Teknologi Bahan Konstruksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini sebagai salah satu syarat untuk kenaikan kepangkatan. Penulis menyadari kekurangan-kekurangan dalam penulisan ini, sehingga masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun cara penulisannya. Untuk itu saran dan kritikan diharapkan demi perbaikan tulisan ini agar mendekati kesempurnaan. Tidak lupa dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dan dukungan semua pihak, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.



Medan,



Mei 2011



Penyusun



i



DAFTAR ISI



Halaman Surat Pernyataan Perguruan Tinggi ..........................................



i



Kata Pengantar .............................................................................................



ii



Daftar Isi ........................................................................................................



iii



BAB I



PENDAHULUAN ..........................................................................



1



1.1.



Pengertian ..............................................................................



1



1.2.



Material Pembentuk Beton ....................................................



2



1.3.



Pengujian Sifat Mekanis Beton .............................................



6



BAB II BAHAN PENYUSUN BETON .....................................................



8



2.1.



Semen ....................................................................................



8



2.2.



Air .........................................................................................



13



2.3.



Agregat ..................................................................................



18



2.4.



Bahan Tambahan ...................................................................



22



2.5.



Beton .....................................................................................



23



BAB III TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI BETON ......................



44



3.1.



Umum ....................................................................................



44



3.2.



Pembuatan Beton ..................................................................



46



3.3.



Pemilihan metode komposisi campuran beton ......................



49



3.4.



Pencampuran Komposisi Beton yang Telah Dipersiapkan ...



51



3.5.



Perawatan Beton ....................................................................



53



3.6.



Pelaksanaan ...........................................................................



55



BAB IV VARIASI BETON .........................................................................



61



4.1.



Beton Mutu Tinggi ...............................................................



61



4.2.



Konsep Desain Campuran Beton Mutu Tinggi .....................



61



4.3.



Bahan Tambahan Mineral .....................................................



62



4.4.



Beton Prategang ....................................................................



65



4.5.



Pelaksanaan ...........................................................................



74



ii



BAB V PENGENDALIAN MUTU BETON ............................................



97



5.1.



Penerimaan bahan .................................................................



97



5.2.



Pengukuran dan Pembayaran ................................................



107



5.3.



Perkuatan Struktur Beton ......................................................



109



DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................



122



iii



BA B I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidrolis yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan (additive), yang membentuk massa padat. Semen dan air membentuk pasta yang akan mengisi rongga-rongga diantara agregat kasar dan agregat halus (pasir dan kerikil).



Gambar 1.1 Campuran Beton



Campuran unsur-unsur pembentuk beton harus ditetapkan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan beton segar (fresh concrete) yang mudah dikerjakan (workability) dan memenuhi kuat tekan rencana setelah beton mengeras (hardened concrete), serta cukup ekonomis.



1



1.2 Material Pembentuk Beton



1. Semen Semen adalah bahan hidrolis yang bertindak sebagai pengikat agregat. Hidrolis berarti jika semen bereaksi dengan air akan berubah menjadi pasta. Reaksi kimia antara semen dengan air akan menghasilkan panas dan sifat kekerasan pada pasta semen (proses hidrasi) dan membentuk suatu batuan massa dan tidak larut dalam air.



Pada zaman sekarang telah di temukan berbagai jenis semen dengan sifat-sifat karakteristik yang berbeda. Semen yang banyak digunakan pada struktur-struktur gedung dan jembatan adalah Semen Portland, yang ditemukan oleh JOSEPH ASPDIN pada tahun 1824. Semen dapat dibedakan dalam dua kelompok, ditinjau berdasarkan bahan pembentuk semen,yaitu : 1. Semen dari bahan klinker-semen-portland, seperti semen portland, semen portland abu terbang, semen portland berkadar besi, semen tanur tinggi, semen portland tras/pozzolan dan semen portland putih. 2. Semen-semen lain, seperti alumunium semen dan semen sulfat.



Dalam hal kecepatan dari perkembangan kekuatan, jenis – jenis semen dibedakan dalam tiga kelas, yakni : 1. Semen Kelas A : semen dengan kekuatan awal yang normal. 2. Semen Kelas B : semen dengan kekuatan awal tinggi. 3. Semen Kelas C : semen dengan kekuatan awal sangat tinggi.



Menurut ASTM, semen dapat diklasifikasikan atas lima tipe, yakni : 1. Semen Tipe I Semen tipe I dapat digunakan secara umum tanpa persyaratan khusus, yang biasanya digunakan untuk pembuatan beton pada konstruksi beton yang tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat lingkungan yang mengandung bahan-bahan sulfat dan perbedaan temperatur yang



2



ekstrim. Pemakaian semen tipe ini, umumya untuk kontruksi beton pada bangunan-bangunan seperti jalan, bangunan gedung, jembatan, tangki dan waduk. 2. Semen Tipe II Semen tipe II digunakan pada lingkungan sulfat sedang, untuk pencegah serangan sulfat dari lingkungan, seperti pada sistem drainase dengan kadar konsentrat yang tinggi dalam tanah. 3. Semen Tipe III Semen tipe III digunakan untuk mencapai waktu perkerasan yang cepat (high early strength portland cement). Pada umumya, waktu kekerasannya kurang dari seminggu. Semen tipe ini digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingya (cetakan beton) harus cepat dibuka dan akan segera dipakai. 4. Semen Tipe IV Semen ini adalah semen dengan panas hidrasi yang rendah, digunakan pada struktur-struktur dam dan bangunan-bangunan masif. Panas yang terjadi waktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi kebutuhan beton. 5. Semen type V Semen tipe V digunakan pada lingkungan sulfat yang tinggi (untuk penangkal sulfat), terutama pada tanah atau air tanah dengan kadar sulfat tinggi. 6. Semen putih Semen ini digunakan untuk pekerja-pekerja arsitektur serta keindahan dari struktur tersebut. Disamping jenis semen yang disebutkan di atas, terdapat juga jenis semen yang lebih khusus, seperti; 1. Semen untuk Sumur Minyak (Oil Well Cement) 2. Semen Kedap Air (Waterproof Portland Cement) 3. Semen Plastik (Plastic Cement) 4. Semen Ekspansif (Expansif Cement) 5. Regulated Set Cement



3



2. Agregat Agregat terbagi atas agregat halus dan agregat kasar. Agregat halus pada umumnya terdiri dari pasir atau partikel yang lewat saringan No. 4 mm, sedangkan agregat kasar tidak lewat saringan tersebut dan mempunyai ukuran maksimum 40 mm. Ukuran maksimum agregat kasar dalam struktur beton diatur dalam peraturan untuk kepentingan berbagai komponen. Namun pada dasarnya bertujuan agar agregat dapat masuk atau lewat diantara tulangan atau acuan.



Agregat halus dan agregat kasar merupakan bahan pengisi (filler) pada pembuatan beton. Pada umumnya, penggunan bahan agregat dalam adukan beton mancapai jumlah lebih kurang 70% – 80% dari seluruh volume massa padat beton. Untuk beton yang ekonomis, adukan harus dibuat sebanyak mungkin agregatnya. Agregat yang baik adalah yang tidak mengakibatkan reaksi kimia dengan unsur-unsur semen. Agregat halus seperti pasir harus mempunyai distribusi ukuran (gradasi) sedemikian rupa sehingga dapat meminimalkan ukuran rongga-rongga yang terdapat di antara agregat-agregat pada beton. Ini berarti dalam pembuatan beton, jumlah pasta semen yang diperlukan untuk mengisi rongga-rongga tersebut juga akan minimal.



Bahan agregat harus mempunyai cukup kekerasan, sifat kekal, tidak bersifat reaktif terhadap alkali dan tidak mengandung bagian-bagian kecil (< 70 micron) atau lumpur.



Agregat yang umum dipakai adalah pasir, kerikil dan batu- batu pecah. Pemilihan agregat tergantung dari : 1. Syarat -syarat yang ditentukan beton 2. Persediaan lokasi pembuatan beton 3. Perbandingan yanag telah ditentukan antara biaya dan mutu 4. Agregat tersebut harus bersih 5. Keras dan bebas dari sifat penyerapan secara kimia



4



6. Tidak bercampur dengan tanah liat atau lumpur 7. Distribusi/gradari ukuran agtregat memenuhi ketentuan yang berlaku



3. Air Untuk Adukan Beton Karena pengerasan beton berdasarkan reaksi antara semen dan air, maka sangat diperlukan pemeriksaan air yang akan digunakan pada adukan beton sudah memenuhi syarat-syarat tertentu. Air tawar yang dapat diminum tidak diragukan lagi dapat digunakan untuk air adukan beton, akan tetapi air yang dapat digunakan untuk adukan beton tidak berarti dapat diminum.



Air yang digunakan pada adukan beton harus bersih dan jernih. Jika terdapat banyak kotoran yang terapung, maka sebaiknya jangan digunakan. Disamping pemeriksaan visual, harus juga diamati apakah air tersebut tidak mengandung bahan perusak beton seperti fosfat, minyak, asam, alkali atau garam-garaman. Selain itu, air juga digunakan untuk perawatan beton setelah pengecoran, dengan cara membasahi beton dengan air terus menerus. Untuk benda uji beton , perawatan beton dilakukan dengan cara merendam benda uji beton yang baru dibuka dari cetakan. Keasaman air untuk perawatan tidak boleh PH > 6 dan juga tidak boleh terlalu sedikit mengandung kapur.



Nilai perbandingan antara berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan faktor air semen atau Water Cement Ratio (WC Ratio atau W/C). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, nilai W/C yang umum digunakan berkisar antara 0.40 – 0.60, tergantung dari mutu beton yang hendak dicapai. Mutu beton yang tinggi dapat diperoleh jika menggunakan nilai W/C yang rendah. Sedangkan untuk menambah daya workability (kelecakan, sifat mudah dikerjakan), diperlukan nilai W/C yang lebih tinggi.



5



1.3 Pengujian Sifat Mekanis Beton Pengujian sifat-sifat mekanis beton dan material pembentuk beton, dapat dilakukan di laboratorium dan di lapangan, sebagai berikut :



Pengujian Di Laboratorium 1. Pemeriksaan Material Pembentuk Beton a. Semen – Pemeriksaan Berat Jenis Semen – Pemeriksaan konsistensi Normal Semen Hidrolis – Penentuan Waktu Pengikatan dari Semen Hidrolis b. Agregat Halus dan Agregat kasar – Pemeriksaan Berat Volume Agregat – Analisis Saringan Agregat Kasar dan Agregat Halus – Pemeriksaan Bahan Lolos Saringan No. 200 (75 µm) – Pemeriksaan Kotoran Organik pada Agregat Halus – Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus – Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar dan Agregat Halus – Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Kasar – Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Halus 2. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) 3. Pelaksanaan Campuran Beton 4. Pemeriksaan Beton Segar (Fresh Concrete) a. Pemeriksaan Slum Beton (Concrete Slump Test) b. Pemeriksaan Kadar Air Beton (Concrete Air Content Test) 5. Pemeriksaan Beton Keras (Hardened Concrete) a. Pemeriksaan Berat Volume Beton (Volumetric Weight) b. Pemeriksaan Kuat Tekan Beton (Compression Strength) c. Pemeriksaan Modulus Elastisitas (Modulus of Elasticity)dan Angka Perbandingan Poisson (Poisson’s Ratio) d. Pemeriksaan Kuat Tarik Belah (Splitting Test) e. Pemeriksaan Kuat Lentur (Flexural Strength)



6



f. Pemeriksaan Daktilitas (Flexural Toughness) 6. Pemeriksaan Kuat Tarik Tulangan Baja



Pengujian Di Lapangan 1. Core Drill 2. Hammer Test



7



BAB II BAHAN PENYUSUN BETON 2.1. Semen Beton tersusun dari bahan penyusun utama yaitu semen, agregat, dan air. Jika diperlukan biasanya dipakai bahan tambahan (admixture). Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Semen berfungsi sebagai perekat agregat dan juga sebagai bahan pengisi. Pada umumnya beton mengandung rongga udara sekotar 1% - 2%, pasta semen (air semen) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan hasil yang baik dari kekuatan, sifat, dan karakteristik dari masing-masing penyusun tersbeut perlu dipelajari. Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan ( Peraturan Umum Beton Indonesia 1982 ). Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Perekatan ini terjadi akibat karena adanya reaksi semen dengan air yang sering dikenal dengan istilah proses hidrasi beton.



2.1.1. Jenis Semen Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Semen non-hidrolik Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama adalah kapur. 2. Semen hidrolik



8



Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh : 1) Kapur hidrolik, sebagian besar (65% - 75%) bahan kapur hidrolik terbuat dari baru gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikatnya berupa silika, alumina, magnesia, dan oksida besi. 2) Semen pozollan, sejenis bahan yang menandung silisium atau aluminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen. 3) Semen terak, semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Sekitar 60% beratnya berasal dari terak tanur tinggi. Campuran ini biasanya tidak dibakar. Jenis semen terak ada dua yaitu : a. Bahan yang dapat digunakan sebagai kombinasi portland cement dalam pembuatan beton dan sebagai kombinasi dalam dalam pembuatan adukan tembok, b. Bahan yang mengandung bahan pembentuk berupa udara, yang digunakan seperti halnya jenis pertama. 4) Semen



alam,



dihasilkan



melalui



pembakaran



batu



kapur



yang



mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran kemudian digiling menjadi serbuk halus. Semen alam dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. Semen alam yang digunakan bersama-sama dengan portland cement dalam suatu konstruksi, b. Semen alam yang telah dibubuhi bahan pembantu, yaitu udara yang fungsinya sama dengan jenis pertama. 5) Semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersamasama dengan bahan utamanya. 6) Semen dengan bahan-bahan yang bersifat pozoland seperti terak tanur tinggi dan hasil residu. 7) Semen putih. 8) Semen alumnia.



9



Tabel 2.1. Klasifikasi Semen



10



Tabel 2.2. Jenis Semen Portland Dan Penggunaannya



Tabel 2.3. Komposisi Dan Kehalusan Semen



11



Untuk mempertahankan mutu semen tetap baik, penyimpanan semen harus dilakukan sebagai berikut: •



Semen disimpan di ruangan yang kering dan tertutup rapat.







Semen ditumpuk dengan jarak setinggi minimum 0,50 meter dari lantai ruangan, tidak menempel/melekat pada dinding ruangan dan maksimum setinggi 10 zak semen (sketsa).







Tumpukan zak semen disusun sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perputaran udara di antaranya dan mudab untuk diperiksa.







Semen dari berbagai-bagai jenis/merk harus disimpan secara terpisah, sehingga tidak mungkin tertukar dengan jenis/merk yang lain.







Apabila mutu semen diragukan atau telah disimpan 2 bulan, maka sebelum digunakan harus diperiksa terlebih dahulu bahwa semen tersebut masih memenuhi syarat.







Pada penggunaan semen curah, suhu semen harus kurang dari 70o C disertai pendinginan air dan agregat.



Gambar 2.1. Gudang penyimpanan semen.



12



2.2. Air



13



Air yang diperlukan untuk beton dipengaruhi oleh :



14



Syarat kimia air :



15



Air merupakan salah satu komponen dalam campuran pembuatan beton. Untuk itu perlu dipilih air sedemikian sehingga dapat menghasilkan campuran yang berkualitas. Adapun persyaratan air dalam pembuatan beton antara lain : 1. Air



yang



digunakan



untuk



pembuatan



beton



harus



bersih,



tidak



boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam. Zat organik atau bahanbahan lain yang dapat merusak beton dan atau baja tulangan. Air tawar yang umumnya dapat diminum baik air yang telah diolah diperusahaan air minuin maupun tanpa diolah dapat dipakai untuk pembuatan beton. 2. Air yang dipergunakan untuk pembuatan beton pratekan dan beton yang didalamnya akan tertanam logam aluminium serta beton bertulang tidak boleh mengandung sejumlah ion khlorida. Sebagai pedoman, kadar ion khlorida (Cl) tidak melaMPaui 500 mg per liter air. Didalam beton ion khlorida dapat berasal dari air, agregat dan bahan tambahan (admixture) dan biasanya total khlorida maksimum (dalam % terhadap berat semen) yang diisyaratkan adalah: Beton pratekan 0,06%, beton bertulang yang selamanya berhubungan dengan khlorida 0,15%, Beton bertulang yang selamanya kering atau terlindung dari basah 1,00%, Konstruksi beton bertulang lainnya 0,30%. 3. Air tawar yang tidak dapat diminum tidak boleh dipakai untuk pembuatan beton kecuali dapat dipenuhi ketentuan – ketentuan berikut: Pemilihan campuran beton



yang



akan



dipakai



didasarkan



kepada



campuran



beton



yang



mempergunakan air dari sumber yang sama yang telah menunjukkan bahwa mutu beton yang diisyaratkan dapat dipenuhi. Dilakukan percobaan perbandingan antara mortar yang memakai air tersebut dan mortar yang memakai air tawar yang dapat diminum atau air suling. Untuk ini dibuat kubus uji mortar berukuran sisi 50 mm dengan cara sesuai dengan ASTM C 109. Air tersebut dapat dipakai untuk pembuatan beton apabila tekan mortar yang memakai air tersebut pada umur 7 hari dan umur 28 hari paling sedikit adalah 90 % dari kuat tekan mortar yang memakai air tawar yang dapat diminum atau air sulung. Air yang berasal dari sumber alam tanpa pengolahan, sering mengandung bahan – bahan organik dan zat-zat yang mengandung seperti lempung/tanah liat, minyak



16



dan pengotoran lain yang berpengaruh buruk kepada mutu dan sifat beton. Ion-ion utama yang biasanya terdapat dalam air adalah kalsium, magnesium, natrium, kalium, sulfat, khlorida, nitrat dan kadang-kadang karbonat. Air yang mengandung ion-ion tersebut dalam jumlah gabungan sebesar tidak lebih dari 2000 mg perliter pada umumnya baik untuk beton. Syarat – syarat air untuk campuran : 1. Kadar Clorida < 500 ppm. 2. Kadar SO4 < 1000 ppm. 3. Kadar Fe < 40000 ppm 4. Kadar Na2 CO3 & K2 CO3 < 1000 ppm 5. Kadar CaCO3 & MgO < 400 ppm. 6. Zat memadat < 2000 ppm. Pengaruh kandungan asam dalam air terhadap kualitas mortar dan beton : a) Mortar atau beton dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam, b) Serangan asam pada mortar dan beton akan mempengaruhi ketahanan pasta tersebut. Pengaruh pelarut Carbonat, Pelarut Carbonat akan bereaksi dengan Ca(OH)7 membentuk CaCO3 dan akan bereaksi lagi dengan pelarut carbonat membentuk calcium bicarbonat yang sifatnya larut dalam air, akibatnya mortar atau beton akan terkikis dan cepat rapuh. Pengaruh bahah padat, bahan padat bukan pencampur mortar atau beton. Air yang mengandung bahan padat atau lumpur, apabila dipakai untuk moncampur semen dan agregat maka terjadinya pasta tidak sempurna. Agregat dilapisi dengan bahan padat, tidak terikat satu sama lain. Akibatnya agregat akan lepas-lepas dan mortar atau beton tidak kuat. Pengaruh



kandungan



minyak,



air



yang



mengandung



minyak



akan



mengakibatkan emulsi apabila dipakai untuk mencampur semen. Agregat akan dilapisi minyak berupa film, sehingga agregat kurang sempurna ikatannya satu sama lain. Agregat bisa lepas – lepas dan mortar atau beton tidak kuat.



17



Pengaruh air laut, Air laut tidak boleh dipakai sebagai media pencampur semen karena pada permukaan mortar atau beton akan terlihat putih-putih yang sifatnya larut dalam air, sehingga lama-lama terkikis dan mortar atau beton menjadi rapuh.



2.3. Agregat Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku besi, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan. Sifat penting agregat adalah kekuatan hancur dan kekuatan terhadap benturan, agregat yang baik harus keras, kuat, dan ulet. Kekuatannya harus melebihi kekuatan pasta semen yang telah mengeras. Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu : a. Agregat Kasar Agregat kasar mempunyai ukuran butir 5 mm- 40 mm. Agregat ini dapat berupa kerikil hasil desintregasi alami dari batuan atau dari pemecahan batuan besar menjadi ukuran yang lebih kecil ( batuan pecah ). Sifat dari agregat kasar sangat mempengaruhi kualitas akhir dari beton yang dihasilkan, seperti kekuatan beton, daya tahan terhadap cuaca dan efek perusak lainnya. b. Agregat Halus Agregat halus mempunyai ukuran butiran yang lebih kecil dari 5 mm dan lebih besar dari 0,075 mm. agregat halus beton dapat berupa pasir alami ataupun pasir buatan yang diperoleh dari hasil mesin pemecah batu.



18



Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik, sesuai dengan ketentan standar analisis yang berlaku.



Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan menghasilkan pasta untuk mengikat butiran-butiran agregat menjadi suatu benda yang utuh, homogen, rapat serta mempunyai kekerasan dan kekuatan bila sudah kering. Selain itu menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya 25 % berat semen, namun dalam kenyaataannya nilai faktor air semen yang dapat dipakai harus melebihi 0,35. Kelebihan ini dipakai sebagai pelumas. Namun kelebihan ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan menurun serta akan terjadi penyusutan yang besar, selain itu air yang berlebih bersama-sama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan membentuk satu lapisan tipis yang dikenal dengan laitance ( selaput tipis ). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antar lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Bila jumlah air yang digunakan terlalu sedikit akan mempengaruhi kesempurnaan reaksi hidrasi dan proses pengerjaan (workability) yang sulit dalam pengadukan. c. Agregat untuk perkerasan kaku Persyaratan Muta dan Gradasi Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut seperti pada tabel 2.4 dan tabel 2.4. 1) Persyaratan Ukuran Agregat Kasar Agregat kasar terdiri dari kerikil atau batu pecah yang mempunyai ukuran butir 10, 20 dan 40 mm dengan perbandingan dan berat ideal adalah sebagai berikut : Fraksi 10 min : Fraksi 20 nmm = 1: 2 Fraksi 10 mm : Fraksi 20 : Fraksi 40 mm = 1 : 1'/2 : 3. 2) Persyaratan Ukuran Maksimun Agregat Ukuran maksimum agregat harus lebih kecil atau sama dengan '/3 tebal pelat dan lebih kecil atau sama dengan 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan.



19



Cara Pengelolaan Agregat harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mencegah pemisahan butir/agregat, penurunan mutu, pengotoran atau pencampuran antar fraksi dan jenis yang berbeda.



Tabel 2.4. Persyaratan Mutu



CATATAN : - Pemeriksaan I perlu - Pemeriksaan I tidak selalu perlu dapat diambil angka rata-rata



20



- Pemeriksaan II perlu, bila pemeriksaan visual meragukan - Pemeriksaan II' perlu bila pemeriksaan II tidak mernenuhi - Perneriksaan III perlu bila pemeriksaan II' tidak mernenuhi - Pemeriskaan 1V perlu bila terdapat bahan kimia reaktif dalam agregat - Pengambilan benda uji agregat secara acak & sesuai dengan yang digunakan dalam pelaksanaan.



Tabel 2.5 : Persyaratan Gradasi Agregat Halus



Catatan: - Zone 2-3 merupakan gradasi umum agregat halus dalam pelaksanaan *) Untuk pasir buatan (Abu batu) diizinkan sampai 0-20%. Tiap fraksi agregat, harus disimpan secara terpisah. Apabila diperlukan pengoperasian peralatan di atas tumpukan, maka seluruh jalan untuk peralatan yang melalui tumpukan harus ditutup dengan terpal atau papan. Apabila ada bahan yang mengalami pemisahan butir, penurunan mutu, atau pengotoran, maka sebelum digunakan bahan tersebut harus diperbaiki dengan cara pencampuran dan



21



pengayakan ulang, pencucian atau cara-cara lainnya. Pada waktu agregat dimasukkan ke dalam mesin pengaduk, agregat tersebut harus mempunyai kadar air yang seragam. Pembahasan agregat kering sebelum penimbangan yang kurang teliti akan mengakibatkan varian kadar air. Bila pembasahan dilakukan secara teliti, maka variasi kadar air serta penyerapan yang berlebihan akan dapat dikruangi.



2.4. Bahan Tambahan Tabel 2.6. Beberapa jenis dan kegunaan bahan tambah



22



Sebelum penggunaan salah satu bahan tambah perlu diadakan pencobaan lapangan atau laboratorium untuk membuktikan bahwa bahan



tambah



bersangkutan betul betul memberikan pengaruh sesuai yang diinginkan. Penemuan jenis dan jumlah bahan tambah yang digunakan harus dengan persetujuan ahli yang berwenang.



2.5. Beton Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu yang kemudian membentuk massa yang padat. Dari bahan-bahan pembentuk beton tersebut semen merupakan bahan yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat (Wang, 1993). Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystal sehingga membentuk gel semen yang mempunyai kuat desak tinggi apabila mengeras. (Nawy, 1990) Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul dalam sistem (Istimawan, 1999). Beton bertulang merupakan beton yang diberikan tulangan baja, dimana tulangan baja tersebut dimaksudkan sebagai penahan gaya tarik karena beton mempunyai kuat tarik yang relatif kecil dibandingkan dengan tulangan baja.



23



Kombinasi demikian akan sangat meningkatkan kapasitas penampang beton (Kusuma dan Vis, 1994). Pada balok bertulang berlubang (web openings) akan terjadi pengurangan kapasitas lentur dan geser karena pengurangan dimensi penampang. Untuk itu diperlukan analisis yang tepat untuk mengetahui kapasitas nominal dari penampang tersebut (Jencinas,2003). Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) dengan perbandingan tertentu. Campuran tersebut bila dituangkan ke dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batu. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya. Beton yang sudah keras dapat dianggap sebagai batu tiruan. Dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir), dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen). Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiranbutiran agregat halus juga bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak/padat.(Kardiyono, 1996)



24



2.5.1. Material Pembentuk Beton Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolis lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan lainnya (yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia, tambahan serat sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Apabila campuran tersebut bilamana dituang ke dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batu. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya. Beton yang keras dapat dianggap sebagai batu tiruan, dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir) dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen). Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat sebagai perekat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak atau padat. Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat-sifat bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama proses pengerasan. Untuk memperoleh mutu beton yang dikehendaki pada penggunaan yang khas maka perlu dipilih material pembentuk beton yang sesuai dan dicampur dengan proporsi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku. Dengan demikian untuk mendapatkan suatu kekuatan beton tertentu diperlukan



25



ketepatan dalam pemilihan mutu bahan pembentuk beton serta komposisi masingmasing bahan. Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar kondisi permukaan beton segar selalu lembab, sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Perawatan beton sangat diperlukan untuk menjaga agar proses hidrasi semen dapat berlangsung dengan sempurna sehingga diperoleh mutu beton sesuai dengan yang diharapkan. Perawatan yang dimaksudkan disini adalah perawatan beton setelah pencetakan, dan yang perlu dilakukan adalah tidak melakukan



gerakan



apapun



terhadap



beton



yang dicetak



yang



dapat



mengakibatkan terganggunya proses pengerasan selama waktu 24 jam. Selama proses pengerasan akan timbul panas yang diakibatkan oleh reaksi kimia antara semen dengan air (proses hidrasi), ditambah dengan suhu lingkungan yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya penguapan air dari campuran beton. Terjadinya penguapan air yang berlebih dari campuran beton akan menyebabkan proses pengerasan tidak sempurna dan mutu beton yang diperoleh tidak sesuai dengan mutu beton yang direncanakan. Tujuan dari perawatan beton adalah : a. Melindungi beton yang masih segar dari segala gerakan dan tekanan dari luar yang akan mengganggu proses pengerasan beton. b. Menjaga tersedianya air yang cukup selama proses hidrasi semen. c. Melindungi beton dari peningkatan suhu akibat reaksi hidrasi yang berkembang selama proses pengerasan. d. Melindungi beton dari pengeringan yang terlalu cepat yang mengakibatkan retak-retak pada permukaan, sehingga dapat mengurangi kekuatan beton.



26



Akibat temperatur yang tinggi dapat mempengaruhi beton dalam keadaan basah, yang mengakibatkan beberapa kerugian, yaitu : 1. Kekuatannya berkurang. 2. Terjadinya penyusutan awal yang besar. 3. Berkurangnya sifat ketahanan pada beton. Perawatan yang baik akan memperbaiki kualitas beton. Kondisi perawatan dengan air yang umum digunakan adalah dengan membasahi permukaan beton secara terus-menerus dan merendam atau menggenangi permukaan beton dengan air, hal ini efektif untuk menurunkan temperature serta mengurangi penguapan air akibat proses hidrasi semen. Reaksi hidrasi semen mulai berjalan 45 menit setelah tercampur dengan air dan itu terjadi di luar partikel semen, sedangkan bagian dalam beton yang belum mengalami hidrasi akan terus menyerap air. Untuk itu harus dijamin adanya air yang memungkinkan terjadinya proses hidrasi berjalan terus. Apabila air campuran sesuai fas yang ada habis, maka air perawatan dapat digunakan untuk proses selanjutnya.



2.5.2. Kuat Desak Beton



Kuat desak beton adalah besarnya beban per satuan luas , yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan gaya desak tertentu, yang dihasilkan oleh mesin desak. (SK SNI – 14 – 1989 – F) Kuat desak beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat halus, agregat kasar, air, dan berbagai jenis campuran. Perbandingan air



27



terhadap semen merupakan faktor utama dalam penentuan kuat desak beton (Wang dan Salmon.,1993). Beton relatif kuat menahan tekan. Keruntuhan beton sebagian disebabkan karena rusaknya ikatan pasta dengan agregat. Besarnya kuat desak beton dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat batas beton. 2. Jenis dan lekuk-lekuk miring bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan agregat kerikil pecah akan menghasilkan beton dengan kuat desak maupun kuat tarik yang lebih besar dari pada kerikil halus dari sungai. 3. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40 % dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan adalah hal yang sangat penting pada pekerjaan di lapangan dan pada pembuatan benda uji. 4. Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat hancur akan tetap rendah untuk waktu yang lama. 5. Umur pada keadaan yang normal, kekuatan beton bertambah dengan bertambahnya umur, tergantung pada jenis semen, misalnya semen dengan kadar alumina yang tinggi menghasilkan beton yang kuat hancurnya pada 24 jam sama dengan semen Portland biasa pada 28 hari. Pengerasan berlangsung terus secara lambat sampai beberapa tahun (Murdock., Brook., 1991).



28



Nilai kuat desak beton didapat melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban desak bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton (diameter 150 mm tinggi 300 mm) sampai hancur. Kuat desak masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan desak tertinggi (f’c) yang dicapai benda uji pada umur 28 hari akibat beban desak selama percobaan. Kuat desak beton diwakili oleh tegangan desak maksimum f’c dengan satuan MPa (Mega Pascal). Kuat desak beton umur 28 hari berkisar antara 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang umumnya menggunakan beton dengan kuat desak 17 – 30 MPa, sedang untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat desak lebih tinggi, berkisar 30 – 45 MPa.



2.5.3. Kuat Geser Beton Retak miring akibat geser di badan balok beton bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan proses retak lentur yang mendahuluinya. Retak balok yang sebelumnya tidak mengalami retak lentur dinamakan retak geser badan. Retak geser badan juga dapat terjadi di sekitar titik balik lendutan atau pada tempat terjadi penghentian tulangan balok struktur bentang menerus. (Istimawan,1999) Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh geser sangat berbeda dengan keruntuhan karena lentur. Balok tersebut akan hancur tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. Juga retak diagonalnya lebih lebar dibandingkan retak lentur .(Nawy, 1990)



29



Tarik diagonal merupakan penyebab utama dari retak miring. Dengan demikian keruntuhan di dalam balok yang lazimnya disebut sebagai “keruntuhan geser (shear failure)” sebenarnya adalah keruntuhan tarik di arah retak miring. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan geser dan pembentukan dari retakretak miring adalah begitu banyak dan rumit sehingga suatu kesimpulan yang pasti mengenai mekanisme yang betul dari retak miring akibat geser yang tinggi sangat sukar diterapkan. (Wang dan Salmon,1990) Kegagalan balok tanpa penulangan geser terjadi pada keadaan yang beragam. Pada dasarnya terdapat tiga macam keruntuhan, yaitu : a. Keruntuhan lentur Terjadi pada perbandingan a/d lebih besar dari 5,5 untuk beban terpusat dan melebihi 15 untuk beban terdistribusi. Apabila beban terus bertambah, retak awal yang sudah terjadi akan semakin lebar dan panjang. b. Keruntuhan tarik diagonal Terjadi pada perbandingan a/d bervariasi antara 2,5 dan 5,5 untuk beban terpusat. Balok tersebut termasuk balok kelangsingan menengah. Retak mulai terjadi di tengah bentang, berupa retak halus yang diakibatkan oleh lentur. Hal ini diikuti oleh rusaknya lekatan antara tulangan dengan beton di sekitarnya. c. Keruntuhan geser Terjadi pada perbandingan a/d antara dari 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang dari 5 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak lentur halus vertikal di tengah bentang dan tidak terus menjalar, karena terjadi kehilangan lekatan antara tulangan longitudinal dengan beton di sekitar perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring



30



yang lebih curam daripada retak diagonal tarik secara tiba-tiba dan menjalar menuju sumbu netral. P a d



(a) P a d lc 1,5d



(b) P a d lc (c) Gambar 2.2. Ragam keruntuhan sebagai fungsi dari kelangsingan balok : (a) keruntuhan lentur; (b) keruntuhan tarik diagonal; (c) keruntuhan geser tekan (Nawy, 1990)



Retak miring akibat geser di dalam balok beton bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan



31



proses retak lentur yang mendahuluinya. Retak miring pada balok yang sebelumnya tidak mengalami retak lentur dinamakan retak geser badan. (Istimawan, 1993) Retak geser badan jarang dijumpai dalam balok beton bertulang biasa dan terjadi di dalam balok beton berbentuk I dan berbadan tipis dan flens yang lebar. (Wang, 1990). Transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang terjadi dengan suatu kombinasi antara beberapa mekanisme sebagai berikut : 1. Perlawanan geser dari beton yang belum retak, Vcz. 2. Gaya ikat (interlock) antara agregat ( atau transfer geser antar permukaan ), Va dalam arah tangensial sepanjang suatu retak yang serupa dengan gaya gesek akibat saling ikat yang tidak teratur dari agregat sepanjang permukaan kasar dari beton pada masing-masing pihak yang retak. 3. Aksi pasak (dowel action) Vd, sebagai perlawanan dari penulangan longitudinal terhadap gaya transversal. 4. Aksi pelengkung (arch section) pada balok yang relatif tinggi. 5. Perlawanan tulangan geser Vs, dari sengkang vertikal atau miring ( yang tidak ada pada balok tanpa tulangan geser ). (Wang, 1990)



32



Lengan,



Va = gaya saling ikat agregat(geser) permukaan) C Vcz = tahanan geser



T Vd = gaya pa sak s z



Gambar 2.3. Redistribusi perlawanan geser sesudah terbentuknya retak miring



Seperti halnya pada pengujian kuat lentur beton, pengujian kuat geser juga menggunakan balok sebagai benda uji. Caranya adalah dengan membuat balok dengan desain sedemikian rupa sehingga nantinya setelah dibebani akan terjadi keruntuhan geser, yang ditandai dengan retaknya balok pada posisi dari tumpuan sampai sekitar ¼ L dari tumpuan dengan bentuk miring mulai dari serat tepi bawah terus menjalar ke atas dengan arah menuju titik tempat beban terpusat dengan membebaninya. Untuk mendapatkan



balok semacam ini perlu



perencanaan, baik dengan balok beton bertulang maupun tidak bertulang. Untuk balok beton tidak bertulang dengan memperkecil rasio a/d sampai angka tertentu sehingga balok akan runtuh lebih dahulu karena gaya lintang sebelum mencapai P yang diperlukan untuk meruntuhkan balok tersebut akibat lentur. Dapat juga dengan balok beton bertulang dengan memperhitungkan penulangannya sedemikian rupa dibuat tulangan yang menahan momen jauh lebih kuat dari kekuatan geser balok itu sendiri sehingga keruntuhan yang dihasilkan berupa keruntuhan geser.



33



Besarnya P pada saat keruntuhan geser itulah yang diperhitungkan sebagai kekuatan geser balok beton.



2.5.4. Kuat Geser Balok Beton Berlubang pada Badan dengan variasi perkuatan Pengurangan kapasitas geser akibat pengurangan dimensi penampang akan terjadi pada balok beton bertulang berlubang, oleh sebab itu penelitian laboratorium dengan menguji langsung model balok beton bertulang juga menjadi hal yang penting guna menambah pengetahuan kita tentang balok beton bertulang berlubang. Lubang dibuat tegak lurus penampang beton berada di tengah-tengah daerah geser berbentuk segi empat dimensi lubang 7.5 cm X 7.5 cm dengan variasi perkuatan antara lain : a. Plat Baja Perkuatan ini berbentuk balok persegi dibuat dari plat baja dengan ketebalan 0.2 mm yang dipasang pada setiap sisi lubang bagian dalam dengan dimensi 7.5 cm x 7.5 cm x 15 cm. b. Baja Siku Perkuatan ini mengunakan baja siku L 25 x 25 x 0.2 mm dengan panjang 15 cm yang dipasang pada setiap sisi siku lubang. Untuk membuat perkuatan tersebut menyatu dengan beton pada sisi luar baja siku diberi baut yang panjangnya 2 cm dengan mengunakan las. c. Sengkang



34



Perkuatan ini dibuat dengan mengunakan sengkang yang berdimensi 10 x 10 cm dan berdiameter 6 mm, perkuatan ini dipasang pada sisi kiri dan kanan lubang dengan jarak dari sisi terluar 2.5 cm. Berikut ini adalah gambar dari model balok bertulang berlubang pada badan. :



A



A Lubang segi empat



Tulangan baja



Gambar 2.4 Model balok berlubang



25 cm 7.5 cm



6 cm



15 cm Gambar 2.5 Penampang potongan A-A Pekerjaan yang disyaratkan dalam Seksi ini mencakup pelaksanaan seluruh struktur beton bertulang, beton tanpa tulangan, beton prategang, beton pracetak dan beton untuk struktur baja komposit, sesuai dengan Spesifikasi dan Gambar Rencana atau sebagaimana yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.



35



Pekerjaan ini meliputi pula penyiapan tempat kerja untuk pengecoran beton, pengadaan penutup beton, lantai kerja dan pemeliharaan pondasi seperti pemompaan atau tindakan lain untuk mempertahankan agar pondasi tetap kering.



Mutu beton yang digunakan pada masing-masing bagian dari pekerjaan dalam Kontrak harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Mutu beton yang digunakan dalam Kontrak ini dibagi sebagai berikut Tabel 2.7. Mutu Beton dan Penggunaan Jenis Beton



Mutu tinggi



fc’



σbk’



(MPa)



(Kg/cm2)



35 – 65



K400 – K800



Uraian



Umumnya digunakan untuk beton prategang seperti tiang pancang beton prategang, gelagar beton prategang, pelat beton prategang dan sejenisnya.



Mutu sedang



20 – < 35



K250 – 35



10



(a) Nilai hasil uji tekan satupun tidak boleh mempunyai nilai di bawah 0,85 fc’. (b) Bila salah satu dari kedua syarat tersebut di atas tidak dipenuhi, maka harus diambil langkah untuk meningkatkan rata-rata dari hasil uji kuat tekan berikutnya, dan langkah-langkah lain untuk memastikan bahwa kapasitas daya dukung dari struktur tidak membahayakan. (c) Bila dari hasil perhitungan dengan kuat tekan menunjukkan bahwa kapasitas daya dukung struktur berkurang, maka diperlukan suatu uji bor (core drilling) pada daerah yang diragukan berdasarkan aturan pengujian yang berlaku. Dalam hal ini harus diambil paling tidak 3 (tiga) buah benda uji bor inti pada daerah yang tidak membahayakan struktur untuk setiap hasil uji tekan yang meragukan atau terindikasi bermutu rendah seperti disebutkan di atas. (d) Beton di dalam daerah yang diwakili oleh hasil uji bor inti bisa dianggap secara struktural cukup baik bila rata-rata kuat tekan dari ketiga benda uji bor inti tersebut tidak kurang dari 0,85 fc’, dan tidak satupun dari benda uji bor inti yang mempunyai kekuatan kurang dari 0,75 fc’. Dalam hal ini, perbedaan umur beton saat pengujian kuat tekan benda uji bor inti terhadap umur beton yang disyaratkan untuk penetapan kuat tekan beton (yaitu 28 hari, atau lebih bila disyaratkan), perlu diperhitungkan dan dilakukan koreksi dalam menetapkan kuat tekan beton yang dihasilkan. Pengujian Tambahan Penyedia Jasa harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir,



105



sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi : (a) Pengujian yang tidak merusak menggunakan alat seperti Impact Echo, Ultrasonic Penetration Velocity atau perangkat penguji lainnya (hasil pengujian tidak boleh digunakan sebagai dasar penerimaan); (b) Pengujian



pembebanan



struktur



atau



bagian



struktur



yang



dipertanyakan; (c) Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton; (d) Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan. e)



Perbaikan Atas Pekerjaan Beton Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi kriteria toleransi yang disyaratkan dalam Pasal 3.1.2.3), atau yang tidak memiliki permukaan akhir yang memenuhi ketentuan, atau yang tidak memenuhi sifat-sifat campuran yang disyaratkan dalam Pasal 3.1.4.1).a), harus mengikuti petunjuk yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan antara lain : (a) Perubahan proporsi campuran beton untuk sisa pekerjaan yang belum dikerjakan; (b) Penanganan pada bagian struktur yang hasil pengujiannya gagal; (c) Perkuatan, pembongkaran atau penggantian sebagian atau menyeluruh pada bagian pekerjaan yang memerlukan penanganan khusus. Bilamana terjadi perbedaan pendapat dalam hal mutu pekerjaan beton atau adanya keraguan dari data pengujian yang ada, Direksi Pekerjaan dapat meminta Penyedia Jasa melakukan pengujian tambahan seperti dijelaskan dalam pasal 3.1.4.3).d).(3) yang diperlukan untuk menjamin bahwa mutu pekerjaan yang telah dilaksanakan dapat dinilai dengan adil dengan meminta pihak ketiga untuk melaksanakannya. Perbaikan atas pekerjaan beton yang retak atau bergeser sesuai dengan ketentuan Pasal 3.1.3. dari Spesifikasi ini. Penyedia Jasa harus mengajukan detail rencana perbaikan untuk mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum memulai pekerjaan.



106



5.2. Pengukuran dan Pembayaran 1) Pengukuran a)



Cara Pengukuran Beton akan diukur dengan jumlah meter kubik pekerjaan beton yang digunakan dan diterima sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan pada Gambar Kerja atau yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Tidak ada pengurangan yang akan dilakukan untuk volume yang ditempati oleh pipa dengan garis tengah kurang dari 20 cm atau oleh benda lainnya yang tertanam seperti "water stop", baja tulangan, selongsong pipa (conduit) atau lubang sulingan (weephole). Tidak ada pengukuran tambahan atau yang lainnya yang akan dilakukan untuk acuan, perancah untuk balok dan lantai pemompaan, penyelesaian akhir permukaan, penyediaan pipa sulingan, pekerjaan pelengkap lainnya untuk penyelesaian pekerjaan beton, dan biaya dari pekerjaan tersebut telah dianggap termasuk dalam harga penawaran untuk Pekerjaan Beton. Kuantitas bahan untuk lantai kerja, bahan drainase porous, baja tulangan dan mata pembayaran lainnya yang berhubungan dengan struktur yang telah selesai dan diterima akan diukur untuk dibayarkan seperti disyaratkan pada Seksi lain dalam Spesifikasi ini. Beton yang telah dicor dan diterima harus diukur dan dibayar sebagai beton struktur atau beton tidak bertulang. Beton Struktur harus beton yang disyaratkan atau disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebagai fc’=20 MPa (K-250) atau lebih tinggi dan Beton Tak Bertulang harus beton yang disyaratkan atau disetujui untuk fc’=15 MPa (K-175) atau fc’=10 MPa (K-125). Bilamana beton dengan mutu (kekuatan) yang lebih tinggi diperkenankan untuk digunakan di lokasi untuk mutu (kekuatan) beton yang lebih rendah, maka volumenya harus diukur sebagai beton dengan mutu (kekuatan) yang lebih rendah.



b) Pengukuran Untuk Pekerjaan Beton Yang Diperbaiki Bilamana pekerjaan telah diperbaiki menurut Pasal 3.1.4.3).e) di atas, kuantitas yang akan diukur untuk pembayaran harus sejumlah yang harus dibayar bila mana pekerjaan semula telah memenuhi ketentuan. Tidak ada pembayaran tambahan akan dilakukan untuk tiap peningkatan kadar semen atau setiap bahan tambah (admixture), juga tidak untuk tiap pengujian atau



107



pekerjaan tambahan atau bahan pelengkap lainnya yang diperlukan untuk mencapai mutu yang disyaratkan untuk pekerjaan beton. 2) Dasar Pembayaran Kuantitas yang diterima dari berbagai mutu beton yang ditentukan sebagaimana yang disyaratkan di atas, akan dibayar pada Harga Kontrak untuk Mata Pembayaran dan menggunakan satuan pengukuran yang ditunjukkan di bawah dan dalam Daftar Kuantitas. Harga dan pembayaran harus merupakan kompensasi penuh untuk seluruh penyediaan dan pemasangan seluruh bahan yang tidak dibayar dalam Mata Pembayaran lain, termasuk "water stop", lubang sulingan, acuan, perancah untuk pencampuran, pengecoran, pekerjaan akhir dan perawatan beton, dan untuk semua biaya lainnya yang perlu dan lazim untuk penyelesaian pekerjaan yang sebagaimana mestinya, yang diuraikan dalam Seksi ini.



Nomor Mata Pembayaran



Uraian



Satuan Pengukuran



3.1.(1)



Beton mutu tinggi dengan fc’=50 MPa (K-600)



Meter Kubik



3.1.(2)



Beton mutu tinggi dengan fc’=45 MPa (K-500)



Meter Kubik



3.1.(3)



Beton mutu tinggi dengan fc’=38 MPa (K-450)



Meter Kubik



3.1.(4)



Beton mutu tinggi dengan fc’=35 MPa (K-400)



Meter Kubik



3.1.(5)



Beton mutu sedang dengan fc’=30 MPa (K-350)



Meter Kubik



3.1.(6)



Beton mutu sedang dengan fc’= 25 MPa (K-300)



Meter Kubik



3.1.(7)



Beton mutu sedang dengan fc’= 20 MPa (K-250)



Meter Kubik



3.1.(8)



Beton mutu rendah dengan fc’= 15 MPa (K-175)



Meter Kubik



3.1.(9)



Beton Siklop fc’=15 MPa (K-175)



Meter Kubik



3.1.(10)



Beton mutu rendah dengan fc’= 10 MPa (K-125)



Meter Kubik



108



5.3. Perkuatan Struktur Beton 1)



Uraian a)



Pekerjaan ini mencakup pekerjaan perkuatan struktur beton dengan penambahan pelat baja, gelagar baja, fibre composite dengan jenis e-glass, aramid atau carbon atau penambahan kabel eksternal untuk menambah kekuatan pelat lantai atau gelagar beton bertulang atau beton pratekan jembatan, untuk meningkatkan kapasitas struktur beton jembatan.



b)



Lingkup pekerjaan ini mungkin harus terkait pada pekerjaan perbaikan retak atau perbaikan dimensi yang sesuai dengan seksi 3.4. dan 3.5.



2)



Penerbitan Detail pelaksanaan Detail pelaksanaan perbaikan retak, yang tidak termasuk dalam Dokumen Kontrak pada saat pelelangan akan diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan setelah Penyedia Jasa menyerahkan hasil Pemeriksaan Lapangan sesuai dengan Seksi 1.2. dari Spesifikasi ini.



Persyaratan 1)



Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 07-1051-1989



:



Kawat baja karbon tinggi untuk konstruksi beton prategang



SNI 07-1154-1989



:



Kawat baja tanpa lapisan bebas tegangan untuk konstruksi beton, jalinan tujuh



SNI 07-1155-1989



:



Kawat baja tanpa lapisan bebas tegangan untuk konstruksi beton



AASHTO, JIS : AASHTO M 275M-00 :



Uncoated



High-Strength



Steel



Bar



for



prestressed Concrete AASHTO M 103M-04 :



Steel Casting, Carbon, for General Application



109



JIS K 7112



:



Plastics-Methods of Determining the Density and Relative Density on Non-celular Plastics



JIS K 6833



:



General testing Methods for Adhesives



JIS K 7208



:



Compressive



strength



for



Compressive



Properties of Plastics JIS K 6850



2)



:



Tensile strength for epoxy resin



Bahan a) Perkuatan Struktur Beton dengan Penambahan Pelat Baja dan/atau Gelagar Baja Jenis bahan yang digunakan untuk perbaikan retak dengan perkuatan pelat baja atau penambahan gelagar baja mencakup 2 (dua) tahapan yaitu pekerjaan pekerjaan perbaikan retak dengan bahan epoxy resin sesuai dengan Seksi 3.4. pekerjaan perkuatan sesuai dengan Seksi 3.6. ini. Bahan Perekat untuk Perbaikan Retak Beton



Bahan perekat yang digunakan untuk perbaikan retak sebelum dilakukan perkuatan sesuai dengan Seksi 3.4.2 dalam spesifikasi ini. Bahan perekat antara pelat baja atau gelagar baja dengan struktur beton



Bahan perekat yang digunakan untuk merekatkan pelat baja atau gelagar baja pada struktur beton harus mengikuti persyaratan sebagai berikut: 1,13 ± 0,05



Berat Jenis (JIS K 7112) Kekuatan tekan (JIS K 7208)



≥ 60 MPa



Modulus elastisitas (JIS K 7208)



(1,5 – 3,5) x



103 MPa Kekuatan lentur (JIS K 7203)



≥ MPa



Kekuatan kejut (JIS K 7111)



≥ MPa



110



Kekuatan geser tarik (JIS K 6850)



≥ MPa



Kekerasan (JIS K 7215)



≥ 80 HdD



Viscosity ( JIS K 6838)



≥ 1500 ± 500



CPS



Jenis bahan perekat ini disyaratkan tidak boleh mengalami susut pada saat mengeras, sehingga bahan perekat tersebut harus merupakan bahan perekat dengan kandungan epoxy murni dan tidak mengandung bahan pelarut. Bahan perekat ini harus tahan terhadap air hjan, air laut, carbon monoxide atau H2SO4 dan sejenisnya. (1)



Bahan penutup



Bahan penutup yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan bahan penutup yang disyaratkan pada Seksi 3.4. dalam Spesifikasi ini (2)



Alat Penyuntik



Jenis alat penyuntik yang digunakan dalam perbaikan retak pada pekerjaan ini sesuai dengan persyaratan pada Seksi 3.4.. pada spesifikasi ini (3)



Pelat baja Bahan pelat baja yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: •



Tebal pelat baja minimum 4,5 mm







Mempunyai mutu sesuai dengan standar JIS G 3101 dengan grade minimum 42



(4)



Gelagar baja Gelagar baja yang digunakan harus memenuhi persyaratan AASHTO M 270-82 dan disambungkan dengan gelagar



111



induk (melintang) dengan baut mutu tinggi yang sesuai dengan standar AASHTO M 164-82. (5)



Baut Angker Baut angker yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: •



Berat jenis (JIS K 6911)



1,2



±



0,10



g/cm3 •



Kekuatan tekan (JIS K 6911)







Modulus elastisitas (ASTM D 695)



≥ 60 MPa (1,5 –



3) x 103 MPa •



Tegangan geser tarik (JIS K 6850)



12







MPa Baut angker yang digunakan adalah baut mutu tinggi dan anti karat Pipa aluminium



Sebagai pipa ventilasi dan pipa suntikan untuk memasukkan bahan perekat antara pelat baja atau gelagar baja dengan pelat beton digunakan pipa aluminium dengan diameter 10 mm. Pembersih



Thinner digunakan sebagai bahan pembersih. Cat



Pelat baja atau gelagar baja yang sudah terpasang dengan kuat harus diberi lapisan pelindung cat anti karat yang terdiri dua lapisan yaitu cat dasar dan cat akhir. Car akhir merupakan cat marine yang pada umumnya diberi warna abu-abu.



b) Perkuatan Struktur Beton dengan Bahan Fibre Composite Bahan yang digunakan untuk jenis perkuatan yang menggunakan bahan fibre composite dengan jenis e-glass, aramid atau carbon mencakup penggunaan bahan fibre sesuai dengan gambar rencana



112



serta bahan epoxy khusus yang digunakan untuk melekatkan bahan fibre pada struktur beton serta menjadikan bahan fibre menjadi komposit (fibre dan epoxy khusus yang menjadi satu kesatuan). Bahan fiber ini digunakan untuk bahan perkuatan atau pengembalian kapasitas struktur jembatan dan disesuaikan dengan ketebalan bahan serta arah serat yang akan dipasang. Sifat-sifat material bahan fiber dan epoxy yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:



Sifat bahan dalam kondisi kering E-glass



Aramid



Carbon



Tensile Strength (Gpa)



3,24



3,1



3,79



Tensile Modulus (Gpa)



72,4



114



230



Ultimate elongation (%)



4,5



2,8



1,7



Density(g/cm3)



2,55



1,4



1,74



Sifat Bahan composite (Composite gross laminate properties) – e glass Propertiy



Typical test



Design



value



value



D-3039



575



460



Elongation at break (%)



D-3039



2,2



2,2



Tensile Modulus (Gpa)



D-3039



26,1



20,9



Ultimate tensile strength 90 degrees to



D-3039



25,8



20,7



Ultimate tensile strength in primary fiber



ASTM



direction (Mpa)



primary fiber(Mpa)



113



Sifat Bahan composite (Composite gross laminate properties) – aramid Propertiy



ASTM



Typical test



Design



value



value



D-3039



696,4



557,1



Elongation at break (%)



D-3039



1,7



1,7



Tensile Modulus (Gpa)



D-3039



40



32



Ultimate tensile strength 90 degrees to



D-3039



0



0



Ultimate tensile strength in primary fiber direction (Mpa)



primary fiber(Mpa)



Sifat Bahan composite (Composite gross laminate properties) – carbon Propertiy



ASTM



Typical test



Design



value



value



D-3039



1062



903



Elongation at break (%)



D-3039



1,05



1,05



Tensile Modulus (Gpa)



D-3039



102



86,9



Ultimate tensile strength 90 degrees to



D-3039



0



0



Ultimate tensile strength in primary fiber direction (Mpa)



primary fiber(Mpa)



Epoxy Material Properties Property



ASTM Method



Typical test Value



Tensile strength



ASTM D-638



72,4 Mpa



Tensile Modulus



ASTM D-638



3,18 Gpa



Elongation



ASTM D-638



5,0 %



Flexural Strength



ASTM D-790



123,4 Mpa



Flexural Modulus



ASTM D-790



3,12 GPa



114



3)



Kesiapan Kerja Penyedia Jasa harus mengirimkan contoh bahan yang akan digunakan beserta sertifikat hasil pengujian dan sertifikat keaslian produk yang akan digunakan dari pabrik pembuat sesuai dengan persyaratan. Penyedia Jasa harus memberitahu Direksi Pekerjaan secara tertulis sebelum pelaksanaan pekerjaan perbaikan retak dan penambahan pelat atau gelagar baja beserta peralatan yang digunakan, dan jadwal pelaksanaannya.



4)



Kondisi Tempat Kerja a)



Penyedia Jasa harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap kondisi tempat kerja, agar selalu dalam keadaan siap dalam setiap tahapan pelaksanaan, dan aman terhadap gangguan terhadap lingkungan serta bahan yang akan digunakan



b)



Penyedia jasa harus menyediakan perlengkapan keamanan keselamatan kerja untuk pekerjaan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.



Pelaksanaan 1)



Perkuatan dengan Pelat Baja dan/atau Gelagar Baja a). Peralatan Peralatan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan retak dengan perkuatan adalah sebagai berikut: (1)



Pompa : alat pemompa ini digunakan untuk memasukkan cairan perekat ke dalam alat penyuntik bahan perekat.



(2)



Mesin Gurinda dan sikat kawat : adalah alat yang digunakan untuk membersihkan kotoran dan bekas beton yang tidak sempurna dan bekas penutup yang harus dibersihkan kembali.



115



(3)



Mesin pemotong plat baja atau gelagar baja : adalah alat untuk memotong pelat baja atau gelagar baja guna menyesuaikan dimensi atau panjang yang harus dipasang.



b). Pelaksanaan (1)



Tahapan pekerjaan Pekerjaan perkuatan dengan pelat baja atau gelagar baja ini dimulai dengan pekerjaan perbaikan retak struktur baja yang akan diperkuat, dan cara pelaksanaan perbaikan retak sesuai dengan Seksi 3.4.dari spesifikasi ini.



(2)



Perekatan Pelat Baja (a) Pelat baja yang dipakau adalah pelat baja yang sesuai dengan jenis bahan yang disyaratkan pada Pasal 3.6.2 , dengan dimensi dan diberi lubang untuk angker serta lubang ventilasi dengan bor dimana lokasi ditentukan sesuai dengan gambar rencana. (b) Permukaan struktur beton yang telah selesai diperbaiki retaknya dengan bahan perekat kemudian dibersihkan terhadap bekas beton yang tidak sempurna dan karatkarat yang ditimbulkan oleh besi tulangan dengan mesin



gurinda



sesuai



dengan



petunjuk



Direksi



Pekerjaan. (c) Beri tanda pada tempat dimana baut-baut angker akan ditempatkan pada struktur beton, kemudian struktur beton dibor pada tempat-tempat yang sudah diberi tanda. Gunakan baut paku tembok (remseet), lengkap dengan fisher dan jenis baut yang sesuai dengan persyaratn. (d) Bersihkan permukaan pelat baja yang akan dilekatkan terlebih dahulu dari karat dan kotoran yang ada,



116



kemudian dibersihkan kembali dengan thinner untuk bagian yang akan menempel pada struktur beton. (e) Kemudian pelat baja ditempatkan dengan posisi ± 5 mm dari



permukaan



struktur



beton



dan



selanjutnya



kencangkan baut angker yang dipasang pada lokasi yang telah ditentukan tersebut di atas. (f) Gunakan bahan penutup untuk menutup celah-celah yang ada antara pelat baja dengan struktur beton, sambungan pelat baja, daerah antara pelat baja dengan pipa penyuntik dan pipa udara. (g) M (h) elalui lubang yang sudah diberi pipa-pipa penyuntik pada pelat baja, kemudian pompakan bahan perekat sampai penuh yaitu dengan terlihat adanya cairan yang keluar dari pipa udara. (i) Setelah selesai pekerjaan penyuntikan bahan perekat, kemudian



dapat



dimulai



pekerjaan



pengecatan



permukaan pelat baja sesuai dengan gambar rencana dengan bahan seperti pada Pasal 3.4.



(3)



Penambahan Gelagar (a) Bersihkan permukaan gelagar yang akan direkatkan dari karat dan kotoran sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan, kemudiaa bagian yang akan direkatkan pada struktur beton dibersihkan kembali dengan thinner. (b) Tempatkan gelagar tambahan tersebut pada lokasi yang telah ditentukan sesuai gambar rencana dan berilah jarak sekitar 10 mm antara permukaan struktur beton dengan permukaan gelagar baja yang akan direkatkan. (c) Pasang baut mutu tinggi pada lokasi yang telah ditentukan sesuai dengan gambar rencana.



117



(d) Tempatkan pipa pengisi bahan perekat dan pipa udara sesuai dengan gambar rencana. (e) Tutuplah delah antara gelagar dan struktur beton dan di sekitar pipa pengisi serta pipa udara dengan bahan penutup (seal). (f) Pompakan cairan bahan perekat yang sesuai dengan persyaratan pada Pasal 3.4.2 melalui pipa pengisi hingga penuh dan jika pada pipa udara sudah terlihat keluarnya cairan bahan perekat, maka dapat dianggap bahwa bagian yang harus terisi bahan perekat sudah penuh. (g) Kemudian lakukan pekerjaan pengecatan gelagar dengan cat sesuai Pasal 3.4.2.



2)



Perkuatan dengan Bahan Fiber a). Persiapan permukaan (1)



Semua jenis lapis permukaan atau pelindung permukaan struktur beton yang akan diperkuat dengan bahan fiber harus dibersihkan sampai permukaan beton yang kuat. Apabila pada permukaan beton atau selimut beton mengelupas, atau terjadi karat, gompal dan atau retak, maka permukaan atau struktur beton tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu sesuai dengan seksi 3.4 dan seksi 3.5.



(2)



Pastikan semua kondisi permukaan struktur beton telah diperbaiki, dan jika diperlukan mungkin adanya perbaikan atau penambahan baja tulangan terlebih dahulu.



(3)



Bagian-bagian ujung struktur beton yang tajam harus dibulatkan terlebih dahulu dengan jari-jari minimum 2 cm.



b). Pencampuran bahan fiber dengan epoxy



118



(1)



Batas temperatur pencampuran bahan epoxy harus berada pada batasan antara 10o – 38o C.



(2)



Bahan epoxy harus dicampur dengan komposisi atau proporsi yang telah ditetapkan dari pabrik pembuat selama 3 – 5 menit dengan mesin pengaduk kecepatan rendah



(3)



Bahan epoxy tersebut tidak boleh melebihi batasan waktu pencampuran sesuai dengan petunjuk dari parik pembuat.



(4)



Semua persyaratan pencampuran baik untuk bahan epoxy resin maupun serat fiber harus akurat sesuai dengan petunjuk pada setiap petunjuk yang tertulis pada setiap bungkusan.



c) Pemasangan fiber composite (1)



Semua permukaan struktur beton yang akan diperkuat dan yang telah bersih serta dengan dimensi yang disyaratkan diberi lapisan epoxy dengan menggunakan kwas



(2)



Kemudian serat fiber yang dilaburi dengan epoxy dipasangkan pada struktur beton dengan menggunakan rol untuk menekan sesuai dengan arah serat yang disyaratkan dalam perancangan.



(3)



Fiber yang dipasang tersebut harus sedemikian melekat pada struktur beton sampai terjadinya kesatuan (tidak boleh adanya rongga antara bahan fiber dengan struktur beton), dan dipasang sesuai dengan arah serat yang disyaratkan.



(4)



Untuk bagian sambungan bahan composite fiber tersebut harus dilakukan overlap antara lapis awal dan lapis berikutnya pada arah serat yang disyaratkan sebesar 150 mm dan 75 mm untuk arah serat yang lain.



119



(5)



Setelah selesai pemasangan lapis pertama, semua rongga udara harus dikeluarkan dengan menekan permukaan fiber dengan menggunakan tangan sehingga seragam, dan menghasilkan permukaan akhir yang disyaratkan.



d) Curing (1)



Waktu curing bahan fiber composite tersebut adalah 49 – 72 jam dan tergantung pada batas temperatur udara pada waktu pemasangan



(2)



Temperatur curing harus dijaga sedemikian dalam batasan yang disyaratkan.



(3)



Bahan fiber composite yang telah mengeras harus mempunyai ketebalan yang merata dan saling mengikat antar lapisan tanpa menunjukkan adanya jebakan udara.



e) Pekerjaan Akhir (1)



Setelah selesai semua proses pelaksanaan pada permukaan struktur beton yang diperkuat atau dikembalikan kapasitasnya, maka apabila disyaratkan maka permukaan tersebut dapat dilapisi kembali dengan plesteran dengan bahan khusus setelah 2 – 3 jam setelah selesai pemasangan bahan fiber composite dilaksanakan dan curing dapat dilaksanakan setelah 24 jam plesteran selesai dipasangkan



(2)



Selain itu permukaan fiber composite yang telah selesai curing dapat juga diberi lapisan cat setelah permukaan kering dengan cara mengusapkan jari tangan pada lapisan dan jari tidak merasa basah atau lengket.



120



3)



Perkuatan Strktur Beton dengan Eksternal Stressing a)



Pekerjaan Persiapan (1)



Pekerjaan persiapan pada perkuatan atau pengembalian kapasitas dengan cara eksternal stressing adalah pekerjaan pengembalian kondisi struktur beton yang mengalami kerusakan seperti retak, gompal, pengelupasan, keropos dan lain sebagainya.



(2)



Semua struktur beton yang akan ditingkatkan kapasitasnya harus dipastikan telah berada dalam kondisi tidak ada kerusakan beton terlebih dahulu, sebelum dilakukan perkuatan dengan eksternal stressing



b)



Pelaksanaan (1)



Persiapan angkur harus dilaksanakan dan pada lokasi dan posisi serta elevasi yang telah ditetapkan sesuai gambar rencana



(2)



Pemasangan kabel eksternal stressing dan penarikan sesuai dengan persyaratan pada Seksi 3.2.



(3)



Gaya penarikan kabel dan jumlah kabel yang dipasang harus sesuai dengan gambar rencana, dan dipastikan bahwa semua gaya dapat terbagi dengan baik pada gelagar, sehingga gelagar dapat bekerja sama dengan baik dalam peningkatan kapasitas yang harus dipikulnya.



(4)



Setelah kabel prategang yang selesai dipasang, maka kabel harus diberi pelindung dengan lapisan HDPE.



(5)



Apabila diperlukan grouting, maka bahan grouting dan cara pelaksanaan grouting harus sesuai dengan Seksi 3.2.



(6)



Semua profil baja yang digunakan dan menjadi bagian dari sistem perkuatan tersebut harus diberi lapisan pelindung anti karat.



121



DAFTAR PUSTAKA Heniz Frick, 1981, Ilmu Konstruski Bahan Bangunan Kayu, Kanisius, Yogyakarta. Hidayat, D & Suparmin Sarino. 1979. “Petunjuk Praktek Bahan Bangunan I”. Direktorat Menengah Kejuruan. Jackson N., 1978, Civil Engineering Materials, English Language Book Society and Mac Millan, Hongkong. John Stefford & Gay Mc. Murdo, 1983, Teknologi Kerja Kayu, Erlangga, Jakarta. Kardiyono, Tjokrodimuljo, 2005, Bahan Bangunan, Andi, Yogyakarta. Singh G. 1979, Materials of Construction, Standard Book Service, Delhi. Tri Muliono, 2003, Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta. Wuryati Samekto, 1998. “Pengetahuan Bahan Bangunan I”. Diktat. Yogyakarta : FPTK –IKIP. ________________, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03 – 2847 – 2002. --------------------. 1981. “Standar Industri Indonesia. Cara Uji Butiran Pipih dan Panjang dalam Agregat Kasar untuk Beton. SII. 0456-81”. Departemen Perindustrian. -------------------.1990. “Standar Nasional Indonesia (SNI). Agregat Kasar untuk Beton, Cara Uji Butiran Pipih dan Panjang. SNI 03-1765-1990”. -------------------.1990, Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku, Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, jakarta -------------------. “Standar Nasional Indonesia. Semen Portland”. -------------------. “Standar Nasional Indonesia. Kapur”.



122