Tafsir Surat Al Anam 152 Dan Al Isra 35 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah etika dari bahasa Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya taetha berartia dat istiadat atau kebiasan hidup. Dalam pengertian ini, etika dengan kebiasaan hidup yang baik atau masyarakat yang diwariskan dari satu orang ke orang lain dari satu generasi ke kebiasaan lain.Kebiasaan ini kemudian terungkap dalam perilaku berpola yang terus cukupsijat rutin.Selanjutnya dapat dipahami juga bahwa Etika adalah cabang filsafat yang baik buruknya perilaku manusia. Di Indonesia, studi tentang masalah-masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah banyak dilakukan oleh para ahli, termasuk di antara mereka yang memiliki minat di bidang ekonomi syariah. Urgensi etika bisnis yaitu perilaku mencerminkan akhlak seseorang. Atau dengan kata lain, berelasi dengan etika, kecepatan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap aktivitas atau tindakannya, tanpa mengeluarkan dalam aktivitas bisnis. Secara konkrit dapat diilustrasikan jika seorang pelaku bisnis yang peduli pada etika, bisa diprediksi ia akan bersikap jujur, amanah, adil, selalu melihat orang lain dan sebagainya. Kebijaksanaan bagi mereka yang tidak memiliki kesadaran etika, dimanapun dan kapanpun itu. Orang-orang ini akan menampakkan sikap kontra dengan orang-orang pertama dalam mengendalikan bisnis. Menurut Qardahwi ekonomi (bisnis) dan akhlak (etika) tidak dapat diberikan, seperti halnya ilmu dan akhlak. Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan yang islami.Karena risalah islam adalah risalah akhlak. Menurut Mustahaq Ahmad (dalam etika bisnis islam) disebutkan bahwa Al-quran membagi-bagi



dalam



dua



katagori,



yaitu



yang



menguntungkan



dan



merugikan.Ciri bisnis yang menguntungkan dilakukan dengan investasi modalfungsi.Mengedepakan keputusan yang sehat dan didasari perilaku yang benar.Sebaliknya bisnis yang merusak ditndai dengan investasi yang kotor,



1



keputusan yang tidak sehat, dan perilaku perilaku yang jahat.Karena itu orang islam harus memiliki prinsip-prinsip etika dalam berbisnis Mungkin dapat memberikan keberkahan dan kebahagiaan baik dunia maupun akhirat. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Tafsir Dan Isi Kandungan Surah Al-An’am Ayat: 152? 2. Bagaiman Tafsir Surat Al-Isra Ayat: 35



2



BAB II PEMBAHASAN A. Tafsir Dan Isi Kandungan Surah Al-An’am Ayat: 152



ُ 4َ‫ أ‬4‫ َغ‬4 4ُ‫ ل‬4‫ ْب‬4َ‫ ي‬4‫ى‬4ٰ 4َّ‫ ت‬4‫ َح‬4‫ن‬4ُ 4 ‫س‬ 4‫ َل‬44‫ ْي‬4‫ َك‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4‫ا‬4‫و‬4 4ُ‫ ف‬4‫و‬4ْ 4َ‫ أ‬4‫ َو‬4ۖ 4ُ‫ ه‬4‫ َّد‬4 4‫ش‬4 4َ 4‫ح‬4ْ 4َ‫أ‬ 4‫ ا‬4‫ َذ‬4‫ن‬4َ 4‫ ا‬44‫ َك‬4‫و‬4ْ 44َ‫ ل‬4‫ َو‬4‫ا‬4‫ و‬4ُ‫ ل‬4‫ ِد‬44‫ ْع‬4‫ ا‬4َ‫ ف‬4‫ ْم‬4ُ‫ ت‬4‫ ْل‬4ُ‫ ق‬4‫ ا‬4‫ َذ‬4ِ‫ إ‬4‫و‬4َ 4ۖ 4‫ ا‬4َ‫ ه‬4‫ َع‬4‫ ْس‬4‫ُو‬



4‫ َي‬4‫ ِه‬4‫ ي‬4ِ‫ ت‬4َّ‫ل‬4‫ ا‬4ِ‫ اَّل ب‬4ِ‫ إ‬4‫ ِم‬4‫ ي‬4ِ‫ ت‬4َ‫ ي‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4‫ َل‬4‫ ا‬4‫ َم‬4‫ا‬4‫و‬4ُ‫ ب‬4‫ َر‬4‫ ْق‬4َ‫ اَل ت‬4‫و‬4َ ‫ اَّل‬4ِ‫ إ‬4‫ ا‬4‫ ًس‬4‫ ْف‬4َ‫ ن‬4‫ف‬ 4ُ 4ِّ‫ ل‬4‫ َك‬4ُ‫ اَل ن‬4ۖ 4‫ ِط‬4‫ ْس‬4ِ‫ ق‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4ِ‫ ب‬4‫ن‬4َ 4‫ ا‬4‫ز‬4َ 4‫ ي‬4‫ ِم‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4‫و‬4َ 4‫ َن‬4‫ و‬4‫ ُر‬4‫ َّك‬4‫ َذ‬4َ‫ ت‬4‫ ْم‬4‫ ُك‬4َّ‫ ل‬4‫ َع‬4َ‫ ل‬4‫ ِه‬4ِ‫ ب‬4‫ ْم‬4‫ ُك‬4‫ ا‬4َّ4‫ ص‬4‫ َو‬4‫ ْم‬4‫ ُك‬4ِ‫ ل‬4‫ َذ‬4ٰ 4ۚ 4‫ا‬4‫و‬4ُ‫ ف‬4‫و‬4ْ 4َ‫ أ‬4ِ ‫ هَّللا‬4‫ ِد‬4‫ ْه‬4‫ َع‬4ِ‫ ب‬4‫و‬4َ 4ۖ 4‫ى‬4ٰ 4َ‫ ب‬4‫ر‬4ْ 4ُ‫ق‬



Artinya: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang



lebih



bermanfaat,



hingga



sampai



ia



dewasa.



Dan



sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan



beban



kepada



sesorang



melainkan



sekedar



kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”. (Surat Al-An’am ayat: 152) Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara



3



kalian.” (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim mereka. Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.1 Firman Allah Swt.:



‫َحتَّى يَ ْبلُ َغ أَ ُش َّده‬ Hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152) Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi, hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran. Firman Allah Swt.:



‫ْط‬ ِ ‫َوأَوْ فُوا ْال َك ْي َل َو ْال ِميزَ انَ بِ ْالقِس‬ Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. (Al-An'am: 152) Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya: { َ‫سرُون‬ ِ ‫اس يَ ْستَوْ فُونَ * َوإِ َذا َكالُوهُ ْم أَوْ َوزَ نُوهُ ْم ي ُْخ‬ ِ َّ‫َو ْي ٌل لِ ْل ُمطَفِّفِينَ * الَّ ِذينَ إِ َذا ا ْكتَالُوا َعلَى الن‬



َ‫ك أَنَّهُ ْم َم ْبعُوثُونَ * لِيَوْ ٍم َع ِظ ٍيم * يَوْ َم يَقُو ُم النَّاسُ لِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ ِ‫}* أَال يَظُ ُّن أُولَئ‬ Artinya: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orangorang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka meminta dipenuhi; dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Mutaffifin: 1-6)



https://mochammad-dony.blogspot.com/2018/09/makalah-moral-dan-etika-bisnis.html. Diakses pada tanggal 05 Juni 2021 1



4



Allah Swt. telah membinasakan suatu umat di masa lalu karena mereka mengurangi takaran dan timbangannya.



‫ ع َْن‬،‫س أَبِي َعلِ ٍّي ال ّر َحبي‬ ِ ‫ ِم ْن َح ِدي‬، ِّ‫ب ْال َجا ِم ِع أِل َبِي ِعي َسى التِّرْ ِم ِذي‬ ِ ‫ ِكتَا‬4‫َوفِي‬ ٍ ‫ث ْال ُح َس ْي ِن ب ِْن قَ ْي‬ :‫ب ْال َكي ِْل َو ْال ِميزَ ا ِن‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ ق‬:‫س قَا َل‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أِل َصْ َحا‬ ٍ ‫ َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬،‫ِع ْك ِرمة‬ ْ ‫"إِنَّ ُك ْم ُولّيتم أَ ْمرًا هَلَ َك‬ 4‫ت فِي ِه اأْل ُ َم ُم السَّالِفَةُ قَ ْبلَ ُكم‬ Di dalam Kitabul Jami' milik Abu Isa Ath-Thurmuzi disebutkan melalui hadis AlHusain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada para pemilik takaran dan timbangan: Sesungguhnya kalian diserahi suatu urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum kalian karenanya. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya sebagai hadis marfu' kecuali melalui hadis Al-Husain, padahal dia orangnya daif dalam meriwayatkan hadis. Sesungguhnya telah diriwayatkan hadis ini dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf. Menurut kami,



،‫الجعْد‬ َ ‫ ع َْن َسالِ ِم ب ِْن أَبِي‬، ُ‫ َع ِن اأْل َ ْع َمش‬،‫ث َش ِريك‬ ِ ‫ ِم ْن َح ِدي‬،‫ير ِه‬ ِ ‫د َر َواهُ ابْنُ َمرْ ُد َويه فِي تَ ْف ِس‬4ْ َ‫َوق‬ ُ ‫ هَّللا‬4‫ "إِنَّ ُك ْم َم ْع َشر ْال َم َوالِي قَ ْد بَ َّش َركم‬4:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫س قَا َل‬ ٍ ‫ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬ ‫ ْال ِم ْكيَا ِل َو ْال ِمي َزا ِن‬:ُ‫ت ْالقُ ُرونُ ْال ُمتَقَ ِّد َمة‬ ِ ‫"بِخَصْ لَتَ ْي ِن بِهَا هَلَ َك‬ Artinya: Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Syarik, dari Al-Abu’masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya kalian, hai para Mawali, Allah telah mempercayakan kepada kalian dua perkara yang pernah menjadi penyebab kebinasaan generasi-generasi yang terdahulu, yaitu takaran dan timbangan. Firman Allah Swt.:



{‫}اَل نُ َكلِّفُ نَ ْفسًا إِال ُو ْس َعهَا‬



5



Kami



tidak



memikulkan



beban



kepada



seseorang



melainkan



sekadar



kemampuannya. (Al-An'am: 152) Maksudnya, barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam menunaikan dan menerima haknya, kemudian ternyata sesudah ia mengerahkan semua kemampuannya untuk hal tersebut masih juga keliru (salah), maka tidak ada dosa atas dirinya.



،‫ون ب ِْن مهْران‬ ِ ‫د َر َوى ابْنُ َمرْ د َُويه ِم ْن َح ِدي‬4ْ َ‫َوق‬ ِ ‫ ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن َم ْي ُم‬،‫ ع َْن ُمبَشر ْب ِن ُعبَ ْي ٍد‬،‫ث بَقِيَّة‬ ‫ ْال َك ْي َل‬4‫ { َوأَوْ فُوا‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ل هَّللا‬4ُ ‫ قَا َل َرسُو‬:‫ ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن الم َسيَّب قَا َل‬،‫ع َْن أَبِي ِه‬ ،‫ " ِم ْن أَوْ فَى َعلَى يَ ِد ِه فِي ْال َكي ِْل َو ْال ِميزَ ا ِن‬:‫ال‬ َ َ‫ْط اَل نُ َكلِّفُ نَ ْفسًا إِال ُو ْس َعهَا} فَق‬ ِ ‫َو ْال ِمي َزانَ بِ ْالقِس‬ ْ ‫ لَ ْم يُؤ‬،‫ص َّحةَ نِيَّتِ ِه بِ ْال َوفَا ِء فِي ِه َما‬ ْ ‫ َو َذلِكَ تَأْ ِوي ُل { ُو‬."‫َاخَذ‬ }4‫س َعهَا‬ ِ ‫َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم‬ Artinya: Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah, dari Maisarah ibnu Ubaid, dari Amr ibnu Maimun ibnu Mahran, dari ayahnya, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. (Al-An'am: 152) pernah bersabda: Barang siapa yang menunaikan dengan sempurna takaran dan timbangan yang ada di tangannya —Allah lebih mengetahui kebenaran niatnya dalam melakukan keduanya—, maka ia tidak berdosa. Demikianlah takwil 'sebatas kemampuannya'. Hadis ini berpredikat mursal garib. Firman Allah Swt.:



4‫َوإِ َذا قُ ْلتُ ْم فَا ْع ِدلُوا َولَوْ َكانَ َذا قُرْ بَى‬ Artinya: Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian. (Al-An'am: 152) Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firmanNya:



{ِ ‫ْط ُشهَدَا َء هَّلِل‬ ِ ‫}يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّوا ِمينَ بِ ْالقِس‬



6



Artinya: hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8), Hal yang sama disebutkan pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintahkan berbuat adil dalam semua tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan. Firman Allah Swt.:



{‫د هَّللا ِ أَوْ فُوا‬4ِ ‫} َوبِ َع ْه‬ DAn penuhilah janji Allah. (Al-An'am: 152) Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepadaNya dalam semua yang diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian harus mengamalkan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian menunaikan janji Allah.



{ َ‫م بِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬4ْ ‫} َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك‬ Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian agar kalian ingat. (Al-An'am: 152) Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan dikukuhkan oleh-Nya terhadap kalian untuk kalian amalkan. { َ‫}لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬ Agar kalian ingat. (Al-An'am: 152) Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengan tazzakkaruna, dan sebagian yang lain membacanya dengan tazkuruna.



7



B. Tafsir Surat Al-Isra Ayat: 35



‫اس ۡال ُم ۡستَقِ ۡي ِم‌ؕ ٰذ لِكَ خَ ۡي ٌر َّواَ ۡح َس ُن ت َۡا ِو ۡياًل‬ 4ِ َ‫َواَ ۡوفُوا ۡالـ َك ۡي َل اِ َذا ِك ۡلتُمۡ َو ِزنُ ۡوا ِب ۡالقِ ۡسط‬ Artinya: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.2 Tafsir Selanjutnya



Allah



memerintahkan



kepada



kaum



Muslimin



agar



menyempurnakan takaran bila menakar barang dagangan. Maksudnya ialah pada waktu menakar barang hendaknya dilakukan dengan setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya. Oleh karena itu, seseorang yang menakar barang dagangan yang akan diserahkan kepada orang lain sesudah dijual tidak boleh dikurangi takarannya karena merugikan orang lain. Demikian pula kalau seseorang menakar barang dagangan orang lain yang akan ia terima sesudah dibeli, tidak boleh dilebihkan, karena juga merugikan orang lain.3 Allah swt juga memerintahkan kepada mereka agar menimbang barang dengan neraca (timbangan) yang benar dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Neraca yang benar ialah neraca yang dibuat seteliti mungkin, sehingga dapat memberikan kepercayaan kepada orang yang melakukan jual beli, dan tidak memungkinkan terjadinya penambahan dan pengurangan secara curang. Allah swt mengancam orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan ini dengan ancaman keras. Allah swt berfirman: Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang 2



Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Widya Cahaya, 2011



3



Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir. 1. Bin Ishaq Alu, Abdullah bin Muhamad bin Abdurrahman, Syaikh. II. ‘Abdul Ghofar, M. III Yusuf Harun, M. Tim pustaka Imam Asy-syafi’i



8



lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi. (al-Muthaffifin/83: 1-3) Di akhir ayat, Allah swt menjelaskan bahwa menakar atau menimbang barang dengan teliti lebih baik akibatnya bagi mereka karena di dunia mereka mendapat kepercayaan dari anggota masyarakat, dan di akhirat nanti akan mendapat pahala dari Allah dan keridaan-Nya, serta terhindar dari api neraka.



9



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Islam diatur agar kompetisi di pasar dilakukan dengan adil, yaitu berbagai bentuk transaksi yang menimbulkan ketidakadilan dilarang, yaitu: 1. Talaqqi rukban dilarang karena penjual yang menyongsong kota akan memperoleh keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari daerah kampung atau kampung yang akan berlaku di kota. Mencegah masuknya desa ke kota ini (entry barrier), akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif. 2. Mengurangi timbangan atau sukatan dilarang, karena barang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit. 3. Menyembunyikan barang cacat karena penjual mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk. 4. Menukar kurma kering dengan kurma basah dilarang, karena takaran kurma Pembuatan lembab bisa jadi tidak sama dengan kurma kering yang ditukar tersebut. 5. Menukar satu takaran kurma kualitas bagus dengan dua takar kurma kualitas sedang dilarang, karena setiap kualitas kurma memiliki harga pasarnya. 6. Transaksi Najasy dilarang, karena si penjual menyuruh orang lain memilih barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik. 7. Ikhtikar dilarang, karena memanfaatkan keuntungan di atas normal dengan menjual lebih banyak barang untuk harga yang lebih tinggi. B. Saran Makalah ini masih jauh dari unsur ke-sempurnaan. Oleh karenanya, penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, untuk melengkapi kekurangan dalam makalah apapun. Baik dalam bentuk kata maupun susunan kalimatnya.



10



DAFTAR PUSTAKA https://mochammad-dony.blogspot.com/2018/09/makalah-moral-dan-etikabisnis.html. Diakses pada tanggal 05 Juni 2021 Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Widya Cahaya, 2011 Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir. 1. Bin Ishaq Alu, Abdullah bin Muhamad bin Abdurrahman, Syaikh. II. ‘Abdul Ghofar, M. III Yusuf Harun, M. Tim pustaka Imam Asy-syafi’i



11