Tata Gereja Gki Pedoman Pelaksanaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN PELAKSANAAN GEREJA KRISTEN INDONESIA



!



!1



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG CONTOH NAMA JEMAAT, POS JEMAAT, BAKAL JEMAAT, KLASIS, DAN SINODE WILAYAH Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 10



Pasal 1 CONTOH NAMA JEMAAT 1. 2. 3. 4.



Gereja Kristen Indonesia Jl. Raya Hankam 45, Pondok Gede, Bekasi 17414. Gereja Kristen Indonesia Sangkrah Solo. Gereja Kristen Indonesia Darmo Permai Surabaya. Gereja Kristen Indonesia Klaten.



Pasal 2 CONTOH NAMA POS JEMAAT Gereja Kristen Indonesia Kediri [nama Jemaat] Pos Jemaat Mojo [nama Pos Jemaat].



Pasal 3 CONTOH NAMA BAKAL JEMAAT Gereja Kristen Indonesia Sangkrah Solo [nama Jemaat] Bakal Jemaat Wonosaren [nama Bakal Jemaat].



Pasal 4 CONTOH NAMA KLASIS 1. Gereja Kristen Indonesia Klasis Jakarta Timur. 2. Gereja Kristen Indonesia Klasis Magelang. 3. Gereja Kristen Indonesia Klasis Banyuwangi.



Pasal 4 CONTOH NAMA SINODE WILAYAH Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jawa Barat.



!2



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG SYARAT PENDETA ATAU TENAGA PELAYANAN DARI GEREJA LAIN UNTUK MELAYANI KEBAKTIAN ATAU ACARA-ACARA LAIN YANG TERKAIT DENGAN AJARAN Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 14:1.c



Syarat bagi pendeta atau tenaga pelayanan dari gereja lain yang diundang untuk melayani kebaktian atau acara-acara lain yang terkait dengan ajaran adalah sebagai berikut: 1. Khotbah dan kegiatan-kegiatan lain dari yang bersangkutan selama ini tidak bertentangan dengan ajaran GKI dan tidak mengganggu relasi antargereja dan/atau antarumat beragama . 2. Yang bersangkutan: a. Berasal dari gereja yang seajaran dengan GKI dan yang masih mempunyai hubungan yang jelas dengan gerejanya. Dalam hal gereja asalnya adalah gereja anggota PGI namun tidak seajaran dengan GKI, ia hanya dapat melayani melalui pertukaran pelayan kebaktian yang diselenggarakan oleh PGI/PGIW/BKS. Dalam hal ini tidak dimungkinkan adanya pertukaran mimbar secara bilateral, atau b. Bekerja pada suatu badan/yayasan yang mempunyai hubungan struktural dengan gereja atau badan-badan oikoumenis yang diakui oleh GKI, atau c. Berasal dari gereja yang menjadi anggota dari lembaga oikumenis di mana GKI menjadi anggotanya. Jika pertimbangan pada Butir 2 tidak dapat dipenuhi, harus dilakukan konsultasi dengan Badan Pekerja Majelis Klasis dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode



!3



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG MODEL DAN PEMAKAIAN PAKAIAN LITURGIS PENDETA Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 18.4



Pasal 1 MODEL TOGA 1. Toga adalah jubah yang menutupi seluruh tubuh mulai dari lingkaran leher sampai di atas mata kaki. 2. Toga berbukaan lengan lebar sampai ke pangkal jari tangan. 3. Toga dibuat dari kain warna hitam dengan lapisan beludru hitam di bagian depan kiri dan kanan memanjang dari pundak sampai ke ujung jubah. 4. Toga dilengkapi lapisan luar di pundak dan lipatan pada lengan atas, tanpa kancing hias pada pundak. 5. Toga dikenakan sedemikian rupa hingga kerah pendeta muncul di bagian leher.



Pasal 2 MODEL STOLA 1. Stola adalah kain sutra polos panjang. 2. Stola dikenakan di pundak melingkari leher dengan potongan yang sesuai. 3. Stola dikeluarkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode demi keseragaman.



Pasal 3 PEMAKAIAN 1. Toga harus dipakai pada waktu pendeta melayani: a. Sakramen-sakramen yang dilaksanakan dalam kebaktian jemaat. b. Kebaktian Pengakuan Percaya/Sidi. c. Kebaktian Penerimaan Anggota. d. Kebaktian Pembaruan Pengakuan Percaya. e. Kebaktian Peneguhan Penatua. f. Kebaktian Penahbisan Pendeta g. Kebaktian Peneguhan Pendeta h. Kebaktian Emeritasi Pendeta. i. Kebaktian Peresmian Pos Jemaat. j. Kebaktian Peresmian Bakal Jemaat. k. Kebaktian Pelembagaan Jemaat. l. Kebaktian Pelantikan Badan Pekerja Majelis Jemaat. m. Kebaktian Pelantikan Badan Pekerja Majelis Klasis. n. Kebaktian Pelantikan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. o. Kebaktian Pelantikan Badan Pekerja Majelis Sinode. p. Kebaktian Pelantikan Badan Pelayanan Jemaat. q. Kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan. 2. Jas atau toga harus dipakai pada waktu pendeta melayani: a. Kebaktian Minggu. b. Kebaktian Hari Raya Gerejawi. c. Kebaktian Tutup Tahun. d. Kebaktian Ulang Tahun Jemaat. e. Kebaktian Ulang Tahun GKI. f. Kebaktian hari raya nasional.



!4



g. Kebaktian Pemakaman/Kremasi. h. Upacara pengambilan sumpah jabatan i. Pernyataan janji di pengadilan.



TATA WARNA LITURGIS Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 19



Pasal 1



!5



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PENGERTIAN 1. Tata warna liturgis adalah penandaan warna-warna dominan yang ditampilkan selama kebaktian berlangsung. 2. Dalam kebaktian, warna-warna liturgis ditampilkan pada kain mimbar. Warna stola pendeta, busana pelayan liturgi, dan hiasan-hiasan lainnya dapat juga disesuaikan dengan warna-warna liturgis. Pasal 2 ARTI WARNA-WARNA 1. 2. 3. 4. 5.



Merah berarti sukacita, semangat, kekuatan, pengurbanan, dan keberanian. Ungu berarti kemuliaan rajawi, pengharapan, pertobatan, penderitaan, dan keprihatinan. Hijau berarti kehidupan, pertumbuhan, keteduhan, dan ketenteraman. Putih berati keagungan, kemuliaan, kebersihan, kesucian, dan ketulusan. Hitam berarti kedukaan, kegelapan, dan kesepian. Pasal 3 PEMAKAIAN



!6



Minggu-minggu Adven



Ungu



Malam Natal



Putih



Natal



Putih



Epifani



Putih



Baptisan Tuhan Yesus Kristus



Hijau



Transfigurasi



Putih



Rabu Abu



Ungu



Minggu-minggu Prapaskah



Ungu



Kamis Putih



Ungu



Jumat Agung



Hitam



Paskah



Putih



Minggu-minggu Paskah



Putih



Kenaikan Tuhan Yesus Kristus



Putih



Pentakosta



Merah



Trinitas



Putih



Kristus Raja



Putih



Minggu-minggu Biasa



Hijau



Baptisan Kudus



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Perjamuan Kudus



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Pengakuan Percaya/Sidi



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



!7



Penerimaan Anggota



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Pembaruan Pengakuan Percaya



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Penahbisan Pendeta



Merah



Peneguhan Pendeta



Merah



Emeritasi Pendeta



Merah



Peneguhan Penatua



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Peresmian Pos Jemaat



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Peresmian Bakal Jemaat



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Pelembagaan Jemaat



Merah



Pelantikan Badan Pekerja Majelis Jemaat



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Pelantikan Badan Pekerja Majelis Klasis



Merah



Pelantikan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah



Merah



Pelantikan Badan Pekerja Majelis Sinode



Merah



Pelantikan Badan Pelayanan Jemaat



Sesuai dengan Tahun Gerejawi



Peneguhan dan Pemberkatan Nikah



Merah



Pemakaman/Kremasi



Hitam



Hari Reformasi



Merah



Tutup Tahun



Putih



Tahun Baru



Putih



Hari Ulang Tahun Jemaat



Merah



Hari Ulang Tahun GKI



Merah



Hari Kemerdekaan Republik Indonesia



Merah



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG



BAHAN PERLAWATAN UMUM RUTIN JEMAAT Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 49.8



Pasal 1 PENDAHULUAN 1. Bahan perlawatan ini dimaksudkan untuk memperoleh sebuah gambaran umum tentang kehidupan dan kinerja Jemaat-jemaat dalam Klasis. 2. Bahan perlawatan akan dikirimkan kepada Majelis Jemaat dalam bentuk formulir isian yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. Bagian yang memuat hal-hal yang relevan dalam Jemaat dan hal-hal yang relevan dalam Klasis dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. 3. Dengan bahan perlawatan ini, percakapan dalam perlawatan diarahkan untuk memberikan gambaran analisis terhadap kehidupan dan kinerja Jemaat, baik yang mengarah ke dalam maupun yang tertuju ke luar.



Pasal 2 BAHAN 1. Kehidupan Jemaat a. Keanggotaan GKI dalam Jemaat dan pertumbuhannya. b. Pelayanan dalam Jemaat (persekutuan, kesaksian dan pelayanan, serta pembangunan jemaat) dan perkembangannya. c. Kepemimpinan Jemaat (Majelis Jemaat dan badan pelayanan) dan pembinaannya. d. Harta milik GKI yang ada di Jemaat dan perkembangannya. e. Hal-hal lain yang relevan dalam Jemaat. 2. Kehidupan bersama dalam Klasis a. Keterlibatan dan aspirasi Jemaat dalam program Klasis. b. Keterlibatan dan aspirasi Jemaat dalam kepemimpinan Klasis. c. Keterlibatan dan aspirasi Jemaat dalam pengadaan dan pengelolaan harta milik GKI yang ada di Klasis. d. Hal-hal lain yang relevan dalam Klasis. 3. Kehidupan bersama dalam Sinode Wilayah dan Sinode a. Keterlibatan dan aspirasi Jemaat dalam program Sinode Wilayah dan program Sinode. b. Keterlibatan dan aspirasi Jemaat dalam kepemimpinan Sinode Wilayah dan kepemimpinan Sinode.



!8



c.



Keterlibatan dan aspirasi Jemaat dalam pengadaan dan pengelolaan harta milik GKI di Sinode Wilayah dan Sinode.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG BAHAN PERLAWATAN KLASIS Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 52.8



Pasal 1 PENDAHULUAN 1. Bahan perlawatan ini dimaksudkan untuk memperoleh sebuah gambaran umum tentang kehidupan dan kinerja Klasis dalam Sinode Wilayah. 2. Bahan perlawatan akan dikirimkan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis dalam bentuk formulir isian yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. Bagian yang memuat hal-hal yang relevan dalam Klasis dan hal-hal yang relevan dalam Sinode Wilayah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. 3. Dengan bahan perlawatan ini, percakapan dalam perlawatan diarahkan untuk memberi gambaran analisis terhadap kehidupan dan kinerja Klasis, baik yang mengarah ke dalam maupun yang tertuju ke luar.



Pasal 2 BAHAN 1. Kehidupan Klasis a. Keanggotaan Jemaat-jemaat dalam Klasis dan pertumbuhannya. b. Pelayanan dalam Klasis (persekutuan, kesaksian dan pelayanan, dan pembangunan klasis) dan perkembangannya. c. Kepemimpinan Klasis (Majelis Klasis dan badan pelayanan klasis) dan pembinaannya. d. Harta milik GKI di Klasis dan perkembangannya. e. Hal-hal lain yang relevan dalam Klasis. 2. Kehidupan bersama dalam Sinode Wilayah a. Keterlibatan dan aspirasi Klasis dalam program Sinode Wilayah. b. Keterlibatan dan aspirasi Klasis dalam kepemimpinan Sinode Wilayah. c. Keterlibatan dan aspirasi Klasis dalam pengadaan dan pengelolaan harta milik GKI di Sinode Wilayah. d. Hal-hal lain yang relevan dalam Sinode Wilayah. 3. Kehidupan bersama dalam Sinode a. Keterlibatan dan aspirasi Klasis dalam program Sinode. b. Keterlibatan dan aspirasi Klasis dalam kepemimpinan Sinode. c. Keterlibatan dan aspirasi Klasis dalam pengadaan dan pengelolaan harta milik GKI di Sinode. !9



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG



!10



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG BAHAN PERLAWATAN SINODE WILAYAH Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 53.8



Pasal 1 PENDAHULUAN 1. Bahan perlawatan ini dimaksudkan untuk memperoleh sebuah gambaran umum tentang kehidupan dan kinerja Sinode Wilayah. 2. Bahan perlawatan akan dikirimkan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dalam bentuk formulir isian yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. 3. Dengan bahan perlawatan ini, percakapan dalam perlawatan diarahkan untuk memberi gambaran analisis terhadap kehidupan dan kinerja Sinode Wilayah, baik yang mengarah ke dalam maupun yang tertuju ke luar.



Pasal 2 BAHAN 1. Kehidupan Sinode Wilayah a. Keanggotaan Klasis dalam Sinode Wilayah dan pertumbuhannya. b. Pelayanan dalam Sinode Wilayah (persekutuan, kesaksian dan pelayanan, serta pembangunan sinode wilayah) dan perkembangannya. c. Kepemimpinan Sinode Wilayah (Majelis Sinode Wilayah dan badan pelayanan sinode wilayah) dan pembinaannya. d. Harta milik GKI di Sinode Wilayah dan perkembangannya. e. Hal-hal lain yang relevan dalam Sinode Wilayah. 2. Kehidupan bersama dalam Sinode a. Keterlibatan dan aspirasi Sinode Wilayah dalam program Sinode. b. Keterlibatan dan aspirasi Sinode Wilayah dalam kepemimpinan Sinode. c. Keterlibatan dan aspirasi Sinode Wilayah dalam pengadaan dan pengelolaan harta milik GKI di Sinode. d. Hal-hal lain yang relevan dalam Sinode.



!11



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PEMBEKALAN CALON PENATUA DAN PENGEMBANGAN PENATUA Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 87.1 dan Pasal 90



Pasal 1 PENGERTIAN 1. Pembekalan calon penatua adalah usaha untuk mempersiapkan calon penatua sebelum mereka diteguhkan dan menjalankan tugas pelayanannya. 2. Pengembangan penatua adalah usaha untuk memperlengkapi penatua untuk dapat menjalankan tugas pelayanannya dengan lebih berhasil guna. Pasal 2 TUJUAN GKI mempunyai para penatua yang matang dalam iman, berkomitmen dalam mewujudkan panggilannya, kaya akan wawasan teologis, memiliki pengenalan yang memadai tentang Tata Gereja dan Tata Laksana serta ajaran GKI, cakap memimpin dan menggembalakan jemaat, serta dapat bekerja sama dengan sesama pelayan. Pasal 3 ASPEK-ASPEK DASAR KEPENATUAAN Agar penatua memiliki komitmen, karakter, dan kemampuan yang sesuai dengan syarat penatua, pembekalan dan pengembangan penatua mengacu pada aspek-aspek sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Spiritualitas Pengetahuan Alkitab Peribadatan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI Sejarah GKI Ajaran GKI Kepemimpinan Pelayan Pastoralia Kemampuan Praktikal Pasal 4 KURIKULUM PEMBEKALAN CALON PENATUA



!



!12



PENGEMBANGAN PENATUA TAHUN PELAYANAN I



PENGEMBANGAN PENATUA TAHUN PELAYANAN II



PENGEMBANGAN PENATUA TAHUN PELAYANAN III



SPIRITUALITAS



3. Panggilan sebagai 4.



penatua M o t i v a s i Pelayanan sebagai Penatua



PENGETAHUA N ALKITAB



PERIBADATAN



3.



Memahami makna ibadat



1. Melayani secara



4.



Memahami Makna Tata Gereja dan Tata Laksana & Mengenal Tata Gereja dan Tata Laksana GKI Secara Umum



SEJARAH GKI



total dan seimbang Saat Teduh



jawab 1 2. Latihan Tanggung jawab 2



Duniawi 4. Latihan Penguasaan Diri 1 5. Latihan Penguasaan Diri 2



3.



Sejarah Alkitab dan Kanonisasi



3. Latar Belakang PL & Berita Utama 1 4. Latar Belakang PL & Berita Utama 2



4. Latar Belakang & Berita Utama PB 1 5. Latar Belakang & Berita Utama PB 2



4.



Memahami unsurunsur liturgi Musik ibadat



5. Tempat dan fungsi Paduan suara dalam ibadat



6. Membahas kasuskasus ketatagerejaan



6. Membahas kasuskasus ketatagerejaan



6. Membahas kasus-kasus ketata-gerejaan



7. L a t a r b e l a k a n g sejarah GKI



7. Sejarah penyatuan GKI



7. GKI dalam sejarah Kekristenan



8. 9. 10. 11.



8. Akhir Zaman 9. Keselamatan dan Agama-agama



AJARAN GKI



5. 6.



Pengantar Ajaran GKI Pengkhotbah dan Pengajar di GKI



8. 9. 10. 11.



KEPEMIMPINA N PELAYANAN



7. 8.



Visi & Misi GKI Tugas Penatua dan tugas MJ Penatalayanan



12. Pembangunan jemaat 13. Kepemimpinan Pelayan 14. Makna Persidangan Gerejawi



9.



PASTORALIA



10. Perlawatan kepada anggota



KEMAMPUAN PRAKTIKAL



11. Prosedure pelayanan Gerejawi 1 12. Peran Penatua dalam penyelenggaraan Ibadat



3. Yang Ilahi dalam yang



2.



5. TAGER GKI



1. Latihan Tanggung



Alkitab Keselamatan Gereja Sakramensakramen



Trinitas Pekabaran Injil fundamentalisme Gerakan Kharismatik



12. Pengantar Pastoral 1 13. Pengantar Pastoral 2 14. Kerja sama



10. Pengambilam keputusan 11. Manajemen Konflik 1 12. Manajemen Konflik 2



15. Penggembalaan khusus



13. Seni Men-dengar-kan 1 14. Seni Men-dengar-kan 2



13. Prosedure pelayanan Gerejawi 2 14. Mengenal dan Mendampingi Badan-badan Pendampingan Jemaat



Pasal 5 PELAKSANAAN Pembekalan calon penatua dan pengembangan penatua dilaksanakan: 1. Dalam lingkup Klasis oleh Badan Pekerja Majelis Klasis, dan/atau 2. Di lingkup Jemaat oleh Majelis Jemaat. Pasal 6 !13



PROSES DI LINGKUP KLASIS 1. Pembekalan a. Badan Pekerja Majelis Klasis menetapkan waktu, tempat, para narasumber dan/atau fasilitator, dan, jika diperlukan, panitia. b. Badan Pekerja Majelis Klasis memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasisnya tentang rencana pembekalan calon penatua dan meminta daftar nama calon penatua. c. Majelis Jemaat mengirimkan daftar nama calon penatua kepada Badan Pekerja Majelis Klasis atau panitia pelaksana. d. Badan Pekerja Majelis Klasis atau panitia pelaksana melaksanakan pembekalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. e. Badan Pekerja Majelis Klasis memberikan sertifikat kepada setiap calon penatua yang memenuhi syarat kehadiran minimal delapan puluh persen (80%) dari keseluruhan acara pembekalan. f. Bagi calon yang tidak dapat memenuhi syarat kehadiran pada Butir e di atas, sertifikat dapat diberikan kepadanya sesudah melalui percakapan dengan Badan Pekerja Majelis Klasis untuk mengevaluasi penguasaan dari calon tentang bahan-bahan pembekalan yang tidak dapat diikutinya dengan hasil yang baik. Namun demikian, yang bersangkutan wajib mengikuti acara pembekalan pada tahun berikutnya untuk mata acara yang belum diikutinya. g. Badan Pekerja Majelis Klasis memberitahukan kepada Majelis Jemaat-Majelis Jemaat daftar nama calon penatua yang telah menerima sertifikat maupun yang tidak menerima sertifikat. 2. Pengembangan a. Pengembangan penatua untuk semua tahap dilaksanakan dua (2) kali setahun. b. Badan Pekerja Majelis Klasis menetapkan waktu, tempat, para narasumber dan/atau fasilitator, dan, jika diperlukan, panitia pelaksana. c. Badan Pekerja Majelis Klasis memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasisnya tentang rencana pengembangan penatua dan meminta daftar nama penatua yang akan mengikutinya. d. Majelis Jemaat mengirimkan daftar nama penatua kepada Badan Pekerja Majelis Klasis atau panitia pelaksana selambatnya satu (1) bulan sebelum waktu pelaksanaan pengembangan. e. Badan Pekerja Majelis Klasis atau panitia pelaksana melaksanakan pengembangan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. f. Badan Pekerja Majelis Klasis memberikan sertifikat kepada setiap penatua yang memenuhi syarat kehadiran minimal delapan puluh persen (80%) dari keseluruhan acara pengembangan. g. Bagi penatua yang tidak dapat memenuhi syarat kehadiran pada Butir f di atas, sertifikat dapat diberikan kepadanya sesudah melalui percakapan dengan Badan Pekerja Majelis Klasis untuk mengevaluasi penguasaan dari penatua tersebut tentang bahan-bahan pengembangan yang tidak dapat diikutinya dengan hasil yang baik. Namun demikian, yang bersangkutan wajib mengikuti acara pengembangan pada tahun berikutnya untuk mata acara yang belum diikutinya. h. Badan Pekerja Majelis Klasis memberitahukan kepada Majelis Jemaat-Majelis Jemaat daftar nama penatua yang telah menerima sertifikat maupun yang tidak menerima sertifikat. Pasal 7 PROSES DI LINGKUP JEMAAT 1. Pembekalan a. Majelis Jemaat menetapkan waktu, tempat, para narasumber dan/atau fasilitator, dan, jika diperlukan, panitia pelaksana. Khusus untuk penetapan para narasumber dan/atau fasilitator Majelis Jemaat berkonsultasi dengan Badan Pekerja Majelis Klasis. b. Majelis Jemaat melaporkan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Klasis tentang rencana pembekalan yang sudah disusun. c. Majelis Jemaat atau panitia pelaksana melaksanakan pembekalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.



!14



d. Majelis Jemaat melaporkan pelaksanaan pembekalan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis. e. Badan Pekerja Majelis Klasis memberikan sertifikat kepada setiap calon penatua yang memenuhi syarat kehadiran minimal delapan puluh persen (80%) dari keseluruhan acara pembekalan. f. Bagi calon yang tidak dapat memenuhi syarat kehadiran pada Butir e di atas, sertifikat dapat diberikan kepadanya sesudah melalui percakapan dengan Badan Pekerja Majelis Klasis dan/atau Majelis Jemaat untuk mengevaluasi penguasaan dari calon tentang bahan-bahan pembekalan yang tidak dapat diikutinya dengan hasil yang baik. Namun demikian, yang bersangkutan wajib mengikuti acara pembekalan pada tahun berikutnya untuk mata acara yang belum diikutinya. 2. Pengembangan a. Pengembangan penatua untuk semua tahap dilaksanakan dua (2) kali setahun. b. Majelis Jemaat menetapkan waktu, tempat, para narasumber dan/atau fasilitator, dan, jika diperlukan, panitia pelaksana. c. Majelis Jemaat melaporkan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Klasis tentang rencana pengembangan yang sudah disusun. d. Majelis Jemaat atau panitia pelaksana melaksanakan pengembangan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. e. Majelis Jemaat melaporkan pelaksanaan pengembangan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis. f. Majelis Jemaat memberikan sertifikat kepada setiap penatua yang memenuhi syarat kehadiran minimal delapan puluh persen (80%) dari keseluruhan acara pengembangan. g. Bagi penatua yang tidak dapat memenuhi syarat kehadiran pada Butir f di atas, sertifikat dapat diberikan kepadanya sesudah melalui percakapan dengan Badan Pekerja Majelis Klasis dan/atau Majelis Jemaat untuk mengevaluasi penguasaan dari penatua tersebut tentang bahan-bahan pengembangan yang tidak dapat diikutinya dengan hasil yang baik. Namun demikian, yang bersangkutan wajib mengikuti acara pengembangan pada tahun berikutnya untuk mata acara yang belum diikutinya. Pasal 8 PEMBIAYAAN 1. Jika dilaksanakan di lingkup Klasis: a. Seluruh biaya peserta ditanggung oleh Majelis Jemaat pengutus. b. Biaya narasumber dan/atau fasilitator dan/atau panitia pelaksana ditanggung oleh Badan Pekerja Majelis Klasis. 2. Jika dilaksanakan di lingkup Jemaat: Seluruh biaya ditanggung oleh Majelis Jemaat.



!15



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG JADWAL PROSES KEPENATUAAN Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 89



No.



Kegiatan



Waktu



1.



Penetapan kebutuhan penatua (jumlah dan fungsi pelayanannya)



Minggu terakhir September



2.



Pewartaan untuk meminta masukan nama-nama bakal calon



Tiga (3) hari Minggu berturutturut dalam Oktober



3.



Penerimaan masukan nama-nama bakal calon



Dua minggu sesudah warta terakhir



4.



Penyusunan daftar bakal calon



Minggu ke-3 Nopember



5.



Penetapan calon



Minggu terakhir Nopember



6.



Perlawatan kepada calon



Awal Desember – pertengahan Januari



7.



Penetapan calon yang bersedia



Minggu terakhir Januari



8.



Pewartaan



Februari



9.



Pembekalan



Minggu-minggu ke-1 sampai ke-3 Maret



10.



Peneguhan



Hari Minggu ke-4 Maret



Catatan: Jadwal ini merupakan ancar-ancar yang masih harus disesuaikan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis dan/ atau Majelis Jemaat.



!16



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG REKRUTMEN CALON MAHASISWA TEOLOGI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 103



Pasal 1 TUJUAN Diperolehnya calon-calon mahasiswa teologi yang akan menempuh pendidikan teologi pada perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI agar mereka menjadi kader-kader pendeta GKI yang sungguhsungguh terpanggil dan siap untuk menjadi pendeta GKI. Pasal 2 STRATEGI Strategi rekrutmen calon mahasiswa teologi bersifat proaktif, yang dilaksanakan dalam upaya-upaya pengkondisian, pendeteksian awal, pemberian motivasi, pengenalan tentang studi teologi, pembinaan, pelibatan yang bersangkutan dalam berbagai aktivitas jemaat, pendampingan pribadi, pengadaan tes bakat dan minat, hingga akhirnya mengantar mereka untuk memasuki proses seleksi calon mahasiswa teologi. Pasal 3 SASARAN 1. Anak-anak pada Jemaat-jemaat. 2. Remaja/pemuda SMP kelas 3 hingga SMA (dan yang sederajat) kelas 3 pada Jemaat-jemaat. 3. Mahasiswa non-teologi dan lulusan S-1 non-teologi pada Jemaat-jemaat. Pasal 4 PELAKSANA 1. Pelaksana di lingkup Jemaat adalah Majelis Jemaat. 2. Pelaksana di lingkup Klasis adalah Badan Pekerja Majelis Klasis. Pasal 5 KOORDINATOR



!17



1. Koordinator kegiatan rekrutmen di Jemaat-jemaat dan Klasis-klasis di Sinode Wilayah adalah Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. 2. Koordinator kegiatan rekrutmen dari ketiga Komisi Kependetaan Sinode Wilayah adalah Komisi Kependetaan Sinode. Pasal 6 LANGKAH-LANGKAH 1. Pemotivasian a. Di Jemaat Memotivasi anak-anak, remaja, dan pemuda sedini mungkin agar mereka memiliki kepedulian terhadap sesama, terpanggil untuk melayani, terlibat dalam berbagai aktivitas gerejawi, serta memiliki minat untuk menjadi pendeta. Pemotivasian ini dilaksanakan secara sinambung. b. Di Klasis dan/atau Sinode Wilayah: Melatih guru Sekolah Minggu, pembina/pembimbing remaja, dan pembina pemuda dengan tujuan agar mereka mampu memotivasi anak-anak, remaja, dan pemuda, dengan memakai panduan yang dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. Pelatihan ini dilaksanakan secara sinambung. 2. Promosi Mengadakan serangkaian promosi tentang perguruan tinggi teologi yang didukung GKI yang dapat melibatkan narasumber (pimpinan dan dosen) dari perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI dan mahasiswa-mahasiswa GKI di sana. Kegiatan promosi ini dilaksanakan minimal satu (1) kali setahun. 3. Pengkondisian dan Pendeteksian Awal a. Di Jemaat Memberdayakan penatua dan pendeta untuk dapat mengadakan pengkondisian dan pendeteksian awal terhadap anggota-anggota jemaat yang akan dipersiapkan untuk memasuki pendidikan teologi. Panduan untuk mengkondisikan dan mendeteksi disiapkan oleh Komisi Kependetaan Sinode. Pemberdayaan ini dilaksanakan secara sinambung. b. Di Klasis dan/atau Sinode Wilayah: Membina penatua dan pendeta agar dapat mengkondisikan dan mendeteksi awal anggota-anggota jemaat yang akan dipersiapkan untuk memasuki pendidikan tinggi teologi dengan memakai panduan yang dipersiapkan oleh Komisi Kependetaan Sinode. 4. Kebaktian Panggilan di Klasis Melaksanakan Kebaktian Panggilan untuk memotivasi anggota jemaat yang berminat melayani sebagai pendeta dengan memakai panduan yang dipersiapkan oleh Komisi Kependetaan Sinode. Kegiatan ini dilaksanakan Badan Pekerja Majelis Klasis. 5. Retret Panggilan di Sinode Wilayah Melaksanakan Retret Panggilan sebagai tindak lanjut dari Kebaktian Panggilan bagi mereka yang menyatakan terpanggil dan bersedia untuk masuk perguruan tinggi teologi yang didukung GKI, dengan memakai panduan yang dipersiapkan oleh Komisi Kependetaan Sinode. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. 6. Pendampingan Pribadi di Jemaat Melakukan pendampingan pribadi bagi mereka yang telah mengikuti Retret Panggilan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dengan melibatkan orang tua mereka dengan memakai panduan yang dipersiapkan oleh Komisi Kependetaan Sinode. 7. Persiapan Seleksi di Jemaat Mengevaluasi, mempersiapkan, dan memfasilitasi mereka yang sudah terpanggil untuk masuk perguruan tinggi teologi yang didukung GKI untuk mengikuti program seleksi calon mahasiswa teologi yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 7 KERANGKA WAKTU



!18



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Pemotivasian: bersinambung. Promosi tentang perguruan tinggi teologi yang didukung GKI: bersinambung. Pemberdayaan penatua dan pendeta: bersinambung. Kebaktian Panggilan: Agustus-September Retret Panggilan: Februari-Maret Pendampingan pribadi: bersinambung. Persiapan Seleksi: lihat Pedoman Pelaksanaan tentang Seleksi Calon Mahasiswa Teologi. Pasal 8 INSTRUMENTASI



1. Panduan pelatihan pemotivasian bagi guru Sekolah Minggu, pembina/pembimbing remaja, dan pembina pemuda 2. Panduan pengkondisian dan pendeteksian awal terhadap anggota-anggota jemaat yang akan dipersiapkan untuk memasuki pendidikan teologi. 3. Panduan pembinaan penatua dan pendeta. 4. Panduan Kebaktian Panggilan. 5. Panduan Retret Panggilan. 6. Panduan pendampingan pribadi. 7. Brosur dan bahan-bahan promosi lain mengenai perguruan tinggi teologi yang didukung GKI. Pasal 9 SISTEM EVALUASI 1. Evaluasi dalam Retret Panggilan a. Evaluasi setelah mengikuti Retret Panggilan meliputi: 1) Perkembangan pelayanan yang dapat dipantau 2) Kemantapan untuk menindak lanjuti panggilannya 3) Hasil yang dilihat selama mengikuti retret panggilan b. Hasil evaluasi dilaporkan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 2. Evaluasi dalam Persiapan Seleksi a. Evaluasi dilakukan oleh Majelis Jemaat dalam Persiapan Seleksi melalui pemantauan dan wawancara, meliputi: 1) Kesungguhan calon untuk masuk perguruan tinggi teologi 2) Keterlibatan calon dalam pelayanan di jemaat. 3) Dukungan orang tua/keluarga terhadap minat calon 4) Hasil pendampingan pribadi b. Hasil evaluasi dilaporkan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 10 PEMBIAYAAN Pembiayaan untuk seluruh rangkaian kegiatan rekrutmen calon mahasiswa teologi ini ditanggung oleh Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, dan Badan Pekerja Majelis Sinode secara proporsional sesuai dengan bagian tugas mereka masing-masing.



!19



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG SELEKSI CALON MAHASISWA TEOLOGI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 104



Pasal 1 TUJUAN Diperolehnya calon-calon mahasiswa teologi atau mahasiswa-mahasiswa teologi yang diutus dengan rekomendasi untuk menempuh studi teologi pada perguruan tinggi teologi, yang memiliki motivasi yang benar, komitmen yang kuat, dan karakter yang baik, serta berpotensi untuk mengembangkan kemampuan, agar mereka dapat menjadi kader pendeta GKI. Pasal 2 SASARAN Lulusan SMA (dan yang sederajat), mahasiswa non-teologi, dan lulusan S-1 non-teologi yang sudah mengikuti program rekrutmen calon mahasiswa teologi. Pasal 3 PELAKSANA 1. Pelaksana di Sinode Wilayah adalah Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. 2. Penetapan kriteria dan metode seleksi dilaksanakan oleh Komisi Kependetaan Sinode. Pasal 4 KRITERIA Seleksi calon mahasiswa teologi dilaksanakan berdasarkan pada kriteria-kriteria yang mengacu pada syarat-syarat pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 102, yaitu: 1. Komitmen a. Menghayati panggilan sebagai pendeta yang adalah panggilan spiritual dari Allah melalui GKI dan bersedia hidup dalam anugerah Tuhan. b. Bersedia melaksanakan tugas pendeta secara penuh dan dengan kesetiaan dalam peran sebagai gembala, pengajar, teladan, dan penatalayan. c. Bersedia menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan Firman Allah. d. Bersedia memegang ajaran GKI. e. Bersedia memahami dan menghayati Visi dan Misi GKI. f. Bersedia memahami, menyetujui, dan menaati Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. g. Menghayati dan menjalani panggilannya bersama dengan orang lain. 2. Karakter



!20



a. Rendah hati. b. Rela berkurban untuk orang lain. c. Peduli kepada mereka yang lemah. d. Jujur. e. Rajin. f. Tulus. g. Pengampun. h. Tidak membeda-bedakan orang lain. i. Dapat dipercaya, khususnya dalam memegang rahasia jabatan. 3. Kemampuan a. Mampu berkhotbah dan mengajar. b. Mampu menggembalakan. c. Mampu memimpin. d. Mampu berpikir sistemik e. Mampu berpikir konseptual. f. Mampu bekerja sama dengan orang lain. g. Mampu hidup dalam konteks yang penuh kepelbagaian. h. Mampu belajar secara mandiri. i. Mampu menjadi agen pembaruan dalam lingkup hidup individual, gerejawi, dan kemasyarakatan. Pasal 5 METODE Seleksi calon mahasiswa teologi dilaksanakan dengan memakai tiga (3) metode, yaitu: 1. Tes psikologi 2. Wawancara 3. Tes skolastik Pasal 6 LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN 1. Untuk tes psikologi a. Membentuk tim-tim psikolog. b. Menentukan parameter dan alat ukur tes psikologi yang sama. 2. Untuk wawancara a. Membentuk tim-tim pewawancara b. Membuat instrumen wawancara yang komprehensif, sehingga dapat mengetahui spiritualitas, kepribadian, dan kompetensi calon mahasiswa. c. Membuat prosedur wawancara. 3. Untuk tes skolastik a. Membentuk tim penyusun tes skolastik. b. Menyusun materi tes skolastik. Pasal 7 TEMPAT Seleksi dilaksanakan di tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh calon mahasiswa teologi. Pasal 8 PROSEDUR 1. Majelis Jemaat mengeluarkan surat rekomendasi bagi calon untuk mengikuti seleksi berdasarkan hasil evaluasi selama proses rekrutmen calon mahasiswa teologi. !21



2. Badan Pekerja Majelis Sinode mengadakan seleksi dengan memakai metode dan di tempat-tempat yang sudah ditetapkan. 3. Badan Pekerja Majelis Sinode mengeluarkan surat rekomendasi studi teologi bagi calon yang dinyatakan layak berdasarkan proses seleksi yang telah dijalani calon. Pasal 9 KERANGKA WAKTU Seleksi dilaksanakan paling lambat dua (2) bulan sebelum penutupan pendaftaran mahasiswa baru di perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI. Pasal 10 INSTRUMEN Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan instrumeninstrumen yang terdiri dari: 1. Parameter dan alat ukur tes psikologi. 2. Instrumen dan prosedur wawancara. 3. Materi tes skolastik. 4. Pedoman untuk menetapkan kelayakan calon diberi rekomendasi studi.



!22



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN MAHASISWA TEOLOGI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 105



Pasal 1 TUJUAN Diperolehnya kader-kader pendeta yang memiliki motivasi yang benar, komitmen yang kuat, dan karakter yang baik, serta dapat mengembangkan kemampuan sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan, agar mereka siap untuk menjadi pendeta. Pasal 2 STRATEGI Strategi pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi bersifat sinambung sejak semester satu (1) di tingkat satu (1) sampai wisuda, yang dilaksanakan dalam upaya-upaya pelibatan mahasiswa dalam pelayanan Jemaat, pendampingan oleh mentor, pertemuan pembinaan dan pelatihan, serta percakapan resmi. Pasal 3 SASARAN Mahasiswa-mahasiswa teologi yang menempuh pendidikan pada: 1. Perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI. 2. Perguruan tinggi teologi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode GKI. 3. Perguruan tinggi teologi yang ditetapkan secara khusus oleh Majelis Sinode GKI, serta yang mendapat rekomendasi dari Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 4 PELAKSANA 1. Pelaksana di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta adalah Komisi Kependetaan GKI Sinode Wilayah Jawa Barat. 2. Pelaksana di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana dan Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana adalah Komisi Kependetaan GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah. 3. Pelaksana di Seminari Alkitab Asia Tenggara dan Institut Theologia Alithea adalah Komisi Kependetaan GKI Sinode Wilayah Jawa Timur. Pasal 5 KOORDINATOR Koordinator pelaksanaan pembinaan dan penampingan mahasiswa teologi secara menyeluruh adalah Komisi Kependetaan Sinode. Pasal 6



!23



KRITERIA Pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi dilaksanakan berdasarkan pada kriteria-kriteria yang mengacu pada syarat-syarat pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 102, yaitu: 1. Komitmen a. Menghayati panggilan sebagai pendeta yang adalah panggilan spiritual dari Allah melalui GKI dan bersedia hidup dalam anugerah Tuhan. b. Bersedia melaksanakan tugas pendeta secara penuh dan dengan kesetiaan dalam peran sebagai gembala, pengajar, teladan, dan penatalayan. c. Bersedia menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan Firman Allah. d. Bersedia memegang ajaran GKI. e. Bersedia memahami dan menghayati Visi dan Misi GKI. f. Bersedia memahami, menyetujui, dan menaati Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. g. Menghayati dan menjalani panggilannya bersama dengan orang lain. 2. Karakter a. Rendah hati. b. Rela berkurban untuk orang lain. c. Peduli kepada mereka yang lemah. d. Jujur. e. Rajin. f. Tulus. g. Pengampun. h. Tidak membeda-bedakan orang lain. i. Dapat dipercaya, khususnya dalam memegang rahasia jabatan. 3. Kemampuan a. Mampu berkhotbah dan mengajar. b. Mampu menggembalakan. c. Mampu memimpin. d. Mampu berpikir sistemik e. Mampu berpikir konseptual. f. Mampu bekerja sama dengan orang lain. g. Mampu hidup dalam konteks yang penuh kepelbagaian. h. Mampu belajar secara mandiri. i. Mampu menjadi agen pembaruan dalam lingkup hidup individual, gerejawi, dan kemasyarakatan Pasal 7 LANGKAH-LANGKAH 1. Keterlibatan mahasiswa dalam pelayanan jemaat Pelaksana menugaskan setiap mahasiswa selama masa studinya untuk setiap minggu secara bersinambung melibatkan diri dalam kegiatan pelayanan jemaat di Jemaat di sekitar perguruan tinggi teologi dengan supervisi pendeta dari Jemaat tersebut atau pendeta emeritus di Jemaat tersebut. 2. Pendampingan oleh mentor Pelaksana menetapkan seorang mentor bagi setiap mahasiswa selama studinya, yaitu seorang pendeta yang: a. Masa pelayanan kependetaannya minimum dua (2) tahun. b. Memiliki kompetensi sebagai mentor. 3. Pertemuan pembinaan dan pelatihan Pelaksana mengadakan pertemuan pembinaan dan pelatihan sekurang-kurangnya dua (2) kali setahun, dengan ketentuan: a. Pertemuan pembinaan dan pelatihan dilakukan di perguruan tinggi teologi yang bersangkutan.



!24



b. Pertemuan pembinaan dan pelatihan terutama untuk kepemimpinan kelompok, dilakukan pada masa libur antar-semester ketika tidak ada collegium pastorale (CP) atau stage (praktik jemaat) dan tugas lainnya. c. Dalam setiap pertemuan pembinaan dan pelatihan, dilakukan pengukuran atau evaluasi jangka panjang dan pendek atas dampak pembelajaran yang ada melalui penggunaan pre-test dan posttest methods, observasi, serta self-audit. 4. Percakapan resmi Pelaksana melakukan percakapan resmi sekurang-kurangnya satu (1) kali setahun yang ditetapkan dan dikoordinasikan oleh Komisi Kependetaan Sinode, dengan ketentuan: a. Percakapan resmi pada awal semester ke-5 merupakan percakapan evaluasi atas perkembangan mahasiswa selama studi pada empat (4) semester terakhir, yang meliputi perkembangan kejiwaan, kepekaaan sosial, dan spiritualitasnya dengan mengacu pada data dari mentor, pendeta jemaat di mana ia aktif melayani, hasil studi, masukan dari persekutuan mahasiswa teologi GKI, dan data pada proses rekrutmen dan proses seleksi. b. Komisi Kependetaan Sinode melaporkan secara tertulis hasil dari percakapan tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode bahwa seorang mahasiswa teologi: 1) Tetap dalam jalur kader pendeta untuk menjadi pendeta. 2) Tetap dalam jalur kader pendeta untuk menjadi tenaga pelayanan gerejawi. 3) Dikeluarkan dari jalur kader pendeta. Pasal 8 KURIKULUM DAN METODE BELAJAR Kurikulum dan metode belajar yang mengacu pada syarat-syarat pendeta dijabarkan ke dalam rangkaian topik pembelajaran sebagai berikut: 1. Kepemimpinan diri a. Aspek dasar 1) Mengenal makna riwayat hidup pribadi 2) Gambar diri 3) Mengenal parut diri 4) Perencanaan hidup pribadi 5) Penanganan proritas dan waktu b. Proses belajar 1) Retret Pribadi 2) Kursus/Pelatihan/Pembinaan 3) Wawancara 4) Pendampingan 2. Kepemimpinan kelompok a. Aspek dasar 1) Dimensi spiritualitas: siapa orang lain bagiku 2) Team work dan Pengembangan Emotional Quotient yang baik 3) Mengenal gaya kerja dan pola pikir orang lain dan diri sendiri b. Proses belajar 1) Terlibat dalam komisi bermassa di jemaat secara aktif selama setahun 2) Terlibat aktif di dalam salah satu proyek persekutuan mahasiswa teologi 3) Ikut dalam kamp mahasiswa 4) Kursus singkat 3. Kepemimpinan yang melayani sebagai pendeta a. Aspek dasar 1) Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) 2) Keterampilan merawat (caring skills) 3) Menguasai Teknik untuk berkhotbah secara utuh dan atraktif 4) Menguasai teknik memimpin Pemahaman Alkitab !25



b. Proses belajar 1) Kursus 2) Interaksi dengan mentor 4. Kepemimpinan kolektif GKI a. Aspek dasar 1) Personal visioning 2) Mengenal posisi-posisi teologis GKI b. Proses belajar 1) Kursus 2) Mengikuti dan menganalisis lima (5) Persidangan Majelis Jemaat 3) Retret pribadi 5. Kepemimpinan dalam proses perubahan sosial a. Aspek dasar 1) Bagaimana mengelola projek 2) Bagaimana mengelola partisipasi orang banyak 3) Memaknai dan mampu navigasi di dalam konteks multikultural b. Proyek 1) Mengamati dan ambil bagian bagaimana Majelis Jemaat mengelola suatu bidang pelayanan 2) Pelatihan 3) Partisipasi di dalam aksi nyata Pasal 9 INSTRUMEN Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan instrumeninstrumen yang terdiri dari: 1. Panduan keterlibatan mahasiswa dalam pelayanan jemaat dan supervisinya. 2. Panduan pendampingan mentor. 3. Audit gaya kerja dan pola pikir serta komunikasi 4. Audit gaya belajar 5. Audit gaya kepemimpinan 6. Audit Leadership 360o (rekan, pendeta jemaat, dan dosen) 7. Audit Analisis Transaksional 8. Audit Daya Tahan 9. Pre-test dan post-test 10. Lembar observasi Pasal 9 SISTEM EVALUASI DAN DATA BASE PERSONIL 1. Sistem evaluasi terhadap setiap mahasiswa dilakukan dengan mengacu pada data-data yang terkumpul dalam data base yang akan diciptakan khusus untuk mencapai tujuan pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi. 2. Sistem evaluasi memanfaatkan data dari berbagai pihak seperti persekutuan mahasiswa teologi, pendeta dari Jemaat di mana mahasiswa aktif, Komisi Kependetaan Sinode, Komisi Kependetaan Sinode Wilayah, perguruan tinggi teologi, dan masukan dari para dosen wali di perguruan tinggi teologi jika diperlukan. Pasal 10 PEMBIAYAAN Pembiayaan untuk seluruh rangkaian kegiatan pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi ini ditanggung oleh Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, dan Badan Pekerja Majelis Sinode secara proporsional sesuai dengan bagian tugas mereka masingmasing. !26



Pasal 11 PROSEDUR PERSIAPAN PELAKSANAAN 1. 2. 3. 4. 5.



Penyusunan kurikulum dengan bantuan pakar. Pembuatan atau revisi modul pelatihan. Penyiapan pelatih (training for trainers). Penyusunan dan modifikasi alat-alat ukur. Try-out dan aplikasi.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KADER PENDETA (BINA KADER) Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 106.5



!27



Pasal 1 TUJUAN Terbekalinya kader-kader pendeta agar siap untuk menjadi pendeta yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Pasal 2 STRATEGI Bina Kader merupakan kelanjutan, pematangan, dan penajaman dari program pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi dan terkait secara prospektif dengan program pengembangan pendeta, yang melaluinya kader-kader pendeta akan menjalani proses-proses pembelajaran dan pendampingan yang menyentuh aspek-aspek fisik, mental, dan spiritualitas mereka. Pasal 3 SASARAN 1. Program Bina Kader I: para kader pendeta yang berada pada Tahap Pra-Penempatan. 2. Program Bina Kader II dan III: para kader pendeta yang berada pada Tahap Pendidikan dan Persiapan Kependetaan. Pasal 4 PELAKSANA Pelaksana adalah Komisi Kependetaan Sinode dalam kerja sama dengan ketiga Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. Pasal 5 KRITERIA Bina Kader dilaksanakan berdasarkan pada kriteria-kriteria yang mengacu pada syarat-syarat pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 102, yaitu: 1. Komitmen a. Menghayati panggilan sebagai pendeta yang adalah panggilan spiritual dari Allah melalui GKI dan bersedia hidup dalam anugerah Tuhan. b. Bersedia melaksanakan tugas pendeta secara penuh dan dengan kesetiaan dalam peran sebagai gembala, pengajar, teladan, dan penatalayan. c. Bersedia menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan Firman Allah. d. Bersedia memegang ajaran GKI. e. Memahami dan menghayati Visi dan Misi GKI. f. Memahami, menyetujui, dan menaati Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. g. Menghayati dan menjalani panggilannya bersama dengan orang lain. 2. Karakter a. Rendah hati. b. Rela berkurban untuk orang lain. c. Peduli kepada mereka yang lemah. d. Jujur. e. Rajin. f. Tulus. g. Pengampun. h. Tidak membeda-bedakan orang lain. i. Dapat dipercaya, khususnya dalam memegang rahasia jabatan.



!28



3. Kemampuan a. Mampu berkhotbah dan mengajar. b. Mampu menggembalakan. c. Mampu memimpin. d. Mampu berpikir sistemik e. Mampu berpikir konseptual. f. Mampu bekerja sama dengan orang lain. g. Mampu hidup dalam konteks yang penuh kepelbagaian. h. Mampu belajar secara mandiri. i. Mampu menjadi agen pembaruan dalam lingkup hidup individual, gerejawi, dan kemasyarakatan Pasal 6 FORMAT 1. Program pembinaan dalam Bina Kader dilaksanakan tiga (3) kali, yaitu: a. Bina Kader I (pada Tahap Pra-Penempatan). b. Bina Kader II dan Bina Kader III (pada Tahap Pendidikan dan Persiapan Kependetaan). 2. Program pendampingan dalam Bina Kader dilakukan oleh seorang atau lebih mentor, yang terdiri dari seorang atau lebih pendeta dan seorang atau lebih ahli ilmu jiwa. Pasal 7 KURIKULUM DAN METODE BELAJAR Kurikulum dan metode belajar yang mengacu pada syarat-syarat pendeta dijabarkan ke dalam rangkaian topik-topik pembelajaran dan pendampingan sebagai berikut: 1. Kepemimpinan Diri a. Memaknai riwayat hidup pribadi sebagai persiapan untuk melayani sebagai pendeta b. Memiliki gambar diri yang sehat sebagai pendeta c. Memahami parut diri dan kehidupan emosi yang sehat sebagai pendeta d. Merencanakan kehidupan pribadi e. Menetapkan prioritas dan mengelola waktu Proses belajar: a. Pelatihan dalam Bina Kader I b. Pendampingan 2. Kepemimpinan Kelompok a. Memahami dan menghayati dimensi spiritualitas: siapa orang lain bagiku b. Mengembangkan kerja sama kelompok dan emotional quotient c. Mengenal gaya kerja dan pola pikir orang lain dan diri sendiri Proses belajar: a. Pelatihan dalam Bina Kader II b. Pendampingan 3. Kepemimpinan-Yang-Melayani a. Memahami, menghayati, dan menguasai kepemimpinan-yang-melayani (servant leadership) b. Menguasai keterampilan merawat (caring skills) c. Menguasai teknik untuk berkhotbah secara utuh dan atraktif d. Menguasai teknik memimpin pemahaman Alkitab Proses belajar: a. Pelatihan dalam Bina Kader II b. Pendampingan 4. Kepemimpinan Integratif a. Mempunyai personal visioning b. Mengenal posisi-posisi teologis GKI c. Memahami dan mempunyai keterampilan dalam pembangunan jemaat dan penyusunan perencanaan strategis Proses belajar: !29



a. Pelatihan dalam Bina Kader III b. Pendampingan 5. Kepemimpinan dalam Proses Perubahan Sosial a. Bagaimana mengelola proyek b. Bagaimana mengelola partisipasi orang banyak c. Bagaimana hidup di tengah masyarakat multikultural Proses belajar belajar: a. Pelatihan dalam Bina Kader Tahap III b. Pendampingan Pasal 8 EVALUASI 1. Sistem evaluasi terhadap setiap kader dilakukan dengan mengacu pada data-data yang terkumpul dalam proses Bina Kader, yaitu: a. Hasil psikotes b. Penilaian rekan-rekannya c. Hasil percakapan resminya dengan mentor 2. Dalam setiap program Bina Kader, proses pembelajaran disusun agar dari setiap kader dapat diteliti dan dideteksi: a. Bagaimana ia memahami dirinya, b. Bagaimana ia menggunakan skil kepemimpinan dan pelayanannya c. Bagaimana sikapnya d. Bagaimana ia memahami visi dan misi pribadi (panggilan hidupnya) e. Bagaimana kemampuan kerja samanya f. Bagaimana pemahamannya tentang hidup di dalam konteks GKI. Jadi dalam setiap tatap muka dalam rangka pembelajaran akan dilakukan pengukuran atau evaluasi jangka panjang dan pendek atas dampak pembelajaran yang ada melalui penggunaan pre-test and post-test methods, observasi, dan self-audit. 3. Percakapan resmi untuk pendampingan bagi setiap kader dilakukan setelah setiap program Bina Kader selesai oleh (para) mentor. 4. Di akhir setiap program Bina Kader, peserta memberikan penilaian dan dinilai oleh setiap rekannya. 5. Keseluruhan evaluasi Bina Kader yang telah diikuti yang bersangkutan menjadi bahan pertimbangan yang ikut menentukan apakah yang bersangkutan dapat mengikuti proses kependetaan bagi kader pendeta. Pasal 9 INSTRUMEN Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan instrumeninstrumen yang terdiri dari: 1. Audit rekan dengan “evaluasi 360 derajat/360 degree evaluation” 2. Audit Daya Tahan 3. Pre-test dan post-test 4. Lembar observasi Bina Kader 5. Laporan pendampingan 6. Hasil psikotes Pasal 10 KERANGKA WAKTU Keseluruhan program Bina Kader dilaksanakan dengan kerangka waktu sebagai ancar-ancar sebagai berikut: 1. Program Bina Kader I: Oktober. 2. Program Bina Kader II: April.



!30



3. Program Bina Kader III: Agustus. 4. Program Pendampingan: bersinambung.



!31



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PENDIDIKAN PERSIAPAN KEPENDETAAN Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 107



Pasal 1 TUJUAN Pendidikan Persiapan Kependetaan bertujuan untuk mendidik para kader pendeta agar siap melaksanaan tugas-tugas kependetaan. Pasal 2 LAMA PENDIDIKAN 1. Lama pendidikan untuk setiap kader pendeta adalah enam (6) bulan pada satu (1) Jemaat. 2. Setiap kader pendeta mengikuti pendidikan dua (2) kali pada Jemaat-jemaat yang berbeda. Pasal 3 PELAKSANA 1. Pendeta dari Jemaat tempat pelaksanaan pendidikan menjadi mentor. 2. Majelis Jemaat dalam koordinasi dengan Komisi Kependetaan Sinode Wilayah melakukan supervisi dan evaluasi. Pasal 4 KURIKULUM, PROSES, DAN INSTRUMENTASI Kurikulum, proses, dan instrumentasi ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 5 PEMBIAYAAN Biaya pendidikan ditanggung bersama oleh: 1. Majelis Jemaat dari Jemaat tempat pelaksanaan pendidikan. 2. Majelis Jemaat dari Jemaat asal kader pendeta. 3. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 4. Badan Pekerja Majelis Sinode. 5. Kader pendeta



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG BIMBINGAN PADA TAHAP PERKENALAN



!32



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 110.12



Pasal 1 TUJUAN Bimbingan pada Tahap Perkenalan bertujuan untuk membantu calon agar calon: 1. Dapat mengenal Jemaat dan dikenal oleh Jemaat dengan baik. 2. Dapat menempatkan diri dan berperan secara efektif dalam kehidupan dan pelayanan Jemaat. Pasal 2 PENANGGUNGJAWAB Penanggungjawab adalah Majelis Jemaat dari Jemaat di mana calon menjalani Tahap Perkenalan. Pasal 3 PELAKSANA Bimbingan kepada calon dilaksanakan oleh Tim Pembimbing yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat yang terkait, dengan ketentuan: 1. Tim Pembimbing terdiri dari paling sedikit tiga (3) orang yang terdiri dri unsur-unsur pendeta/pendeta konsulen dan penatua dari Jemaat yang bersangkutan. Jika diperlukan, pendeta emeritus dapat dilibatkan dalam Tim Pembimbing. 2. Koordinator Tim Pembimbing ditetapkan oleh Tim Pembimbing. 3. Tim Pembimbing menyampaikan laporan pembimbingan secara tertulis kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan, setidaknya setiap tiga (3) bulan sekali. Laporan juga ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk diteruskan kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk diteruskan kepada Komisi Kependetaan Sinode. 4. Jika dipandang perlu, Tim Pembimbing dapat berkonsultasi dengan Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Komisi Kependetaan Sinode. 5. Berdasarkan laporan tertulis dari Tim Pembimbing, Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Komisi Kependetaan Sinode dapat berkonsultasi dengan Tim Pembimbing. Pasal 4 PROSES DAN INSTRUMENTASI Proses dan instrumentasi bimbingan ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



EVALUASI PADA AKHIR TAHAP PERKENALAN Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 110.13



!33



Pasal 1 TUJUAN Evaluasi pada akhir Tahap Perkenalan bertujuan memperoleh penilaian tentang calon, sejauh mana ia telah: 1. Mengenal Jemaat dan dikenal oleh Jemaat dengan baik. 2. Menempatkan diri dan berperan secara efektif dalam kehidupan dan pelayanan Jemaat. Pasal 3 PELAKSANA Pelaksana adalah Majelis Jemaat dari Jemaat di mana calon menjalani Tahap Perkenalan. Pasal 4 EVALUASI Evaluasi dilaksanakan oleh: 1. Majelis Jemaat. 2. Tim Pembimbing dalam konsultasi dengan Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan/ atau Komisi Kependetaan Sinode. 3. Calon. Pasal 5 PROSES DAN INSTRUMENTASI Proses dan instrumentasi evaluasi ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PERCAKAPAN GEREJAWI UNTUK MEMASUKI TAHAP ORIENTASI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 111.4.b



!34



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG



Pasal 1 TUJUAN Percakapan gerejawi untuk memasuki Tahap Orientasi dilaksanakan untuk memastikan kesiapan dan kesediaan calon untuk menjadi pendeta serta mempersiapkan calon menjabat selaku penatua dalam proses kependetaannya. Pasal 2 PELAKSANA Percakapan gerejawi dilaksanakan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis dengan dihadiri oleh maksimal tiga (3) anggota Majelis Jemaat yang terkait. Pasal 3 MATERI 1. Percakapan memastikan kesiapan dan kesediaan calon untuk menjadi pendeta. 2. Percakapan mengarahkan calon pada pemahaman tentang jabatan penatua dan jabatan pendeta. 3. Percakapan mengangkat ke permukaan kendala-kendala yang mulai dirasakan dalam hal kerja sama dengan Majelis Jemaat dan badan-badan pelayanan jemaat pada periode atau periode-periode sebelumnya. 4. Percakapan membekali calon untuk menjalani masa orientasinya. Pasal 4 PROSES DAN INSTRUMENTASI Proses dan instrumentasi percakapan ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



BIMBINGAN PADA TAHAP ORIENTASI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 111.10



Pasal 1 TUJUAN Bimbingan pada Tahap Orientasi bertujuan mempersiapkan calon menjadi pendeta pada aspek-aspek komitmen, karakter, dan kemampuannya secara lengkap dan terpadu.



!35



Pasal 2 PENANGGUNGJAWAB Penanggungjawab adalah Majelis Jemaat dari Jemaat di mana calon menjalani Tahap Orientasi. Pasal 3 PELAKSANA Bimbingan kepada calon dilaksanakan oleh Tim Pembimbing yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat yang terkait, dengan ketentuan: 1. Tim Pembimbing terdiri dari paling sedikit tiga (3) orang yang terdiri dari unsur-unsur pendeta/ pendeta konsulen dan penatua dari Jemaat yang bersangkutan serta Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. Jika diperlukan, pendeta emeritus dapat dilibatkan menjadi anggota dari Tim Pembimbing. 2. Koordinator Tim Pembimbing ditetapkan oleh Tim Pembimbing. 3. Tim Pembimbing menyampaikan laporan pembimbingan secara tertulis kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan, setidaknya setiap tiga (3) bulan sekali. Laporan juga ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk diteruskan kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk diteruskan kepada Komisi Kependetaan Sinode. 4. Jika dipandang perlu, Tim Pembimbing dapat berkonsultasi dengan Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Komisi Kependetaan Sinode. 5. Berdasarkan laporan tertulis dari Tim Pembimbing, Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Komisi Kependetaan Sinode dapat berkonsultasi dengan Tim Pembimbing. Pasal 4 PROSES DAN INSTRUMENTASI Proses dan instrumentasi bimbingan ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG EVALUASI PADA AKHIR TAHAP ORIENTASI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 111.15



Pasal 1 TUJUAN Evaluasi pada akhir Tahap Orientasi bertujuan memperoleh penilaian tentang kesiapan calon menjadi pendeta pada aspek-aspek komitmen, karakter, dan kemampuannya. Pasal 2



!36



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PELAKSANA Pelaksana adalah Majelis Jemaat dari Jemaat di mana calon menjalani Tahap Perkenalan. Jika diperlukan, pendeta emeritus dapat dilibatkan menjadi pelaksana. Pasal 3 EVALUASI Evaluasi dilaksanakan oleh: 1. Majelis Jemaat. 2. Wakil-wakil badan pelayanan jemaat. 3. Tim Pembimbing dalam konsultasi dengan Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang terkait dan/ atau Komisi Kependetaan Sinode. Pasal 4 PROSES DAN INSTRUMENTASI Proses dan instrumentasi evaluasi ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



PELAKSANAAN TAHAP APLIKASI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 117.3



Pasal 1 TUJUAN Aplikasi bertujuan melengkapi calon pendeta agar ia dapat memenuhi persyaratan pendeta. Pasal 2 PELAKSANA Pelaksana adalah Komisi Kependetaan Sinode. Jika diperlukan, pendeta emeritus dapat dilibatkan dalam pelaksanaan.



!37



Pasal 3 PROSES DAN INSTRUMENTASI Proses dan instrumentasi pelaksanaan aplikasi ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



!38



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG EVALUASI PADA AKHIR TAHAP APLIKASI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 117.5



Pasal 1 TUJUAN Evaluasi pada akhir Tahap Aplikasi bertujuan menilai kesiapan calon menjadi pendeta sesuai dengan persyaratan pendeta. Pasal 2 PELAKSANA Pelaksana adalah Komisi Kependetaan Sinode. Jika diperlukan, pendeta emeritus dapat dilibatkan dalam evaluasi. Pasal 3 PROSES DAN INSTRUMENTASI Proses dan instrumentasi evaluasi ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



PEMBERDAYAAN DAN PENDAMPINGAN PENDETA EMERITUS Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 135 !39



Pasal 1 PENGERTIAN 1. 2.



Pemberdayaan pendeta emeritus adalah upaya sengaja yang dilakukan dalam rangka melibatkan yang bersangkutan dalam pelayanan yang masih dapat dilaksanakannya sesuai dengan minat dan kompetensinya serta sesuai dengan kebutuhan Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode. Pendampingan pendeta emeritus merupakan upaya sengaja dalam rangka membantu yang bersangkutan mengatasi masalah yang sedang dihadapinya sendiri atau bersama dengan istri/ suaminya. Pasal 2 TUJUAN



1.



Pemberdayaan Agar pendeta emeritus masih dapat menjalankan pelayanan yang diminati dan dipercayakan kepadanya. 2. Pendampingan a. Agar pendeta emeritus dapat menjalani masa emeritatnya dengan sejahtera. b. Agar pendeta emeritus yang menghadapi masalah dapat menyadari, mengenali, dan mengatasi masalah yang dihadapinya sendiri atau bersama dengan istri/suaminya. Pasal 3 STRATEGI 1.



2.



Pemberdayaan a. Pendeta emeritus dilibatkan dalam pelayanan dalam Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode: 1) Sesuai dengan minat dan kompetensinya 2) Sesuai dengan kebutuhan Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode. 3) Dengan memanfaatkan data base kependetaan. b. Pembekalan dalam rangka pemberdayaan pendeta emeritus dilakukan melalui antara lain pelatihan, seminar, dan lokakarya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang bersangkutan. Pendampingan a. Pendampingan bagi pendeta emeritus yang menghadapi masalah dilakukan melalui percakapan pastoral. Percakapan pastoral ini bersifat membantu atau mendukung agar yang bersangkutan mampu mengatasi masalah yang dihadapinya sendiri atau bersama dengan istri/suaminya. b. Pendampingan dilakukan secara proaktif dan sedini mungkin oleh Majelis Jemaat dari Jemaat di mana ia menjadi anggota. c. Jika diperlukan, pendampingan dapat dilakukan oleh Tim Pendamping. Pasal 4 BENTUK PELAYANAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN



Bentuk pelayanan yang dapat dilakukan oleh pendeta emeritus dalam rangka pemberdayaannya adalah bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan tugas-tugas pendeta sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 101 kecuali tugas kepemimpinan struktural dalam Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode. Pasal 5 PROSEDUR PEMBERDAYAAN



!40



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG 1.



2.



3.



!41



Pemberdayaan pendeta emeritus di lingkup Jemaat a. Sesudah mengadakan percakapan dengan seorang pendeta emeritus, Majelis Jemaat ─baik dari Jemaat di mana pendeta emeritus menjadi anggota, maupun Jemaat lain─ mengajukan permohonan secara tertulis kepada yang bersangkutan untuk melakukan pelayanan-pelayanan kependetaan dalam Jemaat yang terkait berdasarkan kebutuhan yang ada di Jemaat tersebut, dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode. b. Sesudah mempertimbangkan permohonan tersebut, paling lama satu (1) bulan sesudah diterimanya surat permohonan tersebut pendeta emeritus menyampaikan jawabannya secara tertulis kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan, apakah ia bersedia atau tidak bersedia memenuhi permohonan tersebut, dengan tembusan kepada alamat-alamat tembusan pada surat permohonan. c. Jika pendeta emeritus tersebut menyatakan kesediaan untuk memenuhi permohonan tersebut, Majelis Jemaat yang bersangkutan bersama dengan pendeta emeritus tersebut membuat surat perjanjian kesepakatan pelayanan, yang diberi batas waktu dan dan yang dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan di antara mereka. Pemberdayaan pendeta emeritus di lingkup Klasis a. Sesudah mengadakan percakapan dengan seorang pendeta emeritus, Badan Pekerja Majelis Klasis mengajukan permohonan secara tertulis kepada yang bersangkutan untuk melakukan pelayanan-pelayanan kependetaan dalam Klasis yang terkait berdasarkan kebutuhan yang ada di Klasis tersebut, dengan tembusan kepada Majelis Jemaat dari Jemaat di mana pendeta emeritus menjadi anggota, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode. b. Sesudah mempertimbangkan permohonan tersebut, paling lama satu (1) bulan sesudah diterimanya surat permohonan tersebut pendeta emeritus menyampaikan jawabannya secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang bersangkutan, apakah ia bersedia atau tidak bersedia memenuhi permohonan tersebut, dengan tembusan kepada alamat-alamat tembusan pada surat permohonan. c. Jika pendeta emeritus tersebut menyatakan kesediaan untuk memenuhi permohonan tersebut Badan Pekerja Majelis Klasis yang bersangkutan bersama dengan pendeta emeritus tersebut membuat surat perjanjian kesepakatan pelayanan, yang diberi batas waktu dan dan yang dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan di antara mereka. Pemberdayaan pendeta emeritus di lingkup Sinode Wilayah a. Sesudah mengadakan percakapan dengan seorang pendeta emeritus, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengajukan permohonan secara tertulis kepada yang bersangkutan untuk melakukan pelayanan-pelayanan kependetaan dalam Sinode Wilayah yang terkait berdasarkan kebutuhan yang ada di Sinode Wilayah tersebut, dengan tembusan kepada Majelis Jemaat dari Jemaat di mana pendeta emeritus menjadi anggota, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode. b. Sesudah mempertimbangkan permohonan tersebut, paling lama satu (1) bulan sesudah diterimanya surat permohonan tersebut pendeta emeritus menyampaikan jawabannya secara



4.



tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang bersangkutan, apakah ia bersedia atau tidak bersedia memenuhi permohonan tersebut, dengan tembusan kepada alamat-alamat tembusan pada surat permohonan. c. Jika pendeta emeritus tersebut menyatakan kesediaan untuk memenuhi permohonan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang bersangkutan bersama dengan pendeta emeritus tersebut membuat surat perjanjian kesepakatan pelayanan, yang diberi batas waktu dan dan yang dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan di antara mereka. Pemberdayaan pendeta emeritus di lingkup Sinode a. Sesudah mengadakan percakapan dengan seorang pendeta emeritus, Badan Pekerja Majelis Sinode mengajukan permohonan secara tertulis kepada yang bersangkutan untuk melakukan pelayanan-pelayanan kependetaan dalam Sinode berdasarkan kebutuhan yang ada di Sinode, dengan tembusan kepada Majelis Jemaat dari Jemaat di mana pendeta emeritus menjadi anggota, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. b. Sesudah mempertimbangkan permohonan tersebut, paling lama satu (1) bulan sesudah diterimanya surat permohonan tersebut pendeta emeritus menyampaikan jawabannya secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, apakah ia bersedia atau tidak bersedia memenuhi permohonan tersebut, dengan tembusan kepada alamat-alamat tembusan pada surat permohonan. c. Jika pendeta emeritus tersebut menyatakan kesediaan untuk memenuhi permohonan tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta emeritus tersebut membuat surat perjanjian kesepakatan pelayanan, yang diberi batas waktu dan dan yang dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan di antara mereka. Pasal 6 PROSEDUR PENDAMPINGAN 1.



2. 3.



4. 5.



Jika Majelis Jemaat dari Jemaat di mana pendeta emeritus menjadi anggota mendapatkan informasi mengenai adanya permasalahan, atau potensi permasalahan yang dihadapi pendeta emeritus secara pribadi atau bersama dengan istri/suaminya, Majelis Jemaat segera melakukan klarifikasi tentang informasi itu. Majelis Jemaat mengambil langkah-langkah pendampingan yang diperlukan. Jika diperlukan, Majelis Jemaat dapat membentuk tim pendamping dengan ketentuan bahwa tim pendamping: a. Terdiri dari orang-orang yang memiliki kompetensi. b. Diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat. c. Diterima oleh pendeta emeritus yang bersangkutan. d. Melaksanakan tugasnya dengan batas waktu dan jadwal yang disepakati oleh Majelis Jemaat dan pendeta emeritus yang bersangkutan. Tim pendamping menyampaikan laporan pendampingannya secara tertulis disertai rekomendasi kepada Majelis Jemaat. Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan dalam batas waktu yang disepakati bersama, Majelis Jemaat melaporkan hal tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, untuk ditindaklanjuti oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 7 PELAKSANA



1. 2. 3. 4. 5.



!42



Pelaksana di Jemaat adalah Majelis Jemaat yang bersangkutan. Pelaksana di Klasis adalah Badan Pekerja Majelis Klasis yang bersangkutan. Pelaksana di Sinode Wilayah adalah Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang bersangkutan. Pelaksana di Sinode adalah Badan Pekerja Majelis Sinode. Pelaksana pendampingan terhadap pendeta emeritus dan istri/suaminya adalah Majelis Jemaat dari Jemaat di mana pendeta emeritus menjadi anggota.



Pasal 8 PEMBIAYAAN Pembiayaan untuk pendampingan pendeta emeritus ditanggung oleh Majelis Jemaat dari Jemaat di mana pendeta emeritus menjadi anggota atau lembaga terakhir yang dilayaninya.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PENGEMBANGAN PENDETA Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 136



!43



Pasal 1 PENGERTIAN 1. Program Pengembangan Pendeta merupakan upaya sinodal secara terencana dan terukur agar para pendeta mendapatkan kesempatan untuk terus menerus memperdalam spiritualitasnya, mengembangkan kepribadiannya sebagai pemimpin spiritual, dan mengembangkan kemampuan gerejawinya dalam rangka pembangunan GKI di semua lingkupnya. 2. Kemampuan gerejawi tersebut melingkupi aspek-aspek strategis, fungsional manajerial, dan operasional teknis. a. Dalam kemampuan strategis, seorang pendeta mampu untuk memfasilitasi penyusunan rumusan visi, misi, dan strategi. b. Dalam kemampuan fungsional manajerial, seorang pendeta mampu menawarkan konsep dan perencanaan praktis pengembangan elemen-elemen pembangunan jemaat, secara menyeluruh dan sinambung. c. Dalam kemampuan teknis operasional pelayanan, seorang pendeta mampu melaksanakan pelayanannya. Pasal 2 TUJUAN Program ini bertujuan untuk membekali para pendeta agar dapat memberikan sikap proaktif dan memberikan respons yang tepat terhadap tantangan zaman serta dapat mengantisipasi masalah-masalah dan kesempatan yang akan muncul di masa depan di dalam lingkup pelayanannya dan di masyarakat. Pasal 3 STRATEGI 1. Pengembangan pendeta dikaitkan dengan Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI. 2. Pengembangan pendeta dikaitkan dengan program Pembinaan dan Pendampingan Mahasiswa Teologi serta program Pembinaan dan Pendampingan Kader Pendeta. 3. Pengembangan pendeta dikaitkan dengan minat serta kinerja pendeta yang bersangkutan dalam masa pelayanan sebelumnya. 4. Pengembangan pendeta direncanakan dengan sengaja dan transparan serta dievaluasi bersama. Pasal 4



JENIS DAN ARAH PROGRAM 1. Program pengembangan ini dapat dibagi ke dalam tiga (3) jenis program, yaitu: a. Program studi lanjut bergelar Program bergelar ini terdiri beberapa jenis program, yaitu: 1) Program untuk meningkatkan kemampuan merespons kepada lingkungan eksternal GKI sebagaimana dicantumkan dalam Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI. Program ini disusun agar pendeta dapat menggarami lingkungan makro (manusia dan sistem) serta menolong GKI dalam memberikan respons kepada lingkungan makro, yaitu Islam, globalisasi, hidup dalam kepelbagaian agama, kemiskinan, dan sebagainya. 2) Program untuk meningkatkan kemampuan gerejawi pendeta yang ada kini agar dapat melakukan pembangunan gereja dengan lebih berkualitas, baik pada tingkat strategis, fungsional, dan operasional. 3) Program untuk meningkatkan kemampuan pendeta untuk bidang-bidang khusus dalam kehidupan jemaat, seperti ibadah, konseling, dan sebagainya



!44



4) Program untuk menjawab kebutuhan yang khas dimiliki GKI seperti kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pelayanan khusus, seperti pendidikan, pelayanan sosial, kajian pada dunia bisnis, dan sebagainya. b. Program studi nirgelar Program nirgelar terdiri dari beberapa jenis program bersifat aplikatif, misalnya: 1) Program riset kepustakaan dengan dibimbing seorang pakar di bidangnya. 2) Program penyegaran dengan melayani di tempat lain. 3) Program kursus atau seminar jangka pendek. 4) Studi banding. 5) Live in dalam suatu komunitas. c. Program pembinaan khusus tahunan Program pembinaan khusus tahunan adalah program bersertifikat yang bersifat wajib diikuti oleh semua pendeta dan wajib didukung oleh Majelis Jemaat dan lembaga-lembaga yang dilayani mereka, untuk membekali para pendeta secara sistematik sesuai dengan masa pelayanannya yang terdiri dari: 1) Program kebutuhan khusus untuk pengembangan kemampuan tertentu berkaitan dengan kinerja pendeta. 2) Program pembekalan untuk lingkup pelayanan struktural. 2. Program pengembangan ini memiliki tiga (3) arah, yaitu: a. Program peningkatan kualitas pelayanan internal Program ini menyiapkan pendeta untuk menjadi seorang pendeta yang mampu memberikan sumbangsih yang berkualitas bagi gereja. b. Program pengembangan pelayanan kemasyarakatan Program ini menyiapkan pendeta untuk menjadi pakar untuk kepentingan pelayanan kemasyarakatan dalam bidang-bidang yang selaras dengan visi dan misi gereja, misalnya bidang pendidikan, pelayanan kesehatan mental, dan lingkungan hidup. c. Program pengembangan melalui pelayanan akademis Program ini menyiapkan seorang pendeta untuk menjadi tenaga pengajar dan/atau peneliti yang akan memberi sumbangsih jangka panjang bagi gereja misalnya dalam bidang Perjanjian Lama, sistematika, Islam, dan praktika. Pasal 5 LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN 1. Program studi lanjut bergelar a. Dalam hal prakarsa datang dari pendeta: 1) Calon menyampaikan secara tertulis maksud dan rancangan studinya kepada Majelis Jemaat. 2) Jika Majelis Jemaat menyetujui, calon menyampaikannya secara tertulis kepada Komisi Kependetaan Sinode. 3) Komisi Kependetaan Sinode memeriksa data tentang jejak kinerja pelayanan dari calon. 4) Komisi Kependetaan Sinode mengundang calon untuk memberikan presentasi rancangan dan memberikan masukan. 5) Komisi Kependetaan Sinode merekomendasikan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk memberikan surat keterangan studi kepada lembaga yang menjadi tempat studi lanjut akan berlangsung. b. Dalam hal prakarsa datang dari Komisi Kependetaan Sinode: 1) Secara berkala, Komisi Kependetaan Sinode mengadakan perhitungan kebutuhan tenaga pelayanan khusus pada Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode, termasuk badan-badan pelayanannya, serta perencanaan pengisiannya. 2) Komisi Kependetaan Sinode menyampaikan kebutuhan tersebut secara berkala kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.



!45



3) Berdasarkan persetujuan Badan Pekerja Majelis Sinode, Komisi Kependetaan Sinode dapat memfasilitasi agar seorang pendeta yang menurut database terbukti memiliki potensi dan minat untuk mendalami suatu bidang studi tertentu dapat melaksanakan studi tersebut. 4) Badan Pekerja Majelis Sinode bertanggung jawab untuk menyediakan anggaran atau mencarikan sumber dana untuk pelaksanaan studi lanjut tersebut. 5) Komisi Kependetaan Sinode melakukan evaluasi berkala pada kemajuan studi pendeta tersebut. 6) Seusai masa studi pendeta yang bersangkutan, Badan Pekerja Majelis Sinode bertanggung jawab untuk memfasilitasi tersedianya jalur pelayanan selanjutnya bagi pendeta tersebut. 2. Program studi nirgelar a. Dalam hal prakarsa datang dari calon: 1) Calon mengajukan rancangannya kepada Majelis Jemaat atau lembaga yang dilayaninya. 2) Jika Majelis Jemaat atau lembaga yang dilayaninya menyetujui, calon mengajukan rancangan kepada Komisi Kependetaan Sinode. 3) Komisi Kependetaan Sinode memeriksa data tentang jejak kinerja pelayanan dari calon. 4) Komisi Kependetaan Sinode mengundang calon untuk memberikan presentasi rancangan dan memberikan masukan. 5) Komisi Kependetaan Sinode merekomendasikan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk memberikan surat keterangan kepada lembaga yang menjadi tempat studi nirgelar akan berlangsung. b. Dalam hal prakarsa datang dari Komisi Kependetaan Sinode: 1) Berdasarkan penilaian dan pemantauan, Komisi Kependetaan Sinode dapat memfasilitasi seorang pendeta yang menurut database terbukti membutuhkan suatu program penyegaran tertentu. 2) Komisi Kependetaan Sinode melaporkan rencana program penyegaran bagi pendeta tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. 3) Badan Pekerja Majelis Sinode bertanggung jawab untuk menyediakan anggaran atau mencarikan sumber dana untuk pelaksanaan program tersebut. 4) Komisi Kependetaan Sinode melakukan evaluasi terhadap kemajuan dan hasil program penyegaran tersebut. 3. Program pembinaan khusus tahunan a. Secara berkala, Komisi Kependetaan Sinode mengadakan perhitungan kebutuhan tenaga pelayanan khusus pada Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode, termasuk badan-badan pelayanannya, serta perencanaan pengisiannya. b. Komisi Kependetaan Sinode menyampaikan kebutuhan perkembangan tersebut secara berkala kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. c. Berdasarkan persetujuan Badan Pekerja Majelis Sinode, Komisi Kependetaan Sinode memfasilitasi pelatihan pengembangan kemampuan berjenjang dan bersertifikat. d. Program ini dikomunikasikan dan peserta diundang berdasarkan database yang ada. e. Jika ada peserta lain yang ingin mengikuti program tertentu, mereka dapat mengajukan permohonan untuk ikut serta. Pasal 6 KERANGKA WAKTU 1. Pengembangan melalui program studi lanjut bergelar adalah maksimum tiga (3) tahun untuk program S-2 dan lima (5) tahun untuk program S-3. 2. Pengembangan melalui program studi nirgelar adalah satu (1) minggu sampai dengan tiga (3) bulan. 3. Pengembangan melalui program pembinaan khusus tahunan adalah satu (1) sampai dengan sepuluh (10) hari. Pasal 7 SYARAT



!46



1. Program studi lanjut bergelar a. Sudah melayani paling sedikit tiga (3) tahun di Jemaat sebagai pendeta dan kinerjanya dinilai baik. b. IPK (indeks prestasi kumulatif) pada waktu S-1 atau M.Div. yang diakui adalah minimum 2,75 atau yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang dituju. c. Mempunyai kejelasan tentang tujuan studi. d. Mempunyai kejelasan tentang bidang studi. e. Mempunyai pemahaman dasar mengenai bidang studi serta variabel-variabel atau dimensi yang akan dipelajari berdasarkan studi kepustakaan yang ada (diwujudkan dalam bentuk makalah singkat dan presentasi). f. Didukung oleh Majelis Jemaat dan keluarganya. g. Mempunyai kejelasan tentang bagaimana hasil studinya akan diterapkan. h. Mempunyai kejelasan tentang pembiayaan (sumber pribadi, sumber jemaat, beasiswa yang diharapkan, dan sponsor lainnya). i. Menguasai bahasa asing sesuai dengan bidang dan tempat studi. j. Pada saat pengajuan usulan berusia paling tinggi empat puluh lima (45) tahun. 2. Untuk program studi nirgelar a. Dari file pribadi calon didapatkan minat yang konsisten di bidang yang dipilihnya. b. Didapatkan tulisan tentang topiknya. c. Didapatkan keterangan tentang keterlibatannya di bidang yang dipilihnya. d. Didukung oleh Majelis Jemaat atau lembaga yang dilayaninya. e. Menyampaikan presentasi yang menunjukkan kejelasan tujuan yang ingin dicapainya. f. Menguasai bahasa asing sesuai dengan bidang dan tempat studi. 3. Program pembinaan khusus tahunan a. Umum, yaitu berdasarkan masa pelayanan: 1) Pendeta dengan masa pelayanan dari nol (0) sampai dengan lima (5) tahun. 2) Pendeta dengan masa pelayanan dari enam (6) sampai dengan sepuluh (10) tahun. 3) Pendeta dengan masa pelayanan dari sebelas (11) sampai dengan lima belas (15) tahun. 4) Pendeta dengan masa pelayanan mulai dari enam belas (16) tahun. b. Khusus, yaitu berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi tertentu Pasal 8 INSTRUMENTASI 1. Porto folio pendeta yang memuat jajak kinerjanya, seperti pelayanannya di jemaat atau lembaga, artikel yang ditulisnya, buku-buku yang dibacanya, dan proyek di mana ia terlibat. 2. Evaluasi kinerja pelayanan pendeta. 3. Formulir perencanaan studi lanjut. 4. Data forecasting jumlah kebutuhan pendeta yang ditinjau ulang setiap tiga (3) tahun dengan memperhitungkan: a. Jumlah pendeta yang ditahbiskan pada tiap tahun. b. Jumlah lulusan baru tiap tahun. c. Jumlah emeritus baru pada tiap tahun. d. Jumlah anggota jemaat baru. e. Jumlah bakal jemaat yang baru. f. Kesesuaian jumlah pendeta terhadap pertumbuhan Jemaat-jemaat. Pasal 9 SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI 1. Program studi lanjut bergelar



!47



a. Secara berkala (tiap semester untuk program S-2 dan tiap tahun untuk program S-3) pendeta yang melakukan studi lanjut menyampaikan laporan tertulis tentang kemajuan studi, masalah, dan hal baru yang ia dapatkan selama masa studinya kepada Komisi Kependetaan Sinode. b. Sesudah menyelesaikan studinya, yang bersangkutan menyampaikan laporan hasil studi dan perencanaan pemanfaatan studinya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. c. Berdasarkan hal itu, Badan Pekerja Majelis Sinode mewartakan keberhasilan studi dan topik studi yang bersangkutan kepada seluruh Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, dan lembaga-lembaga yang relevan dengan bidang studi tersebut. 2. Program nirgelar a. Yang bersangkutan menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil studinya. b. Yang bersangkutan menyampaikan perencanaan pemanfaatan hasil studinya. c. Yang bersangkutan menyebarkan hasil studinya. 3. Program pembinaan khusus tahunan a. Evaluasi hasil pengembangan dilakukan kepada setiap pendeta dan setiap angkatan sesuai dengan masa pelayanan dan pengembangan kemampuan tertentu yang diikuti b. Keterlibatan setiap pendeta di dalam program pembinaan khusus tahunan dicatat oleh Komisi Kependetaan Sinode . Pasal 10 PEMBIAYAAN 1. Pembiayaan program studi lanjut bergelar diambil dari gabungan anggaran program Komisi Kependetaan Sinode Wilayah dan Komisi Kependetaan Sinode, dana dari lembaga lain, beasiswa yang diperoleh, dan dari upaya lainnya yang dapat diterima. 2. Pembiayaan program nirgelar ditanggung oleh salah satu atau kombinasi dari anggaran-anggaran di bawah ini: a. Anggaran Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. b. Anggaran Komisi Kependetaan Sinode. c. Anggaran Majelis Jemaat. d. Anggaran Badan Pekerja Majelis Klasis. e. Anggaran dari lembaga yang dilayani. f. Beasiswa atau sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Pembiayaan program pembinaan khusus tahunan diambil dari anggaran Komisi Kependetaan Sinode Wilayah dan Komisi Kependetaan Sinode. Pasal 11 PELAKU-PELAKU YANG BERPERAN 1. 2. 3. 4.



Pendeta. Majelis Jemaat atau lembaga yang dilayaninya. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. Badan Pekerja Majelis Sinode dan Komisi Kependetaan Sinode. Pasal 12 HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA



1. Program studi lanjut bergelar a. Hak 1) Biaya program studi. 2) Jaminan kebutuhan hidup secara penuh bagi yang studi di dalam negeri. 3) Jaminan kebutuhan hidup secara penuh bagi keluarga bagi yang studi di luar negeri tanpa didampingi oleh keluarga. 4) Biaya perjalanan



!48



a) Bagi yang studi di luar negeri: biaya transpor dari kota domisili ke kota tempat studi pergi-pulang satu (1) kali selama studi dengan menggunakan pesawat kelas ekonomi dan sarana transportasi lain, paspor, visa, fiskal, airport tax, dan asuransi perjalanan. b) Bagi yang studi di dalam negeri: disesuaikan dengan kebutuhan. 5) Biaya penelitian, meliputi biaya ujian dan biaya pelaksanaan penelitian. b. Kewajiban 1) Menyelesaikan studi sesuai dengan perencanaan Komisi Kependetaan Sinode dan batas waktu studinya. 2) Melaporkan secara berkala kemajuan studinya kepada Komisi Kependetaan Sinode. 3) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan kepada Komisi Kependetaan Sinode. 4) Menandatangani nota perjanjian studi lanjut bermeterai tentang penegasan kesanggupan yang bersangkutan untuk menyelesaikan studi tepat waktu dan kembali dalam pelayanan yang sesuai dengan perencanaan. 2. Program studi nirgelar a. Hak 1) Biaya program studi. 2) Biaya transpor ke dan dari tempat pelaksanaan studi lanjut nirgelar bagi yang studi di dalam negeri. 3) Biaya perjalanan a) Bagi yang studi di luar negeri: biaya transpor dari kota domisili ke kota tempat studi pergi-pulang satu (1) kali selama studi dengan menggunakan pesawat kelas ekonomi dan sarana transportasi lain, paspor, visa, fiskal, airport tax, dan asuransi perjalanan. b) Bagi yang studi di dalam negeri: disesuaikan dengan kebutuhan. 4) Jaminan kebutuhan hidup secara penuh. b. Kewajiban 1) Mengikuti program studi nirgelar secara penuh. 2) Menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan kepada Komisi Kependetaan Sinode. 3) Membuat laporan hasil keikutsertaannya dalam program studi nirgelar kepada Komisi Kependetaan Sinode. 4) Menyebarkan/mempresentasikan hasil yang diperoleh dari program studi nirgelar yang diikutinya kepada Komisi Kependetaan Sinode. 3. Program pembinaan khusus tahunan a. Hak 1) Biaya akomodasi, konsumsi, dan transpor ke dan dari tempat pelaksanaan program pembinaan khusus tahunan. 2) Mendapatkan sertifikat setelah menyelesaikan program pembinaan khusus tahunan dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. b. Kewajiban 1) Mengikuti program pembinaan khusus tahunan secara penuh 2) Membuat laporan hasil program pembinaan khusus tahunan yang diikuti kepada lembaga pengutus. Pasal 13 TOPIK-TOPIK PROGRAM PENGEMBANGAN Topik-topik program pengembangan pendeta terbagi sebagai berikut: 1. Untuk program studi lanjut bergelar, antara lain: o Studi biblika. o Studi sistematika. o Studi pembangunan jemaat. o Studi historika gereja-gereja di Asia. o Studi etika. o Studi pendidikan Kristiani. o Studi pengembangan spiritualitas. o Studi ilmu jiwa agama atau pendidikan. o Studi tentang sistem nilai. o Studi budaya. o Studi filsafat. o Studi Islam. o Studi sosiologi dan pelayanan di masyarakat perkotaan. o Studi tentang pelayanan konseling keluarga



!49



di tengah masyarakat perkotaan. o Studi Islam Indonesia modern. o Studi komunikasi/analisis media. o Studi demokratisasi. o Studi globalisasi. o Studi Asia atau politik. o Studi pembuatan kurikulum. o Studi manajemen gerejawi. o Studi kepemimpinan. o Studi sistem nilai dan budaya gereja/corporate culture. o Studi konseling keluarga. o Studi manajemen sumber daya manusia gereja dan lembaga nirlaba. o Studi psikologi. o Studi konseling pastoral. o Studi pembinaan. o Studi perubahan organisasi. o Studi manajemen konflik. o Studi manajemen organisasi nirlaba. o Studi manajemen lembaga pendidikan. o Studi pengembangan kurikulum. o Studi filsafat pendidikan. o Studi kewirausahaan dan pemberdayaan masyarakat sederhana 2. Untuk program studi nirgelar, antara lain untuk mengembangkan: o Kemampuan manajerial gerejawi untuk konteks jemaat/lembaga religius nonprofit. o Kemampuan pastoral/pastoral konseling. o Kemampuan kepemimpinan: membaca kebutuhan, memotivasi, mengambil keputusan, dan sebagainya. o Kemampuan peningkatan pembinaan. o Kemampuan peningkatan spiritualitas jemaat. o Kemampuan untuk merancang pembangunan jemaat. o Keterampilan kepemimpinan gerejawi/lembaga nirlaba. 3. Untuk program pembinaan khusus, dengan contoh topik/tema dasar a. Kepemimpinan diri o Mengenal makna riwayat hidup pribadi. o Gambar diri sebagai pendeta. o Mengenal parut diri. o Perencanaan hidup pribadi. o Penanganan prioritas dan waktu. o Pemaknaan peristiwa pelayanan yang dialami. o Memahami mental model sebagai pendeta. o Kepemimpinan hamba sebagai acuan pelayanan. b. Kepemimpinan kelompok o Dimensi spiritualitas: siapa jemaat bagiku. o Membangun team work dan pengembangan emotional quotient. o Mengenal gaya kerja dan pola pikir orang lain dan diri sendiri. o Mengenal metode kepemimpinan situasional dari Blanchard. o Memahami kepemimpinan heroik. o Bagaimana menjalin hubungan yang tepat guna. o Bagaimana menjadi inspirasi bagi jemaat. c. Kepemimpinan komunitas o Kemampuan komunikasi c.q. khotbah. o Keterampilan penyusunan perencanaan strategis. o Mengevaluasi program dan dampaknya. o Membentuk network di tengah masyarakat majemuk.



!50



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PENDAMPINGAN PENDETA Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 137 Pasal 1 TUJUAN Pendeta yang bermasalah dalam pelaksanaan tugas pelayanan kependetaannya maupun dalam kehidupan pribadi dan keluarganya dapat menyadari, mengenali, dan mengatasi masalah yang dihadapinya. Pasal 2 STRATEGI 1. 2. 3.



Pendampingan dilakukan melalui percakapan/konseling pastoral kepada yang bersangkutan. Percakapan pastoral bersifat membantu atau mendukung agar yang bersangkutan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Pendampingan dilakukan oleh Komisi Kependetaan Sinode Wilayah secara proaktif dan sedini mungkin. Pendampingan dilakukan oleh tim pendamping yang dibentuk Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yang sedapat mungkin disetujui oleh yang bersangkutan. Pasal 3 PROSEDUR



1. Pendampingan dilakukan setelah Komisi Kependetaan Sinode Wilayah mendapatkan informasi mengenai adanya permasalahan atau potensi permasalahan yang dihadapi seorang pendeta. Informasi tersebut dapat diperoleh dari diri pendeta yang bersangkutan, dari koleganya, dari konven pendeta, dari perlawatan Jemaat, dan dari sumber-sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Setelah memperoleh informasi, Komisi Kependetaan Sinode Wilayah segera melakukan verifikasi tentang kebenaran informasi tersebut. 3. Jika Komisi Kependetaan Sinode Wilayah yakin bahwa informasi tersebut benar, Komisi Kependetaan Sinode Wilayah membentuk Tim Pendamping Pendeta dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tim terdiri dari orang-orang yang memiliki kompetensi. b. Tim diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. c. Tim harus disetujui oleh pendeta yang bersangkutan. d. Tim melaksanakan tugasnya dengan batas waktu dan jadwal yang disepakati oleh Komisi Kependetaan Sinode Wilayah dan pendeta yang bersangkutan. 4. Tim Pendamping Pendeta menyampaikan hasil pendampingannya secara tertulis disertai rekomendasi kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah . !51



5. Jika permasalahan dapat diselesaikan, Komisi Kependetaan Sinode Wilayah membubarkan Tim Pendamping Pendeta. 6. Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan, Komisi Kependetaan Sinode Wilayah melaporkan hal tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah untuk diteruskan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 4 PELAKSANA Pelaksana adalah Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. Pasal 5 PEMBIAYAAN Komisi Kependetaan Sinode Wilayah menyediakan biaya pendampingan bagi Tim Pendamping Pendeta, sedangkan biaya pendampingan bagi pendeta yang bersangkutan disediakan oleh Majelis Jemaat atau lembaga yang dilayaninya.



!52



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG EVALUASI KINERJA PELAYANAN PENDETA Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 138



Pasal 1 PENGERTIAN Evaluasi Kinerja Pelayanan Pendeta adalah sarana dan prosedur untuk memfasilitasi: 1. Para pendeta agar mereka dapat mengenali kelebihan dan kekurangan dalam kinerja pelayanan mereka dalam rangka pembangunan gereja. 2. Lembaga-lembaga yang terkait agar mereka mendukung peningkatan kinerja pelayanan pendetanya dalam rangka pembangunan gereja melalui partisipasi mereka dalam memberikan penilaian. Pasal 2 TUJUAN Meningkatnya kinerja pendeta dalam menjalankan pelayanannya. Pasal 3 SASARAN 1. 2. 3. 4. 5.



Pendeta jemaat. Pendeta tugas khusus jemaat. Pendeta tugas khusus klasis. Pendeta tugas khusus sinode wilayah. Pendeta tugas khusus sinode. Pasal 4 FREKUENSI



Evaluasi terhadap pendeta dilakukan tiga (3) tahun sekali secara bersamaan. Pasal 5 BENTUK EVALUASI 1. Evaluasi diri yaitu penilaian terhadap diri sendiri. 2. Evaluasi dari perwakilan pihak yang dilayani dan yang menjadi rekan pelayanan yang dilakukan secara acak, representatif, dan dalam jumlah yang dapat untuk dikelola. 3. Desk evaluation, yaitu tinjauan terhadap Butir 1 dan Butir 2 di atas oleh tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta yang hasilnya dapat berupa rangkuman dan rekomendasi. Pasal 6 TIM EVALUASI



!53



1. Tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta terdiri dari dua (2) pendeta dan dua (2) penatua atau unsur pimpinan lembaga yang terkait, dengan persyaratan: a. Bersedia menyediakan waktu. b. Penatua atau unsur pimpinan lembaga yang terkait telah menjalani satu periode pelayanan. c. Pendeta yang telah melayani lima (5) tahun atau telah berstatus emeritus. 2. Satu (1) tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta dapat melakukan evaluasi untuk seorang atau beberapa pendeta. 3. Anggota tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta tidak boleh semuanya berasal dari Jemaat atau lembaga yang dilayani oleh pendeta yang dievaluasi. Pasal 7 PROSEDUR 1. Pendeta yang akan dievaluasi mendapatkan formulir dari Komisi Kependetaan Sinode Wilayah dan menyampaikan usulan nama pihak-pihak yang akan mengevaluasi dirinya. Lembaga yang dilayani juga menyampaikan usulan nama pihak-pihak yang akan mengevaluasi pendeta yang bersangkutan. Berdasarkan usulan-usulan tersebut Komisi Kependetaan Sinode Wilayah menetapkan pihak-pihak yang akan mengevaluasi pendeta yang bersangkutan. 2. Pendeta yang bersangkutan melakukan penilaian diri sendiri dan mengirimkan hasilnya kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. 3. Pihak-pihak yang akan mengevaluasi mendapatkan formulir dari Komisi Kependetaan Sinode Wilayah dan melakukan penilaian terhadap pendeta yang bersangkutan serta mengirimkan hasilnya kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah dalam amplop tertutup yang bersifat rahasia. 4. Tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta menganalisis hasil evaluasi diri pendeta yang bersangkutan dan dari pihak-pihak yang melakukan penilaian. 5. Tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta melakukan analisis bersama dengan pendeta yang bersangkutan dan menyusun rencana peningkatan kinerja dari pendeta tersebut. 6. Tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta melaporkan hasil analisis dan rencana peningkatan kinerja kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah, Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, Badan Pekerja Majelis Sinode, dan pendeta yang bersangkutan. Pasal 8 KERANGKA WAKTU 1. Persiapan proses evaluasi kinerja pelayanan pendeta: Juli – Agustus 2. Pembentukan tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta: September 3. Pemberitahuan jadwal dan materi evaluasi serta pengiriman berkas evaluasi dan panduan pelaksanaan: November - pertengahan Januari 4. Pelaksanaan evaluasi: pertengahan Januari - pertengahan Februari 5. Pengiriman hasil evaluasi kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah untuk diberikan kepada tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta: akhir Februari 6. Percakapan dan analisis bersama: Maret - Juni 7. Penyampaian hasil evaluasi dan rekomendasi oleh tim evaluasi kinerja pelayanan pendeta kepada Komisi Kependetaan Sinode Wilayah, pihak-pihak yang terkait, dan pendeta yang bersangkutan: Juli Pasal 9 POKOK-POKOK EVALUASI 1. Kemampuan inti a. Pemberitaan Firman Allah b. Pelayanan sakramen-sakramen 2. Kemampuan diri a. Panggilan menjadi pendeta



!54



b. Kepedulian kepada sesama c. Pengenalan diri d. Sikap belajar e. Penguasaan diri f. Integritas 3. Kemampuan kepemimpinan a. Kepemimpinan hamba b. Kepemimpinan integratif c. Keteladanan 4. Kemampuan pembinaan a. Ketrampilan khotbah (public speech) b. Pendampingan pastoral c. Pendidikan dan pembinaan 5. Kemampuan sosial/masyarakat a. Kerja sama b. Hubungan interpersonal c. Ketrampilan hidup dalam konteks kepelbagaian d. Agen pembaharuan Pasal 10 INSTRUMENTASI Instrumen evaluasi ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 11 PELAKSANA Komisi Kependetaan Sinode Wilayah. Pasal 12 PEMBIAYAAN 1. Evaluasi kinerja pelayanan pendeta jemaat dan pendeta tugas khusus jemaat dibiayai oleh Majelis Jemaat yang terkait. 2. Evaluasi kinerja pelayanan pendeta tugas khusus klasis dibiayai oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. 3. Evaluasi kinerja pelayanan pendeta tugas khusus sinode wilayah dibiayai oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. 4. Evaluasi kinerja pelayanan pendeta tugas khusus sinode dibiayai oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.



PEDOMAN PELAKSANAAN



!55



TENTANG BADAN PELAYANAN JEMAAT Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 198



Pasal 1 PENGANTAR Dalam rangka pembangunan jemaat Majelis Jemaat mengangkat badan pelayanan jemaat.



Pasal 2 JENIS Badan pelayanan jemaat adalah komisi, panitia, badan, kelompok, dan tim, serta yayasan atau yang sejenisnya.



Pasal 3 STATUS 1. Badan pelayanan jemaat diangkat oleh, bertanggung jawab kepada, dan diberhentikan Majelis Jemaat. 2. Badan pelayanan jemaat diperlengkapi dan diarahkan oleh Majelis Jemaat.



Pasal 4 FUNGSI Badan pelayanan jemaat berfungsi memimpin bidang pelayanan khusus (komisi dan badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia, kelompok, dan tim) di Jemaat.



Pasal 5 TUGAS DAN WEWENANG 1. Tugas a. Menyusun program kerja dan anggaran badan pelayanan jemaat untuk disahkan oleh Majelis Jemaat . b. Melaksanakan program kerja dan anggaran badan pelayanan jemaat yang telah disahkan Majelis Jemaat. c. Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran badan pelayanan jemaat serta memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Majelis Jemaat. 2. Wewenang Memimpin bidang pelayanan khusus (komisi dan badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia, kelompok, dan tim).



Pasal 6 HUBUNGAN-HUBUNGAN 1. Hubungan antara Majelis Jemaat dan badan pelayanan jemaat



!56



2.



3. 4. 5.



a. Hubungan antara Majelis Jemaat dan badan pelayanan jemaat adalah hubungan koordinatif, konsultatif, dan stimulatif yang dilakukan dalam semangat kemitraan dan kepemimpinan yang melayani. b. Majelis Jemaat mengangkat seorang atau lebih anggota Majelis Jemaat untuk menjadi pendamping. Hubungan antarbadan pelayanan jemaat dalam jemaat yang sama a. Hubungan antarbadan pelayanan jemaat dalam jemaat yang sama dilaksanakan dalam kebersamaan arah dan dengan saling melengkapi. b. Hubungan tersebut diwujudkan antara lain melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat. Hubungan badan pelayanan jemaat dan badan pelayanan jemaat (komisi, panitia, badan) sejenis di lingkup yang lebih luas adalah hubungan konsultatif dan stimulatif. Badan pelayanan jemaat dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan badan pelayanan sejenis dari jemaat lain atau gereja lain dengan sepengetahuan Majelis Jemaat. Badan pelayanan jemaat dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan lembaga/organisasi lainnya, dengan seizin Majelis Jemaat.



Pasal 7 STRUKTUR DAN URAIAN TUGAS 1. Struktur kepengurusan badan pelayanan jemaat terdiri dari sedikit-dikitnya ketua, sekretaris dan bendahara. 2. Garis besar uraian tugas a. Ketua : Memimpin jalannya organisasi, memimpin rapat. b. Sekretaris : Menjalankan sekretariat (antara lain surat menyurat, risalah rapat, kearsipan, laporan pelaksanaan program kerja). c. Bendahara : Menangani hal-hal yang berkaitan dengan dana dan sarana (termasuk laporan keuangan dan inventaris). 3. Apabila dipandang perlu struktur kepengurusan dapat ditambah anggota dan/atau seksi.



Pasal 8 PERSYARATAN PERSONALIA 1. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai personalia badan pelayanan jemaat adalah mereka yang memiliki pengetahuan, kemampuan, minat dan dedikasi di bidang pelayanan khusus atau tugas khususnya, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. 2. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara badan pelayanan jemaat adalah anggota sidi dalam Jemaat yang terkait, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus. 3. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota komisi, panitia, badan, kelompok, dan tim adalah anggota sidi dan anggota baptisan yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus, serta simpatisan yang sudah aktif dalam Jemaat yang bersangkutan paling sedikit satu (1) tahun. 4. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengurus yayasan dan yang sejenisnya adalah anggota sidi dan, sesuai dengan kebutuhan, dimungkinkan juga anggota sidi gereja lain, yang tidak berada dalam penggembalaan khusus.



Pasal 9 PROSEDUR PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN 1. Pemilihan calon personalia badan pelayanan jemaat dilakukan oleh Majelis Jemaat atau oleh formatir yang dibentuknya. 2. Setelah yang bersangkutan menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan, Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk mengesahkan struktur dan mengangkat personalia badan pelayanan jemaat.



!57



3. Personalia badan pelayanan jemaat diangkat dengan surat pengangkatan oleh Majelis Jemaat yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode. 4. Personalia badan pelayanan jemaat dilantik dalam kebaktian Minggu dengan menggunakan Liturgi Pelantikan Badan Pelayanan Jemaat dan dilayankan oleh pendeta. 5. Struktur dan personalia badan pelayanan jemaat diwartakan dalam warta jemaat.



Pasal 10 MASA PELAYANAN 1. Masa pelayanan dari badan pelayanan jemaat yang bersifat tetap adalah dua (2) tahun. Seseorang dapat menjadi personalia paling banyak dua (2) kali masa pelayanan berturut-turut. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk waktu sekurang-kurangnya satu (1) tahun. 2. Masa pelayanan dari badan pelayanan jemaat yang bersifat sementara disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Apabila ada personalia badan pelayanan jemaat yang tidak dapat melanjutkan tugasnya sebelum masa pelayanannya berakhir, badan pelayanan jemaat dapat mencarikan penggantinya untuk diusulkan kepada dan diangkat oleh Majelis Jemaat. 4. Pada akhir masa pelayanannya, personalia badan pelayanan jemaat diberhentikan dengan surat pemberhentian oleh Majelis Jemaat yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



Pasal 11 RAPAT 1. Rapat badan pelayanan jemaat diadakan sekurang-kurangnya dua (2) bulan sekali. 3. Apabila badan pelayanan jemaat memiliki seksi, rapat badan pelayanan jemaat bersama seksi diadakan sekurang-kurangnya empat (4) bulan sekali. 4. Rapat seksi diadakan sekurang-kurangnya dua (2) bulan sekali. 5. Dalam setiap rapat dibuat notula rapat.



Pasal 12 DANA DAN SARANA 1. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, badan pelayanan jemaat dilengkapi dengan alat pendukung berupa dana dan sarana. 2. Dana dan sarana badan pelayanan jemaat diperoleh dari: a. Majelis Jemaat. b. Usaha-usaha badan pelayanan jemaat sendiri yang tidak bertentangan dengan Firman Allah serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKI dan yang mendapat persetujuan Majelis Jemaat. c. Sumbangan-sumbangan atau hibah yang tidak mengikat. 3. Badan pelayanan jemaat harus memiliki buku inventaris. 4. Pada akhir masa pelayanan, badan pelayanan jemaat menyerahkan kembali dana dan sarananya kepada Majelis Jemaat. Hal ini tidak berlaku bagi yayasan dan yang sejenisnya.



Pasal 13 PERTANGGUNGJAWABAN 1. Badan pelayanan jemaat memberikan laporan perkembangan pelayanan secara periodik dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat. 2. Badan pelayanan jemaat mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Majelis Jemaat pada setiap akhir program kerja tahunan dan akhir masa pelayanannya.



!58



Pasal 14 PERATURAN KHUSUS UNTUK YAYASAN DAN YANG SEJENISNYA 1. Pengangkatan, pertanggungjawaban, dan masa pelayanan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 2. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga: a. Yayasan atau yang sejenisnya menjalankan tugasnya menurut anggaran dasar yang dibuat oleh Majelis Jemaat dan diaktakan di hadapan notaris. b. Anggaran dasar itu dilengkapi dengan anggaran rumah tangga yang dibuat oleh pengurusnya dan disahkan sesuai dengan ketentuan anggaran dasarnya. c. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. d. Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu dilakukan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 3. Pembubaran yayasan atau yang sejenisnya hanya dapat dilakukan berdasarkan badan pembina yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan Majelis Jemaat. 4. Dalam rangka menjalankan tugasnya, yayasan atau yang sejenisnya dapat memiliki dana dan sarana. 5. Penjualan dan peralihan hak atas barang tidak bergerak hanya dapat dilakukan berdasarkan rapat pengurus yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan Majelis Jemaat.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG BADAN PELAYANAN KLASIS



!59



Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 199



Pasal 1 PENGANTAR Dalam rangka pembangunan klasis, Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis mengangkat badan pelayanan klasis.



Pasal 2 JENIS Badan pelayanan klasis adalah komisi, panitia, badan, kelompok, dan tim, serta yayasan atau yang sejenisnya.



Pasal 3 STATUS 1. Badan pelayanan klasis diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis. 2. Badan pelayanan klasis diperlengkapi dan diarahkan oleh Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis.



Pasal 4 FUNGSI Badan pelayanan klasis berfungsi memimpin bidang pelayanan khusus (komisi dan badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia, kelompok, dan tim) dalam klasisnya.



Pasal 5 TUGAS DAN WEWENANG 1. Tugas a. Badan pelayanan klasis yang diangkat oleh Majelis Klasis 1) Menyusun program kerja dan anggaran badan pelayanan klasis untuk disahkan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis. 2) Melaksanakan program kerja dan anggaran badan pelayanan klasis yang telah disahkan Badan Pekerja Majelis Klasis. 3) Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran badan pelayanan klasis dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Majelis Klasis melalui Badan Pekerja Majelis Klasis. b. Badan pelayanan klasis yang diangkat oleh Badan Pekerja Majelis Klasis 1) Menyusun program kerja dan anggaran badan pelayanan klasis untuk disahkan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis. 2) Melaksanakan program kerja dan anggaran badan pelayanan klasis yang telah disahkan Badan Pekerja Majelis Klasis. 3) Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran badan pelayanan klasis dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pekerja Majelis Klasis. 2. Wewenang



!60



Memimpin bidang pelayanan khusus (komisi dan badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia, kelompok, dan tim).



Pasal 6 HUBUNGAN-HUBUNGAN 1. Hubungan antara Badan Pekerja Majelis Klasis dan badan pelayanan klasis a. Hubungan antara Badan Pekerja Majelis Klasis dan badan pelayanan klasis adalah hubungan koordinatif, konsultatif dan stimulatif yang dilakukan dalam semangat kemitraan dan kepemimpinan yang melayani. b. Badan Pekerja Majelis Klasis mengangkat seorang atau lebih anggota Badan Pekerja Majelis Klasis untuk menjadi pendamping badan pelayanan klasis. 2. Hubungan antarbadan pelayanan klasis dalam klasis yang sama a. Hubungan antarbadan pelayanan klasis dalam klasis yang sama dilaksanakan dalam kebersamaan arah dan dengan saling melengkapi. b. Hubungan tersebut diwujudkan antara lain melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis. 3. Hubungan antara badan pelayanan klasis dan badan pelayanan sejenis di lingkup yang lebih luas atau lebih sempit adalah hubungan koordinatif, konsultatif dan stimulatif. 4. Badan pelayanan klasis dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan badan pelayanan sejenis dari klasis lain atau gereja lain dengan sepengetahuan Badan Pekerja Majelis Klasis. 5. Badan pelayanan klasis dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan lembaga/organisasi lainnya, dengan seizin Badan Pekerja Majelis Klasis.



Pasal 7 STRUKTUR DAN URAIAN TUGAS 1. Struktur kepengurusan badan pelayanan klasis terdiri dari sedikit-dikitnya ketua, sekretaris dan bendahara. 2. Garis besar uraian tugas a. Ketua : Memimpin jalannya organisasi, memimpin rapat. b. Sekretaris : Menjalankan sekretariat (antara lain surat menyurat, risalah rapat, kearsipan, laporan pelaksanaan program kerja). c. Bendahara : Menangani hal-hal yang berkaitan dengan dana dan sarana (termasuk laporan keuangan dan inventaris). 3. Apabila dipandang perlu struktur kepengurusan dapat ditambah anggota dan/atau seksi.



Pasal 8 PERSYARATAN PERSONALIA 1. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai personalia badan pelayanan klasis adalah mereka yang memiliki pengetahuan, kemampuan, minat dan dedikasi di bidang pelayanan khusus atau tugas khususnya, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. 2. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai ketua, sekretaris dan bendahara badan pelayanan klasis adalah anggota sidi dalam salah satu Jemaat dalam klasis yang terkait, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus. 3. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota badan pelayanan klasis adalah anggota sidi yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus. Khusus untuk panitia, anggotanya boleh dipilih dan diangkat dari anggota sidi dan anggota baptisan.



!61



4. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengurus yayasan atau yang sejenisnya adalah anggota sidi dan, sesuai dengan kebutuhan, dimungkinkan juga anggota sidi gereja lain, yang tidak berada dalam penggembalaan khusus.



Pasal 9 PROSEDUR PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN 1. Pemilihan calon personalia badan pelayanan klasis dilakukan oleh: a. Majelis Klasis atau oleh formatir yang dibentuknya, b. Badan Pekerja Majelis Klasis atau oleh formatir yang dibentuknya. 2. Setelah yang bersangkutan menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan, Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis mengambil keputusan untuk mengesahkan struktur dan mengangkat personalia badan pelayanan klasis. 3. Personalia badan pelayanan klasis diangkat dengan surat pengangkatan oleh Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode. 4. Struktur dan personalia badan pelayanan klasis diwartakan dalam warta jemaat di lingkup Klasis yang bersangkutan.



Pasal 10 MASA PELAYANAN 1. Masa pelayanan dari badan pelayanan klasis yang bersifat tetap adalah tiga (3) tahun. Seseorang dapat menjadi personalia paling banyak dua (2) kali masa pelayanan berturut-turut. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk waktu sekurang-kurangnya satu (1) tahun. 2. Masa pelayanan dari badan pelayanan klasis yang bersifat sementara disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Apabila ada personalia badan pelayanan klasis yang tidak dapat melanjutkan tugasnya sebelum masa pelayanannya berakhir, badan pelayanan klasis dapat mencarikan penggantinya untuk diusulkan kepada dan diangkat oleh Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis. 4. Pada akhir masa pelayanannya, personalia badan pelayanan klasis diberhentikan dengan surat pemberhentian oleh Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



Pasal 11 RAPAT 1. Rapat badan pelayanan klasis diadakan sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sekali. 2. Apabila badan pelayanan klasis memiliki seksi, rapat badan pelayanan klasis bersama seksi diadakan sekurang-kurangnya empat (4) bulan sekali. 3. Rapat seksi diadakan sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sekali. 4. Dalam setiap rapat dibuat notula rapat.



Pasal 12 DANA DAN SARANA 1. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, badan pelayanan klasis dilengkapi dengan alat pendukung berupa dana dan sarana. 2. Dana dan sarana badan pelayanan klasis diperoleh dari: a. Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis. b. Usaha-usaha badan pelayanan klasis sendiri yang tidak bertentangan dengan Firman Allah serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKI dan yang mendapat persetujuan Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis. !62



c. Sumbangan-sumbangan atau hibah yang tidak mengikat. 3. Badan pelayanan klasis harus memiliki buku inventaris. 4. Pada akhir masa pelayanan, badan pelayanan klasis menyerahkan kembali dana dan sarananya kepada Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis. Hal ini tidak berlaku bagi yayasan dan yang sejenisnya.



Pasal 13 PERTANGGUNGJAWABAN 1. Badan pelayanan klasis memberikan laporan perkembangan pelayanan secara periodik dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis. 2. Badan pelayanan klasis mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Klasis pada setiap akhir program kerja tahunan dan akhir masa pelayanannya.



Pasal 14 PERATURAN KHUSUS UNTUK YAYASAN DAN YANG SEJENISNYA 1. Pengangkatan, pertanggungjawaban dan masa pelayanan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 2. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga a. Yayasan atau yang sejenisnya menjalankan tugasnya menurut anggaran dasar yang dibuat oleh Badan Pekerja Majelis Klasis dan diaktakan di hadapan notaris. b. Anggaran dasar itu dilengkapi dengan anggaran rumah tangga yang dibuat oleh pengurusnya dan disahkan sesuai dengan ketentuan anggaran dasarnya. c. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. d. Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu dilakukan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 3. Pembubaran yayasan atau yang sejenisnya hanya dapat dilakukan berdasarkan rapat badan pembina yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan Majelis Klasis. 4. Dalam rangka menjalankan tugasnya, yayasan atau yang sejenisnya dapat memiliki dana dan sarana. 5. Penjualan dan pengalihan hak atas barang tidak bergerak hanya dapat dilakukan berdasarkan rapat pengurus yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan badan pekerja Majelis Klasis.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG BADAN PELAYANAN SINODE WILAYAH Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 200



!63



Pasal 1 PENGANTAR Dalam rangka pembangunan sinode wilayah, Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengangkat badan pelayanan sinode wilayah.



Pasal 2 JENIS Badan pelayanan sinode wilayah adalah departemen, komisi, panitia, badan, kelompok, dan tim, serta yayasan atau yang sejenisnya.



Pasal 3 STATUS 1. Badan pelayanan sinode wilayah diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 2. Badan pelayanan sinode wilayah diperlengkapi dan diarahkan oleh Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.



Pasal 4 FUNGSI Badan pelayanan sinode wilayah berfungsi memimpin bidang pelayanan khusus (departemen, komisi, dan badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia, kelompok, dan tim) dalam sinode wilayahnya .



Pasal 5 TUGAS DAN WEWENANG 1. Tugas a. Badan pelayanan sinode wilayah yang diangkat oleh Majelis Sinode Wilayah 1) Menyusun program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode wilayah untuk disahkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 2) Melaksanakan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode wilayah yang telah disahkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 3) Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode wilayah dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Majelis Sinode Wilayah melalui Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. b. Badan pelayanan sinode wilayah yang diangkat oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah 1) Menyusun program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode wilayah untuk disahkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 2) Melaksanakan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode wilayah yang telah disahkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 3) Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode wilayah dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 2. Wewenang Memimpin bidang pelayanan khusus (departemen, komisi, dan badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia, kelompok, dan tim).



Pasal 6



!64



HUBUNGAN-HUBUNGAN 1. Hubungan antara Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan badan pelayanan sinode wilayah a. Hubungan antara Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan badan pelayanan sinode wilayah adalah hubungan koordinatif, konsultatif dan stimulatif yang dilakukan dalam semangat kemitraan dan kepemimpinan yang melayani. b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengangkat seorang atau lebih anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah untuk menjadi pendamping badan pelayanan sinode wilayah. 2. Hubungan antarbadan pelayanan sinode wilayah dalam sinode wilayah yang sama a. Hubungan antarbadan pelayanan sinode wilayah dalam sinode wilayah yang sama dilaksanakan dalam kebersamaan arah dan dengan saling melengkapi. b. Hubungan tersebut diwujudkan antara lain melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 3. Hubungan antara badan pelayanan sinode wilayah dan badan pelayanan sejenis di lingkup yang lebih luas atau lebih sempit adalah hubungan koordinatif, konsultatif dan stimulatif. 4. Badan pelayanan sinode wilayah dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan badan pelayanan sejenis dari sinode wilayah lain atau gereja lain dengan sepengetahuan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 5. Badan pelayanan sinode wilayah dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan lembaga/organisasi lainnya, dengan seizin Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.



Pasal 7 STRUKTUR DAN URAIAN TUGAS 1. Struktur kepengurusan badan pelayanan sinode wilayah terdiri dari sedikit-dikitnya ketua, sekretaris dan bendahara. 2. Garis besar uraian tugas a. Ketua : Memimpin jalannya organisasi, memimpin rapat. b. Sekretaris : Menjalankan sekretariat (antara lain surat menyurat, risalah rapat, kearsipan, laporan pelaksanaan program kerja). c. Bendahara : Menangani hal-hal yang berkaitan dengan dana dan sarana (termasuk laporan keuangan dan inventaris). 3. Apabila dipandang perlu struktur kepengurusan dapat ditambah anggota dan/atau seksi.



Pasal 8 PERSYARATAN PERSONALIA 1. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai personalia badan pelayanan sinode wilayah adalah mereka yang memiliki pengetahuan, kemampuan, minat dan dedikasi di bidang pelayanan khusus atau tugas khususnya, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. 2. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai ketua, sekretaris dan bendahara badan pelayanan sinode wilayah adalah anggota sidi dalam salah satu Jemaat dalam sinode wilayah yang terkait, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus. 3. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota badan pelayanan sinode wilayah adalah anggota sidi yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus. Khusus untuk panitia, anggotanya boleh dipilih dan diangkat dari anggota sidi dan anggota baptisan. 4. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengurus yayasan atau yang sejenisnya adalah anggota sidi dan, sesuai dengan kebutuhan, dimungkinkan juga anggota sidi gereja lain, yang tidak berada dalam penggembalaan khusus.



Pasal 9 !65



PROSEDUR PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN 1. Pemilihan calon personalia badan pelayanan sinode wilayah dilakukan oleh: a. Majelis Sinode Wilayah atau oleh formatir yang dibentuknya, b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah atau oleh formatir yang dibentuknya. 2. Setelah yang bersangkutan menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan, Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengambil keputusan untuk mengesahkan struktur dan mengangkat personalia badan pelayanan sinode wilayah. 3. Personalia badan pelayanan sinode wilayah diangkat dengan surat pengangkatan oleh Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode. 4. Struktur dan personalia badan pelayanan sinode wilayah diwartakan dalam warta jemaat di lingkup Sinode Wilayah yang bersangkutan.



Pasal 10 MASA PELAYANAN 1. Masa pelayanan dari badan pelayanan sinode wilayah yang bersifat tetap adalah empat (4) tahun. Seseorang dapat menjadi personalia paling banyak dua (2) kali masa pelayanan berturut-turut. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk waktu sekurang-kurangnya satu (1) tahun. 2. Masa pelayanan dari badan pelayanan sinode wilayah yang bersifat sementara disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Apabila ada personalia badan pelayanan sinode wilayah yang tidak dapat melanjutkan tugasnya sebelum masa pelayanannya berakhir, badan pelayanan sinode wilayah dapat mencarikan penggantinya untuk diusulkan kepada dan diangkat oleh Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 4. Pada akhir masa pelayanannya, personalia badan pelayanan sinode wilayah diberhentikan dengan surat pemberhentian oleh Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



Pasal 11 RAPAT 1. Rapat badan pelayanan sinode wilayah diadakan sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sekali. 2. Apabila badan pelayanan sinode wilayah memiliki seksi, rapat badan pelayanan sinode wilayah bersama seksi diadakan sekurang-kurangnya empat (4) bulan sekali. 3. Rapat seksi diadakan sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sekali. 4. Dalam setiap rapat dibuat notula rapat.



Pasal 12 DANA DAN SARANA 1. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, badan pelayanan sinode wilayah dilengkapi dengan alat pendukung berupa dana dan sarana. 2. Dana dan sarana badan pelayanan sinode wilayah diperoleh dari: a. Majelis Sinode Wilayah. b. Usaha-usaha badan pelayanan sinode wilayah sendiri yang tidak bertentangan dengan Firman Allah serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKI dan yang mendapat persetujuan Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. c. Sumbangan-sumbangan atau hibah yang tidak mengikat.



!66



3. Badan pelayanan sinode wilayah harus memiliki buku inventaris. 4. Pada akhir masa pelayanan, badan pelayanan sinode wilayah menyerahkan kembali dana dan sarananya kepada Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. Hal ini tidak berlaku bagi yayasan dan yang sejenisnya.



Pasal 13 PERTANGGUNGJAWABAN 1. Badan pelayanan sinode wilayah memberikan laporan perkembangan pelayanan secara periodik dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 2. Badan pelayanan sinode wilayah mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah pada setiap akhir program kerja tahunan dan akhir masa pelayanannya.



Pasal 14 PERATURAN KHUSUS UNTUK YAYASAN DAN YANG SEJENISNYA 1. Pengangkatan, pertanggungjawaban dan masa pelayanan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 2. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga: a. Yayasan atau yang sejenisnya menjalankan tugasnya menurut anggaran dasar yang dibuat oleh Badan Pekerja Majelis Sinode wilayah dan diaktakan di hadapan notaris. b. Anggaran dasar itu dilengkapi dengan anggaran rumah tangga yang dibuat oleh pengurusnya dan disahkan sesuai dengan ketentuan anggaran dasarnya. c. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. d. Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu dilakukan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 3. Pembubaran yayasan atau yang sejenisnya hanya dapat dilakukan berdasarkan rapat badan pembina yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan Majelis Sinode Wilayah. 4. Dalam rangka menjalankan tugasnya, yayasan atau yang sejenisnya dapat memiliki dana dan sarana. 5. Penjualan dan pengalihan hak atas barang tidak bergerak hanya dapat dilakukan berdasarkan rapat pengurus yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG BADAN PELAYANAN SINODE Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 201



Pasal 1 PENGANTAR Dalam rangka pembangunan sinode, Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia mengangkat badan pelayanan sinode.



Pasal 2



!67



JENIS Badan pelayanan sinode adalah departemen, komisi, badan, panitia, kelompok, dan tim, serta yayasan atau yang sejenisnya.



Pasal 3 STATUS 1. Badan pelayanan sinode diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode . 2. Badan pelayanan sinode diperlengkapi dan diarahkan oleh Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 4 FUNGSI Badan pelayanan sinode berfungsi memimpin bidang pelayanan khusus (departemen, komisi, dan badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia, kelompok, dan tim) dalam sinode.



Pasal 5 TUGAS DAN WEWENANG 1. Tugas a. Badan pelayanan sinode yang diangkat oleh Majelis Sinode 1) Menyusun program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode untuk disahkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. 2) Melaksanakan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode yang telah disahkan Badan Pekerja Majelis Sinode. 3) Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Majelis Sinode melalui Badan Pekerja Majelis Sinode. b. Badan pelayanan sinode yang diangkat oleh Badan Pekerja Majelis Sinode 1) Menyusun program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode untuk disahkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. 2) Melaksanakan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinodeyang telah disahkan Badan Pekerja Majelis Sinode. 3) Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran badan pelayanan sinode dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. 2. Wewenang Memimpin bidang pelayanan khusus (departemen atau komisi atau badan) atau melaksanakan tugas khusus (panitia).



Pasal 6 HUBUNGAN-HUBUNGAN 1. Hubungan antara Badan Pekerja Majelis Sinode dan badan pelayanan sinode a. Hubungan antara Badan Pekerja Majelis Sinode dan badan pelayanan sinode adalah hubungan koordinatif, konsultatif dan stimulatif yang dilakukan dalam semangat kemitraan dan kepemimpinan yang melayani. b. Badan Pekerja Majelis Sinode mengangkat seorang atau lebih anggota Badan Pekerja Majelis Sinode untuk menjadi pendamping badan pelayanan sinode .



!68



2. Hubungan antarbadan pelayanan sinode a. Hubungan antarbadan pelayanan sinode dilaksanakan dalam kebersamaan arah dan dengan saling melengkapi. b. Hubungan tersebut diwujudkan antara lain melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. 3. Hubungan antara badan pelayanan sinode dan badan pelayanan sejenis di lingkup yang lebih sempit adalah hubungan koordinatif, konsultatif dan stimulatif. 4. Badan pelayanan sinode dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan badan pelayanan sejenis dari sinode gereja lain dengan sepengetahuan Badan Pekerja Majelis Sinode. 5. Badan pelayanan sinode dapat mempunyai hubungan kerja sama dengan lembaga/organisasi lainnya, dengan seizin Badan Pekerja Majelis Sinode



Pasal 7 STRUKTUR DAN URAIAN TUGAS 1. Struktur kepengurusan badan pelayanan sinode terdiri dari sedikit-dikitnya ketua, sekretaris dan bendahara. 2. Garis besar uraian tugas a. Ketua : Memimpin jalannya organisasi, memimpin rapat. b. Sekretaris : Menjalankan sekretariat (antara lain surat menyurat, risalah rapat, kearsipan, laporan pelaksanaan program kerja). c. Bendahara : Menangani hal-hal yang berkaitan dengan dana dan sarana (termasuk laporan keuangan dan inventaris). 3. Apabila dipandang perlu struktur kepengurusan dapat ditambah anggota dan/atau seksi.



Pasal 8 PERSYARATAN PERSONALIA 1. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai personalia badan pelayanan sinode adalah mereka yang memiliki pengetahuan, kemampuan, minat dan dedikasi di bidang pelayanan khusus atau tugas khususnya, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. 2. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota badan pelayanan sinode adalah anggota sidi, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus. 3. Yang dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengurus yayasan atau yang sejenisnya adalah anggota sidi dan, sesuai dengan kebutuhan, dimungkinkan juga anggota sidi gereja lain, yang tidak berada dalam penggembalaan khusus.



Pasal 9 PROSEDUR PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN 1. Pemilihan calon personalia badan pelayanan sinode dilakukan oleh: a. Majelis Sinode atau oleh formatir yang dibentuknya, b. Badan Pekerja Majelis Sinode atau oleh formatir yang dibentuknya. 2. Setelah yang bersangkutan menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan, Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan untuk mengesahkan struktur dan mengangkat personalia badan pelayanan sinode. 3. Personalia badan pelayanan sinode diangkat dengan surat pengangkatan oleh Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode. 4. Struktur dan personalia badan pelayanan sinode diwartakan dalam warta sinode.



!69



Pasal 10 MASA PELAYANAN 1. Masa pelayanan dari badan pelayanan sinode yang bersifat tetap adalah empat (4) tahun. Seseorang dapat menjadi personalia paling banyak dua (2) kali masa pelayanan berturut-turut. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk waktu sekurang-kurangnya satu (1) tahun. 2. Masa pelayanan dari badan pelayanan sinode yang bersifat sementara disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Apabila ada personalia badan pelayanan sinode yang tidak dapat melanjutkan tugasnya sebelum masa pelayanannya berakhir, badan pelayanan sinode dapat mencarikan penggantinya untuk diusulkan kepada dan diangkat oleh Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode. 4. Pada akhir masa pelayanannya, personalia badan pelayanan sinode diberhentikan dengan surat pemberhentian oleh Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode yang formulasinya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.



Pasal 11 RAPAT 1. Rapat badan pelayanan sinode diadakan sekurang-kurangnya empat (4) bulan sekali. 2. Apabila badan pelayanan sinode memiliki seksi, rapat badan pelayanan sinode bersama seksi diadakan sekurang-kurangnya satu (1) tahun sekali. 3. Rapat seksi diadakan sekurang-kurangnya empat (4) bulan sekali. 4. Dalam setiap rapat dibuat notula rapat.



Pasal 12 DANA DAN SARANA 1. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, badan pelayanan sinode dilengkapi dengan alat pendukung berupa dana dan sarana. 2. Dana dan sarana badan pelayanan sinode diperoleh dari: a. Majelis Sinode. b. Usaha-usaha badan pelayanan sinode sendiri yang tidak bertentangan dengan Firman Allah serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKI dan yang mendapat persetujuan Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode. c. Sumbangan-sumbangan atau hibah yang tidak mengikat. 3. Badan pelayanan sinode harus memiliki buku inventaris. 4. Pada akhir masa pelayanan, badan pelayanan sinode menyerahkan kembali dana dan sarananya kepada Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode. Hal ini tidak berlaku bagi yayasan dan yang sejenisnya.



Pasal 13 PERTANGGUNGJAWABAN 1. Badan pelayanan sinode memberikan laporan perkembangan pelayanan secara periodik dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode. 2. Badan pelayanan sinode mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Majelis Sinode atau Badan Pekerja Majelis Sinode pada setiap akhir program kerja tahunan dan akhir masa pelayanannya.



Pasal 14 PERATURAN KHUSUS UNTUK YAYASAN DAN YANG SEJENISNYA



!70



1. Pengangkatan, pertanggungjawaban dan masa pelayanan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 2. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga a. Yayasan atau yang sejenisnya menjalankan tugasnya menurut anggaran dasar yang dibuat oleh Badan Pekerja Majelis Sinode dan diaktakan di hadapan notaris. b. Anggaran dasar itu dilengkapi dengan anggaran rumah tangga yang dibuat oleh pengurusnya dan disahkan sesuai dengan ketentuan anggaran dasarnya. c. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. d. Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu dilakukan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. 3. Pembubaran yayasan atau yang sejenisnya hanya dapat dilakukan berdasarkan rapat badan pembina yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan Majelis Sinode. 4. Dalam rangka menjalankan tugasnya, yayasan atau yang sejenisnya dapat memiliki dana dan sarana 5. Penjualan dan pengalihan hak atas barang tidak bergerak hanya dapat dilakukan berdasarkan rapat pengurus yayasan atau yang sejenisnya serta mendapat persetujuan Badan Pekerja Majelis Sinode.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG TENAGA PELAYANAN GEREJAWI Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 106.6 dan Pasal 205



Pasal 1 SYARAT 1. Tenaga pelayanan gerejawi adalah seorang yang sudah menjadi anggota sidi GKI sekurangkurangnya dua (2) tahun, lulusan dari bidang studi teologi atau nonteologi yang mempunyai minat dan kemampuan di bidang pelayanan gerejawi yang khusus. Studi teologi yang dimaksudkan adalah studi teologi pada perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI, serta yang ditetapkan dan ditetapkan secara khusus oleh Majelis Sinode GKI, kecuali untuk bidang studi musik gerejawi. 2. Lulusan bidang studi teologi atau nonteologi yang dimaksud adalah sekurangnya dari jenjang strata satu. 3. Memiliki kemampuan khusus sesuai bidang tugasnya, yaitu melingkupi penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam hal ini, seorang tenaga pelayanan gerejawi diharapkan dapat menjalankan tugas sehari-hari maupun membuat



!71



perancangan program pelayanan untuk fungsinya yang mengacu pada strategi umum di Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode di mana ia melayani. Untuk memampukan seorang tenaga pelayanan gerejawi, maka selain pendidikan yang ia miliki, tenaga pelayanan gerejawi ini diwajibkan mengikuti bina kader dan pelatihan khusus untuk pra-jabatan tenaga pelayanan gerejawi. 4. Bersedia mendapatkan pembimbingan dari dan dalam komunikasi timbal balik dengan Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode. 5. Bersedia mengikuti program pengembangan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. 6. Bersedia untuk tidak memiliki pekerjaan tetap yang lain. Pasal 2 TUJUAN Pelayanan-pelayanan dalam bidang-bidang tertentu dalam lingkup Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode dapat dilaksanakan secara optimal dalam kerangka pembangunan gereja. Pasal 3 JENIS Jenis-jenis tenaga pelayanan gerejawi antara lain: 1. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang konseling. 2. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang musik gerejawi. 3. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang liturgi. 4. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang pelayanan anak. 5. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang pelayanan remaja. 6. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang pelayanan pemuda. 7. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang pelayanan dewasa. 8. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang pelayanan usia lanjut. 9. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang manajemen gerejawi. 10. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang informasi dan komunikasi. 11. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang publikasi dan literatur. 12. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang kesaksian dan pelayanan. 13. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang penelitian dan pengembangan. 14. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang pendidikan (sekolah, universitas, dll). 15. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang pelayanan kesehatan. 16. Tenaga pelayanan gerejawi di bidang sosial-kemasyarakatan. Pasal 4 TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG 1. Tenaga pelayanan gerejawi bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode untuk program kerja dalam bidang pelayanan dan kinerja pelayanannya. 2. Tenaga pelayanan gerejawi bertanggung jawab dan berwewenang untuk melaksanakan program kerja dalam pelayanannya sesuai dengan uraian tugasnya. Pasal 5 MASA PELAYANAN Masa pelayanan tenaga pelayanan gerejawi berakhir pada saat yang bersangkutan berusia enam puluh (60) tahun, kecuali: 1. Yang bersangkutan mengundurkan diri sebelumnya.



!72



2. Yang bersangkutan diberhentikan karena kinerjanya tidak memenuhi standar yang ditetapkan melalui dua (2) kali evaluasi. 3. Yang bersangkutan diberhentikan dalam proses penggembalaan khusus. 4. Tidak lagi menjadi anggota GKI. 5. Tidak lagi mampu melaksanakan tugasnya karena sakit atau cacat secara berturut-turut selama enam bulan. 6. Memiliki pekerjaan tetap yang lain. Pasal 6 EVALUASI KINERJA 1. 2. 3. 4.



Evaluasi kinerja dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja yang bersangkutan. Evaluasi kinerja dilakukan secara berkala setahun sekali. Evaluasi kinerja dilakukan lembaga yang dilayaninya. Hasil evaluasi kinerja digunakan untuk upaya-upaya peningkatan kinerja yang bersangkutan dan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan bagi yang bersangkutan untuk melayani pada lingkup dan tanggung jawab pelayanan yang lebih luas. Pasal 7 PROSEDUR PENGHENTIAN



1. Setelah kinerja pelayanan dari tenaga pelayanan gerejawi dievaluasi dan telah dilakukan dua (2) kali upaya peningkatan pelayanannya oleh Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode dan ternyata hasilnya tidak memenuhi standar, yang bersangkutan dihentikan sebagai tenaga pelayanan gerejawi. 2. Jika tenaga pelayanan gerejawi dihentikan, kepadanya diberikan tanda kasih berupa uang yang jumlahnya ditetapkan oleh Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 8 GAJI Seorang tenaga pelayanan gerejawi berhak mendapatkan gaji sesuai dengan Pedoman Penggajian Tenaga Pelayanan Gerejawi yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode. Pasal 9 PROSES PENETAPAN CALON TENAGA PELAYANAN GEREJAWI 1. Untuk calon dari jalur kader pendeta GKI a. Kader pendeta yang diberi kemungkinan dan berminat untuk menjadi tenaga pelayanan gerejawi menyampaikan keinginannya secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode meneruskan surat tersebut kepada Komisi Kependetaan Sinode untuk ditindaklanjuti. b. Komisi Kependetaan Sinode mengadakan percakapan dengan yang bersangkutan mengenai visi, minat, kemampuan, dan perencanaan pengembangan dirinya. c. Jika melalui percakapan tersebut Komisi Kependetaan Sinode berpendapat bahwa yang bersangkutan memenuhi persyaratan, Komisi Kependetaan Sinode menetapkan yang bersangkutan menjadi calon tenaga pelayanan gerejawi. d. Komisi Kependetaan Sinode melaporkan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode calon-calon tenaga pelayanan gerejawi dari jalur kader pendeta GKI yang sudah siap melayani.



!73



e. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis calon-calon tenaga pelayanan gerejawi yang sudah siap melayani kepada Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. 2. Untuk calon dari jalur nonkader pendeta GKI a. Seorang yang berminat untuk menjadi tenaga pelayanan gerejawi mengajukan lamaran secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan disertai rekomendasi dari Majelis Jemaat dari Jemaat di mana dia menjadi anggota. Badan Pekerja Majelis Sinode meneruskan surat tersebut kepada Komisi Kependetaan Sinode untuk ditindaklanjuti. b. Jika bidang pelayanannya dibutuhkan, Komisi Kependetaan Sinode mengadakan percakapan dengan yang bersangkutan mengenai visi, minat, kemampuan, dan perencanaan pengembangan dirinya. c. Jika melalui percakapan tersebut Komisi Kependetaan Sinode berpendapat bahwa yang bersangkutan memenuhi persyaratan, yang bersangkutan menjalani psikotes pada lembaga yang ditetapkan oleh Komisi Kependetaan Sinode. d. Jika yang bersangkutan dinyatakan lulus dalam psikotes, Komisi Kependetaan Sinode menetapkan yang bersangkutan menjadi calon tenaga pelayanan gerejawi. e. Komisi Kependetaan Sinode melaporkan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode calon-calon tenaga pelayanan gerejawi dari jalur nonkader pendeta GKI yang sudah siap melayani. f. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis calon-calon tenaga pelayanan gerejawi yang sudah siap melayani kepada Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. Pasal 10 PROSES PENETAPAN TENAGA PELAYANAN GEREJAWI 1. Tahap Pemilihan a. Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, atau Badan Pekerja Majelis Sinode yang membutuhkan tenaga pelayanan gerejawi mengajukan permintaan kepada Komisi Kependetaan Sinode dengan dilampiri uraian tugas dan spesifikasi kompetensi dari tenaga yang dibutuhkan. Lembaga yang meminta dapat menyampaikan usulan nama-nama calon kepada Komisi Kependetaan Sinode. b. Komisi Kependetaan Sinode merekomendasikan nama-nama calon kepada lembaga yang meminta. c. Lembaga yang meminta menentukan calon tenaga pelayanan gerejawi definitif berdasarkan rekomendasi dari Komisi Kependetaan Sinode. 2. Tahap Pra-Pelayanan a. Calon tenaga pelayanan gerejawi mengikuti Bina Kader I sesuai dengan jadwal yang ada. b. Calon tenaga pelayanan gerejawi menjalani masa pra-pelayanan pada lembaga yang meminta selama tiga (3) bulan sampai enam (6) bulan. Lembaga yang meminta menyediakan tim pendamping bagi calon. c. Pada akhir masa pra-pelayanan, lembaga yang meminta mengadakan evaluasi terhadap kinerja pelayanan calon sesuai dengan uraian tugas dan spesifikasi kompetensinya. d. Jika hasil evaluasi dinyatakan cukup, calon mengikuti Bina Kader II. e. Jika hasil evaluasi dinyatakan tidak cukup, hubungan pelayanan dengan calon dihentikan dan kepada yang bersangkutan diberi kemungkinan untuk mengikuti pencalonan kembali sebagai tenaga pelayanan gerejawi paling banyak dua (2) kali lagi pada lembaga yang berbeda. 3. Tahap Penetapan a. Jika evaluasi Bina Kader II dari calon dinyatakan cukup, Badan Pekerja Majelis Sinode mengangkat calon sebagai tenaga pelayanan gerejawi pada lembaga yang memintanya dengan surat keputusan. b. Tenaga pelayanan gerejawi dilantik dalam Kebaktian Minggu. Jika tenaga pelayanan gerejawi melayani pada lingkup Klasis, Sinode Wilayah, atau Sinode, maka Badan Pekerja Majelis Klasis



!74



yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode meminta salah satu Jemaat dalam lingkupnya untuk melaksanakan Kebaktian Pelantikan Tenaga Pelayanan Gerejawi dengan menggunakan Liturgi Pelantikan Tenaga Pelayanan Gerejawi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode. c. Jika evaluasi Bina Kader II dari calon dinyatakan tidak cukup, hubungan pelayanan dengan calon dihentikan dan kepada yang bersangkutan diberi kemungkinan untuk mengikuti pencalonan kembali sebagai tenaga pelayanan gerejawi paling banyak dua (2) kali lagi pada lembaga yang berbeda.



PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG TANGGUNG JAWAB BERSAMA JEMAAT UNTUK KLASIS, SINODE WILAYAH, DAN SINODE Rujukan: Tata Laksana GKI Pasal 207 Pasal 1 PENDAHULUAN 1. Kesatuan GKI secara menyeluruh dinampakkan dalam satu organisasi yang utuh. Karena itu, seharusnya GKI mengatur tanggung jawab bersama Jemaat untuk membiayai Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode secara seragam. 2. Dalam kenyataan, pengaturan keuangan secara seragam dari GKI yang meliputi tiga (3) Sinode Wilayah yang telah mempunyai sistem keuangannya masing-masing, tidaklah mudah dan memerlukan persiapan yang matang. Pada pihak lain, kebersamaan dari semua Jemaat GKI untuk membiayai Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode merupakan sebuah urgensi yang harus segera diwujudkan tanpa menunggu sistem yang seragam itu. 3. Karena itu, pengaturan tanggung jawab Jemaat untuk membiayai Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode dalam Pedoman Pelaksanaan ini merupakan sebuah sistem yang bersifat transisional. Dengan sistem transisional ini, kebersamaan Jemaat-jemaat itu sudah dapat diwujudkan secara optimal sambil mengunggu pengembangannya untuk menjadi sebuah sistem yang seragam dan permanen.



Pasal 2 BASIS



!75



Pengaturan tanggung jawab Jemaat untuk membiayai Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode berbasis pada sistem pengaturan tanggung jawab Jemaat untuk membiayai Klasis dan Sinode Wilayah yang ada dan berlaku pada ketiga Sinode Wilayah.



Pasal 3 PEMBIAYAAN UNTUK SINODE Dengan berbasiskan sistem keuangan Sinode Wilayah, biaya untuk Sinode yang menjadi tanggung jawab Jemaat-jemaat tetap dilihat sebagai satu bagian tersendiri yang dimasukkan sebagai sebuah pos khusus dalam biaya untuk Sinode Wilayah. Dengan demikian, biaya untuk Sinode Wilayah pada setiap Sinode Wilayah meliputi biaya untuk Sinode Wilayah itu sendiri ditambah dengan biaya untuk Sinode yang menjadi tanggung jawab Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan.



Pasal 4 PEMBAGIAN PERSENTASE Pembagian persentase biaya untuk Sinode di antara ketiga Sinode Wilayah ditentukan secara proporsional berdasarkan penerimaan dari Jemaat-jemaat sesuai dengan RAPB/RAPP dari setiap Sinode Wilayah dari tahun sebelumnya.



Pasal 5 PENETAPAN BESARAN BIAYA Besarnya biaya untuk Sinode ditetapkan berdasarkan program pelayanan Sinode dengan skala prioritas.



!76