Teori-Teori - Motivasi - Dan - Budaya Rev [PDF]

  • Author / Uploaded
  • musa
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI-TEORI MOTIVASI DAN BUDAYA



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Manajemen SDM dan Perilaku Organisasi Pendidikan Dosen Pengampu



: Prof. Dr. H. Fatah Syukur, M.Pd



.Disusun Oleh:



3.



1.



Ana Fitri Andriani (MP-18031)



2.



Moh. Musa



(MP-18032)



M. Husnil Mubarok



(MP-18033)



PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM TAHUN 2019 0



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi adalah perilaku yang ingin mencapai tujuan tertentu yang cenderung untuk menetap. Motivasi juga merupakan kekuatan yang mendorong dan mengarahkan keberhasilan prilaku yang tetap ke  arah tujuan tertentu. Motivasi bisa berasal dari dalam diri seseorang atau pun dari luar dirinya. Motivasi yang berasal dari dalam diri sesorang disebut motivasi instrinsik, dan yang berasal dari luar adalah motivasi ekstrinsik.  Motivasi adalah sebuah kemampuan kita untuk memotivasi diri kita tanpa memerlukan bantuan orang lain. Memotivasi diri adalah proses menghilangkan faktor yang melemahkan dorongan kita. Rasa tidak berdaya dihilangkan menjadi pribadi yang lebih percaya diri. Sementara harapan dimunculkan kembali dengan membangun keyakinan bahwa apa yang diinginkan bisa kita capai.1  Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya diketahui, tetapi juga harus diterangkan dalam aktivitas belajar mengajar. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh seseorang, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Sebagai bagian dari hidup manusia, kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh 1



George Terry, Prinsip – Prinsip Manajemen, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hal 131



1



sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi,



serta



seni.



Pendidikan



merupakan



upaya



terencana



dalam



mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.2 Di lain pihak manusia juga memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang lain. Kebudayaan merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur budaya. Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi.3 Sebagai salah satu sektor dalam jaringan besar kebudayaan, pendidikan beraksi terhadap peristiwa-peristiwa di bagian-bagian lain kebudayaan dan pada kesempatannya mempengaruhi peristiwa-peristiwa itu sendiri. Kebudayaan yang maju memicu pendidikan untuk menghasilkan spesialisasi pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi. Akibatnya siswa mesti belajar lebih banyak, baik untuk menguasai keahliannya dan untuk memahami kebudayaan sebagai suatu keseluruhan. Oleh sebab itu, dalam makalah ini menjadi sangat penting untuk mengkaji tentang teori-teori motivasi dan budaya dalam kaitannya masalah pendidikan.



B. Rumusan Masalah



2 3



Wayan Ardhana (Pent.), Dasar-dasar Kependidikan (FIP –IKIP Malang, 1986), h. 18-21. A. Nurhamzah, Landasan Pendidikan (Bandung: CV. Insan Mandiri, 2008), h. 62.



2



Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa definisi motivasi? 2. Bagaimana teori-teori tentang motivasi? 3. Apa definisi budaya? 4. Bagaimana teori-teori tentang motivasi? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata lain “MOVERE” yang berarti dorongan atau bahasa Inggrisnya to move. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan faktor-faktor lain, baik faktor eksternal, maupun faktor internal. Hal-hal yang mempengaruhi motif disebut motivasi. Michel J. Jucius menyebutkan motivasi sebagai kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. Menurut Dadi Permadi, motivasi adalah dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, baikyang positif maupun yang negatif.4 Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga bisa dalam bentuk usaha - usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Motivasi mempunyai peranan starategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi, tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya diketahui, tetapi juga harus diterangkan dalam aktivitas sehari-hari. B. Teori-teori Motivasi 4



George Terry, Prinsip – Prinsip Manajemen, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hal 133



3



1. Teori Motivasi ABRAHAM MASLOW (Teori Kebutuhan) Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting; • Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya) • Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya) • Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki) • Kebutuhan



akan



penghargaan



(berprestasi,



berkompetensi,



dan



mendapatkan dukungan serta pengakuan) • Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan



menjelajahi;



kebutuhan



estetik:



keserasian,



keteraturan,



dan



keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya). 2. Teori Motivasi HERZBERG (Teori dua faktor) Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). 1) Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), 2) Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). 3. Teori Motivasi DOUGLAS McGREGOR 4



Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut teori X empat pengandaian yang dipegang manajer a. Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja b. Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab. d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan dengan kerja. Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y : a. karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain. b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran. c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab. d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif. 4. Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan )5 Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, -dasar, Pmotivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: • Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas • Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu). • Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.



Malayu Hasibuan Sp, Dasar-Dasar, Pengertian Dan Masalah Dalam Manajemen. Bumi Aksara, Edisi Revisi : Jakarta, 2006, 152 5



5



5. Teori Motivasi ACHIEVEMENT Mc CLELLAND (Teori Kebutuhan Berprestasi) Teori yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu: • Need for achievement (kebutuhan akan prestasi) • Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow) • Need for Power (dorongan untuk mengatur). 6. Teori Motivasi CLAYTON ALDERFER (Teori “ERG) Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi. 7. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory) Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :6 (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. 8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut. Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari 6



Maslow, Abraham H. 1984. Motivasi dan Kepribadian. Jakarta : PT. Gramedia



6



perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku. Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari. Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.



C. Pengertian Kebudayaan Dalam literatur antropologi terhadap tiga istilah yang boleh jadi semakna dengan budaya, yaitu cultur, civilization, dan kebudayaan. Term kultur berasal



7



dari bahasa latin, yaitu dari kata cultura (kata kerjanya colo, colere). 7 Arti kultur adalah



memelihara,



mengerjakan,



atau



mengolah.



Soerjono



soekarto



mengungkapkan hal yang sama. Namun, ia menjelaskan lebih jauh bahwa yang dimaksud dengan mengolah atau mengerjakan sebagai arti kultur adalah mengolah tanah atau bertani. Atas dasar arti yang dikandungnya, kebudayaan kemudian dimaknai sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.8 Istilah kedua yang semakna atau hampir sama dengan kebudayaan adalah sivilisasi. Sivilisasi (civilization) bersal dari kata latin, yaitu civis. Arti kata civis adalah warga negara. Oleh karena itu S. takdir alisyahbana menjelaskan bahwa sivilisasi berhubungan dengan kehidupan kota yang lebih progresif dan lebih halus. Dalam bahasa indonesia, peradaban dianggap sepadan dengan kata civilization.9 Berikut beberapa pengertian kebudayaan menurut S. Takdir Alisyahbana : 1. Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsurunsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. 2. Kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi. 3. Kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia. 4. Kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan caracara menyelesaikan persoalan. 5. Kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia. 6. Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.10 Parsudi Suparlan menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana dan strategiParsudi Suparlan, Pengetahuan Budaya, Ilmu-Ilmu Sosial Dan Pengkajian MasalahMasalah Agama (Jakarta : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Lektur Agama Badan Litbang Agama, 1982), h. 27. 7



8



Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), h.



9



S. Takdir Ali Syahbana, Antropologi Baru (Jakarta : Dian Rakyat, 1986), h. 38



79.



10



S. Takdir Ali Syahbana, Antropologi Baru, h. 42.



8



strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dimiliki manusia,



dan



yang



digunakannya



secara



selektif



dalam



menghadapi



lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakantindakannya.11 Pengertian



kebudayaan



tersebut



hampir



sama



dengan



pengertian



kebudayaan yang dijelaskan oleh Taylor yang banyak dikritik oleh peneliti lain karena



kecenderungan



integrasilistiknya



dalam



mendefinisikan



budaya.



Tampaknya, pengertian kebudayaan yang cenderung integralistik itu juga ditema oleh beberapa ahli di Indonesia. salah satu buktinya adalah definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi. Mereka menjelaskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Dengan demikian, kebudayaan pada dasarnya adalah hasil karya, rasa, dan cita-cita manusia. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Agama, ideologi, kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orangorang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Cipta bisa berbentuk teori murni dan bisa juga telah disusun sehingga dapat langsung diamalkan olehmasyarakat. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan keguanaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat. Soerjono Soekarto menjelaskan bahwa pendapat di atas mengenai kebudayaan dapat dijadikan sebagai pegangan. Selanjutnya, ia menganalisis 11



Parsudi Suparlan, Pengetahuan Budaya, Ilmu-Ilmu Sosial Dan Pengkajian MasalahMasalah Agama, h. 31.



9



bahwa manusia sebenarnya mempunyai dua segi atau sisi kehidupan, sisi meterial dan sisi spritual. Sisi material mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda-benda atau yang lainnya yang berwujud materi. Sis spritual manusia mengandung cipta yang menghasilkan keindahan, kesusialan, kesopanan, hukum, serta rasa yang menghasilkan keindahan. Manusia berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan melalui logika, menyerasikan perilaku terhadap kaidah melalui etika, dan mendapatkan keindahan melalui estetika. Itu semua merupakan kebudayaan yang menurut soerjono soekarto dapat dijadikan sebagai patokan analisis.12 D. Teori-Teori Kebudayaan Ada tiga pandangan tentang kebudayaan, yaitu pandangan superorganis, pandangan kaum konseptualis, dan pandangan realis. Menurut pandangan superorganis, kebudayaan adalah realitas super dan ada di atas dan diluar pendukung individualnya dan kebudayaan punya hukum-hukumnya sendiri. Dalam pandangan konseptualis, kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali, tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk menghimpun serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah. Dalam pandangan para realis, kebudayaan adalah kedua-duanya, yaitu sebuah konsep dan sebuah entitas empiris. Kebudayaan adalah sebuah konsep, sebab ia bangunan dasar dari ilmu antropologi. Kebudayaan merupakan entitas empiris sebab konsep ini menunjukkan cara sebenarnya fenomena-fenomena tertentu diorganisasikan.13 1. Pandangan Superorganis Inti pandangan superorganis, kebudayaan merupakan realitas super dan ada di atas dan di luar pendukung individualnya dan kebudayaan punya hukum-hukumnya sendiri. Karena itu, mesti dijelaskan dengan hukumhukumnya sendiri. Meskipun adalah benar bahwa faktor-faktor tertentu teknologi dan ekonomi. Kebudayaan tidak mungkin diterangkan dengan menggunakan sumbernya sebagaimana sebuah molekul dimengerti hanya 12



Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 82.



George F. Kneller Anthropologi Pendidikan Suatu Pengantar (Diterjemahkan oleh Imran Manan) (Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti, 1989), h. 182. 13



10



dengan jumlah atom-atomnya. Sumber-sumber bisa menjelaskan bagaimana kebudayaan muncul, tetapi bukan kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan dengan ringkas lebih dari pada hasil kekuatan-kekuatan sosial atau ekonomi. Kebudayaan merupakan realitas yang menyebabkannya mungkin ada.14 Menurut Emile Durkheim, “kebudayaan terdiri dari fakta-fakta sosial dan representasi kolektif yaitu cara berpikir, bertindak, dan merasa yang bersifat independen dan berada di luar individu. Cara-cara berperilaku ini membebankan sebuah kekuatan memaksa terhadap individu, yaitu dia dihukum, baik secara legal maupun moral bila tidak mematuhinya. Faktorfaktor moral tidak dapat dijelaskan secara psikologis, tetapi hanya dengan menggunakan fakta-sosial yang lain. Demikianlah, sebuah gagasan atau sentimen mungkin semua disuarakan oleh seorang tertentu, tetapi ia akan menjadi fakta sosial hanya melalui percampuran dengan gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan orang lain.15 Menurut Durkheim, kebudayaan yang dipahami sebagai totalitas faktafakta sosial bersifat immanen dan transenden. Pada satu pihak kebudayaan bekerja dalam diri individu, membimbingnya untuk berperilaku menurut cara tertentu, pada pihak lain, kebudayaan ada diluar mereka dalam bentuk representatif kolektif terhadap mana mereka harus menyesuaikan diri. Kebudayaan, katanya adalah sebuah “kesadaran kolektif.....sebuah kesatuan psikis yang memiliki cara berpikir, merasa, dan bertindak berbeda dari caracara khusus individu-individu yang membentuknya.” Sebagaimana Hegel, Durkheim percaya bahwa apa yang terbaik pada seseorang datang kepadanya dari kebudayaannya dan hal itu sebenarnya, adalah kebudayaannya yang bekerja dalam dirinya. Demikianlah seorang memuaskan dirinya sendiri sampai batas ia menjadi terlibat dalam kebudayaannya dan menjadikan aspirasi budaya tersebut menjadi miliknya. Sebaliknya, semakin memusatkan diri



14



Anonim, Teori-Teori Kebudayaan. di http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2019/01/bab-2.html . diakses pada tanggal 30 November 2019 15 Jhon Dewey, Budaya dan Kebebasan (terjemah) (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 78.



11



seseorang terhadap dirinya sendiri, semakin lebih terbatas kepribadiannya dan semakin cenderung dia untuk bunuh diri.16 Di antara antropolog di negara yang berbahasa Inggris, pandangan superorganis telah dipertahankan oleh B. Malinowski dan A.L.Kroeber, yang menemukan istilah “superorganis”, tetapi yang kemudian bergerak lebih dekat pada posisi konseptualis. Sekarang yang menjadi eksponen utamanya adalah L.A.White. Menurut pandangan superorganis, perilaku manusia ditentukan secara budaya. Anggaplah bahwa individu memungkinkan adanya kebudayaan (karena supaya ada, kebudayaan harus punya pendukung) namun itu tidak berarti bahwa individu menjadi sebab perilakunya sendiri seperti halnya pelaku sebuah sandiwara memutuskan apa yang harus mereka pertontonkan. Kebudayaan mengontrol kehidupan anggotanya sebagaimana halnya sebuah sandiwara mengontrol kata-kata dan perbuatan aktor. Individu, kata White adalah pada hakekatnya sebuah organisasi kekuatan-kekuatan kebudayaan dalam elemen-elemen yang menekan dari luar dan yang menemukan expresi nyatanya melalui individu. Dilihat demikian, individu tidak lain dari expressi sebuah tradisi supra biologi dalam bentuk fisik. Orang dapat menguasai aspekaspek tertentu alam fisik hanya karena dia ada di luarnya, setelah memunculkan semacam kesatuan, yaitu kebudayaan yang tidak lagi seluruhnya tunduk kepada hukum alam. Kebudayaan karena itu tidak bisa dikontrol manusia, karena dia sendiri merupakan bagian dari kebudayaan.17 2. Pandangan Kaum Konseptualis Tentang Kebudayaan Umumnya antropolog Amerika menganut apa yang dinamakan pandangan konseptualis tentang kebudayaan. Mereka mengatakan bahwa kebudayaan adalah konsep atau konstruk seorang antropolog. Apa yang diamati orang tidak pernah kebudayaan seperti itu saja, tetapi banyak bentuk-



16



David Kaplan, The Theory Of Culture (terjemah) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993), h.



17



Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 89



128.



12



bentuk perilaku yang dipelajari dan dipakai bersama dengan benda-benda hasil produksi mereka. Dari sini pikiran tentang kebudayaan diabstraksikan.18 Menurut kaum konseptualis, pada akhirnya semua kebudayaan mesti diterangkan



secara



sosial



psikologis.



Dalam



kata-kata



R.Linton,



“Kebudayaan .....ada hanya dalam fikiran individu-individu yang membentuk suatu masyarakat.



Kebudayaan mendapatkan



semua kualitasnya



dari



kepribadian-kepribadian mereka dan interaksi dari kepribadian-kepribadian itu.” Bukan kebudayaan yang menyebabkan proses budaya terjadi, tetapi orang-orang, dipengaruhi oleh apa yang dikerjakan orang-orang dimasa lalu.19 Jika kaum konseptualis membedakan kebudayaan dan pola-polanya, hal itu semata-mata untuk maksud kajian dan bukan karena dia mempercayai bahwa kebudayaan suatu entitas yang riel. Namun demikian, para pengikut konseptualis tidak setuju tentang sejauh mana individu dapat mempengaruhi proses budaya. Beberapa orang seperti Herkovits menerangkan bahwa semua pola budaya akhirnya dalam bentuk perilaku individu; yang lain seperti Kroeber, seseorang pengikut yang berkeberatan terhadap posisi konseptualis, mempertahankan bahwa jauh lebih muda untuk menerangkan pola budaya dengan menggunakan pola budaya lain. Peristiwa-peristiwa budaya, kata Kroeber, dipolakan, tapi tidak dengan cara yang dapat dijajagi kesebab-sebab psikologis atau sosial tertentu. 3. Pandangan golongan realis tentang kebudayaan Sejumlah kecil antropolog, seperti David Bidney dan sejarahwan Philip Bagby, mempertahankan bahawa kebudayaan adalah sebuah konsep dan sebuah realitas. Bagby membantah bahwa kebudayaan adalah sebuah abstraksi dalam arti, bahwa tidak kebudayaan itu sendiri dan tidak pula pola-pola yang membentukya dapat diamati secara keseluruhan. Betapa jarang, umpamanya, anggota keseluruhan suatu suku hadir bersama-sama sehingga seorang antropolog bisa melihat sekilas pola budaya dari kebudayaan mereka. Tetapi mereka juga menunjukan bahwa, sungguhpun kita tidak pernah mengamati Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 90 Anonim, Teori-Teori Kebudayaan. di http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2019/01/bab-2.html . diakses pada tanggal 30 November 2019 18



19



13



secara serentak semua gerakan dari planitdi sekitar matahari. Namun kita menyetujui adnya system solar. Mengapa tidak mungkin suatu kebudayaan sebagai realita?, kebudayaan yang demikian merupakan sebuah konstruksi dalam arti dalam dirinya sendiri kebudayaan tersebut bukan sebagai entitas yang bisa diamati. Tetapi dalam arti lain, kebudayaan yang demikian adalah nyata, karena walaupun kita tidak dapat mengamatinya dengan penuh secara serentak, ia tidak berada dalam hal ini dari entitas-entitas lainya, seperti system solar di atas, yang realitanya tidak kita pertanyakan.20 Bidney juga mendalilkan sebuah kebudayaan sesungguhnya sumber dari konsep kebudayaan diabstraksikan. Dia juga mengemukakan bahwa ada sebuah “meta cultural reality” yang absolute yang semua kebudayaan mendekati bangunan tersebut, tetapi tidak secara sempurna identik dengannya. Yang belakangan ini merupakan kebudayaan yang jika dapat direalisasikan akan menjawab secara lengkap kebutuhan manusia. Karena itu tidak ada kebudayaan



yang



secara



absolute



valid,



tetapi



masing-masingnya



mencerminkan sebuah idea type.21 Para realis dan konseptualis setuju untuk menolak determinsme budaya yang penuh. Meskipun peristiwa-peristiwa budaya di masa lalu dan sekarang membatasi apa yang dapat dilakukan oleh anggota satu budaya pada waktuwaktu tertentu, namun demikian kata Kluckhohn, kebudayaan tidak mengiuti logika yang kaku dari dirinya sendiri. Ada waktu-waktu di mana masyarakat menentukan nasibnya sendiri seperti yang terjadi di Jerman 1933, Inggris tahun 1940 adalah contoh-contoh konkrit. Juga sebab-sebab langsung dari perubahan social adalah ketidak sesuaian individu dengan budaya yang ada. Pada waktu ketidak puasan meluas beberapa individu yang kreatif dapat menciptakan sebuah pola budaya yang baru, yang dengan cepat akan disetujui dengan orang yang lain. Dengan demikian asal dari perubahan social adalah ketegangan dan ketidak puasan yang dirasakan oleh Arif. Teori Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Budaya. http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008 /11/11/teori-kebudayaan-dan-ilmu-pengetahuan-budaya. diakses tanggal 30 November 2019 21 Erzuhedi. Kebudayaan dan Pendidikan. http://erzuhedi.wordpress.com/ diakses pada tanggal 30 November 2019 20



14



individu-individu tertentu. Bilamana ketidakamanan cukup kuat dan cukup meluas, pola baru akan merambah pada individu yang kreatif yang secara perlahan-lahan ditiru oleh semua anggota masyarakat. BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan Motivasi adalah keadaan individu yang terangsang yang terjadi jika suatu motif telahdihubungkan dengan suatu pengharapan yang sesuai. Sedangkan motif adalah segaladaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif tidak dapat dilihat begitusaja dari perilaku seseorang karena motif tidak selalu seperti yang tampak, bahkankadang-kadang berlawanan dari yang tampak. Dari tujuan-tujuan yang tidak selalu disadariini, kita dipaksa menghadapi seluruh persoalan motivasi yang tidak disadari itu. Karena teori motivasi yang sehat tidak membenarkan pengabaian terhadap kehidupan tidak sadar. Dari banyaknya pandangan yang berbeda mengenai motivasi yang mungkin dikarenakanoleh penggunaan metode observasi yang berbeda-beda, studi tentang berbagai kelompok usia dan jenis kelamin yang berbeda, dan sebagainya, terdapat model tentang motivasiyang digeneralisasi yang mempersatukan berbagai teori yang ada. Ada macam-macam motivasi dalam satu perilaku. Suatu perbuatan atau keinginan yangdisadari dan hanya mempunyai satu motivasi bukanlah hal yang biasa, tetapi tidak biasa. Karena suatu keinginan yang disadari atau perilaku yang bermotivasi dapat berfungsisebagai penyalur untuk tujuan-tujuan lainnya. Apabila dapat terjadi keseimbangan, hal tersebut mencerminkan ”hasil pekerjaan”seseorang yang berhadapan dengan potensinya untuk perilaku, yang dapat diidentifikasisebagai ”kemampuannya”. Jadi, motivasi memegang peranan sebagai perantara untukmentransformasikan kemampuan menjadi hasil pekerjaan. Kebudayaan adalah serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resepresep, rencana-rencana dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian modelmodel kognitif yang dimiliki manusia, dan yang digunakannya secara selektif



15



dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya



16



DAFTAR PUSTAKA A. Nurhamzah, Landasan Pendidikan (Bandung: CV. Insan Mandiri, 2008) Anonim, Teori-Teori Kebudayaan. di http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2019/01/bab-2.html . diakses pada tanggal 30 November 2019 Arif.



Teori



Kebudayaan



dan



Ilmu



http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008



Pengetahuan



Budaya.



/11/11/teori-kebudayaan-dan-ilmu-



pengetahuan-budaya. diakses tanggal 30 November 2019 David Kaplan, The Theory Of Culture (terjemah) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993) Erzuhedi. Kebudayaan dan Pendidikan. http://erzuhedi.wordpress.com/ diakses pada tanggal 30 November 2019 George F. Kneller Anthropologi Pendidikan Suatu Pengantar (Diterjemahkan oleh Imran Manan) (Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti, 1989) George Terry, Prinsip – Prinsip Manajemen, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996) Jhon Dewey, Budaya dan Kebebasan (terjemah) (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998) Malayu Hasibuan Sp, Dasar-Dasar, Pengertian Dan Masalah Dalam Manajemen. Bumi Aksara, Edisi Revisi : Jakarta, 2006 Maslow, Abraham H. 1984. Motivasi dan Kepribadian. Jakarta : PT. Gramedia Parsudi Suparlan, Pengetahuan Budaya, Ilmu-Ilmu Sosial Dan Pengkajian MasalahMasalah Agama (Jakarta : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Lektur Agama Badan Litbang Agama, 1982) S. Takdir Ali Syahbana, Antropologi Baru (Jakarta : Dian Rakyat, 1986) Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993) Wayan Ardhana (Pent.), Dasar-dasar Kependidikan (FIP –IKIP Malang, 1986)



17



18