Tempat Suci Agama Hindu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2.5.



Pengertian Tempat Suci Agama Hindu Setiap agama yang ada di dunia memiliki yang namanya tempat suci. Tempat suci bagi



penganut agama yang bersangkutan merupakan sarana atau salah satu alat upakara untuk mengadakan kontak atau hubungan kehadapan Tuhan yang dipujanya. Di samping itu ,keberadaan tempat suci untuk mendapatkan pengakuan dari negara. Tempat suci agama hindu disebut dengan nama pura. Pura adalah tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widi Wasa dan segala prabhawa-Nya serta atma Siddha Dewata ( roh suci leluhur ). Sebelum dikenal dengan istilah pura, tempat suci ini dikenal dengan istilah kahyangan atau Hyang. Zaman bali kuno ,istilah yang digunakan oleh umat hindu untuk menamakan tempat suci adalah ulon. Ulon berarti tempat suci yang digunakan untuk mengadakan hubungan dengan tuhan. Berdasarkan lontar Usana Dewa , Mpu Kuturunlah yang mengajarkan umat hindu di bali membuat Khayangan Dewa,seperti pemujaan dewa di Jawa Timur. Mpu Kuturan datang ke bali pada pemerintahan raja Marakata dan Anak Wungsu, putra raja Udayana. Kedatangan Mpu Kuturan ke bali banyak memberikan perubahan-perubahan pada masyarkat bali terutaman tata cara upacara keagamaan. Beliau mengajarkan tata cara membuat Sad Khayangan Jagat, Khayangan Catur Lokapala,Khayangan Rwabhineda, Pelinggih, Meru,Gedong, Khayangan Tiga seta memperbesar Pura Besakih. Selain mengajarkan membuat bangunan secara fisik, beliau juga mrngajarakan membuat bangunan secara spiritual, seperti berbagai jenis upacara, pedagingan pelinggih, dan sebagainya seperti dijelaskan dalam lontar Dewa Tattwa. Istana raja-raja di Bali sebelum diperintah oleh Dalem disebut dengan istilah Kedaton atau Keraton. Setelah dinasti Dalem memerintah di Bali, istana raja-raja disebut dengan istilah Pura. Sesuai dengan bunyi kitab Negarakertagama 73.3 menyebutkan bahwa apa yang berlaku di Majapahit demikian pula berlaku di Bali oleh dinasti Dalem. Keraton Dalem terletak di Samprangan disebut Lingarsa Pura. Keraton Dalem yang terletak di Gelgel disebut Suweca Pura dan Keraton Dalem yang terletak di Klungkung disebut Semara Pura. Setelah dinasti Dalem berkeraton di Klungkung atau Semara Pura, istilah pura mulai dipergunakan untuk menyebutkan nama tempat suci pemujaan, sedangkan istana raja disebut dengan nama Puri. 2.6.



Syarat-Syarat Pembuatan Tempat Suci



Tidak sembarangan tempat dapat dijadikan untuk membangun tempat suci. Dalam tradisi di Bali termuat dalam beberapa lontar menyatakan tanah yang layak dipakai adalah tanah yang berbau harum, yang “gingsih” dan tidak berbau busuk. Tempat-tempat yang ideal untuk membangun tempat suci adalah seperti disebutkan pada kutipan-kutipan dari Bhavisya Purana dan Brhat Samhita yang secara sederhana disebut sebagai “hyang-hyangning sagara-giri” atau “sagara-giri adumukha”. Menurut keyakinan umat Hindu, letak tempat suci ditempatkan di hulu, yaitu berpedoman kepada matahari terbit atau letak gunung. Matahari terbit dan letak gunung diyakini sebagai arah yang suci karena kedua sumber alam ini diciptakan oleh Tuhan sebagai sumber kehidupan semua mahluk hidup. Syarat untuk membangun tempat suci. Diawali dengan mengadakan pertemuan atau penyatuan sabda, vayu, dan idep, dilanjutkan dengan penentuan hari baik (dewasa) dan penentuan letak atau tempat. Selanjutnya, dilakukan pembangunan tempat suci tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.



Ngeruwak karang, yaitu ngerubah status tanah.



b.



Nyukat karang, yaitu mengukur secara pasti.



c.



Nasarin, yaitu meletakkan dasar bangunan.



d.



Memakuh, Malaspas, yaitu mengadakan upacara peresmian.



e. Ngurip-ngurip, yaitu upacara menghidupkan bangunan secara lahir dan bathin atau spiritual Berdasarkan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu telah ditetapkan pemilihan tempat dan penentuan denah untuk membangun tempat suci sebagai berikut a. Membangun Pemerajan / Sanggah, letaknya di hulu pekarangan rumah. b. Pura Desa sebaiknya terletak ditengah-tengah desa pada tempat yang dipandang suci oleh Krama Desa bersangkutan. c. Pura Puseh sama letaknya dengan Pura Desa. d. Pura Desa dan Pura Puseh boleh digabungkan dalam satu areal. e. Pura Dalem sebaiknya terletak di hilir (teben) desa. Palinggih Prajapatti letaknya di hulu setra. 2.7.



Struktur Tempat Suci



Pada mulanya, gunung dianggap seperti stana atau linggih dari Tuhan Yang Maha Esa. Pangkal gunung sebagai simbol alam bawah (bhur loka), badan gunung sebagai alam tengah (bhwah loka) dan puncak gunung dipandang sebagai alam atas (swah loka). Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Kuno di Indonesia, gunung dipandang sebagai alam dewa-dewa atau tempat Tuhan Yang Maha Esa. Struktur bangunan tempat suci pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian, bhur loka, bhwah loka dan swah loka. Penataan bangunan tempat suci di bali dibagi menjadi tiga bagian wilayah yang disebut dengan Tri Mandala, yaitu; a. Nistha Mandala/ jaba sisi merupakan mandala yang berada paling luar,areal ini merupakan tepat untuk melakukan kegiatan seperti berdagang, hiburan, parkir dll. b. Madya Mandala/ jaba tengah merupakan areal untuk mempersiapkan perlengkapan pelaksanaan upacara. Terdapat bangunan seperti bale Pesandekan, wantilan,bale gamelan. c. Utama mandala/ jeroan merupakan bagian terdalam dan paling suci/sakral. Umat harus benar-benar fokus untuk menghadap Sang Hyang Widi dengan meninggalkan hawa nafsu. 2.8.



Fungsi Tempat Suci Tempat suci merupakan simbol atau lamabang alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan.



Ini dipandang umat hindu sebagai sthana Sang Hyang WIdi Wasa beserta prabhawa-NYa dan roh suci leluhur. Fungsi secara umum yaitu sebagai sarana untuk memuja Tuhan beserta seluruh manifestasinya dan juga sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur dengna berbagai tingkatannya. Secara khusus fungsinya sarana untuk meningkatkan kualitas umat manusia baik secara individu maupun social. Fungsi pura diantaranya yaitu; a. Sadhana untuk meningkatkan berbagai macam keterampilan umat manusia. b. Tempat suci bagi umat Hindu merupakan sarana guna melangsungkan berbagai macam upacara keagamaan. c. Sebagai lambang alam semesta d. Sebagai sarana pemuja Tuhan beserta manifestasinya dan roh suci leluhur. e. Sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan yang berkulitas. f. Sebagai tempat untuk mengembangkan seni dan budaya.



g. Sebagai tempat membina sradha umat. h. Sebagaiitempat untuk menata hubungan sosial umat. i. Sebagai tempat untuk membina ketahanan rohani dan jasmani umat. j. Sebagai tempat untuk meyelenggarkan yadnya. 2.9.



Jenis Jenis Tempat Suci Pura di bali ada beberapa jenis dan letaknya yang dikelompok-kelompokan. Tujuan



pengelompokan itu yaitu untuk: 



Meningkatkan pengertian kesadaran umat tehadap pura sebagai tempat suci umat hindu.







Menghindari adanya salah tafsiran bahwa dengan adanya banyak pelinggih di suatu pura, agama hindu dianggap politheistik.



Berdasarkan fungsinya pura itu di golongkan menjadi dua kelompok,yakni: 1) Pura jagat yaitu tempat untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam segala prabhawa/manifestasinya. 2) Pura kawitan yaitu tempat untuk memuja atma siddha dewata/ roh suci leluhur. Berdasarkan karaterisasi funginya pura dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yakni: 1) Pura Khayanagan Jagat yaitu tempat pemujaan tuhan yang maha esa dalam segala prabhawa/manifestasinya, contoh; pura sad khayangan dan pura jagat. 2) Pura Khayangan Desa (teritorial) yaitu pura yang disungsung oleh desa adat, contohnya; pura khayangan desa ( pura desa, pura puseh dan pura dalem). 3) Pura Swagina (pura fungsional) yaitu pura yang peyungsungya terikat oleh ikatan swyagina (kekaryaannya) yang mempunyai profesi sama dalam sistem ,ata pencarian hidup, contohnya pura subak, pura melanting,dan lain sejenisnya. 4) Pura Kawitan yaitu pura yang penyusungnya ditentukn oleh ikatan wit atau leluhur berdasarkan garis kelahirannya, contoh sanggah/merajan, pura panti, pura pedharman, pura dadia dan sejenisnya.



Daftar Pustaka



Ngurah, I Gusti Made.,dkk. 1999. Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Paramita