Tesis Oza Full1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL TESIS ANALISIS NOISE REDUCTION DENGAN METODE SELECTED MEAN FILTER PADA CITRA KLINIS CT SCAN KEPALA



Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat pendidikan Strata Dua (S-2) Sebagai Magister Sains Ilmu Fisika pada Jurusan Fisika



Disusun Oleh: UMMU MAR’ATU ZAHRO 24040117420015



PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Oktober, 2019



HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL TESIS ANALISIS NOISE REDUCTION DENGAN METODE SELECTED MEAN FILTER PADA CITRA KLINIS CT SCAN KEPALA



Disusun Oleh: Ummu Mar’atu Zahro NIM. 24040117420015



Telah dilakukan pembimbingan proposal tesis dan dinyatakan layak untuk mengikuti ujian proposal tesis pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Diponegoro. Semarang, September 2019 Menyetujui, Pembimbing I



Pembimbing II



Prof. Wahyu Setia Budi NIP. 195806151985031002



Dr. Choirul Anam, M. Si. NIP 197901042006041001



ii



HALAMAN PENGESAHAN



TESIS Analisis Noise Reduction dengan Metode Selected Mean Filter pada Citra Klinis Ct Scan Kepala Disusun Oleh: Ummu Mar’atu Zahro 24040117420015



Telah berhasil diujikan dalam Seminar Proposal Tesis Pada 13 September 2019 dan dinyatakan dapat dilanjutkan untuk Penelitian Tesis



Pembimbing I,



Pembimbing II,



Prof. Wahyu Setia Budi NIP. 195806151985031002



Dr. Choirul Anam NIP. 197901042006041001



Penguji I,



Penguji II,



Dr. Iis Nurhasanah NIP. 196912291999032002



Dr. Gatot Yuliyanto NIP. 197207121997021001



iii



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Analisis Noise Reduction dengan Metode Selected Mean Filter pada Citra Klinis Ct Scan Kepala”. Proposal ini dibuat atas dasar syarat kelulusan untuk pembuatan tugas akhir dalam rangka memperoleh kelulusan. Proposal penelitian ini dapat terselesaikan karena penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik berupa informasi, arahan, dan bimbingan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Wahyu Setia Budi selaku pembimbing I yang bersedia dengan sabar meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan lancar. 2. Dr. Choirul Anam, M. Si selaku pembimbing II yang bersedia dengan sabar meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan baik dan benar. 3. Dr. Eng. Eko Hidayanto selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan proposal penelitian. 4. Dr. Iis Nurhasanah selaku Penguji I Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang. 5. Dr. Gatot Yuliyanto selaku Penguji II Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang. 6. Seluruh dosen Magister Ilmu Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. 7. Suami tercinta Agustyandika Putra, Afifah Maryam Dizar malaikat kecilku, dan Laila Fitratunnisa adik kecilku. My best support system. 8. Kedua orang tua dan mertua yang selalu memberikan dukungan penuh. Baik berupa doa ataupun semangat untuk penulis. 1



2



9. Teman-teman Gen 13 Agus Andi Wibowo, Aditya Surya Hartanti, Yulia Irdawati, Mukholit, Febry Hidayanto, Moh. Zamakh Sari, Ismira Wahyu Lestari Lewa dan Fatimatuz Zahroh yang telah menemani semua perjuangan ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama pengerjaan proposal penelitian. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan proposal penelitian ini, masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan proposal penelitian ini. Semoga dapat berguna bagi pembaca secara umum dan penulis secara khusus. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.



Semarang,



Oktober 2019



Penulis



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CT Scan memberikan informasi anatomi terperinci dengan sangat cepat, dibandingkan dengan modalitas diagnostik lain seperti MRI. Terlebih untuk kasus darurat atau pediatrik (Krille dkk., 2010). Namun, dosis radiasi akibat pemeriksaan CT Scan jauh lebih besar dibandingkan modalitas radiologi lain (Bauhs dkk., 2008). Sebagai perbandingan, pada tahun 2016 di Amerika Serikat tercatat sekitar 82 juta pemeriksaan CT Scan. Pemeriksaan CT Scan kepala berkontribusi sepertiganya, berjumlah sekitar 25-30 juta pemeriksaan CT Scan (Brenner dan Hall, 2007; Sheppard dkk., 2018). Matthews, dkk. (2013) melaporkan bahwa satu dari 4000 pemeriksaan CT Scan kepala menyebabkan kanker otak. Artinya, diperkirakan bahwa dalam setahun sekitar 6250-7500 pemeriksaan CT Scan kepala berpotensi resiko kanker otak. Pemeriksaan CT Scan kepala juga memberikan risiko terhadap jaringan radiosensitif di daerah kepala, seperti lensa mata, kelenjar tiroid dan kelenjar saliva. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian ekstra untuk reduksi dan optimisasi dosis, namun pengurangan dosis eksposi mempengaruhi kualitas citra yang dihasilkan (Alkhorayef dkk., 2019). Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk optimisasi dosis antara lain, penyesuaian parameter pemeriksaan (Ibrahim dkk., 2014), penggunaan shielding (Irdawati dkk., 2019), posisi pasien, dan gantry tilting. Namun upaya tersebut tidak dapat diterapkan pada setiap kondisi pemeriksaan dan pasien. Teknik optimasi dosis yang lebih efektif adalah penggunaan noise reduction filter pada processing citra (Greess dkk., 2004; Paterson dan Frush, 2007; Singh dkk., 2014; Parakh, Macri dan Sahani, 2018; Yabuuchi dkk., 2018). Teknik noise reduction dilakukan dengan cara mengatur parameter eksposi pesawat CT menjadi relatif lebih rendah sehingga dosis yang diterima pasien rendah meskipun noise meningkat, kemudian noise diturunkan dengan algoritma noise reduction filter.



4



Algoritma standar yang telah digunakan sebelumnya adalah Mean Filter (Kalra dkk., 2003), Adaptif Mean Filter (Hilts dan Jirasek, 2008; Anam dkk., 2015), dan Bilateral filter (Al-Hinnawi, Daear dan Huwaijah, 2013). Kalra dkk. (2003), Hilts dan Jirasek (2008), Anam dkk. (2015) dalam penelitiannya melaporkan bahwa terjadi penurunan noise secara signifikan pada citra CT setelah diterapkan algoritma noise reduction. Namun pada citra hasil filter untuk pendeteksian lesi belum cukup memadai dikarenakan menurunnya resolusi spasial. Meskipun adaptive mean filter memiliki karakteristik untuk mereduksi noise pada Region of Interest (ROI), namun filter ini secara signifikan mengalami loss of edge information (Lee dkk, 2018). Al-Hinnawi, dkk.(2013), dalam jurnalnya melaporkan bahwa BF dimungkinkan bisa digunakan pada pengolahan citra CT Scan. BF dapat meningkatkan Peak Signal Noise to Ratio (PSNR) sebesar 32%. Namun, hasil ini berbeda pada tiap tampang lintang citra. Sehingga disimpulkan pengaruh BF terhadap reduksi noise bervariasi tergantung tampang lintang citra CT (axial, coronal, sagittal). Dari ketiga algoritma tersebut diatas (MF, AMF, BF), algoritma BF dianggap paling bagus, karena BF dapat mengurangi noise dengan nilai spatial resolution citra hasil filter tampak tidak menurun secara signifikan. Namun teknik ini membutuhkan komputasi yang berat dan secara matematika cukup kompleks. Sehingga penerapan pada citra klinis sulit diimplementasikan. Contohnya pada citra CT Scan, teknik BF menghasilkan hasil reduksi noise yang bervariasi tergantung tampang lintang citra. Beberapa vendor alat CT Scan juga memperkenalkan beberapa algoritma untuk menurunkan noise dikenal dengan iterative reconstruction (IR), termasuk Adaptive Statistical iterative Reconstruction (ASIR) , Sinogram-affirmed Iterative Reconstruction (SAFIRE), iDose , dan Adaptive Iterative Dose Reduction 3D (AIDR3D) (Andersen, Völgyes dan Martinsen, 2018). Iterative Reconstruction dapat menurunkan noise dengan kualitas gambar yang terjaga. Sebuah penelitian menyatakan dosis pada otak menurun 20% - 40% pada pemeriksaan CT Scan kepala dengan menggunakan ASIR, iDose, IRIS dan SAFIRE (Geyer dkk., 2015). Namun, penggunaan iterative reconstruction di Indonesia belum maksimal karena



5



harga software tersebut sangat mahal sehingga masih banyak Rumah Sakit yang tidak memiliki software bawaan vendor alat tersebut. Hasil converence SEACOMP dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Fisika Medis dan Biofisika tanggal 06-10 Agustus 2019 di Bali, Anam, (2019) menyampaikan pengembangan algoritma noise reduction baru, yaitu Selected Mean Filter (SMF). Metode SMF dapat menurunkan noise dan spasial citra hasil filter mendekati spasial citra asli. Namun pada penelitian sebelumnya belum dilakukan implementasi secara klinis. Teknik ini didukung dengan komputasi ringan dan diharapkan dapat diimplementasikan pada citra klinis. Pada penelitian kali ini, implementasi SMF pada citra CT Scan kepala diharapkan dapat menurunkan dosis hingga 50% lebih rendah. Peneliti melakukan pengujian secara langsung algoritma selected mean filter kepada citra CT Scan kepala dengan dosis eksposi rendah. Kemudian sebagai pembanding, analisa citra CT Scan kepala hasil filter menggunakan algoritma selected mean filter dibandingkan dengan citra CT Scan kepala hasil filter algoritma iterative reconstruction bawaan vendor. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengimplementasikan algoritma noise reduction untuk reduksi dosis radiasi pada pemeriksaan CT Scan Kepala. 2. Menganalisa penurunan dosis dari noise reduction metode baru pada pemeriksaan CT Scan Kepala. 3. Membandingkan citra hasil algoritma SMF dan IR. 1.3 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk bidang medis khususnya maupun secara luas dalam ilmu penelitian dan kehidupan. 2. Sebagai alternatif baru dalam pemilihan teknik noise reduction khususnya pada pemeriksaan CT Scan Kepala



BAB II DASAR TEORI 2.1 CT (Computed Tomography) Scan CT Scan merupakan teknik pengambilan citra dari suatu objek pada sudut pdanang aksial dengan cara berkas sinar-x mengitari objek. Dengan berkas sinar-x yang mengitari objek, bisa diperoleh pdanangan dari berbagai sudut. Sinar-x yang mengalami atenuasi setelah menembus objek akan ditangkap oleh detektor yang berhadapan dengan sumber sinar dan terletak dibelakang objek. Pada saat yang bersamaan detektor menerima berkas sinar-x yang langsung berasal dari sumber, oleh detektor berkas radiasi tersebut diubah dalam bentuk sinyal listrik yang akhirnya oleh analog digital converter diubah dalam bentuk digital. Kemudian data digital tersebut dikirim ke komputer untuk diproses secara matematis dan direkonstruksi agar ditampilkan kembali pada layar monitor berupa citra dengan skala keabuan (Seeram, 2016). Skema dasar akuisisi data pada pesawat CT Scan ditampilkan seperti pada Gambar 2.1.



Gambar 2.1 Skema akuisisi data CT Scan (Seeram, 2016)



6



7



Citra CT Scan merupakan tampilan digital dari crosssectional tubuh dan berupa matriks yang terdiri dari pixel-pixel, atau tersusun dari nilai pixel yang berlainan. Didalam CT Scan, pengukuran nilai atenuasi bahan berdasarkan pada nilai CT Number dengan satuan Hounsfield Unit (HU). Nilai HU bisa dilihat pada Tabel 2.1. CT Number yaitu nilai koefisien serapan (pelemahan energi) sinar-x yang ditentukan oleh besarnya pelemahan sinar-x yang telah melewati objek, bergantung pada energi mula-mula dan nomor atom objek. Besarnya pelemahan sinar-x berbdaning lurus dengan nilai CT Number yang terbaca oleh detektor. Nilai CT Number juga dipengaruhi oleh besarnya ROI (Region of Interest) yang mendanai jumlah pixel yang akan dinilai. Masing-masing pixel yang ditunjukkan di monitor pada tingkatan terang berarti memiliki densitas yang paling tinggi (Dance dkk., 2014). Tabel 2.1 Nilai Hounsfield Unit pada berbagai jaringan (IAEA)



Jaringan Tulang Padat Liver Darah Ginjal Otot Otak, tipe abu-abu Otak, tipe putih Air Lemak Paru-paru Udara



Hounsfield Unit (HU) +1000 (+300 sampai +2500) +60 (+50 sampai +70) +55 (+50 sampai +60) +30 (+20 sampai +50) +25 (+20 sampai +30) +35 (+30 sampai +40) +25 (+20 sampai +30) 0 -90 (-100 sampai -80) -750 (-950 sampai -600) -1000



Pada sebuah pesawat CT Scan jika ada satu gambar dengan material yang homogen misal air dan tampak CT Number pada daerah tersebut, akan ditemukan bahwa CT number tidak akan bernilai sama tetapi bervariasi di sekitar nilai ratarata atau nilai mean. Variasi CT number di atas atau di bawah nilai rata-rata disebut dengan noise. Jika semua pixel adalah sama, noise akan bernilai nol. Variasi yang terlalu besar pada nilai pixel akan menghasilkan noise yang tinggi (Dance dkk., 2014).



8



Citra yang dihasilkan oleh CT Scan secara matematis dapat dipdanang sebagai peta distribusi spasial parameter fisis f(x,y) dalam bidang dua dimensi tampang lintang objek, tegak lurus sumbu z. Parameter fisis tersebut dinyatakan dengan angka-angka yang ditampilkan pada perangkat display dalam representasi warna, biasanya dalam derajat keabuan (grayscale) sehingga peta ini tampak sebagai gambar hitam putih di layar monitor. Bagian gambar yang memiliki warna paling gelap atau derajat keabuan paling tinggi merepresentasikan nilai parameter fisis yang kecil, sebaliknya bagian gambar yang paling terang atau derajat keabuan paling kecil merepresentasikan nilai parameter fisis yang besar. Nilai bilangan CT untuk berbagai jaringan berhubungan dengan nilai koefisien serapan dan diberi lambang µ (Mas’uul dan Sutanto, 2014). Besar µ ditentukan oleh jenis bahan yang merujuk pada nomor atom (Z) dan energi radiasi (E). Jumlah intensitas radiasi terusan, selain ditentukan oleh tebal bahan, juga ditentukan oleh µ. Nilai CT Number dinyatakan oleh: CT Number=



μt −μw x 1000 ( 2.1 ) μw



dengan µt = koefisien serapan jaringan, µw = koefisien serapan terhadap air, dan 1000 merupakan faktor skala untuk jarak CT Number. Menurut hukum Lambert-Beer, intensitas yang diserap sebdaning dengan tebal medium yang dilalui, dirumuskan dalam persamaan berikut I ( x )=I 0 e−μx ( 2.2 ) dengan I(x) adalah intensitas yang ditransmisikan oleh medium dengan ketebalan x dan I0 adalah intensitas foton sebelum melewati medium. Jika ketebalan x dinyatakan dengan satuan panjang, maka µ disebut sebagai koefisien atenuasi linear dengan satuan cm-1. Besarnya pelemahan intensitas sinar-x setelah menembus objek ditentukan oleh koefisien serapan (µ) terhadap sinar-x. Koefisien serapan objek ditentukan oleh materi penyusunnya. Nilai koefisien serapan objek yang tidak seragam akan menyebabkan variasi intensitas sinar-x setelah menembus objek. Variasi ini dideteksi oleh detektor yang diletakkan tepat



9



dibelakang objek, akan tampak secara fisis bahwa intensitas I(x) selalu lebih kecil dari intensitas awal I0. 2.2 Kualitas Citra Citra CT Scan diperoleh dari hasil berkas sinar-x yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap oleh detector dan dilakukan pengolahan dalam computer. Tampilan citra yang baik tergantung pada kualitas citra yang dihasilkan sehingga aspek klinis dari citra tersebut dapat dimanfaatkan untuk menegakkan diagnosis. Kualitas citra dalam hal ini adalah citra tersebut dapat menampilkan gambaran anatomi yang sesuai dan dapat memberikan nilai akurasi diagnostik yang tinggi (Bushberg,JT  dan Seibert, 2012). Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas citra CT Scan adalah sebagai berikut. 2.2.1 Spatial resolution Spatial resolution adalah kemampuan suatu citra untuk membedakan dua titik yang terpisah secara jelas (Seeram, 2016). Spatial resolution dipengaruhi oleh: a.



Faktor Geometri Faktor geometri merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan proses akuisisi data, antara lain meliputi ukuran focal spot, ukuran dan kemampuan detektor dan slice thickness. Ukuran focal spot berpengaruh terhadap ketidaktajaman geometri. Makin besar ukuran focal spot, citra transaxial yang dihasilkan mengalami penurunan ketidaktajaman geometri dan tepi struktur organ berkurang pada gambar transaxial (Bushberg,JT dan Seibert, 2012).



b.



Rekonstruksi Algoritma Spatial resolution dipengaruhi langsung oleh bentuk rekonstruksi algoritma yang digunakan (Bushberg,JT dan Seibert, 2012).



c.



Ukuran matrix Resolusi display ditentukan oleh jumlah pixel atau dimensi horizontal dan vertikal dari matriks pada monitor. Semakin tinggi ukuran matriks maka akan semakin tinggi resolusi yang bisa ditampilkan (Seeram, 2016).



d.



Field of View



10



Field of View (FOV) mempengaruhi dimensi fisik dari setiap pixel. Ukuran FOV kecil akan meningkatkan spatial resolution. 2.2.2 Contrast resolution Contrast resolution merupakan kemampuan suatu citra dalam menampilkan perbedaan skala keabuan (grayscale) antara dua objek yang berdekatan. Contrast resolution dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice thickness, FOV dan rekonstruksi algoritma/filter kernel (Seeram, 2016)(Bushberg,JT dan Seibert, 2012). Faktor eksposi dan slice thickness berpengaruh langsung terhadap jumlah foton sinar-x yang digunakan untuk menghasilkan citra CT Scan sehingga berpengaruh terhadap Signal to noise ratio (SNR) dan Contrast resolution (Bushberg,JT dan Seibert, 2012). Semakin besar SNR maka sinyal dan noise semakin mudah dibedakan. SNR dihitung dengan cara membagi nilai HU dengan standar deviasi pada ROI (Weinman dkk., 2019). SNR=



nilai HU ( 2.3 ) nilai σ



Contrast to Noise Ratio (CNR) dihitung menggunakan persamaan berikut (Mullins dkk., 2004). CNR=



( meandari¿matter−meandari¿matter )



[ ( SD



2



GM



) ( SDWM )



1 2 2



( 2.4 )



]



Peningkatan slice thickness secara linier dengan tegangan dan arus tabung yang sama akan meningkatkan jumlah foton sinar-x. Contohnya pada slice thickness 5 mm menjadi 10 mm (dengan tegangan dan arus tabung sama) jumlah foton sinar-x yang terdeteksi akan meningkat dua kali lipat dan SNR akan meningkat 41%. Slice thickness yang lebih tebal akan meningkatkan contras resolution tetapi spatial resolution akan menurun. Untuk penggunaan slice thickness yang tipis sebaiknya arus tabung dinaikkan sebagai kompensasi hilangnya foton sinar-x karena kolimasi (Bushberg,JT dan Seibert, 2012). 2.2.4 Noise Noise atau derau adalah fluktuasi (stdanar deviasi) nilai CT number pada jaringan atau materi yang homogen. Sebagai contoh adalah air memiliki CT number 0, semakin tinggi stdanar deviasi nilai CT number pada saat pengukuran,



11



berarti noisenya tinggi. Noise akan mempengaruhi contrast resolution, semakin tinggi noise maka contrast resolution akan menurun (Dougherty, 2009). Jika sebuah degradasi citra terkontaminasi sebuah noise n(x,y), maka g(x,y) = f(x,y) + n(x,y)



(2.5)



dengan f(x,y) adalah citra asli, dan n(x,y) adalah noise. Noise pada citra CT Scan ditentukan oleh kuantitas sinar-x yang sampai ke detektor dan kemudian membentuk citra. Noise pada citra dapat dilihat dari bintik bintik pada citra, dan berhubungan dengan amplitudo sinyal yang diukur dan sensitivitas dari alat ukur. Faktor yang mempengaruhi noise adalah sebagai berikut (Bushberg,JT dan Seibert, 2012). a.



Tegangan Tabung Tegangan tabung merupakan beda potensial antara kutub anoda dan katoda. Tegangan tabung berhubungan dengan kecepatan energi kinetik elektron menumbuk target, jika energi sinar-x yang dihasilkan semakin besar maka daya tembusnya juga semakin besar. Tegangan tabung yang tinggi akan menghasilkan noise yang sedikit. CT Scan beroperasi antara tegangan tabung 80-140 kV.



b.



Kuat Arus per Waktu Arus tabung sinar-x merupakan besarnya arus listrik antara anoda dan katoda yang dinyatakan dalam satuan Milli Ampere (mA). Arus tabung mempengaruhi banyak foton sinar-x yang dihasilkan. Semakin besar arus yang diberikan, jumlah elektron yang dilepaskan oleh katoda semakin banyak. Sehingga berkas sinar-x yang dihasilkan semakin banyak. Nilai arus tabung berada pada rentang 20-580. Pengaruh arus tabung terhadap citra sama dengan tegangan tabung yakni menaikkan arus tabung akan menurunkan nilai noise.



c.



Rekonstruksi Algoritma Rekonstruksi algoritma berupa software yang merupakan persamaanpersamaan matematika yang dikonvolusikan pada data-data hasil pengukuran. Software ini memiliki pengaruh besar terhadap kualitas citra yang dihasilkan. Setiap vendor memiliki perkembangan modifikasi algorithma yang beragam.



12



Hal ini membuat hasil citra berbeda untuk setiap vendor. Algoritma untuk resolusi tinggi, yaitu yang mampu memperjelas tepian atau ujung ujung gambar akan menghasilkan citra yang lebih bagus, tetapi level noisenya akan lebih tinggi. Sebaliknya, algoritma smooth yang memiliki level noise rendah, tetapi tepian dan ujung-ujung citra menjadi tidak jelas. d.



Slice thickness slice thickness adalah tebal irisan atau potongan dari objek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilah antara 1mm – 10 mm sesuai keperluan klinis. Semakin tebal slice thickness maka detail citra menurun, sebaliknya semakin tipis slice thickness maka detail citra semakin tinggi. Memilih slice thickness yang sesuai merupakan faktor keseimbangan antara definisi tepian citra dengan noise, karena adaya efek off-set antara keduanya. 1) Slice thickness yang tebal berarti noise rendah, contrast resolution lebih baik, definisi tepian dan ujung citra buruk, terjadi artefak volume parsial. 2) Slice thickness yang tipis berarti noise tinggi, resolusi kontras rendah, definisi tepian citra lebih baik, tidak ada artefak volume parsial. Slice thickness ini memberikan spatial resolution yang lebih baik untuk struktur tulang.



e.



Signal to noise ratio (SNR) SNR didefinisikan sebagai perbdaningan antara besarnya amplitudo sinyal objek dengan amplitudo noise. SNR ini juga sangat berkaitan dengan jumlah energi sinar x yang digunakan per-pixel dalam citra. Pengurangan ukuran pixel (menyebabkan peningkatan spatial resolution) dan tingkat dosis menyebabkan jumlah sinar-x per-pixel berkurang (Bushberg,JT dan Seibert, 2012).



2.3 Kualitas Citra CT Scan Kepala Kualitas citra pada CT scan kepala sangat berpengaruh pada hasil diagnosis yang akan diambil oleh dokter Radiologi. Kualitas citra pada CT Scan kepala dapat diukur melalui beberapa kriteria, yakni artefak garis, soft tissue di sekitar kepala, terlihatnya lesi, perbedaan gray matter dan white matter, serta noise citra secara keseluruhan (Park dkk., 2017).



13



2.4 Teknik Noise Reduction Noise menggambarkan penurunan resolusi kontras citra CT Scan, nilai noise dihitung pada daerah ROI. Noise pada citra CT Scan didapat dari nilai stdanar deviasi ROI maksimum dengan ROI minimum (Moeller dan Bachmann, 2010). Nilai noise yang rendah dan spatial resolution tinggi merupakan salah satu karakteristik kualitas citra CT Scan. Spatial resolution merupakan kemampuan citra menampilkan objek terkecil. Tetapi pada umumnya, saat nilai noise diturunkan maka spatial resolution juga mengalami penurunan. Citra klinis biasanya menggunakan optimisasi, yaitu noise relatif rendah dengan spatial resolution relatif tinggi. Untuk menjaga nilai noise rendah dengan spatial resolution tetap bagus dikembangkan beberapa algoritma. Penggunaan teknik noise reduction untuk penurunan dosis efektif hingga 50 % (Wittram dkk., 2003). Penggunaan noise reduction perlu memperhatikan jenis noise pada citra. Citra medis umumnya terkorupsi oleh noise yang berbeda beda, yang sering ditemui adalah noise jenis Rician, Speckle, dan Gaussian (Dougherty, 2009). Berikut beberapa jenis filter yang biasa digunakan pada teknik noise reduction. 2.4.1 Mean filter Mean filter merupakan algoritma yang paling sederhana, dengan menghitung nilai rata-rata dari sebuah kernel g(x,y) di area yang didefinisikan oleh Sxy. Nilai dari citra yang direstorasi f’(x,y) pada sembarang titik adalah sebesar nilai rata-rata aritmatik menggunakan pixel pada area Sxy (Gupta, 2011). Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut ^f ( x , y )= 1 ∑ g ( s ,t ) (2.6) mn (s , t) ϵ S xy



Operasi di atas dapat dilakukan menggunakan konvolusi dengan semua koefisien bernilai 1/mn. Mean filter menghaluskan variansi local dari sebuah citra sehingga noise dengan hasil seperti efek blur (Sun, Gabbouj dan Neuvo, 1994). Teknik ini bisa mengurangi noise secara signifikan, tetapi diikuti penurunan spatial resolution.



14



2.4.2 Adaptive mean filter Adaptive Mean Filter (AMF) adalah algoritma yang dikembangkan dari mean filter, ketika operasi dilakukan terdapat nilai pixel tetangga sebenarnya yang mengalami perubahan bergantung pada statistik dari nilai pixel tetangga yang diperhitungkan. Misal, ukuran pixel tetangga dapat dinaikan jika rentang nilai pixel lebih rendah dari tingkat level yang dipilih; ukuran pixel tetangga diatur ulang sebelum mempertimbangkan pixel berikutnya. Sebelumnya, mean filter salah satu filter spasial yang hasil outputnya didasarkan pada nilai mean dari keseluruhan nilai pixel dalam sebuah kernel. Mean filter mengambil area tertentu pada sebuah citra sesuai dengan ukuran kernel yang telah ditentukan, kemudian dilihat setiap nilai pixel pada kernel tersebut untuk kemudian dilakukan penghitungan rata-rata, nilai tengah pada kernel diganti dengan nilai rata-rata dari proses sebelumnya. Wiener kemudian mengembangkan teknik ini agar pemfilteran citra dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan nilai deviasi stdanar pada pixel yang akan di reduksi noise-nya. Teknik ini sering disebut dengan adaptive mean filter (AMF). AMF adalah filter spasial berdasarkan pergerakan kernel, mirip dengan mean filter konvensional. Perbedaannya ditambahkan filter adaptif weight yang daya filteringnya berdasarkan rasio stdanar deviasi lokal (σ 2L) dan stdanar deviasi global (σ 2N ) (Hilts dan Jirasek, 2008). Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut I f ( x , y )=I ( x , y )−



σ 2N σ 2L



( I ( x , y )−mL ) ( 2.7 )



If(x,y) adalah intensitas citra setelah pemfilteran, I(x,y) adalah intensitas citra sebelum pemfilteran, σL adalah stdanar deviasi lokal, σN adalah stdanar deviasi global, dan mL adalah nilai rerata pixel lokal. Pada sebuah area yang homogeny, σL kecil dan filter akan mereduksi lebih banyak noise sehingga persamaan akan cenderung ke nilai I f ( x , y ) sedangkan untuk area tepi, nilai σL besar menyebabkan filter mereduksi lebih sedikit noise dan persamaan akan cenderung ke I ( x , y ).



15



Keadaan itu akan membuat citra hasil filter memiliki noise yang rendah dengan spatial resolution yang seperti citra asli (Dougherty, 2009) . Jika nilai stdanar deviasi lokal tinggi akan menghasilkan citra hasil restorasi yang mendekati citra asli; hal ini dikarenakan deviasi yang tinggi menyebabkan perubahan tepi, yang seharusnya itu tidak boleh terjadi. Sebaliknya, jika deviasi lokal rendah misal mendekati σ 2N , output citra akan mendekati nilai rerata pixel lokal. AMF dapat mereduksi noise sementara perubahan tepi tetap terjaga. Hielts dan Jirasek (2008), mengatakan bahwa strategi pemfilteran terbaik yakni penggunaannya tergantung pada karakteristik distribusi dosis dan tingkat noise citra asli. Untuk citra noise rendah (SNR~20), AMF direkomendasikan untuk filter stdanar. Namun untuk citra noise tinggi (SNR~5), hasil pemfilteran menggunakan AMF dikatakan baik, tetapi untuk distribusi dosis yang sangat bervariasi, penggunaan AMF perlu diperhatikan dengan seksama karena dapat terjadi distorsi spasial dan dosis. 2.4.3 Filter back projection (FBP) dan iterative reconstruction (IR) Metode Filter Back Projection (FBP) adalah metode matematika umum yang digunakan untuk merekonstruksi citra pada CT Scan. FBP paling sering digunakan. Secara sederhana, prinsip rekonstruksi FBP adalah seperti mengulang dari proses scaning. Namun, ketika penggunaan rekonstruksi FBP dikombinasikan dengan penurunan dosis radiasi akan meningkatkan noise, streak articaft, dan penurunan spatial resolution. Salah satu metode stdanart yang disediakan oleh vendor, untuk mengurangi noise yang dihasilkan dari teknik rekonstruksi stdanar FBP dengan dosis radiasi rendah adalah menggunakan iterative recontruction (Seeram, 2016). Iterative Recontruction (IR) adalah rekonstruksi algoritma dimana data citra didapat dan dikoreksi dengan berbagai macam model. Teknik ini berusaha akurat mendapatkan kembali citra ideal dengan berkonsentrasi pada pengurangan noise. Setiap vendor memiliki nama yang berbeda untuk aplikasi IR, antara lain Adaptive Statistical iterative Reconstruction (ASIR) , Sinogram-affirmed Iterative Reconstruction (SAFIRE), iDose , dan Adaptive Iterative Dose Reduction 3D



16



(AIDR3D). Sebuah penelitian menyatakan dosis pada otak menurun 20% - 40% pada pemeriksaan CT Scan kepala dengan menggunakan ASIR, iDose, IRIS dan SAFIRE (Geyer dkk., 2015). ASIR menggunakan informasi yang didapat dari algoritma FBP sebagai citra awal untuk direkonstruksi. Citra awal dari ASIR ini menggunakan matriks aljabar, untuk mengubah nilai yang terukur dari masing masing pixel (y) menjadi perkiraan baru dari nilai pixel (y’). Nilai pixel ini kemudian dikomputasi langsung untuk mendapat nilai ideal dari noise pada citra. Proses ini diulangi berturut-turut dan berulang-ulang sampai nilai ideal dari pixel akhirnya ditemukan.



Gambar 2.2 Ilustrasi langkah dalam rekonstruksi ASIR (Seeram, 2016)



Berdasarkan Gambar 2.3 di atas, konsep dasar dari rekonstruksi algoritma ASIR melalui 3 langkah yaitu (Seeram, 2016): 1. Input, pada langkah ini CT Scan menghasilkan raw data atau data proyeksi yang telah dihitung (projection data space). Data ini kemudian diperlakukan ke stdanar algoritma FBP untuk menghasilkan citra awal CT Scan. 2. IR Loop, terdiri dari 3 cara yaitu, pertama forward projection adalah aplikasi citra awal CT untuk dibuat dalam raw data tiruan (simulated projection data). Kedua, simulated projection data kemudian dilakukan penggabungan dengan



17



projection data space dan selisihnya dilakukan kalkulasi untuk dihasilkan citra yang diperbaharui. Penggabungan ini dilakukan seperti dengan persentasi, contoh jika IR 40% maka hanya 40% raw data tiruan yang dilakukan penggabungan dengan projection data space. Ketiga, citra yang diperbaharui kemudian dilakukan FBP kembali untuk menjadi current image. 3. Output, citra akhir yang dihasilkan adalah citra penggabungan yang menjadi volumetric image. Kelemahan secara umum dari IR adalah lamanya waktu komputasi. Kelemahan lain yang potensial adalah tampilan noise bebas yang dapat muncul sebagai artifak pada gambar yang oversmoothing. 2.4.5 Selected Mean Filter Selected Mean Filter (SMF) adalah salah satu metode noise reduction yang menggunakan basis mean filter. Artinya noise reduction dilakukan dengan teknik mean filter, tetapi dalam prosesnya tidak semua pixel bertetangga digunakan untuk menghitung nilai rerata pixel, namun dilakukan secara selektif. Seleksi pixel didasarkan pada besarnya noise suatu citra yang dijadikan nilai ambang atau threshold (h). Artinya, nilai-nilai pixel tetangga pada suatu kernel dengan nilai lebih besar atau lebih kecil dari nilai ambang h dan pixel pusat, tidak diikutkan dalam proses noise reduction. Pemilihan pixel menggunakan persamaan berikut. I ' ( x+ i, y + j ) =¿



(2.8)



untuk setiap i dan j, jika |I ( x , y )−I ( x +i , y + j )|>h , kemudian N ' ( x , y )=N−1 . Reduksi noise pada citra dilakukan menggunakan persamaan berikut. Σ I s ( x , y )=



+ n−1 m−1 ,+ 2 2 −n−1 −m−1 i= , j= 2 2 '



I ' ( x+i , y + j )



N (x , y )



( 2.9 )



Persamaan (2.8) dan (2.9) memberikan kemungkinan perbedaan semua nilai pixel tetangga dari nilai pixel pusat yang melebihi nilai h pada area tepi. Sebaliknya untuk area yang homogen, dimungkinkan perbedaan semua nilai pixel



18



tetangga dari nilai pixel pusat lebih kecil dari nilai h. Dalam hal ini, nilai pixel I s ( x , y ) sama dengan I f ( x , y ). Proses noise



reduction



metode



SMF dapat dilihat



pada Gambar 2.4.



Pada metode SMF



ini,



pixel pusat pada



posisi (i,j) dihitung



hanya pada daerah



dalam warna biru.



Karena besar nilai



pixel



tetangga



pada



daerah



termasuk



dalam



pixel



nilai



-



rerata



pixel biru



nilai ambang h dan



Gambar 2.3 Ilustrasi pemilihan pixel pada noise reduction metode SMF



pusat.



Sementara pixel-pixel di luar daerah biru dianggap sebagai objek lain yang dipisahkan oleh batas objek (edge) meskipun masih dalam kernel yang sama. Dengan kata lain, besar nilai pixel – pixel tetangga di luar daerah biru lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai ambang h dan pixel pusat, sehingga tidak diikutsertakan dalam perhitungan rata-rata. Secara teknis nilai ambang h diambil berdasarkan besarnya nilai stdanar deviasi (σ) dari nilai pixel citra, σ juga menyatakan besarnya jumlah noise pada citra tersebut. Nilai σ didapatkan menggunakan metode perhitungan noise otomatis (Anam dkk., 2019). Seperti pada Gambar 2.5 di bawah, ketika noise ditdanai sebesar σ, pada bagian luar masih terdapat noise. Dilihat dari batas σ ke kanan dan ke kiri dari nilai rerata, besar populasi noise adalah sekitar 68%. Artinya masih ada sekitar 32% noise. Oleh karena itu nilai ambang h masih mungkin untuk dinaikkan menjadi 2σ atau 3σ. Metode ini lebih fleksibel karena besarnya threshold dapat diatur sedemikian rupa. Jika dipilih batas 3σ, maka noise yang tereduksi semakin besar, tetapi nilai-nilai tertentu yang bukan noise akan terdeteksi sebagai noise. Akibatnya spatial resolution citra pada suatu tepi mungkin sedikit terkorupsi jika nilai pixel suatu tepi berada pada batas 3σ.



19



Gambar 2.4 Distribusi nilai suatu pixel pada phantom homogen.



Dengan teknik ini, dapat menghasilkan penurunan noise yang lebih besar, tetapi spatial resolution citra tidak akan terdegradasi secara signifikan. Selain itu, waktu komputasi SMF cukup cepat dan pemodelan sistem fisisnya tidak terlalu kompleks. Proses filtering pada SMF dapat dilihat pada Gambar 2.6. 2.5 Analisis Kuantitatif Analisis data merupakan salah satu kegiatan penelitian berupa proses penyusunan dan pengolahan data guna menafsirkan data yang telah diperoleh. Menurut Sugiyono (2013), analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam menganalisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Analisis kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme digunakan untuk meneliti populasi pada sampel tertentu, pengambilan sampel secara random, data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang ditetapkan. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan variabel terikat akibat variabel terikat, maka dilakukan analisis uji beda. Variabel bebas dalam penelitian ini memiliki dua kategori. Oleh karena itu, dilakukan pengujian dengan metode uji beda rata-rata untuk dua sampel berpasangan (paired sample t-test). Model uji beda ini digunakan untuk menganalisis model penelitian sebelum dan sesudah. Uji beda digunakan untuk



20



mengevaluasi perlakuan (treatment) tertentu pada satu sampel yang sama pada dua periode pengamatan yang berbeda. Paired sample t-test digunakan apabila data berdistribusi normal (Sugiyono, 2013). Menurut Widiyanto (2013), paired sample t-test merupakan salah satu metode pengujian yang digunakan untuk mengkaji keefektifan perlakuan, ditandai dengan adanya perbedaan rata-rata sebelum dan rata-rata sesudah diberikan perlakuan. Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak Ho pada uji ini adalah sebagai berikut (WIdiyanto, 2013). 1. Jika t hitung > t tabel dan probabilitas (Asymp.Sig) < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. 2. Jika t hitung < t tabel dan probabilitas (Asymp.Sig) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Prosedur uji paired sample t-test (Siregar, 2013) : 1. Menentukan hipotesis; yaitu sebagai berikut: Ho1



: tidak terdapat perbedaan antara citra low dose hasil filter ASIR dan citra standart dose.



Ha1



: terdapat perbedaan antara citra low dose hasil filter ASIR dan citra standart dose.



Ho2



: tidak terdapat perbedaan antara citra low dose hasil filter SMF dan citra low dose hasil filter ASIR.



Ha2



: terdapat perbedaan antara citra low dose hasil filter SMF dan citra low dose hasil filter ASIR.



Ho3



: tidak terdapat perbedaan antara citra low dose hasil filter SMF dan citra standart dose.



Ha3



: terdapat perbedaan antara citra low dose hasil filter SMF dan citra standart dose.



2. Menentukan level of significant sebesar 5% atau 0,05. 3. Menentukan kriteria pengujian 4. Penarikan kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis



21



START



Input Citra



Deteksi noise dengan Automated Noise Calculation Algorithm



Tampilkan besar noise (h)



Pemilihan pixel



Tidak



|I ( x,y ) -I ( x+i,y+j )|≤h Ya I ' ( x+ i, y + j ) =I ( x+i , y + j )



Σ I s ( x , y )=



+ n−1 m−1 ,+ 2 2 −n−1 −m−1 i= , j= 2 2 '



I ' ( x+i , y + j )



N (x , y )



Gantikan nilai pixel pusat dengan nilai hasil rerata.



Citra hasil filter



END



Gambar 2.5 Flowchart Selectif Mean Filter



I ' ( x+ i, y + j ) =0



22



BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Oktober s.d Desember 2019 bertempat di Rumah Sakit Indriyati Solo Baru. 3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental dimana peneliti melakukan pengamatan langsung dengan mengukur SNR dan CNR pada dua kelompok sampel penelitian yaitu citra CT Scan Kepala reduce-dose hasil filter algoritma SMF dan citra CT Scan Kepala reduce-dose hasil filter algoritma ASIR . 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh citra CT Scan, sedangkan populasi terjangkaunya adalah populasi target yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). a. Kriteria Inklusi : Citra CT Scan Kepala b. Kriteria Eksklusi : Citra CT Scan tetapi bukan CT Scan Kepala 2. Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu merupakan teknik dalam menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian yang dikehendaki (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Penentuan ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya dihitung menggunakan persamaan berikut (Sugiyono, 2013). s= dengan λ 2 adalah derajat kebebasan = 1. Taraf kesalahan bisa 1%, 5% atau 10% P = Proporsi 50% (0,5) Q = 1 - P = 0,5.



λ2 . N . P . Q ( 3.1 ) 2 2 d ( N−1 ) + λ . P. Q



23



d = presisi absolute atau margin of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (0,05). N = banyak populasi CT Scan Kepala dalam satu bulan yaitu 150 pasien. Setelah dihitung berdasarkan persamaan 3.1 tersebut, didapatkan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 60 citra CT Scan Kepala. 3.4 Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi daya filtering algoritma SMF dan variasi persentase ASIR. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas citra yang terdiri dari Noise, SNR, CNR, Spatial resolution, dan informasi anatomi. 3. Variabel Kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah a. Tegangan tabung yang digunakan adalah 120 kV. b. Kuat arus yang digunakan adalah 80 mA. c. Slice thickness, tebal irisan citra CT Scan yang digunakan adalah 5mm. d. Field of View (FOV) atau diameter maksimal citra yang dapat dilakukan rekonstruksi yang digunakan pada penelitian kali ini adalah 22 cm. e. Pitch, pada penelitian ini adalah 0,984. f. Scan mode yang digunakan adalah axial Scanning. g. Windowing, rentang Window Witdh dan Window Level antara -1000 sampai dengan +1000. 3.5 Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Komputer workstation Pesawat CT Scan b. Komputer / laptop untuk software matlab dengan teknik noise reduction SMF c. Formulir pengukuran noise d. DVD-R e. Kuesioner penilaian informasi anatomi citra CT Scan Kepala



24



3.6 Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan pada data rekonstruksi citra CT Scan Kepala dengan besar kuat arus tabung yang diturunkan dari kuat arus tabung standar yaitu 120 mA (standart-dose) menjadi 80 mA (reduce-dose). Citra CT Scan Kepala reducedose kemudian dilakukan noise filtering menggunakan algoritma ASIR dengan persentase 50% dan 60%. Untuk mendapatkan besar nilai persentase ASIR yang optimal, setiap citra hasil filter ASIR dibandingkan terhadap citra dengan parameter standar sebagai pembanding. Kemudian citra dengan hasil filter ASIR dibandingkan dengan citra hasil filter SMF. Level algoritma SMF yang digunakan adalah weak, mild, moderate, moderately, strong, very strong. Skema alur penelitian ini tampak pada Gambar 3.1.



Raw Data CT Scan Kepala



Adaptive Statistical iterative Reconstruction



Filter Back Projection



Selected Mean Filter Penilaian Kualitas Citra Noise SNR CNR Spatial resolution Informasi Anatomi



Analisis Data Gambar 3. 1 Skema alur penelitian



25



Pengambilan citra dilakukan dengan melakukan pengelompokan pada citra CT Scan Kepala yang menggunakan kuat arus 80 mA (reduce-dose). Proses scanning CT Scan Kepala menggunakan parameter eksposi sebagai berikut: tegangan tabung 120 kVp, kuat arus 80 mA (reduce-dose) dan 120 mA (standartdose), rotation time 2,0 s, scan type axial, slice thickness 5 mm, dan pitch 0,984. Citra CT Scan kepala selanjutnya dilakukan perbaikan kualitas citra. Noise yang ada pada citra dilakukan upaya reduksi noise dengan algoritma SMF dan ASIR. Penilaian citra dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Kualitas citra secara kuantitatif dievaluasi dengan membandingkan nilai SNR, CNR dan Spatial Resolution pada kedua kelompok citra yakni citra reduce-dose dan citra standartdose sebagai pembanding, untuk citra reduce-dose terdiri dari citra hasil filter SMF dan citra hasil filter ASIR. Kedua kelompok citra dilakukan ROI di beberapa titik dalam citra, kemudian dicatat nilai mean (sinyal) dan standar deviasi (noise). Perhitungan SNR dan CNR secara matematis menggunakan persamaan 2.3 dan 2.4 berdasarkan data hasil ROI. Untuk pendukung pengambilan kesimpulan terhadap citra yang dihasilkan, pada penelitian ini dilakukan penilaian kualitas citra secara kualitatif dengan melakukan penilaian informasi anatomi oleh dokter Radiologi menggunakan acuan Tabel 3.1. Tabel 3. 1 Tabel Penilaian Kualitas Citra (Tipnis dkk., 2016)



Skor



Interpretasi



1



Unacceptable



2



Barely satisfactory



3



Satisfactory



4



Good



5



Excellent



Keterangan Kualitas citra sangat buruk, interpretasi tidak dapat dilakukan dan pemeriksaan diulang. Kualitas citra cukup buruk, namun belum cukup untuk memeriksa kelainan massa, perdarahan dan infark. Citra diterima hanya dalam kondisi terbatas. Kualitas citra cukup, namun masih terdapat sedikit noise, citra kemungkinan besar diterima. Kualitas citra lebih baik dengan noise level sama dengan citra standar. Kualitas citra sangat baik, noise sangat sedikit, dan citra sepenuhnya diterima.



26



3.7 Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini data diolah dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian dilakukan analisis secara kuantitatif dan kualitatif untuk melihat perbandingan antara citra hasil processing algoritma SMF dan algoritma ASIR untuk setiap variasi mA. Analisis data dilakukan dengan tahapan tahapan berikut ini: a. Analisis Univariat 1) Karakteristik citra dideskripsikan berdasarkan besar daya filtering SMF dan besar persentase ASIR. 2) Nilai SNR, CNR dan spatial resolution pada citra standart dose dianalisis secara deskriptif sebagai citra pembanding (standart). 3) Nilai SNR, CNR dan spatial resolution pada citra reduce-dose hasil filter ASIR 50% dan 60% dianalisis secara deskriptif. 4) Nilai SNR, CNR dan spatial resolution pada citra reduce-dose hasil filter SMF dianalisis secara deskriptif. b. Analisi Bivariat 1) Uji normalitas data menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov Test. Dengan taraf signifikansi sebesar 0,05, data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5%. 2) Analisis uji beda SNR citra reduce-dose hasil filter ASIR dan citra standart-dose dilakukan dengan uji statistik paired t-test dengan tingkat nilai kepercayaan α = 95%. 3) Analisis uji beda SNR, CNR dan spatial resolution citra reduce-dose hasil filter SMF dan citra low dose hasil filter ASIR dilakukan dengan uji statistik paired t-test dengan tingkat nilai kepercayaan α = 95%. 4) Analisis uji beda SNR, CNR dan spatial resolution citra reduce-dose hasil filter SMF dan citra standart-dose dilakukan dengan uji statistik paired t-test dengan tingkat nilai kepercayaan α = 95%. 5) Analisis uji beda informasi anatomi citra reduce-dose hasil filter ASIR dan citra standart-dose dilakukan dengan uji statistik paired t-test dengan tingkat nilai kepercayaan α = 95%.



27



6) Analisis uji beda informasi anatomi citra reduce-dose hasil filter SMF dan citra reduce-dose hasil filter ASIR dilakukan dengan uji statistik paired t-test dengan tingkat nilai kepercayaan α = 95%. 7) Analisis uji beda informasi anatomi citra reduce-dose hasil filter SMF dan citra standart-dose dilakukan dengan uji statistik paired t-test dengan tingkat nilai kepercayaan α = 95%. 3.8 Jadwal penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu bulan Oktober s.d Desember 2019 yang akan dilaksanakan di RS Indriyati Solo Baru. Adapun jadwal penelitian adalah sebagai berikut. Tabel 3. 2 Jadwal Penelitian



No



Kegiatan



1.



Persiapan Alat



2.



Pengambilan Data



3.



Uji Kualitas Citra



4.



Proses tabulasi data



5.



Analisis data & hasil



6.



Penulisan Manuskrip dan laporan



1



Bulan ke2



3



DAFTAR PUSTAKA Al-Hinnawi, A.R., Daear, M., Huwaijah, S., 2013. Assessment of bilateral filter on 1/2-dose chest-pelvis CT views. Radiol. Phys. Technol. 6, 385–398. Alkhorayef, M., Sulieman, A., Alonazi, B., Alnaaimi, M., Alduaij, M., Bradley, D., 2019. Estimation of radiation-induced cataract and cancer risks during routine CT head procedures. Radiat. Phys. Chem. 155, 65–68. https://doi.org/10.1016/j.radphyschem.2018.08.019 Anam, C., Budi, W.S., Adi, K., Sutanto, H., Haryanto, F., Hana, M., Fujibuchi, T., Dougherty, G., 2019. Assessment of patient dose and noise level of clinical CT images : automated measurements. J. Radiol. Prot. 39, 783–793. Anam, C., Haryanto, F., Widita, R., Arif, I., 2015. New noise reduction method for reducing CT scan dose: Combining Wiener filtering and edge detection algorithm. AIP Conf. Proc. 1677, 1–5. https://doi.org/10.1063/1.4930648 Andersen, H.K., Völgyes, D., Martinsen, A.C.T., 2018. Image quality with iterative reconstruction techniques in CT of the lungs—A phantom study. Eur. J. Radiol. Open 5, 35–40. https://doi.org/10.1016/j.ejro.2018.02.002 Bauhs, J.A., Vrieze, T.J., Primak, R.T.R.A.N., Bruesewitz, M.R., Mccollough, R.T.R.C.H., 2008. CT Dosimetry : Com- parison of Measure- ment Techniques and. RadioGraphics 28, 245–254. Brenner, D.J., Hall, E.J., 2007. Computed Tomography — An Increasing Source of Radiation Exposure. N. Engl. J. Med. 357, 2277–2284. https://doi.org/10.1016/s8756-3452(08)79173-4 Bushberg, J., Seibert, J., 2012. The Essential Physics of Medical Imaging: Third Edition, Third Edit. ed. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business, Philadelphia. Dance, D.R., Christofides, S., Maidment, A.D.A., McLean, I.D., Ng, K.H., 2014. Diagnostic Radiology Physics : A Handbook for Teachers and Students. IAEA, Vienna. Dougherty, G., 2009. Digital Image Processing for Medical Applications. Cambridge University Press, New York, Cambridge, New York. Geyer, L.L., Schoepf, U.J., Meinel, F.G., John W. Nance, J., Bastarrika, G., Leipsic, J.A., Paul, N.S., Rengo, M., Laghi, A., Cecco, C.N. De, 2015. State of the art: iterative CT reconstruction techniques. Radiology 276, 339–357. https://doi.org/doi:10.1148/radiol.2015132766 Greess, H., Lutze, J., Nomayr, A., Wolf, H., Hothorn, T., Kalender, W.., W, B.,



2004. Dose reduction in subsecond multislice spiral CT examination of children by online tube current modulation. Eur. Radiol. 14, 995–999. https://doi.org/10.1007/s00330-004-2301-9 Gupta, G., 2011. Algorithm for Image Processing Using Improved Median Filter and Comparison of Mean , Median and Improved Median Filter. Int. J. Soft Comput. Eng. 1, 304–311. Hilts, M., Jirasek, A., 2008. Adaptive mean filtering for noise reduction in CT polymer gel dosimetry. Med. Phys. 35, 344–355. https://doi.org/10.1118/1.2818742 Ibrahim, M., Parmar, H., Christodoulou, E., Mukherji, S., 2014. Raise the Bar and Lower the Dose : Current and Future Strategies for Radiation Dose Reduction in Head and Neck Imaging. Am. J. Neuroradiol. 35(4), 619–624. Irdawati, Y., Sutanto, H., Anam, C., Fujibuchi, T., Zahroh, F., Dougherty, G., 2019. Development of a Novel Artifact-free Eye Shield Based on Silicon Rubber-lead Composition in the CT Examination of the Head. J. Radiol. Prot. Kalra, M.K., Maher, M.M., Sahani, D., Blake, M.A., Hahn, P.F., Avinash, G.B., Toth, T.L., Halpern, E., Saini, S., 2003. Low-Dose CT of the Abdomen: Evaluation of Image Improvement with Use of Noise Reduction Filters— Pilot Study. Radiology 228, 251–256. https://doi.org/10.1148/radiol.2281020693 Krille, L., Hammer, G.P., Merzenich, H., Zeeb, H., 2010. Systematic review on physician’s knowledge about radiation doses and radiation risks of computed tomography. Eur. J. Radiol. 76, 36–41. https://doi.org/10.1016/j.ejrad.2010.08.025 Lee, Y., 2018. Improved total-variation noise-reduction technique with gradient method using iteration counter and its application in medical diagnostic chest and abdominal X-ray imaging. Optik (Stuttg). 170, 475–483. https://doi.org/10.1016/j.ijleo.2018.06.004 Mas’uul, A.R., Sutanto, H., 2014. Uji Kesesuaian Ct Number Pada Pesawat Ct Scan Multi Slice Di Unit Radiologi Rumah Sakit Islam Yogyakarta. Youngster Phys. J. 3, 335–340. Moeller, H.-B., Bachmann, I., https://doi.org/10.2307/40127640



2010.



Simultan,



Books



Abroad.



Mullins, M.E., Lev, M.H., Bove, P., Reilly, C.E.O., Saini, S., Rhea, J.T., Thrall, J.H., Hunter, G.J., Hamberg, L.M., Gonzalez, R.G., 2004. Comparison of Image Quality Between Conventional and Low-Dose Nonenhanced Head



CT. Am. Soc. Neuroradiol. 25, 533–538. Parakh, A., Macri, F., Sahani, D., 2018. Dual-Energy Computed Tomography: Dose Reduction, Series Reduction, and Contrast Load Reduction in DualEnergy Computed Tomography. Radiol. Clin. North Am. 56, 601–624. https://doi.org/10.1016/j.rcl.2018.03.002 Park, J.E., Choi, Y.H., Cheon, J.E., Kim, W.S., Kim, I.O., Cho, H.S., Ryu, Y.J., Kim, Y.J., 2017. Image quality and radiation dose of brain computed tomography in children: effects of decreasing tube voltage from 120 kVp to 80 kVp. Pediatr. Radiol. 47, 710–717. https://doi.org/10.1007/s00247-0173799-8 Paterson, A., Frush, D.P., 2007. Dose reduction in paediatric MDCT: general principles. Clin. Radiol. 62, 507–517. https://doi.org/10.1016/j.crad.2006.12.004 Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, IV. ed. CV. Sagung Seto, Jakarta. Seeram, E., 2016. Computed Tomography:Physical Applications, and Quality Control, Fourth Edition.



Principles,



Clinical



Sheppard, J.P., Nguyen, T., Alkhalid, Y., Beckett, J.S., Salamon, N., Yang, I., 2018. Risk of Brain Tumor Induction from Pediatric Head CT Procedures: A Systematic Literature Review. Brain Tumor Res. Treat. 6, 1. https://doi.org/10.14791/btrt.2018.6.e4 Singh, S., Kalra, M.K., Khawaja, R., Padole, A., Pourjabbar, S., Lira, D., Shepard, J.O., Digumarthy, S.R., 2014. Radiation Dose Optimization and Thoracic Computed Tomography. Radiol. Clin. North Am. 52, 1–15. https://doi.org/10.1016/j.rcl.2013.08.004 Siregar, S., 2013. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung. Sun, T., Gabbouj, M., Neuvo, Y., 1994. Center weighted median filters : Some properties and their applications in image processing. Signal Processing 35, 213–229. Tipnis, S., Thampy, R., Rumboldt, Z., Spampinato, M., 2016. Radiation intensity ( CTDI vol ) and visibility of anatomical structures in head CT examinations. J. Appl. Clin. Med. Phys. 17, 293–300. Weinman, J.P., Mirsky, D.M., Jensen, A.M., Stence, N. V, 2019. Dual energy



head CT to maintain image quality while reducing dose in pediatric patients. Clin. Imaging 55, 83–88. https://doi.org/10.1016/j.clinimag.2019.02.005 WIdiyanto, A., 2013. Statistik Terapan. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Wittram, C., Maher, M.M., Sharma, A., Avinash, G.B., Karau, K., Toth, T.L., Halpern, E., 2003. Radiology Improve Low-Radiation-Dose Chest CT Images ? Pilot Study 1. Yabuuchi, H., Kamitani, T., Sagiyama, K., Yamasaki, Y., Matsuura, Y., Hino, T., Tsutsui, S., Kondo, M., Shirasaka, T., Honda, H., 2018. Clinical application of radiation dose reduction for head and neck CT. Eur. J. Radiol. 107, 209– 215. https://doi.org/10.1016/j.ejrad.2018.08.021