Teory Akuntansi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI AKUNTANSI “PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENGUNGKAPAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN: PERSPEKTIF TEORITIS ” Dosen : Ida Ayu Ratih Manuari, SE., M.Si



OLEH : Kelompok 6 Nama Kelompok : I Made Alit Arya Wibawa



1702622010263



( 10 )



Kadek Hita Maliantari



1702622010265



( 12 )



Kadek Putri Kristiani



1702622010266



( 13 )



Komang Ayu Desvira Permata Sari 1702622010268



( 15 )



Kadek Egi Ayu Kusmayanti



1702622010273



( 20 )



Ni Nyoman Iin Purnama Sari



1702622010284



( 31 )



Putu Kartinita Apryani



1702622010294



( 41 )



Putu Risma Yunika



1702622010297



( 44 )



PRODI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR TAHUN 2019



14.1.



Pengertian dan Jenis Pengungkapan Kata disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan data, disclosure berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Jadi data tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena apabila tidak bermanfaat, tujuan dari pengungkapan tersebut tidak akan tercapai. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Informasi yang diungkapkan harus berguna dan tidak membingungkan pemakai laporan keuangan dalam membantu pengambilan keputusan ekonomi. Tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan adalah pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full). Yang paling umum digunakan dari tiga konsep tersebut adalah pengungkapan yang cukup (adequate). Pengungkapan ini mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih bersifat positif. Pengungkapan secara wajar menunjukan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan. Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang relevan. Bagi beberapa pihak, pengungkapan yang lengkap diartikan sebagai penyajian informasi yang berlebihan, sehingga tidak bisa dikatakan layak (Hendriksen dan Breda, 1992). Terlau banyak informasi akan membahayakan karena penyajian rincian tidak penting justru akan membuat laporan keuangan tersebut sulit dipahami. Oleh karena itu, pengungkapan yang tepat mengenai informasi yang penting bagi para investor dan pihak lainnya, hendaknya bersifat cukup, wajar dan lengkap.



14.2.



Kepada Siapa Informasi Diungkapkan ? Pertanyaan kepada siapa laporan keuangan diungkapkan sangat jelas dinyatakan oleh FASB. Laporan keuangan perusahaan ditujukan kepada pemegang saham, investor dan kreditur. Lebih jelasnya FASB (1980) dalam SFAC No. 1 menyatakan: Pelaporan keuangan harus memberikan informasi yang berguna bagi investor potensial dan kreditur dan pengguna lainnya dalam rangka pengambilan keputusan investasi rasional, kredit dan keputusan sejenis lainnya. 1



Pengungkapan juga diberikan kepada pegawai, konsumen, pemerintah dan masyarakat umum, namun dipandang sebagai penerima kedua dari laporan keuangan tahunan dan bentuk-bentuk lain pengungkapan. Alasan mengapa yang menjadi titik berat pengungakapan adalah investor, karena kurangnya pengetahuan akan keputusan yang akan diambil oleh pihak lain diluar investor. Pengambilan keputusan yang dilakukan investor dan kreditur dapat diketahui secara jelas dan terdefinisikan dengan baik. Bagi investor keputusan yang diinginkan adalah membeli - menjual mempertahankan saham dan keputusan kreditur adalah berkaitan dengan pemberian kredit atau perpanjangan kredit kepada perusahaan. Tujuan pelaporan keuangan kepada kedua pemakai ini relatif jelas. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan kepada pegawai, konsumen dan masyarakat umum sulit dirumuskan. Sehingga dianggap bahwa informasi yang berguna bagi investor dan kerditur juga berguna bagi pihak yang lain. Di negara lain, khususnya di daratan Eropa, pengungkapan informasi laporan keuangan ditujukan kepada pihak yang lebih luas yaitu meliputi juga pengungkapan untuk pegawai dan pemerintah. Pengaruhnya terhadap item yang diungkapkan menjadi luas. Arpan (1981) mengamati praktek yang dilakukan oleh perusahaan di Perancis yang mengharuskan perusahaan untuk menyusun Neraca Sosial (Social Balance Sheet) kepada pemerintah setiap tahun. Neraca sosial tersebut harus menyajikan informasi yang berkaitan dengan: 1. Pekerjaan 2. Biaya Upah 3. Keamanan kerja dan kesehatan 4. Kondisi pekerjaan lainnya 5. Training pegawai 6. Hubungan industrial, Penyediaan perumahan, transportasi kepada pegawal.



14.3.



Informasi yang Harus Diungkapkan Keputusan mengenai apa yang akan diungkapkan harus didasarkan pada tujuan dasar pelaporan keuangan. Jika tekanannya pada para investor, maka salah satu tujuannya adalah penyajian informasi yang memadai agar dapat dilakukan perbandingan mengenai hasil-hasil yang diharapkan. Perbandingan dapat diterapkan dengan dua cara yang berbeda. Pertama, adalah untuk memberikan pengungkapan yang cukup mengenai bagaimana angka-angka akuntansi itu diukur dan dihitung.



2



Dengan cara demikian para investor mengkonversi angka-angka dari berbagai perusahaan yang berbeda-beda menjadi pengungkapan yang bisa diperbandingkan secara langsung. Artinya, dianggap bahwa angka-angka akuntansi yang disesuaikan untuk beberapa perusahaan dapat dipergunakan oleh para investor untuk menetapkan derajat perbedaannya. Misalnya tingkat pertumbuhan laba bersih atau dividen. Cara yang kedua adalah memberi peluang kepada para investor untuk membuat ranking dari beberapa input ke dalam model keputusan. Contohnya, seorang investor bisa membandingkan risiko dari dua perusahaan dan dapat menyimpulkan bahwa perusahaan yang satu lebih tinggi atau lebih rendah resikonya dibanding perusahaan yang lain. Masalah yang berkaitan dengan seberapa banyak informasi perlu disajikan dalam laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh tujuan pelaporan keuangan. Dalam SFAC No. 1, FASB (1980) menyebutkan bahwa tujuan pelaporan keuangan (financial reporting) tidak terbatas pada isi dari laporan keuangan (financial stutement). 14.3.1



Pengungkapan Data Kuantitatif Dalam pembuatan perbandingan dari waktu ke waktu dan diantara perusahaan yang berbeda-beda, para investor tidak dapat menganggap semua data kuantitatif yang dilaporkan memiliki probabilitas kecermatan yang sama. Oleh karena itu penelitian dalam akuntansi harus lebih dipusatkan pada metode pengukuran dan pelaporan probabilitas data dari pada jumlah-jumlah yang deterministik.



14.3.2



Pengungkapan Data Kualitatif Informasi kualitatif akan relevan dan bermanfaat untuk diungkapkan bila informasi tersebut berguna dalam proses pengambilan keputusan. Informasi dikatakan relevan bila informasi yang bersangkutan dapat menambah nilai informasi secara keseluruhan dan bukan sebaliknya justru mengurangi nilai dengan penyajian keterangan yang terlalu rinci sehingga sulit untuk dianalisis. Pada umumnya terdapat lima macam informasi kualitatif yang perlu diungkapkan terhadap setiap pos dan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan, yaitu:



3



1. Ketidakpastian (Contingencies) Yaitu peristiwa-peristiwa yang kemungkinan akan terjadi di masa yang akan datang dan mempengaruhi secara material terhadap keadaan keuangan perusahaan. 2. Dasar Penilaian dan Kebijakan Akuntansinya Pengungkapan tentang dasar atau metode penilaian yang digunakan perusahaan seperti: metode penilaian persediaan perlu diungkapkan dalam laporan keuangan. 3. Perubahan Akuntansi Yaitu pengungkapan terhadap perubahan atas kebijakan yang digunakan perusahaan, seperti perubahan metode penilaian persediaan dari FIFO menjadi LIFO dan Sebagainya. 4. Keterikatan dengan Suatu Perjanjian atau Kontrak Yaitu pengungkapan mengenai adanya pembatasan-pembatasan atau keterikatan dari satu atau lebih aktiva terhadap hutang/kontrak. 5. Peristiwa-Peristiwa Kemudian Setelah Tanggal Neraca Penjelasan tentang suatu kejadian/Peristiwa yang telah terjadi sesudah tanggal neraca tetapi sebelum laporan keuangan dipublikasikan merupakan informasi penting yang perlu diungkapkan.



14.4.



Pengungkapan Mandatory (Wajib) dan Voluntary (Sukarela) Banyak pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan akan mengungkapkan semua informasi yang diperlukan dalam rangka berjalannya fungsi pasar modal. Pendukung pendapat ini menyatakan bahwa jika suatu informasi tidak diungkapkan hal ini disebabkan informasi tersebut tidak relevan bagi investor atau informasi ini tersedia ditempat lain. Jadi ada pergeseran argumentasi dari informasi yang diberikan oleh akuntan melalui informasi keuangan ke Supplementary Information. Beberapa bukti menunjukkan bahwa perusahaan yang makin menggantungkan kepada modal internasional, maka ada kecenderungan perusahaan tersebut mengungkapkan informasi keuangan yang sesuai dengan pasar uang dan modal dimana Perusahaan tersebut berharap akan mendapatkan sumber dananya. Study yang dilakukan oleh Barret (1977) yang membandingkan laporan keuangan 15 perusahaan publik besar di Amerika, Inggris, Jepang, Perancis, Jerman, Belanda, dan Swedia menemukan bukti bahwa ada hubungan antara tingkat dan kualitas 4



pengungkapan laporan keuangan dengan tingkat efisiensi pasar modal Negara mereka. Ada bukti lain yang menyatakan bahwa perusahaan menolak meningkatkan pengungkapan laporan keuangan kecuali ada tekanan dari profesi akuntansi dan pemerintah. Alasan yang diajukan atas penolakan pengungkapan yang lebih adalah: 1. Pengungkapan akan memberi manfaat bagi pesaing dan merugikan Pemegang saham. 2. Serikat kerja akan mendapatkan manfaat dari adanya pengungkapan sebagai dasar tawar menawar upah pegawai. 3. Banyak diyakini bahwa investor tidak dapat memahami kebijakan akuntansi dan prosedur dan pengungkapan penuh hanya akan menyesatkan. 4. Informasi keuangan dapat diperoleh dari sumber lain dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan apabila harus disediakan oleh perusahaan langsung. 5. Kurangnya pengetahuarn akan kebutuhan investor juga menjadi penyebab pembatasan pengungkapan.



Kegagalan untuk pengungkapan yang cukup dapat mengakibatkan kegagalan pasar. Adanya potensi kegagalan pasar inilah yang menjadi pembenaran adanya intervensi pemerintah untuk memaksa perusahaan melakukan pengungkapan yang cukup. Pengungkapan inilah yang disebut dengan pengungkapan wajib (Mandatory). Di Amerika lembaga yang mewajibkan pengungkapan adalah Security and Exchange Commission (SEC). SEC bertanggungjawab pada masalah tingkat pengungkapan sedangkan format pengungkapan menjadi tugas FASB. Di Indonesia yang menjadi otoritas pengungkapan wajib adalah Bapepam.



15.1.



Perkembangan Sosial dan Environmental Disclosure 15.1.1 Lingkup Pengungkapan Sosial dan Lingkungan Terminologi pengungkapan sosial dan lingkungan dapat dikaitkan dengan konsep “Social Audit” yang dikemukakan Elkington (1997), Social Audit adalah proses memungkinkan organisasi untuk menilai kinerjanya berdasarkan harapan dan persyaratan yang ditentukan masyarakat.



5



Wiesman (1982) bependapat bahwa pengungkapan sosial dan lingkungan berisi tentang: a. Diskusi tentang regulasi dan persyaratan tentang dampak lingkungan b. Kebijakan lingkungan atau kebijakan perusahaan tentang lingkungan c. Konservasi sumber alam d. Penghargaan atas kepedulian terhadap lingkungan e. Usaha melakukan daur ulang f. Pengeluaran



yang



dilakukan



perusahaan



berkaitan



dengan



penanganaan lingkungan g. Aspek hukum (litigasi) atas kasus berkaitan dengan dampak lingkungan yang disebabkan perusahaan. Parker (1986) menyimpulkan bahwa, social disclosure dapat berfungsi sebagai



respon



dini



perusahaan



terhadap



tekanan



peraturan



dan



sebagai counter terhadap intevensi pemerintah atau tekanan dari kelompok eksternal. Oleh karena itu, dari pandangan ini, social disclosure mungkin digunakan untuk mengantisipasi atau menghindari tekanan sosial. Pada saat yang sama pengungkapan tersebut digunakan untuk meningkatkan reputasi pengungkapan tersebut untuk meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik.



15.1.2 Alasan Pengungkapan Sosial dan Lingkungan Deegan (2002) mengungkapkan alasan mengapa manajer perusahaan secara sukarela mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan: 1)



Keingingan untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam undangundang. Ini sebenarnya bukanlah alasan utama yang ditemukan di berbagai negara, karena tidak banyak aturan yang meminta perusahaan mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan (Deegan 2000).



2)



Pertimbangan rasionalitas ekonomi (economic rationaly). Ini memberi keuntungan bisnis, karena perusahaan “melakukan hal yang benar”, dan alasan ini dipandang sebagai motivasi utama. (Friedmann 1962)



3)



Keyakinan dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan. Manajer berkeyakinan bahwa orang memiliki hak yang tidak dapat dihindari untuk memperoleh informasi yang memuaskan.



4)



Keinginan untuk mematuhi keinginan peminjaman. 6



5)



Untuk mematuhi harapan masyarakat, barangkali refleksi atas pandangan bahwa kepatuhan terhadap “ijin yang diberikan masyarakat untuk beroperasi” (atau “kontrak sosial”) tergantung pada penyediaan informasi berkaitan dengan kinerja sosial dan lingkungan (Deegan 2002).



6)



Sebagai konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan (Deegan 2000; Patten 1992).



7)



Untuk me-manage kelompok stakeholder tertentu yang powerfull



8)



Untuk menarik dana investasi.



9)



Untuk mematuhi persyaratan industri, atau code of conduct tertentu (Deegan dan Blomquist 2001)



10)



Untuk



memenangkan



penghargaan



pelaporan



tertentu.



Misalnya



penghargaan yang diberikan oleh the Association of Chartered Certified Acountans (Deegan dan Carol 1993).



15.2.



Teori yang Melandasi Berikut adalah pengelompokan teori yang dibuat oleh Gray, Kouhy dan Lavers (1995). a) Decision-Usefulness Pendekatan ini berusaha menjelaskan praktik PSL dari sudut pandang manfaat yang diperoleh dari pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Ini mempunyai dua aliran utama (Gray, Kouhy dan Lavers 1995): Aliran pertama, didasarkan pada studi yang berusaha menjelaskan praktik PSL dengan cara meminta responden untuk merangking/mengurutkan item atau informasi dalam PSL dari paling penting atau paling bermanfaat. Aliran kedua, didasarkan pada studi yang berusaha untuk menentukan apakah nformasi pertanggungjawaban sosial memiliki nilai informasi bagi pasar modal atau pelaku pasar (Gray, Kouhy dan Lavers 1995)



7



b) Economic-Based Theory (Positive Accounting Theory) Teori ini didasarkan pada pendekatan riset positif, yaitu pendekatan yang menganalisis “apa yang terjadi atau what is” sebagai lawan pendekatan normatif yang menganalisis “apa yang seharusnya atauwhat should be” (Deegan 2000). Positive Accounting Theory (PAT) menganut paham yang mengutamakan maksiminasi kemakmuran (whealth-maximisation) dan kepentingan pribadi individu (individual self-interest). Dua faktor ini yang melandasi teori ekonomi (Gray, Kouhy dan Lavers 1995). Pemakaian economic-based theory untuk menjelaskan praktik PSL banyak mendapat kritikan (Gray, Kouhy dan Lavers 1995). Hal ini disebabkan faktor teori tersebut yang mengutamakan kepentingan pribadi (self-interest) dan maksimisasi kemakmuran



pribadi



(wealth-maximisation)



dianggap



tidak



tepat



dan



bertentangan dengan logika sosial yang dikembangkan dalam praktik PSL.



c) Political Economy Theory Manfaat Political Economy Theory (PET) terletak pada sudut pandang yang digunakan



yaitu



tidak



maximisation yang



terfokus



dilakukan



pada economic



individu



atau



self-interest organisasi.



dan wealthPET



justru



mempertimbangkan “kerangka politik, sosial dan institusional di mana kegiatan ekonomi tersebut dijalankan” (Gray, Kouhy dan Lavers 1995). PET tidak hanya bermanfaat dalam menilai pengungkapan yang dilakukan perusahaan sebagai reaksi atas permintaan stakeholder, tetapi juga bermanfaat dalam menjelaskan mengapa laporan akuntansi dipandang sebagai dokumen sosial, politik dan ekonomi (Guthrie dan Parker 1990). PET juga mengakui pemakaian PLS dalam annual report sebagai alat strategis dalam mencapai tujuan perusahaan dan dalam memanipulasi sikap stakeholder (Guthrie dan Parker 1990).



d) Stakeholder Theory Teori ini mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentinganya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya



(pemegang



saham,



kreditor,



konsumen,



supplier,



pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Jadi keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan dari stakeholder-nya.



8



Stakeholder theory umumnya berkaitan dengan cara-cara yang digunakan perusahaan untuk memanage stakeholder-nya (Gray, 1997). Sedang cara-cara untuk me-manage-nya tergantung strategi yang diadopsi perusahaan (Ullman 1985). (Gray, 1997) mengatakan: kelemahan stakeholder theory terletak pada fokus teori tersebut yang hanya tertuju pada cara-cara yang digunakan perusahaan diarahkan untuk mengidentifikasi stakeholder yang dianggap penting dan beerpengaruh dan perhatian perusahaan akan diarahkan pada stakeholder yang dianggap bermanfaat bagi perusahaan. Mereka yakin bahwa stakeholder theory mengabaikan pengaruh masyarakat luas (society as a whole) terhadap penyediaan informasi dalam pelaporan keuangan, termasuk keberadaan hukum dan regulasi yang menghendaki adanya pengungkapan informasi tertentu.



e) Legitimacy Theory Dowling dan Pfeffer (1975) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi. Mereka mengatakan : Karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yag ditentukan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasanbatasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Yang melandasi teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Legitimacy gap, adalah perbedaan anatara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai sosial masyarakat, ini dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya.



9



DAFTAR PUSTAKA Ghozali, Imam, dkk., 2014, Edisi ke-4; “Teori Akuntansi, International Financial Reporting System (IFRS), Badan Penerbit Universitas Diponegoro ISBN: 979.704.014.3 ; Semarang



10