TESIS Taufik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH



EFEKTIVITAS PROGRAM PROLANIS TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS KOPELMA DARUSALAM KOTA BANDA ACEH



OLEH : TAUFIK RIDWAN NPM : 1707210030



PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT BANDA ACEH 2019 i



PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH



EFEKTIVITAS PROGRAM PROLANIS TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS KOPELMA DARUSALAM KOTA BANDA ACEH



Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT



OLEH :



TAUFIK RIDWAN NPM : 1707210030



PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT BANDA ACEH 2019 ii



LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS



Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Taufik Ridwan NPM : 1707210030 Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat Peminatan : Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK) Judul Tesis : EFEKTIVITAS PROGRAM PROLANIS TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS KOPELMA DARUSALAM KOTA BANDA ACEH Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa tesis ini merupakan hasil dibuat oleh pihak-pihak lain, maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang ditetapkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh (FKMUNMUHA), termasuk pembatalan hasil sidang tesis atau pembatalan hak atas gelar magister saya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya dan tanpa ada paksaan.



Banda Aceh,



Desember 2019



Taufik Ridwan NPM: 1707210030



iii



ABSTRAK



NAMA NPM PRODI



: TAUFIK RIDWA : 1707210030 : MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH PEMINATAN : ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN EFEKTIVITAS PROGRAM PROLANIS TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS KOPELMA DARUSALAM KOTA BANDA ACEH (2 Gambar, 15 tabel, 8 Lampiran , 64 Halaman) Diabetes melitus (DM) merupakan keadaan yang seringkali dikaitkan dengan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian. Kontrol gula yang tidak baik akan menyebabkan adanyay komplikasi penyakit lain pada penderita DM sehingga akan berdampak pada kualitas hidupnya. Untuk mencapai kadar gula yang normal salah satunya dapat dilakukan dengan mengikuti program PROLANIS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program Prlanis terhadap kualitas hidup penderita diabetes mellitus Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperimental design, dengan rancangan pretest-postest group design. Populasi dalam penelitian ini penderita Diabetes Mellitus dalam wilayah Kerja Puskesmas Kopelma. Sampel penelitian sebanyak 54 orang terdiri dari penderita DM yang ikut program PROLANIS sebanyak 27 orang dan yang tidak ikut program PROLANIS 27 orang. Penelitian dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan laboratorium. Intervensi program PROLANIS dengan edukasi dan senam dilakukan selama 3 bulan. Uji dependen sample t-test, independen sampel t-test (α 0,05) dan logistic regresi digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukkan secara statistik terdapat perubahan yang lebih baik dari kualitas hidup penderita DM (p=0,0001), kadar HbA1c (p= 0,004) pada kelompok PROLANIS setelah intervensi. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar gula darah dan kadar HbA1c pada kelompok PROLANIS dan kelompok non PROLANIS. Kesimpulan dari penelitian ini setelah dilakukan intervensi selama 3 bulan menunjukkan terdapat perbedaan kualitas hidup yang lebih baik pada penderita DM kelompok PROLANIS (p=0,012) dibandingkan dengan kelompok non PROLANIS. Begitu juga dengan kadar gula darah 2 jam setelah puasa (p=0,012) dan kadar HbA1c (p=0,016) pada kelompok PROLANIS kebih baik dibandingkan kelompok non PROLANIS. Kepada Dinas Kesehatan agar dapat lebih meningkatkan pelayanan penyakit DM dengan mengikutsertakan seluruh penderita DM dalam kegiatan program PROLANIS sehingga kontrol gula darah dapat terjaga denga baik. Kata Kunci : kualitas hidup, diabetes, PROLANIS Daftar Kepustakaan: 87 (2001-2019). iv



LEMBARAN PENGESAHAN TESIS EFEKTIVITAS PROGRAM PROLANIS TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS KOPELMA DARUSALAM KOTA BANDA ACEH Oleh Taufik Ridwan NPM : 1707210030



Diketahui oleh: Ketua Faculty Research Committee



Farrah Fahdhinie, SKM,MPH NIDN. 0111128601 Disetujui oleh:



Pembimbing I



Pembimbing II



Prof. Asnawi Abdullah, Ph.D NIP . 19710703 1995031 001



Irma Hamisah, SKM, MPH



Disahkan Oleh: Direktur Pascasarjana UNMUHA



Prof. Asnawi Abdullah, SKM., MHSM., MSc.HPPF., DLSHTM., PhD NIP . 19710703 1995031 001 v



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan berkat rahmat, Inayah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis dengan judul “EFEKTIVITAS PROGRAM PROLANIS TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS KOPELMA DARUSALAM KOTA BANDA ACEH ” , tidak lupa pula shalawat serta salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW dan seluruh sahabat beliau yang telah merubah dan memperbaiki akhlak umat manusia dipermukaan bumi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan yang disebabkan oleh penulis sendiri. Oleh karena itu kritikan dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan tesis ini. Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. H. Muharrir Asy’ari, Lc, M.Ag selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Aceh. 2. Bapak Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, MSc.HPPF, DLSHTM, PhD, selaku Direktur Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh dan selaku pembimbing I. 3. Ibu Irma Hamisah, SKM, MPH selaku pembimbing II. 4. Para dosen di lingkungan Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat. 5. Kepada Ayahanda dan Almarhum Ibunda tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan mendoakanku tanpa henti. 6. Kepada istri dan anakku yang telah memberikan semangat dan motivasi hidup selama ini. 7. Kepada Seluruh Kepala dan staff puskesmas Kopelma, yang telah membantu data dalam penelitian ini. 8. Kepada staff BPJS Kesehatan Aceh, yang telah membantu data dalam penelitian. vi



9. Kepada Laboratorium Prodia dan Riset Kota Banda Aceh, yang telah membantu pemeriksaan gula darah dan HbA1c. 10. Semua teman-teman Mahasiswa angkatan empat Prodi MKM-FKM Unmuha yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini. Akhirnya dengan satu harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi semua kalangan yang membacanya, Amin…. Banda Aceh,



Desember 2019 Tertanda,



Taufik Ridwan



vii



DAFTAR ISI



LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................................. iv LEMBARAN PENGESAHAN TESIS............................................................................ v KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi DAFTAR ISI......................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ...................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3 1.3 Pertanyaan Penelitian......................................................................................... 4 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4 1.4.1 Tujuan Umum...................................................................................................... 4 1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................................................... 4 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 5 1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 5 1.7 Originalitas Penelitian ......................................................................................... 6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................7 2.1 KUALITAS HIDUP (QUALITY OF LIFE) ............................................................................ 7 2.1.1 Pengertian Kualitas Hidup .................................................................................. 7 2.1.2 Dimensi Kualitas Hidup ....................................................................................... 8 2.1.3 Pengukuran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus................................... 9 2.2 PROLANIS .......................................................................................................... 12 2.2.1 Pengertian PROLANIS ........................................................................................ 12 2.3 Diabetes Mellitus (DM) .................................................................................... 16 2.3.1 Pengertian Diabetes Mellitus .......................................................................... 16 2.3.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus ......................................................................... 17 2.3.3 Diagnosa ........................................................................................................... 18 2.3.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus ............................................................................. 20 2.3.4 Hemoglobin A1c (HbA1c).................................................................................. 24 2.4 Kerangka Teoritis .............................................................................................. 26 BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................................. 27 3.1. KERANGKA KONSEP................................................................................................. 27 3.2. HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................................................ 27 3.3. VARIABEL PENELITIAN ............................................................................................. 28 3.3.1 VARIABEL INDEPENDEN ........................................................................................... 28 3.3.2 VARIABEL DEPENDEN.............................................................................................. 28 3.3.3 VARIABEL INTERVENING .......................................................................................... 28 viii



3.4. DEFINISI OPERASIONAL ........................................................................................... 29 3.5. INSTRUMENT PENGUMPULAN DATA .......................................................................... 30 BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................... 32 4.1. DESAIN PENELITIAN ................................................................................................ 32 4.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ............................................................................... 32 4.3 POPULASI DAN SAMPEL ........................................................................................... 32 4.3.1 Populasi ............................................................................................................. 32 4.3.2 Sampel ............................................................................................................... 32 4.4 METODE PENGUMPULAN DATA ................................................................................ 33 4.4.1 Data Primer ....................................................................................................... 33 4.4.2. Data Sekunder .................................................................................................. 34 4.5 RANCANGAN ANALISA DATA .................................................................................... 34 4.5.1 Validitas Analisis Univariat ............................................................................... 34 4.5.2 Analisis Bivariat ................................................................................................ 34 4.6 ETIKA PENELITIAN .................................................................................................. 35 BAB V HASIL PENELITIAN.................................................................................... 26 5.1 Gambaran Umum ............................................................................................. 26 5.2 Hasil Penelitian ................................................................................................. 28 5.2.1 Analisa Univariat ............................................................................................... 28 5.2.2 Analisa Bivariat ................................................................................................. 32 BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................... 40 6.1 Pengaruh Program PROLANIS Terhadap Kualitas Hidup Penderita Diabetes .. 40 6.2 Pengaruh Program PROLANIS Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes ............................................................................................................ 42 6.3 Analisi Variabel Confounding............................................................................ 46 6.3.1 Hubungan Hubungan Aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar Gula darah Puasa dan kadar gula Darah Setelah Puasa ............ 46 6.3.2 Hubungan Hubungan Aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar HbA1c......................................................................................... 50 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 54 7.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 54 7.2 Saran ................................................................................................................. 54 DAFTAR KEPUSTAKAAN ...................................................................................... 56



ix



DAFTAR TABEL Halaman



Tabel 1.1 Originalitas Penelitian.................................................................................. 5 Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................................... 17 Tabel 4.1 Jadwal Penelitian ....................................................................................... 24



x



DAFTAR GAMBAR Halaman



Gambar 2.2 Kerangka Teori ....................................................................................... 17 Gambra 3.1 Kerangka Konsep .................................................................................... 18



xi



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1



Kuesioner Penelitian



Lampiran 2



Master Tabel



Lampiran 3



Hasil Pengolahan data Stata



Lampiran 4



Surat SK Pembimbing



Lampiran 5



Surat Izin Data Awal Dari Prodi MKM



Lampiran 6



Surat Izin dari Instansi Terkait



Lampiran 7



Hasil Pemeriksaan Laboratorium



Lampiran 8



Dokumentasi Penelitian



xii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan keadaan yang seringkali dikaitkan dengan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian. Insidens dan prevalensi dari DM semakin meningkat dan pada tahun 2030 diperkirakan prevalensi DM di seluruh dunia akan meningkat. menjadi dua kali lipat (Wild S, 2004 dalam Khairani, 2016). Komplikasi pada DM terlihat spesifik, yaitu adanya hiperlipidemia dan diperkirakan kenaikan kadar lemak pada penderita DM kira-kira 40-90%, keadaan ini mengakibatkan pasien DM mengalami riesiko kematian 2-3 kali lipat akibat kelainan jantung dibandingkan pasien non Diabetes (WHO, 1980) Estimasi terakhir yang dilakukan oleh IDF (International Diabetes Federation) terdapat 382 juta orang yang hidup dengan menderita penyakit diabetes pada tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang. Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan (Riskesdas, 2013). Indonesia menempati urutan keempat sebagai penderita diabetes terbesar di dunia yaitu 8,5 juta pada tahun 2000 dan akan meningkat 21,3 juta pada tahun 2030 setelah India dengan jumlah penderita diabetes 30 juta pada tahun 2000 dan akan meningkat 79 juta pada tahun 2030, China 21 juta penduduk menderita diabetes pada tahun 2000 dan akan meningkat 42,3 juta pada tahun 2030 dan Amerika 17,7 juta penduduk menderita diabetes dan akan terus meningkat pada menjadi 30,3 juta pada tahun 2030 (WHO, 2013). 1



Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukan prevalensi DM pada umur di atas 15 tahun di Indonesia berdasarkan diagnosa dokter adalah 1,5%, di provinsi Aceh adalah 1,8%. Sedangkan Diabetes Mellitus berdasarkan kreteria gejala gejala di indonesia adalah 2,1% dan di Provinsi Aceh adalah 2,6% (Depkes, 2013). Sedangkan data Riskesdas pada tahun 2018 prevalensi Diabetes Mellitu pada tahun di seluruh Indoensia adalah 2,0% dan di Provinsi Aceh sekitar 2,5%. PROLANIS singkatan dari program penggelolaan penyakit kronis yang merupakan sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis (DM dan hipertensi) untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (Widyawati et al., 2018). Pemantauan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dapat meningkatkan kualitas hidup penderitanya. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Franciosi et al. (2001) Dampak Pemantauan Diri Glukosa Darah terhadap Kontrol Metabolik dan Kualitas Hidup pada Pasien Diabetes Tipe 2. Hasil penelitiannya menyebutkan dari 2.855 pasien yang yang diteliti sebanyak 471 pasien (17%) menyatakan bahwa mereka menguji kadar gula darah mereka di rumah> atau = 1 kali per hari, 899 pasien (31%) menguji kadar gula darah mereka > atau = 1 kali per minggu, dan 414 pasien (14 %) menguji kadar glukosa darah mereka atau = 1 kali per hari secara signifikan terkait dengan tingkat stres, kekhawatiran, dan depresi yang lebih tinggi pada pasien yang tidak diberi insulin. Orang dengan diabetes mellitus (DM) hidup dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang tidak hanya memerlukan terapi obat dan kendali glukosa darah, tetapi juga gaya hidup yang sehat dan menuntut perubahan dalam pola budaya.



Masalah utama yang dirasakan oleh pasien dengan DM yang



mempengaruhi kualitas hidup mereka. Masalah-masalah ini menyangkut kesulitan mengikuti rejimen pengobatan yang ketat selama sisa hidup mereka, takut hipoglikemia, model perawatan kesehatan yang berpusat pada penyakit yang kurang informasi dari petugas dan partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan sirkuit birokrasi dan administratif yang menghambat integrasi penyakit ke dalam kehidupan sosial dan pekerjaan pasien (Pera, 2011).



1.2 Rumusan Masalah ` Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronik yang dapat menyebabkan komplikasi pada organ vital tubuh yang lain sehingga memiliki resiko kematian pada penderitanya 2-3 kali lipat jika dibandingkan dengan penyakit lainnya. Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi terhadap gangguan organ lainnya seperti jantung, ginjal dan mata sehingga menurunkan kualitas hidup penderitanya dan memerlukan biaya yang besar untuk mencapai kesehatan yang baik. Untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya kesehatan yang efisien pemerintah melalui BPJS menerapkan Program Pengelolaan Penyakit 3



Kronis (PROLANIS). Program ini merupakan suatu pengelolaan penyakit kronis dengan bentuk tindakan promotif dan preventif yang terintegrasi, namun pada kenyataannya tidak semua penderita diabetes mellitus ikut serta dalam program PROLANIS. Melalui penelitian ini peneliti akan mengkaji sejauh mana efektivitas program Prlanis terhadap kualitas hidup penderita diabetes mellitus. 1.3 Pertanyaan Penelitian



1.



Apakah program PROLANIS efektif terhadap kualitas hidup penderita DM di Puskesmas Kopelma Banda Aceh?



2.



Apakah program PROLANIS efektif terhadap status gula darah dan kadar HbA1c pada penderita DM?



1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh program PROLANIS terhadap peningkatan kualitas hidup penderita DM di Puskesmas Kopelma Banda Aceh. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.



Untuk mengetahui pengaruh program PROLANIS terhadap kualitas hidup penderita DM di Puskesmas Kopelma Banda Aceh.



2.



Untuk mengetahui pengaruh program PROLANIS terhadap perubahan kadar gula darah dan kadar HbA1c pasien DM.



3.



Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisikm merokok dan konsumsi buah dan sayur terhadap kadar gula darah dan HbA1c.



4



1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah partisipasi pasien DM dalam program PROLANIS dan kualitas hidup pasien DM. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis , hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang pelaksanaan PROLANIS dalam penanganan pasien diabetes melitus. 1.6.2 Manfaat Praktis Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dan semua tenaga kesehatan yang terlibat, sehingga dapat menjadi evaluasi bagi pelaksanaan PROLANIS.



5



1.7 Originalitas Penelitian Beberapa penelitian yang pernah diteliti sebelumnya tentang kualitas hidup dan program pengendalian penyakit diabetes dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Originalitas Penelitian No



Nama Reisi 1 et al., (2016)



Judul Impact of health literacy, selfefficacy, and outcome expectations on adherence to self-care behaviors in Iranians with type 2 diabetes



Metodelogi Cross sectional



Hasil penelitian Ditemukan responden dengan nilai self efficacy tinggi akan memiliki dampak yang baik terhadap self care diabetes dimana akan berdampak pula pada kualitas hidup pasien diabetes.



Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan



Cross sectional



2



Wahyu 2 Ningtyas et al., (2013)



Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan, status sosial ekonomi berdasarkan pendapatan, lama menderita dan komplikasi diabetes melitus dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe II.



3



Ahmad 3 et al. (2017)



PROLANIS Implementation Effective To Control Fasting Blood Sugar, Hba1c And Total Cholesterol Levels In Patients With Type 2 Diabetes



1



diskriptif Implementasi PROLANIS yang optimal korelasi dengan sangat efektif untuk mengontrol desain cross- kadar gula darah puasa, HbA1c, dan sectional kolesterol total pada pasien diabetes tipe 2



Perbedaan Persamaan pada kualitas hidup perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode ekperimen dan melakukan pengukuran gula darah serta HbA1c Persamaan pada kualitas hidup perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode ekperimen dan melakukan pengukuran gula darah serta HbA1c Persamaan pada pemeriksaan gula darah dan HbA1c perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan menganalisis kualitas hidup dan metode ekperimen.



6



BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN



2.1 Kualitas Hidup (Quality Of Life) 2.1.1 Pengertian Kualitas Hidup Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya (Kreitler & Kreitler, 2012). Kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai fungsi mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu (Nofitri, 2009). Menurut WHO (1994) dalam Pradono et al. (2009) kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka. Dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan (Khairani R, 2016). Adapun menurut Nofitri (2009) kualitas hidup adalah tingkatan yang



7



menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya. Kualitas hidup adalah derajat seseorang dalam menikmati hidupnya, kenikmatan tersebut mempunyai dua komponen yaitu pengalaman dan kepuasan (Nuari, 2016). Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup merupakan persepsi individu tentang nilai dan konsep untuk mencapai harapan hidup atau kenikmatan hidup.



2.1.2 Dimensi Kualitas Hidup Menurut WHOQL (World Health Organization Quality of Life) kualitas hidup



terdiri



dari



enam



dimensi



yaitu



kesehatan



fisik, kesejahteraan



psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Kemudian WHOQOL dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL– BREF dimana dimensi tersebut diubah menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik seperti aktivitas sehari-hari, kelelahan dan tenaga, kapasitas kerja, kesejahteraan psikologis seperti kepercayaan diri, memori dan knsentrasi, hubungan sosial seperti dorongan dan semangat dari bantuan, penghargaan dari keluarga dan hubungan dengan lingkungan mencakup sumber finansial, keamanan dan informasi (Sekarwiri, 2008). Ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis yaitu seberapa besar kecenderungan individu menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan mobilitas merupakan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh 8



individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian sakit dan ketidaknyamanan



menggambarkan



sejauh



mana



perasaan keresahan yang



dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (Sekarwiri, 2008). Tubuh dan penampilan menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negatif menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif merupakan gambaran perasaan yang menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Kepribadian



seseorang



dilihat



dari



bagaimana



individu



menilai



atau



menggambarkan dirinya sendiri. Berpikir, belajar, memori, dan konsentrasi dimana keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjelaskan fungsi kognitif lainnya (Sekarwiri, 2008). Menurut Fatmawati (2010) istirahat merupakan suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Kapasitas kerja menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugastugasnya (Mohdari et al., 2016). 2.1.3 Pengukuran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh atau hanya mengukur



9



domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seseorang. Pengukuran kualitas hidup oleh para ahli belum mencapai suatu pemahaman pada suatu standar atau metoda yang terbaik. Pengukuran



kualitas



hidup menggunakan WHOQOL–BREF merupakan pengukuran yang menggunakan 26 item pertanyaan. Dimana alat ukur ini mengunakan empat dimensi yaitu fisik, psikologis, lingkungan dan sosial (Skevington et al., 2004). Kualitas hidup diukur dengan menggunakan instrumen DQOL (Diabetes Quality of Life) dari Burroughs et al. (2004). Intrumen DQOL ini digunakan dalam bidang medis untuk menilai kualitas hidup penderita DM tipe 1 dan 2 (Burroughs, 2004). Kualitas hidup penderita DM sangat penting karena dengan kualitas hidup menggambarkan persepsi enderita dalam kepuasan dalam derajat esehatan dan keterbatasan yang perlu evaluasi untuk eningkatkan pengobatan (WHO, 2004). Menurut World Health Organization Quality of Life Group (WHOQOL Group) tahun 1998 dalam Kurniawati et al. (2013) merumuskan empat dimensi untuk mengetahui kualitas hidup individu yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial, dan dimensi lingkungan 1.



Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan fisik adalah kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara



optimal sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya infeksi penyakit diabetes yang menyerang sistem metablisme seseorang sehingga berdampak pada kesehatan fisiknya. Kesejahteraan fungsional yaitu kemampuan seseorang untuk berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari meliputi bekerja, melakukan transaksi di bank,



10



belanja, belajar, membersihkan rumah, merawat diri, berpakaian, menyiapkan makanan, dan toileting (membersihkan diri setelah buang air besar sendiri). Akibat penyakit yang diderita oleh penderita DM sehingga memiliki kemampuan terbatas dalam melakukan kegiatan tersebut, sehingga memerlukan bantuan (dukungan sosial) dari berbagai pihak. 2.



Kesejahteraan Psikologis/Emosional Kesejahteraan psikologis/emosional adalah kemampuan seseorang untuk



menciptakan perasaan senang dan puas terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang dialami dalam kehidupan seseorang sehingga terhindar dari timbulnya masalah-masalah psikologis. Kondisi emosional penderita diabetes yang tidak stabil karena adanya berbagai keterbatasan membuat penderita diabetes mellitus merasa frustasi/kecewa dan akhirnya menimbulkan masalah depresi. Berdasarkan kondisi responden ulkus diabetikum mengeluarkan aroma yang kurang nyaman bagi lingkungan sekitarnya. Pada domain ini rata-rata skor rendah berada pada pertanyaan tentang perasaan positif dan kemampuan berkonsentrasi. Perasaan positif tentang hidup pada pasien kronik mulai berkurang karena pasien merasa jenuh dengan terapi yang selalu dijalan (Kohler & Wunderlich, 2001). 3.



Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial adalah kemampuan seseorang untuk membina



hubungan interpersonal dengan orang lain, dimana hubungan yang terbina adalah hubungan yang mempunyai kerekatan dan keharmonisan. Penelitian Ibrahim (2004) dalam Nuraeni et al. (2016) , aspek kualitas hidup tertinggi pada pasien diabetes



11



yang mengalami gagal ginjal kronik adalah pada kepuasan individu atas dukungan yang diterima dari keluarga, teman, maupun kerabat. 4.



Lingkungan Dimensi lingkungan berhubungan



dengan sumber-sumber finansial,



kebebasan, keamanan dan keselamatan isik, perawatan kesehatan dan sosial (aksesibilitas dan utilitas), lingkungan rumah, kesempatan untuk memperoleh nformasi dan belajar keterampilan baru, berpartisipasi, dan kesempatan untuk rekreasi atau memiliki waktu luang, lingkungan fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim), serta tranportasi. 2.2 PROLANIS 2.2.1 Pengertian PROLANIS PROLANIS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif



yang



dilaksanakan



secara



terintegratif



yang melibatkan peserta,



Fasilitas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS, 2015) 2.2.2. Tujuan PROLANIS Mendorong peserta penyandang penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe II dan Hipertensi sesuai Panduan



Klinis



terkait



sehingga



mencegah timbulnya komplikasi penyakit(BPJS, 2015) 2.2.3 Sasaran PROLANIS 12



Sasaran



dari



Pronalis



sendiri



merupakan



seluruh



peserta



BPJS



menyandang penyakit kronis (Diabetes Melitus tipe II dan Hipertensi). Dengan penanggung jawab program ini adalah Kantor Cabang BPJS Kesehatan bagian Manajemen Pelayanan Primer (BPJS, 2015) 2.3.4 Bentuk Kegiatan Pelaksanaan PROLANIS Aktifitas PROLANIS dilaksanakaan dengan mencakup 5 metode, yaitu : 1) Konsultasi Medis Dilakukan dengan cara konsultasi medis antara peserta PROLANIS dengan tim medis, jadwal konsultasi disepakati bersama antara peserta dengan Faskes Pengelola. 2) Edukasi Kelompok Peserta PROLANIS Edukasi klub Resiko Tinggi (Klub PROLANIS) adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta PROLANIS. Sasaran dari metodi ini yaitu, terbentuknya kelompok peserta (Klub) PROLANIS minimal 1 Faskes Pengelola 1 Klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan peserta dan kebutuhan edukasi (BPJS, 2015) 3) Reminder melalui SMS Gateway Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui peringatan jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut. Sasaran dari hal ini adalah tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing Faskes Pengelola. 4) Home Visit



13



Home visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan kerumah peserta PROLANIS untuk pemberian informasi / edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta PROLANIS dan keluarga. Sasaran peserta PROLANIS dengan kriteria (BPJS, 2015): a. Peserta baru terdaftar b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter praktek perorangan/Klinik/ Puskesmas selama 3 bulan berturut – turut c. \Peserta dengan GDP/GDPP dibawah standar 3 bulan berturut- turut d. Peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut -turut e. Peserta pasca opname. f. Pemantauan status kesehatan (Skrinning kesehatan) Mengontrol



riwayar



pemeriksaan kesehatan untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi atau penyakit berlanjut. 2.3.5 Langkah-langkah Pelaksanaan Menurut



BPJS (2015), Berikut



Tahap- tahap



Persiapan Pelaksanaan



PROLANIS : 1.) Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan : a. Hasil skrinning riwayat kesehatan b. Hasil diagnosa DM dan HT (pada Faskes tingkat pertama maupun RS) 2.) Menentukan target sasaran 3.)



Melakukan pemetaan Faskes dokter keluarga/ Puskesmas distribusi berdasarkan distribusi target sasaran peserta,



4.) Menyelenggarakan sosialisasi PROLANIS kepada Faskes pengelola



14



5.) Melakukan pemetaan jejaring Faskes pengelola (Apotek, Laboratorium), 6.) Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta PROLANIS, 7.) Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta (Instansi, pertemuan kelompok pasien kronis di RS, dan lain lain), 8.) Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus tipe II dan Hipertensi untuk bergabung dalam PROLANIS, 9.)



Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan yang diberikan oleh calon peserta PROLANIS,



10.) Mendistribusikan



buku



pemantauan



kesehatan



kepada



peserta



terdaftar PROLANIS, 11.) Melakukan Rekapitulasi daftar peserta, 12.) Melakukan entri data peserta dan pemberian flag bagi peserta PROLANIS, 13.) Melakukan distribusi data peserta PROLANIS sesuai Faskes pengelola, 14.) Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT, HbA1C. Bagi peserta



yang belum



dilakukan



pemeriksaan, harus segera dilakukan



pemeriksaan, 15.) Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per Faskes pengelola (Data merupakan iuran aplikasi P – Care),



15



16.) Melakukan monitoring aktifitas PROLANIS pada masing - masing Faskes Pengelola : a. Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes pengelola, b.Menganalisa data. 17.) Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS, dan 18.) Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional / Kantor Pusat. 2.3 Diabetes Mellitus (DM) 2.3.1 Pengertian Diabetes Mellitus Menurut American Diabetes Association (2010) Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada Diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Perubahan dalam diagnosis dan klasifikasi yang pernah tercetus pada tahun 1965 oleh WHO telah terjadi pada tahun 1980 dan kemudian diperbaharui pada tahun 1985 dan 1994 (Soegondo et al., 2009). Sumber lain dari Almatsier (2005) menyebutkan DM adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali, sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup atau memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Penyakit kencing manis (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah



secara terus menerus (kronis) akibat



kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif (Sutanto, 2010).



16



Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan adanya peningkatan kadar gula darah yang dapat terjadi akibat dari faktor keturunan. Penyakit ini merupakan penyakit yang bersifat kronik, yang dapat muncul dan berkembang secara lambat namun pasti. Disertai adanya komplikasi hampir di seluruh organ tubuh, yaitu gangguan pada mata (retinopati), ginjal, jantung, otak, infeksi yang sukar diobati sampai terjadinya pembusukan pada jaringan tubuh sehingga dapat dilakukan penanganan dengan cara di operasi atau tidak jarang dilakukan amputasi pada jaringan tubuh tersebut (Darmono et al., 2007).



2.3.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat (Soewondo, 2007). Pankreas, yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah (Sutanto, 2010). Bila tingkat serum insulin mendekati atau mencapai nol, atau terjadi defisiensi insulin, berarti glukosa akan tetap berada di dalam darah (hiperglikemi). Ketika kadar glukosa tersebut mencapai dua kali dari normal, lama kelamaan ginjal tidak lagi dapat mengabsorbsi semua glukosa yang ada, sehingga di dalam urine akan terdapat glukosa (Sudoyo et al., 2006). Menurut Misnadiarly (2006) dalam 17



Fatmawati (2010), pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri atas karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme. Obesitas dapat menjadi faktor predisposisi DM tipe 2. Hal tersebut terjadi karena peningkatan adipose menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dan produk asam lemak lainnya, kemudian menyebabkan peningkatan produk biologis (asam lemak bebas yang tak tersesterifikasi, retinol binding reseptor 4,TNFα,adiponectin) yang memodulasi sensitivitas insulin. Sehingga akhirnya terjadi gangguan masuknya glukosa kedalam otot, pengambilan glukosa hati meningkat dan fungsi sel beta terganggu (Aditya & Pemayun, 2014). 2.3.3 Diagnosa Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosaria saja. Dalam menentukan diagnosis Diabetes Mellitus harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena (Soegondo et al., 2009)



18



Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda Diabetes Mellitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Soegondo et al., 2009). Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliura, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah. kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM . Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes



Mellitus, hasil



pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan lebih dari 200 mg/dl (Sudoyo et al., 2006). Diabetes mellitus dapat didiagnosa berdasarkan pemeriksaan kriteria A1C dan kriteria plasma glukosa, yaitu glukosa plasma puasa, glukosa plasma sewaktu



19



dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Semua tes tersebut dapat digunakan untuk penyaringan dan diagnosa DM. A1C memiliki beberapa keuntungan dibandingkan pemeriksaan plasma glukosa, yaitu kadar glukosa darah tidak dipengaruhi oleh diet (tidak perlu puasa) dan mencerminkan glukosa darah 1-2 bulan sebelum pemeriksaan. Tapi penggunaan A1C masih memiliki kendala di antaranya harga yang mahal dan masih terbatasnya pemeriksaan pada daerah-daerah di negara berkembang (American Diabetes Association, 2015). 2.3.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok Diabetes dapat dibagi lagi atas kelompok kecil. Pada satu kelompok besar Diabetes tipe 1, terdapat hubungan dengan HLA tertentu pada kromosom 6 dan beberapa otoimunitas serologic dan cell- mediated. Infeksi virus pada atau dekat sebelum onset juga disebut-sebut berhubungan dengan patogenesis Diabetes (Perkeni, 2011). Kelompok besar lainnya (Diabetes tipe 2) tidak mempunyai hubungan dengan HLA, virus atau otoimunitas dan biasanya mempunyai sel beta yang masih berfungsi, sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada insulin seusia hidup (Soegondo, 2007). 1.



DM Tipe 1 insulin dependent DM(IDDM) Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel β pakreas. Dahulu, DM tipe 1



disebut juga Diabetes onset-anak (atau onset-remaja) dan Diabetes rentanketosis (karena sering menimbulkan ketosis). Onset DM tipe 1 biasanya terjadi sebelum usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian karena orang dewasa dan lansia yang kurus juga dapat mengalami Diabetes jenis ini). Sekresi insulin mengalami defisiensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali). Dengan



20



demikian, tanpa pengobatan dengan insulin (pengawasan dilakukan melalui pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi diet), pasien biasanya akan mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis diabetik (Arisman, 2011). Gejala biasanya muncul secara mendadak, berat dan perjalanannya sangat progresif; jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosa ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah. Hasil tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140 mg/dL (Arisman, 2011). Pada DM tipe 1 ini, terjadi perusakan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Ini bisa terjadi akibat turunan (genetic) maupun reaksi alergi. Sebagai konsekwensi keadaan ini, insulin harus disuplai dari luar tubuh. Kebanyakan penderita DM tipe 1 sudah terdiagnosa sejak usia muda. Umumnya pada saat mereka belum mencapai usia 30 tahun. Karenanya sering juga DM ini disebut dengan Diabetes yang bermula pada usia muda (juvenile-onset Diabetes ) (Sudoyo et al., 2006). 2.



DM Tipe 2. Non-insulin dependent DM (NIDDM) DM tipe 2 adalah DM yang tidak tergantung dengan insulin. DM ini terjadi



karena pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadi kelebihan gula dalam darah DM tipe 2 dapat terjadi pada usia pertengahan dan kebanyakan penderita memiliki kelebihan berat badan (Smeltzer, 2010). Diabetes Mellitus jenis ini disebut juga Diabetes onset-matur (atau onsetdewasa) dan DM resistan-ketosis (istilah NIDDM sebenarnya tidak tepat karena 25% Diabetes , pada kenyataannya, harus diobati dengan insulin; bedanya mereka tidak



21



memerlukan insulin sepanjang usia). DM tipe 2 merupakan penyakit familier yang mewakili kurang-lebih 85% kasus DM di negara maju, dengan prevalensi sangat tinggi (35% orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Arisman, 2011). DM tipe 2 mempunyai onset pada usia pertengahan (40-an tahun), atau lebih tua, dan cenderung tidak berkembang kearah ketosis. Kebanyakan penderita memiliki berat badan yang lebih. Atas dasar ini pula, penyandang DM jenis ini dikelompokkan menjadi dua: (1) kelompok obes dan (2) kelompok non-obes. Kemungkinan untuk menderita DM tipe 2 akan berlipat ganda jika berat badan bertambah sebanyak 20% di atas berat badan ideal dan usia bertambah 10 tahun atau di atas 40 tahun (Arisman, 2011). Gejala muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan (kadang-kadang bahkan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun) serta progresivitas gejala berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi pada kasus-kasus berat. Namun, ketoasidosis jarang sekali muncul, kecuali pada kasus yang disertai stress atau infeksi. Kadar insulin menurun atau bahkan tinggi, atau mungkin juga insulin bekerja tidak efektif (Arisman, 2011). Perbedaannya adalah Diabetes Mellitus tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor di bawah ini banyak berperan adalah obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan, faktor keturunan (herediter) (Bustan, 2007).



22



3. DM Tipe Lain Ada beberapa tipe Diabetes yang lain seperti efek genetik fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetic lain yang berkaitan dengan DM (Tjokroprawiro, 2006). Diabetes



jenis ini dahulu kerap



disebut Diabetes sekunder, atau DM tipe lain. Etiologi Diabetes meliputi: (a)



penyakit



pada



pankreas



jenis ini,



yang merusak sel β, seperti



hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; (b) sindrom hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti akromegali, feokromositoma dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang menggangu sekresi insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin (estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic. 4. DM Gestasional (Kehamilan) DM gestasional adalah Diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% daripada seluruh Diabetes Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar (Mardiati, 2000). Diabetes Mellitus kehamilan didefenisikan sebagai setiap intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa memandang derajat intoleransi serta tidak memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang terdiagnosa ketika hamil



23



(sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang sebelumnya diketahui telah mengidap DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini (Arisman, 2011). 2.3.4 Hemoglobin A1c (HbA1c) Hemoglobin A1c atau HbA1c adalah komponen minor dari hemoglobin yang berikatan dengan glukosa. HbA1c disebut sebagai glikosilasi atau hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin. Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen yang memberikan warna merah pada sel darah merah dan juga merupakan protein dominan dalam sel darah merah (Que et al., 2013) Hemoglobin A1c adalah glukosa stabil yang terikat pada gugus N-terminal pada rantai HbA0, membentuk suatu modifikasi post translasi sehingga glukosa bersatu dengan kelompok amino bebas pada residu valin N-terminal rantai β hemoglobin. Schiff base yang dihasilkan bersifat tidak stabil, kemudian melalui suatu penyusunan ulang yang ireversibel membentuk suatu ketoamin yang stabil. Glikasi dapat terjadi pada residu lisin tertentu dari hemoglobin rantai α dan β, glikohemoglobin total atau total hemoglobin terglikasi yang dapat diukur, dikenal dengan HbA1c (Azam et al., 2016). Glikasi hemoglobin tidak dikatalisis oleh enzim, tetapi melalui reaksi kimia akibat paparan glukosa yang beredar dalam darah pada sel eritrosit. Laju sintesis HbA1c merupakan fungsi konsentrasi glukosa yang terikat pada eritrosit selama pemaparan. Konsentrasi HbA1c tergantung pada konsentrasi glukosa darah dan usia eritrosit, beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi HbA1c dan rata-rata kadar glukosa darah (Azam et al., 2016). Kadar HbA1c normal adalah 3,5%-5%. Kadar rata-rata glukosa darah 30 hari



24



sebelumnya merupakan kontributor utama HbA1c. Kontribusi bulanan rata-rata glukosa darah terhadap HbA1c adalah: 50% dari 30 hari terakhir, 25% dari 30-60 hari sebelumnya dan 25% dari 60-120 hari sebelumnya. Hubungan langsung antara HbA1c dan rata-rata glukosa darah terjadi karena eritrosit terus menerus terglikasi selama 120 hari masa hidupnya dan laju pembentukan glikohemoglobin setara dengan konsentrasi glukosa darah, oleh sebab itu pengukuran HbA1c penting untuk kontrol jangka panjang status glikemi pada pasien diabetes (Fatimah, 2015). Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik . Sementara itu, pemeriksaan kriteria plasma glukosa dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu (Perkeni, 2011; PERKENI, 2015): 1.



Jika terdapat keluhan klasik, maka penegakkan diagnosa sudah cukup dengan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL.



2.



Pada pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL disertai keluhan klasik.



3.



Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Pemeriksaan ini lebih spesifik dan sensitif dibanding glukosa plasma puasa dengan pemberian beban 75 gram glukosa. Akan tetapi, TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan jarang digunakan dalam praktik karena membutuhkan persiapan khusus. Pemeriksaan HbA1c merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek



perubahan terapi 8- 12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang sangat tinggi (>10%). Pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi disertai kendali glikemik yang stabil HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1



25



tahun (PERKENI, 2015).



2.4 Kerangka Teoritis Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat digambarkan kerangka teorits sebagai berikut : Program PROLANIS Penyakit Kronis Diabetes



2.



1. Konsultasi medis Edukasi klub PROLANIS 3. Home Visit 4. Skrining Kesehatan



Kadar Gula darah 1. PP 2. 2PP 3. Hba1c



Kualitas Hidup Pasien DM



Gambar 2.1 Kerangka Teoritis



26



BAB III KERANGKA KONSEP



3.1.



Kerangka Konsep Berdasarkan teori yang telah disampaikan tentang damapk program



PROLANIS terhadap kualitas hidup pasien DM . Maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut. Variabel Independen



Variabel Intervening



Variabel Dependen



Program PROLANIS 1. Konsultasi medis 2. Edukasi klub PROLANIS 3. Senam Non PROLANIS 1. Konsultasi medis 2. Rujukan



Kadar Gula darah 1. PP 2. 2PP 3. Hba1c



Kualitas Hidup penderita DM



Perilaku 1. Merokok 2. Olahraga 3. Pola makan



Variabel Confounding Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2.



Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas maka hipotesis yang dapat dirumuskan



sebagai berikut



27



1.



: Ha: Ada pengaruh program PROLANIS terhadap peningkatan kualitas hidup penderita DM pada kelompok intervensi (ikut program PROLANIS) di bandingkan dengan kelompok kontrol.



2.



: Ha: Ada pengaruh program PROLANIS terhadap kadar gula darah dan HbA1c pada kelompok intervensi (ikut program PROLANIS) di bandingkan dengan kelompok kontrol..



3.



: Ha: Ada pengaruh program PROLANIS terhadap perubahan perilaku merokok, aktivitas fisik dan pola makan pada kelompok intervensi (ikut program PROLANIS) di bandingkan dengan kelompok kontrol..



3.3. Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Independen Variabel bebas (independent) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah program PROLANIS. 3.3.2 Variabel Dependen Variabel terikat (dependent) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah kualitas hidup. 3.3.3 Variabel Intervening Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variabel ini merupakan variabel penyela antara variabel independen dengan variabel 28



dependen,



sehingga



variabel



independen



tidak



langsung



mempengaruhi



berubahnya atau timbulnya variabel dependen. Variabel intervering dalam penelitian ini adalah kadar gula darah PP, 2PP dan HbA1c. 3.3.4 Variable Confounding Variable Perancu (Confounding variable) adalah jenis variabel yang berhubungan (asosiasi) dengan variabel bebas dan berhubungan dengan variabel tergantung tetapi bukan merupakan variabel antara. Variabel counfonding dalam penelitian ini adalah aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur



3.4. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional N Variabel Defisini o Operasional Variabel Dependen



Cara Ukur



Alat ukur



Hasil Ukur



Skala Umur Ordinal



1



Kualitas hidup



Persepsi atau Wawancara pandangan subjektif penderita Diabetes Mellitus terhadap kepuasan dan dampak yang dirasakan, baik terhadap kemampuan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Variabel Dependen



DQOL a. Tinggi (Diabetes jika skor Quality of 70Life) dari 100% Burroughs b. Rendah et al. jika < (2004) 70%



1



Program PROLANIS



Kartu rekam medis



Peran serta Observasi penderita DM dalam mengikuti program PROLANIS meliputi Konsultasi medis. Edukasi klub PROLANIS, Home Visit, Skrining Kesehatan



a. Ikut Ordinal program PROLANI S b. Tidak ikut program PROLANI S



29



Tabel 3.1 Definisi Operasional (lanjutan) N Variabel Defisini Cara Ukur o Operasional Variabel intervening 2 Gula Kadar gula darah Pemeriksaan darah yang diukur saat laboratorium puasa puasa 3



4



Gula Kadar gula darah Pemeriksaan darah 2 yang diukur 2 jam laboratorium jam setelah puasa setelah puasa HbA1c Pemeriksaan Kadar Hemoglobin A1c laboratorium



Alat ukur



Hasil Ukur



Skala Umur



Tes gula a. Normal Ordinal darah 70-120 b. Tinggi > 120 Tes gula a. Normal Ordinal darah < 140 b. Tinggi ≥ 140 Pemeriksa an HbA1c



a. Baik < 6,5%



b. Sedang



yang terdapat dalam darah



6,5-8%



c. Buruk > 8%



Variabel Confounding 2



3



4



3.5.



Merokok



Aktivitas Wawancara menghisap tembakau yang dilakukan oleh responden Aktivitas Setiap gerakan Wawancara fisik tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi Konsumsi Proporsi konsumsi Wawancara buah dan buah dan sayur sayur



Kuesioner d. Merokok Ordinal e. Tidak merokok



Kuesioner a. Cukup b. Kurang



Ordinal



Kuesioner



Ordinal



a. Cukup b. Kurang



Instrument Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan



oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan menggunakan 30



instrumen Diabetes Quality of Life (DQOL) untuk mengukur status kualitas hidup pasien Diabetes Mellitus yang telah dilakukan validitas oleh Burroughs et al. (2004) yang terdiri dari 15 pertanyaan.



31



BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental design, dengan rancangan pretest-postest group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh program PROLANIS terhadap kualitas hidup penderita Diabetes Mellitus.



4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan di lakukan di Puskesmas Kopelma Darusalam Kota Banda Aceh. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2019 sampai dengan November 2019. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Mellitus dalam wilayah Kerja Puskesmas Kopelma. 4.3.2 Sampel Besar sampel yang akan dimasukkan dalam penelitian ini didistribusikan menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi adalah kelompok responden yang mengikuti program PROLANIS. Kelompok kontrol adalah kelompok responden yang tidak mengikuti program PROLANIS. Menurut Central Limit Theory dalam Goma (2012), sampel penelitian disebut sampel besar yang akan menghasilkan atau mendekati distribusi normal jika jumlah sampel ≥ 30. Untuk menghasilkan data yang mendekati distribusi normal maka dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 54 orang yang terdiri dari: 32



1.



Sampel kelompok intervensi (intervensi) yaitu penderita diabetes yang ikut serta dalam program PROLANIS sebanyak 27 orang.



2.



Sampel kelompok kontrol yaitu penderita diabetes yang tidak ikut program PROLANIS sebanyak 27 orang.



4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer Data primer merupakan sumber-sumber yang terdiri dari bukti-bukti atau saksi utama dari kejadian (fenomena) objek yang diteliti dengan gejala yang terjadi di lapangan (Sudigdo, 2011). Data primer diambil melalui observasi dan wawancara langsung



kepada



responden



dengan



menggunakan



kuesioner.



Tahapan



pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan data pasien PROLANIS sebanyak 30 peserta tanggal 04 Februari 2019 s/d 28 Februaria 2019. 2. Pengambilan pasien DM non PROLANIS dilakukan secara acak dilakukan pada tanggal 04/02/2019 s/d 20/02/2019 berdasarkan data pasien rujukan dari Puskesmas ke rumah sakit. 3. Kegiatan PROLANIS senam diadakan 4 kali dalam sebulan setiap hari jumat. 4. Edukasi pada kelompok PROLANIS diadakan setiap hari jumat minggu pertama di Puskesmas Kopelma. 5. Pemeriksaan laboratorium Pre Test melputi gula darah puasa (PP), gula darah 2 jam setelah puasa (2PP) dan HbA1c dilakukan pada tanggal 01/7/2019 s/d 08/07/2019 di laboratorium PRODIA.



33



6. Kuesioner kualitas hidup pres test di edarkan setelah dilakukan setelah pemeriksaan laboratorium. 7. Pemeriksaan laboratorium post Test melputi gula darah puasa (PP), gula darah 2 jam setelah puasa (2PP) dan HbA1c dilakukan pada tanggal 01/11/2019 s/d 08/11/2019 di laboratorium RISET. 8. Kuesioner kualitas hidup post tes di edarkan setelah pemeriksaan Laboratorium. 4.4.2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang dikaitkan dengan dokumen langsung yang menjelaskan tentang suatu gejala (Sumantri, 2011). Data sekunder diperoleh dari data sosio demografi responden. 4.5 Rancangan Analisa Data 4.5.1 Validitas Analisis Univariat Analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan semua variabel yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga akan tergambar fenomena-fenomena yang berhubungan dengan variabel yang diteliti. 4.5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis hasil dari variabel dependen yang diduga berhubungan dengan variabel independen. Analisa statistik dilakukan secara komputerisasi dengan bantuan program stata 12.0 dan menggunakan uji independen sample t-test. Dengan dua kali pengulangan. Adapun ketentuan yang dipakai pada uji statistik independen t-test adalah: 1. Menggunakan nilai signifikan / P-Value a. Jika nilai signifikan / P-Value > 0,05, maka Ho diterima 34



b. Jika nilai signifikan / P-Value < 0,05, maka Ho ditolak. 2. Menggunakan perbandingan antara t hitung dengan t tabel Nilai t tabel didapat dari α (taraf nyata / tingkat signifikan) dengan derjat bebas/ degree of freedom (df). 1. Jika T hitung > T tabel, maka Ho ditolak 2. Jika T hitung < T tabel, maka Ho diterima Dalam penelitian ini dilakukan analisis bivariat uji beda ( komparatif). Uji beda dilakukan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup antara kelompok intervensi dan kontrol. Uji beda untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup kelompok kontrol serta kelompok intervensi dilakukan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan apabila data terdistribusi normal (p>0,05). Apabila tidak normal, data ditransformasi terlebih dahulu. Apabila masih tidak normal, maka dilakukan uji non parametriknya yaitu uji Mann-Whitney.



4.6 Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian kepada Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh untuk mendapatkan persetujuan, setelah disetujui kemudian kuesioner diberikan kepada responden dengan menekankan masalah etika yang meliputi (Hidayat, 2007): 1.



Lembar persetujuan (Inform consent) Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti



dan memenuhi kriteria inklusi. Tujuannya agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia menjadi responden, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan menjadi 35



responden. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. 2.



Tanpa nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama



responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode pengganti nama responden. 3.



Kerahasiaan (Confidentiality) Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, dan hanya kelompok



data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.



36



BAB V HASIL PENELITIAN



5.1 Gambaran Umum Secara geografis puskesmas Kopelma Darusalam terletak di dusun sederhana Desa Kopelma Darussalam Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, yang mempunyai jarak 8 km dari pusat Kota dan berbatasan dengan: 1. Sebelah Barat Berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Jeulingke Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. 2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar 3. Sebelah Utara Berbatasan dengan Selat Malaka 4. Sebelah Selatan Berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Ulee Kareng Kota Banda Aceh Puskesmas Kopelma mempunyai luas bangunan 150m2 dengan luas tanah 2558 m2. Wilayah kerja puskesmas Kopelma



Darusalam seluas 7376km2 yang



meliputi 5 desa dan 23 dusun. Jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Kopelma adalah 19.926 jiwa terdiri dari laki-laki 10.069 jiwa, wanita 9.857 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 5.900.



26



1. Karakteristik Responden Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Pendidikan pada kelommpok PROLANIS dan Non PROLANIS n=54 No 1



2



Variabel Jenis Kelamin



PROLANIS n %



Non PROLANIS n %



Laki-laki



14



53,9



12



46,1



Perempuan Umur 40-60 tahun 61-71 tahun



13



46,4



15



53,6



20 7



51,3 46,7



19 8



48,7 53,3



16 6 5



53,3 35,3 71,4



14 11 2



46,7 64,7 28,6



9 10 8



40,9 71,4 44,4



13 4 10



59,1 28,6 55,6



3



Pendidikan



4



Tinggi Menengah Dasar Lama menderita 1-5 tahun 6-10 tahun > 10 tahun



Sumber data primer (2019)



Tabel di atas menunjukkan jenis kelamin pada laki-laki pada kelompok PROLANIS 53,9%, pada kelompok non PROLANIS 46,1% dan jenis kelamin perempuan pada kelompok PROLANIS 46,4%, pada kelompok non PROLANIS 53,6%. Responden umur 40-60 tahun pada kelompok PROLANIS 51,3% dan non PROLANIS 48,7%. Pendidikan tinggi pada responden kelompok PROLANIS 53,3% dan non PROLANIS 46,7%. Responden yang menderita diabetes 1-5 tahun pada kelompok PROLANIS 40,9%, pada kelompok non PROLANIS 59,1%, responden yang menderita diabetes 6-10 tahun pada kelompok PROLANIS 71,4%, pada kelompok non PROLANIS 28,6%, responden yang menderita diabetes > 10 tahun pada kelompok PROLANIS 44,4% dan non PROLANIS 55,6%.



27



5.2 Hasil Penelitian 5.2.1 Analisa Univariat 1. Varibel Confounding dan Intervening Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Aktivitas fisik, Merokok, Konsumsi Buah dan Sayur, Kadar Gula Puasa (PP) , Kadar Gula 2 Jam Setelah Puasa (2PP) dan Kadar HbA1c (AIC) pada kelommpok PROLANIS dan Non PROLANIS n=54 No 1



2



3



4



5



6



Variabel Aktivitas fisik



PROLANIS n %



Non PROLANIS n %



Teratur Tidak teratur Merokok Tidak merokok Merokok Konsumsi buah dan sayur



8 19



61,5 46,3



5 22



38,5 53,7



25 2



52,0 33,3



23 4



47,9 66,7



Cukup Tidak cukup Kadar gula puasa Normal 70-120 Tinggi > 120 Kadar gula 2 jam puasa Normal < 140 Tinggi ≥ 140 HbA1c (AIC) Baik < 6,5% Sedang 6,5-8% Buruk > 8%



10 17



66,7 34,6



5 22



33,3 56,4



6 21



66,7 46,7



3 24



33,3 53,3



5 22



71,4 46,8



2 25



28,6 53,2



7 9 11



63,6 50 44,0



4 9 14



36,4 50 56,0



Sumber data primer (2019) Hasil penelitian pada Tabel di atas menunjukkan aktivitas fisik tidak teratur pada kelompok PROLANIS (46,3%) dan pada kelompok non PROLANIS (53,7%). Perilaku merokok pada kelompok PROLANIS (33,3%) dan pada kelompk non PROLANIS (66,7%). Konsumsi buah dan sayur tidak cukup pada kelompok PROLANIS (34,6%) dan pada kelompok non PROLANIS. Kadar gula darah puasa tinggi pada kelompok PROLANIS (46,7%) dan pada kelompok non PROLANIS (53,3%). Kadar gula darah 2 jam setelah puasa tinggi



28



pada kelompok PROLANIS (46,8%) dan pada kelompok non PROLANIS (53,2%). Kadar HbA1c buruk pada kelompok PROLANIS (44,0%) dan pada kelompok non PROLANIS (56%)



3. Kualitas Hidup Pre Test Tabel 5.3 Jawaban Responden Kualitas Hidup (Pre Test pada kelommpok PROLANIS dan Non PROLANIS n=54 N o 1 2



3



4 5



6



7



8 9



Pernyataan



Sangat Cukup Puas Puas Kepuasan dengan pengobatan 3 15 diabetes anda saat ini (5,6%) (27,8%) kepuasan dengan lamanya waktu 4 23 yang dibutuhkan untuk perawatan (7,4%) (42,6%) diabetes anda Kepuasan dengan waktu yang anda 1 10 habiskan untuk mencapai kadar gula (1,9%) (18,5%) yang normal Puas dengan waktu yang anda 2 9 gunakan untuk berolahraga (3,7%) (16,7%) Puas dengan beban yang harus 1 4 dialami keluarga anda karena anda (1,9%) (7,4%) menderita diabetes Puas dengan waktu yang dihabiskan 1 3 untuk kontrol pemeriksaan diabetes (1,9%) (5,6%) anda Puas dengan waktu yang dibutuhkan 2 3 untuk mencapai kadar gula darah (3,7%) (5,6%) yang normal Puas dengan pengetahuan anda 0 7 tentang diabetes (13%) Puas dengan kehidupan suami istri 1 5 1,9%) (9,3%) Selalu Sering



10 Sering memakan makanan yang tidak boleh dimakan 11 Sering khawatir tentang kemungkinan akan kehilangan pekerjaan karena menderita diabetes 12 Sering mengalami tidur malam yang tidak nyenyak karena diabetes 13 Sering merasa diabetes membatasi karir/pekerjaan anda 14 Sering merasa sakit secara fisik 15 Sering merasa pingsan



akan



Jawaban Biasa Kurang Tidak saja puas puas 22 14 0 (40,7%) (25,9%) 14 12 1 (25,9%) (22,2%) (1,9) 13 (24,1)



15 23 5 (27,8%) (42,6%) (9,3%) 23 25 1 (42,6%) (46,3%) (1,9%) 22 (40,%)



15 (27,8%) 16 (29,6%) 18 (33,3%) 18 (33,3%)



23 5 (42,6%) (9,3%)



29 18 2 (53,7%) (33,3%) (3,7%)



23 (42,6%) 17 (31,5%) Kadangkadang 7 19 19 (13%) (35,2%) (35,2%) 3 13 33 (5,6%) (24,1%) (61,1%)



3 95,6%) 7 (13%) 9 (16,7%) mengalami 4 (7,4%)



26 4 (48,1%) (7,4%)



29 (53,7%) 26 (48,1%) 17 (31,5%) 22 (40,7%)



19 (35,2%) 29 (53,7%) Sangat jarang 9 (16,7%) 2 (3,7%)



5 (9,3%) 2 (3,7%) Tidak pernah



2 (3,7%) 3 (5,6%) 7 (13%) 5 (9,3%)



5 (9,3%) 2 (3,7%) 3 (5,6%) 5 (9,3%)



3 (5,6%)



29



Hasil jawaban responden pada tabel di atas diketahui kualitas hidup penderita diabetes pada pre test (25,9%) kurang puas terhadap pengobatan diabetes, (42,6%) resppnden cukup puas dengan lamanya perawatan diabetes, (48,1%) responden kurang puas dengan waktu yang anda habiskan untuk mencapai kadar gula yang normal, (46,3%) kurang puas dengan beban yang harus dialami keluarga anda karena anda menderita diabetes, (53,7%) kurang puas dengan kehidupan suami istri, (35,2%) sering memakan makanan yang tidak dibolehkan, (61,1%) kadang-kadang khawatir akan kehilangan pekerjaan karena menderita diabetes dan (40,7%) kadang-kadang sering merasa mengalami pingsan. 3. Kualitas Hidup Pre Test Tabel 5.4 Jawaban Responden Kualitas Hidup (Post Test) pada kelommpok PROLANIS dan Non PROLANIS n=54 N o 1 2



3



4 5



6



7



8 9



Jawaban Sangat Cukup Biasa Puas Puas saja Kepuasan dengan pengobatan 5 26 20 diabetes anda saat ini (9,3%) (48,1%) (37%) kepuasan dengan lamanya waktu 3 25 13 yang dibutuhkan untuk perawatan (5,6%) (46,3%) (24,1%) diabetes anda Kepuasan dengan waktu yang anda 2 18 26 habiskan untuk mencapai kadar gula (3,7%) (33,3%) (48,1) yang normal Puas dengan waktu yang anda 2 12 29 gunakan untuk berolahraga (3,7%) (22,2%) (53,7%) Puas dengan beban yang harus 0 12 20 dialami keluarga anda karena anda (0%) (22,2%) (37%) menderita diabetes Puas dengan waktu yang dihabiskan 1 11 27 untuk kontrol pemeriksaan diabetes (1,9%) (20,4%) (50,%) anda Puas dengan waktu yang 0 15 24 dibutuhkan untuk mencapai kadar (0%) (27,8%) (44,4%) gula darah yang normal Puas dengan pengetahuan anda 0 7 23 tentang diabetes (13%) (42,6%) Puas dengan kehidupan suami istri 0 9 32 (16,7%) (59,3%) Pernyataan



Kurang Tidak puas puas 20 3 (37%) (5,6%) 12 1 (22,2%) (1,9) 6 (11,1%)



2 (3,%)



10 1 (18,5%) (1,9%) 21 1 (38,9%) (1,9%) 10 5 (18,5%) (9,3%) 13 2 (24,1%) (3,7%) 19 5 (35,2%) (9,3%) 7 6 (13%) (11,1%)



30



Tabel 5.4 Jawaban Responden Kualitas Hidup (Post Test) pada kelommpok PROLANIS dan Non PROLANIS n=54 (Lanjutan)



N o 10 11



12 13 14 15



Pernyataan Sering memakan makanan yang tidak boleh dimakan Sering khawatir tentang kemungkinan akan kehilangan pekerjaan karena menderita diabetes Sering mengalami tidur malam yang tidak nyenyak karena diabetes Sering merasa diabetes membatasi karir/pekerjaan anda Sering merasa sakit secara fisik Sering merasa pingsan



akan



Jawaban Kadangkadang 7 9 32 (13%) (16,7%) (59,3%) 5 15 24 (9,3%) (27,8%) (44,4%) Selalu



mengalami



Sering



Sangat Tidak jarang pernah 5 1 (9,3%) (1,9%) 8 2 (14,8%) (3,7%)



5 15 24 8 2 (9,3%) (27,8%) (44,4%) (14,8%) (3,7%) 1 15 26 12 0 (1,9%) (27,8%) (48,1%) (22,2%) (0%) 4 12 24 13 1 (7,4%) (22,2%) (44,4%) (24,1%) (1,9%) 1 4 23 11 15 (1,9%) (7,4%) (42,6% (20,4% (27,8 ) ) %)



Sumber data primer (2019)



Hasil jawaban responden pada tabel di atas diketahui kualitas hidup penderita diabetes pada post test atau setelah dilakukan intervensi menunjukkan (48,1%) cukup puas terhadap pengobatan diabetes, (46,3%) resppnden cukup puas dengan lamanya perawatan diabetes, (33,3%) responden cukup puas dengan waktu yang anda habiskan untuk mencapai kadar gula yang normal, (38,9%) kurang puas dengan beban yang harus dialami keluarga anda karena anda menderita diabetes, (59,3%) kehidupan suami istri yang biasa saja (normal), (59,3%) kadang-kadang memakan makanan yang tidak dibolehkan, (44,41%) kadang-kadang khawatir akan kehilangan pekerjaan karena menderita diabetes dan (27,8%) tidak pernah merasa mengalami pingsan.



31



5.2.2 Analisa Bivariat 1. Analisis dependen t-test (Kelompok PROLANIS) Untuk mengetahui dampak dari pelaksanaan program PROLANIS terhadap perubahan kadar gula darah, HbA1c dan kualitas hidup pada kelompok PROLANIS sebelum dan sesudah intervensi dilakukan dengan uji statistik dependen sample ttes, hasil analsis ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 5.5 Perbedaan Kadar Gula Darah Puasa (PP) Pre Test dan Post Tes Kelompok PROLANIS Sebelum dan Sesudah Intervensi Kadar gula darah puasa Waktu Pengukuran Pre test Post tes



(mean ± SD) 162,7 ± 47,95 182,8 ± 62,94



p value 0,089



Sumber data primer (2019) Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa rata-rata kadar gula darah puasa sebelum intervensi 162,7 lebih rendah dibandingkan setelah intervensi 182,8. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan dari program PROLANIS terhadap kadar gula darah puasa (p=0,089) pada kelompok PROLANIS. Tabel 5.6 Perbedaan Kadar Gula Darah Puasa 2 Jam Setelah Puasa (2PP) Pre Test dan Post Tes kelompok PROLANIS sebelum dan Sesudah intervensi Waktu Pengukuran Pre test Post tes



Kadar gula darah puasa 2 jam setelah puasa (2PP) (mean ± SD)



P value



253,5 ± 109,60 182,8 ± 100,40



0,88



Sumber data primer (2019) Hasil penelitian Tabel 5.6 di atas menunjukkan rata-rata kadar gula puasa sebelum perlakukan 253,5 lebih tinggi dibandingkan kadar gula setelah perlakukan 182,8. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan dari program PROLANIS terhadap kadar gula darah dua jam setelah puasa (p=0,88) pada kelompok PROLANIS. 32



Tabel 5.7 Perbedaan Kadar HbA1c Pre Test dan Post Tes kelompok PROLANIS sebelum dan Sesudah intervensi Waktu Pengukuran Pre test Post tes



Kadar HbA1c (mean ± SD) 8,64 ± 2,03 7,54 ± 1,50



P value 0,004



Sumber data primer (2019) Hasil penelitian Tabel 5.7 di atas menunjukkan rata-rata kadar HbA1c sebelum perlakukan 8,64 lebih tinggi dibandingkan kadar gula setelah perlakukan 7,54. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari program PROLANIS terhadap kadar HbA1c (p=0,004) pada kelompok PROLANIS. Tabel 5.8 Perbedaan Kualitas Hidup Pre Test Dan Post Tes Kelompok PROLANIS Sebelum dan Sesudah Intervensi Waktu Pengukuran Pre test Post tes



Kualitas Hidup (mean ± SD) 39,22 ± 9,03 48,55 ± 7,68



P value 0,0001



Sumber data primer (2019) Hasil penelitian Tabel 5.8 di atas menunjukkan rata-rata skor kualitas hidup sebelum perlakukan 39,22 lebih rendah dibandingkan skor kualtas hidup setelah perlakukan 48,55. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari program PROLANIS terhadap kualitas hidup penderita diabetes (p=0,004) pada kelompok PROLANIS. 2. Analsis Independen t-test (Kelompok PROLANIS dan non PROLANIS) Untuk mengetahui perbedaan kadar gula darah, HbA1c dan kualitas hidup pada kelompok PROLANIS dan Kelompok non PROLANIS sebelum dan sesudah 33



intervensi dilakukan dengan uji statistik independen sample t-tes, hasil analsis ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 5.9 Perbedaan Kadar Gula Darah Puasa (PP) pada kelompok PROLANIS dan Kelompok Non PROLANIS Kelompok PROLANIS Non PROLANIS



Kadar Gula Darah Puasa (PP) (mean ± SD) 169,7 ± 56,13 196,1 ± 69,60



P value 0,13



Sumber data primer (2019) Hasil penelitian Tabel 5.9 di atas menunjukkan rata-rata kadar gula darah puasa (PP) pada kelompok PROLANIS 169,7 lebih rendah dibandingkan kelompok non PROLANIS 196,1. Hasil ujis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kadar gula darah puasa (PP) pada kelompok PROLANIS dan kelompok non PROLANIS (p=0,13). Tabel 5.10 Perbedaan kadar gula darah 2 jam setelah puasa pada kelompok PROLANIS dan kelompk kontrol setelah intervensi Kelompok PROLANIS Kontrol



Kadar Gula Darah Puasa 2 Jam Setelah Puasa (2PP) (mean ± SD)



P value



220,37 ± 77,43 287,70 ± 111,55



0,012



Sumber data primer (2019) Hasil penelitian Tabel 5.10 di atas menunjukkan rata-rata kadar gula darah 2 jam setelah puasa (2PP) pada kelompok PROLANIS 220,3 lebih rendah dibandingkan kelompok non PROLANIS 287,7. Secara statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kadar gula darah 2 jam setelah puasa pada kelompok PROLANIS dan kelompok non PROLANIS (p=0,012).



34



Tabel 5.11 Perbedaan Kadar HbA1c pada kelompok PROLANIS dan kelompok Non PROLANIS setelah Intervensi Kelompok PROLANIS Non PROLANIS



Kadar HbA1c (mean ± SD) 7,37 ± 1,24 8,57 ± 2,08



P value 0,016



Sumber data primer (2019) Tabel 5.11 di atas menunjukkan rata-rata HbA1c pada kelompok PROLANIS 7,37 lebih rendah dibandingkan kelompok non PROLANIS 8,57. Secara statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kadar HbA1c pada kelompok PROLANIS dan kelompok non PROLANIS (p=0,016). Tabel 5.12 perbedaan kualitas hidup pada kelompok PROLANIS dan kelompok Non PROLANIS Setelah intervensi Kelompok PROLANIS Non PROLANIS



Kualitas Hidup (mean ± SD) 48,55 ± 7,68 42,22 ± 5,81



P value 0,001



Sumber data primer (2019) Tabel 5.12 di atas menunjukkan rata-rata skor kualitas hidup pada kelompok PROLANIS 48,55 lebih tinggi dibandingkan kelompok non PROLANIS 42,22. Secara statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kualitas hidup



pada kelompok PROLANIS dan kelompok kontrol



(p=0,001).



35



3. Analsis Bivariat Variabel Confounding 1. Hubungan Aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar Gula darah Puasa Tabel 5.13 Hubungan Aktivitas Fisik, Merokok dan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kadar Gula darah Puasa pada kelompok PROLANIS dan kelompok Non PROLANIS No



1



2



3



Variabel



Kadar Gula Puasa Tinggi Normal Total n (%) n (%) n (%)



Aktivitas fisik Teratur 8 (61,5) Tidak teratur 37 (90,3) Merokok Tidak merokok 40 (83,3) Merokok 5 (83,3) Konsumsi Buah dan Sayur Cukup 9 (60,0) Tidak cukup 36 (92,3)



OR (95% CI)



P value



5 (38,5) 4 (9,8)



13 (100) 41 (100)



5,7 (1.26-26.45)



8 (16,7) 1 (16,7)



48 (100) 6 (100)



1 (0.10-9.75)



1.0



6 (40,0) 3 (7,7)



15 (100) 39 (100)



8 (1.67-38.3)



0,009



0,024



Sumber data primer (2019) Hasil analisisis bivariat pada Tabel 5.13 menunjukkan kadar gula darah tinggi pada responden aktivitas fisik tidak teratur (90,3%) lebih tinggi dibandingakan dengan responden aktivitas fisik teratur 61,5%. Secara statistik diperoleh ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa (OR = 5,7; 95% CI : 1.2626.45), (p value = 0,024). Hal ini dapat disimpulkan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik teratur memiliki risiko gula darah puasa tinggi hampir 6 kali dibandingkan dengan responden aktvitas fisik teratur. Hasil analisisis bivariat pada Tabel 5.13 menunjukkan tidak ada hubungan merokok dengan kadar gula darah puasa (OR = 1; 95%CI: 0.10-9.75), (p value = 1). Tabel 5.12 menunjukkan kadar gula darah tinggi pada responden konsumsi buah dan sayur tidak cukup (92,3%) lebih tinggi dibandingakan dengan responden konsumsi buah dan sayur cukup 60%. Secara statistik diperoleh ada hubungan konsumsi buah dan sayur dengan kadar gula darah puasa (OR = 8; 95% CI : 1.67-



36



38.3), (p value = 0,009). Hal ini dapat disimpulkan responden yang tidak cukup mengkonsumsi buah dan sayur memiliki risiko gula darah puasa tinggi 8 kali dibandingkan dengan responden cukup konsumsi buah dan sayur. 2. Hubungan Aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar Gula darah 2 Jam sesudah puasa makan Tabel 5.14 Hubungan Aktivitas Fisik, Merokok dan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kadar Gula darah 2 Jam Setelah Puasa pada Kelompok PROLANIS dan Kelompok Non PROLANIS No



1



2



3



Variabel



Kadar Gula 2 jam setelah Puasa Tinggi Normal Total n (%) n (%) n (%)



Aktivitas fisik Teratur 8 (61,5) Tidak teratur 39 (95,2) Merokok Tidak merokok 43 (89,6) Merokok 4 (66,7) Konsumsi Buah dan Sayur Cukup 10 (66,7) Tidak cukup 37 (94,9)



OR (95% CI)



P value



5 (38,5) 4 (4,8)



13 (100) 41 (100)



12 (1.99-74.2)



0,007



5 (10,4) 2 (33,3)



48 (100) 6 (100)



0,2 (0.03-1.67)



0,13



5 (33,3) 2 (75,1)



15 (100) 39 (100)



9,2 (1.55-54.9)



0,014



Sumber data primer (2019) Hasil analisisis bivariat pada Tabel 5.14 menunjukkan kadar gula darah 2 jam setelah puasan tinggi pada responden aktivitas fisik tidak teratur (95,2%) lebih tinggi dibandingakan dengan responden aktivitas fisik teratur 61,5%. Secara statistik diperoleh ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah 2 jam setelah puasa (OR = 12; 95% CI : 1.99-74.2), (p value = 0,007). Hal ini dapat disimpulkan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik teratur memiliki risiko gula darah 2 jam setelah puasa tinggi 12 kali dibandingkan dengan responden aktvitas fisik teratur. Hasil analisisis bivariat pada Tabel 5.14 menunjukkan tidak ada hubungan merokok dengan kadar gula darah 2 jam setelah puasa (OR = 0,2; 95%CI: 0.031.67), (p value = 0,13). Tabel 5.13 menunjukkan kadar gula darah 2 jam setelah 37



puasa tinggi pada responden konsumsi buah dan sayur tidak cukup (94,9%) lebih tinggi dibandingakan dengan responden konsumsi buah dan sayur cukup 66,7%. Secara statistik diperoleh ada hubungan konsumsi buah dan sayur dengan kadar gula darah 2 jam setelah puasa (OR = 9,2; 95% CI : 1.55-54.9), (p value = 0,014). Hal ini dapat disimpulkan responden yang tidak cukup mengkonsumsi buah dan sayur memiliki risiko gula darah 2 jam setelah puasa tinggi 9 kali dibandingkan dengan responden cukup konsumsi buah dan sayur. 3. Hubungan Aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar HbA1C Tabel 5.14 Hubungan Aktivitas Fisik, Merokok dan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Kadar HbA1c pada Kelompok PROLANIS dan Kelompok Non PROLANIS No



Variabel



Kadar HbA1C Buruk n (%)



1



2



3



Aktivitas fisik Teratur 6 (46,5) Tidak teratur 19 (46,3) Merokok Tidak 23 (47,9) merokok Merokok 2 (33,3) Konsumsi Buah dan Sayur Cukup 2 (13,3) Tidak cukup



Sedang n (%) 2 (15,4) 16 (39,0)



Baik n (%)



OR (95% CI)



5 (34,5) 13 (100) 6(14,7) 41 (100) 3,6 (0.88-14.9)



16 (33,3)



9(18,8)



2 (33,3)



3 (33,3)



4 (26,7)



9 (60,0)



23 (59,0) 14 (35,9)



Total n (%)



2(53,1)



48 (100) 6 (100) 15 (100) 39 (100)



0,4 (0.07-2.92)



P value



0,073



0,412



27,7 (4.78-16.0) 0,0001



Sumber data primer (2019) Hasil analisisis bivariat pada Tabel 5.15 menunjukkan kadar HbA1c buruk pada responden aktivitas fisik tidak teratur (46,3%) lebih rendah dibandingakan dengan responden aktivitas fisik teratur 46,5%. Sedangkan kadar HbA1c baik pada responden aktivitas fisik teratur lebih tinggi (34,5%) dibandingkan responden aktivitas fisik tidak teratur 14,7%. Secara statistik diperoleh tidak ada hubungan 38



aktivitas fisik dengan kadar HbA1c (OR = 3,6; 95% CI : 0.88-14.9), (p value = 0,073). Meskipun tidak berhubungan namun responden yang tidak melakukan aktivitas fisik teratur memiliki risiko kadar HbA1c buruk hampir 4 kali dibandingkan dengan responden aktvitas fisik teratur. Hasil analisisis bivariat pada Tabel 5.15 menunjukkan tidak ada hubungan merokok dengan kadar HbA1c (OR = 0,4; 95%CI; 0.07-2.92), (p value = 0,41). Tabel 5.15 menunjukkan kadar HbA1c buruk pada responden konsumsi buah dan sayur tidak cukup (59%) lebih tinggi dibandingakan dengan responden konsumsi buah dan sayur cukup 13,3%. Secara statistik diperoleh ada hubungan konsumsi buah dan sayur dengan kadar HbA1c (OR = 27,7; 95% CI : 4.78-16.0), (p value = 0,0001). Hal ini dapat disimpulkan responden yang tidak cukup mengkonsumsi buah dan sayur memiliki risiko kadar HbA1c buruk hampir 28 kali dibandingkan dengan responden cukup konsumsi buah dan sayur.



39



BAB VI PEMBAHASAN Implementasi PROLANIS adalah salah satunya program pemerintah bekerja sama dengan BPJS mendorong peserta dengan kronis penyakit untuk mencapai kualitas hidup yang optimal sehingga mencegah komplikasi penyakit (BPJS Kesehatan 2015). Status kesehatan mengacu pada kontrol kadar gula darah dan faktor risiko komplikasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada akorelasi negatif yang kuat antara implementasi PROLANIS dan puasa gula darah pada pasien dengan diabetes tipe 2 mellitus yang artinya dengan maksimal implementasi PROLANIS semakin terkontrol kadar gula darah puasa diabetes tipe 2 pasien dan akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup. 6.1 Pengaruh Program PROLANIS Terhadap Kualitas Hidup Penderita Diabetes Hasil penelitian pada kelompok PROLANIS me unjukkan rata-rata skor kualitas hidup sebelum perlakukan 39,22 lebih rendah dibandingkan skor kualtas hidup setelah perlakukan 48,55. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari program PROLANIS terhadap kualitas hidup penderita diabetes (p=0,004) pada kelompok PROLANIS. Begitu juga jika dibandingkan dengan hasill perbandingan dengan kelompok non PROLANIS menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kualitas hidup



pada kelompok PROLANIS dan



kelompok kontrol (p=0,001) dimana skor kualitas hidup kelompok PROLANIS .48,5 lebih tinggi dari kelompok non prlolanis 42,2. Dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa program PROLANIS dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes, penelitian ini sejalan dengan Wattana et al. (2007) dalam penelitinnya menemukan bahwa kelompok eksperimen 40



menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kadar hemoglobin A1c dan risiko PJK, dengan peningkatan kualitas hidup (QOL) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian Aghamolaei et al. (2005)menyebutkan bahwa program edukasi kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan pasien diabetes. Kadar gula pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, salah satu aspek kualitas hidup adalah adanya gangguan tidur, sebagaimana yang dikemukkan oleh Surani et al. (2015) juga memberikan efek negatif pada kualitas tidur pasien. Gangguan kualitas tidur mengganggu kontrol glikemik yang memadai dianggap sebagai batu sudut dalam manajemen DM dan juga menyebabkan banyak efek buruk yang menyebabkan dampak mendalam pada kualitas hidup terkait kesehatan Dalam program PROLANIS salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kestabilan gula darah adalah dengan memberikan edukasi mengenai penyakit diabetes,hal ini terbukti dapat meningkatkn kulits hidup psei dibetes pada kelompok PROLANIS, hasil ini didukung oleh oleh penelitian Jahromi et al. (2015) dengan melakukan pengamtn selama 2 dan 3 bulan setelah setelah intervensi, skor QOL memiliki perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Dengan kata lain, sesi pelatihan meningkatkan skor kualitas hidup pada kelompok intervensi (P 200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan pemilihan obat oral hiperglikemik dan insulin serta modifikasi gaya hidup seperti diet , dan olahraga teratur untuk menghindari komplikasi seperti ketoasidosis diabetik, koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis, penyakit jantung koroner,gagal jantung kongetif, stroke, nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan ulkus diabetikum (Fatimah, 2015). Kontrol DM yang buruk dapat mengakibatkan hiperglikemia dalam jangka panjang, yang menjadi pemicu beberapa komplikasi yang serius baik makrovaskular maupun mikrovaskular seperti penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, gagal ginjal, kerusakan saraf dan kebutaan. Banyaknya komplikasi yang mengiringi



43



penyakit DM telah memberikan kontribusi terjadinya perubahan fisik, psikologis maupun sosial (Anderson & Bloom, 2001). PERKENI (2015)menyatakan bahwa pemeriksaan kadar gula darah bertujuan untuk mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, sehingga dapat segera ditangani untuk menurunkan risiko komplikasi dari DM. Menurut Kurniawan (2010) bahwa setiap penderita DM tipe 2 sangat dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid yang normal dan menangani komplikasi akut serta meningkatkan kesehatan secara keseluruhan 6.2.2 Hubungan Program PROLANIS dengan Kadar HbA1c Hasil analisis menunjukkan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kadar HbA1c pada kelompok PROLANIS dan kelompok nn PROLANIS (p=0,016). Hasil penelitian ini dapat dijelaskan program PROLANIS dapat menurunkan kadar HbA1c pada penderita diabetes. Kadar HbA1c yang baik disebabkan oleh keberhasilan dari edukasi yang dilakukan pada kelompok PROLANIS sehingga penderita diabetes merubah pola hidupnya. Sejalan dengan Penelitian Syuadzah et al. (2017) terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan mengikuti program PROLANIS dengan kadar HbA1c. penelitian (Ahmad et al., 2017) implementasi optimal PROLANIS sangat efektif untuk mengendalikan HbA1c. penelitian Aghamolaei et al. (2005) dalam penelitinnya menyebutkn kelompok intervensi menunjukkan secara statistik terjadi penurunan yang signifikan rata-rata HbA1c.



44



Kazeminezhad et al. (2018) dalam



penelitiannya



menyimpulkan



tidak



ada



perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen mengenai temuan FBS dan HbA1c sebelum intervensi. Namun, dibandingkan dengan level sebelum intervensi, perbedaannya signifikan pada kelompok eksperimen namun tidak signifikan pada kelompok kontrol. Hasil penelitian ini jug mendukung studi Gavgani yang mengungkapkan, perawatan diri total, dan perawatan diri diet dan olahraga telah meningkat secara signifikan pada kelompok eksperimen. Perubahan perilaku memenuhi syarat dengan penurunan HbA1c yang signifikan pada kelompok eksperimen, dan penurunan berat badan tidak signifikan, ukuran efek tinggi pada kelompok eksperimen menunjukkan dampak intervensi pada penurunan berat badan (Gavgani et al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Wirda et al. (2019) mengindikasikan bahwa Self-care memperlihatkan hasil yang signifikan pada perbaikan kontrol glikemk pada pasien DM Tipe 2. Penelitian Kusniyah & Nursiswati (2016) terdapat hubungan yang cukup berarti antara tingkat self care dengan tingkat HbA1C di Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Nilai koefisien korelasi rankspearman yang didapat pada penelitian ini sebesar rs = 0,601 (p < 0,001) dan berpola positif artinya semakin tinggi tingkat self care maka semakin baik tingkat HbA1C-nya Pemeriksaan HbA1c merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8- 12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang sangat tinggi (>10%). Pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi



45



disertai kendali glikemik yang stabil HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun (PERKENI, 2015). Kadar HbA1c normal antara 3% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes kadar HbA1c ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1c maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya (Hartini, 2017). HbA1c merupakan Hb yang terglikosilasi, terbentuk bila glukosa dalam darah menempel pada hemoglobin (Hb). HbA1c dianggap sebagai ‘quality control test’ karena dapat menilai kontrol metabolisme glukosa selama 3 bulan. Hal ini merupakan keunggulan tersendiri dibanding pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (GD1) maupun post pandrial (GD2) karena dapat mengalami fluktuasi tergantung dari makanan dan pengobatan dengan obat anti DM (Refa & Dewi, 2013). 6.3 Analisi Variabel Confounding 6.3.1 Hubungan Hubungan Aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar Gula darah Puasa dan kadar gula Darah Setelah Puasa 1. Aktivitas Fisik Hasil penelitian menunjukkan kadar gula darah puasa tinggi pada responden yang tidak melakukan aktivitas fisik dengan teratur (OR : 5,7; 95%CI 1.26-26.45) hampir 6 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang melakukan aktivitas fisik dengan teratur dan secara statistik berhubungan (p=0,024). Sedangkan kadar gula darah 2 jam setelah puasa tinggi pada responden yang tidak melakukan aktivitas fisik tidak teratur (OR : 12; 95%CI 1.99-74.2) 12 kali lebih besar



46



dibandingkan dengan responden yang melakukan aktivitas fisik dengan teratur dan secara statistik berhubungan (p=0,007). Sejalan dengan temuan Anani (2012) aktivitas fisik berhubungan dengan kadar glukosa darah dengan nilai p=0,012. Beberapa studi menunjukkan bahwa aktivitas fisik terbukti dapat meningkatkan sensitivitas insulin, memperbaiki profil lipid dan mengurangi kadar lemak perut. Studi DA Qing di Cina menunjukkan bahwa aktivitas fisik secara regular dapat mengurangi risiko berkembangnya diabetes sampai 46 %(De Vegt, 2001). Hasil dari penelitian Utomo et al. (2012) ini terdapat perbedaan kadar gula darah sewaktu sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok terpapar (nilai p = 0,0001), pada kelompok tidak terpapar (nilai p = 0,0001), pada kelompok terpapar dan tidak terpapar (nilai p = 0,0001) dengan penurunan rata-rata gula darah pada kelompok terpapar 2,3 kali lebih besar daripada kelompok tidak terpapar (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl). Aktivitas fisik secara luas diakui sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat. Bahkan satu latihan intensitas sedang hingga berat telah terbukti meningkatkan sensitivitas insulin pada orang sehat serta mereka yang menderita diabetes tipe 2 (Maia & Araújo, 2007). Orang dengan diabetes tipe 2 secara konsisten melaporkan tingkat aktivitas fisik waktu senggang yang lebih rendah daripada orang yang sehat (Morrato et al., 2007) Salah satu upaya yang dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah yaitu melakukan aktivitas atau latihan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Miller, 2004, dengan teori aktivitasnya yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses



47



tergantung dari bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam melakukan dan mempertahankan aktivitas (Indriyani et al., 2010). Prinsip dasar manajemen pengendalian DM meliputi modifikasi gaya hidup, dengan mengubah gaya hidup yang tidak sehat menjadi gaya hidup yang sehat berupa pengaturan makanan (diit), latihan jasmani atau latihan aktifitas fisik, perubahan perilaku risiko meliputi berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol, serta kepatuhan konsumsi obat antidiabetik. Di Amerika, strategi terapi DM yang efektif adalah modifikasi gaya hidup dan antidiabetik oral. Perubahan gaya hidup menjadi pilihan pertama dalam pencegahan DM, walaupun antidiabetik oral dapat mencegah DM, namun efeknya tidak sebesar perubahan gaya hidup. Oleh karena itu, obatobatan ditempatkan sebagai tambahan terhadap perubahan gaya hidup (Alberti, et al, 2007; Kang H, et al, 2009). 2. Merokok Hasil penelitian menunjukkan merokok tidak berhubungan dengan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah puasa darah pasien diabetes mellitus. Tidak adanya hubungan antara merokok dengan kadar gula darah disebabkan sebagian besar responden tidak merokok. Stres oksidatif yang disebabkan oleh merokok juga menginhibisi proses aktivasi enzim phosphatidylinosito-3-kinase sehinggga terjadi penuruan sekresi adiponektin. Adiponektin bekerja dengan cara menstimulasi fosforilasi dan aktivasi adenosine monophosphate-activated protein kinase di hati dan otot yang berfungsi dalam proses oksidasi asam lemak dan ambilan glukosa. Dengan demikian



48



adiponektin berperan secara langsung dalam proses metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin (Hilawe et al., 2015). Hubungan merokok dengan peningkatan kadar glukosa darah dan kejadian diabetes ini kemungkinan diperantarai oleh stres oksidatif yang menyebabkan peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin (Vu et al., 2014). Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin akan mengaktivasi sistem saraf simpatis. Epinefrin secara khusus berguna untuk meningkatkan kadar glukosa darah dalam plasma selama waktu stres. Kerja epinefrin sedikit berbeda dari hormon-hormon lain, karena pada saat yang sama epinefrin juga meningkatkan konsentrasi asam lemak dalam plasma(Guyton & Hall, 2001) 1. Konsumsi buah dan Sayur Hasil penelitian menunjukkan kadar gula darah puasa tinggi pada responden yang tidak cukup konsumsi buah dan sayur (OR : 8; 95%CI 1.67-38,3) 8 kali lebih besar dibandingkan dengan responden cukup konsumsi buah dan sayur dan secara statistik berhubungan (p=0,009). Sedangkan kadar gula darah 2 jam setelah puasa tinggi pada responden yang tidak cukup konsumsi buah dan sayur (OR : 9,2; 95%CI 1.55-54.9) 9 kali lebih besar dibandingkan dengan responden cukup konsumsi buah dan sayur dan secara statistik berhubungan (p=0,014). Banyak yang beranggapan bahwa penderita DM harus makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah menjaga kadar gula darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting bagi penderita DM untuk mengetahui efek dari makanan pada gula darah. Jenis makanan yang dianjurkan untuk penderita DM adalah makanan yang mengandung



49



sedikit lemak jenuh dan kaya serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi penderita DM. Pada prinsipnya, penderita DM harus menghindari makanan yang cepat diserap menjadi gula darah yang disebut karbohidrat sederhana, seperti yang terdapat pada gula pasir, gula jawa, sirup, dodol, selai, permen, coklat, es Syamsi Nur Rahman Toharin / Unnes Journal of Public Health 4 (2) (2015) 158 krim, minuman ringan, dan sebagainya. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang (PERKENI, 2011) 6.3.2 Hubungan Hubungan Aktivitas fisik, merokok dan konsumsi buah dan sayur dengan kadar HbA1c 1. Aktivitas Fisik Hasil penelitian menunjukkan kadar HbA1c buruk pada responden yang tidak melakukan aktivitas fisik dengan teratur (OR : 3,6; 95%CI 0.88-14.9) hampir 4 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang melakukan aktivitas fisik dengan teratur dan secara statistik tidak berhubungan (p=0,073). Sejalan dengan penelitian Umpierre et al. (2011) bahwa latihan olahraga terstruktur yang terdiri dari latihan aerobik, pelatihan resistensi, atau keduanya dikombinasikan berhubungan dengan pengurangan HbA1c pada pasien dengan diabetes tipe 2. Olahraga adalah landasan manajemen diabetes, bersama dengan intervensi diet dan farmakologis. Meta-analisis sebelumnya Snowling & Hopkins (2006)menunjukkan bahwa latihan olahraga terstruktur termasuk latihan aerobik dan resistensi mengurangi kadar hemoglobin A1c (HbA1c) sekitar 0,6%.



50



Gay et al. (2016) menyatakan ada hubungan antara HbA1c dengan aktivitas total dan MVPA pada orang dewasa dengan risiko sedang atau tinggi untuk diabetes tipe 2: jumlah aktivitas fisik yang lebih tinggi dikaitkan dengan HbA1c yang lebih rendah. Penelitian oleh Damasceno at al (2004) dalam Rohani (2017) tentang “Efek program senam yang teratur terhadap kontrol tekanan darah dan kadar gula darah pada pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2”. Intervensi dilakukan selama tiga bulan dengan program senam 60 menit per hari, 3 – 5 kali per minggu, dengan rata rata tekanan Oksigen maximal 50 – 70% terhadap 23 pasien Diabetes Melitus laki – laki sebagai kelompok intervensi dan 10 pasien Diabetes Laki – laki sebagai kelompok kontrol. Kesimpulan penelitian : Program senam yang teratur dapat menurunkan Tekanan Darah, Kadar Gula Darah Puasa, HbA1c dan Frutosamin, tetapi tidak dapat merubah Berat Badan, kadar Kolesterol total pada kelompok intervensi (active group) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu (Embuai et al., 2019).



51



2. Merokok Hasil penelitian menunjukkan merokok tidak berhubungan dengan HbA1c pasien diabetes mellitus. Tidak adanya hubungan dapat disebabkan mayoritas responden tidak merokok baik pada responden HbA1c buruk maupun pada respopnden HbA1c baik. Berbeda dengan Jansen et al. (2013) menunjukkan hubungan yang positif antara merokok dan kadar HbA1c. Kadar HbA1c ditemukan lebih tinggi pada perokok bahkan setelah disesuaikan dengan berbagai faktor perancu seperti obesitas sentral. Merokok meningkatkan risiko diabetes, dan memperparah komplikasi mikro dan makro-vaskular diabetes mellitus. Merokok dikaitkan dengan resistensi insulin, peradangan dan dislipidemia, tetapi mekanisme pasti bagaimana merokok mempengaruhi diabetes mellitus tidak jelas (Chang, 2012). Perokok memiliki HbA1c 0,08% (0,09mmol/mol) lebih tinggi daripada bukan perokok. Sedangkan pada perokok berat (merokok >20 batang rokok/hari) kadar HbA1c lebih tinggi sebesar 0,14% (1,4 mmol/mol) daripada bukan perokok (Vlassopoulos et al., 2013) 3. Konsumsi Buah dan Sayur Hasil penelitian menunjukkan kadar HbA1c buruk pada responden yang tidak cukup konsumsi buah dan sayur (OR : 27,7; 95%CI 4.78-161.0) hampir 28 kali lebih besar dibandingkan dengan responden cukup konsumsi buah dan sayur dan secara statistik berhubungan (p=0,0001). Sejalan dengan temuan Sargeant et al. (2001) responden yang melaporkan tidak pernah atau jarang mengkonsumsi buah dan sayuran berdaun hijau memiliki rata-rata yang HbA1c yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang lebih sering mengkonsumsi buah dan sayuran berdaun hijau. 52



Konsumsi diet vegetarian dikaitkan dengan peningkatan kontrol glikemik pada diabetes tipe 2 (Yokoyama et al., 2014). Diet vegetarian juga mengurangi HbA1c (Barnard et al., 2009). Serat makanan dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2 dengan beberapa mekanisme. Serat makanan dapat memperlambat penyerapan glukosa dari usus, yang menurunkan indeks glikemik karbohidrat(Livesey & Tagami, 2009). Mempertahankaan kadar gula darah agar mendekati nilai normal dapat dilakukan dengan asupan makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan makanan merupakan salah satu pilar pengelolaan diabetes karena pada tubuh pasien Diabetes melitus memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengatur metabolisme hidrat arang. Jika toleransi hidrat arang dilampaui, pasien akan mengalami peningkatan kadar glukosa dalam darah yang meningkatkan glycosuria (Yokoyama et al., 2014)



53



BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan



1. Setalah dilakukan intervensi selama 3 bulan menunjukkan terdapat perubahan yang signifikan dari kualitas hidup (p=0,004) dan kadar HbA1c (p=0,0001) pada kelompok PROLANIS. 2. Terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kualitas hidup



pada



kelompok PROLANIS yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non PROLANIS (p=0,001) . 3. Terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kadar gula darah 2 jam setelah puasa (p=0,012) dan kadar HbA1c (p=0,016) yang lebih rendah pada kelompok PROLANIS dibandingkan dengan kelompok non PROLANIS 4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai mean kadar gula darah puasa (PP) pada kelompok PROLANIS dan kelompok non PROLANIS (p=0,13). 5. Terdapat hubungan aktivitas fisik dan konsumsi buah dan sayur dengan dengan kadar gula darah puasa, gulan darah 2 jam setelah puasa dan kadar HbA1c pasien diabetes mellitus pada kelompok PROLANIS dan non PROLANIS



7.2 Saran



1.



Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, BPJS kesehatan melalui Puskesmas melakukan sosialisasi mengenai program PROLANIS serta mengajak semua penderita diabetes untuk mengikuti program PROLANIS sehingga akan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kontrol gula darah yang lebih baik. 54



2.



Diharapkan kepada peserta Program PROLANIS agar patuh terhadap semua pilar pengelolaan DM, seperti edukasi, aktivitas fisik dan pengobatan agar mendapatkan gula darah yang stabil.



3.



Kepada BPJS kesehatan agar PROLANIS diimplementasikan di masing-masing pusat kesehatan masyarakat dan kesehatan primer pusat dan mematuhi standar yang ditetapkan oleh assuransi kesehatan pemerintah.



4.



Evaluasi proses PROLANIS berfokus pada kualitas penerapan; hasilnya bisa dilihat dari dampak dan manfaat bagi kelompok sasaran dalam hal status glikemik pasien dengan tipe 2 diabetes dalam bentuk data terukur



5.



Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menghindari berbagai variabel peracu yang dapat mengganggu validitas penelitian. Untuk itu, diperlukan penelitian lanjutan yang lebih rinci lagi untuk mengidentifikasi berbagai faktor perancu yang dapat mempengaruhi kadar glukosa darah dan kadar HbA1c. Salah satu faktor perancu yang belum dapat diantisipasi penulis dalam penelitian ini adalah merokok.



55



DAFTAR KEPUSTAKAAN



Aditya R.M. & Pemayun T.G.D., Ciri-ciri Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Dengan Obesitas Di Poliklinik Endokrin Rsup Dr Kariadi Semarang, Jurnal Kedokteran Diponegoro, 2014;3(1). Aghamolaei T., Eftekhar H., Mohammad K., Nakhjavani M., Shojaeizadeh D., Ghofranipour F. & Safa O., Effects of a health education program on behavior, HbA1c and health-related quality of life in diabetic patients, Acta Medica Iranica, 2005:89-94. Ahmad M. & Munir N., Korelasi Antara Pelaksanaan Prolanis Dengan Pengendalian Kadar Gula Darah Penderita DM Tipe 2 Di Puskesmas Antang Dan Pampang Kota Makassar, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 2018;12(3):339-345. Ahmad M., Rachmawaty R., Sjattar E.L. & Yusuf S., Prolanis Implementation Effective to Control Fasting Blood Sugar, HBA1C and Total Cholesterol Levels in Patients with Type 2 Diabetes, Jurnal Ners, 2017;12(1):8898. Almatsier S., Penuntun Gizi Diet Edisi Baru, Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi; 2005. Anani S., Hubungan Antara Perilaku Pengendalian Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon), Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 2012;1(2). Anderson L.W. & Bloom B.S., A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom's taxonomy of educational objectives: complete edition, 2001. Arikunto S., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta; 2006. Arisman M.B., Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus, dan Dislipidemia, Jakarta: EGC; 2011. Association A.D., Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, Diabetes care, 2010;33(Suppl 1):S62.



56



Association A.D., Classification and diagnosis of diabetes, Diabetes care, 2015;38(Supplement 1):S8-S16. Azam M., Saerang C.O., Rahayu S.R., Indrawati F., Budiono I., Fibriana A.I., et al., A Doubled-Blind, Crossover-RCT in T2DM for Evaluating Hypoglycemic Effect of P. indicus, M. charantia, P. vulgaris and A. paniculata in Central Java, Journal of Natural Remedies, 2016;16(3):108-114. Barnard N.D., Katcher H.I., Jenkins D.J., Cohen J. & Turner-McGrievy G., Vegetarian and vegan diets in type 2 diabetes management, Nutr Rev, 2009;67(5):255-63. BPJS K., Panduan Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis),, Jakarta: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan; 2015. Burroughs T.E., Desikan R., Waterman B.M., Gilin D. & McGill J., Development and validation of the diabetes quality of life brief clinical inventory, Diabetes Spectrum, 2004;17(1):41-49. Bustan M.N., Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta: Rineka Cipta; 2007. Chang S.A., Smoking and type 2 diabetes mellitus, Diabetes & metabolism journal, 2012;36(6):399-403. Darmono S.T., Pemayun T.G. & Padmomartono F., Naskah lengkap diabetes melitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007. De Vegt F., Glycaemia and lifestyle in relation to mortality and diabetes in the Hoorn Study-impact of diagnostic criteria, 2001. Delshad A. & Bahri N., editors. The effect of education spouses of menopause women on mental health of women. Abstract book of national congress of geriatrics & gerontology; 2004. Depkes R., Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan: Jakarta, 2013. Embuai S., Siauta M. & Tuasikal H., Efektifitas Diabetes Self care Activity Terhadap Status Vaskuler Pasien Diabetes Melitus, MOLUCCAS HEALTH JOURNAL, 2019;1(1). 57



Fatimah R.N., Diabetes melitus tipe 2, Jurnal Majority, 2015;4(5). Fatmawati A., Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak): Universitas Negeri Semarang; 2010. Forouhari S., Khajehei M., Moattari M., Mohit M., Rad M.S. & Ghaem H., The Effect of Education and Awareness on the Quality-of-Life in Postmenopausal Women, Indian J Community Med, 2010;35(1):10914. Franciosi M., Pellegrini F., De Berardis G., Belfiglio M., Cavaliere D., Di Nardo B., et al., The impact of blood glucose self-monitoring on metabolic control and quality of life in type 2 diabetic patients: an urgent need for better educational strategies, Diabetes Care, 2001;24(11):1870-7. Gavgani R.M., Poursharifi H. & Aliasgarzadeh A., Effectiveness of Information-Motivation and Behavioral skill (IMB) model in improving self-care behaviors & Hba1c measure in adults with type2 diabetes in Iran-Tabriz, Procedia-Social and Behavioral Sciences, 2010;5:1868-1873. Gay J.L., Buchner D.M. & Schmidt M.D., Dose–response association of physical activity with HbA1c: Intensity and bout length, Preventive medicine, 2016;86:58-63. Goma M.S., Dewantiningrum, Julian. Pengaruh Pemberian Pamflet Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Inisiasi Menyusu Dini: Fakultas Kedokteran; 2012. Guyton A. & Hall J., Textbook of medical physiology.. New Delhi: Philadelphia: Saunders/Elsevier; 2001. Hartini S., Hubungan HBA1c Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD. Abdul Wahab Syahranie Samarinda, Husada Mahakam: Jurnal Kesehatan, 2017;4(3). Hidayat A.A.A., Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data, Jakarta: salemba Medika; 2007.



58



Hilawe E.H., Yatsuya H., Li Y., Uemura M., Wang C., Chiang C., et al., Smoking and diabetes: is the association mediated by adiponectin, leptin, or C-reactive protein?, Journal of epidemiology, 2015;25(2):99-109. Indriyani P., Supriyatno H. & Santoso A., Pengaruh latihan fisik; senam aerobik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga, Nurse Media Journal of Nursing, 2010;1(2). Jahromi M.K., Ramezanli S. & Taheri L., Effectiveness of diabetes selfmanagement education on quality of life in diabetic elderly females, Global journal of health science, 2015;7(1):10. Jansen H., Stolk R.P., Nolte I., Kema I., Wolffenbuttel B. & Snieder H., Determinants of HbA1c in nondiabetic Dutch adults: genetic loci and clinical and lifestyle parameters, and their interactions in the Lifelines Cohort Study, Journal of internal medicine, 2013;273(3):283293. Kazeminezhad B., Taghinejad H., Borji M. & Tarjoman A., The effect of selfcare on glycated hemoglobin and fasting blood sugar levels on adolescents with diabetes, Journal of Comprehensive Pediatrics, 2018;9(2). Khairani R., Prevalensi diabetes mellitus dan hubungannya dengan kualitas hidup lanjut usia di masyarakat, Universa Medicina, 2016;26(1):18-26. Khairani R, Prevalensi Diabetes Mellitus dan Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Masyarakat, Pediatric Psycho-Oncology: Psychosocial Aspects and Clinical Interventions, 2016;2:18-31. Kohler P.O. & Wunderlich G.S., Improving the quality of long-term care: National Academies Press; 2001. Kreitler S. & Kreitler M.M., Quality of life in children with cancer, Pediatric Psycho-Oncology: Psychosocial Aspects and Clinical Interventions, Second Edition, 2012:18-31. Kurniawan I., Diabetes melitus tipe 2 pada usia lanjut, Majalah Kedokteran Indonesia, 2010;60(12):576-584.



59



Kurniawan W.S.T.P.D., Hubungan tingkat kepatuhan minum obat hipoglikemik oral dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2, Berita Kedokteran Masyarakat, 2011;27(4):215. Kurniawati D., Kuhuwael F.G. & Punagi A.Q., Penilaian kualitas hidup penderita karsinoma nasofaring berdasarkan Karnofsky Scale, EORTC QLQ-C30 dan EORTC QLQ-H & N35, Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 2013;43(2):110-119. Kusniyah Y. & Nursiswati R.U., Hubungan Tingkat Self Care Dengan Tingkat HbA1C Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP DR, Hasan Sadikin Bandung. Bandung: Universitas Padjadjaran, 2016. Livesey G. & Tagami H., Interventions to lower the glycemic response to carbohydrate foods with a low-viscosity fiber (resistant maltodextrin): meta-analysis of randomized controlled trials, Am J Clin Nutr, 2009;89(1):114-25. Maia F.F. & Araújo L.R., Efficacy of continuous glucose monitoring system (CGMS) to detect postprandial hyperglycemia and unrecognized hypoglycemia in type 1 diabetic patients, Diabetes research and clinical practice, 2007;75(1):30-34. Mohdari M., Rahmayani D. & Muhsin M., DUKUNGAN SUAMI DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN DENGAN KANKER PAYUDARA DIRUANG EDELWEIS RSUD ULIN BANJARMASIN, DINAMIKA KESEHATAN JURNAL KEBIDANAN DAN JURNAL KEPERAWATAN, 2016;7(1):56-68. Morrato E.H., Hill J.O., Wyatt H.R., Ghushchyan V. & Sullivan P.W., Physical activity in US adults with diabetes and at risk for developing diabetes, 2003, Diabetes care, 2007;30(2):203-209. Mulfianda R., Tahlil T. & Mulyadi M., Pengaruh Senam Prolanis Terhadap Tekanan Darah Dan Gula Darah Sewaktu Pada Lansia, Jurnal Ilmu Keperawatan, 2018;6(2):64-72. Nofitri N., Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah di Jakarta, Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009.



60



Nuari N.A., Pengembangan Model Peningkatan Pemberdayaan Diri dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, Jurnal Ners LENTERA, 2016;4(2):152-165. Nuraeni A., Mirwanti R., Anna A. & Prawesti A., Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hidup Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner, Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 2016;4(2). Pera P.I., Living with diabetes: quality of care and quality of life, Patient preference and adherence, 2011;5:65. PERKENI. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia (The Consensus of Control and Prevention of Type 2 Diabetes Mellitus), Jakarta: Perkeni (Indonesian Society of Endocrinology); 2015. PERKENI. onsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Jakarta: Perkumpulan Endokrionologi Indonesia; 2015. Perkeni P.E.I., Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia (The Consensus of Control and Prevention of Type 2 Diabetes Mellitus), Jakarta: Perkeni (Indonesian Society of Endocrinology), 2011. Pradono J., Hapsari D. & Sari P., Kualitas hidup penduduk Indonesia menurut International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Analisis Lanjut Data RISKESDAS 2007), Buletin Penelitian Kesehatan, 2009:1-10. Primahuda A. & Sujianto U., Hubungan Antara Kepatuhan Mengikuti Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) BPJS Dengan Stabilitas Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Babat Kabupaten Lamongan: Faculty of Medicine; 2016. Que A., Yasa I.W.P.S. & Lestari A.W., Gambaran Hasil Pemeriksaan Kadar HbA1c Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Laboratorium Rumah Sakit Umum Surya Husadha Tahun 2013, E-Jurnal Medika Udayana, 2013. Refa S. & Dewi N.A., Hubungan antara HbA1c dan kadar lipid serum dengan derajat berat retinopati diabetika, Jurnal Kedokteran Brawijaya, 2013;21(3):138-144. 61



Riskesdas. Data Penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia, Jakarta: Riset Kesehatan Dasar; 2013. Rohani R., Pengaruh Kombinasi Senam Diabetes Melitus Dan Senam Kaki Diabetik Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Anggota Persadia Rs Husada Tahun 2013, Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 2017;7(2):16. Sargeant L., Khaw K., Bingham S., Day N., Luben R., Oakes S., et al., Fruit and vegetable intake and population glycosylated haemoglobin levels: the EPIC-Norfolk Study, European journal of clinical nutrition, 2001;55(5):342. Sekarwiri E., Hubungan antara kualitas hidup dan sense of community pada warga DKI Jakarta yang tinggal di daerah rawan banjir, Skripsi, Universitas Indonesia). Diunduh dari http://lib. ui. ac. id/125243-362.2. pdf, 2008. Skevington S.M., Lotfy M. & O'Connell K.A., The World Health Organization's WHOQOL-BREF quality of life assessment: psychometric properties and results of the international field trial. A report from the WHOQOL group, Quality of life Research, 2004;13(2):299-310. Snowling N.J. & Hopkins W.G., Effects of different modes of exercise training on glucose control and risk factors for complications in type 2 diabetic patients: a meta-analysis, Diabetes care, 2006;29(11):25182527. Soegondo S., Soewondo P. & Subekti I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. Soegondo S., Soewondo P. & Subekti I., Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu, FKUI. Jakarta, 2009. Soewondo P., Hidup Sehat Dengan Diabetes, FKUI, Jakarta, 2007. Sudigdo S., Sofyan, Ismael. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta: Sagung Seto; 2011. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M. & Setiati S., Buku ajar ilmu penyakit dalam Edisi Ke 4, Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKU; 2006. 1218-20 p. 62



Sumantri A., Motodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Pranada Media; 2011. Surani S., Brito V., Surani A. & Ghamande S., Effect of diabetes mellitus on sleep quality, World journal of diabetes, 2015;6(6):868. Sutanto. Cegah dan Tangkal Penyakit Modern (Hipertensi, Stoke, Jantung, Kolesterol, dan Diabetes), Andi: Yogyakarta; 2010. Syuadzah R., Wijayanti L. & Prasetyawati A.E., Adherence to PROLANIS Activity in Type 2 Diabetes Mellitus’s Patients with HbA1C Levels, Nexus Kedokteran Komunitas, 2017;6(1). Umpierre D., Ribeiro P.A., Kramer C.K., Leitão C.B., Zucatti A.T., Azevedo M.J., et al., Physical activity advice only or structured exercise training and association with HbA1c levels in type 2 diabetes: a systematic review and meta-analysis, Jama, 2011;305(17):1790-1799. Utomo O.M., Azam M. & Ningrum D.N.A., Pengaruh senam terhadap kadar gula darah penderita diabetes, Unnes Journal of Public Health, 2012;1(1). Vlassopoulos A., Lean M.E. & Combet E., Influence of smoking and diet on glycated haemoglobin and'pre-diabetes’ categorisation: a crosssectional analysis, BMC Public Health, 2013;13(1):1013. Vu H.T., Ufere N., Yan Y., Wang J.S., Early D.S. & Elwing J.E., Diabetes mellitus increases risk for colorectal adenomas in younger patients, World Journal of Gastroenterology: WJG, 2014;20(22):6946. Wattana C., Srisuphan W., Pothiban L. & Upchurch S.L., Effects of a diabetes self‐management program on glycemic control, coronary heart disease risk, and quality of life among Thai patients with type 2 diabetes, Nursing & health sciences, 2007;9(2):135-141. WHO. Introduction the WHOQOL Instrument, Geneva: World Health Organization; 2004. WHO, Diabetes Mellitus, Jurnal Of International Health, 2013. WHO W.H.O., WHO Expert Committee on Diabetes Mellitus [meeting held in Geneva from 25 September to 1 October 1979]: second report, 1980. 63



Widyawati H., Sudibyo S. & Failasufa H., Hubungan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetes dengan Kesehatan Jaringan Periodontal pada Pasien Prolanis Diabetes Melitus Tipe II: Studi Kasus di Puskesmas Mranggen III, Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran dan Kesehatan, 2018;2(4). Wirda W., Irwan A.M. & Saleh A.S., Hubungan Antara Self-Care Dan Kontrol Glikemik (Hba1c) Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe 2, Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2019;4(2). Yokoyama Y., Barnard N.D., Levin S.M. & Watanabe M., Vegetarian diets and glycemic control in diabetes: a systematic review and meta-analysis, Cardiovascular diagnosis and therapy, 2014;4(5):373.



64