Timah Sekunder [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TA 5103 GENESA MINERAL



TIMAH SEKUNDER



Oleh M Anugrah Firdaus NIM: 22118015



PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2018



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI ...................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ii



BAB I



PENDAHULUAN ............................................................................ 1



1.1



Latar Belakang



................................................................................. 1



1.2



Ruang Lingkup



.............................................................................. 2



1.3



Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2 1.3.1 Maksud ...................................................................................... 2 1.3.2 Tujuan ........................................................................................ 2



BAB II



PEMBAHASAN .............................................................................. 3



2.1



Timah



2.2



Sabuk Timah Asia Tenggara ................................................................ 4



2.3



Pembentukan Timah Sekunder ............................................................ 6



2.4



Sebaran Timah Sekunder Bangka-Belitung ........................................ 10



2.5



Metode Eksplorasi ............................................................................... 12



2.6



Metode Penambangan ......................................................................... 16



BAB III



.............................................................................................. 3



KESIMPULAN ............................................................................... 18



DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... iii



i



DAFTAR GAMBAR



Gambar



Halaman



2.1



Bijih Timah Primer ...................................................................................... 3



2.2



Interaksi Tetchnostratigrafi di Asia Tenggara ............................................. 5



2.3



Penampang Semenanjung Malay – Thailand .............................................. 5



2.4



Siklus Sedimentasi ....................................................................................... 7



2.5



Zona Pengendapan Mineral Berat ............................................................... 7



2.6



Tipe Timah Sekunder .................................................................................. 8



2.7



Distribusi Timah di Pulau Bangka ............................................................... 11



2.8



Distribusi Timah di Pulau Belitung ............................................................. 11



2.9



Alat Resistivity Marine ................................................................................ 13



2.10 Streamer Resistivity Marine 8 Saluran Konfigurasi Dipole-Dipole ............ 13 2.11 Contoh Peta Lintasan Resistivity Marine..................................................... 14 2.12 Bor Bangka .................................................................................................. 15 2.13 Ponton Tipe Tahiti ....................................................................................... 15 2.14 Penambangan Manual .................................................................................. 16 2.15 Hydraulicking .............................................................................................. 17 2.16 Kapal Keruk ................................................................................................. 17



ii



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Sabuk timah asia tenggara menjadi penyumbang timah terbesar di dunia



(Schwartz dkk, 1995). Sampai saat ini sekitar 9,6 juta ton timah atau sama dengan 54% timah dunia dihasilkan dari sabuk timah asia tenggara sejak tahun 1800. Timah tersebut dihasilkan dari beberaa negara Asia Tenggara diantaranya Malaysia, Indonesia, Thailand dan Myanmar. Selain itu 10% timah dunia dihasilkan dari beberapa lokasi lain diantaranya Bolivia, Cornwall (Inggris) dan China Selatan serta 2% timah dunia dihasilkan dari endapan timah Rondonia di Brazil. Salah satu bukti tingginya potensi timah di Asia Tenggara yaitu terdapat banyak industri yang memproduksi timah di daerah Malaysia, Thailand dan Indonesia. Mulai dari industri perseorangan sampai industry yang dikelola oleh pemerintah. Namun produksi dan eksport timah dari negara-negara tersebut mulai menurun, hal ini disebabkan karena beberapa alasan salah satunya berkaitan dengan sosial dan ekonomi. Peningkatan upah kerja disertai menurun nya harga timah internasional menjadi factor utama menurnunya produksi dan eksport timah di Asia Tenggara. Sulit untuk diprediksi apakah hal ini merupakan trend permanen atau mungkin negara Asia tenggara akan menjadi negara yang lebih kompetitif sehingga produksi timah akan naik kembali. Indonesia terletak pada dua blok yang merupakan bagian dari sabuk timah Asia Tenggara, yaitu blok sibumasu dan blok East Malaya. Sehingga Indonesia memiliki potensi timah yang cukup besar. Tipe endapan timah yang terdapat di Indonesia terdiri dari endapan primer dan sekunder. Letak Indonesia yang dilewati oleh khatulistiwa membuat Indonesia memiliki potensi timah sekunder yang melimpah. Hal ini disebabkan karena daerah yang dilewati jalur khatulistiwa memiliki iklim tropis sehingga membuat proses pelapukan terjadi sangat intensif.



2



1.2



Ruang Lingkup Ruang lingkup pembahasan ini hanya terfokus pada : 1. Pola sebaran timah yang hanya terdapat pada sabuk timah asia tenggara 2. Mengetahui proses pembentukan timah sekunder 3. Mengetahui sebaran timah sekunder di Pulau Bangka dan Belitung 4. Menentukan metode eksplorasi dan cara penambangan yang hanya difokuskan pada timah dengan tipe endapan sekunder.



1.3



Maksud dan Tujuan Praktikum



1.3.1



Maksud Maksud dari pembahasan ini untuk mengetahui genesa timah sekunder



serta metode eksplorasi dan cara penambangan yang dilakukan.



1.3.2



Tujuan



a.



Mengetahui proses pembentukan timah sekunder



b.



Mengetahui proses pembentukan dan sebaran timah sekunder di Pulau Bangka dan Belitung



c.



Mengetahui metode eksplorasi dan cara penambangan yang dilakukan untuk jenis endapan timah sekunder



3



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Timah Timah menjadi salah satu mineral yang ekonomis dan potensial di dunia



karena memiliki manfaat yang sangat melimpah. Timah merupakan logam berwarna putih keperakan memiliki sifat yang lentur dan tahan terhadap korosi (tidak mudah teroksidasi) sehingga memungkinkan timah digunakan sebagai bahan pelapis logam lainnya seperti timbal, seng, dan baja. Atom timah memiliki 50 elektron dan 50 proton dengan 4 elektron valensi di kulit terluar. Dibawah suhu 13,2oC timah tidak memiliki sifat logam sama sekali. Di alam timah tidak ditemukan dalam unsur bebas, tetapi diperoleh dalam dari senyawanya. Mineral bijih timah yang sampai saat ini dipercaya ekonomis adalah cassiterite dan tinstone. Cassiterite (SnO2) adalah mineral oksida timah yang memiliki kandungan sekitar 78%. Selain itu, bijih timah lainnya yang luput dari perhatian adalah stanite (Cu2FeSnS4) yang merupakan kompleks mineral sulfide antara tembaga – besi – timah – belerang dan cylindrite (PbSn4FeSb2S14).



Gambar 2. 1 Bijih Timah Primer



Dalam batuan beku, unsur timah hadir dengan jumlah yang termasuk langka namun tidak jarang yaitu 0,001%. Kelimpahan di dunia sama besarnya dengan unsur nikel, kobalt, cerium dan tembaga atau sama dengan kelimpahan



4



nitrogen dunia. Dalam kosmos terdapat 1,33 atom timah per 1 x 106 atom silicon yang sama dengan kelimpahan ruthenium, niobium, platinum atau neodyum. Timah terbentuk sebagai logam asli namun sebagian besar terdapat sebagai oksida stannic dan SnO2 pada cassiterite yang merupakan mineral timah signifikan yang komersial. Timah dapat diperoleh dari cassiterite melalui reduksi dengan kokas pada tungku peleburan. Sampai saat ini di Indonesia, sumber utama penghasil timah diperoleh dari tipe endaan sekunder (alluvial) yang memiliki kandungan timah rata-rata 0,01%.



2.2



Sabuk Timah Asia Tenggara Indonesia terletak pada daerah tumbukan tiga lempng bumi, yaitu lempeng



Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasific. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang memiliki kerangka tektonik cukup rumit dengan kondisi daerah yang dinamis dan menjadi zona potensi pengendapan berbagai jenis mineral logam yang komersial. Berdasarkan proses geologi, tektonik dan fase mineralisasinya, secara sederhana pada bagian ujung Barat dan sepanjang busur Sunda – Banda terdapat beberapa periode mineralisasi, yaitu : a. Mineralisasi logam pada periode Karbon Akhir – Trias Akhir b. MIneralisasi logam pada periode Trias Tengah – Kapur Akhir c. Mineralisasi logam pada periode Kapur Awal – Miosen Tengah d. Mineralisasi logam pada periode Miosen Tengah – Pliosen e. Mineral logam berumur Kwarter Pada proses pembentukan timah di Indonesia terjadi pada perode Trias Tengah – Kapur Akhir. Pada periode ini, proses mienralisasi kasiterit terjadi pada batuan sedimen dan volkanik periode Akhir Mesozoik yang diintrusi oleh batuan plutonik sehingga terjadi proses pegmatitic, kontka metasomatic, alterasi hidrotermal sehingga terbentuk konsentrasi logam timah yang berasosiasi dengan logam tanah jarang di pulau-pulau timah. Pembentukan timah pada Sabuk Timah Asia Tenggara ini sangat khas dikarenakan pembentukan kasiterit umumnya berasosiasi dengan xenotime, scheelite, monasi dan columbite. Di Sabuk Timah Asia Tenggara terdapat lima daerah tektonostratigraphi yang kemudian bertambah satu sama lain pada masa Paleozoikum dan



5



Mesozoikum. Sabuk Timah Asia Tenggara terletak diantara blok Sibumasu dan Blok Malaya Timur. Sedangkan blok lainnya adalah Indocina, Cina Selatan dan Kalimantan Baratdaya.



Gambar 2. 2 Interaksi Tecthnostratigrafi di Asia Tenggara



Gambar 2. 3 Penampang Semenanjung Malaya – Thailand Menunjukan Tatanan Tektonik di Permian Akhir, Akhir Trias, Akhir Trias – Awal Jurassic dan Cretaceous Akhir - Pliosen



6



Batuan tertua di Bangka dan Belitung adalah batuan Paleozoikum sekis mika dan metamorf rendah, secara isoclinal dilipat Permian – Karbon Tipe-flysch klastik dengan basal, radiolarian cherts, dll. Rare blok batugamping dengan Permian funsulinids. Batuan – batuan ini dapat ditafsirkan sebagai sebuah pertambahan kompleks Paleo-Tethys material lantai laut, tertutup sebelum tabrakan Trias dengan Sibumasu Terrane (Hutchison, 1994; Barber dan Crow, 2009). Kekompleksan ini secara tidak selaras dilapisi oleh sedikit perubahan bentuk batupasir Trias dan serpih dengan fosil flora cathaysian yang buruk. Stratigrafi ini memberi kesan kuat afinitas antara Blok Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.



2.3



Pembentukan Timah Sekunder Proses pembentukan endapan timah sekunder berkaitan erat dengan proses



siklus sedimentasi. Siklus sedimentasi diawali dari proses pelapukan batuan sumber kaya akan kandungan unsur timah yang dalam hal ini adalah batuan granitic. Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan timah primer (batuan granit) pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih timah primer. Proses tersebut menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya timah putih, baik dalam bentuk mineral kasiterit maupun berupa unsur Sn. Proses pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap cebakan bijih timah putih pimer menghasilkan cebakan timah sekunder, yang berada pada tanah residu maupun letakan sebagai endapan koluvial, kipas aluvial, aluvial sungai maupun aluvial lepas pantai. Tubuh bijih primer yang berpotensi menghasilkan sumber daya cebakan timah letakan ekonomis adalah yang mempunyai dimensi sebaran permukaan erosi luas sebagai sumber dispersi.



7



Gambar 2. 4 Siklus Sedimentasi



Kasiterit sebagai mineral bijih timah yang paling ekonomis akan terendapkan pada beberapa zona sedimentasi, terutama yang berkaitan dengan daerah sungai. Kasiterit yang tergolong sebagai mineral berat (BD = 7) akan terendapkan beberapa zona seperti natural riffles, plunge pools, pay streak dan river meanders.



Natural Riffle



River Meander



Plunge Pool



Pay Streak



Gambar 2. 5 Zona Pengendapan Mineral Berat



8



Proses pengendapan yang menghasilkan timah sekunder dapat dibagi tiga tahapan, yaitu : a. Tahapan Pendahuluan (Early Stage) Terbentuk karena proses pelapukan kimiawi yang dilanjutkan dengan proses pengendapan. Pada tahap ini terbentuk Primitive Placer Deposit yang pada umumnya diketemukan pada kedalaman 0 – 10 meter dari permukaan tanah. Primitive Placer Deposit terdiri dari: 1) Residual Deposit, adalah endapan yang terjadi akibat pelapukan batu induk dan tidak mengalami pengangkutan. 2) Elluvial Deposit, adalah endapan hasil pelapukan yang dilakukan oleh air hujan tetapi belum diangkut oleh air hujan. Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut : •



Terdapat dekat sekali dengan sumbernya







Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk







Ukuran butir agak besar dan angular



3) Colluvial Deposit, adalah endapan hasil pelapukan yang terjadi akibat peluncuran tanah, tetapi pada suatu tempat yang agak rata terhenti, lalu diikuti oleh proses pengayaan. Ciri-cirinya : •



Butiran agak besar dengan sudut runcing







Biasanya terletak pada lereng suatu lembah



4) Kaksa, adalah endapan biji timah yang langsung berada diatas batuan dasar.



Gambar 2. 6 Tipe Timah Sekunder



9



b. Tahapan Pertengahan (Middle Stage) Pada tahap ini mineral yang telah lapuk diangkut dan diendapkan sehigga membentuk endapan alluvial yang biasa diketemukan pada kedalaman kurang dari 30 m. Endapan alluvial tersebut meliputi: 1) Mincan, adalah endapan timah yang berada diantara dua over burden dan membuat seolah-olah orebody ini melayang. 2) Kaksa, adalah endapan bijih timah yang langsung berada diatas batuan dasar (granit). c. Tahapan Lanjut (Advanced stage) Pada tahap ini material yang diangkut dan diendapkan mengalami proses pengendapan kembali akibat perubahan muka air laut selama masa Pleistosen, sehingga membenuk Modern Placer Deposite yang meliputi antara lain : 1) Alluvial Deposite, adalah endapan yang telah mengalami transportasi yang relatif jauh, baik yang disebabkan oleh air hujan maupun oleh aliran sungai yang kemudian diendapkan didaerah lembah sungai. Ciri dari bentuknya ,mempunyai butiran yang halus dan membulat. 2) Beach Deposite, adalah endapan hasil pelapukan yang diangkut oleh air hujan dan aliran air sungai, lalu diendapkan dipantai dengan bantuan ombak laut. Lapisan endapan kaksa ini biasanya terdapat pada lembah - lembah sungai purba, dimana merupakan hasil erosi pada granit. Tipe-tipe endapan timah kaksa antara lain: 1) Endapan Kaksa Dangkal, yaitu dengan kedalaman maksimal 5 meter, ketebalan lapisan tanah penutup sekitar 3 meter dan ketebalan lapisan timah 2 meter. 2) Endapan Kaksa Agak Dalam, yaitu dengan kedalaman 3 – 13 meter, ketebalan lapisan tanah penutup sekitar 10 meter dan ketebalan lapisan timah 3 meter. 3) Endapan Kaksa Dalam, yaitu dengan ketebalan 10 – 20 meter, ketebalan lapisan tanah penutup sekitar 15 meter dan ketebalan lapisan timah 5 meter.



10



4) Endapan Kaksa Sangat Dalam, yaitu dengan ketebalan < 20 meter, ketebalan lapisan tanah penutup sekitar 30 meter dan ketebalan lapisan timah 10 meter. Endapan alluvium muda yang mengandung lapisan timah mincan juga dijumpai di daerah Bemban dengan penyebarannya sesuai dengan arah lembah. Endapan ini sering terdapat pada atas endapan alluvium tua. Ciri khas endapan ini adalah kandungan bahan organik yang berwarna hitam dan bersifat humus, terdapat pada jenis tanah lempungan atau pasir lepas. Pasir ini berbutir kasar tetapi jarang dijumpai fragmen-fragmen yang berukuran gravel.



2.4



Sebaran Timah Sekunder Bangka-Belitung Proses mineralisasi timah di Bangka terjadi disekitar badan granit,



sehingga endapan ditemukan disekitar zona kontak. Hal ini serupa dengan endapan timah yang diketemukan di daerah Singkep dan Pulau Karimnun Kundur. Sedangkan mineralisasi timah di daerah Belitung terjadi jauh dari badan granit yang dimana likwida berada pada temperature rendah dan mampu mengisi celah pada host rock termasuk bidang perlapisan. Dikarenakan Indonesia beriklim tropis dengan suhu yang tinggi dan lembab, proses pelapukan terjadi sangat intensif, baik pelapukan secara kimiawi maupun mekanis yang kemudian dilanjutkan dengan proses erosi dan transportasi melewati sungai-sungai sehingga terendapkan dan terkonsentrasinya mineralmineral berat (kasiterit) pada zona tertentu bersama dengan produk rombakan lainnya yang lebih ringan seperti pasir kuarsa dan mineral ikutan lain seperti zircon, ilmenite, rutil dan monasit. Tingkat erosi terhadap endapan primer berlangsung dengan intensitas yang berbeda pada setiap pulaunya. Pulau Bangka yang pada kala Tersier dan Kuarter berada pada altitude yang tinggi sehingga tingkat erosi terjadi sangat intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya cebakan timah sekunder pada sungai-sungai purba dengan jumlah yang sangat besar. Ini menjadi salah satu penyebab ditemukan sedikitnya endapan timah primer sebagai sisa di daerah Singkep dan Karimun Kundur. Sedangkan pada daerah Belitung yang pada kala itu berada pada altitude rendah, proses pembentukan endapan timah sekunder tidak se-intensif di Pulau



11



Bangka, sebaliknya endapan primer yang tersisa di Belitung masih dalam jumlah yang cukup besar. Sebaran konsentrasi timah baik secara vertical maupun lateral sangat dipengaruhi oleh transgresi air laut, antara lain karena proses glasiasi pada kala Pleistocene yang diperkirakan terayun dari 100 m dpl pada saat sekarang. Pada dasarnya proses pembentukan timah alluvial yang terjadi di darat dengan timah alluvial yang kini terendapakan di laut adalah sama.



Gambar 2. 7 Distribusi Timah di Pulau Bangka



Gambar 2. 8 Distribusi Timah di Pulau Belitung



12



2.5



Metode Eksplorasi Eksplorasi merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum tahap eksploitasi



untuk mengurangi resiko kerugian. Kegiatan eksplorasi bertujuan untuk mengetahui, memperkirakan dan mendapatkan informasi mengenai bentuk, ukuran, letak, kadar sampai jumlah sumberdaya dan cadangan suatu endapan mineral sehingga dapat ditentukan kualitas dan kuantitas dari endapan tersebut yang pada akhirnya diketahui nilai ekonomisnya. Pada umumnya kegiatan eksplorasi dilakukan secara bertahap untuk mengurangi resiko geologi dan biaya. Tahapan kegiatan eksplorasi antara lain diawali dengan tahapan prospeksi yang terdiri dari kegiatan kompilasi foto udara, citra landsat, peta-peta dan mengkaji laporan – laporan terdahulu sampai survei geologi regional, sampling serta memetakan zona mineralisasi untuk menentukan kegiatan eksplorasi lanjutan. Setelah kegiatan prospeksi atau eksplorasi pendahuluan, tahapan selanjutnya adalah kegiatan eksplorasi detail. Kegiatan ini meliputi pemetaan geologi detail dengan jarak sampling yang lebih rapat. Sample yang diperoleh dianalisis di laboratorium maupun di lapangan untuk menentukan kualitas (sifat fisik) dan kuantitas (kadar) dari endapan tersebut. Secara khusus, kegiatan eksplorasi timah diawali dengan melakukan studi literatur mengenai genesa timah pada lokasi penyelidikan, keterdapatan, fisiografis, lithologi dan stratigrafi. Selain itu pada studi awal ini dilakukan peninjauan kembali terhadap data pemboran yang telah dilakukan sebelumnya. Melalui hal tersebut dapat dilakukan penetapan wilayah studi dan susunan program eksplorasi yang lebih efektif, efisien dan ekonomis. Beberapa kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada endapan timah sekunder diantaranya adalah resistivity marine survey sampai drilling. a. Resistivity Marine Survey Metode resistivity marine survey merupakan metode yang dapat digunakan pada eksplorasi daerah lepas pantai. Metode ini dapat menampilkan gambaran



penampang



resistivitas



bawah



permukaan.



Penampang



resistivitas inilah yang akan diinterpretasikan sehingga dapat ditentukan zona pengendapan timah placer. Metode ini didasarkan pada pengukuran



13



beda resistivitas semu antara lapisan batuan dibawah permukaan. Prinsip yang digunakan adalah sifat penjalaran arus pada suatu media batuan pada kedalaman tertentu sehingga dapat diketahui letak dari objek endapan yang menjadi target (Haryadi, 2008).



Gambar 2. 9 Alat Resistivity Marine



Konfigurasi yang digunakan adalah dipole-dipole dengan menggunakan sepasang electrode penginjeksi arus dan delapan pasang elektroda pengukur beda potensial yang disusun berurutan kearah belakang dalam sebuah streamer marine resistivity.



Gambar 2. 10 Streamer Resistivity Marine 8 Saluran dengan Konfigurasi Dipole-Dipole



Konfigurasi dipole-dipole merupakan gabungan dari Teknik profiling dan depth sounding. Konfigurasi ini menempatkan jarak elektroda arus C1 dan C2 sama dengan jarak elektroda potensial P1 dan P2. Penempatan elektroda P1 dan P2 berjarak a dari pasangan elektroda C1 dan C2 dengan nilai factor n = 1,2,3. K = π a n (n + 1) (n + 2)



14



Untuk mendapatkan nilai ρ pada konfigurasi dipole-dipole, tegangan yang dipakai (V) dibagi dengan arus yang terukur (I) dikalikan dengan factor geometri (K) sesuai dengan rumus : ρ = K ΔV/I dimana : ρ



= Nilai resistivitas



K = Faktor geometri ΔV = Perubahan tegangan I



= Arus



Gambar 2. 11 Contoh Peta Lintasan Resistivity Marine



b. Drilling Kegiatan pengeboran timah sekunder dapat dilakukan pada dua lokasi (onshore dan offshore) tergantung letak endapan yang menjadi target. •



Onshore drilling Kegiatan onshore drilling dapat dilakukan menggunakan alat bangka bor. Bor tumbuk jenis ini digunakan untuk pengambilan sample material lepas hingga mencapai kedalaman 30 – 35 meter. Sistem pemboran dilakukan secara kering atau dengan kata lain tidak



menggunakan



fluida



pemboran.



Kegiatan



pemboran



dilakukan oleh 4 – 5 orang, yang memiliki tugas yaitu memutar



15



alat dan menumbuk sambil menaiki alat bor tersebut untuk menambah beban vertical.



Gambar 2. 12 Bor Bangka







Offshore drilling Offshore drilling dilakukan untuk endapan timah lepas pantai. Pemboran ini dilakukan salah satunya dengan menggunakan alat bor ponton tipe Tahiti. Ponton ini memiliki empat buah penampung berbentuk silinder dan keempat silinder tersebut dihubungkan dengan balok-balok besi. Ponton ini mempunya dua deck yang digunakan untuk pekerja dan penempatan alat-alat bor. Alat ini dioperasikan pada daerah lepas pantai yang memiliki kedalaman air 5 – 15 meter dengan kedalaman pemboran mencapai 35 meter.



Gambar 2. 13 Ponton Tipe Tahiti



16



2.6



Metode Penambangan Penambangan timah sekunder dilakukan dengan beberapa cara antara lain : a. Metode Manual Penambangan secara manual dilakukan oleh perseorangan (warga sekitar) menggunakan alat tradisional berupa dulang. Penambangan dilakukan pada skala kecil dengan recovery yang relatif rendah. Penambangan ini dilakukan oleh warga pada kolam – kolam tailing hasil penambangan yang dilakukan oleh perusahaan produsen timah.



Gambar 2. 14 Penambangan Manual



b. Hydraulicking Endapan



alluvial



ditambang



dengan



pompa



semprot



(gravel



pump/monitor). Jika dilihat dari udara, penambangan timah darat selalu menimbulkan gorongan air dalam jumlah besar seperti danau dan tampak berlubang-lubang besar. Hal ini terjadi karena pola sebaran timah yang terendapkan



pada



sungai-sungai



purba



(paleoriver).



Pola



kerja



penambangan semprot ini sangat bergantung pada pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air yang sangat besar. Sehingga bekas penambangan akan menyisakan genangan air dalam jumlah besar. Produksi penambangan timah menghasilkan bijih pasir timah dengan kadar tertentu.



17



Gambar 2. 15 Hydraulicking



c. Dredging Pada



kegiatan



penambangan



lepas



pantai,



perusahaan



dapat



mengoperasikan armada kapal keruk untuk operasi produksi di daerah lepas pantai/offshore. Selanjutnya hasil produksi diproses di instalasi pencucian lalu diangkut dengan kapal tongkang menuju ke tempat pengolahan selanjutnya. Boom pada kapal keruk dapat mencapai kedalaman berkisar antara 15 – 50 meter di bawah permukaan laut serta mampu menggali material lebih dari 3,5 juta meter kubik perbulan.



Gambar 2. 16 Kapal Keruk



18



BAB III KESIMPULAN



1.



Pembentukan timah sekunder berkaitan dengan proses sedimentasi yang diawali dari proses pelapukan batuan sumber yang kaya akan kandungan unsur timah (granit) yang kemudian tertransportasi dan terkonsentrasi sebagai endapan residual, elluvial, colluvial, alluvial dan kaksa pada sungai-sungai purba.



2.



Pulau Bangka pada kala Tersier dan Kuarter berada pada altitude tinggi sehingga erosi terjadi intensif, menyebabkan cebakan timah sekunder melimpah pada sungai-sungai purba dan hanya menyisakan sedikit endapan primer seperti di Singkep dan Karimun. Sedangkan Pulau Belitung pada kala itu berada pada altitude rendah sehingga proses pelapukan tidak terjadi intensif yang menyebabkan konsentrasi mineral sekunder lebih rendah dan menyisakan endapan primer dalam jumlah yang besar.



3.



Metode eksplorasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode geofisika yaitu



resistivity marine survey. Untuk tahapan eksplorasi langsung dapat dilakukan pemboran di darat maupun laut tergantung keberadaan objek endapan yang menjadi target. Pengeboran di darat (onshore drilling) dapat menggunakan bangka bor, sedangkan pengeboran di lepas pantai (offshore drilling) dapat menggunakan ponton bor tahiti. Metode penambangan yang diterapkan untuk endapan timah sekunder dapat dilakukan secara manual dan hydraulicking untuk di darat dan dredging untuk di laut.



DAFTAR PUSTAKA



Schwart, M.O, et al. 2004. “The Southeast Asian Tin Belt”. Elsevier Science. Bundesanstalt fur Geowissenschaften und Rohstoffe. Germany. Kusuma, Irpan, dkk. 2010. “Penentuan Zona Pengendapan Timah Placer Daerah Laut Lubuk Bundar dengan Menggunakan Marine Resistivity”. Universitas Hasanudin. Makasar, Indonesia. Haryadi, Y., 2008. “Eksplorasi Mineral Placer di Laur Menggunakan Marine Reistivity dan Sub Bottom Profilling”. Tesis, Program Magister Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahua Alam, Universitas Indonesia. Jakarta. Pecora, William T. 1969. “Tin Resource of The World”. Geological Survey Buletin. Geological Survey Department, USA.



iii