawab, ia segera pergi dari sudut taman itu. "Wooi... La!" Ben tetap tidak bisa menahan kepergian Lola yang berderai air mata itu. Tapi sekonyong-konyong hatinya lega juga; dia nggak usah mengantarkan Lola pulang! Kebetulan... rumah si Lola memang jauhnya amit-amit, sama seperti rumahnya si Syahrul! Kalau malam-malam begini dia antar, bisa-bisa masuk angin nanti. Lagi-pula, tadi dia sempat bertemu sama Mang Oong, sopir ibunya Lola. Paling dia diantarkan pulang, pikir Ben. Ben mengaktifkan ponsel-nya, karena dia sudah memasang earphone, dia tidak perlu repot-repot lagi menempelkan ponsel ke telinganya. Ia menelepon Syahrul. Tadi ia sudah berjanji pas konsultasi sebelum berangkat. Kata Syahrul, kalau dia sudah meminta maaf sama Lola, mesti segera meneleponnya, meski sudah tengah malam sekalipun! "Halo... Arul?" "Ben...?" "Siip Rul, gue udah minta maaf sama si Lola! Beres kan?" Syahrul di ujung telepon sana nyengir. "Alhamdulillah kalo gitu! Tapi ... nelponnya kecepetan. Mas!" "Maksud lu...?" "Masih kurang lima menit sih, tapi nggak pa-pa-lah! Fiuhh...." Ben masih tidak paham. "Aku doain, moga Allah memanjangkan umurmu dan memberkahinya, amiin. Udah enam belas tahun, nih yee!" Ya ampyuuun!! Ben segera menepuk jidatnya, baru ingat kalau Syahrul paling 'nyakralin' hari ulang tahun orang! Pantas maksa banget ingin ditelpon tadi, kirain mau ngapain.... "Thanks, Rul! Elu yang pertama...."



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Syahrul di ujung telepon sana nyengir lagi, lebih lebar. "Mudah-mudahan persaudaraan kita tambah erat." "Amin, eh, doain BATAS juga dong!" Ben mulai berdiri dari bangku taman itu. Sambil berjalan menuju Harley-nya yang terpakir cukup jauh dari situ, Ben tetap ngoceh. Obrolannya dengan Syahrul semakin seru, habis... Syahrul menanyakan harapan Ben dua tahun ke depan. Yaa terang saja... Ben panik. "Aduh... gue hidup buat hari ini sih, Rul! Mmm, dua tahun ke depan gue mau jadi apa ya...?" gumam Ben sambil tak menyurutkan langkahnya. Sementara Ben mikir, Syahrul ngomel. "Lho, kamu belum baca buku yang kuhadiah-kan sebulan yang lalu, Ben? Di situ kan ada tentang pertanyaan kayak begini!" Ben nyengir. Hehe belum tahu dia .... Ben masih melangkah perlahan sambil menatap ke atas, menerawang, berpikir. Tapi di langkah yang ke-30.... "Berhenti lu, Ben!" sebuah suara yang sangat dikenal Ben menghentikan langkahnya. Ben menoleh ke sumber suara, ditemuinya seraut wajah beler milik sepupunya itu, Iwan. Ben agak curiga, jangan-jangan si Iwan lagi mabuk. Soalnya tampang Iwan kelihatan lebih butek dari biasanya. "Eh, Ben, ada siapa tuh?" suara Syahrul di earphone Ben terdengar kaget. "Mau ngapain lu, Wan?" Ben tak mengacuhkan pertanyaan Syahrul, matanya menatap lurus ke Iwan yang ternyata tidak sendirian. Ada Ewin, Ronny, Jepang dan Ipunk, personel Cool Band yang turut mengelilinginya. "Elu emang kurang ajar, Ben! Gara-gara elu keluar dari Cool, Cool nggak menangin perlombaan band se-kabupaten kemarin!" Ben malah nyengir melihat tampang Iwan yang penuh emosi dan berapiapi itu. "Ooh, akhirnya elu ngakuin juga kalo Cool nggak ada apa-apanya tanpa gue," kata Ben santai, membuat Iwan bertambah geram. "Tapi, gue mau



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



meralat... yang kurang ajar itu bukan gue, tapi kalian semua... yang nggak menghormati bulan Ramadan waktu itu!" "Dasar munafik lu, Ben! Trus... apa coba tujuan elu ngebuat peraturan baru di sekolah?" "Hah? Peraturan baru apaan?" Ben tampak berpikir sesaat. "Oo ... proker kedua?" cengiran Ben jadi melebar. Proker kedua BATAS memang sudah disosialisasikan pada seluruh anak 181, terang saja semua anak perokok berat di sekolah jadi ketar-ketir mendengar peraturan baru itu. Apalagi si Iwan! Syahrul yang menyimak perseteruan itu lewat telepon semakin mengernyit. Proker kedua? Peraturan tentang rokok di 181?! Ih, Ben lagi ngomong sama siapa sih? "Gue mau ngajarin orang-orang kayak kalian ini biar bisa lebih gentle, kayak gue sekarang. Tenang aja... gue udah ngusulin ke sekolah untuk ngebangun ruangan khusus musik, buat ngegantiin posisi rokok kalaukalau anak-anak butuh teman dan hiburan, jenius kan gue?!" "Alaah... persetan lu!" Iwan sudah kehilangan kendali dirinya, ia melangkah tergesa ke arah Ben, dan kemudian menarik kerah jaket Ben hingga mendekati wajahnya. "Liat aja... apa yang bisa gue lakuin untuk ngajar anak jenius kayak lu!" Iwan melotot garang, tepat di depan muka Ben, tapi Ben tak sedikit pun gentar, malah tetap menyinggungkan senyum, setengah meledek. Kemudian Iwan menjentikkan jemari tangan kirinya ke arah anak-anak Cool lainnya yang sejak tadi cuma bisa bengong. Mereka memang lebih segan kepada Ben yang mantan pemimpin Cool itu, apalagi Ben-lah yang selama ini menyediakan tempat buat nge-band, meski Iwan juga cukup dominan di Cool, khususnya setelah Ben keluar. Tapi akhirnya.... Jepang maju duluan mendekati bahu Iwan, disusul oleh Ipunk dan Ewin, baru kemudian Ronny. "Ayo kita hajar nih anak! Biar tahu rasa!!!" perintah Iwan dengan ekspresi paling sangar yang pernah dimilikinya, menyuruh anak-anak Cool menghajar Ben, sepupunya sendiri.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Ben segera melepas paksa cengkeraman Iwan di kerah jaketnya, hingga kabel handphone yang menjulur di baliknya tertarik, membuat earphone yang dipakainya terlepas dari daun telinganya seketika. Sebuah tinju tiba-tiba saja mendarat keras di tulang pipi kanan Ben. Disusul dengan serangan-serangan berikutnya yang bertubi-tubi ke perut dan dadanya. "Uhkk!!" Sementara itu, Syahrul telah memutus sambungan teleponnya dengan Ben sejak beberapa saat lalu, pas dia mendengar teriakan-teriakan yang membuat telinganya pengang. Ia langsung menyadari ada sesuatu yang tidak beres menimpa Ben. Segera dihubunginya Thio. Lama.... "Halo," akhirnya diangkat juga, tapi... aduuh, kok cewek?! Mana suaranya kedengaran marah lagi. "Maaf... bisa bicara dengan Thio, Mbak?" "Lagi serius belajar tuh di kamarnya, kok nel-pon tengah malam gini, sih?" "Maaf, Mbak, penting banget soalnya! Maaf..." "Huh!" "Yooo...!" teriak cewek tersebut memanggil Thio. Cukup lama sebelum akhirnya suara Thio terdengar. "Ya... ya!" "Bilangin ama teman kamu, kalo nelpon tau waktu dong!" Glek! Syahrul yang mendengar omongan bernada jutek itu jadi tambah tak enak hati. "Assalamualaikum...." Alhamdulillah, akhirnya.... "Thio, kamu bisa ke Taman Eve, nggak? Sekarang juga!" seru Syahrul tergesa. "Eh-eh, ada apa Rul?!" "Ben!" Saat itu jam menunjukkan pukul dua belas tepat. Ruang VIP, Rumah Sakit Persaudaraan, siang, waktu berkunjung.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Meski wajahnya lebam-lebam, Ben tetap menyambut kedatangan Syahrul dan beberapa anak OSIS lainnya itu dengan sebuah senyuman. Beberapa anak cewek OSIS, yang memang ngefans sama Ben, histeris melihat Ben babak belur begitu. "Beeen... !! Siapa yang telah melakukan semua ini? Huhuhu "Ssst...! Biasa aja napa!" sahut Ben enteng. Gadis-gadis itu mengerubungi sisi kiri kasur Ben, tampang mereka sedih dan memelas. "Elu tau nggak sih, Ben, semua anak cewek di sekolah pada ngedoain elu, biar cepet sembuh sama... ngucapin selamat ulang tahun!" "Thank you!" "Lho? Lola belum jenguk, Ben?" tanya Arul, baru ngeh. "Tau! Kayaknya sih nggak bakalan datang, marah kali," Ben mengelusngelus pipi kanannya yang membiru. "Yee... katanya kamu udah minta maaf tadi malam?!" "Iya, tapi dianya nggak maafin!" "Hah?!" "Gue ama dia udah... putus!" Sontak anak-anak cewek yang tadinya memasang roman sedih, berubah. "Hah? Bener Ben?!" tanya mereka kompak, harap-harap cemas. Ben mengangguk, "He-eh, baru semalam, sebelum gue dikeroyok gini!" Yess! Berarti kita punya kesempatan untuk ngedeketin Ben! batin gadisgadis itu. Sementara itu, Syahrul bengong. Lola sama Ben putus tadi malam? batinnya bertanya. Berarti, Lola tidak tahu kalau Ben lagi sekarat begini, dong?! Wah, nggak bisa dibiarkan, bisa-bisa hubungan mereka memburuk nantinya. "Oh ya Rul, thanks ya. Kalo tadi malam elu ama Thio nggak dateng, mungkin gue bakalan lebih parah daripada sekarang!"seru Ben, membuyarkan lamunan Syahrul.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Eh, emangnya bener Iwan cs yang ngeroyok elu, Ben?" tanya Subeno, sie humas OSIS yang juga anak ekskul seni. "Iya! Dia protes sama peraturan baru OSIS, yang tentang rokok itu lho...." "Aah... dia mah emang rajanya GPS alias Gerombolan Pengacau Sekolah," kali ini sie dokumentasi OSIS, Dodi, ikut nimbrung. "Tapi, gila aja tuh anak! Tega-teganya ngeroyok sepupu sendiri. Elu sepupu kandungnya kan, Ben?" seru Subeno lagi. Ben mengangguk. "Yah... tapi si Iwan mah emang nggak pernah nganggap gue sepupu meskipun Mami gue adik mamanya. Dari dulu selalu iri sama gue, waktu kelas satu kemarin dia juga pernah ninju gue gara-gara gue yang kepilih jadi ketua Cool Band!" Cewek-cewek kontan menjerit. "Hussh!!" "Tapi elu tenang aja, Ben. Si Thio, Aly sama Amara lagi ngurusin Iwan cs ke pihak sekolah kok, makanya nggak bisa ikut datang kemari." "Ooo..!" Ben manyun. Pantesan si Amara nggak datang, batinnya. "Engg... eh, katanya bakalan ada pertemuan BATAS minggu ini ya, Rul?" Ben menatap Syahrul yang sejak tadi diam. Syahrul mengangguk. "Ya udah, elu bilangin ke anak-anak BATAS yang lain, pertemuannya di rumah gue aja. Kata dokter, lusa juga gue udah bisa pulang, palingan dirawat di kamar, daripada di sini... bau obat!" "Oh gitu? Ya, Insya Allah," Syahrul tidak fokus. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Syahrul sadar ini tindakan berbahaya, tapi dia merasa harus melakukannya. Di teras rumahnya, Lola sudah melambai-lambaikan tangan ke arahnya. "Rul! Ayo, cepet masuk!" seru gadis itu. Syahrul menelan ludah, "Bismillahirrahmaanir-rahiim," kemudian dengan pasti, ia pun melangkah memasuki pintu pagar rumah Lola itu. "Ada apa nih nyuruh aku datang ke sini?" tanya Syahrul setelah duduk di bangku teras itu, Lola masih tak menyurutkan senyumnya.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Elu udah tahu yang terjadi antara gue sama Ben kan?" "Ooh itu... insya Allah udah." "Ya, gue lega aja. Soalnya gue yang mutusin." "Trus... kamu udah tahu yang terjadi pada Ben sekarang?" tanya Syahrul hati-hati. "Kenapa emang si Ben?" "Ben masuk rumah sakit!" "Hah?!" Lola terlonjak, "cuma gara-gara gue putusin aja, dia masuk rumah sakit?" Gantian Syahrul yang kaget. "Yee... bukanlah! Dia dikeroyok sama Iwan dan kawan-kawan, masalah peraturan sekolah tentang rokok!" "Oohh... kapan kejadiannya?" "Beberapa menit setelah kalian putus malam itu, kayaknya!" Hening beberapa saat. "Kamu jenguk Ben ya. La," pinta Syahrul, tegas. "Ah, udahlah! Jangan omongin Ben terus! Gue manggil elu ke sini karena ada yang harus kita bicarakan, dan itu bukannya tentang Ben," wajah Lola berubah. "Kamu jenguk Ben ya. La. Di Rumah Sakit Persaudaraan, ruang VIP lantai sembilan. Aku benar-benar nggak rela hubungan silaturahmi kalian putus begitu hubungan pacaran kalian putus," kata Syahrul mengulangi, tak memedulikan wajah Lola yang mulai bete. "Ya udah, deh! Masalah itu gampanglah! Sekarang, elu musti dengerin gue! Ada yang pe-ngen gue sampein, makanya gue minta elu dateng kemari. Elu diem aja dengerin gue, dan jangan nyebut-nyebut nama Ben lagi, oke?" "Hmmm...," ada jeda sesaat. Lola membetulkan posisi duduknya, mendekat ke arah Syahrul, menatap Syahrul sambil tersenyum. Kemudian.... "Rul...," desah Lola, lembuuuuut banget, seperti pakai pelembut pakaian. Bulu kuduk Syahrul langsung berdiri, merinding, asli! Dia nggak nyaman banget dengan suasana yang kemudian tercipta di teras itu, ngeri! "Ruul... !"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Yah, terulang lagi! Syahrul jadi tambah panik, duduknya mulai tak tenang begitu ia merasakan tatapan Lola melekat dalam ke arahnya, menggoda iman banget, glek! Ya Allah, tolonglah hamba Mu yang lemah ini... Syahrul berdoa di dalam hati. Kata-kata yang meluncur dari bibir Lola selanjutnya membuat Syahrul berkeringat deras, meski udara saat itu sama sekali tidak panas. Ruang VIP lantai, esok harinya "Satu hari lagi, dan gue bakal lepas dari ruangan beraroma obat ini!" Ben mencoba memberi semangat pada dirinya sendiri. Sepi, meski sudah tiba waktu berkunjung siang ini, belum ada seorang pun yang menengoknya, melongok ke kamarnya pun tidak; tidak MamiPapi-nya, tidak pula Om-Tantenya, orangtua si Iwan yang sudah membuat tampang gantengnya berkurang cukup banyak begini. Tidak juga Kak Brita atau pun Bryan, kakak-adik kandungnya. Mereka semua belum pernah menginjak lantai kamar ini barang selangkah pun! Meski sekadar menyapa 'hai' padanya. Yah... Ben mengerti sekali karakter keluarganya. "Hoaaahhh... mmm!" Ben menguap lebar. Masih mengantuk euy! Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka, Ben terkesiap. Eits... siapa tuh?! "Assalamualaikum," terdengar seruan salam bernada datar. Khas sekalleee. Seorang gadis berkerudung masuk membawa sebuah bungkusan di kedua tangannya, wajah gadis itu begitu serius, tegas, dengan alis mata bertaut. Amara!! Ben kaget begitu melihat tampang Amara nongol dari pintu kamarnya, apalagi tuh cewek langsung berjalan pasti ke arahnya. Ngantuknya buyar, malah matanya jadi bertambah lebar. Kepanikan membuatnya celingak-celinguk; Ajegile! Gue belon mandi neeh... minyak rambut gue ke mana sih kalo lagi di perlui n begini?! Mana cuci muka habis bangun tidur tadi cuma sekadarnya, belum sikat gigi pula! Berabe!



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Kok salamku nggak dijawab?" tanya Amara tanpa memedulikan salah tingkahnya Ben karena kehadirannya itu. "Eh, sorry. Mar! Wa'alaikum salam," sahut Ben cepat. Amara menghentikan langkah dan menaruh bungkusan di tangannya itu ke lantai, beberapa inci dari tempat tidur Ben. "Gue nggak nyangka elu dateng jenguk. Nggak sekolah?" tanya Ben sambil mengelus-elus tengkuknya, eksyen. "Libur. Ada rapat guru-guru, pembina kesiswaan dan kepala sekolah," kata Amara, kemudian duduk di kursi dekat tempat tidur Ben. Ben jadi canggung. Kok, jadi nervous sih? "Rapat apaan. Mar?" Ben berusaha menutupi rasa canggungnya. Lagipula Amara santai saja tuh. "Ada surat pemberitahuan ke sekolah, empat bulan lagi akan ada penilaian SMA, tiap sekolah diminta mempersiapkan diri sebaik mungkin, ada banyak aspek yang akan dinilai." Ben langsung mengernyitkan kening. "Aspek apa aja?" "Banyak, aku nggak apal. Sama aja sih dengan penilaian yang sudahsudah. Paling nanti Syahrul membawa kopian suratnya, Aly sama Thio juga sudah berangkat ke sini kok." "Eh?" "Kita rapat BATAS hari ini," sahut Amara cuek. Ben langsung menegakkan tulang punggungnya, matanya melebar, "Di sini? Gue lagi begini?!" tanyanya tak percaya. Amara jadi melongo. "Daripada bengong ngeliatin tembok seharian!" serunya. "Iya sih, tapi kenapa nggak ngasih kabar dulu sebelumnya? Arul juga kemaren nggak ngomong. Gue kan musti siap-siap dulu!" "Mendadak banget keputusan dari Thionya, lagian... siap-siap ngapain? Buat apa?" Yee... dasar cewek nggak ngertian! Ya buat mandi dulu-lah! Bisa jatuh pasaran gue kalo performance gue begini Honey... ! Ben membatin. Sepi. "Tumben...? Kenapa?" Amara bingung.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Tumben aja... biasanya nggak mau kalo berduaan begini!" Ben mulai melancarkan aksi senyam-senyum tak jelas. "Oooh... ya, thank you ngingetin!" Amara beranjak dari kursinya, mengambil bungkusan besar di bawah lantai yang tadi ia bawa. Ben gantian bingung. "Aku sengaja datang cepat, sebelum anak-anak BATAS yang lain dateng. Mau mengembalikan ini!" Amara menyodorkan bungkusan itu ke depan hidung Ben. Ben sampai menarik kepalanya ke belakang. "Weitt! Apaan nih. Mar? Hadiah ulang tahun?" canda Ben, menggoda. Amara tak tergoda. Ia malah merasa tak nyaman, ingat tulisan Aly di ruang OSIS, ingat bahwa berdua-duan dengan bukan mahram bahaya, karena yang ketiga.... "Terserah apa namanya. Yang jelas ini adalah semua isi parcel dan uang lebaran yang kamu berikan waktu itu. Makasih bantuannya... sekarang Ibu sudah tidak antipati lagi terhadap keputusanku berjilbab!" Deg. Ada palu yang nyasar, menggebuk hati Ben. "Ooh gitu, alhamdulillah ya. Tapi... parcel itu serius buat lu kok. Mar! Bukan cuma buat eksyen-an! Gue tulus banget ngasihnya, sumpe!" Amara bergeming. Walaupun Ben sudah mengeluarkan dua jarinya untuk peace! "Mm... sebenarnya, aku mengembalikan ini justru karena ketulusan itulah Ben. Aku tidak mengerti dan sebenarnya juga tidak mau mengerti, motivasi apa yang membuatmu berlebihan ngasih aku beginian! Aku nggak bisa nerima aja!" "Trus... cuma karena alasan itu elu mau ngem-baliin bungkusan ini ke gue, gitu?!" Ben kecewa, "maksud lu apa. Mar? Pengen nyuruh gue yang make tuh jilbab-jilbab dan mukena? Nyuruh gue nabungin lagi duit gue yang selalu nganggur di rekening gue? Gue nggak suka nih. Maksud lu tuh apa?!" suara Ben terdengar lembut, tapi tinggi. "Maksudku baik," Mara tak tergoyahkan, "aku hanya mengikuti kata hati, Ben. Maaf!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Emangnya hati elu ngomong apa ke elu. Mar? Nyuruh elu ngembaliin parcel ke gue, gitu?! Ya udah! Sekarang, gue minta tolong sama elu, plis deh... terima dengan ikhlas parcel dari gue itu." Amara menggeleng. Ben tambah gemas. "Please... itu gue udah beli khusus buat elu" Kening Amara mengerut. "Elu tau nggak sih rasanya ngasih sesuatu ke orang dengan tulus, eh tautaunya malah ditolak?" Amara masih diam. "Udah deh, anggap aja keikhlasan lu nerima parcel ini balik, adalah hadiah ulang tahun buat gue," sambung Ben serius, "hadiah ulang tahun yang paliiing gue minta!" Amara jadi merasa tak enak. "Gue pengen banget elu make jilbab-jilbab itu, salat make mukena itu, jajanin adek lu mak uang itu. Dan buat ibu lu seneng dengan pekerjaan yang udah gue minta ke Papi gue khusus untuk elu. Kan lumayan buat nambah pahala gue di akhirat nanti. Mar, kok elu tega begini sih?!" Nyess. Amara, si Keras itu, luluh juga, tak tega melihat tampang Ben memelas begitu. Dia menghela napas. Kemudian menaruh bungkusan itu kembali ke lantai. Melihat itu, Ben menarik napas lega. "Hmm...," Amara mendesah pelan, "ya sudah... nyerah!" Pas! Aly, Syahrul dan Thio datang bersamaan, begitu senyuman Ben kembali merekah. "Assalamualaikum!!" Rapat pun dimulai. "Aspek yang dinilai hanya empat: sekolah, guru, siswa dan organisasi. Masing-masing punya jabaran sendiri-sendiri," Syahrul menjelaskan, mukanya yang biasa cerah agak bertekuk hari ini. Semua gak tahu apa yang telah menimpa Syahrul. "Oke, kalau begitu kita harus membuat perencanaan setahap demi setahap sampai empat bulan ke depan, pelan-pelan saja, dimulai dari poin yang pertama; sekolah," Thio mengomandoi. "Setuju!" "Pertama sekali, kita mulai dari bangunan fisik 181 dulu. Apa saja yang masih perlu diperbaiki? Ditambahkan? Direvolusi?" kata Thio.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Taman sekolah nggak ada! 181 sama sekali nggak rindang!" seru Amara langsung. Semua mengangguk. "Benar! Bagaimana kalau kita usulkan pembuatan taman untuk tiap-tiap kelas sekalian?" kali ini Aly yang memberi usulan. Amara menatap Aly, sambil manggut-manggut setuju. "Ide bagus!" komentarnya, tulus. Ben manyun di kasurnya. "Buat taman di tiap kelas? Yah! Siapa yang mau bikinin tamannya coba? Lagian, emang biayanya nggak mahal apa!?" Ben memegang-megang memar di pipinya yang masih lebam. Roman mukanya kecut "Yang buat tamannya kan OSIS dan ekskul, jadi dana bisa minta ke sekolah, nggak masalah dong!" jawab Syahrul tanpa berpikir lagi. "Yee... mana mau anak-anak OSIS sama ekskul bikinin tiga puluh taman! Empat bulan juga nggak bakalan kelar, Rul!" Ben protes. Syahrul baru nyadar. Oh, iya ya?! "Yap, itu benar! Lebih baik OSIS hanya menyediakan sarana saja, kita adakan kompetisi membuat taman bagi semua kelas. Akan ada hadiah buat pemenang, dan ada juga sangsi buat kelas yang tidak membuat taman. Bagaimana?!" "Wah, kamu emang jenius, Ly! Subhanallah... ide yang brilliant!. Selain mendapatkan taman, kita sekaligus menumbuhkan kompetisi antarkelas, bagus... bagus!" Thio mencatat di agendanya. Bergairah sendiri. "Kalau begitu langsung saja, siapa yang jadi PJ untuk pembuatan taman kelas ini?" tanya Thio. Semua diam, tak ada yang menawarkan diri. Cukup lama.... "Nggak ada yang bersedia nih?" tampang-tampang yang sedang dihadapi Thio butek semuanya. Thio cuma geleng-geleng kepala. "Ya sudah, kalau begitu, I yang menunjuk langsung penanggung jawabnya!" Thio menatap Aly pasti. "Ly, kamu kan yang punya ide ini, menurutku biar adil dan sejahtera, lebih baik kamu juga yang jadi penanggung jawabnya. Oke?" Aly tidak bisa menolak. "Baiklah. Insya Allah."



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Jawaban Aly itu mengulas senyum di pipi Thio. "Thanks, Ly! Kalau bisa, akhir Januari nanti target taman ini sudah selesai!" "Insya Allah!" "Terus, apa lagi nih yang masih perlu ditambah dari bangunan fisik SMA...?!" "Ruang musik!" potong Ben cepat, "gue udah usulin ke sekolah, insya Allah udah disetujuin, nantinya bakal dibangun di bagian belakang 181! Dana sih udah ada, palingan tiga bulan selesai!" seru Ben. "Oh ya, sekalian... panggung permanen juga mau dibangun! Nyokap gue bersedia jadi donaturnya! Insya Allah sebulan bisa jadi, Pak Didi udah dihubungi kok" BATAS yang lain bengong mendengar omongan Ben yang berat tapi enteng itu. "Serius, Ben?" "Ya, iya lah!" Ben tak mengerti. Dia merasa biasa saja kalau Maminya sering membangun sesuatu di sekolah anak-anaknya. Jangankan panggung permanen, waktu dia SMP dulu, sang Mami pernah membangun ruang tari di sekolah buat Kak Brita-nya. "Oh ya! Tolong dibuat beberapa kotak saran untuk OSIS! Taruh di setiap kelas. Supaya semua anak 181 leluasa ngasi kritik dan komentar ke kita. Siapa tahu ada usul lain yang lebih membangun untuk menuntaskan target revolusi kita ini," usul Amara. "Oke, kalau begitu PJ-nya adalah Amara dan Ben sekaligus, sebagai koordinator sekbid V." Entah mengapa, begitu mendengar keputusan Thio barusan, Ben merasa ada pasir berdesir di hatinya, senang saja. Ini pertama kalinya Ben dan Amara bakal kerja bareng di luar BATAS. Berarti intensitas ketemu bisa lebih besar nih. "Untuk minta ide ke anak-anak 181 semuanya, kita juga bisa lewat polling, kok," sela Syahrul tiba-tiba, "aku yang jadi PJ pollingnya juga nggak pa-pa!" serunya menawarkan diri, iri, yang lain sudah punya tanggung jawab, dia belum. "Eiit! Ada yang terlewat!" Anak-anak BATAS kaget.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Kita belum menentukan target peringkat 181 dalam penilaian sekolah tahun ini!"Thio mengingatkan tiba-tiba. "Oh iya!" "Tahun lalu kan SMA 181 naik sembilan peringkat, tahun ini harus naik sepuluh peringkat dong!" seru Ben. "Jangan meningkat cuma satu doang begitu! Tahun ini kita harus naik dua kali lipat dari tahun kemarin. Berarti harus naik 18 peringkat dari peringkat tahun kemarin!" "Jadi?" "Jadi... target kita adalah menembus 30 besar! 51 dikurang 18. Oke, target kita di penilaian sekolah nanti; SMA 181 harus menempati minimal... peringkat ke-33 tahun ini!" "Bisa-bisa-bisa!!" "Insya Allah!" Pertemuan di ruang VIP itu baru selesai setengah jam kemudian. Tiada hari tanpa kesibukan! Begitu masuk sekolah lagi, Ben langsung kerepotan menangani amanahamanah yang diberikan padanya; mengurusi kotak saran OSIS bersama anak-anak sekbid V lain di bawah pengawasan Amara, menghubungi Maminya yang sedang ke luar kota mengenai uang donasi untuk pembangunan gedung musik dan panggung permanen di 181, sekaligus menghubungi Pak Didi. Aly sibuk mensosialisasikan perlombaan membuat taman kelas. Syahrul sibuk membuat polling buat anak-anak 181. Tapi yang bahaya adalah, mulai beraninya Lola masuk ke ruang kerja Syahrul di mabes ekskul majalah sekolah. Anak-anak yang lain saja pada terkejut; Syahrul kan anti banget berduaan sama cewek. Tapi kok.... Gosip pun melanda. Tim Cek dan Bucek mulai sibuk menebar isu ke anakanak seantero 181.... "Iya! Lola sama Ben kan udah putus!" "Ooh... pantesan si Lola ama Ben udah lama nggak jalan bareng! Eh, kalo gitu ... kita jadi punya kesempatan dong?!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Kesempatan... kesempatan apaan maksud, lu? Dua-duanya sekarang udah punya gandengan baru tau!" "Plis deh, bokls amat sih lu!" "Yee... sumpe deh! Elu nggak merhatiin apa, si Lola sekarang sering banget maen ke mabes majalah sekolah, ngapain coba tuh anak?!" "Mana gue tau!" "Dia lagi pedekate ke Syahrul" "Syahruulll?! Yang jago banget buat puisi itu?" "He-eh! Malahan gue denger-denger mereka udah jadian segala!" "Hah?!" "Jangan shock dulu, lo! Gosip belum selesai. Yang paling bikin gemes, gue denger kabar, si Ben juga mulai pedekate ke cewek laen!" "Siapa? Siapa? Elu jangan nyebut nama gue ya!" "Yee... mana mau Ben sama elu!" "Jadi, siapa dong? Gue jadi deg-degan nih!" "Elu tau Amara?! "Haa?? Bokis lu ah! Si Amara yang jutek banget itu?" "Suerrr tekewer-kewer! He-eh! Sumpe!! Emang-nya elu nggak pernah liat mereka sering banget jalan bareng apa akhir-akhir ini?" "Masak iya Ben mau sama cewek jenis begitu?! Ih, si Amara itu gatelan amat sih! Udah jilbaban masih begitu... iiihhh, sebel gue jadinya!" "Lha? Kok elu yang sewot gini?!" "Gimana nggak sewot, si Amara kan temen sekelas gue! Dan kalo di kelas tuh bawaannya sok cool banget, ih ketahuan sekarang belangnya!" "Iya tuh... bla... bla... bla...." "He-eh, bla... bla... bla...." Tanpa butuh waktu lama, gosip murahan itu sudah tersebar, nyaris ke seluruh pelosok gedung SMA 181, termasuk ruang kecil dan terpencil di belakang sana. Ruang OSIS. Hanya ada Thio dan Aly.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Bagaimana ini, Ly? Gossip tentang Ben-Amara, juga Syahrul dan Lola merebak ke seluruh pelosok 181. Ini tanda-tanda yang tidak baik bagi sebuah organisasi, virus pink, PH-Penyakit Hati!" Thio menatap Aly serius. "Tapi... sepertinya Syahrul, Ben dan Amara tidak berlaku seperti itu, Yo! Mungkin mereka hanya terlampau sering ketemu, kemudian dilebihlebihkan oleh anak-anak lain yang melihatnya, dibilangnya mereka pacaran-lah, apa-lah!" "Tapi tetap saja, Ly, fitnah telah tersebar, dan harus segera kita potong, cukup sampai di sini, aku khawatir mereka bertiga terpengaruh isu, dan malah benar-benar terserang virus pinknya." "Mm... yang kamu maksud virus pink itu, apa sih, Yo? Perasaan suka sama lawan jenis gitu?" Aly mengernyit, agak heran juga dia melihat Thio yang jauh lebih serius dari biasanya. "Iyalah, virus pink itu semacam cinta monyetlah, atau... cinta gorila sekalian! Yang jelas, kalau di kalangan remaja masjid dekat rumahku, virus pink itu memang sering menghampiri para aktivis, melemahkan hati plus akal, cuma nikmat sesaat, merenggangkan ukhwah dengan temanteman yang lain, mengacaukan organisasi, pokoknya dampak buruknya banyak sekali, yah... separah virus yang melanda komputer-lah!" "Masya Allah, kamu pernah kena, ya? Kayaknya ngerti banget," Aly curiga. Thio cuma mengelus-elus tengkuknya, malu. "Kakak pertamaku yang akhwat pernah kena. Mudah-mudahan aku nggak kena deh! Bahaya!" "Mm, kalau begitu... baiknya mereka bertiga kita ingatkan dengan cara yang bagaimana nih?" Aly jadi ikutan serius berpikir. "Pendekatan personal tentu! aku coba mengingatkan Syahrul dan Ben deh!" "Terus Amara?"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Hmm, kamu waktu itu kan sudah pernah bicara dari hati ke hati sama Mara, masalah hijab, mungkin kalau kamu bicara lagi tentang virus ini, Amara akan lebih dengar." "Terlalu beresiko, lebih baik kita berdua yang mengingatkan Amara, bukankah lebih aman? Tidak berkhalwat." "Boleh! Kalau begitu, urusan Ben, aku coba tanganin, masalah Syahrul... kamu yang ingetin! Setuju?" Syahrul menggigit bibir bawahnya, sambil menggaruk-garuk jidat. "Yah... gimana ya, Ly! Lola benar-benar cewek agresif, ngeri, aku nggak bisa mencegahnya, suer! Kerjaannya mampir terus ke mabes majalah sekolah, ngebikin anak-anak yang liat pikirannya jadi ngeres. Alasannya si Lola sih pengen ngomongin puisi, padahal..., " Syahrul menggantung ucapannya. "Mm, udah gitu, telpon rumahku juga 'diteror' tiap hari, teman-temannya Lola selalu ngegodain tiap ketemu. Terus tiap malam Lola naik sepeda lewat depan rumah sambil manggil-manggil nama 'Syahrul! Syahrul!' iseng banget kan? Nutup kuping pake sumpelan termos juga tetap aja kede-ngeran suaranya. Ibu aja sering keganggu ngaji-nya. Wajar sih kalau akhirnya merebak isu nggak bener kayak gini," Syahrul melanjutkan, terlihat emosi. "Yah... ini semua gara-gara aku pernah ngasih celah sih!" "Eh?" Aly mengernyitkan kening, "celah gimana, Rul?" "Waktu itu aku pernah datang ke rumah Lola, dia yang nyuruh sih, rencananya aku pengen memperbaiki hubungan Lola dan Ben, meski mereka putus... silaturahim mereka harus tetap jalan, begitu maunya. Eeh, ternyata Lola malah ngambil kesempatan. Dia nyuruh aku datang malam itu cuma mau nakut-nakutin doang." "Nakut-nakutin? Maksudnya?" "Yah, nggak usah dideskripsikanlah, sensor! Yang jelas, bagiku itu sesuatu yang mengerikan! Bikin merinding tau nggak?! Buntutnya, Lola ngasih waktu seminggu buat ngejawab apakah dia boleh jadi pacarku atau tidak!" "Kamu mau?" "Of course... not!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Aly hampir terpingkal, lucu saja melihat gaya Syahrul yang berapi-api begitu. Tapi Syahrul kelihatan begitu tertekan, sejak tadi alis matanya terus-terusan bertaut. "Aku nggak nyangka kalau gosipnya bakal beredar secepat ini, Ly! Padahal baru malam ini limit waktunya aku mau ngasih jawaban 'nggak' ke Lola. Rese emang anak-anak. Pada tukang gosip semua! Rencana jadi kacau balau kayak gini. Memangnya Thio sampai khawatirin masalah ini yah, Ly?!" "Banget! Menurutnya, masalah virus pink seringkali mengacaukan organisasi, bisa-bisa BATAS dan OSIS bubar nantinya." "Astaghfirullah... sampe segitunya?" Parah amat!" Syahrul tersentak. "Makanya...." "Suka ama cewek itu kan wajar, Yo!" Di lain tempat, Ben manyun. "Memang, tapi jangan sampai menimbulkan fitnah segala." "Ya ampun... gosip yang bilang gue sama Amara pacaran, itu mah nggak usah dipikirin! Paling bentar lagi ngilang." Ben tetap santai. "Tidak semudah itu, Ben. Pasti ada dampak negatifnya buat kamu sendiri, Amara, BATAS, OSIS, dan anak-anak 181!" Ben mengernyitkan dahi, "Contohnya?" "Hatimu akan terasa semakin menjauh dari Allah!" Deg. Jgerrr! "Elu ngomong gitu kayak gue selama ini deket sama Allah aja, Yo!" Ben menyanggah, malu. "Setidaknya, jika gosip ini nggak segera diputus, dan virus pink semakin menjalar, kamu akan merasa seperti itu Ben! Males salat tepat waktu, males Duha! Tahajjud apalagi! Trus males shalat berjamaah, bawaannya kepengen mengkhayal melulu, dan malahan senang kalau dengar godaan gosip alias fitnahan dari anak-anak lain. Atau... kalau bukan kamu yang begitu, bisa-bisa Amara yang ngerasa begitu!" Mendengar omongan Thio yang berat itu, Ben jadi gatal-gatal, dia menggaruk pelan pipinya yang masih ada bekas lebam. Perasaan, gue emang dari dulu begitu deh, males salat tepat waktu iya! Makanya gue diseret mulu sama si Syahrul buat salat di masjid. Males



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



salat Duha, iya juga! Tahajud apalagi, boro-boro! Ben ngedumel dalam hati. Jadi, ada virus pink apa nggak ya ... sama aja! Nggak ngefek! Tapi memang sih, pas mendengar gosipnya anak-anak, Ben malahan senang, dan inginnya digodain melulu sama anak-anak, padahal tuh gosip tidak benar sama sekali! Mana mungkin Amara mau jadian ama gue, jilbabnya kepegang aja udah keluar calingnya! Frekuensi ngayal gue juga makin tinggi sih. Eh, Amara gitu juga, nggak ya? Kalo gitu juga... berarti dia juga ada hati ke gue nih! Hehe... "Hush! Ben... Ben!" Thio menyadarkan Ben dari lamunan sesatnya. Thio hanya geleng-geleng kepala melihat Ben cengar-cengir sendiri dengan mata yang menerawang. "Ben! Kakakku sendiri yang pernah ngalamin kena gosip kayak gini, sikapnya jadi berubah seratus delapan puluh derajat! kamu harus mencegah kamu biar gak kayak begitu...." "Hah?!" "Mari kita jadi pria sejati, Ben!" "Eh?" Ben melongo menatap Thio. "Yaa... dengan menjaga kehormatan wanita yang kita suka!" "Eits! Maksudnya gimana tuh?" Ben tertarik, omongan Thio barusan bernada gentle habis. "Yaa... jangan sampai ada fitnah yang mencemarkan nama baiknya! kamu mungkin nggak tahu, cewek baik-baik bakalan ngerasa malu banget kalo disebut sebagai 'bekas'nya si anu, atau mantannya si itu. Dan lagi, cinta itu akan lebih nikmat kalau dijaga, bukannya diumbar! Dengan begitu, Allah nggak bakal jauh dari hati! Siip kan?!" "Gile! Elu ngomong apa ceramah, Yo?" Lha? Thio jadi tak enak. "Tapi nggak pa-pa kok! Omongan lu barusan banyak benernya. Gue bakal buktiin bahwa gue kuat nahan diri! Gue bakalan ngejaga nama baik Amara, BATAS dan OSIS! Gue juga masih bete diputusin sama Lola, coba gue yang mutusin duluan waktu itu! Mana sekarang si Lola cobacoba godain Syahrul lagi, kurang asem! Belum juga sebulan putus."



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Thio kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dan Ben tetap manyun. "Tapi gue yakin sih, Syahrul bakalan nolak si Lola!" "Amiin...." "Eh ya, masalah barusan jangan lu omongin ke Amara yah! Biar gue aja yang bilangin nanti." "Eh, boleh... syukur banget malahan!" Malamnya, di rumah Syahrul. Baru sekali ini Lola bertandang ke rumah cowok, tapi ditemani sama ibu si cowok. Aneh, jadi grogi dan culun abis. Padahal Lola sudah dandan keren begini, serba pink. "Eng... jadi jawaban elu gimana, Rul?" Lola dengan malu dan ragu-ragu melontarkan pertanyaan itu. Habis... ibunya Syahrul dari tadi melongo saja melihatnya, Lola jadi nggak enak kan? Sementara si Syahrul cuma cengengesan lebar. "Rul...?!" Lola mengulang lagi pertanyaannya. Tapi Lola jadi kaget, karena yang jawab malah ibunya Syahrul. "Mbak Lola, begini... si Syahrul ini dari SMP emang pemalu sama cewek. Nggak usah diajakin yang macam-macam. Dulu banget waktu si Syahrul masih SD... udah pernah sih diajakin pacaran sama anak kampung, cewek kelas enam SD, eeh... Syahrul malah jadi nggak bener, jadi suka ngerokok, jadi pemalas. Ibu nggak suka..." Jepp! Lola bengong abis mendengar omongan ibunya Syahrul itu. "Yaa... Ibu sih maunya, Syahrul nggak main pacar-pacaran dulu, apalagi masih sekolah. Bapaknya Syahrul kan nggak ada, makanya Syahrul ngebantu Ibu dengan nulis-nulis ke majalah. Lagian pacaran itu kebanyakan mudharatnya. Mbak Lola! Bisa ngabisin duit, ngabisin waktu, ngabisin pikiran, ngabisin tenaga. Capek! Mending kalau emang udah nggak tahan... langsung nikah aja nanti kalau udah lulus, lebih tanggung jawab, itu lebih bagus! Ibu lebih setuju begitu...." Lola mendengar ceramahan panjang dengan wajah mesem, yang membuatnya kesulitan mikir, sementara Syahrul hanya menatap kagum pada orangtua tunggal yang amat disayanginya itu.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Lagian kalo ibu nggak salah, Syahrul sering cerita tentang cewek jilbab panjang, yang namanya... Er" "Eh Ibu!" Syahrul panik. Langsung buru-buru memotong. Ibunya cuma senyum menggoda, terus menutup mulut untuk tertawa. Kemudian dibenahinya bergo panjang yang dipakainya. "Intinya, Mbak Lola nggak usah sibuk-sibuk ngubungin Syahrul lagi, begitu" Malam yang melegakan bagi Syahrul. Ternyata ibunya sangat pengertian, ini memudahkan Syahrul untuk menuntaskan masalahnya dengan Lola, pantas dari tadi Ibu memaksa mau bicara sama Lola, kirain mau bicara apa, ternyata.... Sementara itu, meski malam tersebut menyesakkan bagi Lola, tapi setidaknya dia jadi tahu satu hal... Syahrul jadi cowok perhatian dan lembut seperti itu, pasti karena ibunya! Ruang OSIS. Rapat Sekbid V. "Formatnya seperti acara curhat dari murid ke guru. Alhamdulillah... Pak Toha mau membantu menyampaikan undangan untuk semua guru!" Amara dengan bersemangat menyampaikan gagasannya, Ben dan anak-anak lainnya mengangguk-angguk setuju. "Teknis acaranya sendiri akan dijelaskan oleh Yenti." Amara menyerahkan kendali rapat pada Yenti. Beberapa anak langsung menguap lebar. "Siang!" Yenti menyapa dengan tampang jutek, tak ada yang menjawab sapaannya. "Langsung saja... sekarang saya akan jelaskan teknis acara Forum Siswa 181 yang akan kita adakan seminggu lagi. Intinya, acara ini merupakan follow up dari hasil polling yang diadakan OSIS kemarin, sekaligus merupakan usaha OSIS untuk memenuhi target peringkat tiga puluh besar di penilaian sekolah tahun ini. To the point yah, teknis pelaksanaannya sebagai berikut..."



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Diselingi dengan tanya-jawab, komentar, dan lain sebagainya, rapat itu baru selesai tiga puluh menit kemudian. "Yap! Karena rapat sudah selesai, elo-elo semua boleh pergi sekarang! Eit... masya Allah, hampir lupa gue, mari kita tutup pertemuan ini dengan doa penutup majelis!" "Yaa... nggak hapal Ben!" koor anak-anak, kompak. "Sama! Ya udah... di pertemuan selanjutnya semua udah harus hapal doa penutup majelis! Sekarang kita tutup aja dengan ucapan hamdallah!" ucap Ben lagi. "Alhamdulillahirabbiralamiin...." Cuma Yonathan aja yang tak ikut mengucap hamdallah. Segera setelah itu, semua anak langsung ngabur. "Sorry! Gue cepet-cepet nih, duluan yaaa!" "Daah semua, assalamu'alaikum!" Lima orang anak sekbid V itu sudah pulang semua, tinggal Amara yang sedang mengikat tali sepatunya di teras. Ini kesempatan yang sejak tadi ditunggu Ben. Ia segera mengambil kesempatan. "Eh Mar, elu terganggu nggak sih sama gosip dari anak-anak tentang kita?" Ben melirik sedikit ke arah Amara. Sambil eksyen ikutan masang sepatu. Amara cuma menengok sekilas kemudian melengos, "Nggak tuh!" Yaaa...! Ben kecewa. "Eng, elu sama sekali nggak terpengaruh sama isu itu. Mar? Anak-anak malah bilang kita udah jadian segala lo!" Ben memancing, tak percaya Amara sedatar itu. Amara menghela napas, "Yah, sebenarnya terganggu sedikit sih, cewekcewek di kelas jadi semakin jutek sama aku, tapi itu bukan masalah besar kok, yang penting kita nggak seperti yang diisukan itu kan?!" "Kalau ternyata gue beneran... suka sama lu gimana. Mar?!" Amara tersentak, kaget. Sesaat, dia agak grogi, apalagi begitu melihat tatapan Ben yang menyilet. Wadaw! "Mmh, suka sama seseorang itu sesuatu yang wajar kan? Yah... itu adalah ujian, bagaimana agar kita nggak diperbudak sama perasaan



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



seperti itu. Benar begitu kan?" Amara mencoba tetap datar, cepatcepat berdiri, mengalihkann pandangan. Fiuhh... untung dia ingat Mbak Iidnya pernah bicara begitu. "Terus pendapat lu tentang pacaran?" Ben terus mengejar dengan pertanyaan lain, masih penasaran. Ben ikutan berdiri, agak jauh dari Amara. "Mmh, ini mungkin subjektif, menurutku pacaran cuma tanda nggak bisa menahan hawa nafsu aja! Apalagi gaya pacaran anak sekarang sudah berlebihan, bisa-bisa nggak ada bedanya lagi pacaran dengan nikah! Jujur... aku lega kamu sekarang sudah nggak pacaran lagi Ben! Dunia jadi lebih luas kan?" Ben mencoba tersenyum. Tapi Amara malah jadi tak enak, dia baru ngeh kalau saat ini mereka tinggal berdua aja di depan ruang OSIS ini. O-ow! "Mmh, aku duluan ya, Ben!" Amara cepat-cepat mengambil tas sandangnya, dan langsung melangkahkan kakinya. Tapi segera dihentikan oleh suara Ben yang cukup kencang itu. "Mar! Pokoknya elu nggak perlu terganggu sama perasaan gue, ya! Kita kayak biasa aja... oke?!" Amara tersenyum, alhamdulillah... batinnya. Ia menoleh sekilas ke arah Ben sambil menunjukkan jempolnya yang teracung, "Setuju! Kita harus konsentrasi ke proker BATAS selanjutnya. Forum Siswa!" seru Amara membalas, cukup semangat. Tapi kemudian, Amara dibuat ngegubrak dengan pernyataan terakhir Ben di depan ruang OSIS itu. "Yah, Mar, toh kalau nantinya jodoh, emang nggak bakalan kemana...." Eits! Amara langsung ngabur. Sementara Ben, masih mematung dengan senyum genitnya, dan tali sepatu yang belum terikat sempurna.... Forum Siswa 181 Pada salah satu ruangan di SMA 181 ....



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Terus terang saya tersinggung dengan guru-guru yang ngerokok dalam ruang kelas. Kalo gurunya aja nyontohin kayak gitu, kenapa muridnya gak boleh? Kenapa harus ada peraturan nangkepin anak-anak yang ngerokok? Bukankah ini tanda diskriminasi? Oh ya, saya Bayu, IPA satu." Pertanyaan pertama langsung saja membuat semua anak dalam forum itu menahan napas. Bayu, anak yang sering banget jadi pentolan 181 dalam tiap aksi tawuran dengan santai melontarkan pertanyaan itu sambil mengelus-elus rambutnya yang jabrik. Seolah tidak peduli pada Pak Rendy di depan ruangan, yang langsung tersedak asap rokoknya sendiri begitu mendengar pertanyaan menusuk tersebut. "Oke, kalau begitu yang Saudara Bayu maksudkan adalah hendaknya guru memberikan teladan yang baik, setidak-tidaknya di dalam ruang kelas. Khususnya saat proses belajar-mengajar berlangsung. Benar demikian?" Amara dengan anggun menyimpulkan. Tapi si Bayu di belakang malah manyun-manyunin mulutnya sambil geleng-geleng kepala. "Hmm, sebenernya gu.. eh saya gak maksud begitu! Maksud saya gini, pengennya sih peraturan tentang rokok itu dihapus saja! Baik guru atau murid boleh ngerokok dalam lingkungan sekolah, jadi sama rata-sama rasa, gitu!!" "Huuu....!!!" kontan semburan 'huuu'-an dari anak-anak yang lain membahana. Kalau ada, mungkin anak-anak di ruangan itu akan melempari si Bayu dengan tomat. Untung pasar cukup jauh dari 181. "Harap tenang semuanya!" Thio sebagai pemimpin forum menenangkan suasana kembali. Seorang gadis berwajah agak Cina mengacungkan jari. Lily -siswi teladan di 181- mencoba menyampaikan aspirasinya. Thio mempersilakan. "Saya Lily, IPA tiga. Ng ... begini! Ehm, menurut saya, ehm, maksudnya saya tidak setuju dengan maksud dari Saudara Bayu tadi. Yah, kita semua harus menjaga kesehatan, ehm maksudnya, yah ..." Kikuk gadis berkacamata tebal itu mencoba mengolah kata yang membuat dirinya sendiri bingung.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Oke, sejauh yang saya tangkap, saudari Lily tidak setuju dengan permintaan saudara Bayu tadi untuk menghapuskan peraturan mengenai rokok, benar?" "Eng- eh ya, betul, betul, begitu maksud saya!!" "Bisa berikan alasannya!" Amara menyelidik. "Ehm, karena merokok itu dapat membahayakan kesehatan, merusak paru-paru, jantung, bahkan bisa menyebabkan impoten!" kali ini Lily berbicara cukup lancar. Tapi tak urung mengundang tawa kegelian dari anak-anak yang lain. "Oke! Yang barusan adalah pernyataan penolakan ditinjau dari segi kesehatan, ada lagi pendapat lain mengenai pertanyaan sekaligus pernyataan Saudara Bayu tadi?" Amara mencoba menyembunyikan seulas senyum di sudut bibirnya. Sebuah tangan mengacung lagi, Rosma. Mimik Amara sedikit berubah. Kembali serius. "Saya Rosma, kelas dua-dua. Menurut saya peraturan mengenai pelarangan rokok harus tetap dipertahankan. Namun saya turut menghimbau semua pihak untuk menghormati peraturan tersebut, entah itu siswa, guru-guru, kepala sekolah, pokoknya semua komponen sekolah ini. Karena seperti yang tadi sempat disinggung oleh Kak Bayu, jika Bapak Guru yang mengajar di kelas saja merokok, bisa dibayangkan hasil pelajaran apa yang didapat oleh siswanya?!! Saya mohon maaf sekali jika ada kata yang tidak berkenan, karena masalah ini sudah begitu sering dikeluhkan oleh anak-anak di kelas. Demikian, terima kasih," Mengena, pas. Pak Rendy meninggalkan ruangan itu, untuk membuang rokoknya yang mengebul sejak tadi, meski tetap mengembuskan asap terakhir dari mulutnya sebelum mencapai pintu keluar. Amara mengangkat alis melihat kepergian Pak Rendy dari ruangan itu, menang. Selama ini dia sudah mencoba meminta dengan sopan kepada Pak Rendy untuk mematikan rokok di setiap jam pelajaran bahasa Inggris di kelasnya, tapi tak pernah dihiraukan. Sekarang Pak Rendy merasakan malu yang



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



lebih dahsyat lagi ketimbang di dalam kelas; 'penyudutan' di depan perwakilan tiap kelas, OSIS dan guru-guru. Dilihatnya beberapa orang guru yang duduk di sofa—depan ruangan itu— mengangguk-angguk setuju terhadap apa yang dikatakan Rosma tadi. "He-hemm!"Amara mencoba mengembalikan konsentrasinya ke dalam ruangan. "Yak! Silakan!" Seorang gadis berkawat gigi yang memakai bandana kuning, berdiri. "Kalo menurut saya sih bukan hanya itu saja yang jadi masalah. Asap rokok itu kan baunya ke mana-mana! Nah, itu masalah yang lebih besar! Saya paling gak tahan bau rokok, dan juga bahaya untuk orang yang punya penyakit asma!" "Yak! Saya pikir ini merupakan masukan yang baik untuk Bapak-Bapak sekalian. Saya rasa Ibu Guru tidak ada yang merokok yah? Oleh karena itu usulan untuk tidak merokok saat KBM ini harus diperhatikan, dan sebisa mungkin dilaksanakan!" Amara menarik kesimpulan, sambil memberi isyarat pada Syahrul yang duduk di pojok kiri amplop eh ...ruangan, untuk menulis notula selengkap-lengkapnya. "Sekarang saya membuka pertanyaan berkaitan dengan hal lain! Tindakan guru seperti apa lagi yang menjadi ganjalan Teman-Teman semua? Jangan ada yang ragu-ragu mengungkapkan pendapat! Insya Allah Bapak dan Ibu guru kita yang duduk di depan sini sudah siap menerima segala jenis masukan." Lama, hening. Beberapa anak kasak-kusuk tidak jelas ke teman di sampingnya. "Elu nanya, gih!" "Ah, gak enak! Tuh ibunya ada di depan! Nanti nilai gue dikasih merah lagi" Bisikan-bisikan berseliweran antarmereka. "Yak! Silahkan!" seorang gadis berkuncir kuda berdiri, sambil membenahi dandanan rambutnya dengan cepat. "Terima kasih, saya Oca dari satu-satu. Mmm, begini, Kak, saya akan memberi komentar mengenai guru yang matre nih,"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Jepp!! Beberapa orang guru segera merah kuping. Jangankan guru, anakanak lain yang mendengarnya sudah pada gemerutukin gigi, takut, soalnya cukup banyak guru matre 'bertengger' di sofa depan itu. "Kok ada ya guru yang makan uang muridnya sendiri?" Forum Siswa 181 itu baru berakhir sekitar tiga jam kemudian, lima menit setelah azan Zuhur berkumandang. Tampaknya forum ini berhasil mencapai targetnya. Semua perwakilan kelas merasa lega, BATAS sukses menyelenggarakan sebuah forum yang sangat jujur, polos, dan menampung berbagai aspirasi siswa seperti hari ini.. Di akhir forum, Pak Toha, penanggung jawab SMA 181, memberikan sedikit kalimat penutup. "Bapak sangat bangga dengan usaha yang dilakukan oleh OSIS untuk menyelenggarakan forum diskusi akbar seperti ini. Ini acara pertama dan luar biasa bermanfaat bagi Bapak, dalam rangka memperbaiki kinerja keseluruhan komponen sekolah. Semoga target OSIS yang juga sekaligus target sekolah kita untuk memperoleh peringkat tiga puluh besar tahun ini dapat tercapai. Semua masukan untuk guru-guru juga akan dilaksanakan oleh Bapak dan Ibu guru di sini. Demi meningkatkan kualitas pendidikan kita juga, benar begitu kan Bapak dan Ibu sekalian?" Pak Toha memasang senyum termanis. "Amiiin...!" koor semua anak, kompak. Ibu-Bapak guru yang tadi sempat ngedumel-dumel jadi malu sendiri. "Satu pesan Bapak yang harus kalian ingat; jangan takut melakukan hal yang benar! Jangan takut dalam menegakkan kebenaran dan keadilan!! Jujurlah terhadap kata hati! Jangan sampai tergoyahkan." Pak Toha sudah seperti pidato kenegaraan aja, gak jelas apa maksudnya. Semua anak cengar-cengir. BATAS khususnya, yang begitu gembira luar biasa dengan hasil forum siswa kali yang pertama ini. Alhamdulillah.... "Kita berhasil merangkum beberapa sifat guru yang paling disebelin anak-anak 181!!" Syahrul menginformasikan sambil memperlihatkan hasil print-out di tangannya. "Tinggal dipajang aja di koridor dan tiap kelas!" tambahnya, nyengir.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Ini semua berkat bantuan Pak Toha juga", seru Thio. BATAS yang lain mengangguk-ngangguk, sambil menerima lembaran dari Syahrul. "Kalau Pak Toha tidak membantu membuatkan undangan untuk guruguru, guru yang datang gak bakal sebanyak kemarin, dan forum jadi tidak seefektif kemarin!" "Yah, alhamdulillah! Kemarin itu siswa dan guru benar-benar saling memberi masukan, sangat kekeluargaan, aku sudah lama ingin mengadakan acara seperti itu. Terimakasih Yo udah ngasih kesempatan padaku untuk menjadi moderator acaranya!!" Amara, tidak sedatar biasanya, tersenyum pada Thio. membuat Ben jadi cemburu. "Ah, kamu memang punya kapasitas yang besar untuk menjadi moderator. Mar! Terbukti kemarin kamu punya andil besar dalam menghidupkan suasana." Thio membaca isi lembaran yang diberikan Syahrul. Berusaha tidak melihat ke arah Mara lagi, soalnya si Mara dari kemarin ngucapin terima kasih mulu, plus senyum-senyum girang pula. "Hmm...," Thio membaca isi lembaran di tangannya, serius. Di lembaran itu tertulis semua hasil rapat kemarin. Tertulis dengan huruf yang sangat besar dan jelas. "Hal-hal yang kami harapkan dari Bapak dan Ibu Guru tercinta : - Pak Guru, janganlah menambahkan pelajaran praktek merokok di kelas kami! Sudah cukuplah pelajaran Bapak memenuhi otak kami. Jangan juga asap yang mengebul itu memenuhi paru-paru kami. Bukankah merokok tidak diadakan dalam ujian nanti? - Pak, Bu, lihatlah kemampuan kami, jangan lihat kemampuan orangtua kami, dalam memberi nilai. - Pak, Bu, jangan hanya melihat si rangking satu, dua, sampai sepuluh! Kami juga ada di kelas ini. Justru kami yang lebih membutuhkan Bapak dan Ibu. Membutuhkan pujian dan dukungan Bapak-Ibu, untuk maju. - Pak, Bu, kami memang senang jika Bapak dan Ibu baru datang 15 menit menjelang bel keluar. Tapi kami tidak senang jika harus tinggal kelas, apalagi jika tidak lulus nanti. Jangan sampai kami berenang-renang ke



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



hulu, tenggelam kemudian, bersenang-senang dahulu, terus menangis seharian. - Pak, Bu, tak ada gading yang tak retak! Begitu pula kami, Bapak dan Ibu juga. Jadi, kami tak malu mengakui kesalahan yang kami buat untuk diperbaiki bersama. Kalau Bapak dan Ibu bagaimana? - Pak, Bu, kami suka kalau Bapak dan Ibu ringan tangan dan ikhlas hati membantu kami memperbaiki kesalahan yang kami lakukan. Tapi kami tak suka ringan tangan yang menyakitkan badan dan menambah buruk perilaku kami. Apalagi kalau sampai mistar bicara. - Pak, Bu, bukankah kecantikan dan kegagahan fisik tidak dijadikan pertimbangan dalam nilai rapor? - Pak, Bu, jangan hanya dongengi kami dengan buku teks yang menutupi wajah Bapak-Ibu di bangku depan sana! Kalau begitu ... nenek kami juga bisa jadi guru! - Pak, Bu, terkadang bukan kami yang bodoh ketika nilai kami sekelas tak lebih dari tiga, kenapa Bapak dan Ibu marah? Tertanda, Siswa-siswimu yang mendambakan perbaikan. Forum siswa 181 Dengan sepenuh cinta .... "Subhanallah, ini nusuk sekali Rul! Kamu tidak takut menyinggung perasaan Bapak dan Ibu Guru?" Thio memberi komentar. "Hah?" Syahrul bengong, melihat ke arah Thio. Namun tidak lama kemudian dia nyengir lagi. "Tenang aja, Yo! Gak bakal ada yang tersinggung kalau mereka emang gak melakukannya. Itu kan inti sari masukan anak-anak di forum kemarin." "Lagipula, kalau tidak mengena, bukan dakwah namanya!" Aly menambahkan sambil menatap Syahrul, tersenyum. "Subhanallah, kamu memang berbakat menulis, Rul! Pembicaraan anakanak yang awut-awutan kayak kemarin aja bisa kamu rangkum jadi indah begini!" puji Aly lagi, tulus. Syahrul berkaca-kaca.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Sumpe, Ly?!!" "Sungguh!" "Eits, ingat! Tugas kita belum selesai! Pembangunan gedung musik, perbaikan ekskul, masih banyak yang harus dibenahi. Gue udah dijanjiin sih sama Pak Didi, katanya gedung musik bisa jadi sebulan setengah lagi" Ben yang dari tadi kebanyakan diam akhirnya buka mulut juga. Si Ben memang lagi sariawan. "Ya, Ben benar! Masih begitu banyak yang harus kita lakukan. Revolusi OSIS sudah, revolusi siswa sudah, revolusi guru sedang berlangsung, revolusi organisasi sasaran selanjutnya!" "Yap!!!"semua BATAS setuju. "Eh, kelewatan!" tiba-tiba Thio -tumben-heboh sendiri. Anak-anak BATAS lain jadi terkaget-kaget. "Aduh maaf banget, aku lupa ngasih tau! Sebenarnya dari kemarin lusa aku punya ide yang cukup brilian untuk menambah gairah anak-anak belajar di sekolah. Sekaligus untuk menambah point 181 di penilaian nanti." "Apaan tuh?" Syahrul jadi penasaran. "Penyetelan musik klasik saat KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)!" seru Thio, seperti biasa, dengan membuka-buka agendanya. "Gimana?" Thio meminta persetujuan, "aku baca di buku-buku sih katanya bagus untuk menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri," Anak-anak yang lain tampak setuju dengan ide Thio itu, apalagi si Ben yang terlihat seperti sedang berpikir keras. Ben bergaya manggut-manggutin kepala sambil mengelus-ngelus dagunya, padahal gak ada sehelai jenggot pun di sana, menahan perih sariawannya kali ya? Kemudian dengan tiba-tiba dia menjentikkan jarinya. "Eh, gue punya usul yang lebih brilian, nih! Kenapa gak sekalian kita studi banding aja sama SMA unggulan pertama? Lihat kelebihan-kelebihan sekolah mereka, trus kita terapin di 181!!" BATAS yang lain tersentak. Tumben si Ben bisa nyumbang ide. "Yaa, itu nyontek dong namanya?!" bibir Syahrul maju empat centi.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Yee, nyontek hal-hal yang baik sih gak papa Rul!!"Ben keukeuh. "Ya, aku setuju dengan Ben. Itu fastabiqul khairat namanya! Berlombalomba dalam kebaikan!" Aly menanggapi. Ben jadi berada di atas angin. Cengengesannya tambah lebar aja. Tampaknya dia lupa kalau lagi sariawan. "Tapi, untuk melakukan studi banding, ada banyak hal yang harus kita pertimbangkan! Urusan birokrasi antarsekolah juga bukan urusan yang gampang, kapan waktunya. Dan yang terpenting kita harus minta persetujuan anak-anak OSIS yang lain terlebih dahulu," Amara mengingatkan. "Yap! Kalau begitu anak-anak OSIS harus secepatnya kita kumpulkan! Waktu penilaian sekolah hanya tinggal sebentar lagi!" "E-eh, jadi ide brilian gue diterima, nih?" Ben terharu sekaligus bangga. "Itu bener-bener gue yang mikir lo." Ben meyakinkan Syahrul yang bibirnya tambah maju dua centi lagi. "Wah-wah, ternyata peningkatan IQ gue cepet juga! Gue mikir ide tadi cuma semenit kurang lho. Ternyata lagi sariawan pun kecerdasan gue tetep terasah," Ben tambah memanas-manasi Syahrul yang bibirnya sudah miring-miring tidak jelas. "Elu mau coba maen catur bareng gue sekarang?" BATAS yang lain tidak tega melenyapkan kegirangan Ben yang tidak jelas arah dan tujuannya. Jadi mereka biarkan sampai perseteruan antara Ben dan Syahrul itu berakhir. Baru lima menit kemudian Ben dan Syahrul berhenti ledek-ledekan. "Ng... sekarang gantian aku yang nanya nih. Kalian setuju atau tidak dengan ide tentang musik klasik tadi?" tanya Thio, "Setuju aja sih, Yo! Cuma, aku masih bingung bagaimana bentuk pelaksanaannya. Untuk sebagian kelas saja? Atau seluruhnya? Disetel di mana?" Amara mengernyitkan keningnya. "Mm... kalo yang aku pikirkan sih, disetelnya di ruang Tata Usaha, lewat speaker ke kelas-kelas!" "Bagaimana kalau lewat radio besar saja sekalian?"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Ya-ya, masalah teknis bisa kita bicarain lagi nanti. Yang jelas aku pengen tau, ide ini bisa kalian terima gak?" Thio bersiap mencatat sesuatu di agendanya. BATAS yang lain mengangguk antusias. "Tampaknya gak ada buruknya." Thio menghembuskan napas lega. "Alhamdulillah, kalau begitu kerjaan kita tambah lagi! Meng-handle pelaksanaan studi banding, itu kalo disetujui anak-anak, plus masalah penyetelan musik klasik ini" agenda di tangannya itu ditutupnya kencang. "Hufff!" BATAS yang lain cukup tersentak. "Mari kita rapatkan barisan dan kencangkan ikat pinggang mulai sekarang!" Thio mengepalkan tangannya, bersemangat. Aly, Amara dan Syahrul mengangguk sambil ikut-ikutan mengepalkan tangan. "Eits, jangan gitu dong, Yo! Gue lupa make, nih!" tiba-tiba Ben ngebanyol, sambil memperlihatkan ban celananya yang polos tanpa ikat pinggang. Ruang OSIS yang mungil dan terpencil itu kemudian dipenuhi senyum renyah dari wajah kelima pemuda itu. Dasar Ben ... Ben! Ada-ada aja errornya kalo lagi sariawan.... Satu target memang telah berhasil terlaksana; Forum Siswa 181. Namun target-target baru berhamburan datang. Tampaknya perjalanan masih panjang. Bulan ke-5 BATAS menjadi formatur OSIS. Di sebuah ruang kelas I, SMA 181 "E-eh, di ruang musik udah ada drum, gitar, sama organ-nya, lho!" "Ah, masa ?!" "Iya! Mulai sekarang udah bisa dipakai main. Itu anak-anak lagi rame ngerubung di depan ruang musiknya, pada dengerin Kak Ben nge-test drum." "Ah, masa ?!" "Yee ... elu nih ngomong 'ah masa' mulu dari tadi, ayo ikutan ke sana!" "Yah, gue kan bukan anak seni!" "Yang bukan anak seni juga boleh ikutan, kok!" "Ah, ma...." "Nyo... !!!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Ruang kelas yang berbeda, pada waktu yang berbeda pula, tapi di tempat yang sama, di 181.... "Gue jadi betah di sekolah lo sekarang!" "Napa emang?" "Tau deh, enjoy aja! Apalagi sekarang tiap belajar disetel musik klasik." "Lha, gue malah jadi ngantuk denger begituan, coba dong disetel lagunya Dewa atau Peter Pan, pasti seru!" "Yee, bisa-bisa gak belajar itu mah ! Yang ada malah ikutan nyanyi." "Sssttt ...!!" Hening, cewek-cewek itu berhenti ngerumpi karena mendengar sesuatu. Sayup perlahan, lama-kelamaan mengeras, terdengar suara musik mengalun. "E-eh, elu denger gak di luar ada suara apaan?" "Heh??" "Dengerin...dengerin!" "Hmm?" Makin disimak, makin pasti terdengar musik yang mengalun itu adalah lagu "Maha Dewi" "Wuaaaa !!! Ada lagu Padi disetel !! Wuaaaa. "cewek-cewek itu langsung heboh. Seolah-olah tidak pernah mendengar lagu di radio sebelumnya. Parahnya, tidak hanya ruang kelas itu saja yang heboh. Seluruh ruang di gedung SMA 181 ikut ramai begitu mendenger lagu "Maha Dewi" itu disetel. "Wuaaa ... !!!" "Ada tutur kata terucap, ada damai yang kurasakan..." mulailah suarasuara fals anak-anak yang ikutan menyanyi terdengar, mereka berteriak-teriak menodai kemerduan alunan tembang itu. Meski lagu itu sudah lama dan tidak tren lagi sekarang, tapi ternyata cukup memberi surprise semua anak 181 yang seumur-umur tidak pernah mendengar musik disetel di sekolah mereka sekeras itu! Bisa nyanyi bareng pula dengan semua anak kelas lain! Wah ...wah .... "Kepedihanku ... terhapuskan !!!" dalam hitungan detik saja, SMA 181 sudah dipenuhi oleh suara-suara kehebohan. Tidak lama kemudian, terdengar suara yang sudah tidak asing lagi, masih dilatari oleh alunan "Maha Dewi"-nya Padi. "Assalamualaikum semuanya ?!!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Ben! "Wa'alaikumsalaam warrahmatullahi-wabarakaatuh !!!" Siswi-siswi langsung ramai, seperti biasa. Serempak, semua anak cewek berhamburan ke luar kelas, dan mendapati Ben sedang on air langsung dari depan ruang Tata Usaha. "Beeenn!!" "Alhamdulillah, akhirnya program radio sekolah OSIS bisa terwujud juga. Dengan ini, kami dari OSIS menyatakan bahwa mulai hari ini, setiap jam istirahat sekolah, akan diberlakukan radio sekolah. Yaitu penyetelan lagu-lagu dalam rangka pendidikan lewat seni yang juga berfungsi sebagai hiburan bersama." "Waaa ... asyik!!" "Yess!" "Gitu dong, coba dari dulu!!" "Uhhuyyy!!" "Ben! We love youuu...!" "Horeee ...," anak-anak bersorak-sorai sebelum Ben akhirnya melanjutkan perkataannya. "Yap! Kalau begitu langsung saja ke acara inti. Radio sekolah 181 ini akan segera diresmikan oleh Bapak Kepala Sekolah kita tercinta! Kepada Beliau saya persilakan memberikan sepatah-dua patah ucapan peresmian. Bapak Haji Qomar "Haaa ?" "Yaaa "Huuuu...!" Dan meski Pak Qomar tidak naik apa pun, tetap saja terdengar suara melengking tinggi. "Turun-turuunnn ...!" Tapi terlambat. Mike sudah berpindah tangan. "Alhamdulillah, Bapak senang dan bangga sekali akan banyaknya kemajuan yang SMA kita lakukan. Dimulai dari ide membangun ruang musik, yang dapat terealisasikan dengan bantuan dana dari orangtua murid. Sampaikan rasa terima kasih dari sekolah kepada orangtua kalian! Kemudian penyetelan musik klasik pada jam-jam KBM, yang Bapak baca di buku-buku ternyata dinilai sangat baik untuk mendayagunakan otak kiri dan kanan secara seimbang. Dan hari ini ... Bapak akan



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



meresmikan program radio sekolah, yang akan diatur pelaksanaannya secara berkala oleh anak-anakku di OSIS setiap hari pada jam-jam istirahat. Bapak sangat bangga dengan target tinggi yang OSIS sosialisasikan, peringkat 30 besar dalam penilaian sekolah tahun ini. Mari kita semua berusaha mewujudkannya(Sebenarnya ucapan peresmian ini masih panjang, cuma dipotong biar gak ngantuk ngebacanya!!) Seperti biasa, audience Pak Qomar pun menghilang, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan.... Ruang OSIS SMA 181, seusai bel pulang sekolah. BATAS berkumpul, membicarakan proker akhir dari target revolusi di 181. Penilaian sekolah tinggal sebulan lagi. "Bagaimana dengan target peringkat 33 kita ?" tanya Amara datar. "Sudah tergambar akan tercapai ?" tanyanya menantang. "Optimis bisa! Kita kan sudah studi banding ke SMA unggulan favorit pertama! Lagipula, kita juga sudah mengadakan banyak perubahan di sekolah!" Ben menyahut. "Belum apa-apa! Hati-hati, jangan sampai kita merasa puas!" Syahrul membuka arsip perencanaan BATAS yang dibuat empat bulan yang lalu, sebagian besar rencana sudah terlaksana saat ini. Tapi rencana yang terberat justru belum terjamah: Pembenahan Ekskul di 181! Fuih. "Waktunya sudah sangat dekat, satu bulan lagi, kita harus mengadakan pembagian tugas untuk mempermudah perbaikan ekstrakurikuler di 181, baik secara administrasi maupun keaktifan anggotanya. Masing-masing BATAS mempunyai tanggung jawab terhadap beberapa ekskul sekaligus," Thio berkata sambil mencatat sesuatu di agendanya. "Ya sudah, silakan kamu bagi langsung Yo!!" seru Aly.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Thio mengangguk, tapi masih saja asyik mencorat-coret sesuatu di agendanya, serius. "Yang jelas, gue gak mau megang ROHIS lo ya!" Ben ngancem. "Yee ... bisa tambah ancur ROHIS nanti kalau kamu yang handle, Ben!" Syahrul komentar. Ben manyun sambil ngegebuk bahu Syahrul. "Aku rasa pembagiannya harus sesuai dengan skill kita masing-masing!" Amara yang duduk di sofa baru dalam ruang kecil itu, angkat bicara lagi. "Setuju! Itulah yang sedang aku lakukan ..." Thio menunjukkan agendanya. "Kita punya tujuh ekskul: ROHIS, Seni, Majalah Sekolah, Club Olahraga, Pramuka, Paskibra, PMR ..." Thio berhenti sejenak. "Oke pembagiannya seperti ini: Aly memegang ROHIS dan segala sesuatu tentang masjid." "Siip! Cocok banget!" "Amara megang Pramuka, Paskibra dan PMR." "Ck..ck..ck, kasihan anak Pramuka, Paskibra, sama PMR-nya dong, kalah galak!" Amara langsung melototin Ben yang kemudian tergelak. "Syahrul megang Majalah Sekolah dan Bulletin." "Alhamdulillah, thanks Thio, thanks berat!" "Dan Ben, biasakamu megang SENI. Tapi ingat Ben, tolong jaga jangan sampai anak-anak Seni terlalu 'berlebihan' dan keluar jalur. Ngerti kan?" "Paham...paham !" ujar Ben nyantai, masih tersisa sedikit gelakannya barusan. "Dan aku sendiri, insya Allah akan handle Club Olahraga!" "Eit! Sendirian, Yo?!" Syahrul terkaget-kaget. Thio mengangguk. "Yap! Tampaknya akan begitu!" "Udah Yo, bagian catur si Aly aja yang megang, biar lu gak kelimpungan!" seru Ben mengusulkan. "Jangan! Aly harus konsentrasi perbaiki ROHIS, itu paling penting, karena dalam hitungan minggu lagi ROHIS akan mengadakan acara besar. Untuk Club Olahraga, kamu gak perlu khawatir, insya Allah aku bisa handle semuanya!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Semua anak BATAS langsung menghela napas, tugas yang berat itu kini telah terbagi-bagi. Porsi terbesar ada di Thio. Semua juga tahu kalau Club Olahraga terdiri dari : Club basket, voli, catur, football, dan pencinta alam. Dan club olahraga 181 itu bener-bener payah! Baru ada satu prestasi yang mereka raih. Itu pun cuma juara harapan III turnamen catur se-kecamatan! Wuihh... Porsi terpenting ada di Aly dan Amara; ROHIS, Pramuka, Paskibra, PMR, yang merupakan organisasi utama di setiap sekolah. Administrasi ekskul-ekskul penting ini di 181 masih sangat kacau. Anggotanya pun tidak jelas siapa saja. Aly dan Amara harus membereskannya. Porsi 'suplemen' ada di Syahrul dan Ben. Bagaimana pun, buletin dan majalah sekolah yang bagus adalah kelebihan tersendiri yang bisa mengunggulkan SMA 181. Begitu pula dengan SENI yang mayoritas dimasuki oleh anak-anak 181, jika kedua ekskul ini mampu meningkatkan kualitasnya, pasti bisa mendapatkan point besar. Sudah diketahui bersama, Syahrul memang menyenangi dunia tulis-menulis. Dan Ben... memang gape di bidang seni. Awal babak baru di 181, BATAS masih sama terdiam di ruang OSIS kecil dan terpencil itu, yang kini sudah dipermewah dengan kehadiran sebuah sofa. Kemudian mereka sama-sama melafadzkan sebuah doa permulaan .... "Bismillahirrahmaanirrahiim "Semoga apa yang sedang kita usahakan ini diberi rahmat oleh Allah." "Amiiin..." Diam lagi. "Hmm, bagaimana kalau kita takbir bersama!?" ajak Thio. "Kita belum pernah takbir bersama sebelumnya, kan?" "Boleh!" BATAS lainnya cukup antusias. Apalagi si Syahrul. "Bakar semangat!" serunya sambil mengepalkan tangan. Kalau Ben sih kalemkalem saja. Amara juga. Apalagi Aly yang memang udah setelannya kalem. "Kasih aba-aba, Yo!" "1...2...3.. !"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Allaaahuakbarr!!" tidak ada gemuruh sama sekali di ruang kecil itu. Cuma suara pecah Syahrul yang terdengar mendominasi. "Yah! Kurang nonjok!" Syahrul ngoceh, "Ben! Vokal kamu kan kuat, ayo dong takbir sepenuh hati!" "Yee ... gue gak biasa takbir, Rul!" "Ya udah, dibiasain mulai sekarang! Nyanyi 'Maha Dewi' kemaren aja ... gede banget, masa takbirnya malu-malu!" "Iya-iya!" Ben garuk-garuk tengkuknya. "Amara juga nih, gak ada suara sama sekali!" "Eh?" "Mbak Erdha itu kalo takbir semangat banget lo, dan membuat orang yang mendengarnya semangat juga! Masa kamu kalah. Mar !?" Amara manyun. Biasa, sering dibandingin dengan Mbak Erdha oleh si Syahrul. "Ulang lagi, yuk!?" seru Syahrul, berapi-api. Thio dan Aly senyamsenyum sambil geleng-geleng kepala. "Eh ya, nanti pas takbir tangannya ditinjukan ke atas!" "Dan takbirnya bener-bener harus dari hati yang paling dalam! Okeh?" Syahrul memandangi wajah-wajah di depannya sambil naik-naikin alis matanya. BATAS yang lain cuma nyengir. "Oke!" "He-eh!" "Siapa takut!" "Ya udah ... 1...2...3!" "Allaaahuakbarrr!!!" Rruang kecil itu terguncang sesaat. Ben saja sampai kaget mendengar suaranya sendiri. "Wow!" Semangat dalam hati masing-masing terbakar, membara seketika. "Subhanallah Syahrul nyengir, puas. Hari itu merupaan awal perjuangan BATAS membuat sebuah babak baru di ekstrakurikuler 181. Babak Baru di 181



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Job Aly... Masjid SMA. Rapat panitia PENSIL 181... Nyaris semua muka bertekuk dalam rapat siang itu. Kecuali Aly, yang baru sekali ini ikut nimbrung rapat, karena memang bukan panitia. "Nama SMA kita gak menjual di kalangan perusahaan dan bank-bank. Sulit untuk mencari sponsor," Reza, ketua PENSIL 181, terlihat paling kusut di antara panitia yang lain dalam rapat itu. "Sampai hari ini kita masih kekurangan dana besar sekali. Padahal waktu tinggal dua minggu lagi. Baru dapat lima ratus ribu rupiah dari dua puluh juta yang tertulis di proposal." Sebuah suara dari balik hijab terdengar. "Bukankah angka tersebut masih bisa ditekan, Ukhti Rosma?" Aly menanggapi. Tenang sekali. "Masih. Pemotongan sana-sini, pengurangan ini-itu, pengeliminasian beberapa pengeluaran. Tapi kalau ditotal-total, tetap saja angkanya besar, sepuluh jutaan!" "Subhanallah ...," Aly menghela napas. "Yang jelas, cara sebelumnya mendatangi perusahaan-perusahaan untuk penawaran sponsorship sudah terlalu mepet untuk dilakukan. Kita harus minta bantuan pembina kesiswaan, nih!" seksi dana usaha ikut berkomentar. "Pak Didi, maksudnya?! Bagaimana caranya?" Reza tertarik. "Perbanyak proposal! Kemudian kita minta bantuan Pak Didi untuk memberikannya pada orangtua siswa. Sumbangan dari orangtua siswa seperti waktu pembangunan ruang musik kemarin!" "Oke, ide bagus! Hanya saja, kita tidak boleh terlalu bergantung ke satu sumber. Ada ide lain ?" Reza mulai tampak sedikit bergairah. "Gimana kalau dibuat kupon infaq?"satu ide lagi muncul. "Hmm?" "Kita minta bantuan anak-anak yang lain, ini kan acara untuk bersama! Satu lembarnya dua ribu. Kalau dikalikan dengan jumlah muslim di 181, tujuh ratusan orang. Berarti kita bisa mendapatkan satu juta empat



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



ratus ribu. Lumayan untuk membayar pengisi acara!" Reza manggutmanggut. "Maaf!" tiba-tiba Aly memotong. "Saya agak lupa, acara di hari 'H'-nya apa saja ?" Aly bersiap mencatat. "Ehhh ... Pembukaan, nasyid, puisi, teater, talkshow, penutup!" "Subhanallah, padat sekali!" Aly mencatat dengan cepat. "Memangnya semua pengisi acara sudah fix?" "Insya Allah sudah, tapi kami harus membayar DP tim nasyid, teater, MC, sound system, tenda dan pembicara talkshow minggu depan. Total DP dua juta. Padahal dana belum ada, kalau tidak dibayar DP-nya, mereka bilang batal perjanjian." "Mm, sudah menyebarkan pamflet ke setiap sekolah?" Toeeng! Panitia bengong, saling menatap satu sama lain. Lupa! Selama ini mereka cuma kasak-kusuk masalah dana saja. "Nah, itu dia Ly! Kayaknya baru minggu depan deh!" Reza berusaha menutupi ketidak-profesionalan panitia. "Jangan Za! Kalau bisa lusa sudah disebarkan, semakin cepat semakin baik! Nanti saya minta bantuan dari Syahrul untuk masalah tiket, dia kan sudah terbiasa dengan masalah percetakan," Aly kembali mencatat cepat. "Makasih Ly!" "Oh ya, tiket masuk sudah dicetak?" tanya Aly lagi, semua terkaget lagi. "Ng...," gelengan lemah Reza sebagai jawaban, Aly menghela napas sambil geleng-geleng kepala. Reza jadi tidak enak. "Ly, begini ... dana untuk membayar pengisi acara saja belum ada, masa iya kita udah buat pamflet plus tiket segala!? Nanti kalau acaranya batal bagaimana?" "Memangnya enam orang panitia di sini punya niat untuk membatalkan acara PENSIL ini?" Aly balik bertanya. Spontan semua menggeleng, "Ya nggak lah!" "Kalau begitu kenapa takut acaranya batal? Coba bayangkan kalau kita harus menunggu sampai ada kepastian dana untuk membayar pengisi acara, bisa-bisa pamflet baru disebarkan sehari menjelang acara, bisa



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



ditebak cuma berapa gelintir orang saja yang akan datang! Atau janganjangan hanya panitia saja yang mengikuti acara. Kalian rela acara yang susah-payah dibuat ini hanya didatangi oleh kalian sendiri?" Semua baru tersadar: Oh iya ya!! "Ya sudah, jangan terlalu kepikiran! Tiket sekalian saya pesankan juga pada Syahrul deh," seru Aly, "Gimana kalau cetak seribu lembar! Kurang ?" tanyanya lagi. Reza panik. Glek. "Masya Allah! Itu mah kebanyakan Ly! Yah, target mah cuma DUA RATUS orang dateng juga udah syukur!" Aly tersentak, mengernyitkan kening. Tampak terkejut luar biasa. "ROHIS mau berdakwah atau Cuma melaksanakan proker sih ?!!" Tanya Aly serius, menaruh catatannya di lantai, menatap Reza tajam. "Yaa ...dua-duanya lah!" jawab Reza grogi. Baru tahu dia kalau Aly yang kalem bisa bikin ngeri begini. "Kalau begitu panitia harus berani menargetkan minimal tujuh ratus orang datang ke PENSIL 181 ini! Kalau tidak dakwah kalian nanggung, kerja keras kalian selama ini tak berarti banyak." Semua panitia yang hadir tertunduk, ragu, Reza menggigit bibir bawahnya. "Berat Ly Aly menangkap guratan-guratan lelah dan putus asa dalam pernyataan Reza, juga pada panitia yang lain. "Jangan lemah ikhwan-akhwat sekalian! Ingat! Allah akan menolong orang-orang yang menolong agamaNya!" semua terdiam, entah untuk yang keberapa kalinya tertunduk bersama. Aly melanjutkan. "PENSIL 181 ini adalah pertaruhan besar. Bisa dikatakan demikian, karena jika kita berhasil, maka untuk ROHIS 181 angkatan berikutnya akan lebih dipercaya, dipermudah kalau ada acara. Tapi kalau tidak? Kita justru lebih memperburuk citra ROHIS di mata anak-anak SMA, guru-guru, dan sekolah lain!!" Yang lain masih diam. "Kenapa sih acara kita bisa kalah menarik dari acara-acara pentas seni yang bersifat hura-hura? Bukankah pentas seni islami lebih baik? Lebih



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



bermoral? Lebih mendidik?! Kita jangan mau kalah! Karena sesungguhnya kita adalah sebaik-baiknya umat manusia!" Semua anak yang hadir dalam rapat itu mengangguk-angguk serempak, mengerti dan setuju pada apa ucapkan Aly. "Maaf kalau saya agak mengambil alih. Gagal atau berhasilnya pentas seni islami ini adalah tanggung jawab saya! Semaksimal mungkin saya akan membantu Reza dan teman-teman panitia semua," Aly menepuknepuk bahu Reza. "Besok pagi, saya dan Reza akan menghadap Pak Didi, proposal sudah harus diperbanyak, minimal lima buah! Bisa?" Kelima proposal itu dilemparkan ke hadapan Aly dan Reza. Mereka berdua tersentak. "Maaf! Untuk acara seperti ini, sekolah tidak bisa bantu," Pak Didi masih menikmati isapan rokoknya, sambil memutar-mutarkan kursi yang didudukinya. "Kenapa, Pak ?" tanya Aly, tenang. Pak Didi menggaruk pelan keningnya, "Bapak bercermin dari pengalaman yang sudah-sudah saja, setiap acara keislaman yang diadakan oleh ROHIS pasti peminatnya sedikit, acaranya monoton, kurang memberi efek! Jadi... Bapak pikir hanya membuang-buang uang saja mengadakan acara seperti ini!" "Bagaimana dengan acara pentas seni yang setiap tahun diadakan oleh sekolah?" Reza agak emosi. "Sepertinya sekolah tidak merasa buangbuang uang untuk acara macam itu!" "Anak-anak kita menyukai acara itu, orangtua murid pun tidak tanggungtanggung memberikan donasi, seperti untuk membangun ruang musik yang sekarang ini sudah bisa dinikmati. Semua anak senang hiburan seperti itu!" "Yang akan kami adakan ini juga acara hiburan, Pak! Plus nilai-nilai edukatif pula!" aneh, cowok kalem ini tetap saja tenang. Aly mengambil kelima buah proposal di meja depannya yang baru saja dilemparkan pak Didi kasar. Padahal Pak Didi belum membaca proposal itu sedikit pun tadi, tapi sudah menolak dengan serta-merta.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Terserah kalian! Sekolah sudah membolehkan acara ini diadakan, itu sudah merupakan toleransi yang sangat tinggi. Untuk lebih dari itu ? Kami angkat tangan! Masih banyak program SMA yang harus dilaksanakan untuk penilaian sekolah sebulan lagi, dan kesemuanya itu butuh dana besar," Pak Didi mematikan rokoknya di asbak. "Ada lima puluh orang yang datang ke acara ini saja sudah syukur!" Pak Didi kembali berkomentar, "dan ingat, acara kalian ini jangan sampai menambah buruk citra 181!" "Kalau begitu terima kasih. Pak!" ketenangan itu belum jua beranjak dari wajah Aly. "Tampaknya PENSIL 181 harus diundur sampai tahun depan," seru Reza, yang melangkah gontai menuju masjid. "Astagfirullah... kenapa kamu lemah seperti ini Za?" "Terlalu berat, Ly! Sembilan juta lima ratus ribu itu bisa kita dapat dari mana dalam waktu tig belas hari ini?" Aly menggeleng-gelengkan kepalanya. "Masya Allah! Sembilan juta bahkan seratus juta pun, adalah angka yang kecil Za! Bukankah Allah Mahakaya? Apakah kamu meragukannya?" Reza menggeleng. "Kalau begitu ... singkirkan pikiran negatif di benakmu! Kita bisa kalau kita memang benar-benar memiliki azzam kuat! Sekolah memang tidak mengalirkan dana sepeser pun. Tapi acara ini mendapatkan izin untuk diselenggarakan, itu merupakan modal utama kita. Jangan disiakan!" mereka berdua diam sambil terus berjalan. "Lagipula sebenarnya aku sudah punya firasat akan ditolak seperti ini!" seru Aly lagi. Reza menghela napas. "Jadi ?" "Jadi kita harus menjalankan planning B!" Reza tersentak. "Planning B? Planning apa dan siapa yang buat?" "Planning 'publikasi besar-besaran', aku yang memikirkannya tadi malam! Tidak keberatan kan?" Reza melongo, tak lupa mengangguk. Aly tersenyum.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Tadi malam aku juga sudah menghubungi beberapa orang 'bintang tamu' untuk menghadiri rapat hari ini! Mungkin mereka sudah mulai rapat duluan sekarang. Tidak apa-apa kan?" Reza mengangguk. Namun Reza baru mengetahui bintang tamu yang dimaksudkan Aly tersebut, begitu kakinya melangkah masuk ke dalam masjid. Ada Syahrul, Thio, Kak Ivandi dan Kak Herdy yang sedang seru bercakap-cakap, duduk membentuk setengah lingkaran di depan hijab. Para pembesar OSIS! Reza menahan napas. Aly kemudian menarik Reza untuk ikut gabung. "Assalamualaikum." "Hei! Wa'alaikum salam warrahmatullah Syahrul menyilakan Reza duduk di sampingnya, berbatasan langsung dengan hijab. Tak diduga, ternyata di balik hijab itu telah berkumpul pula Amara, Rosma, dan Mbak Erdha. Reza bisa tahu dari bisikan Syahrul. Biasa ... si Syahrul heboh banget ada Mbak Erdhanya di balik sana. Reza menelan ludah. Subhanallah ... orang-orang di hadapan ini adalah orang-orang yang terkenal berkomitmen tinggi! jantung Reza segera saja berdesir. "Langsung saja!" Syahrul mengambil kertas di depannya. "Begini Za! Insya Allah aku sudah selesai mendesain tiket, pamflet untuk luar sekolah dan pamflet dalam sekolah, tinggal kasih ke percetakan aja, mungkin besok bisa selesai," Syahrul memberikan contoh gambar desain tiketnya, bagus dan terkesan ekslusif, meski sederhana. Reza manggut-manggut. "Untuk kupon infak, sudah kubuatkan untuk dua puluh orang, masingmasing orang ditargetkan mendapat seratus ribu rupiah. Batas waktu hari Sabtu pekan ini. Setidaknya kita sudah bisa membayar DP para pengisi acara minggu depan!" Syahrul menarik napas, kemudian memberikan setumpuk kupon infak pada Reza. "Trus ... target penonton kita insya Allah tujuh ratus orang, enam ratus orang di antaranya harus anak-anak 181! Jadi kami barusan berembuk ... sepertinya harus ada



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



'band' dari anak 181 sendiri yang dimasukkan sebagai acara tambahan, soalnya kita harus menarik minat anak-anak untuk datang!" "Masya Allah! Kalian benar-benar serius memikirkan acara ini!" seru Reza tiba-tiba. Syahrul manyun sambil melihat Reza yang masih melongo menatap kupon infak di tangannya sendiri, seakan tak percaya. "Emangnya kamu pikir ini acara main-main apa?!" tanya Syahrul, yang dijawab Reza dengan gelengan keras. "Nggak sih, cuma aneh saja. Sepertinya cepat sekali! Baru kemarin kami - panitia- melihat ada celah untuk membatalkan acara ini, eeh ... tibatiba konsepnya sudah lengkap begini, dana yang kita butuhkan masih sembilan jutaan lagi Rul!" seru Reza, kekhawatirannya belum beranjak. "So what gitu lho?!" Amara di balik hijab ikutan nimbrung, emosi. Thio tersenyum, kemudian merangkul Reza. "Dana bukan masalah. Begini, kita sudah punya rancangan dana di atas kertas. Anggaplah kita masih kurang sembilan setengah juta lagi. Melalui kupon infak kita bisa dapat kurang lebih dua juta, kemudian ... kalau target penonton tercapai, minimal kita akan mendapat dana dari penjualan tiket, yaitu 700 dikali 11.000, tujuh juta tujuh ratus ribu! Total pemasukan jadi sembilan juta tujuh ratus ribu! Malah ada kelebihan 200.000 untuk ROHIS kan?" "Nah, sekarang yang harus kita lakukan adalah bersungguh-sungguh dengan segenap upaya untuk memenuhi target itu!" Reza mengangguk-angguk lega, sekaligus malu karena tidak dapat menahan emosinya sejak awal. Ia terlanjur depresi menghadapi acara besar begini. Ini pertama kali untuknya, yang pertama kali pula untuk ROHIS 181! "Oh ya, Amara, bagaimana dengan sistem pengamanan acara hari 'H'?" Aly teringat akan pekerjaan yang diberikannya tadi malam pada Amara, lewat telepon. "Aku sudah menghubungi pihak-pihak terkait, insya Allah akan ada tindak lanjutnya besok. Tapi aku memerlukan denah dekorasi acara nanti. Agar mudah pembagian tugas pengamanannya. Ada tidak?" Aly menoleh ke arah Reza. Reza gelagapan.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Y-yyah! Nanti aku minta seksi dekorasinya segera buat, deh!" "Besok, waktu Zuhur di masjid. Aku tunggu!" seru Amara. Syahrul menyikut Reza yang agak bengong itu, pelan. "Tuh, Amara tunggu besok, bisa gak?!!" liriknya. "E-eh?! Amara nunggu apa ya?" Reza tulalit. "Gambar denah dekorasi PENSIL 181!" seru Amara gemas. "Ooh, besok? Oke!" "Oke-oke! Insya Allah napa!!" Syahrul protes. "Iya ... insya Allah!" Reza tersenyum. Namun tidak lama kemudian dia teringat sesuatu dan langsung memukul paha Syahrul, "Eh, lupa! Tadi itu kamu sempat bilang akan ada 'band' dari 181 yang tampil untuk menarik anak-anak 181 datang. Band-nya siapa Rul?" "Oh iya! Kita kan belum sampai membahas band anak 181 yang akan tampil nanti, tapi ... ngomong-nomong, memangnya ada band yang cocok sama acara PENSIL?" Kak Ivandi mengernyitkan kening. Syahrul nyengir lebar. "Gak peduli band apaan, yang penting adalah drummer yang bisa menarik banyak massa, khususnya anak-anak 181. Insya Allah bisa cocok kok sama misi PENSIL kita, aku pernah nonton beberapa kali kok acara islami yang diisi musik kayak begitu!" Syahrul menyapu pandangannya pada semua ikhwan di hadapannya, nyengirnya kian melebar. Kemudian ia memperlihatkan contoh pamflet 'dalam', yang dikhususkan untuk publikasi di dalam lingkungan 181 saja, ada sebuah nama mencolok tertera besar di pamflet itu. Tiga huruf saja, tapi noraknya bukan main. "Coba pikir... drummer 181 yang bisa narik massa banyak, khususnya dari cewek-cewek di 181, siapa lagi kalau bukan "Ben?!" semua berseru serentak, membaca nama di pamflet itu keras, kompak sekali. Seperti biasa, cengiran Syahrul belum juga pudar sampai beberapa menit kemudian rapat guest star itu ditutup. Job Ben...



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Syahrul ngaco! Konslet! Gak mikir kali tuh anak! Gila aja gue disuruh jadi pengisi acara ROHIS!" Ben uring-uringan sendiri begitu masuk kamarnya. "Kamu cuma jadi drummer pengiring, Ben! Tak perlu kau takut, resah, gundah, gelisah!" terngiang lagi omongan Syahrul tadi. "Gue ogah ah kalau nyangkut sama yang namanya ROHIS!" Ben sudah sempat menolak, tapi.... "Gak ada hubungannya sama ROHIS, Mas! Ini menyangkut Pentas Seni dua minggu lagi. Cuma seorang Ben yang dinilai paling jago untuk masalah gebuk-menggebuk drum. Kamu gak nyanyi kok! Lagipula ... tim vokalnya sudah kuhubungi juga, nama tim kalian pun sudah kubuat!" "Apa?" "Ben Band!" "Iiihhh!" "Subhanallah kan? Soalnya ... nyaris semua nama personelnya punya nama yang mengandung unsur Ben!" "Hah?" "Nih ya ... ada Subeno, Beni, Bento, sama Ahmad!" "Ahmad?" Ben sempat bengong, "di mana unsur ben-nya coba?" "Yee... dasar kuper! Ahmad itu biasa dipanggil Aben!" Toeng-toeng ! Ben duduk di kasurnya yang big size. Membuka tasnya dan mengeluarkan kaset yang tadi diberikan Syahrul padanya. "Yah ... kalo bukan karena elu temen baik gue Rul, nggak bakalan gue terima job kayak beginian! Ben mengacak-acak rambutnya sendiri, depresi. Kemudian berdiri hendak menyetel kaset itu di compo-nya. "Dengeraja kaset ini! Gebukan drumnya pasti gampang banget buat ditiru seorang Ben!" seru Syahrul waktu ngasih kaset bersampul merah itu pada Ben. "Band apaan nih, Rul?" "Bukan band! Nasyid...." "Nasyid?"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Senandung lagu islami gitulah kurang lebih!" "Sama kayak lagu-lagu gereja gitu?!!" "Yee... jelas beda! Nasyid itu udah ada banyak jenisnya; pop, acapella, rap, keroncong, melayu, haroki, bahkan dangdut juga ada!" "Wah... gue gak bisa nge-drum-in lagu dangdut Ioh, ya!" "Yaa...emang gak bakalan! Pokoknya dikau tinggal setel ini aja deh!" Ben garuk-garuk kepala begitu sudah sampai di depan compo-nya. Ditatapnya lagi kaset di tangannya, Ben membaca keras nama yang tertera besar di sampul itu. "Ruhhul Jadid, semangat baru !!" Tiba-tiba, sedikit sengatan kecil terpercik di hatinya. Job Amara.... Reza kaget setengah hidup! Dia pikir akan hanya ada Amara di masjid, bakda Zuhur ini. Ternyata sudah ada Santy, Almira, dan beberapa orang cewek lain yang tidak dikenalnya, di depan masjid itu. Selain itu tampang Amara seram banget waktu melihat Reza dan Toni, seksi dekorasi PENSIL, datang. "Ehm ... Assalamualaikum," Reza agak grogi. Amara menoleh, bersama lima cewek lainnya. "Waalaikum salam," jawab mereka. Kemudian Amara berjalan mendekati Reza, masih dengan menahan pandangannya. "Kemarin saya bilang kita bertemu di sini pas waktu Zuhur, bukan sehabis Zuhur seperti ini," datar, tapi seperti khasnya Amara, dalem, bikin groginya Reza semakin menjadi. "Maaf! Ehhmm ... ini denahnya!" Reza mengambil selembar kertas di tangan Toni kemudian menyodorkannya pada Amara. "Terima kasih!" Amara mengambil kertas itu, melihatnya, kemudian menyerahkannya pada cewek yang bernama Santy, ketua putri ekskul pramuka 181. "Insya Allah pengamanan acara PENSIL nanti akan dilaksanakan oleh pramuka dan paskibra. Untuk tim P3K, Almira dan rekan lain dari PMR juga sudah mempersiapkan diri!" seru Amara menginformasikan.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Kalau boleh tahu, berapa jumlah personel dari Pramuka dan Paskibranya ya?" tanya Toni lembut, ikhwan banget. "Yah ... kita sih pengennya semua anggota Pramuka putra-putri yang kemarin sudah didata ulang sama Amara turun semua ke lapangan. Itung-itung buat pengalaman organisasi. Jumlahnya dua puluh orang," seru Santy, masih melihat denah di tangannya. "Besok kami akan minta izin ke polres." "Kalau untuk anak paskib sih ... insya Allah bisa turun semua. Tiga puluh orang cewek-cowok lah! Disuruh langsung sama Pak Toha soalnya!" "PMR juga udah siap, sekarang mulai beli obat-obatan, buat tandu, dan beres-beres mabes!"Toni kemudian memberi penjelasan tentang denah yang dibuatnya. Reza manggut-manggut saja, padahal dalam hatinya nervous tidak ketulungan. Lima menit kemudian, penjelasan plus tanyajawab dengan Toni selesai. "Oh ya, saya dengar paskibra dan pramuka juga dibutuhkan untuk persiapan acara ya? Seperti dekorasi panggung, bangku dan sofa, dan semua kegiatan lain sehari sebelum acara?" tanya Amara. "Ya! Aly bilang memang seperti itu! Tapi sebenarnya untuk dekorasi panggung saya sudah minta anak seni. Masalah angkat-mengangkat bangku dan sofa, insya Allah temen-temen dari klub olahraga udah nawarin jasa. Jadi tidak begitu menyusahkan teman-teman paskib dan pramuka, soalnya kan seluruh tugas hari 'H' kami serahkan pada seksi pengaman," Reza mulai angkat bicara. "Jual tiket, nyobekin tiket, periksa tas, bagiin snack, nunjukin tempat duduk bagian cewek dan tempat duduk bagian cowok, jaga-jaga pas acara berjalan biar gak rusuh, itu aja kan tugasnya?" seru cewek kecil di samping Amara yang bernama Tari, anak kelas satu. Amara tersenyum tipis. Dia memang menyuruh anak-anak ekskul 'asuhannya' untuk mengapal tugas-tugas mereka di hari H. "Pokoknya kalau ada perkembangan baru mengenai pengamanan acara, segera hubungi saya! Sementara ini, ekskul paskibra, pramuka dan PMR berada di bawah kontrol Ketua Dua OSIS. Saya penanggung jawabnya langsung!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Reza dan Toni berdecak dalam hatinya mendengar ucapan Amara yang tegas itu. "Terima kasih atas kerja samanya!" "Oh ya, lain kali jangan ngaret seperti tadi! Membuang waktu sama dengan menyiakan hidup! Kalian telah menyiakan hidup lima orang perempuan di sini!" Glek. Reza dan Toni cuma bisa membiarkan kata-kata Amara itu menancap di hati mereka masing-masing. "Ya, insya Allah tidak akan terulang lagi!" Dasar Amara ... Job Syahrul.... Syahrul memegang tanggung jawab masalah publikasi acara PENSIL 181. Tidak tega soalnya sama sie. Publikasi PENSIL yang asli, Deni, yang sekaligus merangkap sebagai sie. Acara PENSIL juga. Bisa mabuk dia kalau kerja sendirian begitu. Dan gara-gara job baru ini, Syahrul jadi luar biasa sibuk. Sibuk banget! Anehnya, bukannya mengeluh, dia malah jadi luar biasa senang. Emang agak unik, nih anak! Hari ini dia minta izin dispensasi dari sekolah. Biar fokus ke PENSIL, katanya. Tadi pagi Syahrul sudah menyuruh anak-anak ekskul majalah sekolah 181 yang cuma ada lima orang, untuk menempel pamflet ke seluruh kelas, ruangan, kantin, bahkan kamar mandi yang ada di 181! Sedangkan dia sendiri asyik membuat mading yang heboh tentang PENSIL buat ditempel di koridor. Lebih siang lagi, dia menghubungi si Yenti, 'bawahan' Ben di sekbid V OSIS, yang mengurusi radio sekolah, untuk mengiklankan acara PENSIL lewat speaker di tiap jam istirahat. Selain itu, si Syahrul menjual tiket PENSIL ke semua orang yang ditemuinya! Nekat! Plus berkeliling ke setiap kelas untuk memberi tahu tempat mereka bisa beli tiket PENSIL, dan terus menggembargemborkan nama Ben, sebagai salah satu pengisi acara.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Dan strateginya itu berhasil! Seluruh anak-anak 181 sekarang jadi tahu kalau akan diadakan sebuah pentas seni islami di sekolah mereka. Dan semua anak jadi heboh karena ternyata Ben punya band baru! Ben Band!! "Mau nontooon ...!" "Pengeeen ...!" "Cuma sebelas ribu kan?" "Tapi jangan salah kostum! Pakai baju muslim yah!" pesan Syahrul. Terus sebelum pulang, Syahrul juga sempat mendelegasikan ketua ekskul 'Majalah Sekolah 181' untuk menghubungi anak-anak ekskul majalah sekolah di SMA lain untuk turut meliput acara PENSIL nanti. Pulangnya, sebelum sampai rumah, Syahrul minta tolong tetangganya untuk membuatkan tiga buah spanduk, buat acara PENSIL. "Tolong warnanya yang heboh dan nge-jreng ya Pak!!" Hari yang padat buat Syahrul. Good Job! Job Thio.... "Pokoknya anak-anak basket mah siap aja kalau cuma ngangkatin bangku! Lumayan kan buat ngelatih otot tangan!" seru Anton, ketua klub basket 181, sambil garuk-garuk hidungnya. Thio tersenyum. "Alhamdulillah! Thanks berat. Ton!" "Jangan berat-berat lah, Yo! Thanks ringan aja napa!" Mereka berdua sama tergelak. "Oh ya, tahun ajaran baru nanti klub olahraga jadi punya program baru!"Thio menginformasikan. "Apaan? Yang senam bersama tiap hari Sabtu itu yah!?" Thio mengangguk. "Yap! Alhamdulillah, sudah diizinkan oleh pihak sekolah!" "Thanks, Yo!" "Ha?!" Thio jadi bingung. "Thanks aja, tim basket gue yang sekarang jadi lebih kuat! Sejak elu mintain pelatih ke sekolah. sama ngedatain anak-anak yang serius di basket, latihan tim jadi lebih rutin sekarang!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Ooh, itu kan memang sudah tugas OSIS, Ton!" Anton senyum sambil garuk-garuk kepala cepaknya. "Eh, oh ya! Nih, duit hasil penjualan tiket PENSIL!" Anton merogoh saku celananya, "laku semua!"senyumnya mengembang. "Alhamdulillah!" mata Thio berbinar tak menyangka. Subhanallah.... Thio merasa kagum akan kesportifan Anton, meski si Anton bukan seorang muslim, tapi tetap mau membantu menjual tiket PENSIL ke anak-anak buahnya dan temen-temennya di SMA lain. Laku semua lagi! Dan asal tahu saja ... dia sendiri yang menawarkan diri untuk menjual tiket itu. "Sukses ya di pertandingan nanti!" seru Thio. "Aku mau ke klub catur, nih!" Anton mengeluarkan jempolnya, "Siip!!" Kemudian mereka berpisah. Masjid Rt.04/07.... "Alhamdulillah, Yo! Ada yang mau jadi donatur! Ada yang mau ikutan jualan di bazaar! Tiket laku selusin! Dan ini... kupon infak dapet tujuh puluh ribu!" Heboh. "Waduh, makasih! Maaf! Aku jadi ngerepotin kamu begini!" "Itulah gunanya saudara, Yo! Lagian anak-anak mah pada seneng kalau bantuin Thio," seru Ja'far lagi. Ketua remaja masjid Rt. 04/07 itu nyengir sambil menghitung uang di tangannya. "Pas!" disodorkannya uang itu ke Thio. "Pokoknya kamu bilang ke Reza, jangan pesimis jadi ketua acara! Aku aja pernah jadi ketua acara bedah buku di SMAku, gak dapat izin dari pihak sekolah, dana juga kekurangan banyak, panitia ogah-ogahan, yang datang ke acara cuma sepuluh orang, tapi masih seger-buger sampai sekarang!?" Ja'far terkekeh. "Yah, insya Allah Reza sudah mulai optimis sekarang! Berkat doamu juga!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Pokoknya kalau aku dateng ke acara PENSIL nanti, kamu kenalin aku yang mana yang namanya Reza, biaraku kasih wejangan-wejangan dia! Oke?" "Insya Allah!"Thio tersenyum. "Subhanallah...!" "Berapa, Yo? Dapet berapa??" Mbak Sarah, kakak ketiga Thio itu berseru heboh. "Dari kupon infak dan donatur dapat satu juta empat ratus lima puluh ribu. Dari hasil penjualan tiket dapat lima ratus lima puluh ribu. Jadi totalnya pas banget... dua juta rupiah! Itu baru Thio aja, belum tementemen yang lain." Mbak Sarah langsung menjerit, bikin Thio kaget bukan main. "Alhamdulillaaah ...!!!!! Yesss! Yesss!! Jadi dong ngundang tim nasyid Ukhuwah-nya?!" "Insya Allah, Mbak! Duh, jangan heboh gitu, dong!" Mbak Sarah tidak peduli. Akhwat yang dikenal kalem sama temen-temen kuliahnya itu kini sedang lompat-lompatan tidak jelas di depan kaca kamar Thio itu. "Yess...yess!!! Tim nasyid yang lagi naik daun, boo!! Tim nasyid taraf nasional! Uhhuyy!" Thio memang tahu banget mbaknya yang satu ini paling seneng sama nasyid, dan seumur-umur belum pernah nonton acara nasyid live. Kacian deh!!! "Wah, keren juga ya ROHIS 181!" seru mbak Sarah. "Siapa dulu ketua OSIS-nya ... Adek Saraaah!" Mak Sarah meledek Thio. Thio tak tergoda. "Oh ya, katanya sih teater yang diundang nanti Teater Nasi Uduk, Mbak!" "Teater Nasi Uduuk?" mbak Sara membelalakkan mata. Thio jadi ragu buat mengangguk. "Wuaaaaa! Tiga orang personelnya temen sekampus Mbak tuh, Yo!" "Iya, makanya Mbak bantu jualin tiketnya lagi, dong!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Sini! Mana tiketnya?! Yah ... Cuma sisa lima! Mbak masih sanggup jualin lima belas lagi!" Thio tersenyum lebaar sekali. Inilah enaknya punya kakak akhwat, empat orang pula. Ada yang jualin tiket ke kampusnya, ada yang jualin ke tempat kerjanya, ada yang ngejual di sekolah dan bimbel tempat mengajarnya. Ck..ck... Thank you Allah!! Acara PENSIL 181 sudah di ambang mata. Tinggal menghitung hari.... PENSIL 181, H min satu.... Usai bel pulang sekolah.... Tenda sudah didirikan di lapangan. Panggung sedang ditata oleh beberapa orang dari anak seni. Spanduk penyambut sudah dipasang di pagar depan SMA 181. Ruang musik sudah seminggu ini diisolasi dari anak-anak luar. Ben band tengah berlatih habis-habisan di dalamnya. Surprise buat pembuka acara besok. Dug...tak...dedug...tak!!! Ben dengan semangat berapi menggebuk drumnya, mengiringi lagu yang dinyanyikan dengan suara kuat oleh Aben cs. Syahrul memang pintar cari orang, tim baru ini segera saja solid dan kompak di kali latihannya yang pertama. Anak-anak basket dan voli sedang sibuk mondar-mandir mengeluarkan bangku dari dalam ruang kelas ke lapangan. Thio dan Aly ikut serta. Beberapa akhwat mempersiapkan meja-meja untuk bazar besok. Amara, memimpin beberapa anak pramuka untuk menyiapkan meja resepsionis di koridor. "Besok, tim penjual tiket jaga di pos satpam! Kalau di sini tempat untuk pemeriksaan tas, untuk penyobekan tiket sekaligus pemberian snack di sebelah sana! Dan seperti pembagian yang sudah saya jelaskan kemarin, tim penjaga berdiri di depan ruang pengisi acara, jelas?" Hening. Ahad, Pukul satu pagi.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Ada aliran listrik yang menyengati ulu hati Reza. Berkali-kali dirasakannya rambut-rambut halus di tangan dan lehernya, berdiri. Dengan menggigit bibir bawahnya, ditahannya isakan yang sejak tadi hadir. Namun, tanpa bisa dibendung. Air matanya tumpah ruah membasahi sajadah. Tidak ada yang mendengar isakan tertahan itu. Ikhwan lain yang juga ikut mabit sedang mengistirahatkan tubuh dan pikiran mereka yang kelelahan sejak pagi. Sementara itu, Reza masih sesenggukan dalam sujud panjangnya. Hatinya lirih, mengadu pada Rabb Yang Maha Mendengar. "Ya Allah ... terima kasih atas kemudahan yang Kau beri! Terima kasih atas persaudaraan yang telah kau anugerahkan! Maafkan hamba yang begitu sering lupa akan kuasaMu yang tiada batasnya! Maafkan hamba yang terlalu sering lupa meminta padaMu, malahan berharap kepada selainMu! Maafkan hamba yang begitu cepat putus asa, dan buruk prasangka! Ya Allah Yang Maha Memaafkan, maafkanlah kedzoliman hamba selama ini! Maafkan kelalaian hamba, maafkan kelemahan hamba! Rabb, jangan siakan keringat yang telah membasahi jalan ini! Terimalah amal kecil kami ini, dan cukupkanlah kami dengan keridhoanMu! Amin." Matahari pun datang. PENSIL 181.... Enam ratus delapan puluh tiga anak SMA 181 yang hadir sontak berteriak heboh begitu melihat Ben memakai peci dan baju muslim serba putih duduk di balik drum. "Waaaa....!!!!" "Itu...itu Ben yang dari dulu mau gue liatin ke elu! Cakep kan?!" Semua anak putri sibuk ngenalin Ben sama temen-temen SMA laen yang mereka ajak. "Beeen Band! Been band!!! Wuaaaa!!" heboh, rusuh. Kalah deh konser F4!



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Perhatian untuk semuanya ...Y' tiba-tiba saja suara kuat Beni membahana di speaker, sound system-nya jernih. Anak-anak cewek langsung berhenti jerit-jeritan. Kaget. "Ssst!!!" "Kami tidak sama dengan grup band yang lain! Kami tidak butuh sorakan! Teriakan! Atau kerusuhan semacam tadi!" seru Beni keras. Wuuu-an dari penonton segera terdengar. "Wuuuuu....!!!". "Wuuu... huuuuuuu!!!" "Gak seru...gak seruuu!!" Ben yang ngeliat suasana berubah menjadi kacau ikut mengambil mix dan berdiri, melangkah ke depan panggung, meredakan kerusuhan penonton yang masih melancarkan gelombang 'huuuu'-annya. "Oke, jika kalian semua memang ingin berteriak, berteriaklah!!!!!", seru Ben kencang, cewek-cewek jadi histeris lagi. "Beeeennnnn!!!" "Ben Band!!!" "...Tapi tak perlu meneriakan nama kami!!", ups, penonton yang semula ramai jadi diem. "Ha?!" "Ikuti saya ...!!", saya? Ben ngomong 'saya'!!?? "Pekikanlah takbir.... Allaaaaahuakbar!!!!!!", Ben meninjukan kepalan tangannya ke atas, urat-urat di wajahnya yang putih terlihat jelas. Aly, Thio, Syahrul dan Amara yang melihat dari kejauhan merasakan hati mereka tiba-tiba bergetar hebat. "Allaaaahuakbarr!" Semua panitia mengikuti takbir Ben seketika, memprovokasi penonton yang masih malu-malu untuk ikutan takbir. "Mana suara kalian? Tunjukkan seperti yang tadi kalian lakukan!!!", Aben ikutan membakar semangat para penonton. "Ayo semuaaa ...!", Ben band kompak, "Allaaaahuakbarrrr...!!!!" "Allaahuakbar!!", penonton mulai terbawa suasana. "Allaaaaahuakbarrr!!!!", Ben band menyebar ke segala sisi panggung; depan, kiri, kanan.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Allaaaahuakbarrr!!!", penonton dari segala arah pun sudah berani mengepalkan tangan mereka ke atas, bertakbir dengan penuh semangat. Apalagi anak-anak cowok yang kemudian menambahkan; takbir dengan lompat-lompatan. "Allaaaaaahuakbarrrr!!!!!", ramai, suara takbir menggemuruh. Dengan cepat Ben berlari ke belakang dan mengambil stik drumnya, kemudian... "Tik-tik-tik ...branggg!!!", suara gebukan drumnya Ben memulai alunan lagu pertama di pagi itu. Siang. Acara masih semarak. Matahari tersembunyi di balik awan. Teduh. Penonton terus-menerus bertambah tiap menitnya, melebihi kapasitas awal yang diperkirakan panitia. Amara jadi gak tega ngeliat anak-anak Pramuka dan paskibra yang terus-terusan bolak-balik mengambil bangku dari ruang kelas. Dari ruang kantornya, pak Didi masih saja terbelalak melihat ratusan orang memenuhi lapangan 181. Pak Didi merasa malu berat ketika ditanya oleh 3 wartawan local tadi; kenapa hanya 2 atau 3 guru yang menghadiri acara sebesar ini? Apakah guru SMA 181 tidak bisa menghargai kreativitas muridnya? Berapa banyak dana yang dikeluarkan oleh sekolah untuk mengadakan acara PENSIL seramai ini? Dukungan apa saja yang telah diberikan oleh sekolah sehingga acara yang terorganisir dengan rapih ini dapat terlaksana, padahal SMA 181 selama ini tidak pernah mengadakan acara sama sekali yang melibatkan pihak luar. Dll.dll. Pak Didi hilang kata dan hilang muka sewaktu menjawab pertanyaanpertanyaan itu. Teringat kembali perkataannya sendiri di ruang guru 2 hari yang lalu. "Alaah ... palingan acaranya gak seberapa besar! Kalau ibu-bapak memang tidak bisa hadir ya tidak usah dipaksakan! Saya menandatangani



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



surat undangan ini juga karena kasihan sama anak-anak ROHIS yang Cuma gede mimpi!!!" Tampaknya pak Didi baru tahu sekarang, sebuah mimpi, jika dibarengi kerja keras dan kerja sama, akan dapat terwujud di alam nyata, seperti hari ini. Mungkin jika Almira atau anak PMR lainnya tahu, mereka akan membawakan tandu ke ruang PKS itu, karena pak Didi saat ini sedang dilanda depresi berat; malu!!!! Ruang OSIS 181... "Sudah selesai?" "Ya... sudah selesai!!" "Kamu tampil dengan hebat tadi Ben!" Amara memuji tulus. Ben melirik ke Amara sebentar, tersenyum tipis, kemudian menunduk. "Thanks!" BATAS yang lain serempak menoleh ke arah Ben, agak kaget. (Entahlah, semua juga gak tau kenapa, Ben terasa agak berubah setelah seminggu lebih BATAS gak kumpul. Tuh jadi kalem begitu!) Biasanya kalo' dipuji, rambutnya jadi tambah jingkrak, apalagi kalo' yang muji si Mara. Lha ini... "Delapan ratus lima puluh orang penonton! Subhanallah ... ini yang pertama kali di 181!!!", Thio bergumam sendiri. "Wartawan dari tiga surat kabar datang meliput! Teman-teman wartawan sekolah yang diundang juga datang semua, Reza sampai kewalahan diserbu oleh banyak pertanyaan", Syahrul senyum-senyum sambil merebahkan badannya yang pegel-pegel di sofa. "ROHIS 181 sekarang jadi punya uang kas! Subhanallah ... langsung sejuta dua ratus!" "Anak-anak Pramuka, Paskib dan PMR juga puas sekali bisa ikut terlibat dalam acara tadi, memang sih... tadi itu pengalaman pertama mereka terjun langsung ke dalam sebuah acara, mereka merasa seperti profesional" Semua menghela nafas bareng. "Alhamdulillah



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Apakah misi kita berhasil??!", sebuah pertanyaan terlontar. Hening. Hanya suara kerikan jangkrik yang terdengar. "Kita belum tau", jawab Aly, "We'll see!!!", lanjutnya. "We'll see??", Syahrul bingung. "Ya! Besok ..." SMA 181, ruang kelas 1, 2 dan 3, keesokan harinya... Heboh. "Gilaaa! Acaranya seru abiz! Kacian deh lo gak ikutan nonton!!!" "Gue sih paling seru pas teater nasi uduk tampil! Ngocol banget! Asli!!!" "Kemarin itu acara terseru yang pernah gue datengin, sumpe!" "Pas Ben band tampil dongg ... rame'! Semuanya takbir-takbiran kayak mau shalat idul fitri!" "Pokoknya ... kemarin itu acara terseru yang pernah gue datangin!" "Yee ... itu kan omongan gue barusan! Elu motokopi aja deh ..." Tiba-tiba, cewek-cowok yang asyik ngerumpi tentang acara PENSIL 181 kemarin itu serempak terdiam. Radio sekolah disetel, sebuah suara gebukan drum terdengar, pelan ... lama-kelamaan mengeras. "Wuaaaaa!!!" "Eits! Elu heboh amat, napa sih!" "Dengerin...! Dengerin!!! Ini lagu yang kemarin dibawain Ben Band!" Lagu itu semakin terdengar jelas. Teriakan-teriakan gak jelas juga semakin terdengar dari seluruh kelas, mungkin lagu yang dibawakan oleh Ben band kemarin memang takkan terlupakan buat para penonton yang hadir. "Apa tuh judulnya?? Aduuh...apa sih judulnya!?? Mmm..." "Yah baru kemarin aja udah lupa! Nasyid!" "Yee ... nasyid itu nama alirannya! Judul lagunya lain lagi, ngg apa tuh!??" "Oh iya, gue inget sekarang!!!" "Apa?" "Ruhhul Jadid, semangat baru!!!!!"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Anak-anak cewek dan cowok itu tetep aja ribut, heboh. "Gue baru tau, lagu-lagu islam itu enak juga ya didenger!!" Aly memang sedang membolak-balik buku matematika di mejanya, namun ia tak melewatkan obrolan cewek-cewek teman sekelasnya itu, khususnya pernyataan terakhir dari teman sebangkunya barusan. Senyumnya mengulas, tipis. "I see now desisnya pelan. "The mission is success!!!" Tujuh McDonalds, Empat orang cewek dan seorang cowok berseragam sekolah- meski beda SMA, tengah menunggu pesanan mereka .... "Iih ... si Rendy ama Tita lama amat sih mesennya, udah laper nih !" seru seorang cewek berkuncir tinggi, Frita, siswi SMA 212. "Ya, ngantrinya aja panjang begitu. Frit!" seru Yenti, siswi SMA 181, sambil menunjuk ke arah antrian orang di depan kasir. Tampak Tita dan Rendy ada di urutan agak depan. "Palingan bentar lagi!" Hening sejenak. "Yen, elu gak minder apa make' seragam super longgar kayak gitu?!" tiba-tiba Siska, siswi SMA 177, berkomentar. "Tauk! Sekolah lu parah amat sih ngasih peraturan tentang seragam segala, gak asyik!" kali ini Evy, siswi SMA 481 menimpali. Yenti memajukan bibirnya beberapa centi, manyun, ini sudah yang kesekian kalinya tementemen SMP-nya dulu mengomentari peraturan SMA-nya yang sekarang, SMA 181. SMA yang tidak asyik-lah, tidak keren, tidak seru, tidak gaul, udik, payah, kampungan, sok ngatur..... Huh! Yenti cuma melengos pendek. "Minder sih minder, rok panjang selutut gini! Tapi ya gimana lagi, gue kan gak mau terus-terusan ditangkepin anak-anak penjaga pintu masuk, trus dikirim ke ruang BP, malu lagi ... gue kan anak OSIS .!" serunya.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Emangnya sekolah lu peringkat berapa sih ?" kali ini suara berat milik Doni ikut nimbrung. Anak SMA unggulan 212 ini emang tidak banyak omong. Dari tadi pas muter-muter keliling mal aja dia tidak bunyi sama sekali. Ini pertanyaan pertama yang dilontarkannya hari ini. "O ya, betul! Sekolah lu peringkat berapa. Yen? Soalnya sekolah gue yang peringkat 10 besar aja gak ngebuat peraturan tentang seragam. Iya gak, Don !?" Frita yang siswi SMA unggulan juga, turut memojokkan Yenti. Yenti makin 'gerah'. Dia sadar, memang cuma dia yang sekolah di SMA urutan buncit. Rata-rata temen SMP-nya ini berhasil masuk ke sekolah 'papan atas', peringkat 20 besar. SMA 212 apalagi, sekolah unggulan urutan kedelapan, SMA 481 urutan kedua puluh, SMA 177 urutan kesembilan belas. Lha SMA 181? Karena mata teman-temannya yang lain masih penuh selidik, menunggu jawabannya, Yenti terpaksa harus menyebutkan angka itu juga. "Urutan lima satu." Jawabannya itu kontan memancing ejekan yang lain. "Ya ilah...Cuma urutan lima satu aja belagu! Pake ngebuat peraturan ribet segala lagi!!" seru Siska. Yenti menelan ludah. "Ini semua gara-gara BATAS!" serunya kemudian. Temannya yang lain mengernyitkan kening. "BATAS? Siapa tuh, Yen?" "Formatur OSIS gue! Sejak mereka diangkat, semua isi sekolah gue berubah! Gak ada lagi rok pendek, baju ketat, pokoknya gak ada lagi yang jangkis-jangkis deh! Rokok juga gak ada... semuanya dibabat sama peraturan-peraturan buatan mereka!!" "Ck ck ck... sumpe lu? Jago banget!!" komentar Doni. Frita segera menyikutnya. "Hush! Jago... jago... itu namanya sok ngatur tauk!" "Eh, katanya elu anak OSIS, kok gak bisa lawan mereka, Yen?" "Pertamanya sih udah gue coba lawan itu peraturan, gue gerakin anakanak OSIS yang kontra juga. Tapi BATAS dapat dukungan dari kepala sekolah. Gue jadi gak bisa ngapa-ngapain."



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Hah?!" "Anak-anak OSIS yang lain emangnya banyakan yang setuju juga ama peraturan mereka?" tanya Donni lagi, sambil beranjak dari sandarannya. Tampaknya perbincangan mereka makin seru. Semua penasaran sama apa yang telah dilakukan sama formatur OSIS-nya Yenti itu. "Ya nggak lah!" "Trus ... kok peraturan itu bisa dibuat kalau banyakan anak OSIS yang tidak setuju?" "Nih yaa ... BATAS itu kalau rapat cuma berlima doang. Kalau lima orang itu udah setuju, baru deh anak-anak OSIS lain dikasih tahu." "Iih ... gak demokrasi banget!" seru Evie sambil mendelik. "Ya, mereka sih ngadain musyawarah juga sama semua anak OSIS tentang kesepakatan mereka itu. Tapi biasanya sih gak ada yang bisa ngalahin argumen mereka pas musyawarah. Sistem OSIS gue bukan voting sih. Katanya yang banyak belum tentu baik. Ya udah deh, peraturan mereka menang terus!" Yenti menghela napas. "Apalagi menjelang penilaian sekolah kemarin, wah ... elu pada gak tahu deh gimana repotnya anak-anak OSIS 181! Sekolah gue direvolusi habishabisan!!" seru Yenti serius. "Apa ?!" "Iya! Itu target OSIS gue; Revolusi di 181!" ucapan Yenti itu membuat anak-anak yang lain mengernyit kembali. Sayangnya, pesanan mereka sudah tiba, Rendy dan Tita yang membawakan nampan cengengesan. "Sorry lama!!" ujar mereka kompak, memutuskan perbincangan. Tapi Donni, Frita, Evy dan Siska rupanya masih penasaran sama omongan Yenti, tidak peduli kehadiran dua anak itu. "Eh, pengumuman hasil penilaian sekolah kan seminggu lagi. Wah, janganjangan peringkat SMA lu berubah drastis nanti. Yen! Kena imbas revolusinya!" komentar Donni, sportif. Yenti senyum, "Kayaknya sih gitu, gue udah kerja keras untuk itu!" "Alaah ... kalaupun berubah palingan maju jadi tiga puluh besar doang! Masih di bawah SMA gue!" seru Siska,



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Apalagi SMA gue!" sahut Frita juga, tidak rela kalah. "Meski udah revolusi begitu, tetep susahlah ngalahin peringkat SMA unggulan!" serunya lagi. Senyum Yenti surut. "Wooi, gue habisin nih semua pesenan kalian!" Perbincangan akhirnya benar-benar berhenti begitu ultimatum Tita itu keluar. Ruang OSIS SMA 181... "Pengumuman hasil penilaian sekolah seminggu lagi...," Thio menginformasikan, nada suaranya menggantung. "Bagaimana dengan target kita?" tanya Amara. "Peringkat tiga puluh tiga? Insya Allah bisa!" kali ini Aly angkat suara, optimis. "Ffhh, gue deg-degan. Sumpah! Ini kan menyangkut harga diri Sekbid V, kalau peringkat kita turun ke posisi buncit lagi kayak dua tahun yang lalu, mendingan gue turun jabatan deh!" Ben menggoyang-goyangkan bangku yang didudukinya sambil menaruh dagunya ke sandaran bangku itu. Sepertinya itu bangku favoritnya, meski di ruang OSIS kini sudah ada sofa. "Menurutku kita sudah optimal, mengusahakan yang terbaik. Apalagi kamu Ben, sudah mengerahkan segenap tenaga dari Sekbid V dan VIII," Thio menghentikan ucapannya sejenak. "Bagaimanapun hasil penilaian nanti, kita harus tetap kompak, malah harus semakin solid, aku gak mengizinkan siapa pun ngundurin diri dari OSIS, apalagi keluar dari BATAS!" Thio melirik ke Ben. Ben terlonjak. "Yee... Gue emang gak bakal mau keluar dari BATAS, makanya gue bilang mending turun jabatan, bukannya mending keluar jabatan dari OSIS. Jangan salah sangka! Gue nemuin kenyamanan di sini! Dan sebelum masa jabatan kita diberhentiin terhormat, gue akan terus sama kalian," seru Ben berapi-api. Sekali-kalinya itu anak bisa ngomong serius seperti itu di forum BATAS. Thio, Aly dan Amara tersenyum bangga. Teringat kembali saat Ben memekikan takbir di acara PENSIL 181.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Tapi tiba-tiba .... "Sudah jadi, sudah jadii...!" suara serak-serak becek di luar ruang OSIS itu pastilah milik Syahrul. Memang, gara-gara porsir tenaga, itu anak sempat demam dan kehilangan suara merdunya. Apalagi waktu harus membereskan arsip-arsip OSIS yang banyak hilang. Untung pas penilaian sekolah, Syahrul sudah selesai melengkapi semuanya. "Alhamdulillah, proposal perbaikannya sudah jadi ya, Rul?" tanya Aly di ambang pintu ruangan. Didapatinya Syahrul lagi kegirangan memperlihatkan sebuah proposal bersampul biru. "Alhamdulillah! Plus tanda tangan Pak Didi dan Pak Qomar!" jawab Syahrul, nyengir sama semua anak BATAS lain yang ikut muncul di depan pintu. "Ck..ck.. emang jago lu, Rul!" Ben mengambil proposal di tangan Syahrul. Kemudian membolak-balik halamannya. Benar...! Tanda tangan Pak Didi dan Pak Qomar sudah tertera di lembar pengesahannya. "Berarti minggu depan jadi diadakan pleno kedua OSIS?" Amara ikutikutan melihat proposal di tangan Ben itu. "He-eh." "Subhanallah, kalau begitu, kita berhasil minta izin ngadain pleno tengah lebih cepat dari yang seharusnya. Ini langkah awal untuk mewujudkan target kedua BATAS!" ucap Thio semangat, kemudian melirik penuh arti ke Aly. Ben mengernyit, Amara mengangkat alis, Syahrul masih nyengir. Thio mengulas senyum, "Hmm?" "Masa orientasi siswa, tahun ajaran baru," desis Aly, ikutan tersenyum. Seminggu kemudian... "Eh...ya, Yenti! Siska sama Tita ngajakin ngumpul lagi kayak minggu kemaren, nanti jam empat sore. Yuk?!" suara Frita di HP itu membuat Yenti menggeleng-gelengkan kepala. "Waduh, gue ada pleno OSIS hari ini. Nih, baru aja mau beresin ruangan! Sampai sore kayaknya, sih." "Yaaa," desahan suara itu menyiratkan kekecewaan.



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Kalau besok aja gimana?" tawar Yenti kemudian. "Oh? Deal! Boleh, boleh, nanti gue kasih tau yang lain. Di Mc D lagi yah? En anterin gue beli tas baru, oke?" "Yo'i" "E-eh, jangan diputus dulu. Yen!" "Ha? Ada apa, Frit ?? Kuping gue udah panas nih, dari tadi banyak yang nelpon!" "Nggak...gue cuma mau ingetin agenda obrolan kita besok." "Apaan?" "Hasil penilaian sekolah, peringkat SMA kita masing-masing tahun ini, otre?!" "Idiih, iseng amat sih!" "Yee, gak pa-pa lagi ! Gue seneng kalau ngomongin prestasi, siip?!" "Hhh, ya, ya udah. Udah dulu ya," Yenti menghela napas. Fiuhh.... Tapi tiba-tiba ringtone Evanescence khas HP-nya itu terdengar kembali. Kali ini dari... Ben! Ha? Ben lagi?! Duuh.... Dengan malas, Yenti mengangkatnya. "Halo." Ben diam saja. "Ben? Ada apaan? Gue habis nyetel radio sekolah, nih. Gue disuruh ke ruangan rapat buat beres-beres?" Masih diam. Yahhh... Yenti gondok, kalau 'bos' atasannya di Sekbid V itu sudah tidak bersuara, berarti dia lagi ngomel. Parah emang. Gak asyiki Yenti lebih senang dibentak-bentak, daripada didiamkan. Nyebelin.... Itu gara-gara si Syahrul pernah bilang 'Kalau gak bisa ngomong yang baik-baik, mendingan diem!' Katanya sih itu hadits Rasul. Si Ben jadi langsung praktekin gini deh. Hhhh... "Iya ...iya Ben! Gue lagi mau ke sana kok, udah ya jangan ngebel lagi!" Yenti segera ambil langkah seribu. Rapat Pleno tengah OSIS SMA 181, Usai evaluasi program kerja tiap sekbid, sudah pukul empat lebih, saat semua anak OSIS sedang berada



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



dalam kondisi capai, secapai-capainya. Malahan ada yang terkantukkantuk nyaris ketiduran. Tiba-tiba saja Pak Toha memasuki ruangan rapat itu dengan tergesa. Semua anak langsung bengong seketika. "Anak-anak...." Pak Toha mengedarkan pandangannya kepada seluruh wajah yang ada, kini ia berdiri gagah tepat di depan ruangan itu, dengan dramatisnya ia menghela napas berat. Ekspresinya datar. "Hasil penilaian sekolah sudah diumumkan!" serunya. Rata-rata anak di dalam ruangan itu spontan menahan napas. Ben malah langsung berdiri dari tempat duduknya, refleks, sambil mengernyitkan kening. "Bagaimana peringkat SMA kita, Pak?" tanya Aly, satu-satunya yang masih cool, calm, en confident di ruang itu. "Hhff..." sekali lagi. Pak Toha menghela napas berat, ditambah eksyen geleng-geleng kepala pula. Anak-anak makin tahu ada sesuatu yang tidak disangka-sangka terjadi. Semua saling menoleh kiri-kanan dan menggumam tidak karuan. "Eh, jangan-jangan...." "Peringkat kita buncit lagi...!??" "Atau gak naek dari lima satu?!" "Atau...??!" "Oh, no!!" Yenti memekik, ingat kalau besok akan ada pembahasan mengenai peringkat SMA sama anak-anak Westlove genk-nya. Bakal malulah dia kalau peringkat 181 masih payah juga. "Liat aja tampang Pak Toha kecut begitu, berarti target kita untuk masuk 30 besar gak kesampaian!" semua komentar berseliweran. "Pak...!" Thio memegang bahu Pak Toha, pandangan mereka bertemu. "Mungkinkah kerja keras yang kami lakukan masih kurang? Belum optimal?!" tanyanya lemah, tertunduk kemudian dalam galau. Dalam hatinya ia memungkiri pertanyaannya sendiri. Ia merasa semua kerja keras yang OSIS lakukan sudah maksimal, terbaik yang mereka bisa, apakah mungkin ada sesuatu yang luput setelah ikhtiar dan doa?



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Ya!" tiba-tiba saja Pak Toha berteriak mengejutkan, dan menakutkan. Sandaran tangan Thio dibahunya sampai terjatuh, "Kita memang harus, bekerja, lebih keras lagi di tahun depan!" suaranya terputus-putus, masih menatap tajam semua wajah di hadapannya sambil mengacung-acungkan jarinya ke depan, tidak mengacuhkan Thio yang sedang terbelalak di sisinya, terkejut. "Melihat peringkat kita tahun ini, kita semua harus bekerja lebih keras dari yang sudah-sudah, kalau tidak mau malu untuk tahun-tahun selanjutnya," semua anak cewek mengangguk saja, gemetar, ngeri melihat mata Pak Toha yang melebar. "Semua komponen sekolah harus bekerja lebih keras lagi, lebih keras lagi, ingat itu, haruss bekerja lebih keras, kita semuanya!" seru Pak Toha menekankan. Berkali-kali diulanginya kata 'kerja keras', repetisi. Emosi Pak Toha meluap. Semua anak nyaris menangis, takut, merasa diomeli oleh bapak masing-masing. Belum pernah Pak Toha marah begini amat. Matanya sampai memerah. Kemudian, untuk yang ketiga kalinya, Pak Toha menghela napas berat dan menyeka sebutir keringat yang meluncur dari dahinya. Suasana hening sejenak, ruangan itu sunyi. "181 Pak Toha mulai angkat suara lagi. "Ehmm ia mulai mengatur ulang nada suaranya, melunak. Berbicara sambil mengambil sehelai saputangan dari saku kemejanya. "181, sekolah kita tahun ajaran depan akan menjadi percobaan...!" Semua anak menyimak dengan seksama. Thio jadi mengernyitkan alis matanya, tidak paham. "Percobaan apa, Pak?" Pak Toha menatap pemuda itu, lembut, "Sekolah kita akan menjadi percobaan...," kalimat itu diulang lagi, sengaja ia gantung, membuat semua anak jadi tambah bingung, penasaran. Pak Toha mengulas senyumnya. "Percobaan untuk menjadi salah satu sekolah unggulan!" serunya akhirnya. "Eh!?"



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



"Hah?!" semua saling menoleh. Takut-takut mereka salah dengar. Sekolah unggulan? "Pak?!!" Aly dan Thio kompak mendekati Pak Toha dengan ekspresi kurang yakin, "maksud Bapak...." "Ya! Tahun ini kita berhasil menembus urutan sepuluh besar. SMA 181 naik drastis ke peringkat tujuh!" "Apaaa ...?!!" Sulit dideskripsikan bagaimana pengumuman barusan sangat menggoncangkan hati anak-anak itu. "Apaaa!!!?" Sampai-sampai BATAS pun saling menatap tak percaya. "Apaaa???!!!" "Waa...!!!"jerat-jerit dan gemuruh seolah akan menghancurkan ruang rapat, saat itu juga. Atau, jangan-jangan bukan cuma di ruangan itu saja, tapi juga getarannya merambat ke ruangan gedung-gedung lain di 181 !?? Thio segera direngkuh oleh Pak Toha, Aly juga. Ben langsung menggoncang-goncangkan Syahrul tidak percaya. Bahkan Yenti yang duduknya memang dekat dengan Amara saling pelukan tanpa sadar. Itu adalah pengumuman terbaik yang pernah terdengar di 181. Dan hari itu, segera saja menjadi hari terbaik sepanjang sejarah SMA itu didirikan. Tentang Syamsa Syamsa Hawa adalah nama pena dari Shinta Dewi Indriani. Penulis muda ini lahir di Jakarta, 17 Desember 1986. Menulis, menyanyi, dan menggambar adalah hobinya. Cerita-ceritanya banyak dimuat di Majalah Annida sejak dia kelas 1 SMP. Cerpen-nya juga dimuat di Antologi Cerpen Pilihan The Story of Jomblo (Lingkar Pena Publishing House, 2004). Karya-karyanya yang lain adalah kumpulan cerpen Di Balik Cahaya Rembulan (era Intermedia, Solo), kumpulan cerpen VCD Girls (AsySyaamil, Bandung). Semua ditulis ketika dia masih di bangku SMA. Prestasi yang telah diraih oleh Syamsa adalah pemenang terbaik karya tulis se-Jabotabek, "Bagaimana Membiasakan Hemat Listrik"- Hari



Koleksi ebook inzomnia



http://inzomnia.wapka.mobi



Listrik Nasional 2003 - PLN Jakarta Pusat, juara II Lomba Menulis Esei Remaja Tingkat Nasional tahun 2004, juara harapan I Lomba Karya Tulis Budaya Padi 2004, nominator 10 besar penghargaan UNICEF Award For Indonesian Young Writer, juara II lomba gambar Hari Lingkungan Hidup se-Walikota Bekasi 2001, juara II Musabaqoh Menulis Kandungan Qur'an se-Kabupaten Bekasi. Sekarang gadis manis ini masih melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Cina, Universitas Indonesia.



Koleksi ebook inzomnia