Terapi Komplementer HIV AIDS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TERAPI KOMPLEMENTER PADA HIV/AIDS



Nama Kelompok I MADE ADITYA DWI ARTAWAN



(P07120219055)



NI KADEK SINTA PRADNYA DEVI ANJANI



(P07120219057)



I MADE TANTRI PATRAYANA



(P07120219069)



PANDE GEDE ANGGA GUSTINA ARYANTO



(P07120219097)



NI KOMANG AYU SANTI WULANDARI



(P07120219098)



M. FADIL AKBAR



(P07120219101)



TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN HIV/AIDS Penyakit HIV AIDS yang dialami oleh individu dalam kehidupannya akan membawa akibat baik secara fisik, mental, maupun kehidupan sosialnya. Dampak buruk pada aspek kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan akan menurunkan kualitas hidupnya. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rata rata kualitas hidup pasien HIV sesudah pemberian SEFT adalah 102,6 mengalami kenaikan sedikit bila dibandingkan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Ardan (2020) hasil penelitiannya menunjukkan therapy SEFT dapat menurunkan tingkat depresi pasien HIV AIDS.



Lanjutan… Terapi SEFT dikembangkan dari Emotional Freedom Technique (EFT), oleh Gary Craig (USA), yang saat ini sangat populer di Amerika, Eropa, dan Australia sebagai solusi tercepat dan termudah untuk mengatasi berbagai masalah fisik, dan emosi, serta untuk meningkatkan performa kerja. Menurut Nurjanah (2019) SEFT sangat berpengaruh untuk mengurangi kecanduan merokok. SEFT juga terbukti berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah systole dan diastole.



Lanjutan… Terapi SEFT terdiri dari dua aspek, yaitu spiritual dan biologis. Menurut Farmawati (2019) Spiritualitas adalah bagaimana kita mendefinisikan diri sebagai individu dan mencari makna serta tujuan dalam kehidupan kita. Aspek spiritual terdiri dari dua langkah, yaitu Set-Up yang bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh kita terarahkan dengan tepat. Langkah ini dilakukan untuk menetralisir “psychological reversal” atau “perlawanan psikologis”, dan berisi doa kepasrahan. Langkah kedua adalah Tune-In dengan cara merasakan rasa sakit yang kita alami, lalu mengarahkan pikiran kita ke tempat rasa sakit (Self-Hypnosis).



Lanjutan… Aspek kedua adalah aspek biologi, yang terdiri dari tapping atau ketukan ringan pada 18 titik energi tubuh (The Major Energy Meridians) yang akan menimbulkan potensial aksi. Ketukan yang dilakukan akan merangsang “electrically active cells” sebagai pusat aktif yang terdiri dari kumpulan sel aktif yang ada di permukaan tubuh. Tapping dalam SEFT akan menimbulkan hantaran rangsang berupa sinyal transduksi yang terjadi dalam proses biologik akibat rangsangan pada titik utama SEFT. Jalur meridian spesifik yang berkaitan dengan HIV adalah bagian yang sedang sakit.



Lanjutan… Berdasarkan wawancara dengan responden setelah penelitian, didapatkan informasi bahwa tindakan SEFT ini sangat bermanfaat bagi pasien HIV diantaranya membantu untuk menghilangkan stress yang dialami . SEFT juga membantu menghilangkan keluhan fisik yang dirasakan pasien, dimana salah seorang pasien mengatakan setelah melakukan SEFT matanya yang sakit bisa sembuh dengan cepat. Selain itu hampir semua pasien mengatakan setelah melakukan tindakan SEFT ini badan menjadi lebih segar, stress hilang, tidur menjadi nyenyak.



EFEKTIVITAS PEMBERIAN JUS NANAS DAN JUS PEPAYA SEBAGAI PENDAMPING ARV DALAM MENINGKATKAN KADAR CD4 Hasil penelitian ini sesuai dengan riset yang dikerjakan oleh Maruli dkk (2011), sari buah nanas dengan kandungan enzim bromelin-nya ternyata memiliki potensi yang besar sebagai jalan alternatif pengobatan herbal, untuk mengurangi kesakitan penderita penyakit HIV/AIDS. Hasil penelitian menunjukkan para pasien HIV AIDS ini telah mengalami kemajuan yang pesat terhadap peningkatan CD4 hanya dalam waktu 2-3 bulan (Maruli, dkk, 2014). Hasil penelitian Maruli, dkk (2011) juga menjelaskan bahwa tanduk virus HIV terbuat dari protein, maka ada kemungkinan tanduk ini dapat dirusak oleh sejenis enzim yang memiliki sifat proteolitik, yaitu enzim yang berfungsi untuk menghancurkan protein.



Lanjutan… Diantara dua kandidat dari enzim ini adalah enzim papain yang berasal dari getah pepaya, serta enzim bromelin yang berasal dari buah nanas. Berdasarkan percobaan awal di laboratorium, enzim bromelin memiliki aktifitas yang lebih kuat terhadap virus HIV. Enzim Bromelin adalah enzim protease ditemukan dalam nanas (Ananas comosus) yang termasuk dalam keluarga tanaman Bromeliaceae. Enzim ini adalah salah satu dari dua enzim protease yang dikenal dengan kemampuan mencerna protein. Nanas memiliki kemampuan proteolitik 80% lebih banyak yang disebut protease dan efek lain dari bromelin adalah sebagai anti inflamatory (Farid, 2015).



Lanjutan… Penderita yang terinfeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker (Corwin, 2011). Demikian juga dengan enzym papain dimana enzym papain merupakan hidrolitik kuat yang dapat merusak dinding protein virus HIV (Daniel, et all, 2011). Hal ini juga diperkuat dengan adanya enzyme chimopapain dan papain yang secara unik sebagai proteolitik (Aravind, 2013).



Lanjutan… Beberapa studi yang lain menunjukkan bahwa terapi enzim mengakibatkan berkurangnya gejala dan memperlambat progresifitas infeksi virus HIV dan memperbesar kondisi pasien dari kondisi lain yang mendapat terapi standar seperti AZT (Zidovudine) yang memiliki waktu terbatas. Enzim Papain dan bromelain diketahui mempunyai sifat yang berbeda sebagai enzim proteolitik yang memiliki campuran spesifik yang dapat membunuh mikroba. Enzim buah ini memiliki sensitifitas tertentu dalam tubuh beberapa orang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (IJN, 2015). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa virus juga menghasilkan enzim protease yang berbahaya bagi tubuh manusia sehingga tubuh manusia langsung bereaksi dengan membentuk beberapa enzim inhibitor pula. Tubuh mengaktifkan enzim inhibitor ini sebagai salah satu cara menangani patogen dalam tubuh manusia.



POTENSI THE KULIT BUAH NAGA MERAH ( HYLOCEREUS POLYRHIZUS) SEBAGAI TERAPI KOMPLEMENTER UNTUK MENURUNKAN INFEKSI OPURTUNISTIK PADA PENDERITA HIV-AIDS Penderita HIV sangat rentan mengalami infeksi oportunistik. Ada beberapa infeksi oportunistik yang paling umum, yaitu kandidiasis (thrush), virus sitomegalia (CMV), virus herpes simpleks, malaria, Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI), Pneumonia Pneumocystis (PCP), Toksoplasmosis (tokso), dan Tuberkulosis (TB). Resiko infeksi oportunistik pada penderita HIV dapat dikurangi dengan menggunakan obat untuk mencegah pengembangan penyakit aktif yang disebut terapi profilaksis.



Lanjutan…



Kulit buah naga yang biasanya hanya dibuang dan menjadi limbah yang tidak digunakan. Padahal, kulit buah naga mengandung fraksi polyphenolic yang menunjukkan spectrum antimicrobial yang luas melalui penghambatan pertumbuhan beberapa pathogen. Berdasarkan penelitian Nurmahani, International Food Research Journal 19(1): 77-84 (2012), aktivitas antibacterial dari ethanol, chloroform dan hexane extracts dari kulit Hylocereus polyrhizus (red flesh pitaya) dan Hylocereus undatus (white flesh pitaya) dapat melawan sembilan pathogens yang dievaluasi melalui disc diffusion method dan broth microdilution method.



Lanjutan…



Hasil dari disc diffusion method menunjukkan bahwa chloroform extracts dari kulit H. polyrhizus and H. undatus memiliki aktivitas antibacterial yang baik dimana hampir semua pathogen yang diuji berhasil dihambat. Patogen tersebut antara lain, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Enterococcus faecalis, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Yersiniaent erocolitica dan Campylobacter jejuni. Aktivitas antibacterial dari kulit buah naga yang mempunyai spectrum luas yang dapat menghambat pathogenesis bakteri gram positif dan gram negatif diharapkan dapat menjadi terapi komplementer pendamping ARV dalam mencegah terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV AIDS.



AROMA TERAPI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN HIV/AIDS



Pasien dengan penyakit HIV/AIDS mempunyai kualitas tidur yang kurang baik dengan nilai PSQI >5. Faktor-faktor yang secara significant berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien HIV/AIDS adalah depresi, laki-laki, pekerja aktif, hidup sendiri, perokok, kurang pengetahuan, peningkatan ukuran pinggang, faktor sosiodemografik (waktu tidur yang buruk), mempunyai riwayat trauma durasi dari infeksi virus HIV, dan pemakaian Nevirapin atau Evafirens. Hal ini disebabkan karena insomnia atau gangguan tidur pada pasien HIV/AIDS merupakan salah satu jenis ADR (Adverse Drug Reaction)yaitu munculnya reaksi obat yang tidak dikehendaki pada saat terapi ARV



Lanjutan…



Dalam Primadiati (2002) pemakaian aroma therapy lavender melalui jalur penciuman merupakan jalur yang paling cepat dan efektif untuk menanggulangi masalah gangguan emosional, stress dan depresi juga beberapa macam sakit kepala. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan langsung dengan susunan sistem saraf pusat yang bertanggung jawab terhadap kerja minyak essensial.



Lanjutan…



Bila minyak essensial dihirup, molekul yang mudah menguap akan membawa unsur aromatik yang terdapat pada kandungan aroma therapy ke puncak hidung. Rambut getar yang ada didalamnya yang berfungsi sebagai reseptor akan membawa pesan elektrokimia ke susunan saraf pusat. Pesan ini yang akan mengaktifkan pusat emosi dan daya ingat seseorang yang selanjutnya akan mengantarkan pesan balik ke seluruh tubuh melalui sirkulasi. Pesan yang diantar ke seluruh tubuh akan dikonversi menjadi suatu aksi pelepasan substansi neurokimia berupa perasaan senang, rileks dan terangsang, maka jika diartikan dengan nilai, perasaan ini membuat nilai kualitas tidur meningkat.Nilai kualitas tidur yang meningkat karena menghirup aromatherapy dapat terjadi karena aromatherapy lavender mempunyai khasiat menenangkan dan sebagai relaksasi.



TERAPI KOGNITIF-PERILAKU WANITA P E N D E R I T A H I V / A I D S Pentingnya pemberian terapi kognitif perilaku terhadap depresi pada wanita yang terinfeksi HIV adalah untuk membantu para wanita tersebut dalam mempertahankan kondisinya, di mana kesehatan baik fisik maupun psikologis pada mereka sangat berpotensi untuk mengalami gangguan. Terapi kognitif-perilaku akan membantu mereka mengurangi gejala-gejala yang mengarah pada depresi, sehingga mereka dapat tetap menjalani tugasnya sebagai ibu rumah tangga serta membantu perekonomian keluarganya atau bahkan menjadi tulang punggung dari keluarganya.



Terapi kognitif ditujukan untuk menguji dan memberikan gambaran yang berhubungan dengan pemikiranpemikiran yang salah dan asumsi yang maladaptif yang spesifik pada diri pasien. Melalui pendekatan ini diharapkan pasien dapat belajar untuk; (1) memonitor pemikian-pemikiran negatif yang otomatis muncul; (2) mengenali hubungan antara kognisi, afeksi, dan perilaku; (3) memahami faktafakta yang dapat melawan pikiran-pikiran negatifnya; (4) merubah untuk lebih berorientasi pada kenyataan dalam menginterpretasikan pemikiran yang bias atau salah; (5) mengidentifikasikan dan merubah keyakinan negatif yang dapat mempengaruhi pasien melakukan perilaku yang menyimpang



Pada awal proses terapi ini, terapis menjelaskan tentang dasar rasionalisasi dari terapi kognitif. Kemudian pasien diajarkan untuk mengenali, memonitor, dan mencatat pemikiranpemikiran negatifnya ke dalam catatan harian pemikiran negatif yang telah disediakan terapis. Terapi perilaku digunakan tidak hanya bertujuan untuk merubah perilaku mal-adaptif pasien, tetapi juga untuk menunjukkan pengaruh atau hubungan kognisi terhadap perilaku6. Pelatihan keterampilan coping dan terapi kognitif-behavioral terbukti membantu meningkatkan fungsi psikologis dan kemampuan menangani stress pada pengidap HIV/AIDS, serta mengurangi depresi dan kecemasan. Ownby, dkk (2010), menyebutkan bahwa dari beberapa cara penanganan depresi pada pasien HIV mulai dari terapi medis, supportive psychotherapy, CBT, atau kombinasi dari beberapa terapi tersebut menunjukkan bahwa CBT merupakan treatmen yang paling efektif.



PENERAPAN ART THERAPY UNTUK MENINGKATKAN SELF COMPASSION PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan hasil uji didapatkan hasil bahwa art therapy dapat meningkatkan selfcompassion. Penelitian ini menunjukkan hasil serupa dengan penelitian Lim (2018) yang juga mendukung efektivitas art therapy dalam meningkatkan self-compassion. Peningkatan self-compassion dari kelima partisipan mulai terlihat pada sesi kelima yang membahas mengenai penerimaan dan kasih sayang terhadap diri sendiri, yaitu pada tahap integrating art therapy into focusing di mana partisipan mengungkapkan seluruh pengalaman dan perasaannya ke dalam seni. Pengalaman yang dituangkan membantu partisipan merefleksikan tindakan yang telah dilakukan terhadap dirinya sendiri, sehingga partisipan mampu mengevaluasi dan merancang tujuan yang lebih efektif.



Lanjutan… Pada data demografis, seperti pekerjaan dan status menikah belum dapat menunjukkan hasil yang meyakinkan terhadap kaitannya dengan selfcompassion. Penelitian Karine de Souza dan Hutz (2016) memaparkan bahwa individu yang berusia 31-66 tahun, tidak bekerja, memiliki anak, dan tidak menggunakan obat psikiatri memiliki self-compassion yang lebih tinggi. Namun, faktorfaktor seperti memiliki anak, terlibat dalam sebuah pekerjaan, dan penggunaan obat psikiatri; belum cukup mendukung untuk dikaitkan dengan meningkatnya self-compassion seseorang. Selain itu, belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti selfcompassion yang dikaitkan dengan faktor-faktor tersebut. Hal ini menunjukkan belum adanya hasil penelitian yang konklusif untuk melihat ataupun membahas faktor demografis terhadap self-compassion, sehingga diperlukan penelitian yang menilik lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih jelas.



THANK YOU