Tindak Pidana Perbankan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak, seperti yang tertuang dalam pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Negara Republik Indonesia nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Definisi ini adalah acuan untuk mengerti definisi bank di Indonesia. Dari definisi yang telah dijelaskan oleh pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Negara Republik Indonesia nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dapat ditarik beberapa informasi yaitu tentang kegiatan utama dari bank dan tujuan adanya sebuah bank. Kegiatan utama dari bank dapat berupa 2 yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana. Penghimpunan dana dilakukan oleh bank dalam bentuk simpanan dari masyarakat. Sementara untuk penyaluran dana, dilakukan dalam bentuk kredit yang diberikan kepada masyarakat kembali atau dapat dalam bentuk lain sesuai yang dengan peraturan perundang-undangan. Lalu, untuk tujuan diadakannya sebuah bank adalah untuk meningkatkan taraf hidup khalayak banyak. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa bank adalah salah satu motor penggerak kesejahteraan masyarakat. Namun bank memiliki sistem tersendiri untuk melakukan kegiatan operasional sesuai dengan definisi tersebut Sistem perbankan adalah sebuah tata cara, dalah sebuah tata cara, aturanaturan dan pola bagai mana sebuah sektor perbankan (dalam hal ini bank-bank yang ada) menjalankan usaha nya sesuai dengan ketentuan (sistem) yang dibuat oleh pemerintah. Sistem perbankan di Indonesia terbangun dengan kosep yang dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada. Indonesia menetapkan sistem perekonomiannya sebagai sistem ekonomi yang demokrasi sesuai dengan landasan negara yaitu Pancasila. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Azas Perbankan Indonesia, pada Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992, yang berbunyi : “Perbankan Indonesia dalam menjalankan Usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian”. Demokrasi ekonomi yang dimaksud



adalah demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Namun demikian, walaupun prinsip kehati-hatian telah disebutkan, tidak menutup kemungkinan adanya permasalah dan tindak pidana yang muncul dalam bank dan sistem perbankannya. Pengaturan tentang tindak pidana yang terjadi dalam sistem perbankan diatur oleh Undang – Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang diperbarui oleh Undang – Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Dari dua Undang – Undang tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak pidana perbankan adalah perilaku yang melakukan maupun tidak melakukan terhadap suatu hal menggunakan produk perbankan sebagai sarana ataupun menyasar produk perbankan tersebut dari perilaku tersebut yang diatur dalam undang – undang ditetapkan sebagai perilaku yang melawan hukum. Merupakan asas hukum dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia bahwa setiap perilaku (conduct) yang bertentangan dengan setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku (khusus) bagi bank adalah tindak pidana. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari beberapa penjelasan yang telah diuraikan, terdapat permasalahan yang diteliti dan dicari kebenarannya yaitu tindak pidana perbankan (TPP) yang terjadi dalam bank dan sistemnya. Tujuan dari ditulisnya karya tulis ini adalah digunakan untuk mengetahui informasi tentang tindak pidana dalam bank dan sistem perbankan, sehingga dapat mengetahui unsur – unsur pidana yang timbul dari permasalahan perbankan dan pengaturan dari unsur – unsur tersebut. Dengan demikian, pembaca dapat mengerti secara detail dan terstruktur, mengapa sebuah tindak pidana dalam perbankan dapat terjadi, akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut, pengaturan terkait permasalahan tersebut dan dapat mengambil sikap maupun kesimpulan ketika menghadapi permasalahan dalam bank dan sistemnya. Sehingga pada akhirna, pembaca dapat mengerti pentingnya informasi tentang tindak pidana perbankan.



Walaupun telah diatur dalam Undang – Undang secara lex specialis oleh pembuat undang – undang, namun permalasahan tetap saja muncul ke permukaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan undang – undang sebagai landasan untuk menyelesaikan masalah yang diaturnya. Selain itu, bank dan sistemnya merupakan motor penggerak kesejahteraan di masyarakat. Masyarakat saat ini dapat dikatakan cukup bergantung dengan adanya intitusi ini untuk menunjang keberlangsungan hidup mereka. Apabila sebagai penggiat hukum tidak dapat memberikan informasi tentang tindak pidana yang telah diatur dan masalah yang kemungkinan akan terjadi di masyarakat, akan merusak sistem yang pada tujuannya untuk membantu pembangunan. Kerugian – kerugian yang berpotensi muncul akan terjadi karena kurangnya informasi terkait hal tersebut. Oleh karena itu, merupakan sebuah hal yang penting untuk mengetahui informasi tentang tindak pidana perbankan.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian dan Istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan? 2. Apa saja Tindak Pidana dalam Perbankan?



1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dan istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan. 2. Untuk mengetahui macam-macam tindak pidana dalam perbankan.



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Pengertian dan Istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan Pengertian Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu



peraturan hukum, larangan yang disertai ancaman sanksi yang berupa pidana terentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana, adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditujukan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang). Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang melakukannya.1 Berdasarkan rumusan tindak pidana yang dirumuskan ole Moeljatno ini tindak pidana yang mengandung unsur-unsur yaitu : 1. Perbuatan 2. Yang dilarang ( oleh aturan hukum ) 3. Ancaman Pidana ( bagi yang melanggar ) Tindak pidana tidak hanya semata sebagai gejala hukum. Para ahli hukum pun menganalisis terhadap tindak pidana tersebut. Berbagai pengertian tindak pidana dikemukakan oleh didasarkan dari sudut mana mereka memandang, apakah dari segi sosiologis, psikologis atau segi yang lainnya. Aspek-aspek lain merupakan keterkaitan yang saling mendukung dan mempengaruhi. Perlu diketahui bahwa dalam hukum perbankan terdapat berbagai pengertian mengenai tindak pidana. Secara garis besar ada dua pengertian yang perlu dibedakan dan dipahami yaitu tindak pidana perbankan, dan tindak pidana dibidang perbankan. Tindak Pidana Perbankan adalah pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan undang-undang perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh 1



Hermansyah, S.H., M.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal. 159



Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) dan undang-undang lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan perbankan (misalnya UndangUndang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang pokok Bank Indonesia. Terdapat dua istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun maksud dan ruang lingkupnya bisa berbeda. Pertama, adalah adedidikirawan “Tindak Pidana Perbankan” dan kedua, “Tindak Pidana di Bidang Perbankan”. “Tindak pidana perbankan” mengandung pengertian tindak pidana itu sematamata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan “tindak pidana di bidang perbankan” tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank. Istilah “tindak pidana di bidang perbankan” dimaksudkan untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank. Dalam bagian ini dikemukakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana perbankan sebagai salah satu bentuk dari tindak pidana di bidang ekonomi. Tindak pidana di bidang ekonomi ini biasanya disebut juga kejahatan kerah putih (white collar crime). Secara umum tindak pidana ekonomi adalah tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan karena atau untuk motif-motif ekonomi. Coklin merumuskan dan mengidentifikasikan unsur-unsurnya sebagai berikut: a) Suatu perbuatan melawan hukum yang diancam dengan sanksi pidana b) Yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi di dalam pekerjaannya yang sah atau di dalam pencarian/usahanya di bidang industry atau perdagangan c) Untuk tujuan memperoleh uang atau kekayaan, menghindari pembayaran uang atau menghindari kehilangan/kerugian kekayaan, memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi.2



2



Hermansyah, S.H., M.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal. 159-161



2.2 Tindak Pidana Perbankan



A. Jenis-Jenis Tindak Pidana Perbankan a) Tindak Pidana Perbankan dalam KUHP Indonesia Karena RUU Hukum Pidana atau RUU KUHP masih dalam proses, maka KUHP merupakan hukum positif yang ada sekarang, masih diberlakukan. Oleh karena itu, tindak pidana perbankan yang dimaksutkan disini adalah tindak pidana yang diperkirakan sedikit banyaknya mempunyai kolerasi dengan perbankan. Hal ini dipertegas karena di dalam Pasal 103 KUHP yang merupakan peraturan yang penghabisan dari Buku I, jelas mengatakan: “Ketentuan dari delapan bab yang pertama dari buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut undang-undang lain, kecuali kalua undang-undang atau ordonansi menentukan perturan lain”. Oleh karena itu, KUHP dapat dipergunakan atau diberlakukan dalam masalah-masalah tindak pidana perbankan, kecuali ada Undang-Undang Perbankan yang mengaturnya secara tersendiri.3



b) Tindak Pidana Perbankan dalam UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998, dan UU No. 23 Tahun 1999 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) menetapkan tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam empat macam, yaitu: 1. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan 2. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank 3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan 4. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.



3



Prof. Chainur Arrasjid, S.H.,, Hukum Pidana Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 34-35



Adapun untuk lebih jelasnya maka keempat macam tindak pidana di bidang perbankan ini akan dijabarkan sebagai berikut: 1. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Perizinan Tindak pidana ini disebut juga dengan tindak pidana bank gelap. Pasal 46 Ayat (1) menyebutkan, bahwa barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Ketentuan ayat (2) menyebutkan, bahwa dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap keduaduanya. Ketentuan ini satu-satunya ketentuan dalam UU Perbankan yang mengenakan ancaman hukuman terhadap korporasi dengan menuntut mereka yang memberi perintah atau pimpinannya.



2. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Rahasia Bank Pasal 47 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Ayat (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai



bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Pasal 47A. UU Perbankan menyebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).



3. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Pengawasan Dan Pembinaan Bank Pasal 48 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Ayat (2) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 34 Ayat (1) dan Ayat (2),diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun danpaling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).



4. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Usaha Bank Pasal 49 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : a) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b) Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c) Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja



mengubah,



mengaburkan,



menghilangkan,



menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut. Diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Pasal 49 UU Ayat (2) Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja : a) Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainya,



ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; b) Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undangundang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya yang berlaku bagi bank, Diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Selanjutnya Pasal 50 UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 50A. UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank



untuk



mengakibatkan



melakukan bank



atau



tidak



tidak



melakukan



melaksanakan



tindakan



yang



langkah-langkah



yang



diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).



5. Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Kegiatan Perbankan Selain keempat macam tindak pidana di bidang perbankan yang telah disebutkan diatas sebenarnya ada tindak pidana lain yang berkaitan sangat erat dengan kegiatan perbankan yaitu: a) Tindak Pidana Pasar Modal Kebijakan formilatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TTPM) diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM), pada bab XV tentang ketentuan pidana (pasal 103-110). Berdasarkan hal tersebut diatas, Tindak Pidana Pasar Modal secara singkat dapat didefinisikan sebagai, segala perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal. b) Tindak Pidana Pencucian Uang Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan4



4



Adrian Sutedi, S.H., M.H., Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 19



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN 1. Tindak pidana perbankan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan undangundang perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) dan undang-undang lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan perbankan (misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang pokok Bank Indonesia. “Tindak pidana perbankan” mengandung pengertian tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan “tindak pidana di bidang perbankan” tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank.



2. Jenis-jenis Tindak Pidana dalam Perbankan dapat dibedakan menjadi : 1) Tindak Pidana Perbankan dalam KUHP Indonesia 2) Tindak Pidana Perbankan dalam UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998, dan UU No. 23 Tahun 1999. Tindak Pidana dalam kategori ini dapat dibedakan menjadi 4 macam : 1. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan 2. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank 3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan 4. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.



3. Selain keempat macam tindak pidana di bidang perbankan yang telah disebutkan diatas, tindak pidana lain yang berkaitan sangat erat dengan kegiatan perbankan yaitu: 1) Tindak Pidana Pasar Modal 2) Tindak Pidana Pencucian Uang



B. SARAN Dibutuhkan regulasi-regulasi yang dapat menjadi payung hukum terhadap segala jenis tindak pidana perbankan yang ada di Indonesia, sehingga kebutuhan akan suatu hukum positif yang terkhusus untuk menangani dan menegakkan tindak pidana perbankan di Indonesia menjadi suatu kebutuhan yang urgen dalam menegakkan hukum perbankan yang berkeadilan dan dapat berdaya guna maksimal bagi masyarakat Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA Hermansyah. 2011. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Arrasjid , Chainur. 2011. Hukum Pidana Perbankan. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta. Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.