Teori-Teori Kecerdasan, Faktor Kecerdasan Dalam Belajar Dan Perkembangan Peserta Didik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama Kelompok



: 1. Mira Susanti



NPM. 15.601040.037



2. Nuraini Umar



NPM. 15.601040.053



3. Sayupi Asri



NPM. 15.601040.071



4. Ayatusy Syifa



NPM. 15.601040.077



Lokal



: A1



Jurusan



: Pendidikan Matematika



Mata Kuliah



: Perkembangan dan Psikologi Pendidikan



Dosen Pengampuh



: Nurmala R., M.Pd.



Teori-Teori Kecerdasan Serta Faktor Kecerdasan Dalam Belajar dan Perkembangan Peserta Didik A. Pengertian Kecerdasan Intelegensi atau yang lebih sering dikenal dengan kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Seseorang dikatakan cerdas bila ia dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu yang berharga atau berguna bagi dirinya maupun orang lain. Berikut merupakan beberapa pendapat para ahli mengenai definisi intelegensi: 



Menurut Dusek, kecerdasan dapat didefinisikan melali dua jalan yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif kecerdasan adalah proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes intelegensi. Sedangkan secara kualitatif kecerdasan adalah suatu cara berfikir dalam membentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya.







Menurut Munzert kecerdasan adalah sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban, penyelesaian, dan kemempuan menyelesaikan masalah.







Menurut David Wescler kecerdasan adalah suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berfikir rasional, dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.



B. Teori-Teori Kecerdasan 1. Teori Keturunan-Lingkungan Teori keturunan-lingkungan terbagi menjadi tiga: a. Teori keturunan-lingkungan yang memandang bahwa kecerdasan lebih ditentukan oleh keturunan daripada oleh lingkungan. Tokoh yang memperkuat teori ini adalah:  Arthur R. Jensen, berpendapat bahwa kecerdasan lebih ditentukan oleh



keturunan



daripada



lingkungannya.



Pendapatnya



ini



didasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukannya.  Sir Cyril Burt, memandang bahwa kecerdasan sebagai kemampuan berfikir umum yang dibawa sejak lahir.  Woodrow, memandang bahwa kecerdasan adalah sebagai kapasitas bawaan.  David Wechsler, berpendapat bahwa kecerdasan adalah sebagai kapasitas bawaan serta kapasitas yang bulat untuk bertindak secara terarah, berfikir rasional, dan berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. b. Teori keturunan-lingkungan yang memandang bahwa kecerdasan lebih ditentukan oleh lingkungan daripada keturunan. Tokoh dari teori ini adalah Jerome S. Kegan, pendapatnya didasarkan pada pengamatannya terhadap anak-anak kulit putih lapisan bawah dan menengah. Kegan melihat bahwa anak-anak lapisan bawah bekerja kurang baik apabila dibandingkan dengan anak-anak lapisan menengah. c. Teori keturunan-lingkungan yang memandang bahwa kecerdasan adalah sebagai hasil keturunan, lingkungan, dan interaksi antara keduanya. Tokoh-tokoh yang mendasari teori ini adalah Crow, Hilgard, Ross, dan Clark. Konsep dari teori ini dapat dirumuskan bahwa perkembangan intelektual merupakan hasil interaksi antara pola genetis dan pengaruh lingkungan.



2. Teori Epistemologis-Biologis Teori epistemologis-biologis terbagi menjadi dua: a. Toeri epistemologis-biologis yang memandang bahwa kecerdasan sebagai kemampuan berfikir jernih, analitis, dan komprehensif. Tokoh yang mendasari teori ini adalah:  Lewis M. Terman, berpendapat bahwa kecerdasan merupakan kemampuan majemuk, yaitu kemampuan menyelesaikan tugastugas yang sulit, rumit, abstrak, ekonomis, adaptif terhadap tujuan, berbobot sosial dan original, serta tetap memelihara kemampuan menyelesaikan masalah-masalah dalam keadaan yang menuntut pemusatan energi dan tetap bertahan menahan gejolak-gejolak emosional.  Henry



E.



Garret,



berpendapat



bahwa



kecerdasan



adalah



kemampuan memecahkan persoalan yang menuntut pemahaman dan penggunaan simbol-simbol yang menyatakan gagasan-gagasan dan hubungan berbagai hal yang sederhana sampai yang sangat rumit. b. Teori epistemologis-biologis yang memandang kecerdasan sebagai kemampuan menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru (biologis). Tokoh yang mendasari teori ini adalah:  Jean Piaget, menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan.  Williem



Ster,



menyatakan



bahwa



kecerdasan



merupakan



kemampuan personal untuk dapat menghadapi tuntutan-tuntutan baru dengan menggunakan alat-alat berfikir secara efisien. 3. Teori Struktural Teori struktural terbagi menjadi dua model yaitu: a. Model struktural Guilford, model ini sering dikenal dengan sebutan “The Structure of Intellect” yang dikembangkan oleh Guilford pada tahun 1959 dan disempurnakan pada tahun 1966. Dalam teori ini, Guilford



membedakan antara berfikir konvergentif dengan berfikir divergentif. Tes yang mengukur sisi konvergentif bertujuan untuk mencari satu jawaban yang benar atas suatu persoalan, sisi inilah yang disebut Guilford dengan nama kecerdasan. Sedangkan tes yang mengukur sisi divergentif bertujuan untuk mengukur suatu kemampuan berfikir divergentif atau yang sering dikenal dengan nama kreativitas. Guilford berpendapat bahwa kecerdasan dibangun atas tiga domain yaitu operasi, isi dan hasil. b. Model Facet Guttman, Guttman menyatakan bahwa ia sangat terkesan oleh kenyataan bahwa dengan pemilihan tes yang cermat, maka orang dapat memperoleh matriks korelasi antar tes yang memiliki koefisien-koefisien korelasi sama pada dua belahan geometrik yang dibelah oleh garis diagonal. Dengan menggunakan prinsip-prinsip analisis matriks korelasi tersebut, Guttman menyimpulkan bahwa ada tiga tes intelegensi yaitu, tes yang disusun dalam bentuk gambar-gambar, simbol-simbol, dan kata-kata bermakna. Menurut Guttman model tersebut belum lengkap, untuk mmelengkapkannnya Guttman mengusulkan butir-butir soal analitis dan prestasi belajar belajar ke dalam tes intelegensi tersebut. 4. Teori Faktorial Teori faktorial memiliki beberapa jenis diantaranya adalah sebagai berikut: a. Teori Satu – Faktor Binet, teori ini berpendapat bahwa kecerdasan hanya terdiri atas satu faktor saja, yaitu faktor (G), yang dimaksud dengan faktor (G) adalah faktor kemampuan umum (general ability). b. Teori Dua – Faktor Spearman, teori ini berpendapat bahwa kecerdasan terdiri atas dua faktor, yaitu faktor general ability (G) dan special ability (S). Teori dua faktor Helpzinger merupakan variasi dari teori Spearman. Dia berpendapat bahwa tes yang tidak memenuhi syarat proporsionalitas tidak perlu dipandang sebagai pengganggu dan harus dibuang dari tes yang bersangkutan, selama bagian-bagian tes lainnya dari tes tersebut memiliki faktor kebersamaan yang sama.



c. Teori Bertingkat Philip E. Vernon, teori ini mirip dengan konsep Spearman. Menurut Vernon dibawah faktor (G), terdapat dua faktor kelompok utama yaitu faktor pendidikan verbal dan faktor praktis. Faktor pendidikan verbal dibagi kedalam dua faktor kelompok minor yaitu verbal dan numerical. Sedangkan faktor praktis dibagi menjadi kemampuan keruangan (spatial ability), kemampuan manual (manual ability), dan kemampuan mekanik (mechanical ability). Masing-masing bagian tersebut dibagi lagi menjadi faktor-faktor spesifik yang sangat besar jumlahnya dan mencakup lingkup yang sangat khusus. d. Teori Tiga Faktor Sternberg (Sternberg’s Tiarchic Theory), teori ini dibangun melalui tiga sub-teori yang berinteraksi secara fungsional, yaitu sub-teori komponensial, sub-teori eksperiensial, dan sub-teori kontekstual. Teori ini menegaskan bahwa keterampilan memproses informasi, pengalaman terdahulu yang berkaitan dengan tugas, dan faktor-faktor kontekstual atau kultural saling berinteraksi untuk menentukan perilaku yang inteligen. Sub-teori komponensial lebih mengekspresikan tentang metakognisi, aplikasi strategi, dan pemerolehan pengetahuan. Sub-teori eksperiensial menyatakan bahwa individu yang berinteligensi tinggi dibandingkan dengan individu yang berinteligensi rendah digambarkan pada kemampuan mengolah informasi lebih terampil di dalam situasi yang baru, meyelesaikan tugas baru relatif lebih cepat, dan mampu menyelesaikan tugas yang lebih kompleks dan cara yang lebih otomatis. Sub-teori kontekstual menjelaskan bahwa orang-orang yang cerdas lebih terampil dalam mengadaptasikan keterampilan memproses informasi dengan tuntutan pribadi dan tuntutan kehidupan sehari-hari yang terdapat pada diri individu tersebut. Selanjutnya, ketika mereka tidak dapat mengadaptasikan dengan situasi, mereka mencoba untuk membentuk atau mengubahnya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan. Jika mereka tidak dapat membentuknya, maka mereka menyeleksi konteks-konteks baru yang konsisten dengan tujuannya.



e. Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), konsep kecerdasan ganda diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Prof. Howard Gardner. Howard Gardner berpendapat bahwa setiap orang mempunyai lebih dari satu kecerdasan, setiap individu memiliki delapan jenis kecerdasan di dalam dirinya



yaitulinguistik,



matematis-logis, spasial,



kinestetik-jasmani,



musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Semua kecerdasan tersebut bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya akan berbeda-beda pada setiap masing-masing individu. Namun kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasankecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah. C. Faktor Kecerdasan Dalam Belajar dan Perkembangan Peserta Didik 1. Faktor Kecerdasan Dalam Belajar Peserta Didik Pada dasarnya kemampuan manusia dapat dibedakan atas kemampuan intelektual dan kemampuan non-intelektual. Demikian juga kemampuan intelektual terbagi menjadi dua berdasarkan sifatnya yaitu potensial dan aktual. Kemampuan inelektual potensial dapat direpresentasikan dengan kecerdasan atau inteligensi. Sedangkan kemampuan intelektual aktual sering digambarkan dengan prestasi belajar. Bila ditelaah lebih jauh prestasi belajar berkaitan erat dengan kecerdasan, bahkan prestasi belajar sangat ditentukan oleh faktor kecerdasan. Tylor menegaskan bahwa, kecerdasan seharusnya tidak didefinisikan sebagai kemampuan belajar umum, melainkan kecerdasan itu secara jelas berkaitan dengan keberhasilan sekolah dan berbagai jenis prestasi hidup yang tergantung pada pendidikan. Berikut merupakan beberapa hasil penelitian yang memperkuat pendapat di atas, diantaranya adalah: a. Studi Lyn Lyn Michell dan R.D. Lambourne, mereka menyimpulkan bahwa:  Kelompok cerdas mampu bertahan berdiskusi lebih lama dengan kognitif lebih tinggi dan mampu mengajukan pertanyaanpertanyaan yang lebih berbobot.



 Kelompok cerdas mampu mengemukakan gagasannya yang lebih tentatif dan lebih kaya.  Kelompok cerdas lebih mampu mencapai tingkat pemahaman yang lebih rumit. b. Henderson dkk, melalui studinya berkesimpulan bahwa kecerdasan berkorelasi positif dengan prestasi belajar. Demikian juga Entwisle dan Hayduk menyatakan bahwa inteligensi akan membentuk penampilan awal siswa dan selanjutnya akan menentukan penampilan akademiknya. c. Korelasi antara hasil tes Wechler dengan prestasi siswa yang dilakukan oleh Soedarsono (1985) pada siswa SD Negeri dan Swasta di Indonesia tahun 1984 dalam disertasinya, melaporkan bahwa koefisien korelasi inteligensi dengan prestasi Bahasa Indonesia sebesar 0,518; IPS sebesar 0,528; IPA sebesar 0,505; dan Matematika sebesar 0,587 yang semuanya signifikan pada taraf signifikasi 0,001. d. Studi yang dilakukan oleh Nason, menemukan bahwa koefisien korelasi antara inteligensi dengan prestasi belajar sebesar 0,34 untuk laki-laki dan 0,39 untuk perempuan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa, faktor kecerdasan dapat berperan sebagai predikator yang berarti terhadap belajar dan prestasi belajar peserta didik karena, seperti yang dijelaskan oleh Laura E. Berk bahwa, IQ dan prestasi belajar bergantung pada proses penalaran abstrak yang sama yang melandasi faktor (G) Spearman. Seorang anak yang memiliki kemampuan (G) faktor, cenderung mampu secara lebih baik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan disekolah. Selain itu, inteligensi dan prestasi diambil dari arah yang sama dari informasi spesifik secara kultural. Maksudnya bahwa tes inteligensi sebagiannya sama dengan tes prestasi, dan pengalaman masa lalu anak mempengaruhi penampilannya pada kedua tes. Walaupun IQ berkontribusi terhadap prestasi belajar, faktor kecerdasan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan belajar anak, karena



hubungan keduanya sangatlah kompleks, bahkan sangat ditentukan oleh berbagai faktor lainnya, misalnya motivasi dan karakteristik kepribadiannya.



2. Faktor Kecerdasan Dalam Perkembangan Peserta Didik Salah satu faktor kecerdasan dalam perkembangan peserta didik adalah adanya intervensi dini yang dilakukan antara lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Laura E. Berk mengemukakan dua hasil studi yang memberikan dukungan terhadap pentingnya intervensi dini, yaitu: 



Proyek Head Start, memiliki pengaruh yang minimal terhadap kecerdasan anak dan prestasi belajarnya. Dinyatakan bahwa ketidakefektifan proyek ini disebabkan oleh kurang tepatnya penyusunan program pada subyek kontrol dan perlakuan. Perlu diketahui bahwa subyek studi dalam proyek ini berasal dari keluarga yang berekonomi rendah. Sementara itu, melalui hasil penemuan Jensen, dinyatakan bahwa tingkat kecerdasan anak yang rendah pada keluarga miskin sebagian besar dipengaruhi oleh keturunan dan sangat sulit untuk diubah.







Studi yang bersifat longitudinal, yang dikoordinasikan oleh konsorsium. Hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan perlakuan cenderung menunjukkan skor IQ dan prestasi belajar lebih tinggi daripada kelompok kontrol dini pada dua sampai tiga tahun pertama di SD. Setelah itu, perbedaan skor tes menurun. Walaupun demikian, anak-anak yang mendapatkan intervensi tetap akan mengalami kemajuan ketika berada disekolah hingga mencapai dewasa. Stephen Cecci menegaskan bahwa, kehadiran anak di sekolah secara tidak teratur menimbulkan pengaruh yang lebih besar terhadap IQ. Sebaliknya anak yang mendapatkan perlakuan disekolah lebih teratur, maka akan mendapatkan kenaikan poin



dari 10 hingga 30. Demikia juga halnya anak yang memasuki sekolah lebih lambat, maka tingkat kecerdasannya akan turun sekitar 7 poin.



Bertitik tolak dari kondisi tersebut, Cecci menegaskan bahwa, sekolah dapat berpengaruh positif terhadap tingkat kecerdasan, paling tidak melalui tiga cara yaitu: 



Mengajar anak tentang pengetahuan faktual sesuai dengan pertanyaan yang diujikan.







Mempromosikan ketrampilan memproses informasi seperti strategi mengingat dan katagorisasi melalui item-item tes.







Mendorong sikap dan nilai yang mampu memelihara kinerja dalam menyelesaikan ujian secara sukses, seperti mendengarkan dengan sungguh-sungguh pertanyaan guru, menjawab dengan ketentuan waktu, dan mencoba bekerja keras.



Sedangkan pengaruh kecerdasan peserta didik dalam lingkungan keluarga yaitu, peran orang tua dalam keberhasilan belajar seorang anak, perhatian dan tingkat pendidikan orang tua, rukun atau tidaknya orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak, suasana rumah yang tenang dan fasilitas belajar yang memadai.



DAFTAR REFERENSI Anonim. Tanpa Tahun. BAB II KAJIAN TEORI.pdf: //eprints.uny.ac.id/9683/3/bab %202.pdf.Didownload pada tanggal 26 Oktober 2016. Haryani.Tanpa Tahun.Materi Perkembangan Belajar Peserta Didik.pdf. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Haryani,%20S.Pd, %20M.Pd/Materi%20Perkembangan%20Belajar%20Peserta %20Didik.pdf.Didownload pada tanggal 26 Oktober 2016. Haryono, Mohamad Sugeng.2011.Perkembangan Kecerdasan Manusia (Online). https://imhems.wordpress.com/2011/05/17/perkembangan-kecerdasanmanusia/. Diunduh pada tanggal 26 Oktober 2016.