Termodinamika Kimia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penerbit Buku



Sudarlin



Termodinamika Kimia



Editor: Liana Aisyah Didik Krisdiyanto



i



ii



Termodinamika Kimia



TERMODINA MIKA KIMIA SUDARLIN



Penerbit Buku



ii



iii



TERMODINAMIKA KIMIA Penyusun : Sudarlin Editor



: Liana Aisyah, Didik Krisdiyanto



Edisi



: Pertama



Cetakan



: Pertama



Hak Cipta © 2011 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan tekanik perekam lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.



Penerbit Buku



Penerbit Buku



Alamat : .............. .............. Telp : .............. .............. Web : .............. .............. Email : .............. ..............



Sudarlin, TERMODINAMIKA KIMIA/Sudarlin edisi pertama – Yogyakarta: Penerbit Buku, 2011 cetakan pertama, ix + 190 hal, 14.8 x 21 cm. ISBN: XXXX-XXX-XXXX-XX-X Kimia



Judul



iii



iv



Termodinamika Kimia



KATAPENGANTAR Reaksi kimia merupakan proses yang selalu melibatkan energi, baik membutuhkan atau melepaskan energi. Bidang ilmu kimia yang mempelajari konsep ini secara teoritikal dan eksprimental disebut termodinamika kimia. Konsep ini sangat penting bagi seorang kimiawan untuk mempelajari dan mengeksplorasi suatu reaksi kimia. Namun, keterbatasan sumber belajar telah mempersulitkan banyak kimiawan, baik mahasiswa, guru, dosen, atau peneliti untuk memahami konsep ilmu ini. Buku ini diharapakan membantu mengatasi keterbatan sumber belajar tersebut. Penjelasan yang digunakan pada buku sangat terstruktur dengan bahasa yang mudah dipahami. Bab pertama berisi penjelasan mengenai konsep-konsep dasar termodinamika dilanjutkan dengan penjelasan sistem kimia yang sering dipelajari secara termodinamika pada bab kedua. Konsep inti termodinamika meliputi kesetimbangan termal, kesetimbangan kimia, dan kesetimbangan fasa sebagai aplikasi dari hukum pertama, kedua, dan ketiga termodinamika dijelaskan secara berurutan pada bab tiga hingga bab tujuh. Penjelasan tersebut disertai contoh dan penyelesaian soal serta kaidah matematika praktis yang ditampilkan secara pragmatis pada bagian-bagian tertentu untuk memudahkan pemahaman. Mudah-mudahan buku ini memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan dan terima kasih yang sebesariv



v besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Saran dan kritik yang konstruktif tetap kami harapkan demi penyempurnaan buku ini pada edisi selanjutnya.



Yogyakarta, Desember 2011 Penyusun



v



vi



Termodinamika Kimia



DAFTARISI KATA PENGANTAR....................................................................................iv DAFTAR ISI.................................................................................................vi KONSEP-KONSEP DASAR..........................................................................1 A. Energetika reaksi kimia...................................................................1 B. Sistem dan lingkungan....................................................................3 C. Persamaan keadaan.........................................................................6 D. Fungsi keadaan dan fungsi jalan...................................................7 E. Proses perubahan keadaan............................................................7 F. Kajian termodinamika kimia...........................................................8 G. Fasa zat sistem kimia/fisika............................................................9 PERSAMAAN KEADAAN GAS.................................................................12 A. Hukum-hukum gas........................................................................12 B. Gas ideal..........................................................................................22 C. Gas real...........................................................................................24 D. Isotherm gas dan titik kritis.........................................................36 E. Asas keadaan yang bersesuaian..................................................40 F. Campuran gas.................................................................................41



vi



vii KESETIMBANGAN TERMAL DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA.................................................................................. 47 A. Kalor sebagai bentuk energi........................................................47 B. Kerja.................................................................................................49 C. Energi dalam dan perubahannya................................................56 TERMOKIMIA...........................................................................................74 A. Persamaan termokimia................................................................74 B. Jenis-jenis perubahan entalpi......................................................75 C. Penentuan perubahan entalpi ( DH)............................................79 HUKUM KEDUA DAN KETIGA TERMODINAMIKA...............................88 A. Hukum kedua termodinamika.....................................................88 B. Entropi.............................................................................................90 C. Efisiensi proses termal dan siklus Carnot..................................92 D. Fungsi Helmholtz dan fungsi Gibbs............................................95 E. Gabungan hukum pertama dan kedua termodinamika 99 F. Hubungan Maxwell......................................................................101 G. Persamaan fundamental bentuk integral dan persamaan Gibbs-Duheim...................................................................................103 H. Merancang fungsi termodinamika secara matematis 105 I. Hukum ketiga termodinamika....................................................106 KESETIMBANGAN KIMIA.....................................................................111 A. Syarat kesetimbangan kimia......................................................111 B. Kesetimbangan homogen.......................................................... 112 C. Kesetimbangan Heterogen.........................................................116 D. Respon Kesetimbangan terhadap Berbagai Kondisi .. 118 KESETIMBANGAN FASA.......................................................................127 A. Fasa dan Transisi Fasa.................................................................127 B. Jumlah fasa dan komponen dalam campuran........................128 C. Sistem Satu Komponen...............................................................131 D. Sistem Dua Komponen...............................................................142 vii



viii



Termodinamika Kimia APENDIKS...............................................................................................162 Apendiks A: Simbol Termodinamika Kimia...................................162 Apendiks B: Faktor Konversi...........................................................164 Apendiks C: Tabel dan Data............................................................166 INDEKS....................................................................................................184 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................188



viii



i x



ix



KONSEPKONSEP DASAR A. Energetika reaksi kimia Reaksi kimia sebagai proses yang melibatkan penataan elektron, pemutusan, dan atau pembentukan ikatan antar atom selalu membutuhkan atau melepaskan energi. Energi dibutuhkan jika reaksi kimia melibatkan proses eksitasi elektron atau pembentukan ikatan baru, sebaliknya energi dilepaskan jika reaksi kimia melibatkan proses emisi elektron atau pemutusan ikatan antar atom. Kuantitas dan kualitas energi yang terlibat pada reaksi kimia tersebut dapat dipelajari secara mikroskopik dan makroskopik. Ilmu kimia yang mempelajarinya secara mikroskopik adalah termodinamika statistik dan secara makroskopik adalah termodinamika kimia. Termodinamika statistik menggunakan pendekatan teoritis, yakni berdasarkan energi internal masingmasing partikel. Energi internal tersebut meliputi energi elektron, energi inti atom, dan energi gerak vibrasi, rotasi, serta translasi partikel. Masing-masing energi internal ini dapat dihitung secara kuantum sehingga tidak membutuhkan besaran termodinamika 1



2



Termodinamika Kimia lainnya. Sebaliknya, termodinamika kimia menggunakan pendekatan empiris dimana energi molekul dihitung berdasarkan perubahan besaran termodinamika lainnya. Besaran termodinamika tersebut meliputi temperatur, tekanan, dan volume. Jika energi molekul berubah, maka perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan temperatur, tekanan, atau volume di sekitar molekul. Perubahanperubahan tersebut diamati dan diukur secara kuantitatif untuk menentukan energi molekul. Oleh karena itu, termodinamika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang meliputi pengamatan dan pengukuran besaran-besaran termodinamika.



suplemen Tekanan (p) Tekanan adalah gaya per satuan luas. Makin besar gaya yang bekerja pada permukaan tertentu, makin besar tekanannya. Satuan SI tekanan adalah pascal (Pa) yang dinyatakan sebagai 1 Newton per meter persegi. 1 Pa = 1 Nm-2 Beberapa satuan lain untuk tekanan adalah bar, atm, Torr, dan mmHg, dimana: 1 atm = 101325 Pa = 1.01325 bar = 760 Torr = 760 mmHg. Temperatur (T) Temperatur atau temperatur adalah derajat panas suatu sistem. Sistem yang terasa panas memiliki temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya, sistem yang terasa dingin memiliki temperatur yang lebih rendah. Semakin dingin suatu sistem, semakin rendah temperaturnya. Sebaliknya, semakin panas suatu sistem ,semakin tinggi temperaturnya. Temperatur dapat dinyatakan dalam satuan 0C (Celcius), 0R (Reamur), 0F (Fahrenheit) atau K (Kelvin). Akan tetapi satuan K sebagai satuan SI lebih sering digunakan dalam analisis termodinamika, dimana: x 0C = x + 273.15 K Volume (V) Volume adalah ukuran ruang 3 dimensi (panjang, lebar,dan tinggi) yang 2



DAFTAR ISI ditempati suatu sistem. Volume dapat dinyatakan dalam satuan kubik (cm3, dm3 ,m3 dan seterusnya) sebagai satuan SI atau dalam satuan lain, seperti L (liter), cc (centimetercubic), dan lain-lain. 1000 cm3 = 1000 cc = 1 dm3 = 1 L = 0.001 m3 Jumlah partikel (n) Jumlah partikel zat dalam suatu sistem dapat dinyatakan dalam satuan mol, dimana 1 mol zat mengandung 6.02 x 1023 partikel. Bilangan ini disebut bingan Avogadro dengan lambang N.



B. Sistem dan lingkungan Proses kimia sebagaimana telah disebutkan di atas, demikian pula proses fisika selalu melibatkan materi dan terjadi dalam ruang tertentu, misal zat-zat kimia yang direaksi dalam dalam erlenmeyer, es yang dilelehkan dengan air dalam sebuah gelas, kayu yang dibakar dengan oksigen dalam ruang terbuka, atau gas yang dimasukkan ke dalam balon. Materi yang terlibat dan ruang tempat terjadinya beberapa proses tersebut adalah sistem termodinamika. Sistem tersebut dikelilingi oleh lingkungan yang tidak terlibat secara langsung tapi mempengaruhi proses perubahan. Pemisah antara sistem dan lingkungan termodinamika disebut batas sistem, seperti terlihat pada gambar 1.1.



Gambar 1.1. Sistem dan lingkungan yang dibatasi oleh batas sistem Batas antara sistem dan lingkungan dapat bersifat nyata seperti gas dalam balon atau imajiner seperti air dan es dalam gelas. Es yang kita masukkan dalam air dapat dianggap sebagai 3



3



4



Termodinamika Kimia sistem dan airnya sebagai lingkungan. Namun pada kajian tertentu, air dan es dapat dianggap sebagai sistem, gelas sebagai batas, dan udara di sekitarnya sebagai lingkungan. Penentuan batas antara sistem dan lingkungan dipengaruhi pula oleh interaksi antara keduanya. Jenis sistem berdasarkan interkasinya dibagi menjadi tiga: 1. Jika air dan es tersebut ditempatkan pada gelas terbuka sehingga air dan es yang awalnya terasa dingin akan menjadi hangat akibat terjadinya pertukaran panas dengan udara disekitanya dan setelah beberapa saat sejumlah molekul air yang menguap dapat bercampur dengan udara disekitanya, maka sistem ini disebut sistem terbuka. 2. Jika air dan es tersebut ditempatkan pada gelas tertutup, sehingga yang terjadi hanya pertukaran panas dan tidak disertai pertukaran molekul air (molekul air yang menguap tidak dapat keluar dari sistem, maka sistem ini disebut sistem tertutup. 3. Jika air dan es tersebut ditempatkan pada gelas yang dilengkapi penyekat udara, seperti termos, sehingga baik panas maupun molekul air tidak dapat berpindah, maka sistem ini disebut sistem terisolasi. Gambaran dan penjelasan mengenai sifat pertukaran materi dan energi ketiga sistem tersebut dapat dilihat pada gambar 1.2 dan tabel 1.1.



Gambar 1.2. Tiga jenis sistem dalam termodinamika 4



DAFTAR ISI Tabel 2.1. Jenis sistem berdasarkan interaksinya No



Nama Sistem



Ada Pertukaran Panas/Energi



Materi



1.



Sistem terbuka



Ya



Ya



2.



Sistem tertutup



Ya



Tidak



3.



Sistem terisolasi



Tidak



Tidak



Contoh Soal Reaksi-reaksi kimia berikut terjadi pada sistem tertentu. Jelaskan sistem yang memungkinkan proses tersebut terjadi! a. Kebakaran hutan b. Senyawa organik yang direfluks dengan pendingin bola Jawab: a. Reaksi pembakaran hanya dapat terjadi jika tersedia O 2. Selama reaksi terjadi, O2 dari udara akan terus digunakan untuk bereaksi dengan senyawa organik yang terbakar, sehingga terjadi aliran materi dan tentunya juga panas. Oleh karena itu, proses ini terjadi pada sistem terbuka. b. Selama proses refluks panas yang diberikan menyebabkan senyawa kimia yang direfluks dan pelarutnya akan menguap. Uap yang dihasilkan akan terkondensasi oleh pendingin bola, sehingga tetesannya akan kembali bercampu, sehingga tidak terjadi aliran materi. Oleh karena itu, proses ini terjadi pada sistem tertutup. Latihan Soal Tuliskan beberapa contoh proses kimia dan fisika yang terjadi dalam sistem terbuka, tertutup, dan terisolasi!



5



5



6



Termodinamika Kimia



C. Persamaan keadaan Perubahan keadaan sistem sebagaimana disebutkan di atas dapat diamati dan diukur berdasarkan variabel-variabel tertentu. Variabel-variabel tersebut dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Variabel intensif adalah variabel yang nilainya tidak tergantung pada ukuran/luas sistem, contoh tekanan (p), temperatur (T), besaran-besaran molar, potensial kimia, densitas, dan lain sebagainya. 2. Variabel ekstensif adalah variabel yang nilainya tergantung pada ukuran/luas sistem, contoh volume (V), massa (m), jumlah mol (n), panjang (l), dan lain sebagainya. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dinyatakan sebagai persamaan keadaan. Contoh persamaan keadaan adalah persamaan keadaan gas ideal ( pV = nRT), persamaan van der Waals, dan lain-lain. Persamaan-persamaan tersebut diturunkan berdasarkan eksprimen-eksprimen terhadap masing-masing variabel.



Contoh Soal Sifat intensif dapat diformulasikan dari beberapa sifat ekstensif. Jelaskan pernyataan tersebut dan berikan contoh! Jawab: Sifat intensif dapat diformulasikan dari beberapa sifat ekstensif. Contoh yang sederhana adalah perbandingan antara massa dan volume yang keduanya merupakan sifat ekstensif menghasilkan sifat intensif yang disebut massa jenis dan tidak tergantung pada jumlah/ukuran sampel. Contoh yang lain adalah molaritas sebagai perbandingan antara mol dan volume atau potensil kimia sebagai perbandingan antara energi bebas Gibbs dan mol.



6



DAFTAR ISI Latihan Soal Jelaskan dan berikan contoh secara eksprimen bahwa: a. Volume adalah variabel ekstensif b. Temperatur adalah variabel intensif



D. Fungsi keadaan dan fungsi jalan Perubahan variabel-variabel intensif/ekstensif dalam suatu sistem kimia/fisika melibatkan energi tertentu yaitu kerja (w) dan atau kalor (q). Suatu sistem tidak akan berubah jika tidak melibatkan kerja atau kalor atau suatu sistem yang tidak berubah dikatakan tidak memiliki kerja atau kalor. Oleh karena itu kerja dan kalor dipengaruhi oleh proses perubahan sistem, sehingga kerja dan kalor disebut fungsi jalan. Selain itu, perubahan variabel-variabel intensif/ekstensif tersebut akan menyebabkan perubahan energi tertentu dalam sistem, yaitu energi dalam (U), entalpi (H), entropi (S), energi bebas Gibbs (G), dan atau energi bebas Helmholtz (A). Kelompok energi ini tidak dapat diukur secara langsung, tapi hanya dapat diketahui besar perubahannya (∆U, ∆H, ∆S, ∆G, atau ∆Anya) berdasarkan keadaan awal dan akhir sistem sehingga kelompok energi ini disebut fungsi keadaan atau fungsi termodinamika.



E. Proses perubahan keadaan Proses perubahan keadaan adalah cara suatu sistem berubah dari satu keadaan ke keadaan lain. Proses tersebut dapat dikelompok menjadi dua jenis, yaitu proses reversibel dan proses irreversibel. Proses reversibel adalah proses yang berlangsung sangat lambat, sehingga setiap saat sistem selalu berada dalam keadaan kesetimbangan (quasy-static = seolah-olah statis). Contoh: H2O (l, 1000C, 1 atm)



H2O (g, 1000C, 1 atm)



Reaksi ini memperlihatkan air dari fasa cair berubah menjadi air fasa gas kemudian balik lagi dari air fasa gas menjadi air fasa cair 7



7



8



Termodinamika Kimia pada tekanan dan temperatur yang sama. Proses reversibel dapat terjadi pada temperatur tetap (isotermal), tekanan tetap (isobar), volume tetap (isokhorik), entropi tetap (isotrop), dan tidak ada pertukaran panas antara sistem dan lingkungan (adiabatik). Proses reversibel sangat jarang terjadi, sebaliknya proses irreversibel adalah proses yang banyak terjadi di alam sekitar. Proses irreversibel adalah proses yang tidak memenuhi syarat reversibel.



F. Kajian termodinamika kimia Pada saat tertentu, proses perubahan suatu sistem kimia atau fisika akan mencapai keadaan statis, dimana perubahan total keadaan sistem sama dengan nol. Kondisi ini terjadi jika telah tercapai kesetimbangan termodinamika baik antara sistem dengan sistem atau sistem dengan lingkungan. Jenis kesetimbangan termodinamika yang dipelajari pada proses kimia adalah sebagai berikut: 1. Kesetimbangan termal yang terjadi jika temperatur sama pada setiap titik. 2. Kesetimbangan kimia yang terjadi jika reaksi kimia dari reaktan ke produk atau sebaliknya berlangsung dengan laju yang sama. 3. Kesetimbangan fasa yang terjadi jika perubahan antar fasa berlangsung dengan laju dan jumlah materi yang yang sama. Tiga kategori kesetimbangan termodinamika di atas merupakan objek kajian termodinamika kimia yang dipelajari berdasarkan hukum-hukum termodinamika. Hukum pertama termodinamika berkaitan dengan kesetimbagan termal, sedangkan hukum kedua dan ketiga termodinamika berkaitan dengan kesetimbangan kimia dan kesetimbangan fasa. Ketiga hukum termodinamika ini membantu kimiawan untuk: 1. Menentukan kondisi dimana reaksi kimia memungkinkan terjadi.



8



DAFTAR ISI 2. Mengatur dan menvariasikan besaran termodinamika sehingga diperoleh hasil reaksi yang diinginkan. 3. Memaksimalkan reaksi yang diinginkan atau menghambat reaksi yang tidak diinginkan jika reaksi kimia meliputi beberapa jalan. 4. Menentukan kondisi stabil reaktan dan produk yang terlibat dalam reaksi kimia.



G. Fasa zat sistem kimia/fisika Materi sebagai objek kajian termodinamika dikelompokkan ke dalam 3 jenis fasa. Masing-masing fasa tersebut memiliki pengaruh dan respon yang berbeda terhadap besaran termodinamika. Ketiga jenis fasa tersebut adalah sebagai berikut: 1. Padat Gaya tarik antar partikel penyusun zat padat sangat kuat sehingga partikel-partikel tersebut hanya bergetar pada posisi yang sama dan tetap berada dalam satu kesatuan. Jarak antar partikel yang satu dengan partikel yang lain sangat rapat, sehingga rapatan atau densitasnya sangat besar. Sifat-sifat tersebut menyebabkan zat padat tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan variable-variabel sistem seperti perubahan temperatur atau tekanan. 2. Cair Gaya tarik antar partikel penyusun zat cair kurang kuat sehingga partikel-pertikel tersebut bisa bergerak bebas dan tumpang tindih dengan partikel-partikel yang lain. Sifat-sifat tersebut menyebabkan bentuk zat cair, seperti air, minyak tanah, bensin, dan lain-lain bisa mengalir dan berubah-ubah sesuai dengan wadah yang ditempatinya. Akan tetapi, gaya tarik antar partikelnya masih relatif kuat untuk menahan partikel-partikel tersebut tetap dalam satu kesatuan, sehingga meskipun bentuknya dapat berubahubah, pada tekanan dan temperatur yang sama volume zat cair tetap tidak berubah.



9



9



10



Termodinamika Kimia 3. Gas Gas adalah fasa zat yang berbeda dengan dua jenis fasa sebelumnya. Gaya tarik antar pertikelnya sangat lemah sehingga jarak antar partikelnya berjauhan, densitasnya sangat kecil, dan menyebabkan partikel-partikel tersebut dapat bergerak bebas. Perilaku ini menyebabkan gas memiliki sifat unik yang mudah diamati, antara lain: a. Volume dan bentuk sistemnya sesuai wadah. b. Gerak partikelnya cepat dan bebas serta memberikan tekanan ke dinding wadah. Semakin banyak partikel-partikel gas, tekanan sistemnya semakin besar. c. Gas dapat ditekan dengan tekanan dari luar yang menyebabkan volume sistemnya menyusut. Jika tekanan luar tersebut dikurangi, volumenya akan mengembang kembali. d. Jika temperatur sistem gas bertambah, maka volumenya bertambah dan sebaliknya jika dikurangi, volumenya akan menyusut. e. Jika dua atau lebih zat berfasa gas dicampur pada wadah yang sama, partikel-partikel masing-masing gas tersebut akan terdistribusi merata. Sifat-sifat gas yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa gas merupakan sistem kimia/fisika yang sangat dipengaruhi oleh perubahan volume, tekanan, temperatur, dan jumlah partikel. Variable-variabel tersebut saling mempengaruhi. Jika salah satu variable diubah, maka beberapa variabel yang lain akan berubah. Untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel tersebut dan bagaimana variabel-variabel tersebut melibatkan fungsi jalan dan mempengaruhi fungsi keadaan, kajian tentang termodinamika lebih difokuskan pada sistem gas. Gambaran ketiga jenis fasa zat sistem kimia/fisika sebagaimana dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar 1.3.



10



DAFTAR ISI



Gambar 1.3. Wujud dan susunan partikel fasa zat



Soal Latihan



1. Tuliskan beberapa contoh proses kimia atau fisika yang terjadi dalam sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi! 2. Tuliskan beberapa contoh persamaan keadaan! 3. Berikan contoh dan alasan bahwa perubahan tekanan tidak terlalu berpengaruh terhadap padatan dan cairan!



11



11



12



Termodinamika Kimia



PERSAMAAN KEADAANGAS A. Hukum-hukum gas Gas merupakan jenis fasa sistem yang sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel sistem, seperti volume, tekanan, temperatur, dan jumlah partikel. Variabel-variabel tersebut saling mempengaruhi. Jika salah satu variable diubah, maka beberapa variabel yang lain akan berubah. Salah satu teknik yang sering dipakai untuk menurunkan hubungan antara variabel-variabel tersebut adalah dengan menjaga salah satu variabel tetap konstan. Misal, untuk mengetahui hubungan antara temperatur dan tekanan gas, maka volume dan jumlah partikelnya harus konstan. Demikian pula, untuk mengetahui hubungan antara temperatur dan volume gas maka tekanan dan jumlah partikelnya harus konstan. 1. Hubungan antara volume dan tekanan (hukum Boyle) Robert Boyle (1627-1691) melakukan eksperimen untuk menyelidiki hubungan kuantitaif antara tekanan dan volume sistem gas. Eksperimen ini dilakukan dengan memasukan sejumlah gas tertentu ke dalam wadah tertutup. Sampai pada pendekatan yang cukup baik, Boyle menyimpulkan bahwa jika temperatur sistem 12



DAFTAR ISI dijaga konstan (isotermal), maka dengan menambah tekanan sistem, volume sistem akan berkurang. Demikian pula sebaliknya dengan mengurangi tekanan sistem, volume sistem akan bertambah. Gambaran mengenai eksprimen Robert Boyle dapat dilihat pada gambar 2.1. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada temperatur konstan, tekanan sistem gas berbanding terbalik dengan volumenya sebagaimana digambarkan dengan grafik pada gambar 2.2. Hubungan ini dikenal sebagai hukum Boyle.



Gambar 2.1. Hubungan antara tekanan dan volume sistem gas pada temperatur konstan



Gambar 2.2. Grafik hubungan antara tekanan dan volume sistem gas pada temperatur konstan 13



13



14



Termodinamika Kimia Secara matematis grafik pada gambar 2.2 dapat dijabarkan sesuai persamaan 2.1. a. V µ 1 atau V = k ............................................................. (2.1.a) p p Persamaan 2.1.a memperlihatkan bahwa hasil kali antara p dan V sejumlah gas tertentu pada temperatur konstan adalah sebuah tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai persamaan 2.1.b. pV = k (tetapan) p1V1 = p2V2 ......................................................................... (2.1.b) Jika persamaan 2.1.a diturunkan terhadap p dimana T dan n konstan, akan diperoleh persamaan 2.1.c. ¶V ¶p



= - k .................................................................. (2.1.c)



T ,n



p2



Substitusi nilai k persamaan 2.1.c dengan nilai k dari persamaan 2.1.b menghasilkan persamaan 2.1.d. ¶V



¶p 2.



= -V .................................................................... (2.1.d) p



T ,n



Hubungan antara volume dan temperatur (hukum Charles)



Beberapa tahun setelah Boyle menemukan hubungan antara volume dan tekanan, seorang ilmuwan berkebangsaan Prancis yang bernama Jacques Charles (1746-1823) menyelidiki hubungan antara volume dan temperatur gas. Berdasarkan hasil eksprimennya, Charles menemukan bahwa apabila tekanan sistem gas konstan, maka dengan menaikan temperatur sistem, volume sistem juga akan bertambah. Sebaliknya dengan menurunkan temperatur sistem, volume sistem juga akan berkurang. Gambaran mengenai penemuan Jacques Charles dapat dilihat pada gambar 2.3. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada tekanan konstan, temperatur sistem gas berbanding 14



DAFTAR ISI lurus dengan volumenya sebagaimana digambarkan dengan grafik pada gambar 2.4. Hubungan ini dikenal sebagai hukum Charles.



Gambar 2.3. Hubungan antara volume dan temperatur sistem gas pada tekanan konstan



Gambar 2.4. Grafik hubungan antara temperatur dan volume sistem gas pada tekanan konstan Apabila garis pada grafik gambar 2.4 digambarkan sampai temperatur yang lebih rendah maka garis akan memotong sumbu di sekitar -273,15 oC. Berdasarkan banyak eksprimen yang telah dilakukan, ditemukan bahwa walaupun besarnya perubahan volume setiap jenis gas berbeda-beda, tetapi ketika garis pada grafik V-T digambarkan sampai temperatur yang lebih rendah maka 15



15



16



Termodinamika Kimia garis selalu memotong sumbu di sekitar -273,15 oC. Secara sederhana, dapat disimpulkan jika gas didinginkan hingga -273,15 o C maka volume gas = 0. Oleh karena itu, temperatur -273,15 oC adalah temperatur terendah yang bisa dicapai dan ditetapkan sebagai temperatur nol mutlak dalam satuan Kelvin (K). Jarak skala Kelvin sama dengan jarak skala Celcius dimana 0 K = -273,15 oC atau 273,15 K = 0 oC. Temperatur dalam skala Celcius (biasanya disimbol t) dapat diubah menjadi skala Kelvin (biasanya disimbol T) dengan menambahkan 273,15 dan sebaliknya temperatur dalam skala Kelvin dapat diubah menjadi skala Celcius dengan mengurangi 273,15. Perhitungan dalam termodinamika selalu menggunakan temperatur mutlak yang dinyatakan dalam skala Kelvin. Apabila temperatur masih dalam skala Celcius, maka harus diubah terlebih dahulu ke dalam skala Kelvin. Secara matematis hubungan antara volume dan temperatur pada tekanan sistem konstan dapat dijabarkan sesuai dengan persamaan 2.2. (2.2.a) V µ T atau V = kT ............................................................. Persamaan 2.2.a memperlihatkan bahwa perbandingan antara V dan T sejumlah gas tertentu pada tekanan konstan adalah sebuah tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai persamaan 2.2.b. V = k (tetapan) T V1 =V2 .............................................................................. (2.2.b) T1



T2



Jika persamaan 2.2.a diturunkan terhadap T dimana p dan n konstan, akan diperoleh persamaan 2.2.c. ¶V =k ¶T



(2.2.c)



p,n



Substitusi nilai k persamaan 2.2.c dengan nilai k dari persamaan 2.2.b menghasilkan persamaan 2.2.d. 16



DAFTAR ISI ¶V ¶T



p,n



=V ...................................................................... (2.2.d)



T



3. Hubungan antara tekanan dan temperatur (hukum Gay Lussac) Joseph Gay Lussac (1778-1850) menemukan bahwa apabila volume sistem gas dijaga konstan, maka dengan menambah temperatur sistem, tekanan sistem juga akan bertambah. Demikian juga sebaliknya jika temperatur sistem dikurangi, tekanan sistem juga akan berkurang. Gambaran mengenai penemuan Joseph Gay Lussac dapat dilihat pada gambar 2.5. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada volume konstan, tekanan sistem gas berbanding lurus dengan temperaturnya. Hubungan ini dikenal sebagai hukum Gay Lussac.



Gambar 2.5. Hubungan antara temperatur dan tekanan sistem gas pada volume konstan Secara matematis hubungan antara tekanan dan temperatur sistem gas pada volume konstan dapat dijabarkan sesuai persamaan 2.3. p µ T atau p = kT ................................................................................. 17



(2.3.a)



17



18



Termodinamika Kimia Persamaan 2.3.a memperlihatkan bahwa perbandingan antara V dan T sejumlah gas tertentu pada tekanan konstan adalah sebuah tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai persamaan 2.3.b. p = k (tetapan) T p = p .............................................................................. (2.3.b) 1 2 T1



T2



Gabungan antara persamaan 2.3.b dengan persamaan 2.2.b menghasilkan persamaan baru untuk sistem gas pada jumlah tertentu sesuai persamaan 2.3.c. p1V1 = p2V2 ....................................................................... (2.3.c)



T



1



T



2



Contoh Soal Pada tekanan atmosfir (101 kPa), temperatur gas karbondioksida adalah 20 oC dan volumenya adalah 2 liter. Apabila tekanan diubah menjadi 201 kPa dan temperatur dinaikkan menjadi 40 o



C, hitung volume akhir gas karbondioksida tersebut!



Jawab: Dik: P1 = 101 kPa P2 = 201 kPa o T1 = 20 C + 273 K = 293 K o T2 = 40 C + 273 K = 313 K V1 = 2 liter Penyelesaian: p1V1 = p2V2 T T1 2



Dit:



V2 = p1V1T2 T1 p2



18



V2 = ...L



DAFTAR ISI



=(101kPa)(2L)(313K ) (293K )(201kPa) =1.06L Volume akhir gas karbon dioksida = 1,06 L



Latihan Soal Gay Lussac menemukan bahwa volume gas pada tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai V = Vo(1+aot) dimana Vo adalah volume pada saat 0oC, t adalah temperatur pada skala derajat Celcius, dan ao adalah sebuah tetapan. Hitung harga ao menggunakan persamaan 3.2.b! (ao = 3.66 x 10-3 oC-1) 4. Hubungan antara volume dan jumlah partikel (hukum Avogadro) Sejauh ini telah ditinjau hubungan antara temperatur, volume, dan tekanan sistem gas. Massa atau jumlah partikel dalam sistem gas belum dibahas. Setiap sistem kimia/fisika selalu melibatkan zat dalam jumlah tertentu. Satuan jumlah yang sering dipakai dalam sistem termodinamika adalah satuan mol, dimana satu mol zat memiliki 6.02 x 1023 partikel. Bilangan ini disebut bilangan Avogadro (N). Ketika meniup balon, semakin banyak udara yang dimasukkan, balon yang ditiup akan semakin mengembang. Dengan kata lain, semakin banyak partikel gas yang dimasukkan, semakin besar volume balon sebagaiman diperlihatkan pada gambar 2.6. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada temperatur dan tekanan yang tetap jumlah partikel berbanding lurus dengan volume gas. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Avogadro.



19



19



20



Termodinamika Kimia



Gambar 2.6. Hubungan antara jumlah partikel dan volume sistem gas pada tekanan dan temperatur konstan Secara matematis hubungan antara antara jumlah partikel dan volume sistem gas dapat dijabarkan sesuai persamaan 2.4. V µ n atau V = kn ..............................................................



(2.4.a)



Persamaan 2.4.a memperlihatkan bahwa perbandingan antara V dan n pada temperatur dan tekanan konstan adalah sebuah tetapan. Sehingga untuk keadaan 1 dan 2 dapat dirumuskan sesuai persamaan 2.4.b. V = k (tetapan) n V1 = V2 .............................................................................. (2.4.b)



n



1



n



2



Jika persamaan 2.4.a diturunkan terhadap n dimana p dan T konstan, akan diperoleh persamaan 2.4.c. ¶V =k ¶n



(2.4.c)



T ,p



Substitusi nilai k persamaan 2.4.c dengan nilai k dari persamaan 2.4.b menghasilkan persamaan 2.4.d. ¶V =V ¶n



T ,p



n



...................................................................... (2.4.d)



Pada keadaan standar (tekanan 1 bar dan temperatur 273.15 K), volume 1 mol gas adalah 22.4 liter. Volume ini disebut Volume Avogadro atau Volume Molar Gas (Vm), yaitu volume yang 20



DAFTAR ISI ditempati gas tiap 1 mol. Volume molar gas selalu dinyatakan dalam tekanan dan temperatur tertentu. 5. Hubungan antara temperatur, volume, tekanan, dan jumlah partikel gas Hukum Boyle, hukum Charles, hukum Gay Lussac, dan hukum Avogadro baru menurunkan hubungan antara temperatur, volume, tekanan, dan jumlah partikel gas secara terpisah. Bagaimanapun keempat variabel ini memiliki keterkaitan erat dan saling mempengaruhi. Karenanya, dengan berpedoman pada keempat hukum gas di atas, hubungan yang lebih umum antara temperatur, volume, tekanan, dan jumlah partikel dapat dipadukan dalam satu persamaan. Jika keempat hukum tersebut digabungkan akan diperoleh kesimpulan bahwa volume gas merupakan parameter yang dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, dan jumlah partikel gas yang dinyatakan sebagai fungsi volume. (2.5) V = (p,T ,n) ......................................................................... atau secara matematis dapat dituliskan sebagai diferensial parsial sesuai persamaan 3.6. dV =



¶V ¶p



¶V



dp +



¶T



T ,n



dT +



¶V



¶n



p,n



dn ......................



(2.6)



T ,p



Subtitusi persamaan 2.1.d, 2.2.d, dan 2.4.d ke dalam persamaan 2.6 kemudian dikalikan 1/V dan diintegralkan akan menghasilkan persamaan 2.7. dV =



=



V



¶V ¶T



p,n



dT -



Tpn



dT +



V



dp +



V



¶V ¶



p



dp + T ,n



¶V ¶n



dn



p,T



dn



masing-masing ruas dikalikan 1/V, maka diperoleh:



21



21



22



Termodinamika Kimia



1V



1V



1V



1 dV = dT dp+ dn V VT Vp Vn =



1



dT Tpn



1



dp+



1



dn



masing-masing ruas diintegralkan, maka diperoleh: 1 1 1 1 ∫ V dV = ∫ T dT -∫ p dp +∫ n dn



lnV + C1 = lnT + C2 - (ln p + C 3 )+ln n + C4



lnV = lnT -ln p + ln n + (-C1 + C2 -C3 + C4 )



dimana (- C1 + C2 - C3 + C4 ) adalah sebuah konstanta dan dapat dituliskan sebagai ln R, sehingga persamaan di atas menjadi: ln V + ln p = ln T + ln n + lnR atau ln p + ln V = ln n + ln R + lnT ln pV = ln nRT pV = nRT ..........................................................................



(2.7)



Untuk memudahkan penggunaannya, persamaan 2.7 dapat dinyatakan dengan menggunakan variabel volume molar (V m), yaitu volume sistem per satu mol gas sesuai persamaan 2.8. (2.8) pVm = RT ..........................................................................



B. Gas ideal Perlu diketahui bahwa hukum Boyle, hukum Charles, hukum Gay Lussac, dan hukum Avogadro hanya memberikan hasil yang akurat pada tekanan rendah dan temperatur tinggi. Pada kondisi normal atau kondisi sebaliknya, hanya sedikit gas yang memenuhi hukum ini. Hampir semuanya memberikan penyimpangan. Berdasarkan kenyataan ini, hukum Boyle, hukum Charles, hukum Gay Lussac, dan hukum Avogadro yang telah diformulasikan pada persamaan 2.7 tidak bisa diterapkan untuk semua jenis dan kondisi gas. 22



DAFTAR ISI Selain itu, kondisi yang disyaratkan oleh persamaan tersebut (tekanan rendah dan temperatur tinggi) adalah kondisi yang sangat jarang dipakai, sementara kebutuhan terhadap persamaan tersebut sangat penting untuk mempelajari keadaan sistem pada berbagai kondisi. Berdasarkan hal tersebut, disepakati bahwa persamaan 2.7 dapat digunakan jika sistem gas yang dianalisis dipostulatkan sebagai gas ideal dan oleh karena itu persamaan 2.7 disebut sebagai persamaan keadaan gas ideal. Gas ideal adalah gas yang dipostulatkan bahwa partikelpartikelnya tidak memiliki interaksi atau gaya tarik menarik dan tolak menolaknya sama dengan nol. Selain itu, volume partikelpartikelnya yang sangat kecil diabaikan, sehingga volume sistem yang dianalisis adalah volume wadahnya. Pada kenyataannya tidak ada gas yang mutlak bersifat seperti itu. Sebagai contoh, jika gas tidak memiliki gaya tarik-menarik, maka tidak mungkin untuk memampatkan gas menjadi cair, seperti nitogen cair. Oleh karena itu, hasil analisis menggunakan persamaan gas ideal hanyalah sebuah pendekatan. Jika suatu gas dipostulatkan bersifat ideal maka perbandingan pV T pada jumlah tertentu akan selalu tetap sebagai sebuah tetapan sesuai persamaan 2.7. Hasil eksprimen dan perhitungan 1 mol gas pada keadaan standar menghasilkan tetapan tersebut sebesar 0,08206 L atm mol -1 K-1 yang selanjutnya dikenal sebagai tetapan gas ideal dan disimbol R. Tetapan R dalam beberapa bentuk satuan dilihat pada tabel 1 apendiks C.



Contoh Soal Suatu sampel udara menempati 1,0 L pada 25˚C dan 1 atm. Dengan mengunakan persamaan gas ideal, tentukan berapa tekanan yang diperlukan untuk memampatkan sampel tersebut menjadi 100 cm3? Jawab: Dik: V1 = 1 L V2 = 100 cm3 = 0.1 dm3 = 0.1 L T = 25 0C = 298 K p1 = 1 atm 23



23



24



Termodinamika Kimia Dit: p2 = ... atm Penyelesaian: Persamaan gas ideal yang dimaksud adalah pV = nRT dimana untuk dua keadaan, nilai R sistem sama, sehingga diperoleh: pV



pV



1 1=



2 2



dimana n1 = n2 dan T1 = T2 , so p1V1 = p2V2 1x1 = 0.1p2 p2 =



1



0.1 = 10atm



Tekanan yang diperlukan untuk memampatkan sampel udara tersebut adalah 10 atm. Latihan Soal Buktikan berdasarkan persamaan gas ideal: 1 ¶V b. - 1 =1 a.



V ¶T



p,n



¶V



V ¶p



T



=1 p



T ,n



C. Gas real Untuk mengatasi kelemahan persamaan gas ideal dibutuhkan persamaan gas yang lain, yaitu persamaan gas real. Gas real atau gas nyata adalah kondisi gas yang sebenarnya, yaitu gas yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Partikel-partikelnya memiliki gaya tarik menarik dan tolak menolak, terutama pada tekanan tinggi. Selain itu, volume sistem gas real dipengaruhi pula oleh volume partikel-partikelnya. Secara empiris, untuk menyatakan suatu gas bersifat ideal atau real dapat dilakukan dengan menggunakan faktor 24



DAFTAR ISI kompresibilitasnya (Z), kemampuan untuk dimampatkan, yang dirumuskan pada persamaan 2.9. Z = pV nRT



.............................................................................(2.9)



Jika nilai Z suatu gas sama dengan 1 (Z =1), maka gas tersebut bersifat ideal. Sebaliknya, jika nilai Z suatu gas tidak sama dengan 1 (Z ≠ 1), maka gas bersifat tidak ideal atau gas real. Gas real dengan Z < 1 menunjukkan gas real tersebut sangat mudah dimampatkan menjadi cair karena gaya tarik menarik antar partikelnya lebih besar. Sebaliknya jika Z > 1, gas real tersebut kurang kompresibel atau sulit dimampatkan karena gaya tolak menolak antar partikelnya lebih besar.



Gambar 2.7. Variasi faktor kompresibilitasnya (Z) dengan tekanan beberapa gas Bila digambarkan grafik Z versus p pada temperatur konstan akan diperoleh grafik lurus untuk gas ideal dan grafik melengkung untuk gas real seperti ditunjukkan gambar 2.7. Besarnya simpangan garis lengkung gas real tersebut dari garis lurus gas ideal tergantung pada jenis gas. Gambar 2.7 memperlihatkan bahwa pada tekanan di bawah 400 atm, grafik gas CH4 berada di bawah garis lurus gas ideal (Z < 1), sehingga dikatakan gas CH4 lebih mudah dimampatkan (lebih kompresibel) 25



25



26



Termodinamika Kimia dibandingkan gas ideal di bawah tekanan tersebut. Sebaliknya, grafik gas H2 selalu di atas garis lurus gas ideal (Z > 1), sehingga dikatakan gas H2 lebih sulit dimampatkan (kurang kompresibel) dibandingkan gas ideal pada semua rentang tekanan. Semua gas akan memiliki mendekati kondisi ideal pada tekanan mendekati nol. Gambar 2.8 memperlihatkan grafik Z versus p gas H 2 pada berbagai variasi temperatur. Pada temperatur 35, 50, dan 60 K, grafik gas H2 berada di bawah garis lurus gas ideal pada tekanan rendah dan berada di atas garis lurus gas ideal pada tekanan yang lebih tinggi. Jika temperatur terus dinaikkan di atas 100 K, grafik gas H2 akan selalu berada di atas garis lurus gas ideal pada semua rentang tekanan.



Gambar 2.8. Faktor kompresibilitas gas H2 pada berbagai temperatur Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pada kondisi isotermal, sifat-sifat gas real adalah fungsi tekanan (termasuk volume). Kesimpulan ini menjadi alasan untuk menyusun persamaan yang baru untuk gas real dengan memperhatikan 26



DAFTAR ISI tekanan dan volume sistemnya. Beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk gas real adalah sebagai berikut: 1. Persamaan van der Waals Pada tahun 1873, van der Waals memberikan koreksi terhadap volume dan tekanan pada persamaan gas ideal (pV = nRT). Volume memerlukan koreksi karena volume sistem yang sebenarnya harus dijumlahkan dengan volume yang ditempati oleh partikel-partikel gas. Pada gas ideal volume partikel ini diabaikan, karena nilainya yang terlalu kecil. Besarnya volume partikel-partikel tersebut ditentukan oleh jenis dan jumlah gas yang dirumuskan oleh van der Waals sebesar bn dimana b adalah tetapan van der Waals untuk koreksi volume dan n adalah jumlah mol gas. Dengan demikian diperoleh volume sistem sebenarnya berdasarkan persamaan 2.10. Vreal = Videal + nb ................................................................. (2.10) Van der Waals juga memberikan koreksi terhadap tekanan sistem gas ideal. Gaya tarik menarik partikel-partikel gas real menyebabkan benturan partikel-partikel tersebut ke dinding wadah semakin berkurang sehingga tekanan yang diberikan juga berkurang (gambar 2.9). Besarnya tekanan yang berkurang tersebut dirumuskan oleh van der Waals sebesar



an2



, sehingga secara V 2



matematis tekanan gas yang sebenarnya sesuai persamaan 2.11. p =p - an2 .............................................................. (2.11) ideal



V2 dimana a adalah tetapan van der Waals untuk koreksi tekanan yang berbeda untuk tiap gas. Cara menentukan tetapan van der Walls berkaitan dengan titik kritis akan dibahas pada subbab D. real



27



27



28



Termodinamika Kimia



Gambar 2.9. Efek gaya tarik menarik antar partikelpartikel gas terhadap tekanan sistem Jika persamaan 2.10 dan 2.11 disubsitusi ke dalam persamaan gas ideal, akan diperoleh persamaan 2.12 yang disebut persamaan van der Waals.



pidealVidea l = + an



2



nRT



- nb)= nRT .......................................... (2.12) 2 V atau secara sedehana cukup dituliskan: +an 2 p



(



real



V



p



V



real



2 (V - nb)= nRT



Persamaan van der Waals dapat ditata ulang menjadi persamaan pangkat tiga dengan merubah variable V menjadi volume molar (Vm), sehingga diperoleh persamaan 2.13. + a = RT p



2 Vm



.................................................................



(2.13)



Vm - b



Jika persamaan 2.13 dimodifikasi ulang akan diperoleh persamaan pangkat tiga sesuai persamaan 2.14. p 3 RT V



m



-b+



V



m



2 +a



V - a = 0 ................................... p p m



b



28



DAFTAR ISI Nilai tetapan van der Waals (a dan b) tergantung pada jenis gasnya. Nilai tetapan tersebut untuk beberapa jenis gas dapat dilihat pada tabel 11 apendiks. Contoh Soal Hitunglah volume molar CO2 pada 500 K dan 100 atm apabila mengikuti persamaan Van der Waals jika diketahui a = 3.610 L 2 atm mol-2 dan b = 4.29 x 10-2 L mol-1! Jawab: Dik: T = 500 K; p = 100 atm; a = 3.610 L2 atm mol-2 b = 4.29 x 10-2 L mol-1 Dit: Vm (Van der Waals)= ... L mol-1 Penyelesaian: Persamaan van der waals dengan Vm: RT 1 2 p+a



=



Vm b Jika ditata ulang akan diperoleh persamaan pangkat tiga: R a a T b Vm



+



Vm3 -Vm2 b +



Vm -



=0



p p p Sehingga dapat diselesaikan: + 0.08206x500 + 3.610 Vm - 3.610x0.0429 = 0 Vm3 -Vm2 0.0429



3



100



100



100



2



Vm - 0.4532Vm + 0.0361Vm - 0.00154869 = 0



Menyelesaikan persamaan pangkat 3 dengan cara praktis: Misal diketahui persamaan pangkat 3 berikut: ax3 + bx2 + cx + d = o Maka untuk menentukan nilai x kita gunakan rumus praktis:



(



x = 3 q + q2 + r - p2 dimana:



)3 +



3



(



q - q2 + r - p2



29



)3 + p



29



30



Termodinamika Kimia p = - b ; q = p3 + bc - 3ad ; r = c 2 3a 3a 6a Untuk soal di atas diperoleh: a=1 b = -0.4532 c = 0.0361 d = -0.00154869 sehingga nilai p, q, dan r adalah: p



= - b = - -0.4532 = 3a



3



0.151067



q = p3 + bc - 3ad 6a2 = 0.1510673 + - 0.4532x0.0361 + 3x0.00154869 = 0.149115 r = c = 0.0361 = 0.012033 3a



6



3



Nilai p, q, dan r kita masukkan ke dalam rumus praktis, dan diperoleh: Vm = 3 q + q2 + (r - p2 )3 + 3 q - q2 + (r - p2 )3 + p = 3 0.149115 + 0.1491152 + (0.012033 - 0.1510672 )3 +



0.149115 - 0.1491152 + (0.012033 - 0.1510672 )3 + 0.151067



3



= 0.83622 Lmol -1



Latihan Soal Gunakan persamaan Van der Waals untuk menghitung tekanan yang dihasilkan oleh 1 mol gas Cl2 ketika menempati volume 2 L



30



DAFTAR ISI pada 273 K, jika diketahui a = 6.49 L2 atm mol-2 dan b = 0.0562 L mol-1! (p = 9.90 atm) 2. Persamaan Virial Kelemahan persamaan gas van der Waals adalah ketidaktelitiannya menggambarkan perilaku gas pada tekanan tinggi. Suatu persamaan yang dapat menggambarkan perilaku gas pada tekanan tinggi adalah persamaan virial yang dikembangkan oleh Kammerlingh Onnes. Bentuk umum persamaan ini sesuai dengan persamaan 2.15. pVm



= RT



1 +



B



+



Vm



C



Vm



2



+



D



Vm



3



+ ...



................................... (2.15)



dengan B, C, D,... adalah koefisien virial kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Koefisien ini merupakan fungsi temperatur dan bergantung pada jenis gas. Dalam bentuk lain persamaan ini dinyatakan pada persamaan 2.16. (2.16) 2 3 pVm = RT 1 + B'P +C'P + D'P +... ...................................



(



)



dimana B’, C’, D’, dan seterusnya adalah fungsi temperatur. Nilai koefisifien virial kedua, ketiga, keempat dan seterusnya dapat ditentukan dengan cara membandingkan persamaan 2.15 dengan persamaan van der Waals, yang keduanya dinyatakan dalam bentuk fungsi Z terhadap volume. Jika suku yang lebih tinggi diabaikan, maka fungsi Z persamaan 2.15 dapat dinyatakan dalam persamaan 2.17. .................................................... (2.17) Z = pVm = 1 + B + C RT



V



V 2



m



m



Dengan cara yang sama, fungsi Z untuk persamaan van der Waals dinyatakan dalam persamaan 2.18 1 - a .............................................. (2.18) Z = pVm = RT



b



1- V



m



RTVm 31



31



32



Termodinamika Kimia Pada tekanan rendah nilai



b



lebih kecil dari satu, sehingga suku Vm



pertama pada ruas kanan persamaan 2.18 dapat diselesaikan dengan menggunakan deret. Dalam deret dinyatakan bahwa bila x lebih kecil dari satu, maka: 1 = 1 + x + x2 + x 3 + ... 1-x Dengan demikian persamaan 2.18 dapat dituliskan: 2 b a Z=1+ + + ... V m Vm RTVm b



b



a



b



=1+ Vm RTV m a 1



2



+ ...



+



V



m



2



b



V



=1+b-



+...



+



RT Vm



.................................. (2.19)



m



Dengan membandingkan persamaan 2.17 dan 2.19, diperoleh:



B=b- a RT



dan



C = b2



Konstanta virial kedua (B) beberapa gas dapat dilihat pada tabel 10 apendiks C. 3. Persamaan Beattie-Bridgeman Persamaan lain yang cukup teliti adalah persamaan keadaan Beattie-Bridgeman yang dirumuskan dalam bentuk persamaan virial sesuai persamaan 2.20. pVm = RT b + g V V m



m



2



+ d V



.............................................. (2.20) 3



m



dengan β, γ, dan δ masing-masing adalah: Aa Bc A c b = RT B0 - 3 g = RT - B0b + 3 RT T RT T 0



0



32



0



d = RT B bc 0



T3



DAFTAR ISI Dengan demikian terlihat bahwa persamaan Beattie-Bridgeman memiliki lima tetapan selain R, yaitu: A0, a, B0. b, dan c. 4. Persamaan Berthelot Persamaan yang teliti pada tekanan rendah (sekitar 1 atm atau lebih rendah) adalah persamaan Berthelot sebagaimana dinyatakan pada persamaan 2.21. p = RT - a V - b TV m



.............................................................. (2.21) 2 m



dimana a dan b disebut parameter Berthelot. Nilai parameter a dan b persamaan ini untuk beberapa gas dapat dilihat pada tabel 12 apendiks C. Persamaa Berthelot yang lebih akurat dengan melibatkan tekanan kritis (pc) dan temperatur kritis (Tc) dinyatakan pada persamaan 2.22. Persamaan ini sering digunakan untuk menghitung volume dan massa molekul relatif gas. RT p=



Vm



9pT 1



+



2



6T



1 -



c



128pcT



c



T2



.........................................



(2.22)



5. Persamaan Redlich-Kwong Modifikasi persamaan van der Waals yang lebih akurat dengan melibatkan beberapa turunan diperoleh Otto Redlich dan Neng Shun Kwong sebagaimana dinyatakan pada persamaan 2.23. a .............................................. (2.23) p = RT m (m ) m b V - b 1/2 V +



T



V



Persamaan ini disebut persamaan Redlich-Kwong dimana a dan b disebut parameter Redlich-Kwong yang nilainya ditentukan berdasarkan persamaan 2. 24 dan 2.25.



a = 0.4275 R2T 5 / 2 c



..............................................................



pc



33



(2. 24)



33



34



Termodinamika Kimia b = 0.08664 RTc



(2.25) ...............................................................



pc



Nilai parameter a dan b persamaan ini untuk beberapa gas dapat dilihat pada tabel 13 apendiks C. Persamaan Redlich-Kwong sangat akurat jika perbandingan tekanan normal dan tekanan kritis gas kurang dari setengah perbandingan temperatur normal dan temperatur kritis (p/p c < T/2Tc). 6. Persamaan Dieterici Persamaan keadaan lain yang memperhitungkan interaksi dan ukuran volume partikel adalah persamaan Dietrici sebagaimana dinyatakan pada persamaan 2.26. p=



RT Vm - b e



-a



(2.26)



V RT m



dimana a dan b disebut parameter Dietrici. Nilai parameter a dan b persamaan ini untuk beberapa gas dapat dilihat pada tabel 14 apendiks C.



Contoh Soal Diketahui koefisien virial untuk uap isopropanol pada 200°C -1 -2 adalah B = - 388 cm3 mol dan C = - 26.000 cm6 mol . Hitung Z dan V dari uap isopropanol pada 200°C dan 10 bar dengan menggunakan persamaan: a. Persamaan keadaan gas ideal b. Persamaan keadaan virial dengan 2 suku c. Persamaan keadaan virial dengan 3 suku Jawab: Dik: T = 200°C = 473.15 K -1 -1 R = 83.14 cm3 bar mol K Dit: Z = ... V = ... L 34



DAFTAR ISI Penyelesaian: a. Persamaan keadaan gas ideal Z=1 =



V



RT



=



(83,14)(473,15)



= 3.934 cm3 mol -1



P 10 b. Persamaan keadaan virial dengan 2 suku Z = PV = 1 +BP RT RT Z = PV = (10)(3.546) = 0.9014



(83.14)(473.15)



RT =



V



RT



+B=



(83,14)(473,15) 10



P



- 388 = 3.546 cm3 mol -1



c. Persamaan keadaan virial dengan 3 suku



Z=



PV RT



=1+



= RT



V



1



B C



+ 2 V V



+B+C



P V



V2 Persamaan diselesaikan secara iteratif: R B C T V



=



i+1



P



1 +



Vi



+



V



i



2



Iterasi 1: V



1



RT B C = P 1+ + V0 V



2



0



Sebagai tebakan awal digunakan V0 = Vgas ideal = 3.934



V1 = 3.934 1 - 388 - 26.000 = 3.539 3.934 3.9342 Iterasi 2: RT B C =



V2



V



2



P



1 +



V



+



2



V1 388 = 3.934 1 - 26.000 = 3.495 1



35



3.539



3.539



2



35



36



Termodinamika Kimia Iterasi diteruskan sampai selisih antara V i+1 - Vi sangat kecil. -1 Setelah iterasi ke 5 diperoleh hasil : V = 3.488 cm 3 mol dan Z = 0.8866. Latihan Soal Perkirakan koefisien a dan b dalam persamaan keadaan Dieterici dari konstanta kritis Argon. Hitunglah tekanan yang dilakukan gas o tersebut sebanyak 1 mol pada ruang 1 L bertemperatur 25 C! 6 -2 5 3 -1 (a = 0.174 Pa m mol ; b= 3.47 x 10 m mol )



D. Isotherm gas dan titik kritis Hubungan antara tekanan dan volume pada temperatur konstan telah digambarkan oleh hukum Boyle sebagai kurva yang berbanding terbalik. Menurut hukum Boyle, kurva isotherm tekanan volume tersebut berbentuk hiperbola, seperti ditunjukkan gambar 2.10.



Gambar 2.10. Kurva isoterm gas ideal pada berbagai temperatur Semakin tinggi temperatur, hubungan antara p dan V mendekati garis lurus. Kurva ini digunakan untuk meramalkan volume sistem jika tekanan dirubah atau sebaliknya tekanan sistem jika volume dirubah. Asumsi yang digunakan adalah semakin tinggi 36



DAFTAR ISI tekanan sistem, maka volume akan semakin kecil atau sebaliknya, sebagaimana telah dijelaskan pada subbab hukum-hukum gas. Namun, tetap harus dipahami bahwa kondisi ini hanya berlaku untuk gas ideal yang mengasumsikan bahwa partikelpartikel gas tidak memiliki gaya tarik menarik atau tolak menolak. Pada gas real, kurva isotherm tekanan dan volume sistem memiliki bentuk yang berbeda seperti ditunjukkan pada gambar 2.11. Misalkan suatu gas real pada p pVp temperaturnya dibiarkan konstan pada T1, kemudian secara perlahan volumenya diturunkan dari V p ke Vq, maka tekanannya akan meningkat dari p p ke pq. Jika volumenya dikurangi lagi dari Vq ke Vr, ternyata tekanannya tidak berubah, tetap dengan pq. Akan tetapi, jika volumenya diturunkan sedikit dari Vr ke Vs, maka tekanannya akan berubah sangat ekstrim dari pq ke ps.



Gambar 2.11. Kurva isotherm gas real pada berbagai temperatur Perilaku gas real tersebut di atas disebabkan karena pada posisi pqVq, gas real mulai terkondensasi menjadi cairan. Selama proses ini terjadi, tekanan sistem tidak berubah karena proses tersebut menyebabkan terjadinya kesetimbangan cair-uap. Proses ini terjadi hingga Vr, saat semua partikel gas telah terkondensasikan. Jika volume sistem dirubah dari Vr ke Vs, maka 37



37



38



Termodinamika Kimia tekanan sistem akan berubah sangat ekstrim karena cairan hampir tidak dapat ditekan. Perilaku tersebut akan terjadi pula pada temperatur yang lebih tinggi dengan garis kesetimbangan yang lebih pendek hingga garis kesetimbangan tersebut menjadi sebuah titik seperti pada T 3. Jika temperatur terus ditingkatkan, maka perilaku gas real akan mirip dengan perilaku gas ideal. Titik dimana permukaan uap dan cair yang berada dalam kesetimbangan tidak dapat dibedakan lagi disebut titik kritis. Temperatur, tekanan, dan volume pada titik tersebut disebut temperatur kritis (T c), tekanan kritis (pc), dan volume kritis (Vc). Temperatur dan tekanan kritis beberapa gas dapat dilihat pada tabel 9 apendiks. Jika perilaku gas real diterapkan pada gas van der Waals maka akan diperoleh kurva sesuai gambar 2.12. Bentuk kurva ini berdasarkan pada persamaan van der Waals yang merupakan persamaan pangkat tiga, sehingga kurvanya memiliki puncak dan lembah.



Gambar 2.12. Kurva isotherm gas van der Waals pada berbagai temperatur Jika volume suatu gas pada T 1 diturunkan secara bertahap maka tekanan akan sampai ke titik D. Pada titik ini, kondensasi mulai terjadi, akan tetapi fase cair tidak terbentuk sehingga 38



DAFTAR ISI tekanan akan meningkat hingga titik C. Kondisi ini menyebabkan tekanan gas di atas tekanan uap kesetimbangan (p k), sehingga bagian ini disebut supersaturated/supercooled uap. Dengan cara yang sama, jika volume suatu gas pada T 1 dinaikkan secara bertahap maka tekanan akan sampai ke titik A. Pada titik ini, penguapan mulai terjadi, akan tetapi fase uap tidak terbentuk sehingga tekanan akan turun hingga titik B. Kondisi ini menyebabkan tekanan gas di bawah tekanan uap kesetimbangan (p k), sehingga bagian ini disebut superheated liquid. Keadaan supersaturated dan superheated adalah keadaan metastable. Garis BC pada gambar tersebut tidak mungkin diperoleh secara eksprimen karena lerengnya bernilai posistif. Tidak mungkin secara eksprimen peningkatan tekanan akan menaikkan volume atau sebaliknya penurunan tekanan akan mengurangi volume. Oleh karena itu, bagian ini disebut unstable. Seperti halnya sifat umum gas real, jika temperatur dinaikkan garis kesetimbangan akan mencapai titik kritis, dimana fasa cair dan uap tidak dapat lagi dipisahkan. Secara matematis, posisi titik kritis ini dapat diperkirakan menggunakan persamaan van der Waals. Pada saat titik kritis persamaan van der Waals dapat ditulis sesuai persamaan 2.27. ........................................................... (2.27) pc = RTc a



Vm c - b



2



V



mc



dP Pada titik kritis diketahui,



= 0 dan



m T



= 0 , sehingga



dP



dV



dV



m T



c



c



turunan persamaan 2.27 menghasilkan persamaan 2.28 dan 2.29 dP = - RT + 2a = 0 (2.28) 2 V 3 dVm T (Vm - b) m c c



2



c



c



2RT



d P 2



=



V



(



6a



c



)



3



-



V



= 0 ...............................



4



dVm Tc mc -b mc Penyelesaian 2.27, 2.27, dan 23.29 menghasilkan: 39



(2.29)



39



40



Termodinamika Kimia = a 27 b



V = 3b ; pc mc



dan tetapan van der Waals:



a = 3V



2



mc



p



; 2



Tc = 8a 27Rb



dan b = 1 V c



3 mc



E. Asas keadaan yang bersesuaian Persamaan van der Waals terikat oleh jenis gas yang dianalisis karena melibatkan tetapan a dan b. Akan tetapi, persamaan ini dapat ditata ulang menjadi persamaan yang dapat digunakan untuk semua jenis gas. Jika nilai a, b, dan R yang diperoleh pada titik kritis disubsitusi ke persamaan van der Waals akan dihasilkan persamaan 2.30. p=



T



- 3p V



V c m



V



8p V c



mc



-



3T V



c



2



mc



2



........................................... (2.30)



m



3



c m



yang dapat ditata ulang menjadi persamaan 2.31. 8 T p = 3 ................................................... (2.31) T p



c



V



3



m



V



c



-1



Vm



mc



V



2



mc



Persamaan 2.31 mengandung variabel



p



pc



, T , dan Vm V Tc mc



yang disebut variabel tereduksi, yaitu tekanan tereduksi disimbol p r, temperatur tereduksi disimbol Tr, dan volume tereduksi disimbol V r. Dengan demikian, persamaan 2.31 menjadi lebih sederhana sesuai persamaan 2.32. ............................................................... (2.32) pr = 8Tr - 3 2 3V - 1 V r



r



40



DAFTAR ISI Persamaan 2.32 bermakna jika dua atau lebih sistem gas mempunyai tekanan reduksi san temperatur reduksi yang sama, maka volume reduksinya juga akan sama. Pernyataan ini disebut asas keadaan yang bersesuaian. Aplikasi dari asas ini dapat dilihat pada grafik faktor kompresibilitas gas versus tekanan tereduksinya beberapa gas pada gambar 2.13. Gambar tersebut memperlihatkan keempat gas pada Tr yang sama mempunyai titik yang membentuk kurva yang sama.



Gambar 2.13. Faktor kompresibilitas terhadap tekanan tereduksi



F. Campuran gas Persamaan keadaan gas tidak hanya berlaku pada sistem yang terdiri dari satu jenis gas saja, tetapi juga dapat digunakan untuk sistem campuran gas. Jika beberapa gas yang tidak saling bereaksi dicampur dalam satu wadah, masing-masing gas akan memberikan tekanan yang berbeda. Tekanan yang diberikan setiap gas disebut tekanan parsial. Besarnya tekanan parsial gas akan sama dengan tekanan gas itu jika sebagai gas murni dalam suatu wadah (gambar 2.14).



41



41



42



Termodinamika Kimia



Gambar 2.14. Tekanan total sistem adalah kontribusi tekanan masing-masing komponen Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa tekanan total sistem campuran gas adalah jumlah tekanan parsial semua komponennya. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Dalton. Secara matematis, hukum Dalton dapat dituliskan sesuai persamaan 2.33. (2.33) Ptotal = PA + PB + PC … ...................................................... dimana Ptotal adalah tekanan total gas, PA, PB, dan PC adalah tekanan parsial masing-masing komponen gas. Tekanan parsial masing-masing gas dapat dihubungkan dengan tekanan total sistem menggunakan fraksi molnya. Misal untuk sistem yang terdiri dari gas A dan gas B. pAV = nART pBV = nBRT



+



(pA + pB )V = (nA + nB )RT p



total



V=n



total



RT



Maka besarnya tekanan parsial gas A (P A) dan B (PB) berdasarkan fraksi molnya adalah persamaan 2.34. n RT pV A = A p



total



p



V



A



p



total



n RT total



=



n



n



A



total



42



DAFTAR ISI p A = XA



p



total



p =X p A



A



total



atau p = X p B



B



............................................................... (2.34.a) .............................................................. (2.34.b)



total



Contoh Soal Suatu campuran gas terdiri dari 320 mg metana, 175 mg argon dan 225 mg nitrogen. Tekanan parsial nitrogen pada 300 K adalah 15,2 kPa. a. Tentukan volume campuran gas tersebut! b. Tentukan tekanan total campuran gas tersebut! Jawab: Dik: Dit: gas CH4 = 320 mg = 0.32 g a. V total = ... L gas Ar = 175 mg = 0.175 g b. p total = ... atm = 225 mg = 0.225 g gas N2 p N2 = 15.2 kPa = 0.15 atm T = 300 K Penyelesaian: Langkah pertama: gambarkan terlebih dahulu sistem ketiga gas: Berdasarkan hukum Dalton: = VN2 = VAr = VCH4 p total = pN2 + pAr + pCH4 V total



a. Volume total sistem adalah: p V = n RT N2



p V N2



N2



total



N2



= n RT



Vtotal =



N2



nN2 RT



p



N2



43



43



44



Termodinamika Kimia



= 0.0080357x0.08206x300 0.15



= 1.3187L b. Untuk menentukan tekanan total sistem (p total), anda harus menghitung semua tekanan parsial masing-masing gas:



p V CH4



p



= n RT



CH4



CH4



=n



V



pCH =



RT



nCH RT 4



V



4



total



= 0.02x0.08206x300



0.15 = 0.37atm



p V = n RT Ar Ar



p V



Ar total p



Ar



= n RT Ar



n RT V



Ar = Ar



total



= 0.004375x0.08206x300



0.15 = 0.0817atm Hasilnya adalah: p =p +p +p tota l



N2



Ar



CH4



= 0.15 + 0.0817+ 0.37 = 0.6017atm Soal b di atas dapat pula diselesaikan dengan asumsi bahwa tekanan parsial masing-masing gas sebanding dengan fraksi molnya, sehingga tekanan total gas: 2



pN2 = ptotal xfN



=p x total



molN



2



molN + molAr + molCH 2



4



44



DAFTAR ISI



p



total



= p x molN2 + molAr + molCH4 N2



molN



2



= 0.15x 0.0080357+ 0.004375+ 0.02 0.0080357 = 0.15x 0.0324107 0.0080357 = 0.605atm Hasil yang diperoleh akan sama.



Latihan Soal Suatu wadah berisi campuran gas terdiri nitrogen dan oksigen dengan massa nitrogen 3 lbm. Sebelum ditambah oksigen, mulamula nitrogen bertekanan 320 psi dengan temperatur 900F. Tekanan naik menjadi 400 psi setelah ditambah oksigen, temperatur dijaga konstan. Hitunglah volume nitrogen dan oksigen! (1,973 ft dan 3,135 ft3)



Soal Latihan 1.



Gas helium sebanyak 2 mol bertekanan 2 atmosfer pada temperatur 27°C dimuaikan hingga volumenya dua kali semula. Tentukan: a. kerja gas tersebut terhadap tekanan luar tetap 1 atmosfer b. kerja gas tersebut terhadap tekanan luar tetap 4/3 atmosfer, diikuti kerja lanjutannya terhadap tekanan luar tetap 1 atmosfer c. kerja reversibel gas tersebut (Anggap gas helium sebagai gas ideal)



2.



Turunkan hubungan temperatur dan volume untuk suatu gas ideal monoatom yang memuai secara adiabatik. Petunjuk: 45



45



46



Termodinamika Kimia gunakan bentuk diferensial dari energi dalam, kerja, dan keterkaitannya dengan kalor jenis. 3.



Sampel 255 mg neon menempati 3 L pada 122 K. Gunakan hukum gas ideal untuk menghitung tekanan gas tersebut!



4.



Rapatan suatu campuran gas adalah 1.23 g L -1 pada 330 K dan 150 Torr. Berapa massa molar campuran tersebut?



5.



Perkirakan volume molar CO2 pada 500 K dan 100 atm dengan memperlakukannya sebagai gas van der Waals!



6.



Hitunglah tekanan yang dilakukan oleh 1 mol C 2H6 yang berperilaku sebagai: a. gas ideal, dan b. gas van der Waals jika gas itu ditempatkan di bawah kondisi-kondisi berikut (i) pada 273.15 K dalam 22.414 L dan (ii) pada 1000 K dalam 100 cm3.



7.



Sampel argon dengan volume molar 17.2 L mol -1 dipertahankan pada 10 atm dan 280 K. Pada volume molar, tekanan, dan temperatur berapa sampel nitrogen dalam keadaan yang berkesesuaian seperti itu?



8.



Sebuah tabung dengan volume 22.4 L berisi 2 mol H 2 dan 1 mol N2 pada 273.15 K. Hitunglah:



a. fraksi mol setiap komponen b. tekanan parsialnya c. tekanan totalnya 9.



Gunakan parameter van der Waals Cl2 untuk menghitung nilai hampiran:



a. Temperatur Boyle Cl2 b. Jari-jari molekul Cl2 yang dianggap berbentuk bola. 10. Volume kritis dan tekanan kritis gas tertentu adalah 160 cm 3 mol-1 dan 40 atm. Perkirakanlah temperatur gas dengan menganggap bahwa gas itu memenuhi persamaan keadaan Berthelot. Dugalah jari-jari molekul gas dengan asumsi bahwa molekul tersebut berbentuk bola. 46



DAFTAR ISI



KESETIMBANGANTERM AL DANHUKUMPERTAMA TERMODINAMIKA A. Kalor sebagai bentuk energi Selain menghasilkan produk baru, reaksi kimia dapat pula menghasilkan atau mengubah bentuk energi. Contoh yang sangat mudah kita temukan adalah proses metaboslime dalam tubuh manusia yang menghasilkan energi sehingga manusia dapat beraktivitas. Energi tersebut berasal dari bahan makanan yang mengalami proses penguraian dalam tubuh menghasilkan energi dalam bentuk kalor. Contoh yang lain adalah gerakan piston mesin motor karena memperoleh energi mekanik dari energi kalor hasil reaksi pembakaran bensin. Selain dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain, energi kalor dapat pula ditransfer, baik dari sistem ke lingkungannya, lingkungan ke sistem tertentu, atau antar sistem yang berbeda. Contoh yang sederhana adalah saat es yang bertemperatur dingin dimasukkan ke dalam air hangat. Saat sebagian es mulai berubah menjadi air, maka temperatur air mulai 47



47



48



Termodinamika Kimia turun lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini disebabkan kontak termal antara air dan es menyebabkan sebagian kalor dari air ditransfer ke es. Transfer ini menyebabkan perubahan sifat mikroskopik es sehingga berubah menjadi air. Proses di atas berlangsung secara irreversibel, hingga terjadi kesetimbangan termal, yakni saat perubahan temperatur sistem mulai konstan. Kesetimbangan termal merupakan proses reversibel, dimana perubahan yang kecil selalu disertai perubahan yang berlawanan sehingga sistem tetap dalam kesetimbangan. Konsep ini mengharuskan semua sistem yang melakukan kontak termal akan mencapai kesetimbangan termal sehingga dapat dirumuskan bahwa“jika sistem A dan B masing-masing dalam kesetimbangan termal dengan sistem C, maka sistem A dan B mengalami kesetimbangan termal satu sama lain”. Pernyataan ini dikenal hukum kenol termodinamika. Lambang energi kalor sebagaimana disebutkan di atas adalah q dengan satuan kalori (kal) atau Joule (J), dimana 1 kal = 4,186 Joule. Jika sistem mendapatkan kalor dari lingkungannya, maka nilai kalor sistem tersebut positif (+) dan disebut proses endotermis. Sebaliknya, jika sistem memberi atau melepas kalor ke lingkungannya, maka nilai kalor sistem tersebut negatif (-) dan disebut proses eksotermis . Jumlah kalor yang diterima atau dilepaskan oleh sebuah sistem tersebut berbanding lurus dengan perubahan temperaturnya sebagaimana diperlihatkan pada persamaan 3.1. Konstanta C pada persamaan tersebut adalah kapasitas kalor sistem, yakni besarnya kalor yang diterima/dilepaskan sistem untuk menaikkan/menurunkan temperaturnya sebesar satu derajat. q = C ΔT ..............................................................................



(3.1)



Perubahan kalor suatu sistem sangat dipengaruhi jenis, volume, dan tekanan sistem serta intensitas kalor yang diterima. Jika sistem menerima kalor dengan jumlah dan intensistas yang tinggi maka kalor sistem dapat berubah dengan cepat. Sebaliknya, jika sistem menerima kalor dengan jumlah dan intensistas yang rendah maka kalor sistem berubah dengan lambat. Oleh karena itu 48



DAFTAR ISI perubahan kalor suatu sistem merupakan merupaka fungsi jalan karena dipengaruhi oleh proses. Perubahan kalor yang sangat kecil disimbol đq dapat diselesaikan dengan diferensial tak eksak.



B. Kerja Kalor sebagai bentuk energi dimanfaatkan untuk melakukan kerja kerja (w). Jika sistem melakukan kerja, maka w bernilai negatif (-), sebaliknya jika sistem menerima kerja, maka w bernilai posistif (+). Jenis kerja tersebut dapat berupa kerja listrik, mekanik, magnetik, ekspansi, dan kompresi. Kerja yang paling banyak berkaitan dengan sistem termodinamika adalah kerja ekspansi dan kompresi. Kerja ekspansi adalah kerja yang terjadi apabila volume sistem membesar melawan tekanan lingkungannya seperti diperlihatkan pada gambar 3.1. Pada proses ini perubahan disebabkan sistem melakukan kerja, sehingga nilai w bernilai negatif.



Gambar 3.1. Kerja ekspansi oleh suatu sistem Mula-mula volume sistem sebesar V1, kemudian tekanan sistem diturunkan dan dijaga konstan pada p2 sehingga volume sistem bertambah menjadi menjadi V2. Besarnya kerja yang dilakukan oleh sistem secara mekanik dirumuskan sesuai persamaan 3.2. 49



49



50



Termodinamika Kimia w = -Fh = -( pA)h = -p( Ah) = -pDV ...........................................................................(3.2) dimana tanpa (-)menunjukkan sistem melakukan kerja. Kerja kompresi adalah kebalikan dari kerja ekspansi. Persamaan yang digunakan untuk menentukan kerja kompresi sama dengan persamaan yang digunakan untuk kerja ekspansi. Nilai kerja kompresi selalu positif karena sistem menerima kerja.



Contoh Soal Hitunglah besarnya kerja yang dilakukan oleh suatu sistem yang mengalami kerja ekspansi melawan p = 2 atm dengan perubahan V = 10 L! Jawab: w = - pV = - 2 atm x 10 L = - 20 L.atm = - 2026,4 J Tanda (-) hanya untuk menunjukkan bahwa sistem melakukan kerja. Latihan Soal Gas tertentu gas berada dalam wadah yang memiliki volume 2 m 3 dan tekanan 4 atm. Hitung kerja luar yang dilakukan gas jika : a. Gas diekspansi pada tekanan tetap sehingga volumnya mejadi dua kali semula. b. Gas dikompresi pada tekanan tetap sehingga volumnya mejadi sepertiga semula. 5 5 (a. 8 x 10 J; b. -5.33 x 10 J) 50



DAFTAR ISI 1. Kerja sebagai fungsi jalan Kerja merupakan fungi jalan yang ditentukan oleh proses atau cara sistem melakukannya. Hal tersebut dapat dipahami menggunakan contoh kerja ekspansi berikut: a. Kerja ekspansi dengan banyak tahap Pada kondisi isotermal, jika tekanan diturunkan dari p 1 ke p2 dan dijaga konstan sehingga sistem berekspansi dari V1 ke V2 seperti ditunjukkan pada gambar 3.2, maka kerja yang dilakukan sistem adalah luas persegi panjang A pada kurva gambar 3.3. Jika tekanan diturunkan lagi dan dijaga konstan pada p 3 sehingga sistem berekspansi dari V2 ke V3, maka kerja yang dilakukan sistem adalah luas persegi panjang B. Jika tekanan diturunkan lagi sesuai urutan gambar maka kerja yang dilakukan sistem berturut-turut adalah luas persegi panjang C dan D.



Gambar 3.2. Kerja ekspansi sistem dengan banyak tahap



Gambar 3.3. Kurva kerja ekspansi sistem dengan banyak tahap 51



51



52



Termodinamika Kimia b. Kerja ekspansi dengan satu tahap Jika tekanan diturunkan dan dijaga konstan dari p 1 langsung ke p5 sehingga sistem berekspansi dari V1 ke V5 seperti ditunjukkan pada gambar 3.4., maka kerja yang dilakukan sistem adalah luas persegi panjang yang diarsir pada kurva gambar 3.5.



Gambar 3.4. Kerja ekspansi sistem dengan satu tahap



Gambar 3.5. Kurva kerja ekspansi sistem pada p konstan satu tahap Uraian di atas memperlihatkan bahwa jika sistem berubah dari keadaan awal yang sama ke keadaan akhir yang sama pula tapi dengan cara yang berbeda, maka kerja yang dibutuhkan akan 52



DAFTAR ISI berbeda. Kerja ekspansi dengan banyak tahap membutuhkan kerja yang lebih banyak daripada kerja ekspansi satu tahap. Contoh Soal Hitunglah kerja yang dilakukan jika gas melakukan proses A-B-C seperti terlihat pada grafik p-V di bawah ini. Jawab: usaha = luas siklus w = luas segi tiga w = ½ x alas x tinggi w = ½ ( 4-1)(350000-100000 ) w = ½ x3x250000 w = 375000 J



Latihan Soal Jelaskan dan berikan contoh secara matematis atau analogi bahwa kerja merupakan fungsi jalan! 2. Kerja reversibel dan irreversibel Kerja yang dilakukan dengan banyak tahap hingga tak terhingga jumlah dan lambatnya akan membentuk kesetimbangan yang sangat banyak pula. Pada tiap tahap perubahan volume yang sangat kecil (dV) akan disertai perubahan tekanan sistem (p) yang selalu menyesuaikan dengan tekanan lingkungan (peks), sehingga tiap tahap p = peks. Proses ini disebut proses yang revesibel dan kerja yang dilakukan sistem adalah luas daerah yang diarsir pada gambar 3.6.



53



53



54



Termodinamika Kimia



Gambar 3.6. Kurva kerja ekspansi sistem reversibel Perubahan volume yang sangat kecil (dV) menyebabkan kerja sistem tiap tahapnya juga berubah sangat kecil (đw). Simbol đ untuk menunjukkan kerja (w) sebagai fungi jalan yang dapat diturunkan dengan diferensial tak eksak. Jika fungsi keadaan disimbolkan d dan diturunkan dengan diferensial eksak. Secara matematis, besarnya kerja reversibel tiap tahap tersebut dapat diturunkan dengan diferensial tak eksak sebagai berikut: đw = -peksdV dimana p = peks. Subtitusi peks oleh p menghasilkan persamaan 3.3. (3.3) đw = -pdV ......................................................................... *



Jika gas dalam sistem dianggap sebagai gas ideal , maka p dapat diganti dengan p gas ideal p = nRT , sehingga diperoleh: V đw = -



nRT



dV V Hasil integrasi persaman tersebut jika sistem berekspansi dari V1 ke V2 secara isotermal, dirumuskan sesuai persamaan 3.4. * Pembahasan topik-topik selanjutnya akan lebih sering menganggap sistem sebagai gas ideal agar memudahkan pemahaman. Untuk tingkat lanjut, dapat dianggap sebagai gas real menggunakan persamaan van der Waals atau persamaan yang lain.



54



DAFTAR ISI 2



∫dw = -nRT ∫ 1dV



V



1



w = -nRT [lnV ]1



2



w = -nRT (lnV2 - lnV1 )



V2



w = -nRT ln



..............................................................



(3.4)



V1 Sebaliknya jika kerja sistem hanya dengan satu tahap sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka sistem hanya membentuk satu kali kesetimbangan, yaitu pada akhir proses. Pada saat kesetimbangan tekanan sistem sama dengan tekanan lingkungan (peks). Proses ini disebut proses irreversible. Kerja yang dilakukan oleh sistem irreversibel telah digambarkan pada gambar 3.5 berupa luas persegi panjang. Secara matematis, besarnya kerja yang dilakukan oleh sistem irreversibel dirumuskan pada persamaan 3.5. w = -peks DV



w = -peks (V2 - V1 )...............................................................



(3.5)



Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa kerja reversibel selalu bernilai lebih besar dari kerja irreversibel. Oleh karena itu, kerja reversibel adalah kerja maksimun yang bisa dilakukan oleh sistem, sementara kerja irreversibel adalah kerja minimum yang bisa dilakukan oleh sistem pada kondisi yang sama.



Contoh Soal Temperatur tiga mol suatu gas ideal 373 K. Berapa besar kerja yang dilakukan gas dalam pemuaian secara isotermal untuk mencapai empat kali volume awalnya ?



Jawab: Dik: n = 3 mol T = 373 K



R = 8,31 J mol-1 V2 = 4V1 55



Dit: w = ...?



55



56



Termodinamika Kimia Penyelesaian: V2 W = nRT ln



V



1



4V1 V1 = 3 x 8,31 x 373 x ln4 = 12890,999 J = 3 x 8,31 x 373 ln



Latihan Soal Hitunglah besar kerja yang dilakukan jika 50 g besi beraksi dengan asam hidroksida dalam: a. tabung tertutup dengan volume tertentu, b. gelas kimia terbuka pada temperatur 25 0C. (0 dan 2.2 kJ)



C. Energi dalam dan perubahannya 1. Energi dalam sebagai fungsi keadaan Dalam konsep termodinamika, energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan sistem untuk melakukan kerja. Keseluruhan energi yang dimiliki oleh suatu sistem pada keadaan tertentu disebut energi dalam dan disimbol U. Energi dalam merupakan fungsi keadaan yang ditentukan oleh keadaan awal dan akhir sistem, tidak ditentukan oleh proses atau jalan perubahan sistem. Misal suatu sistem dengan energi dalam awal adalah U1 mengalami perubahan sehingga energi dalamnya menjadi U2, maka yang dapat ditentukan hanyalah perubahan energi dalam ΔU, yaitu ΔU = U2 U1. Perubahan energi dalam suatu sistem disebabkan oleh variable fungsi jalan yang telah dibahas sebelumnya, yaitu kerja (w) dan kalor (q). Hubungannya dapat dilihat pada persamaan 3.6. 56



DU = w + q



DAFTAR ISI .........................................................................(3.6)



Energi dalam merupakan fungsi keadaan yang dapat diturunkan sebagai diferensial eksak sesuai persamaan 3.7. dU = đw + đq ......................................................................



(3.7)



2. Hukum kekekalan energi sebagai pernyataan hukum pertama termodinamika Harga w dan q dapat bernilai positif atau negatif, sehingga ΔU dapat pula bernilai positif atau negatif. Jika ΔU bernilai positif berarti sejumlah energi (kerja atau kalor) dipindahkan dari lingkungan ke dalam sistem yang menyebabkan lingkungan kehilangan sejumlah energi. Sebaliknya, jika ΔU bernilai negatif berarti sistem memindahkan sejumlah energinya ke lingkungan. Proses termodinamika tersebut hanya berupa transfer energi dari sistem ke lingkungan atau sebaliknya dari lingkungan ke sistem sehingga energi total alam semesta tidak berkurang atau bertambah. Pada proses apapun energi total alam semesta bersifat kekal. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum kekekalan energi atau hukum pertama termodinamika. Secara matematis, pernyataan hukum pertama termodinamika dinyatakan sesuai persamaan 3.6 atau 3.7. Jika kerja (w) pada persamaan tersebut disubtitusi sebagai kerja ekspansi atau kompresi, maka persamaan 3.7 dapat dituliskan sesuai persamaan 3.8. dU = pdV + đq .....................................................................



57



(3.8)



57



58



Termodinamika Kimia



Contoh Soal Gas dalam suatu ruangan tertutup menyerap kalor 2500 J dan dalam waktu yang bersamaan melakukan kerja sebesar 3000 J. Berapa perubahan energi dalamnya, bagaimana temperatur gas itu setelah proses? Jawab: Dik: q = 2500 J Dit: DU = ...? w = -3000 J Penyelesaian:



DU = w + q = -3000 + 2500 = -500 J



Karena energi dalam bernilai negatif, maka temperatur sistem turun. Latihan Soal Jika sebuah pegas diputar, kerja 100 J dilakukan padanya, tetapi 15 J terlepas ke lingkungannya sebagai kalor. Berapa perubahan energi dalam pegas? (+ 85 J) 3. Perubahan energi dalam pada sistem tertutup Jika keadaan sistem berubah maka energi dalam sistem juga akan berubah. Perubahan keadaan sistem tersebut disebabkan oleh berubahnya variable-variabel keadaan, seperti tekanan (p), volume (V), temperatur (T), dan jumlah mol (n). Dengan demikian, perubahan energi dalam suatu sistem ditentukan pula oleh variable-variabel tersebut. Pada sistem terisolasi dan tertutup, jumlah mol zat (n) tidak berubah, sehingga perubahan energi dalam sistem tidak dipengaruhi oleh n. Perubahan energi dalamnya hanya dipengaruhi 58



DAFTAR ISI oleh p, V, dan T. Akan tetapi, p merupakan pasangan V, sehingga cukup dipilih salah satunya. Variabel yang harus dipilih adalah V karena menentukan besarnya kerja (w) pada p tertentu, sehingga hanya ada 2 variabel bebas yang menentukan energi dalam sistem terisolasi dan tertutup, yaitu T dan V. Sebaliknya, pada sistem terbuka, jumlah mol zat memungkinkan untuk berubah, sehingga perubahan energi dalam sistem juga dipengaruhi oleh jumlah mol zat sehingga ada 3 variabel bebas yang menentukan energi dalam sistem terbuka, yaitu T , V, dan n. Sistem terisolasi dan terbuka adalah sistem yang jarang dijumpai dalam proses kimia fisika sehari-hari sehingga kajian akan lebih difokuskan pada sistem tertutup. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa perubahan energi dalam sistem tertutup dipengaruhi oleh T dan V. Secara matematis ungkapan tersebut dapat dituliskan U = U(T,V). Pada tiap perubahan yang sangat kecil, pengaruh 2 variabel tersebut dirumuskan sebagai diferensial parsial sesuai persamaan 3.9. (3.9) dU =¶U dT +¶U dV ............................................... ¶T v



¶V T



Persamaan 3.9 bermakna bahwa perubahan energi dalam merupakan penjumlahan perubahan energi dalam yang terjadi karena perubahan temperatur pada volume tetap dan perubahan energi dalam yang terjadi karena perubahan volume pada temperatur tetap. Gabungan persamaan 3.8 dan 3.9 menghasilkan persamaan



3.10. ¶U dT + ¶U ¶T



v



dV = đq + pdV



¶V T



(3.10)



4. Energi dalam pada berbagai kondisi Persamaan-persamaan yang telah diperoleh di atas dapat digunakan untuk menurunkan beberapa persamaan yang berkaitan dengan energi dalam pada berbagai kondisi, antara lain: 59



59



60



Termodinamika Kimia a. Energi dalam pada proses isokhorik Perubahan energi dalam pada kondisi isokhorik dapat diturunkan dari persamaan 3.8. Pada kondisi tersebut, volume sistem tidak berubah atau dV = 0 sehingga diperoleh persamaan 5.11. dU = đqV .............................................................................. (3.11) dimana đqV adalah kalor sistem pada proses isokhorik. Persamaan 3.11 memperlihatkan bahwa pada proses isokhorik perubahan energi dalam hanya dipengaruhi oleh kalor yang diserap atau dilepas sistem. Persamaan lain yang dapat diturunkan pada proses isokhorik adalah kapasitas kalor sistem pada volume konstan (CV). Persamaan ini dapat diturunkan dari persamaan 3.10 dimana pada proses isokhorik dV = 0, sehingga persamaan tersebut disederhanakan menjadi persamaan 3.12. ¶U dT = đqv ¶T



v



¶U ¶T



= v



đqv



(3.12)



.............................................................



dT



Perbandingan đqv mirip dengan persamaan 3.1, sehingga dT dapat ditentukan kapasitas kalor sistem pada volume konstan sesuai persamaan 3.13. ¶U đqv C ........................................................ (3.13) = = v dT ¶T v Dengan demikian, besarnya perubahan energi dalam suatu sistem yang dipanaskankan dari T1 ke T2 pada volume tetap dapat dirumuskan sesuai persamaan 3.14. T2



DU = ∫Cv dT ................................................................... T1



60



(3.14)



DAFTAR ISI b. Energi dalam pada proses adiabatik Perubahan energi dalam pada proses adiabatik dapat diturunkan dari persamaan 3.8. Pada kondisi tersebut, sistem tidak menerima atau melepasakan kalor (đq = 0) sehingga persamaan 3.8 dapat diubah menjadi persamaan 3.15 dU = pdV ............................................................................. (3.15) Persamaan 3.15 memperlihatkan bahwa pada proses adiabatik perubahan energi dalam hanya dipengaruhi oleh kerja yang dilakukan atau diterima sistem. c. Energi dalam pada proses isotermal Perubahan energi dalam pada proses isotermal dapat diturunkan dari persamaan 3.10. Pada kondisi tersebut, temperatur sistem konstan atau dT = 0, sehingga persamaan 3.10 dapat diubah menjadi persamaan 3.16. ¶U dV = đq + pdV (3.16) ¶V T Berdasarkan percobaan Joule, pada kondisi isotermal untuk gas ideal, besarnya kerja ekspansi yang dilakukan sistem sama dengan besarnya kalor yang dibutuhkan, -pdV = đq. Kesimpulan ini menghasilkan persamaan 3.17. ¶U =0 (3.17) ¶V T Dengan kata lain, untuk gas ideal, perubahan volume pada kondisi isotermal tidak mengubah energi dalam sistem. atau DU = 0 ................................................................................ (3.18) Persamaan 3.18 hanya berlaku untuk gas ideal pada kondisi isotermal. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh JouleThomson pada gas real ¶ ¹ 0 , sehingga untuk menghitung U ¶V T perubahan energi dalam suatu sistem gas real harus menggunakan 61



61



62



Termodinamika Kimia gabungan persamaan 3.9 dan 3.13 yang berlaku umum untuk semua sistem tertutup. (3.19) dU = Cv dT +¶U dV ....................................................... ¶V T d. Energi dalam pada proses isobarik Persamaan 3.8 yang dituliskan sebelumnya adalah perubahan energi dalam yang diturunkan pada tekanan tertentu, sehingga pada proses isokhorik, perubahan energi dalam sistem sama dengan persamaan 3.8 tersebut, yakni: dU = pdV + đq Jika persamaan ini diintegralkan sebagai kerja ekspansi (pdV) pada tekanan konstan (isobarik) akan diperoleh: 2 ∫



1



2



2



dU = -p∫ dV + ∫đqp 1



1



U2 - U1 = -p (V2 - V1 ) + qp (untuk kerja kompresi V1 > V2) qp = (U2 + pV2 )- (U1 + pV1 ) qp = qp2 - qp1 ...............................................................



(3.20)



dimana qp adalah kalor yang diserap atau dilepas sistem pada proses isobarik. Persamaan 3.20 memperlihatkan bahwa qp ditentukan oleh 2 keadaan, yaitu selisih antara qp akhir (qp2) dan qp awal (qp1) sehingga qp termasuk fungsi keadaan. Selain itu, persamaan tersebut memperlihatkan bahwa qp ditentukan oleh U dan pV, dimana U dan pV adalah fungsi keadaan. Fungsi yang dihasilkan dari fungsi keadaan seperti qp pada persamaan 3.20 termasuk juga fungsi keadaan sehingga sehingga qp adalah fungsi keadaan. Akan tetapi, telah dijelaskan sebelumnya bahwa q secara umum bukan fungsi keadaan melainkan fungsi jalan. Untuk menghindari kerancuan, maka q pada tekanan konstan (qp) diberi 62



DAFTAR ISI nama baru yaitu entalpi (H) sehingga diperoleh rumusan baru, yakni persamaan 3.21. qp = H = U + pV ..................................................................



(3.21)



5. Hubungan antara U dan H Energi dalam (U) dan entalpi (H) adalah dua fungsi keadaan yang berbeda. Hubungan keduanya diperlihatkan pada persamaan 3.21 yang dapat ditulis ulang sebagai fungsi keadaan sesuai persamaan 3.22. DH = DU + D(pV) ................................................................ (3.22) Jika sistem yang dianalisis menghasilkan gas dan dianggap sebagai gas ideal (pV = nRT), maka persamaan tersebut dapat dimodifikasi menjadi persamaan 3.23. DH = DU + D(ngasRT )



DH = DU + RTDngas .............................................................



(3.23)



Jika sistem yang dianalis tidak menghasilkan gas, maka perubahan p dan V sangat kecil, sehingga nilai Δ(pV) mendekati nol atau Δ(pV) ≈ 0. Nilai ini dapat diabaikan sehingga untuk sistem tersebut diperoleh persamaan 3.24. DH = DU .............................................................................



(3.24)



Contoh Soal Suatu reaksi yang berlangsung pada P tetap disertai pelepasan kalor = 200 kJ dan sistem melakukan kerja sebanyak 5 kJ. Tentukan nilai D H, D E, q dan w reaksi itu! Jawab: Sistem melepaskan kalor, artinya q = - 200 kJ. Sistem melakukan kerja, artinya w = - 5 kJ. DU = qp + w DU = - 200 kJ – 5 kJ = - 205 kJ DH = qp = - 200 kJ 63



63



64



Termodinamika Kimia Latihan Soal Air dididihkan pada tekanan 1.0 atm. Jika arus listrik sebesar 0.5 A dari sumber daya 12 V mengalir selama 300 detik melalui tahanan yang mempunyai kontak termal dengan air tersebut, maka sebanyak 0.798 g air menguap. Hitunglah energi dalam molar dan perubahan entalpi pada titik didihnya (373.15 K)! -1 (+ 38 kJ mol ) 6. Perubahan entalpi (H) pada sistem tertutup Seperti halnya energi dalam (U), entalpi (H) sistem juga akan berubah jika variabel-variabel keadaannya berubah. Pada sistem tertutup, perubahan entalpi hanya dipengaruhi oleh p, V, dan T. Akan tetapi, p merupakan pasangan V, sehingga cukup dipilih salah satunya. Variabel yang harus dipilih adalah p karena entalpi adalah fungsi yang ditentukan pada p tertentu sehingga variabel bebas entalpi pada sistem tertutup adalah T dan p. Secara matematis ungkapan tersebut dapat dituliskan H = H(T,p). Pada tiap perubahan yang sangat kecil, pengaruh 2 variabel tersebut dirumuskan sebagai diferensial parsial sesuai persamaan 3.25. dH =



¶H ¶T



dT +



p



¶H ¶



p



dp ................................................



(3.25)



T



Jika proses berlangsung pada tekanan konstan, diperoleh persamaan 3.26. ¶H dH =



dT ...................................................................



(3.26)



¶T p dimana dH = đqp, sehingga diperoleh kapasistas kalor pada tekanan tetap (Cp) sesuai persamaan 3.27. (3.27) ¶H =dH = đqp = C p



¶T



p



dT



dT 64



DAFTAR ISI Subtitusi persamaan 3.27 ke persamaan 3.25 menghasilkan persaman 3.28. dH = C



¶H



p dT +







p



Nilai



dp .......................................................



(3.28)



T



¶ H ¶



p



dapat



ditentukan



menggunakan



T



pembuat permutasi dalam diferensial parsial yang ¶x ¶x ¶z =-







y



¶z



z



¶y x



y



dituliskan: ¶H ¶H ¶



p



¶H ¶



p



. Berdasarkan hubungan



hubungan



dirumuskan tersebut, dapat



¶T



=T



¶T p ¶p = -C ¶T



H



(3.29)



.... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ...



p







T



Nilai



p



H



¶T ¶



p



dikenal sebagai



koefisien



Joule-Thomson



H



disimbol µJT , sehingga persamaan 3.29 dapat disederhanakan: (3.30) ¶H = -C m ¶



p



p



JT



.................................................................



T



Subtitusi persamaan 3.30 ke persamaan 3.28 menghasilkan persamaan 3.31, yaitu perubahan entalpi pada sistem tertutup sebagai fungsi temperatur dan tekanan. dH = C pdT - Cp mJT dp ......................................................... (3.31) 7. Hubungan antara Cv dan Cp Kapasitas kalor pada tekanan tetap (Cp) selalu lebih besar daripada kapasitas kalor pada volume tetap (CV) karena kerja tekanan-volume (ekspansi) dilakukan bila sistem dikalor kan pada 65



65



66



Termodinamika Kimia tekanan tetap. Hubungan keduanya dapat diperoleh dengan cara berikut: ·



Gabungkan persamaan 3.8 dengan 3.19 sebagai kerja ekspansi (-pdV): ¶U dV + pdV ......................................



đq = Cv dT +



(3.32)



¶V T · Pada tekanan konstan persamaan tersebut dapat dituliskan: ¶U



= Cv dT +



đqp



¶V T · Persamaan 3.33 dikali dengan



¶U



đqp Cv dT dT



=



+



dT



¶U Cp = Cv



+



(3.33)



+ p dV .......................................



¶V



1 , sehingga diperoleh: dT



dV +p



T



+p



dV



dT



p



......................................



(3.34)



dT p ¶V T Persamaan 3.34 memperlihatkan bahwa Cp selalu lebih besar ¶U



dari Cv. Jika sistem dianggap sebagai gas ideal, dimana



¶V



dV



= nR p dT p persamaan 3.35. Cp = Cv + nR dan



=0 ,



T



, maka persamaan 3.34 dapat dituliskan sesuai



.......................................................................



(3.35)



66



DAFTAR ISI



Contoh Soal Lima kilogram gas N2 dipanaskan pada tekanan tetap sehingga temperaturnya naik dari 10oC menjadi 130oC. Jika Cv = 0.177 kal g-1 0C-1 dan Cp = 0.248 kal g-1 0C-1, hitung : a. Kenaikan energi dalam b. Kerja luar yang dilakukan gas Jawab: Dik: m = 5 kg Dit: a. DU = ...? b. w = ..? T1 = 10 + 273 = 283 K T2 = 130 + 273 = 403 K Cv = 0.177 kal g-1 0C-1 Cp = 0.248 kal g-1 0C-1 Penyelesaian: a. Kenaikan energi dalam (DU): b. Kerja (w): ) ( ΔU = qp - nR(T2 -T1 ) = C p (T2 -T1 )- nR(T2 -T1 ) - 1 ) = (0.248 - 0.177)x120 w = Cp -Cv DT



=



p (2



C T = (C p -C p



-1)



p



v



(2



T - (C -C ) T T



+ Cv ) (T2 -T1 )



= 0.071 x 120 = 8.52 kalori



= Cv (T2 -T1 ) = 0.177 (403-283) = 0.177 x 120 = 21.24 kalori



Latihan Soal Perkirakan perbedaan antara Cp dan CV karbon tetraklorida pada temperature 25 0C, jika Cp = 132 JK-1mol-1. Pada temperatur ini, rapatannya = 1.59 g cm-3, koefisien pemuaian = 1.24 x 10 -3 K-1, dan kompresibilitas isotermalnya = 9.05 x 10-5 atm-1! (49.6 JK-1mol-1) 67



67



68



Termodinamika Kimia 8. Ekspansi reversibel adiabatik gas ideal pada sistem tertutup Proses adiabatik adalah proses yang tidak disertai perubahan kalor, sehingga đq = 0. Jika sistem tertutup gas ideal diekspansi secara reversibel pada kondisi adiabatik, maka temperatur sistem akan digunakan untuk mempertahankan agar kalor tetap konstan sehingga temperatur sistem berkurang. Temperatur sistem berkurang akan diiringi dengan berkurangnya tekanan sistem lebih cepat. Kondisi ini berbeda jika sistem diekspansi secara reversibel pada kondisi isotermal, dimana temperatur konstan dan tekanan tidak turun secepat pada kondisi adiabatik. Perbedaan kurva tekanan – volume reversibel untuk 2 kondisi tersebut digambarkan pada gambar 3.7.



Gambar 3.7. Ekspansi adiabatik dan isotermal gas ideal pada sistem tertutup Oleh karena đq = 0, maka untuk kerja ekspansi dU = -pdV , dimana dU untuk gas ideal sama dengan CVdT sehingga persamaan tersebut ditulis sesuai persamaan 3.36. Cv dT = -pdV ......................................................................



p = nRT



Nilai p dapat disubsitusi dengan



V



persamaan 3.37.



68



(3.36) , sehingga diperoleh



DAFTAR ISI ................................................................. (3.37)



Cv dT = - nR dV T



V



Jika diintegrasikan dengan batas T1 – T2 dan V1 – V2 , kemudian disubstitusi dengan persamaan 3.35 akan diperoleh persamaan 3.38. C



v



ln



T2



= -nR ln



TV



V2



1 1



C



v



ln



T2



= (C p - CV )ln



V1



T1V2



T



T



V



Cp



2



ln



1



C



- 1ln



=



V



1



Cp adalah CV persamaan 3.39. ln T2 = (g - 1) ln V1 dimana



T1



g -1



=



T2



T



1



V1



V



V



..................................................... (3.38)



2



tetapan Laplace (γ), sehingga diperoleh



V2 (3.39)



...... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .



2



Persamaan 3.39 dapat dimodifikasi untuk mencari hubungan tekanan volume atau tekanan temperatur pada sistem adiabatik sesuai persamaan 3.40 dan 3.41. g



g



p1V1 = p2V2 ..................................................................... g T2



T



(3.41)



p2



=



1



(3.40)



g -1



p



.................................................................



1



69



69



70



Termodinamika Kimia



Contoh Soal Suatu gas ideal monoatomik g = 5/3 dimampatkan secara adiabatik dan volumnya berkurang dengan faktor pengali dua. Tentukan faktor pengali bertambahnya tekanan.



Jawab: Dik: g



= 5/3 V1 = 2V2 Penyelesaian:



Dit: p2 = ...?



p1V1g = p2V2g



g



p2



=p



1



V1 V



2



p2 = p1 (2)1,67



5



2V2 V2 = 3,18p1 =p



3



1



Latihan Soal Cuplikan argon pada tekanan 1 atm memuai secara reversible dan adiabatik sampai dua kali volume awalnya. Hitunglah tekanan akhirnya! (0.31 atm)



9. Beberapa kesimpulan Berikut ini adalah beberapa kesimpulan penerapan hukum pertama termodinamika pada berbagai kondisi: ·



Proses isotermis ⇒ temperatur tetap ⇒ tidak ada perubahan energi dalam ⇒ DU = 0 ®q = w (kalor yang diserap seluruhnya digunakan untuk melakukan kerja)



·



Proses isobaris ⇒ qp = DU + w, dimana qp dapat dinyatakan sebagai H (qp = H).



70



DAFTAR ISI ·



Proses isokhorik ⇒ volume tetap ⇒ tidak melakukan kerja ⇒ w = 0 ⇒ qV = DU (kalor yang diserap hanya digunakan untuk menaikkan energi dalam gas )



·



Proses adiabatik ⇒ q = 0 ⇒ DU + w = 0 ⇒ w = -DU (kerja yang dilakukan gas sama dengan penurunan energi dalam gas). Untuk gas ideal DU = CVdT sehingga w = - CVdT.



Soal Latihan 1. Jika kalor sebanyak 2.7 kJ ditambahkan pada sistem, sedangkan sistem melakukan kerja 1.3 kJ, berapakah perubahan energi dalam sistem? 2. Hitunglah besarnya kerja dalam satuan Joule yang dilakukan oleh suatu sistem yang mengalami ekspansi melawan p = 2 atm dengan perubahan V = 10 L ! 3. Suatu reaksi yang berlangsung pada V tetap disertai penyerapan kalor = 200 kJ. Tentukan nilai DE, q dan w reaksi itu! 4. Kurva 1-2 pada dua diagram di bawah menunjukkan pemuaian gas (pertambahan volume gas) yang terjadi secara adiabatik dan isotermal. Pada proses manakah kerja yang dilakukan oleh gas lebih kecil?



71



71



72



Termodinamika Kimia 5. Dengan penurunan langsung dari H = U + pV, cari hubungan ¶H ¶U antara



¶U



dan



p



¶H



¶V



. Pastikan hasilnya dengan



p



sebagai pertandingan dari kedua turunan ¶U p itu terhadap volume dan kemudian gunakan definisi entalpi! menyatakan



6. Energi dalam gas sempurna beratom tunggal relatif terhadap nilainya pada T = 0 adalah 3/2 nRT. Hitunglah ¶U ¶H ¶V



¶V



dan



T



gas itu.



T



7. Sebanyak 50 cm3 cuplikan tembaga dikenai tambahan tekanan 100 atm dan kenaikan temperatur 5 K. Perkirakan perubahan volume total! 8. Pada permulaan 2 mol zat asam ( gas diatomik ) temperaturnya 27 0 3 C dan volumenya 0.02 m . Gas disuruh mengembang secara isobaris sehingga volumenya menjadi dua kali lipat kemudian secara adiabatik hingga temperaturnya mencapai harga yang -1 seperti permulaan lagi. R = 8.317 J mol K. Tentukan: a. Energi dalam totalnya ?



b. Kalor yang ditambahkan ? c. Kerja yang dilakukan ? d. Volume sistem pada akhir proses ? 9. Satu mol gas ideal yang mula-mula ada pada tekanan 1 atm dan temperatur 0°C ditekan secara isotermis dan kuasi statik sehingga tekanannya menjadi 2 atm. Hitung: a. volume gas mula-mula, b. kerja yang diperlukan untuk menekan gas, dan c. kalor yang dikeluarkan gas selama proses kompresi tersebut. 10. Satu mol gas ideal mula-mula tekanannya 3 atm, volumenya 1 L dan energi dalamnya 456 J. Gas kemudian berekspansi pada 72



DAFTAR ISI tekanan tetap sampai volumenya 3 L, kemudian didinginkan pada volume konstan sampai tekanannya menjadi 2 atm. a. tunjukkan proses yang dialami gas dalam diagram p – V, b. hitunglah kerja yang dilakukan gas, dan c. hitunglah kalor yang ditambahkan pada gas selama proses tersebut. 11. Satu mol karbon monoksida dipanaskan dari 150 C menjadi 160 C pada volume tetap. Massa molekulnya 28.01 gram/mol, Cp = 1.03 x 103 J kg-1 K, dan g = 1.40 . Hitunglah penambahan energi dalam! 12. Sampel 4 mol O2 mula-mula ditempatkan pada volume 20 L dam temperatur 270 K. Kemudian sampel ini mengalami pemuaian adiabatik melawan tekanan tetap 600 Torr sampai volumenya menjadi 3 kali semula. Hitunglah q, w, ∆T, ∆U, dan ∆H. 13. Perkirakan perubahan volume yang terjadi jika 1 cm 3 balok (a) air raksa (b) intan dipanaskan 5 K pada temperatur kamar. 14. Pikirkanlah suatu sistem yang terdiri atas 2 mol gas CO 2 (dianggap sempurna) pada temperatur 25 0C berada pada silinder dengan luas penampang 10 cm 2 dan tekanan 10 atm. Gas tersebut memuai secara adiabatik dan reversibel. Hitunglah w, q, ∆T, ∆U, dan ∆H jika penghisap sudah berpindah 20 cm. 15. Hitunglah tekanan akhir yang terjadi jika neon pada tekanan 1 atm dimampatkan secara reversibel dan adiabatik menjadi 75% volume awalnya.



73



73



74



Termodinamika Kimia



TERMOKIMIA Proses kimia dan fisika selalu disertai perubahan energi sistem. Jika proses terjadi pada tekanan tetap (yang umum dijumpai), perubahan energi yang dapat diamati adalah perubahan entalpinya (∆H). Kajian termodinamika yang khusus mempelajari perubahan energi sistem kimia, khususnya ∆H disebut termokimia.



A. Persamaan termokimia Persamaan termokimia adalah persamaan reaksi yang mengikutsertakan perubahan entalpinya ( DH). Nilai DH pada persamaan termokimia disesuaikan dengan stoikiometri, arah, dan fasa zat. Contoh: Pembentukan 1 mol air dari gas hidrogen dengan oksigen pada 298 K dan 1 atm dilepaskan kalor sebesar 285.5 kJ, maka persamaan termokimianya ditulis sebagai berikut: H2 (g) +



1



2



O2 (g) ® H2O(l)



DH = -285.5 kJ



74



DAFTAR ISI Jika koefisien digandakan dengan faktor y, maka harga harga DH harus dikalikan dengan faktor y tersebut. DH = -571 kJ



2H2 (g) + O2 (g) ® 2H2O(l)



Jika reaksi dibalik (posisi reaktan dan produk ditukar), maka nilai DH tetap sama, tetapi tandanya berlawanan. H2O(l) ® H2 (g) + 1 2 O2 (g)



DH = +285.5 kJ



Jika fasa reaktan atau produk berbeda, maka perubahan entalpinya juga akan berbeda. H2 (g) + 1 2 O2 (g) ® H2O(g)



DH = -241.82 kJ



Tanda (-) atau (+) menunjukkan reaksi melepaskan kalor ke lingkungan (eksotermis) atau reaksi menggunakan kalor dari lingkungan (endotermis).



B. Jenis-jenis perubahan entalpi Perubahan entalpi sistem biasanya dinyatakan pada * tekanan standar, yaitu 1 bar dan temperatur konvensional (TC), yaitu 298.15 K (sama dengan 25 0C) . Perubahan entalpi yang diukur pada keadaan tersebut disebut perubahan entalpi standar disimbol DHo dengan satuan Joule atau kalori. Jika diukur pada keadaan tertentu, bukan pada keadaan standar, cukup disimbolkan dengan DH. Perubahan entalpi sering pula dinyatakan untuk tiap 1 mol zat yang disebut entalpi molar disimbol DHom pada keadaan standar atau DHom pada keadaan tertentu dengan satuan J mol-1 atau kal mol-1.



* Tekanan 1 bar adalah tekanan standar terbaru untuk melaporkan data termodinamika dan mulai digunakan oleh National Bureau of Standars. Beberapa buku masih menggunakan tekanan 1 atm sebagai tekanan standar, khususnya untuk analisis yang tidak memerlukan ketepatan tinggi karena nilainya tidak jauh berbeda (1 bar = 0.98692 atm).



75



75



76



Termodinamika Kimia Perubahan entalpi sistem kimia, reaksinya dapat digolongkan sebagai berikut : 2. Entalpi pembentukan (D Hf)



berdasarkan



jenis



Entalpi pembentukan (DHf) atau kalor pembentukan adalah perubahan entalpi yang terjadi pada pembentukan satu mol senyawa dari unsur-unsurnya dalam keadaan referensi. Keadaan referensi suatu unsur adalah keadaannya yang paling stabil pada keadaan standar. Misal pada keadaan standar, nitrogen stabil sebagai senyawa dwiatom N2, oksigen sebagai O2, hidrogen sebagai H2, klorin sebagai Cl2, karbon sebagai Cgrafit, belerang sebagai Srombik, fosfor sebagai Pputih, raksa dalam bentuk cair, beberapa logam dalam bentuk kristal, dan lain-lain. Entalpi pembentukan unsur-unsur dalam keadaan referensinya sama dengan nol sama dengan nol pada semua temperatur karena entalpi tersebut adalah entalpi dari reaksi nol. Adapun entalpi pembentukan senyawa dapat bernilai positif (endotermis) atau negatif (eksotermis). Contoh: N2 (g) ® N2 (g) 6C(s, grafit) + 3H2 (g) ® C6H6 (l)



DHf 0 = 0 DHf 0 m = +49.0 kJ mol -1



Na(s) + 12 Cl2 (g) ® NaCl(s)



DHf 0 m = -401.9 kJ mol -1



3. Entalpi penguraian (D Hd) Entalpi penguraian (DHd) adalah perubahan entalpi yang terjadi pada penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsur penyusunnya. Perubahan entalpi ini merupakan kebalikan dari perubahan entalpi pembentukan, maka nilainya pun akan berlawanan tanda. Menurut Marquis de Laplace, “jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan senyawa dari unsur-unsur penyusunnya sama dengan jumlah kalor yang diperlukan pada penguraian senyawa tersebut menjadi unsur-unsur penyusunnya“. Pernyataan ini disebut hukum Laplace. 76



DAFTAR ISI Contoh : Diketahui DHf o CH4(g) = -74.81 kJ mol-1, maka entalpi penguraian CH4(g) menjadi karbon dan gas hidrogen adalah +74.81 kJ mol -1 sesuai persaman reaksi berikut: CH4 (g) ® C(g) + 2H2 (g)



DHd 0 m = +74.81 kJ mol



-1



4. Entalpi pembakaran (D Hc ) Entalpi pembakaran (DHc) adalah perubahan entalpi yang terjadi pada pembakaran/oksidasi 1 mol senyawa organik secara sempurna menjadi CO2 dan H2O bagi senyawa yang mengandung C, H, dan O atau menjadi N2 bagi senyawa yang mengandung N. Contoh : C6H12O6 (s) + 6O2 (g) ® 6CO2 (g) + 6H2O(l) DHc 0 m = -2808 kJ mol-1 Re aksi pembakaran merupakan reaksi yang menghasilkan kalor (eksotermis), sehingga ΔHnya selalu bernilai negatif. 5. Entalpi netralisasi (D Hn) Entalpi netralisasi (DHn) adalah perubahan entalpi yang terjadi pada penetralan 1 mol asam oleh basa atau 1 mol basa oleh asam. Contoh : 2NaOH(aq) + H2 SO4 (aq) ® Na2 SO4 (aq) + 2H2O(l) DHn = -200 kJ DHn reaksi = -200 kJ DHn NaOH = DHn H2SO4 =



-200 kJ



= -100 kJmol



-1



2 mol



-200 kJ 1 mol



= -200 kJmol



-1



6. Entalpi hidrogenasi (D Hh) Entalpi hidrogenasi (DHh) adalah perubahan entalpi yang terjadi pada hidrogenasi 1 mol senyawa organik tak jenuh. 77



77



78 Termodinamika Kimia Contoh: CH2 = CH2 (g) + H2 (g) ® CH3CH3 (g)



DH0 = -137 kJmol-1



C6H6 + 3H2 (g) ®C6H12(g)



DH0 = -205 kJmol-1



Jika entalpi hidrogenasi etena (C2H4) yang terdiri dari 1 ikatan rangkap dikali 3, ternyata tidak sama dengan entalpi hidrogenasi benzena (C6H6) yang telah terdiri dari 3 ikatan rangkap. Entalpi hidrogenasi benzena adalah 206 kJmol -1, kurang dari 3 x 137 kJ mol 1 . Hal ini menunjukkan bahwa bentuk siklik benzena menjadikannya lebih stabil sehingga energi yang dibutuhkan untuk menghidrogenasinya lebih kecil. Selain perubahan entalpi reaksi kimia, dikenal pula perubahan entalpi proses fisika, seperti entalpi penguapan ( DHvap), entalpi peleburan (DHfus), entalpi sublimasi ( DHsub), entalpi pelarutan (DHsol), dan lain-lain. Contoh: H2O(s) ® H2O(l) H2O(l) ® H2O(g)



DH0 fus = +6.01 kJmol -1 DH0 vap = +44.00 kJmol -1



H2O(s) ® H2O(g)



DH0 sub = +50.01 kJmol -1



dimana DH0 sub = DH0 HCl(g) ® HCl(aq)



fus



+ DH0vap ,maka: DH0 sol = -75.14 kJmol-1



Contoh Soal Nyatakan entalpi reaksi standar: 2HN3 (l) + 2NO(g) ® H2O2 (l) + 4N2 (g) menggunakan entalpi standar pembentukan komponenkomponennya! Jawab: Reaksi di atas telah setara, sehingga koefisiennya dapat digunakan untuk menyatakan entalpi reaksi standarnya menggunakan entalpi 78



DAFTAR ISI standar pembentukan komponen-komponennya: DH0 = DHf 0 (H2O2 )+ 4DHf 0 (N2 )-2DHf 0 (HN3 )-2DHf 0 (NO)



Latihan Soal Hitung entalpi kisi CaBr2! (2148 kJ mol-1)



C. Penentuan perubahan entalpi (D H) Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menetukan perubahan entalpi adalah sebagai berikut: 1. Metode langsung dengan kalorimetri Kalorimetri adalah cara penentuan kalor reaksi secara eksprimen menggunakan kalorimeter. Kalorimeter adalah sistem yang terisolasi sehingga tidak terjadi perpindahan materi maupun energi dengan lingkungannya. Semua energi yang diserap atau dilepaskan reaksi kimia sebagai kalor menyebabkan perubahan temperatur (ΔT) dalam kalorimeter. Jika ΔT tersebut diketahui, maka jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan dalam kalorimeter dapat dihitung menggunakan persamaan 4.1. (4.1) qkal = Ckal ´DT .................................................................... dimana Ckal adalah kapasitas kalor kalorimeter (J 0C-1 atau JK-1), yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan tiap kenaikan temperatur 1 derajat. Kalorimeter selalu dilengkapi dengan termometer untuk mengetahui perubahan temperatur yang terjadi. Jenis-jenis kalorimeter yang biasa digunakan adalah sebagai berikut: a. Kalorimeter volume konstan (kalorimeter bom) Kalorimeter bom adalah kalorimeter yang khusus digunakan untuk menentukan kalor yang dihasilkan reaksi pembakaran. Kalorimeter ini terdiri dari sebuah bom (tempat 79



79



80



Termodinamika Kimia berlangsungnya reaksi pembakaran, terbuat dari bahan stainless steel dan diisi dengan gas oksigen pada tekanan tinggi). Bom tersebut ditempatkan pada sebuah bak yang diisi air dan dibatasi dengan wadah yang kedap panas untuk memastikan tidak ada kalor yang meninggalkan atau masuk ke dalam sistem. Reaksi pembakaran terjadi di dalam bom. Semua kalor yang dihasilkan (qreaksi) diserap oleh kalorimeter (air dan bom) dan tidak ada kalor yang terbuang sehingga: (4.2) -qreaksi = qkal .......................................................................... Jumlah kalor yang diserap oleh kalorimeter (qkal) dapat dihitung menggunakan persamaan 4.1. Kapasitas kalor kalorimeter (Ckal) dapat diketahui dengan kalibrasi menggunakan senyawa standar yang qreaksinya telah diketahui. Sebagai contoh, qreaksi 1 gram asam benzoat adalah 26.42 kJ. Jika kalor tersebut menyebabkan kenaikan temperatur sebesar 4.673 K, maka Ckal kalorimeternya adalah: q



kal



= C ´ DT kal



26.42 kJ = Ckal ´ 4.673 K Ckal =



26.42 kJ



4.673 K



= 5.645 kJ K



-1



Hasil kalibrasi ini dapat digunakan untuk menentukan qreaksi pembakaran senyawa yang lain. Reaksi yang berlangsung pada kalorimeter bom berlangsung pada volume konstan bukan pada tekanan konstan sehingga qreaksi ≠ ΔH melainkan qreaksi = ΔU. Pada kasus seperti ini, ΔH dapat dihitung menggunakan persamaan 3.23 dan 3.24 pada bab sebelumnya. b. Kalorimeter tekanan konstan (kalorimeter sederhana) Kalorimeter yang lebih sederhana dari kalorimeter volume konstan adalah kalorimeter tekanan konstan yang dibuat dari gelas stirofoam. Kalorimeter ini biasanya dipakai untuk mengukur qreaksi 80



DAFTAR ISI reaksi dalam fase larutan, misal: reaksi netralisasi asam – basa, pelarutan, pengendapan, pengenceran dan lain-lain. Seperti halnya kalorimter sebelumnya, kalorimeter ini dianggap sebagai sistem terisolasi, meskipun sejumlah kalor memungkinkan keluar ke lingkungan sehingga tidak terukur. Akan tetapi, kalor tersebut dapat diabaikan karena nilai yang sangat kecil. Oleh karena, reaksi yang terjadi dalam kalorimeter ini berlangsung pada tekanan konstan maka besarnya qreaksi = ΔH. 2. Metode tidak langsung berdasarkan hukum Hess Metode kalorimetri hanya dapat digunakan untuk reaksi yang berlangsung satu tahap atau reaksi yang berlangsung cepat dan sederhana. Kebanyakan reaksi berlangsung dalam beberapa tahap dan menghasilkan produk selain senyawa yang diharapkan. Perubahan entalpi reaksi-reaksi tersebut hanya dapat ditentukan secara tidak langsung. Metode tidak langsung tersebut berdasarkan hukum Hess yang dapat dinyatakan sebagai berikut: perubahan entalpi suatu reaksi hanya tergantung pada keadaan awal ( zat-zat pereaksi ) dan keadaan akhir ( zat-zat hasil reaksi ) dari suatu reaksi dan tidak tergantung pada jalannya reaksi. Berdasarkan Hukum Hess, penentuan DH dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu : a. Menjumlahkan perubahan entalpi tahap-tahap reaksi yang berhubungan. Contoh : Reaksi pembakaran propena dapat dituliskan sebagai berikut: C3H6 (g) + 92 O2 (g) ® 3CO2 (g) + 3H2O(l)



DHc 0 = -2058 kJ mol -1



Reaksi tersebut diperoleh dari penjumlahan 3 tahap reaksi berikut:



C H (g) + H2 (g) ® C3H8 (g)



DHh = -124 kJ mol -1



C3H8 (g) + 5O2 (g) ® 3CO2 (g) + 4H2O(l)



DHc = -2220 kJ mol -1



3



0



6



H2O(l)



® H2 (g) +



1 2



O2 (g)



0



DHd 0 = +286 kJ mol -1



C3H6 (g) + 92 O2 (g) ® 3CO2 (g) + 3H2O(l) DHc 0 = -2058 kJ mol -1 81



+



81



82



Termodinamika Kimia Contoh di atas memperlihatkan bahwa entalpi merupakan fungsi keadaan yang perubahannya tidak tergantung pada jalan yang dilalui, tapi tergantung pada keadaan awal dan akhir. Penjelasan ini digambarkan sesuai gambar 4.2.



Gambar 4.2. Siklus reaksi pembakaran propena Berdasarkan gambar 4.2, perubahan entalpi reaksi pembakaran propena dapat digambarkan sesuai gambar 4.3.



Gambar 4.3. Perubahan entalpi reaksi pembakaran propena (ΔHtotal = ΔH1 + ΔH2 + ΔH3) Berdasarkan contoh di atas dapat dirumuskan perubahan entalpi reaksi yang terdiri dari beberapa tahap sesuai persamaan 4.3. 82



DAFTAR ISI ....................................(4.3)



DHtotal = DH1 + DH2 + DH3 + .....DHn



dimana n adalah bilangan bulat yang menunjukkan tahapan reaksi. b. Menghitung selisih entalpi pembentukan (DHf o) antara produk dan reaktan. Misal untuk reaksi: mAB + nCD ® pAD + qCB Perubahan entalpinya dapat ditentukan dari entalpi pembentukan masing-masing komponen sebagai berikut: DH0 = (p´ DHf 0 AD + q ´ DHf 0CB)- (m´ DHf 0 AB + n´ DHf 0CD)



atau secara umum dapat dituliskan sesuai persamaan 4.4. DH0 = SDHf 0 (produk) - SDHf 0 (reak tan) ...........................



(4.4)



c. Menghitung perubahan energi ikatan. Energi ikatan (D) adalah energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia dalam suatu molekul berwujud gas menjadi atom atau kelompok atom yang lebih sederhana. Contoh, senyawa AB dapat diuraikan menjadi atom A dan B jika energi yang diberikan sesuai dengan energi ikat antara atom A dan B atau suatu senyawa ABC dapat diuraikan menjadi molekul AB dan atom C jika energi yang diberikan sesuai dengan energi ikatan antara molekul AB dan atom C. Jadi, besarnya perubahan entalpi yang terjadi sama dengan energi ikatan molekul yang diputus atau DH = D. Berdasarkan jenis pemutusan ikatan, dikenal 2 jenis perubahan entalpi berdasarkan energi ikatan yaitu : 1). Entalpi atomisasi (DHa) Entalpi atomisasi (DHa) adalah perubahan entalpi yang terjadi jika semua ikatan dalam suatu molekul diputus menjadi atom-atom bebas berwujud gas. Contoh, entalpi atomisasi H 2O pada temperatur 298 K sebesar 927 kJ mol -1 adalah jumlah energi 83



83



84



Termodinamika Kimia ikatan H-OH (499 kJ mol-1) dan O-H (428 kJ mol-1) atau DHa (H2O) = DH-OH + DO-H. 2). Entalpi disosiasi ikatan (DHdis) Energi disosiasi ikatan (DHdis) adalah perubahan entalpi yang terjadi jika salah satu ikatan yang terdapat pada suatu molekul diputus menjadi atom atau kelompok atom yang lebih sederhana dalam keadaan gas. Contoh, perubahan entalpi pemutusan ikatan CH3 dan OH pada metanol adalah energi ikatan 2 molekul tersebut. CH3OH(g) ®CH3 (g) + OH(g) DHdis (CH3-OH) = DCH3-OH.



DHdis0 = +380 kJmol-1 atau



Energi ikatan antar atom tergantung pada molekul sisanya, misal untuk H2O energi ikatan antara O dan H pada HO-H sebesar 499 kJ mol-1 tapi pada O-H hanya sebesar 428 kJ mol -1. penghilangan atom H pada HO-H menyebabkan struktur elektronik molekul menyesuaikan diri. Meski demikian, karena nilainya yang tidak jauh berbeda, energi ikat antara atom yang sama pada senyawa serumpun yang berbeda dapat dirata-ratakan sebagai energi ikatan rata-rata. Energi ikatan rata-rata ini berguna untuk memperkirakan perubahan entalpi suatu reaksi jika data tidak tersedia. Oleh karena diperoleh dari energi ikatan rata-rata, maka perubahan entalpi tersebut disebut perubahan entalpi ikatan ratarata yang nilainya hanya perkiraan Energi ikatan suatu molekul yang berwujud gas dapat ditentukan menggunakan hukum Hess. Misal, jika diketahui DHdo CO(g) = 110,5 kJ mol-1, DHsub o C(s) = 716,7 kJ mol-1, dan ∆Ha0 O2 = 495 kJ mol-1, maka besarnya energi ikatan C=O (D C=O) dalam gas CO dapat ditentukan dengan cara berikut:



84



DAFTAR ISI DHd =110.5 kJ mol-1



CO(g) ®C(s) O2 (g) +



85



0



1



2



DHsub0 = 716.7 kJ mol-1



C(s) ®C(g) 1 2



DHa0 =247.5 kJ mol-1



O2 (g) ®O(g)



CO(g) ®C(g)+O(g) mana DC=O = ∆Ha0 CO = 1047.7 kJ mol-1



0



+



DHa =1047.7 kJ mol-1



Selain itu, berdasarkan hukum Hess, entalpi suatu reaksi dapat pula ditentukan menggunakan data energi ikatan rata-rata komponennya dengan persamaan 4.5. (4.5) DH = ∫D - ∫D ................................................... reak tan



produk



Contoh Soal Jika diketahui: energi ikatan N º N = 946 kJ mol -1, energi ikatan N-N = 163 kJ mol-1, energi ikatan N-H = 389 kJ mol -1, energi ikatan O-O = kJ mol-1, dan energi ikatan O-H = kJ mol -1, maka hitunglah berapa ΔH reaksi berikut: N2H4(g) + 2 H2O2(g) ® N2(g) + 4H2O(g) Jawab: Reaksinya dapat dituliskan: H H



DH = D







N - N + 2H - O - O - H ® N º N + 4H - O -HHH - D



reak tan







produk



DH = (N - N) + 4(N - H) + 2(O -O) + 4(O - H) -(N º N) - 8(O - H) = 163 - 4(389) + 2(144) + 4(464) - 946 - 8(464) = -795kJ Catatan: ΔH reaksi yang dapat dihitung dengan energi ikat hanyalah reaksi di mana pereaksi dan produk reaksinya semuanya berwujud gas.



85



di



86



Termodinamika Kimia Latihan Soal Diketahui energi ikatan: C–C = 348 kJ mol -1, C=C = 614 kJ mol -1, C– H = 413 kJ mol-1, C–Cl = 328 kJ mol -1, dan –Cl = 431 kJ mol -1. Tentukan ∆H reaksi C2H4 + HCl → C2H5Cl! -1 (-44 kJ mol )



Soal Latihan 1. Suatu kalorimeter bom berisi 250 mL air yang temperaturnya 25oC, kemudian dibakar 200 mg gas metana. Temperatur tertinggi yang dicapai air dalam kalorimeter = 35 oC. Jika kapasitas kalor kalorimeter = 75 J oC-1dan kalor jenis air = 4.2 J g-1 oC-1, berapakah DHc gas metana? 2. Sebanyak 50 mL ( = 50 gram ) larutan HCl 1 M bertemperatur 27 oC dicampur dengan 50 mL ( = 50 gram ) larutan NaOH 1 M bertemperatur 27 oC dalam suatu kalorimeter gelas stirofoam. Temperatur campuran naik sampai 33.5 oC. Jika kalor jenis larutan = kalor jenis air = 4.18 J g -1 K. Tentukan perubahan entalpinya! 3. Diketahui : H2 (g) + F2 (g) ® 2HF(g) ∆H = -537 kJ C(s) + 2F2 (g) ® CF4 (g) ∆H = -680 kJ 2C(s) + 2H2 (g) ® C2 H4 (g)



∆H = -52.3 kJ



Tentukan perubahan entalpi (DH) dari reaksi berikut ini : C2H4 (g) + 6F2 (g) ® 2CF4 (g) + 4HF(g) 4. Gunakan data entalpi ikatan rata-rata dan entalpi pengatoman untuk memperkirakan entalpi standar reaksi berikut: C(s,gr) +2H (g) + 2



1



2



O (g) ® CH OH(l) 2



3



dimana gr adalah notasi bentuk grafit karbon! 86



DAFTAR ISI 5. Perkirakan perubahan entalpi standar reaksi pembentukan etanol cair dari unsur-unsurnya! 6. Hitunglah entalpi pelarutan standar AgCl(s) dalam air dari entalpi pembentukan padatan dan ion-ion cairan! 7. Diketahui :



DHf o metanol [ CH4O( l ) ] = - 238,6 kJ / mol DHf o CO2( g ) = - 393,5 kJ / mol DHf o H2O( l ) = - 286 kJ / mol a. Tentukan entalpi pembakaran metanol membentuk gas CO 2 dan air. b. Tentukan jumlah kalor yang dibebaskan pada pembakaran 8 gram metanol ( Ar H = 1; C = 12; O = 16 ) 8. Diketahui :



DHf o CO(g) = - 110.5 kJ / mol DHf o C(g) = 716.7 kJ / mol DO=O = 495 kJ / mol Tentukan energi ikatan C=O dalam gas CO! 9. Entalpi pembakaran standar gas propana adalah 2220 kJ mol -1 dan entalpi standar penguapan cairannya adalah +15 kJ mol -1. Hitunglah: a. entalpi standar b. energi dalam pembakaran standar cairannya 10. Buatlah siklus termodinamika untuk menentukan entalpi hidrasi ion-ion Mg2+ dengan menggunakan data-data berikut: entalpi sublimasi Mg = +167.2 kJ mol -1; energi pengionan Mg pertama = 7.646 eV dan kedua = 15.035 eV, antalpi disosiasi Cl 2 = +241.6 kJ mol-1; afinitas electron Cl = +3.78 eV; entalpi pelarutan MgCl2 = -150.5 kJ mol-1; entalpi hidrasi Cl- = -383.7 kJ mol-1!



87



87



88



Termodinamika Kimia



HUKUMKEDUADAN KETIGATERMODINAMI KA A. Hukum kedua termodinamika Hukum pertama termodinamika telah menjelaskan hubungan dan jenis-jenis energi yang terlibat dalam suatu proses. Penjelasana tersebut sangat membantu dalam menentukan besarnya energi yang terlibat sehingga suatu proses dapat diramalkan apakah dapat mencapai kesetimbanagn energi atau tidak. Akan tetapi, hukum hal tersebut belum cukup untuk menjelaskan spontanitas suatu proses, termasuk arahnya apakah reversibel atau irreversibel Suatu proses perubahan dianggap spontan apabila proses tersebut mencapai kesetimbangan tanpa masukan energi dari luar sistem. Sebalilknya, proses perubahan dianggap non spontan apabila proses tersebut memerlukan masukan energi dari luar sistem. Bila keadaan setelah perubahan tersebut dapat dikembalikan kembali ke keadaan sebelum perubahan tanpa menyebabkan perubahan lain, baik di dalam maupun di luar sistem, maka proses perubahan tersebut bersifat reversible. Namun 88



DAFTAR ISI perubahan tanpa menyebabkan perubahan yang lain tidak mungkin dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga umumnya perubahan di alam adalah perubahan irreversibel. Untuk mengkaji spontanitas dan reversibilitas suatu proses dibutuhkan rumusan hukum termodinamika yang baru, yaitu hukum kedua termodinamika. Hukum ini dibangun berdasarkan 2 fakta yang esensial, yaitu: 1. Semua proses yang terjadi di alam hanya bergerak pada satu arah, dan tidak mungkin sebaliknya secara spontan. 2. Jika proses tersebut bekerja menggunakan energi kalor, maka tidak semua kalor tersebut dapat diubah menjadi energi kinetik. Sebagai contoh, jika kita melemparkan gelas ke lantai dan secara spontan pecah, maka tidak mungkin mengulangi proses untuk dari yang sebaliknya untuk membuat gelas tersebut utuh kembali. Contoh kedua, jika kita memindahkan suatu benda, maka interaksi benda tersebut dengan lingkungannya menyebabkan hilangnya sejumlah kalor. Berdasarkan 2 fakta tersebut, beberapa ahli merumuskan pernyataan hukum kedua termodinamika, sebagai berikut: 1. Rudolf Clausius (1822-1888) menyatakan rumusan Clausius tentang hukum II termodinamika dengan pernyataan aliran kalor: ”kalor mengalir secara spontan dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya”. 2. Kelvin dan Planck menyatakan rumusan Kelvin-Planck tentang hukum II termodinamika tentang mesin kalor: ”tidak mungkin membuat suatu mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata menyerap kalor dari sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya menjadi kerja luar”. Dengan demikian dapat dirumuskan penyataan hukum kedua termodinamika secara umum: ”tidak ada proses yang dapat berlangsung terus-menerus dengan menyerap kalor dan mengkonversikan seluruh kalor yang diserap tersebut menjadi 89



89



90



Termodinamika Kimia kerja tanpa hasil samping, yaitu adanya kalor yang hilang”. Konsekuensi hukum ini memunculkan besaran termodinamika baru yang berkaitan dengan kalor yang hilang tersebut, yaitu entropi (S).



B. Entropi Kalor yang hilang pada suatu proses dapat dinyatakan dengan suatu variabel keadaan termodinamika yang disebut entropi, yaitu ukuran jumlah energi atau kalor yang tidak dapat diubah menjadi kerja. Proses irreversibel (seperti pendinginan hingga mencapai temperatur yang sama dengan temperatur lingkungan dan pemuaian bebas gas) adalah proses spontan, sehingga proses tersebut disertai kenaikan entropi. Sementara itu, proses reversibel adalah proses yang seimbang sehingga tidak menyebabkan perubahan entropi. Jika suatu sistem pada temperatur tertentu mengalami proses reversibel atau irreversibel dengan kontribusi sejumlah kalor (dq), maka perubahan entropi sistem tersebut dirumuskan sesuai persamaan 5.1. DS = d q T



..............................................................................(5.1)



Perubahan entropi ∆S hanya tergantung pada keadaan akhir dan keadaan awal. Satuan entropi dalam sistem SI adalah J K -1. Persamaan 5.1 menjelaskan secara matematis hukum kedua termodinamika sebagai perubahan entropi sistem sesuai persamaan 5.2. (5.2) dSalam semesta ≥ O .................................................................. dimana: dSalam semesta= dSsistem + d Slingkungan ........................................



(5.3)



Artinya, proses reversibel tidak mengubah entropi total alam semesta (∆Salam semesta = 0), tetapi setiap proses irreversibel selalu menaikkan entropi alam semesta (∆Salam semesta ≥ 0). 90



DAFTAR ISI Contoh proses irreversibel dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan ΔS > 0 adalah sebagai berikut: 1. Padatan menjadi cairan atau larutan, 2. Cairan menjadi gas. 3. Jumlah molekul gas dalam suatu reaksi kimia meningkat. 4. Temperatur zat bertambah. Rumusan entropi dalam kondisi statis disebut rumus Boltzmann yang dirumuskan sesuai persamaan 5.4. (5.4) S = k lnw ............................................................................ dimana k = 1.381 x 10 -23 J K-1 disebut tetapan Boltzmann. Tetapan ini terkait dengan tetapan gas ideal, yakni R = NAk. Persamaan 5.4 menunjukkan entropi berbading lurus dengan W, yakni banyaknya jalan agar energi sistem dapat dicapai dengan penyusunan ulang atom-atom atau molekul-molekul diantara keadaan-keadaan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa entropi menggmbarkan ketidakteraturan komponen-komponen sistem. Berdasarkan persamaan 5.2 dan 5.4, dapat disimpulkan bahwa entropi proses yang berlangsung spontan dalam suatu sistem yang terisolasi akan meningkat. Dengan demikian hukum kedua termodinamika dapat pula dinyatakan: “derajat ketidakteraturan dalam alam semesta akan selalu meningkat”. Entropi adalah besaran ekstensif, sehingga jika dibagi dengan jumlah massa m atau jumlah mol n menjadi entropi jenis (s) sesuai persamaan 5.5. s = S atau s = S m n



...........................................................(5.5)



Contoh Soal Hitung entropi 1 mol CO(s) pada T = 0, asumsikan setiap molekul CO dapat mengambil salah satu dari dua orientasi tanpa mempengaruhi energinya! Jawab: 91



91



92



Termodinamika Kimia Cuplikan terdiri dari N molekul CO dengan N = 6.022 x 10 23 dimana setiap molekul dapat berada dalam 2 orientasi, maka nilai W = 2 N. Dengan demikian: S = klnw =



1.381´10-23 JK -1 ´6.022´10-23 ´ln2



=



5.76 JK -1 Latihan Soal



Hitunglah besar perubahan entropi lingkungan jika 1 mol N2O4 (g) terbentuk dari 2 mol NO2 (g) pada kondisi standar dengan temperatur tetap. -1 (-192 JK )



C. Efisiensi proses termal dan siklus Carnot Efisiensi proses termal (ε) merupakan perbandingan antara kalor yang bermanfaat dengan kalor yang dimasukkan pada suatu sistem. Pembasahan ini sangat penting dalam kajian termodinamika untuk mengubah kalor menjadi energi mekanik menggunakan suatu mesin. Demikian pula dalam sistem kimia, misal sel elektrokimia untuk menghasilkan arus listrik atau membantu untuk memperoleh sistem dengan temperatur rendah. Gambaran efisiensi suatu mesin digambarkan pada skema gambar 5.1. Sebuah mesin diberi energi berupa kalor q 2 pada temperatur tinggi T2, sehingga mesin melakukan kerja mekanik (w). Energi dibuang sebagai kalor q 1 pada temperatur T1. Dengan demikian, efisiensi mesin tersebut dapat dirumuskan sesuai persamaan 5.6.



92



DAFTAR ISI



93



Gambar 5.1. Skema aliran kalor pada suatu mesin kalor e = Energi yang bermanfaat Energi yang dimasukkan e =



h



w q -q = 2 1 q2



=(1-



q2



q1



)´100% ...........................................................(5.6)



q 2



Untuk menaikkan efisiensi mesin kalor, Sadi Carnot mempelajari proses irreversibel mesin kalor tersebut. Agar mesin kalor memiliki efisiensi yang maksimum maka proses irreversibel tersebut harus dikurangi. Oleh karena itu, Sardi carnot mengasumsi proses tersebut mengalami siklus yang disebut siklus Carnot sehingga bersifat reversibel. Siklus Carnot meliputi empat proses sebagaimana diperlihatkan pada gambar 5.2. Penjelasan masing-masing siklus adalah sebagai berikut: 1. Kurva a-b menunjukkan bahwa sistem menyerap kalor q 1 dari reservoir bertemperatur T1 untuk melakukan kerja pemuaian isotermal. 2. Kurba b-c menunjukkan bahwa temperatur turun dari T 1 menjadi T2 dan melakukan kerja pemuaian adiabatik. 93



94



Termodinamika Kimia 3. Kurva c-d menunjukkan bahwa system melakukan kerja pemampatan isotermal dimana sistem melepas kalor q 2 ke reservoir bertemperatur rendah T2. 4. Kurva yang terakhir adalah kurva d-a dimana temperatur sistem naik dari T2 ke T1 sambil melakukan kerja pemampatan adiabatik.



Gambar 5.2. Siklus Carnot Kerja total yang dilakukan oleh sistem untuk satu siklus sama dengan luas daerah di dalam siklus. Oleh karena sistem menerima kalor q1 dari reservoir bertemperatur tinggi dan melepas kalor q2 ke reservoir bertemperatur rendah, maka kerja yang dilakukan oleh sistem sesuai dengan hukum I termodinamika diperlihatkan pada persamaan 5.7. q = ∆U + w atau q1 – q2 = 0 + w w = q1 – q2 ........................................................................... 94



(5.7)



DAFTAR ISI dimana q1 adalah kalor yang diserap dari reservoir bertemperatur tinggi dan q2 adalah kalor yang dilepas ke reservoir bertemperatur rendah. Terkait dengan efisiensi mesin kalor, maka efisiensi mesin Carnot dapat dirumuskan sesuai persamaan 5.8. h = ( 1 - T1



T



)´100% ...........................................................



(5.8)



2



Contoh Soal Sebuah mesin kalor menyerap kalor sebanyak 3000 J dan melakukan kerja serta membuang kalor sebanyak 2500 J. Berapakah efisiensi mesin kalor tersebut ? Jawab: h



=(1= (1-



q1



)´100% q2



2500



)´100% 3000



= ( 1 - 0.83)´100% = 0.17´100% = 17%



Latihan Soal Sebuah mesin uap bekerja antara temperatur 500 oC dan 300 oC. Tentukan efisiensi Carnot mesin uap tersebut! (26%)



D. Fungsi Helmholtz dan fungsi Gibbs Entropi adalah konsep dasar untuk mengetahui arah perubahan suatu proses termasuk proses kimia. Perubahan tersebut selalu menyebabkan perubahan energi sehingga 95



95



96



Termodinamika Kimia dibutuhkan besaran baru yang berkaitan langsung dengan entropi untuk mengetahui perubahan energi tersebut. Misal suatu sistem kimia mengalami proses irreversibel hingga mencapai kesetimbangan termal dengan lingkungannya pada temperatur T, maka perubahan entropinya sesuai pertidaksamaan 5.9. dS - d ³ 0 ......................................................................... (5.9) q T Pertidaksamaan 5.9 dapat diinterpretasika dengan dua cara, yaitu: 1. Kalor berpindah pada volume tetap. Pada kondisi ini, jika tidak ada kerja selain kerja pemuaian (dq = dU), maka pertidaksamaan 5.9 ditulis sesuai pertidaksamaan 5.10. dU dS -



T



³ 0 ...................................................................



(5.10)



V



Jika energi dalam tetap (dU = 0) atau entropi tetap (dS = 0), maka pertidaksamaan 5.10 menjadi pertidaksamaan 5.11. dSU ,V ³ 0 ............................................................................ atau



(5.11a)



dUS ,V £ 0 .............................................................................



(5.11b)



Pertidaksamaan 5.11a bermakna jika perubahan spontan terjadi pada volume dan energi dalam tetap (seperti dalam sistem yang terisolasi), maka entropi sistem bertambah. Sebaliknya, pertidaksamaan 5.11b bermakna jika perubahan perubahan spontan terjadi pada volume dan entropi tetap, maka energi dalam sistem akan berkurang. 2. Kalor berpindah pada tekanan tetap Pada kondisi ini, jika tidak ada kerja selain kerja pemuaian (dq = dH), maka pertidaksamaan 5.9 ditulis sesuai pertidaksamaan 5.12. 96



dS -



d ³0 H T



DAFTAR ISI ................................................................... (5.12)



p



Jika entapi tetap (dH = 0) atau entropi tetap (dS = 0), maka pertidaksamaan 5.12 menjadi pertidaksamaan 5.13. dSH ,p ³ 0 ............................................................................ atau



(5.13a)



dHS ,p £ 0 ............................................................................. (5.13b) Pertidaksamaan 5.13a bermakna jika perubahan spontan terjadi pada tekanan dan entalpi tetap, maka entropi sistem bertambah. Sebaliknya, pertidaksamaan 5.13b bermakna jika perubahan perubahan spontan terjadi pada tekanan dan entropi tetap, maka entalpi sistem akan berkurang. Pertidaksamaan 5.10 dan 5.12 memberikan hubungan antara energi sistem (U dan H) dengan entropi. Hubungan tersebut dinyatakan dengan besaran termodinamika yang baru, yaitu fungi Helmholtz (A) sesuai persamaan 5.14 dan fungsi Gibbs (G) sesuai persamaan 5.15 pada kondisi isotermal. dA = dU -TdS .................................................................... dG = dH -TdS ....................................................................



(5.14) (5.15)



atau secara umum dituliskan sesuai persamaan 5.16 dan 5.17. A = U -TS ........................................................................... G = H -TS ...........................................................................



(5.16) (5.17)



Gabungan pertidaksamaan 5.10 dengan persamaan 5.14 dan pertidaksamaan 5.12 dengan persamaan 5.15 menghasilkan pertidaksamaan 5.18 dan 5.19. dATV £ 0 .............................................................................. dGTp £ 0 ..............................................................................



(5.18) (5.19)



Kedua pertidaksamaan ini bermakna bahwa perubahan spontan terjadi jika perubahan energi Helmholtz (∆A) dan perubahan energi Gibbs (∆G) bernilai negatif. 97



97



98



Termodinamika Kimia Perubahan energi bebas Gibbs lebih bermanfaat dalam sistem kimia karena reaksi kimia umumnya dikerjakan pada kondisi tekanan tetap. Fungsi ini membantu untuk meramalkan terjadinya suatu reaksi kimia, yakni reaktan hanya dapat berubah menjadi produk jika terjadi penurunan energi bebas Gibbs. Misal pada suatu reaksi endoterm, dimana dH > 0, maka entropi sistem harus bertambah sedemikian banyaknya sehingga TdS bernilai lebih positif dari dH sehingga dG < 0. Oleh karena itu, reaksi endoterm dikendalikan oleh pertambahan entropi sistem dan perubahan entropi sistem tersebut mengatasi pengurangan entropi lingkungan yang ditimbulkan oleh kalor ke dalam sistem. Pada keadaan standar, perubahan energi bebas Gibbs sistem dituliskan ∆G0, sehingga 5.15 dapat dituliskan sesuai persamaan 5.20. DG0 = DH0 -TDS0 ...............................................................



(5.20)



Persamaan 5.20 penting untuk menentukan perubahan energi Gibbs reaksi kimia pada keadaan standar sebagai rujukan, misal perubahan energi Gibbs reaksi pembentukan standar (∆G f0).



Contoh Soal Berapa energi yang dihasilkan oleh pembakaran molekul glukosa pada kondisi standard dan temperatur 37 0C dalam tubuh untuk mempertahankan aktivitas otot dan syaraf? Perubahan entalpi dan entropi standar untuk reaksi tersebut sebesar-2808 kJ mol -1 dan 182.4 JK-1 mol-1. Jawab: DG0 = DH0 -TDS0 =



-2808 kJ mol -1 - 310 K ´182.4 JK -1mol -1



=



-2864 kJ mol -1



98



DAFTAR ISI



99



Latihan Soal Apakah oksidasi besi menjadi Fe 2O3 (s) berlangsung spontan jika pembentukannya disertai perubahan entropi sebesar -272 JK-1 mol-1? Berikan alasan! (berlangsung spontan karena ∆G mA , maka kemiringan grafik akan positif sehingga reaksi yang terjadi tidak spontan. Reaksi akan setimbang jika kemiringan grafik sama dengan nol, yaitu mB = mA . Penjelasan di atas dapat digambarkan sebagai fungsi G versus x pada gambar 6.1.



Gambar 6.1. Grafik energi Gibbs dan tingkat reaksi



B. Kesetimbangan homogen Jika komponen yang terlibat dalam suatu kesetimbangan hanya terdiri dari satu fase, maka kesetimbangan tersebut disebut kesetimbangan homogen. Penjelasan kesetimbangan homogen pada beberapa sistem adalah sebagai berikut: 1. Kesetimbangan pada gas ideal Perubahan energi Gibss pada sistem tertutup dan tidak melakukan kerja non pemuaian dapat diturunkan dengan



112



DAFTAR ISI menggunakan hubungan Maxwell sebagaimana ditunjukkan pada persamaan 6.6. (6.6) dG = Vdp - SdT ................................................................ Pada kondisi isotermal, persamaan 6.6 diubah menjadi persamaan 6.7. (6.7) dG =Vdp ........................................................................... Hasil integrasi persamaan 6.7 pada batas p0 (1 bar) hingga p tertentu adalah persamaan 6.8. G



p



∫dG = ∫ 0



G



p



0



nRT p



dp



G - G0 = nRT ln p .............................................................. Jika persamaan 6.8 dibagi dengan n dimana



(6.8) G = m , maka akan n



diperoleh persamaan 6.9. m - m 0 = RT ln p



m = m 0 + RT ln p ........................................................



(6.9)



Gabungan persaman 6.5 dan 6.9 adalah persamaan 6.10.



D G 0 0 D x = (mB + RT ln pB )- (mA + RT ln pA )



= mB 0 - mA 0 + RT (ln pB - ln pA ) DGr = DGr 0 + RT ln pB



p



........................................................ (6.10)



A



dimana DGr adalah energi Gibbs reaksi dan DGr 0 adalah energi Gibbs reaksi pada keadaan standar. Pada keadaan standar DGr 0 = DG0 sehingga persamaan 6.10 dapat ditulis ulang menjadi persamaan 6.11. DGr = DG0 + RT ln pB pA



.......................................................(6.11)



113



113



114



Termodinamika Kimia Pada saat kesetimbangan



DGr = 0, sehingga diperoleh



persamaan 6.12. DG0 = -RT ln pB ...............................................................



p dimana



pB



(6.12)



A



= Kp, yakni konstanta kesetimbangan tekanan masing- pA



masing komponen. Akhirnya, untuk gas ideal diperoleh persamaan 6.13. DGo = -RT lnKp ................................................................



(6.13)



Berdasarkan persamaan 6.13, kondisi hasil reaksi pada saat ketimbangan dapat diramalkan sebagaimana ditampilkan pada tabel 6.1. Tabel 1. Hubungan ∆G0 dan K serta perkiraan kondisi reaksi K ln K Kondisi hasil reaksi ∆G0 >1



Positif



Negatif



=1



0



0



0, sehingga pada persamaan 7.4, jika T dinaikkan, maka µ akan berkurang (kemiringan negatif) berdasarkan gambar 7.2. Selain itu, 131



131



132



Termodinamika Kimia berdasarkan hukum termodinamika diperoleh bahwa S padat < Scair < Sgas.



Gambar 7.2. Perubahan potensial kimia oleh temperatur yang menetukan fasa sistem 2. Persamaan Clapeyron Jika fasa α dan β dalam kesetimbangan, maka potensial kimianya memenuhi persamaan 7.6. (7.6) m fasa a = m fasa b ................................................................... Subtitusi persamaan 6 oleh persamaan 3 menghasilkan persamaan 7.7. Vma dP - Sma dT =Vm b dP - Sm b dT ........................................



(7.7)



Masing-masing ruas dikalikan n, diperoleh persamaan 7.8. Va dP - Sa dT = Vb dP - Sb dT .............................................. Persamaan 7.8 ditata ulang menjadi persamaan 7.9. Va dp -Vb dp = Sa dT - Sb dT



(V



a



-Vb )dp = (Sa - Sb )dT



132



(7.8)



DAFTAR ISI



S -S



dp = a b dT Va -Vb



dp DS =



..........................................................................



(7.9)



DV Hubungan antara perubahan entropi (ΔS) dan perubahan entalpi (ΔH)sesuai persamaan 7.10. ..........................................................................(7.10) DS = DH T dT



Persamaan 7.10 digunakan untuk menata ulang persamaan 7.9 sehingga diperoleh persamaan 7.11.



dp DH =



dT



........................................................................



(7.11)



TDV



Persamaan 7.11 disebut sebagai Persamaan Clapeyron, yang dapat digunakan untuk menentukan entalpi pelelehan, penguapan, maupun sublimasi transisi antara dua fasa. Entalpi sublimasi, peleburan dan penguapan pada temperatur tertentu dihubungkan dengan persamaan 7.12 DHsub = DHmel + DHvap ........................................................



(7.12)



3. Kesetimbangan padat-cair (pelelehan): Untuk kesetimbangan padat-cair (pelelehan), persamaan Clapeyron dapat dimodifikasi menjadi persamaan 7.13.



dp = DHmel dT .................................................................



TDV



mel



Jika diintegralkan pada batas tertentu diperoleh persamaan 7.14. 2



2



DH



mel



dT ∫dp = ∫ TDV 1 1 mel 2 2 DH 1 mel dp = ∫ d ∫ T DV 1 mel 1 T



133



(7.13)



133



134



Termodinamika Kimia p2 - p1 = DH



ln T2



........................................................(7.14)



mel



DV T



mel 1



Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada selisih tekanan yang sangat besar, titik leleh bahan padat hanya berubah sedikit. Selisih T2 dan T1 sangat kecil, sehingga persamaan 7.13 dapat dimodifikasi berdasarkan logika berikut.



T



ln



T1



T



T1 + T2 - T 1



2



= ln



= ln 1 +



T1



2



-T



1



T1



Harga T2-T1 sangat kecil, sehingga T2 -T1 juga sangat kecil. * Dengan T1 demikian: T T T - T1 T1 + T 2 - T 1 2 2 2 ln



T1



= ln



= ln 1



T1



+



-T



1



T1



»



T1



Jika persamaan ini disubstitusi ke persamaan 7.14 didapatkan persamaan 7.15.



p2 - p1 = DHmel ln T2



Dp =



DV



mel



T1



DH



mel



T2 -T1



DV



T



mel



Dp =



DH



mel



DV



DT T1



1



...........................................................(7.15)



mel



*



jika x sangat kecil, maka ln (1 + x) ≈ x



134



DAFTAR ISI



Contoh Soal Gambarkan batas fase es/cairan untuk air pada temperatur antara -1 0C dan 0 0C. Berapa temperatur leleh es pada tekanan 1,5 kbar? Diketahui titik leleh air pada tekanan 1 bar adalah 273,15 K; ΔHmel = 6,008 kJmol-1; ΔVmel= -1,7 cm3mol-1! Penyelesaian: Pertanyaan pertama Langkah pertama: Ubah satuan ΔHm ke cm3 bar mol-1 dimana 1 J = 0.0098697 L atm: DHmel = 6,008 kJmol -1 60082,845 cm3 bar mol -1 Langkah kedua: Tentukan tekanan titik leleh air pada berbagai temperatur antara -1 sampai 0 0C (272,15 – 273,15 K) menggunakan persamaan 7.14: =



Pada T= -1 0C atau 272,15 K p2 - p1 = DHmel ln T2 DV T



mel 1



p -1 bar = 60082,845 cm3 bar mol-1 ln 272,15K 2



-1,7cm3 mol-1273,15K = - 3,53x104 ln 0,99634 bar



= (- 3,53x104 )x(- 3,6677x10-3 ) bar = 129,47 bar



p2 = 129,47 bar + 1 bar = 130,47 bar Pada T= -0,8 0C atau 272,35 K p2 - p1 = DHmel ln T2



DV T



mel 1



135



135



136



Termodinamika Kimia p -1 bar = 60082,845 cm3 bar mol-1 ln 272,35K 2 273,15K -1,7cm3 mol-1 4 = - 3,53x10 ln 0,9971 bar



= (- 3,53x104 )x(- 2,9331x10-3 ) bar = 103,54 bar



p2 = 103,54 bar + 1 bar = 104,54 bar Hasil perhitungan diperoleh untuk semua temperatur adalah: T p (bar) 0 K C -1 272,15 130,47 -0.8 272,35 104,54 -0,6 272,55 79 -0,4 272,75 53 -0.2 272,95 27 0,0 273,15 1 Langkah ketiga: Plot data pada grafik p vs T



Grafik di atas menunjukkan bahwa pada perubahan tekanan yang sangat ekstrim, temperatur titik leleh padatan hanya berubah sangat sedikit. Garis kesetimbangan padat-cair untuk air bernilai 136



DAFTAR ISI negatif karena ΔVm air bernilai negatif. Ini terkait dengan ikatan hidrogen pada fasa padat dan fasa cair air yang kekuatannya berbeda. Pertanyaan kedua Gunakan persamaan 7.14 untuk menentukan T pada tekanan leleh 1,5 kbar:



p2 - p1 = DHmel lnT2 T DV mel



1



3 -1 1,5kbar -1 bar = 60082,845 cm bar mol



-1,7cm mol T2 1499bar = -3,53x104 bar ln 273,15K ln T2 = 1499 3



-1



ln



T



2



273,15K



273,15 - 3,53x104 K lnT2 -ln273,15 = -0,0425 lnT2 - 5,61 = -0,0425 lnT2 = 5,5675 T = 261,78K 2



Latihan Soal Volume molar padatan tertentu 161 cm 3 mol-1 pada tekanan 1.00 atm dan temperatur 250.75 K, yaitu temperatur lelehnya. Volume molar cairan pada temperatur dan tekanan ini adalah 163.3 cm3 mol-1. Pada tekanan 100 atm, temperatur lelehnya berubah menjadi 351.26 K. Hitunglah besar entalpi molar dan entropi peleburan padatan! -1



-1 -1



(16.47 kJ mol ; 46.89 J mol K )



137



137



138



Termodinamika Kimia 4. Kesetimbangan cair-uap (penguapan) Untuk peristiwa penguapan, Clausius menunjukkan bahwa persamaan Clapeyron dapat disederhanakan dengan mengandaikan uapnya mengikuti hukum gas ideal dan mengabaikan volume cairan (Vl) yang jauh lebih kecil dari volume uap (V g). (7.16) DVvap = Vg -Vl » Vg .......................................................... Berdasarkan persamaan gas ideal, diperoleh persamaan 7.17. Vg = RT



...........................................................................



(7.17)



p Sehingga persamaan 7.14, dapat ditata ulang menjadi persamaan 7.18.



dp = DHvap dT = DHvap 1 dT = DHvap 1 dT



V



TDVvap 2



1



DH



p



R



∫ dp = 1



p



ln



p



2 vap



-



1



p2



p



ln =



1



DH



vap



1



T



R



RT



1



p



T



dT



2



1



vap



=



T



1



DH 2



1







RT



T



g



1 -



2



-



T



1



1 -



T



....................................................



(7.18)



2



Persamaan 7.18 disebut Persamaan Clausius–Clapeyron. Dengan menggunakan persamaan di atas, kalor penguapan atau sublimasi dapat dihitung dengan dua tekanan pada dua temperatur yang berbeda. Jika entalpi penguapan suatu cairan tidak diketahui, harga pendekatannya dapat diperkirakan dengan menggunakan Aturan Trouton, berdasarkan persamaan 7.19. DS = DHvap » 88 JK -1 mol -1 .......................................... (7.19) vap



T



b



138



DAFTAR ISI



139



5. Kesetimbangan padat-uap (sublimasi) Logika pada kesetimbangan cair-uap dapat pula diterapkan pada kesetimbangan padat-uap. Dengan cara yang sama, diperoleh persamaan kesetimbangan untuk padat-uap sesuai persamaan 7.20.



p2 ln =



p1



DH



1



sub



R



T



1



1 -



T2



(7.20)



....................................................



6. Diagram fasa sistem 1 komponen Jika ketiga jenis kesetimbangan di atas digambarkan dalam 1 grafik yang sama akan diperoleh diagram fasa. Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat sebagai fungsi temperatur dan tekanan. Gambar 7.3 adalah contoh diagram fasa untuk satu komponen, yaitu air.



Gambar 7.3. Diagram fasa air 139



140



Termodinamika Kimia Pemahaman tentang diagram fasa akan terbantu dengan pemahaman aturan fasa Gibbs, aturan yang diturunkan oleh fisikawan-matematik Amerika Josiah Willard Gibbs (1839-1903) pada tahun 1876. Aturan ini menyatakan bahwa pada kesetimbangan tertutup, jumlah variabel bebas atau derajat kebebasan (F) dapat dihitung menggunakan persamaan 7.21. F= C + 2 - P ....................................................................... (7.21) dimana C adalah jumlah komponen dan P adalah jumlah fasa. Jadi, dalam titik tertentu pada diagram fasa air di atas, jumlah derajat kebebasan adalah 2, yaitu temperatur dan tekanan. Bila dua fasa dalam kesetimbangan, sebagaimana ditunjukkan oleh garis yang membatasi daerah dua fasa, hanya ada satu derajat kebebasan, yaitu temperatur atau tekanan. Pada titik tripel, ketika terdapat tiga fasa dalam kesetimbangan, tidak ada derajat kebebasan lagi. Kemiringan negatif pada perbatasan padatan-cairan memiliki implikasi penting sebagaimana dinyatakan di bagian kanan diagram, yakni bila tekanan diberikan pada es, es akan meleleh dan membentuk air. Berdasarkan prinsip Le Chatelier, bila sistem pada kesetimbangan diberi tekanan, kesetimbangan akan bergeser ke arah yang akan mengurangi perubahan ini. Hal ini berarti air memiliki volume yang lebih kecil, kerapatan lebih besar daripada es; dan semua kita telah hafal dengan fakta bahwa es mengapung di air. Ini adalah keunikan untuk air. Sebaliknya, air pada tekanan 0,0060 atm berada sebagai cairan pada temperatur rendah, sementara pada temperatur 0,0098 °C, tiga wujud air akan ada dalam kesetimbangan. Titik ini disebut titik tripel air. Selain itu, titik kritis (untuk air, 218 atm, 374°C), yang telah dipelajari, juga ditunjukkan dalam diagram fasa. Bila cairan berubah menjadi fasa gas pada titik kritis, muncul keadaan antara (intermediate state), yakni keadaan antara cair dan gas. Dalam diagram fasa keadaan di atas titik kritis tidak didefinisikan.



140



DAFTAR ISI



Contoh Soal Titik didih normal benzena adalah 353.2 K. Perkirakan tekanan yang memungkinkan benzena mendidih pada 330 K. Penyelesaian: Soal ini dapat diselesaikan menggunakan persamaan 7.18. p2 DHvap 1 1 R T T2 p1 1 Akan tetapi, terlebih dahulu ΔHvap benzena harus diketahui. Gunakan aturan Trouton untuk menentukan ΔHvap benzena. Untuk kebanyakan cairan, ΔHvap-nya pada titik didih normalnya mendekati nilai yang hampir sama, yaitu: ln =



DH



vap



» 88 JK -1 mol -1



Tb DHvap » 88 JK -1 mol -1 x Tb »



88 JK -1 mol -1 x 353.2K



31081.6 Jmol -1 Akhirnya soal ini bisa diselesaikan: p 2 DH 1 1 »



=



ln



p



1



vap



R T1



-



T2



p2



ln



= 31082.6 Jmol -1 -1 1 bar 8.314 Jmol K = -0.76 p = 0.47bar -1



1 - 1 353.2 T2



2



Latihan Soal Tekanan uap cair pada temperatur 200 K sampai 260 K memenuhi persamaan: ln(p /Torr) = 16.225 -



2501,8



T/ K Hitunglah besar entalpi penguapan cairan itu. 141



(20.8 kJ mol-1)



141



142



Termodinamika Kimia



D. Sistem Dua Komponen 1. Kesetimbangan Uap – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen Pada kondisi isotermal, untuk campuran tertentu, tekanan uap parsial masing-masing komponennya sama dengan tekanan uap komponen tersebut dalam keadaan murni dikalikan dengan fraksi molnya dalam campuran. Pernyataan ini sesuai dengan persamaan 7.22 dan dikenal sebagai Hukum Raoult. pi = xi pio .........................................................................



(7.22)



Namun, persamaan ini hanya berlaku jika komponen – komponen dalam campuran tersebut memilliki sifat yang mirip atau antaraksi antar partikel komponen sejenis sama dengan interaksi antar partikel komponen berbeda dalam campuran tersebut. Misal campuran yang terdiri atas komponen A dan B, maka interaksi partikel komponen A – B sama dengan antaraksi partikel A – A = B – B. Campuran yang bersifat demikian disebut campran ideal. Beberapa contohnya adalah campuran antara benzena-toluena, nheksana-heptana, dan metil alkohol-etil alkohol. Sifat lain camputran ini adalah perubahan volume campuran linier terhadap komposisi (ΔVmix = 0), tidak terjadi penyerapan kalor antar komponen (ΔHmix = 0) dan perubahan entropinya sesuai dengan persamaan ΔSmix = - R Σni ln xi. Berdasarkan hukum Dalton pada bab II, tekanan total sistem adalah jumlah tekanan parsial masing-masing komponen sesuai persamaan 7.23. p = pA + pB = xA pAo + xB pBo dimana xB = 1 – xA, sehingga:



p = pBo + (pAo - pBo )xA .........................................................



142



(7.23)



DAFTAR ISI Persamaan ini digunakan untuk membuat garis titik gelembung (bubble point line) sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.3. Komposisi uap pada garis kesetimbangan tekanan total tersebut ditentukan menggunakan persamaan 7.24. xi = p i



..........................................................................(7.24)



o



pi



Gambar 3.Tekanan total dan parsial untuk campuran 2 komponen Jika campuran dipanaskan hingga mendidih, maka tekanan uap masing-masing komponen akan turun membentuk garis kesetimbangan yang lengkung sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.4. Garis lengkung tersebut disebut dew point line dan memenuhi persamaan 7. 25. po po p= ........................................................(7.25) p1o + (p2o + p1o )x1o 1



2



143



143



144



Termodinamika Kimia



Gambar 7.4. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena– toluena pada 60oC Semua titik di bawah garis dew point berfasa uap, sedangkan semua titik di atas garis buble point berfasa cair. Titik antara garis dew point dan garis buble point berada dalam kesetimbangan fasa cair dan uap. Komposisi cair-uap pada titik tersebut dapat ditentukan menggunakan garis tie line, yakni garis horisontal yang menghubungkan garis dew point dan garis buble point pada tekanan yang sama. Misal untuk komponen, jika diandaikan fraksi mol komponennya adalah x, maka jumlah komponen B yang berada dalam fasa cair adalah persamaan 7. 26.a dan jumlah komponen B yang berada dalam fasa uap adalah persamaan 7. 26.b. mol Bcair =x - v l-v mol Buap =l - x



. .............................................................. (7.26.a) . .............................................................. (7.26.b)



l-v dimana l adalah jumlah komponen B pada titik pertemuan antara tie line dengan buble point line, dan v adalah jumlah komponen B 144



DAFTAR ISI pada titik pertemuan tie line dengan dew point line. Kedua persamaan ini sesuai dengan aturan Lever (Lever Rule). 2. Penyimpangan hukum Raoult: Campuran Non Ideal Jika gaya antaraksi dan interaksi partikel komponenkomponen suatu campuran memiliki kekuatan yang berbeda, maka campuran tersebut akan menyelisihi menyalahi hukum Raoult. Campuran yang bersifat demikian disebut campuran non-ideal dan sifat penyimpangannya terhadap hukum Raoult dirinci sebagai berikut: a. Penyimpangan positif Penyimpangan positif ini terjadi jika kekuatan interaksi partikel komponen-komponen campuran tersebut lebih kuat dibandingkan kekuatan antaraksinya . Misal untuk campuran A dan B, penyimpangan ini terjadi jika kekuatan interaksi A – A atau B – B > antaraksi A – B. Hal ini menyebabkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (bersifat endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0). Contoh campuran yang mengalami penyimpangan ini adalah campuran etanol dan n– heksana. b. Penyimpangan negatif Penyimpangan negatif ini terjadi jika kekuatan interaksi partikel komponen-komponen campuran tersebut lebih lemah dibandingkan kekuatan antaraksinya . Misal untuk campuran A dan B, penyimpangan ini terjadi jika kekuatan interaksi A – A atau B – B < antaraksi A – B. Hal ini menyebabkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif (bersifat eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0). Contoh campuran yang mengalami penyimpangan ini adalah campuran campuran aseton dan air.



145



145



146



Termodinamika Kimia



Gambar 7.5. Penyimpangan positif (kanan) dan negatif (kiri) hukum Raoult Kurva komposisi masing-masing komponen pada campuran larutan non-ideal berbeda dengan campuran ideal sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.5. Pada gambar tersebut, garis titik embun campuran memiliki tekanan uap maksimum dan minimum yang disebut titik azeotrop. Campuran pada titik azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan destilasi biasa, tapi bisa dengan destilasi bertingkat atau dengan menambahkan komponen ketiga. 3. Hukum Henry Selain penyimpangan yang telah dijelaskan di atas, hukum Raoult juga mengalami penyimpangan bagi zat terlarut dalam larutan yang sangat encer. Pada larutan tersebut, hukum Raoult hanya berlaku bagi pelarutnya. Hal ini disebabkan gaya antaraksi partikel-partikel pelarut mendominasi campuran, sementara gaya antaraksi partikel-partikel zat terlarut sangat terbatas karena jaraknya yang saling berjauhan diantara pertikel-partikel pelarut. Kondisi tersebut menjadikan tekanan parsial zat terlarut tidak ditentukan berdasarkan tekanan uap murninya, tapi berdasarkan tetapan Henry sebagaimana dinyatakan pada persamaan 7.27. Persamaan tersebut dikenal sebagai hukum Henry 146



DAFTAR ISI dimana K adalah tetapan Henry yang besarnya tertentu untuk setiap pasangan pelarut-zat terlarut. pi = xi Ki ...........................................................................



(7.27)



Kasus yang paling sering memanfaatn konsep hukum Henry adalah menentukan kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan umumnya menurun dengan naiknya temperatur, walaupun terdapat beberapa pengecualian seperti pelarut amonia cair, lelehan perak, dan pelarut–pelarut organik. Senyawa–senyawa dengan titik didih rendah (H 2, N2, He, Ne, dll) mempunyai gaya tarik intermolekular yang lemah, sehingga tidak terlalu larut dalam cairan. Kelarutan gas dalam air biasanya turun dengan penambahan zat terlarut lain (khususnya elektrolit).



Contoh Soal Pada temperatur 300 K, tekanan uap larutan encer HCl dan GeCl 4 cair adalah sebagai berikut: x 0.005 0.009 0.019 0.024 p (torr) 205 363 756 946 Jawab: Grafik data di atas adalah:



Berdasarkan slope grafik tersebut dapat ditentukan konstanta Henry adalah = 4 x 104 Torr. 147



147



148



Termodinamika Kimia Latihan Soal Hitunglah komposisi benzena-toluena dalam larutan yang akan mendidih pada tekanan 1 atm (101,325 kPa) pada 90 oC dengan menganggap ideal! Pada 90 oC, tekanan uap benzena dan toluena adalah 136,3 kPa dan 54,1 kPa! (0,575; 0,425) 4. Sifat Koligatif Larutan Jumlah partikel pada larutan tertentu tidak hanya mempengaruhi tekanan uap zat terlarut sebagaimana telah dijelaskan dengan hukum Henry. Pengaruhnya dapat diekspansi untuk sifat-sifat larutan yang lain. Sifa-sifat tersebut adalah sifat koligatif larutan berikut: a. Penurunan tekanan uap (Dp) Untuk larutan dengan zat terlarut yang tidak mudah menguap seperti padatan, tekanan uap larutan (p) hanya bergantung pada pelarut (p1). Penurunan tekanan uap larutan ini sesuai dengan persamaan 7.28. Dp = p1o – p1 Dp = p1o - x1 .p1o = p1o (1 - x1 ) Dp = p1o .x2 ........................................................................



(7.28)



Jika, jumlah zat terlarut (n2) sangat sedikit dibandingkan pelarutnya (n2) atau n2