Toshiba 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Toshiba Accounting Scandal: Runtuhnya Etika Bangsa Jepang Yang Sangat Diagungkan Itu Skandal akuntansi yang sering terjadi selama ini, sebagaimana yang kita pelajari dalam teks book business/accounting ethic atau kita ketahui dalam jurnal bisnis, biasanya selalu didominasi oleh perusahaanperusahaan barat, seperti Enron, Xeroc, Worlddotcom, Triton, dll. Makanya ketika saya mengetahui bahwa telah terjadi skandal akuntansi di Toshiba, seakan tak percaya bahwa bangsa yang selama ini dikenal sangat menjunjung tinggi moralitas dan etika ini, dan tentunya rasa malu, juga bisa jatuh di jurang yang sama. Meskipun sebelumnya ada kasus Olympus di Jepang, namun tidak segempar Toshiba yang lebih dikenal masyarakat dunia ini. Toshiba telah berkiprah dalam industry teknologi di seluruh dunia sejak tahun 1875, itu artinya selama 140 tahun Toshiba telah mampu mencuri hati masyarkat di seluruh dunia dengan produk yang berkualitas, brand image yang tangguh, dan layanan pelanggan yang excellent. Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang  mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa panel independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel independen tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar  ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun) sejak tahun 2008. Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa eksekutif perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba yang tidak realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar itu sebelum akhir kuartal/tahun fiskal. Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk menggoreng catatan akuntansinya. Laporan itu juga mengatakan bahwa penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai kebijakan resmi dari manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk melawannya, sesuai dengan budaya perusahaan Toshiba. Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul keesokan harinya pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu Atsutoshi Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang sekarang menjadi penasihat Toshiba juga mengundurkan diri. Panel tersebut mengatakan bahwa Tanaka dan Sasaki tidak mungkin tidak tahu atas praktik penggorengan laporan keuangan ini. Penggorengan ini pasti dilakukan secara sistematis dan disengaja. Saham Toshiba turun sekitar 20% sejak awal April ketika isu akuntansi ini terungkap. Nilai pasar perusahaan ini hilang sekitar ¥ 1,67 triliun (setara dengan RP174 triliun). Badan Pengawas Pasar Modal Jepang kemungkinan akan memberikan hukuman pada Toshiba atas  penyimpangan akuntansi tersebut dalam waktu dekat ini. Manajemen Berbasis Kinerja Target yang terlalu tinggi, dan tekanan atas pencapaian target tersebutlah yang menyebabkan skandal ini terjadi. Dalam akuntansi manajemen, hal ini disebut dengan akuntansi pertanggungjawaban, yaitu bagaimana kepala unit bisnis melaporkan pencapaian kinerjanya atas tanggung jawab yang diberikan manajemen puncak perusahaan kepadanya. Tidak ada yang salah sebenarnya dalam praktik akuntansi pertanggungjawaban ini, malah dianjurkan untuk menciptakan kinerja yang lebih baik, namun kesalahannya terletak pada tumpuan penilaian kinerja semata-mata hanya pada sisi kinerja keuangan. Meskipun kita mengenal ada empat perspektif kinerja dalam balance score card(keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan dan pembelajaran), namun dalam kenyataannya tetap perspektif keuangan selalu yang didewakan. Tidak hanya di Jepang, Amerika atau negara barat lainnya, di Indonesiapun praktik manajemen berbasis kinerja ini sering banyak disalahgunakan. Praktik sederhananya adalah manajemen puncak memberikan target yang luar biasa tinggi kepada unit bisnis dibawahnya, sebenarnya manajemen puncak mengetahui bahwa target itu sangat tidak realistis, namun sengaja ia berikan agar memacu unit bisnis menghasilkan yang lebih banyak lagi melebihi target normal, agar target yang dibebankan kepadanya bisa dicapai. Atau contoh sederhananya begini: dewan komisaris (BOC) memberikan target pertumbuhan 10% kepada dewan direksi (BOD) perusahaan, selanjutnya BOD memberikan target 12% kepada setiap unit bisnis dibawahnya, untuk mengamankan agar pencapaiannya yang 10% itu dapat dengan mudah dipenuhi, selanjutnya kepala unit bisnis memberikan target yang lebih tinggi lagi misal sebesar 15% kepada manajer divisi dibawahnya lagi, demikian seterusnya. Praktik ini sebenarnya normal terjadi, namun tekanan dan punishment dari atasan agar target tercapai itulah yang membuat unit bisnis mengakali laporannya. Cara gampangnya adalah dengan memberikan laporan yang salah alias laporan ABS (Asal Bapak Senang) seperti pada kasus Toshiba ini. Cara Baru Pengawasan Kasus akuntansi Toshiba ini tidak akan mungkin muncul ke permukaan, jika komisaris (Chairman) Toshiba tidak melakukan inistiatif membentuk panel independen ini, artinya jika dengan pengawasan biasa saja (internal audit atau komite audit), hal ini pasti tidak terdeteksi.



Demikian juga peran OJK nya Jepang yang tidak mampu mendeteksi kasus ini, dengan beranekaragam regulasi yang dikeluarkan OJK ternyata masih belum mampu mencegah terjadinya praktik kecurangan akuntansi pada perusahaan terdaftar di bursa, ini juga patut dipertanyakan. Hal yang sama terjadi juga pada eksternal auditor Toshiba yang juga tidak mampu menemukan kecurangan akuntansi ini. Audit independen saja tidak mampu menemukannya bagaimana dengan internal audit atau OJK? Perlu dipikirkan cara baru pengawasan untuk mencegah hal ini terulang lagi, mungkin semacam inspeksi dari komisaris perusahaan atau dari regulator (jika perusahaan terbuka). Inpeksi atau pemeriksaan khusus bisa dilakukan kapan saja dengan waktu yang tidak tentu. Pemeriksaan khusus (inpeksi) ini harus dituangkan dalam peraturan resmi (peraturan OJK atau peraturan pemerintah) agar semua perusahaan melakukannya secara bersama, termasuk didalamnya siapa yang menanggung biaya inspeksi ini. Dengan penerapan pengawasan berlapis ini tentunya akan tercipta laporan keuangan yang lebih accountable, good corporate governance, dan tentunya kepercayaan para stake holder (termasuk didalamnya investor) akan semakin tinggi.



https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshiba-accounting-scandal-runtuhnya-etika-bangsa-jepangyang-sangat-diagungkan-itu/



Palsukan Laporan Keuangan, Toshiba akan Dihukum Pemerintah CEO Toshiba, Hisao Tanaka memberi pidato dalam acara pembukaan pusat penelitian dan pengembangan energi hidrogen di Tokyo, 6 April 6 2015. (REUTERS/Toru Hanai)



Jakarta, CNN Indonesia -- Pengawas keuangan Jepang berencana memberi hukuman kepada perusahaan teknologi Toshiba Corp., karena diduga memalsukan laporan keuangan. Sumber-sumber yang dekat dengan lingkungan pemerintah mengatakan kepada harian bisnis Nikkei, bahwa Securities and Exchange Commission Surveillance (SESC) berencana memberlakukan denda terhadap Toshiba pada September mendatang. Baca juga: Ada Skandal Akuntansi, CEO Toshiba Mundur



Regulator setempat sedang memelajari kasus ini dan menimbang hukuman potensial setelah komite independen mengumumkan temuannya dalam waktu dekat ini, termasuk soal dugaan kesengajaan melebih-lebihkan pendapatan perusahaan yang dilakukan para petinggi.



Komite independen mengatakan Toshiba membutuhkan perbaikan tata kelola perusahaan. Skandal akuntansi Toshiba diperkirakan mencapai lebih dari US$ 1 miliar per Maret 2014. Akibat peristiwa ini, publik mempertanyakan kinerja manajemen perusahaan. CEO Toshiba Corp., Hisao Tanaka akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri pada September bersama dengan anggota dewan lain termasuk Vice Chairman Norio Sasaki karena dinilai bertanggungjawab atas penyimpangan akuntansi. Di tahun 2014-2015, Toshiba memproyeksi laba bersih sebesar 120 miliar yen atau sekitar 1 miliar dollar AS. (adt)



https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20 150720101106-185-67228/palsukanlaporan-keuangan-toshiba-akan-dihukumpemerintah?



Toshiba Diguncang Skandal Akuntansi senilai US$1,2 Miliar Bisnis.com, JAKARTA - Toshiba Corporation didera skandal akuntansi senilai US$1,2 miliar yang menyebabkan pemimpin perusahaan Hisao Tanaka dan dua eksekutif lainnya mengundurkan diri.   Kasus yang diduga dilakukan cukup lama ini juga menyebabkan perusahaan harus menyajikan kembali laporan laba selama lebih dari enam tahun.



  Dua eksekutif lain yang mundur adalah wakil presiden Norio Sasaki dan mantan presiden Atsutoshi Nishida, yang berperan sebagai penasihat. Pengunduran diri pada Selasa (21/7) itu terjadi setelah dua bulan sebelumnya perusahaan mengumumkan tengah menyelidiki kemungkinan penyimpangan akuntansi. Pengunduran diri datang setelah laporan pihak ketiga menunjukkan eksekutif puncak perusahaan menetapkan target keuntungan realistis yang secara sistematis menyebabkan akuntansi cacat. Toshiba juga mengumumkan Ketua Masashi Muromachi akan mengambilalih kendali perusahaan sebagai presiden sementara. Perusahaan akan mengumumkan tim manajemen baru pada pertengahan Agustus dan akan mengajukan laporan laba tahun fiskal 2014 pada 31 Agustus.



Menurut laporan investigasi pihak ketiga, penyimpangan akuntansi yang ‘terampil’ itu tersembunyi dari pengamat luar. Namun, tidak ada denda telah diajukan terhadap Toshiba atau eksekutif dalam kasus ini. Toshiba adalah perusahaan besar yang telah berdiri selama 140 tahun di Jepang dengan lini usaha meliputi reaktor nuklir hingga chip memori. Perusahaan terjerembab dalam skandal akuntansi terbesar di negara itu sejak 2011. Laporan itu juga menyebutkan bahwa Tanaka dan Sasaki, yang total masa kepemimpinan keduanya mencapai enam tahun, berusaha untuk menunda pembukuan kerugian dan karyawan tidak mampu untuk melawan perintah manajemen. Toshiba dikenal untuk produk televisi dan elektronik, termasuk komputer dan pemutar DVD. Perusahaan tercatat memiliki lebih dari 200.000 karyawan di seluruh dunia.  Ikuti perkembangan terkini tentang gempa di Palu dan penanganannya di sini.



Sumber : Bloomberg



http://finansial.bisnis.com/read/20150721/9/ 455185/toshiba-diguncang-skandalakuntansi-senilai-us12-miliar



Skandal Terungkap, CEO Toshiba Mundur Suasana konferensi pers pengunduran diri Presiden Toshiba Hisao Tanaka Tokyo, Selasa (21/7/2015). Tim peneliti menemukan penyimpangan pencatatan keuntungan perusahaan yang dilakukan Tanaka dari tahun 2008. (Reuters/Thomas Peter)



Liputan6.com, Tokyo - Chief Executive Officer (CEO) Toshiba Corp Hisao Tanaka dan para pejabat senior lainnya mengundurkan diri karena terlibat dalam skandal akuntansi terbesar di Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip Reuters, Rabu (22/7/2015), posisi Tanaka sementara digantikan oleh Direktur Masashi Muromachi. Tim penyelidik independen menemukan bahwa Tanaka mengetahui bahwa perusahaan memanipulasi laporan keuntungannya dengan nilai mencapai US$ 1,2 miliar selama beberapa tahun terakhir. "Saya melihat ini sebagai hal yang paling mencoreng merek kami sepanjang sejarah 140 tahun berdiri," kata Tanaka dalam sebuah konferensi pers. Di tengah kilatan lampu kamera. Dalam konferensi pers, Tanaka membungkuk yang menandakan bahwa ia menyesali perbuatannya. Muromachi dianggap bersih untuk memimpin Toshiba dalam menghadapi gejolak saat ini, sebelum menyerahkan kendali kepada penggantinya.  Pada bulan depan perusahaan berencana untuk mengumumkan laporan bisnis yang tertunda, untuk tahun buku yang berakhir pada bulan Maret 2015. Tentu saja, laporan keuangan yang akan diumumkan tersebut merupakan laporan keuangan tanpa manipulasi. Pendahulu Tanaka, Wakil direktur Norio Sasaki, dan penasihat Atsutoshi Nishida, juga akan mundur setelah laporan tim independen menunjukkan mereka juga telibat dalam skandal keuntungan untuk Tahun Buku 2008. Sebanyak delapan pejabat mengundurkan diri pada Selasa, 21 Juli 2015 kemarin dan Tanaka mengatakan bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan penunjukan direksi dan disetujui mayoritas anggota dewan. Laporan hari Senin oleh akuntan independen dan pengacara mengatakan laba operasional Toshiba telah dibesar-besarkan sebesar ¥ 151.8 milyar  atau sekitar US$ 1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang sulit, dan mereka melebih-lebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di tengah budaya tidak akan melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan. Koichi Ueda, seorang pengacara dan kepala panel, mengatakan dia terkejut dengan apa



yang telah mereka temukan. "Perusahaan ini mewakili Jepang, melakukan sesuatu atas nama lembaga, mengejutkan," ujar Ueda .  Tanaka tidak membantah temuan, tetapi dia tidak berniat mendorong adanya penyimpangan laporan laba. "Ini bukan wewenang saya memberi perintah untuk memanipulasi laporan laba, tetapi jika diteliti sepertinya telah dibuat," kata Tanaka. Temuan ini diharapkan mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi mengalami denda yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang sejak Olympus Corp ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7 miliar. Risiko atas kepercayaan investor Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso mengatakan, penyimpangan pembukuan di Toshiba sangat disesalkan. Pasalnya skandal tersebut terjadi pada saat Perdana Menteri Shinzo Abe sedang mencoba untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor global dengan pedoman tata kelola perusahaan yang lebih baik.  Aso menolak berkomentar ketika ditanya apakah Toshiba akan menghadapi denda. Salah seorang narasumber mengatakan regulator mulai melihat pembukuan Toshiba.  Beberapa analis mengkhawatirkan adanya kemungkina lebih banyak masalah kedepanya, termasuk kemungkinan penurunan pada bisnis nuklir Westinghouse Toshiba walau bukan target utama dari investigasi terbaru. Seorang eksekutif Toshiba menepis anggapan bahwa US$ 5,4 miliar yang diinvestasikan ke dalam Westinghouse pada 2006 telah membebani keuangan, dan menyebabkan manipulasi pada pembukuan, beliau mengatakan bisnis itu baik-baik saja. "Dibandingkan dengan saat akuisisi, laba operasi telah berkembang banyak," Keizo Maeda, executive vice presiden Toshiba, kepada wartawan. Menurut Standard & Poor, penyajian kembali laporan laba Toshiba dapat menyebabkan turunnya peringkat kredit.  "Intitusional investor dan dana jangka panjang lainnya sudah keluar dari saham Toshiba,



saat ini harga saham ditopang oleh investor jangka pendek," kata Takatoshi Itoshima, kepala manajer portofolio di Commons Asset Management. (Ilh/Gdn)



RUNTUHNYA PROFESI CEO TOSHIBA Nama      : Agnis Noviani Noor NPM       : 20212334 Kelas       : 4eb26



Kasus    : Hisao Tanaka adalah seorang yang telah menjabat di toshiba sebagai Presiden Eksekutif dan Chief Executive Officer (CEO). Perusahaan toshiba sendiri sudah berdiri selama 140 tahun namun hancur begitu saja dikarnakan perilaku etika yang tidak baik yang dilakukan tanaka, karena pangkat yang tinggi dan mempunyai kewenangan atas data yang diberikan untuk di laporkan namun menyalah gunakan data tersebut untuk mendapatkan keuntungan dalam perusahaan dikarenakan target yang tidak tercapai. Ia bertanggung jawab atas perbuatannya dengan cara mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 21 juni 2015 dengan kasus toshiba yang melebihkan keuntungan senilai US$ 1,2 Miliar untuk menutupi yang kurang dalam pencapaian target dikarenakan pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit tidak dapat sesuai target yang diharapkan sehingga terlihat adanya angka besar dilaporan tersebut sebagai keuntungan yang didapat oleh perusahaan demi menghindari dari kebangkrutan. Tidak hanya Hisao Tanaka selaku Presiden dan CEO yang mengundurkan diri, pihak lain yang terlibat pada kasus ini seperti wakil CEO toshiba yaitu Norio Sasaki dan Atsutoshi Nishida selaku Chief Executive yang sekarang menjadi penasihat toshiba juga mengundurkan diri. Tanaka dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang tinggi sehingga mereka melebihi laba dan menenunda pelaporan kerugian, mereka merancang laporan ini agar sulit diketahui oleh auditor. Investigasi independen sebenernya menemukan bahwa pihak manajemen berbohong mengenai jumlah keuntungan yang mereka dapatkan selama lebih dari 6 tahun karena ingin memenuhi target internal perusahaan setelah terjadi krisis finansial tujuh tahun lalu. Akibat tindakannya yang dipandang negatif itu toshiba akan dijatuhkan denda senilai 300-400 miliar yen karena kasus ini dan toshiba pun berencana untuk menjual properti dan aset lain mereka untuk menstabilkan neraca keuangan mereka. Analisis Kasus   :



Perilaku Etika Dalam Bisnis Perilaku etika bisnis pada kasus skandal akuntansi thosiba yang dilakukan CEO dan presiden tanaka tahun 2015 dengan penyimpangan pencatatan keuntungan perusahaan sebesar 1,2 miliar dollar AS ini mencerminkan perilaku yang  kurang baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan dengan begitu mudahnya mereka menaikan laba operasional. Hal ini karena adanya keinginan tanaka untuk membuat perusahaan seakan-akan sudah memenuhi performance unit yang sesuai dengan target dan seakan - akan tidak terlihat bahwa ada target yang tidak tercapai. Seharusnya Tanaka memikirkan kembali apa yang dilakukannya salah atau benar karena akibatnya membuat banyak pihak yang kecewa bahkan dirinya sendiri akan mendapatkan kerugian.



Dalam menciptakan etika bisnis yang baik dikasus ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Pengendalian Diri Pencapaian target dalam suatu perusahaan sangatlah penting untuk meningkatkan laba bagi perusahaan. Akan tetapi jika belum mencapai target seharusnya Hisao Tanaka dan pihak yang terkait dalam kasus ini harusnya menahan diri untuk melakukan niat tersebut, Agar kasus yang salah ini dapat terhindari.



2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Sosial Responsibility) Dilihat dari pengembangan tanggung jawab sosialnya, para pihak yang terkait dalam penyimpangan pencatatan ini tidak dapat memegang tanggung jawab sosialnya yang telah diberikan masyarakat kepada perusahaan toshiba karena hanya mementingkan dirinya pribadi sehingga berani melakukan penyimpangan pencatatan keuntungan pada perusahaan.



3. Mempertahankan Jati Diri Tidak Mudah Untuk Terombang-Ambing Oleh Pesatnya Perkembangan Informasi Dan Teknologi. Dalam kasus ini penyimpangan pencatatan toshiba selaku CEO dan presiden Hisao Tanaka  seharusnya dapat mempertahankan jadi dirinya sebagai CEO dan Presiden yang seharusnya dijalankan dengan benar dengan tidak memanipulasi data laporan keuangan.



4. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan” Pada kasus ini Hasao Tanaka tidak memikirkan karir yang dimiliki toshiba selama 140 tahun yang dpercaya banyak masyarakat bahkan karir untuk pelakunya sendiri pun tidak memikirkan nantinya bagaimana dimasa yang akan datang, mereka hanya melihat masalah sekarang yang terpenting terselesaikan walaupun dengan cara yang salah.



5. Menghindari Sifat 5K (katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi dan komisi) Dalam kasus penyimpangan pencatatan 5k ini pasti tidak dapat terhindari dikarenakan tidak adanya jalan lain untuk pencapaian target yang diharapkan agar tidak mendapatkan kerugian yang besar maka mereka bekerja sama dengan koneksi dilingkungan yang berhak memegang laporan keuangan tersebut dengan cara memperbesar laba operasional dan bekerjasma dengan berbagai pihak dalam melakukan tindakan 5K tersebut. 6. Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar Pada kasus ini CEO dan Presiden Hisao Tanaka memanipulasi data toshiba dikarenakan persyaratan untuk memenuhi performance unit yang tidak bisa terpenuhi, Maka dari itu CEO dan Presiden Hisao Tanaka bekerja sama untuk memanipulasi data laporan keuangan dan memaksakan diri untuk mencapai profit yang tinggi, tanpa memandang benar atau salah cara yang dilakukannya.



7. Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama. Pada kasus ini tidak adanya etika bisnis yang konsekuen dan konsisten dari para pihak karena CEO dan presiden Hisao Tanaka sudah melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi walaupun tujuannya baik untuk menyelamatkan perusahaan toshiba dari performance unit yang tidak terpenuhi.



8. Menumbuhkan Kesadaran Dan Rasa Memiliki Terhadap Apa Yang Disepakati Apabila pada kasus ini para pihak yang terkait mempunyai kesadaran bahwa dirinya ikut andil dalam perusahaan untuk memajukan dan mematuhi apa yang telah disepakati, maka akan



menghasilkan profit seperti yang ditargetkan dan tetap akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.



9. Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Dalam setiap profesi pasti memiliki aturan atau pedoman yang harus di patuhi. Pada kasus ini para pihak yang bersalah mungkin belum telalu mengenal etika bisnis yang baik jadi mereka belum paham dengan aturan dan pedomana yang telah ditetapkan, sehingga apa yang dilakukan mereka menurutnya hanyalah hal biasa dan tidaknya ketegasan aturan yang ada maka banyak orang yang melakukan terus menurus keslaahan pada kasus ini. Didalam dunia bisnis perlu adanya etika bisnis yang baik untuk pencapaian tujuan yang ingin dicapai dengan cara halal sesuai dengan tahap-tahap yang seharusnya, bukan dengan cara menghalalkan segala cara agar dapat pencapaian tujuan tersebut, Pada kasus tanaka dan pihak yang membantunya dalam membuat laporan keuangan tidak dilakukan dengan benar yang seharusnya mengalami kerugian mereka menambahkan labanya sehingga terciptanya keuntungan dalam laporan keuangan tersebut.



Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntasi Pada kasus ini seharusnya memiliki adanya profesi akuntan publik dalam sebuah perusahaan apalagi dalam bagian jasa atestasi. Hisao tanaka membuat laporan keuangan pada perusahaannya agar telihat untung dan menghilangkan kerugiannya dikarenakan adanya Keterlambatan toshiba dalam melakukan pengawasan (internal audit atau komite audit) pantas saja tidak terindeteksi secara cepat dan adanya peran OJK namun tidak mampu untuk mendeteksi menemukan kecurangan akuntansi pada kasus ini. Perlu adanya cara baru pengawasan untuk mencegah initerulang kembali, mungkin dengan adanya inspeksi komisaris perusahaan, dengan adanya penerapan berlapis itu pula akan tercipta laporan keuangan yang lebih baik dan kepercayaan para stake holder akan semakin tinggi. 



Laporan Audit Pada kasus ini laporan keuangan yang dihasil pihak manajemen tidak sesuai dengan pernyataan hal ini terbukti saat investigasi independen sebenarnya menemukan bahwa pihak manajemen



berbohong mengenai jumlah keuntungan yang mereka dapatkan selama lebih dari 6 tahun dikarenakan ingin memenuhi target internal perusahaan setelah terjadi krisis finansial tujuh tahun lalu. Namun adanya kelihaian pihak manajemen dalam memanipulasi laporan keuangan membuat pihak auditor sulit menemukan adanya kecurangan pada laporan keuangan tersebut sehingga butuh waktu cukup lama untuk mengindentifikasi kasus ini dikarenakan ketidaktelitian auditornya.



Etika Profesional Profesi Akuntan Publik Adanya audit pada laporan keuangan sangatlah perlu dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan agar mendapatkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Pelanggaran kode etik yang dilakukan hisao tanaka dan perusahaan tosibha terlambat untuk menangani laporan keuangan sangatlah tidak baik bagi perusahaan. Sangatlahlah mudah untuk mempertahankan etika profesi dengan baik, jika saja dalam dirinya itu bisa terkendali untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak bermoral itu, akan tetapi pada kasus ini tanaka menyalah gunakan kode etik sebagai pimpinan toshiba, hal ini dapat merusak reputasi perusahaan bahkan dirinya sendiri.



Aturan Etika Profesi Akuntansi Tujuan



profesi



akuntansi



adalah



memenuhi



tanggung



jawabnya



dengan



standar



profesionakisme tertinngi, untuk mencapai tujuannya dapat dilihat 4  kebutuhan dasar yang harus dipenuhi : -     - Kreabilitas Pada kasus hisao tanaka ini tidak memenuhi kreadibilitas dengan baik karena telah membuat laporan keuangan agar terlihat adanya keuntungan di dalam perusahaan. -    - Profesionalisme Pada kasus ini presiden sekaligus CEO tidak menjalankan tugasnya dengan baik atau secara profesionalisme bahkan melakukan perbuatan yang menguntungkan saja dengan cara menambahkan laba pada laporan keuangan. -    - Kualitas Jasa Kuranganya pelayanan dan jasa pada bagian pengawasan auditor pada laporan keuangan.



-     - Kepercayaan Hisao Tanaka pada dasarnya di toshiba sudah mendaptkan kepercayaan dari caranya bekerja dan telah memiliki reputasi diperusahan dengan baik, akan tetapi dikarenakan pada tahun tertentu ia harus mencapai target dan ternyata kurangnya target yang diharapkan sangatlah besar maka dari itu ia melakukan penambahan laba pada laporan keuangan dan tidak lagi dipercayai seegingga ia bertanggung jawab atas kasus ini dan mengundurkan diri.



Prinsip Pertama – Tangggung Jawab Profesi Dalam kasus ini pihak auditor yang kurang berhati-hati saat mengaudit laporannya dan pihak direksi seharusnya lebih bisa berhati-hati lagi untuk tidak melakukan kecurangan menutupi kerugian karena tindakan tersebut merugikan banyak pihak seperti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan maupun profesinya sendiri.



Prinsip Kedua – Kepentingan Publik Pada kasus hisao tanaka kurangnya pelayanan publik dan tidak adanya komitmen pada profesi yang menunjukkan sikap profesionalisme, untuk menjaga sikap profesionalisme yang baik seorang CEO dan presiden seharusnya mempunyai sikap yang bertanggung jawab dan jujur, dan sebagai auditor harus lebih bisa teliti agar tercipta laporan keuangan yang lebih accountable, good corporate govermance, dan akan mendapatkan kepercayaan para stake holder.



Prinsip Ketiga – Integritas Integritas mengharuskan para pihak  untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Tidak adanya kejujuran pada kasus ini walaupun niatnya baik untuk melindungi perusahaan dari kerugiaan namun cara presiden itu salah.



Prinsip Kelima – Kompetensi Dan Kehati-Hatian Profesional Pada kasus ini penyajian laporan keuangan seharusnya mempunyai sikap kehati-hatian dalam menyajikan laporan keuangan.



Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional Sebagai presiden dan CEO hisao hataka seharusnya berprilaku konsisen sesuai reputasi profesinya dengan baik dan menjauhi tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, namun pada kasus ini hataka bertanggung jawab dengan mengundurkan diri dikarenakan kesalahannya.



http://agnisnovianinoor.blogspot.com/2015/ 11/runtuhnya-profesi-ceo-toshiba_10.html ← PSAK 1 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN (REVISI 2013) EFEKTIF 1 JANUARI  2015



Toshiba Corporation Accounting Scandal Posted on May 8, 2016by minarahayu



Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Toshiba, produknya telah banyak menghiasi perkakas rumah dengan berbagai produk elektroniknya. Toshiba Corporation merupakan perusahaan elektronik asal Jepang dengan reputasi yang sangat baik awalnya. Dikenal sebagai perusahaan dengan laju inovasinya yang terdepan serta banyak mewarnai referensi buku bisnis dengan berbagai prestasi. Salah satunya karya firma hukum Mori Hamada & Matsumoto yang menceritakan tentang bagusnya tata kelola dalam perusahaan. Toshiba menduduki peringkat sembilan dari 120 perusahaan publik di Jepang dalam Good Governance Practice. Mencerahkan para pelaku bisnis sehingga ingin melakukan hal serupa di perusahaan mereka. Namun reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini terjadi baru-baru ini yaitu tahun 2015. Toshiba terbukti melakukan pembohongan publik dan investor dengan cara menggelembungkan keuntungan di laporan keuangan hingga overstated profit 1,2 Miliar US Dollar sejak tahun fiskal 2008. Dan yang lebih memprihatinkan skandal tersebut melibat top management dari Toshiba Corporation. Sejak laporan audit penginvestigasian resmi dirilis dua bulan setelah komite yang diketuai Koichi Ueda dan beranggotakan beberapa pakar akuntansi Jepang menginvestigasi Toshiba dan sampai pada kesimpulan telah terjadi penyimpangan. Pada 21 Juli 2015, delapan dari 16 petinggi Toshiba yang terlibat skandal akuntansi resmi mengundurkan diri. Termasuk diantaranya Presiden Direktur Hisao Tanaka, Wakil Presdir Norio Sasaki dan Chief Executive Atsutoshi Nishida. Analisis Kasus Guna mempercantik kinerja keuangannya, Toshiba melakukan berbagai cara baik mengakui pendapatan lebih awal atau menunda pengakuan biaya pada periode tertentu namun dengan metode yang menurut investigator tidak sesuai prinsip akuntansi,. Seperti kesalahan penggunaan percentage-of-completion untuk pengakuan pendapatan



proyek, cash-based ketika pengakuan provisi yang seharusnya dengan metode akrual, memaksa supplier menunda penerbitan tagihan meski pekerjaan sudah selesai, dan lain semisalnya. Besarnya angka, rentang waktu yang tidak sebentar, juga keterlibatan Top Management memberi gambaran kepada kita betapa kronis dan kompleksnya penyakit dalam tubuh Toshiba. Penyelewengan dilakukan secara berjamaah, sistematis dan cerdas. Sekian lapis sistem kontrol dari mulai divisi akuntansi, keuangan, internal audit, tidak berfungsi sama sekali. Bagaimana akan berfungsi, bahkan oknumnya dari staff senior mereka yang sudah hafal seluk beluk perusahaan. Seiya Shimaoka, seorang internal auditor, mencurigai kecurangan dan berusaha melaporkan tapi malah dianggap angin lalu oleh atasannya sendiri seperti yang dilansir jurnalis Financial Times. Sedemikian rapi dan cerdasnya hingga tim auditor eksternal sekelas Ernst & Young (EY) tak mampu mencium aroma busuk dari laporan keuangan Toshiba. Belum ada dugaan kantor akuntan itu terlibat dalam skandal. CEO memang tidak menginstruksikan langsung untuk melakukan penyimpangan tetapi memasang pencapaian target yang tinggi. Ini yang membuat karyawan pusing kepala. Apalagi ditambah budaya Toshiba yang kurang baik: tidak bisa melawan atasan. Maksudnya melawan adalah koreksi atas kesalahan manajemen mengambil keputusan. Dalam kasus Toshiba, bawahan tidak bisa mengkoreksi penetapan target oleh CEO yang bahkan tidak realistis dengan kondisi bisnis dan perusahaan. Bahasa mudahnya, CEO berkata, “Terserah kamu mau ngapain, pokoknya akhir tahun harus profit!” Selain itu, sistem kompensasi karyawan yang dihitung dari kinerja keuangan juga turut andil di dalamnya. Maka muncullah ide-ide kreatif dari karyawannya untuk mencapai target yang ditetapkan. Celakanya kreatifitas kali ini bukan dalam riset pengembangan atau pemasaran namun dalam hal perlakuan akuntansi. Dibuatlah laporan keuangan dengan profit tinggi padahal tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Solusi Dalam kasus skandal akuntansi di dalam Toshiba Corporation ini menunjukan perilaku bisnis yang kurang baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan dengan menaikan laba operasional. Dalam menciptakan etika bisnis yang baik dikasus ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1.



Pengendalian Diri



2.



Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Sosial Responsibility)



Pencapaian target dalam suatu perusahaan sangatlah penting untuk meningkatkan laba bagi perusahaan. Akan tetapi jika belum mencapai target seharusnya Hisao Tanaka dan pihak yang terkait dalam kasus ini harusnya menahan diri untuk melakukan niat tersebut, Agar kasus yang salah ini dapat terhindari.



Dilihat dari pengembangan tanggung jawab sosialnya, para pihak yang terkait dalam penyimpangan pencatatan ini tidak dapat memegang tanggung jawab sosialnya yang telah diberikan masyarakat kepada perusahaan toshiba karena hanya mementingkan dirinya pribadi sehingga berani melakukan penyimpangan pencatatan keuntungan pada perusahaan. 3.



Mempertahankan Jati Diri Tidak Mudah Untuk Terombang-Ambing Oleh Pesatnya Perkembangan Informasi Dan Teknologi.



Dalam kasus ini penyimpangan pencatatan toshiba selaku CEO dan presiden Hisao Tanaka  seharusnya dapat mempertahankan jadi dirinya sebagai CEO dan Presiden yang seharusnya dijalankan dengan benar dengan tidak memanipulasi data laporan keuangan. 4.



Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”



5.



Menghindari Sifat 5K (katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi dan komisi)



6.



Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar



7.



Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama.



8.



Menumbuhkan Kesadaran Dan Rasa Memiliki Terhadap Apa Yang Disepakati



Pada kasus ini Hasao Tanaka tidak memikirkan karir yang dimiliki toshiba selama 140 tahun yang dpercaya banyak masyarakat bahkan karir untuk pelakunya sendiri pun tidak memikirkan nantinya bagaimana dimasa yang akan datang, mereka hanya melihat masalah sekarang yang terpenting terselesaikan walaupun dengan cara yang salah.



Dalam kasus penyimpangan pencatatan 5k ini pasti tidak dapat terhindari dikarenakan tidak adanya jalan lain untuk pencapaian target yang diharapkan agar tidak mendapatkan kerugian yang besar maka mereka bekerja sama dengan koneksi dilingkungan yang berhak memegang laporan keuangan tersebut dengan cara memperbesar laba operasional dan bekerjasma dengan berbagai pihak dalam melakukan tindakan 5K tersebut.



Pada kasus ini CEO dan Presiden Hisao Tanaka memanipulasi data toshiba dikarenakan persyaratan untuk memenuhi performance unit yang tidak bisa terpenuhi, Maka dari itu CEO dan Presiden Hisao Tanaka bekerja sama untuk memanipulasi data laporan keuangan dan memaksakan diri untuk mencapai profit yang tinggi, tanpa memandang benar atau salah cara yang dilakukannya.



Pada kasus ini tidak adanya etika bisnis yang konsekuen dan konsisten dari para pihak karena CEO dan presiden Hisao Tanaka sudah melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi walaupun tujuannya baik untuk menyelamatkan perusahaan toshiba dari performance unit yang tidak terpenuhi.



Apabila pada kasus ini para pihak yang terkait mempunyai kesadaran bahwa dirinya ikut andil dalam perusahaan untuk memajukan dan mematuhi apa yang telah disepakati, maka akan menghasilkan profit seperti yang ditargetkan dan tetap akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.



9.



Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.



Dalam setiap profesi pasti memiliki aturan atau pedoman yang harus di patuhi. Pada kasus ini para pihak yang bersalah mungkin belum telalu mengenal etika bisnis yang baik jadi mereka belum paham dengan aturan dan pedoman yang telah ditetapkan, sehingga apa yang dilakukan mereka menurutnya hanyalah hal biasa dan tidaknya ketegasan aturan yang ada maka banyak orang yang melakukan terus menurus keslaahan pada kasus ini. Kesimpulan Di dalam dunia bisnis pentingnya menerapkan etika bisnis yang baik untuk pencapaian tujuan yang ingin dicapai dengan cara halal sesuai dengan tahap-tahap yang seharusnya, bukan dengan cara menghalalkan segala cara agar dapat pencapaian tujuan tersebut.  https://minarahayu.wordpress.com/2016/05/08/toshiba-corporation-accountingscandal/



KASUS PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTANSI PERUSAHAAN TOSHIBA Jika kita membaca ataupun mencari tahu tentang salah satu perusahaan industri teknologi terbesar didunia pasti Toshiba termaksud kedalamnya, Toshiba sendiri sudah berdiri sejak tahun 1875 yang berarti Toshiba sendiri telah berdiri selama 141 tahun. Toshiba telah mampu mencuri hati masyarakat di seluruh dunia dengan produk yang berkualitas, brand image yang tangguh, dan layanan pelanggan yang excellent. Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Jepang yaitu Shinzo Abe yang  mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa panelis independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel independen tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar  ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun / US$ 1,2 miliar) sejak tahun 2008. Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa eksekutif perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba yang tidak realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar itu sebelum akhir kuartal/tahun fiskal. Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk menggoreng catatan akuntansinya. Laporan itu juga mengatakan bahwa



penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai kebijakan resmi dari manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk melawannya, sesuai dengan budaya perusahaan Toshiba. Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul keesokan harinya pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu Atsutoshi Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang sekarang menjadi penasihat Toshiba juga mengundurkan diri, total ada delapan pejabat Toshiba mengundurkan diri. Panel tersebut mengatakan bahwa Tanaka dan Sasaki tidak mungkin tidak tahu atas praktik penggorengan laporan keuangan ini. Saham Toshiba turun sekitar 20% sejak awal April 2015 ketika isu akuntansi ini terungkap. Nilai pasar perusahaan ini hilang sekitar ¥ 1,67 triliun (setara dengan RP174 triliun). Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso mengatakan, penyimpangan pembukuan di Toshiba sangat disesalkan. Pasalnya skandal tersebut terjadi pada saat Perdana Menteri Shinzo Abe sedang mencoba untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor global dengan pedoman tata kelola perusahaan yang lebih baik. Aso menolak berkomentar ketika ditanya apakah Toshiba akan menghadapi denda. Salah seorang narasumber mengatakan regulator mulai melihat pembukuan Toshiba.   Solusi : Pada kasus skandal akuntansi di Toshiba Corp ini menunjukan perilaku bisnis yang kurang baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan dengan menaikan laba operasional demi terciptanya kenyamanan para investor dan calon investor. Dalam menciptakan etika bisnis yang baik dikasus ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1.



Pengendalian Diri



Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk mencapai laba sebesar mungkin, salah satunya adalah dengan pencapaian target dalam suatu perusahaan. Akan tetapi jika belum mencapai target seharusnya pihak yang terkait dalam kasus ini harusnya menahan diri untuk melakukan niat tersebut, Agar kasus yang salah ini dapat terhindari. 1.



Mempertahankan Jati Diri Tidak Mudah Untuk Terombang-Ambing Oleh Pesatnya Perkembangan Informasi Dan Teknologi.



Dalam kasus ini penyimpangan pencatatan toshiba selaku CEO Hisao Tanaka  seharusnya dapat mempertahankan jadi dirinya sebagai CEO yang seharusnya dijalankan dengan benar dengan tidak memanipulasi data laporan keuangan. 1.



Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”



Pada kasus ini Hasao Tanaka tidak memikirkan karir yang dimiliki toshiba selama 140 tahun yang dipercaya banyak masyarakat bahkan karir untuk pelakunya sendiri pun



tidak memikirkan nantinya bagaimana dimasa yang akan datang, mereka hanya melihat masalah sekarang yang terpenting terselesaikan walaupun dengan cara yang salah. 1.



Menghindari Sifat 5K (katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi dan komisi)



Dalam kasus penyimpangan pencatatan 5k ini pasti tidak dapat terhindari dikarenakan tidak adanya jalan lain untuk pencapaian target yang diharapkan agar tidak mendapatkan kerugian yang besar maka mereka bekerja sama dengan koneksi dilingkungan yang berhak memegang laporan keuangan tersebut dengan cara memperbesar laba operasional dan bekerjasma dengan berbagai pihak dalam melakukan tindakan 5k tersebut. 1.



Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar



Pada kasus ini CEO dan Presiden Hisao Tanaka memanipulasi data toshiba dikarenakan persyaratan untuk memenuhi performance unit yang tidak bisa terpenuhi, Maka dari itu CEO dan Presiden Hisao Tanaka bekerja sama untuk memanipulasi data laporan keuangan dan memaksakan diri untuk mencapai profit yang tinggi, tanpa memandang benar atau salah cara yang dilakukannya. 1.



Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama.



Pada kasus ini tidak adanya etika bisnis yang konsekuen dan konsisten dari para pihak karena CEO Hisao Tanaka sudah melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi walaupun tujuannya baik untuk menyelamatkan perusahaan toshiba dari performance unit yang tidak terpenuhi.  



Sumber : https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshibaaccounting-scandal-runtuhnya-etika-bangsa-jepang-yangsangat-diagungkan-itu/ http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150720101106-18567228/palsukan-laporan-keuangan-toshiba-akan-dihukum-pemerintah/ (0910-2016)



https://adnestantiabenedith.wordpress.com/2016/10/12/kasus-pelanggaran-kode-etikakuntansi-perusahaan-toshiba/



Tugas Etika Bisnis "Good Corporate Governance" (Kelompok 7) GOOD CORPORATE GOVERNANCE



KELOMPOK 7 Nama               :  Ita Andiani                (15214538)                           Sari Pitri Yani           (1A214057)                           Syarah Okta Rizkiani (1A214602)                           Utami Nur Hidayati  (1A214957)                           Vina Esly Marini       (1C214057) Kelas               : 3EA01 Mata Kuliah    : Etika Bisnis



1.1 Pengertian dan Konsep Dasar Dua



teori



utama



yang



terkait



dengan corporate



governance adalah stewardship



theory dan agency theory (Chinn, 2000; Shaw, 2003). Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan Fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata



lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai orang yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance  berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan



perusahaan



yang



menciptakan



nilai



tambah



(value



added)



untuk



semua  stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, danresponsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negaranegara maju yang tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999.



2.1 Karakteristik Good Governance Dari beberapa sumber organisasi dunia seperti UNDP dan UNESCAP berikut karakteristik good governance menurut UNDP dan UNECSAP :



Gambar 2.1 : Karakteristik Good Governance Menurut UNESCAP 



 



 



   a.  P



articipation (Partisipasi) Partisipasi yang dilakukan baik oleh perempuan atau laki-laki, menjadi landasan utama pemerintahan yang baik. Partisipasi bisa dilakukan langsung maupun secara perwakilan. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa demokrasi perwakilan tidak berarti bahwa keprihatinan paling rentan dalam masyarakat tidak akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi perlu diinformasikan dan terorganisir.Ini berarti kebebasan berserikat dan berekspresi di satu sisi dan masyarakat di sisi lain. Atau dapat diartikan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif merupakan hal penting dalam pelaksanaan good governance. b.  Rule of Law (Aturan Hukum) Pemerintahan yang baik membutuhkan hukum yang adil, tanpa pandang bulu yang idependen dan tidak memihak, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia, khususnya bagi kaum minoritas. c. Transparency (Transparansi) Transparansi yang dimaksud adalah adanya kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan, tersedia, serta mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Dengan catatan bahwa keputusan dalam informasi terkait adalah keputusan yang diambil telah mempertimbangkan aturan dan hukum yang berlaku. Informasi cukup disediakan dengan format atau bahkan media yang mudah dimengerti. d. Responsiveness Responsiveness atau daya tanggap yaitu proses yang dilakukan di setiap institusi harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan atau stakeholders dalam kurun waktu yang wajar tentunya.



e.Consencus Oriented (Orientasi Konsensus) Bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan.



Pemerintahan yang baik juga membutuhkan perspektif yang luas dan berjangka panjang untuk mewujudkan pengembangan manusia yang berkelanjutan, dan hal tersebut hanya dapat dihasilkan dari pemahaman historikal, kultur serta pemahaman sosial yang diberikan oleh komunitas atau masyarakat.



f.Equity and inclusiveness  (Ekuitas dan Inklusivitas) Kesejahteraan sosial bergantung pada kepastian semua anggota masyarakat merasa bahwa mereka memiliki kepemilikan dalam kehidupan sosial dan tidak merasa dikecualikan dari arus masyarakat. Hal ini memerlukan keterlibatan semua kelompok, terutama yang paling rentan, memiliki kesempatan untuk mempertahankan kesejahteraan mereka. g.Effectiveness and Efficiency  (Efektivitas dan Efisiensi) Good governance yang baik diartikan dengan proses dan lembaga yang berhasil memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan membuat kebijakan baik dalam penggunaan sumber daya yang mereka miliki. Konsep efisiensi dalam good governance juga mencakup pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan dan perlindungan lingkungan. h. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas merupakan kunci utama good governance yang baik. Tidak hanya sektor pemerintah namun juga sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil harus dipertanggung jawabkan kepada publik dan pemanggku kepentingan institusional lembaga terkait, yang bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan yang diambil oleh organisasi atau institusi internal maupun eksternal. Pada umumnya organisasi atau institusi bertanggung jawab pada mereka yang akan dipengaruhi oleh kebijakan atau tindakan yang diambil oleh organisasi atau institusi tersebut. Akuntabilitas tidak akan pernah luput dan berhasil tanpa transparansi dan aturan hukum. 2.1.1 Karakteristik Good Corporate Governance Implementasi dalam mewujudkan GCG dalam suatu perseroan adalah didasarkan pada prinsipprinsip GCG sebagai suatu landasan atau kaidah dalam menentukan tingkat keberhasilan penerapan GCG, berikut prisip-prinsip GCG menurut Komite Nasional Kebijakan Governance : 1.        Transparansi (Transparency) Prinsip Dasar Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman Pokok Pelaksanaan



a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. b.  Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. c.  Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. d.  Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.



2.        Akuntabilitas (Accountability) Prinsip Dasar Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan danwajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengankepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang sahamdan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman Pokok Pelaksanaan a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,nilai-nilai perusahaan (corporate values),  dan strategi perusahaan. b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG. c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).



e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku(code of conduct)  yang telah disepakati.



3.        Responsibilitas (Responsibility) Prinsip Dasar Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman Pokok Pelaksanaan a.Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). b.Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.



4.        Independensi (Independency) Prinsip Dasar Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman Pokok Pelaksanaan a. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)  dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnyasesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu denganyang lain.



5.        Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Prinsip Dasar Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pedoman Pokok Pelaksanaan a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.



3.1 Commision of Human Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan dan yang  diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia.  Sebagai anugerah dari tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi.  Hak asasi manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan penting.



3.1.1 Bisnis dan Hak Asasi Manusia Masuknya isu hak asasi manusia pada sektor mencerminkan perkembangan kesadaran sosial akan dampak dari kegiatan bisnis pada hak asasi manusia, baik internal maupun eksternal, yaitu buruh, konsumen maupun masyarakat luas. Situasi tersebut direspon oleh berbagai inisiatif, yang salah satunya dipelopori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mulai dari pembentukan Norma-Norma tentang Korporasi Transnasional dan Perusahaan Bisnis Besar Lainnya. Dokumen tersebut bertujuan untuk memberikan kewajiban hak asasi manusia pada perusahaan secara langsung berdasarkan hukum internasional,



dengan lingkup kewajiban hak asasi yang sama yang telah diterima oleh Negara berdasarkan, perjanjian yang mereka ratifikasi, yaitu: "untuk memajukan, memastikan pemenuhan, menghormati, menjamin penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia".  Kerangka Kerja PBB (Ruggie’s Principles) Pada Juli 2005 Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk John Ruggie sebagai Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk HAM dan perusahaan Multinasional serta perusahaan lainnya. Kerangka kerja tersebut berbasis pada 3 pilar, yaitu:



1.



Tanggung jawab negara untuk melindungi HAM dari pelanggaran oleh pihak ketiga, termasuk



perusahaan, melalui kebijakan, pengaturan, dan keputusan yang layak. Negara tetap memegang peran utama dalam mencegah pelanggaran HAM.



2.



Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM dimana mensyaratkan adanya aksi yang



sungguh-sungguh untuk menghindari pelanggaran HAM oleh pihak lain dan menyelesaikan dampak negatif dari bekerjanya perusahaan tersebut. Perusahaan diharuskan memiliki pernyataan komitmen untuk menghormati HAM, melakukan penilaian atas dampak HAM, serta mengintegrasikan prinsipprinsip penghormatan HAM dalam proses, fungsi, dan kebijakan internal.



3.



Akses yang luas bagi warga korban pelanggaran HAM untuk memperoleh skema pemulihan



efektif, baik secara yudisial maupun nonyudisial. Mekanisme pengaduan yang efektif dalam perusahaan wajib disediakan sebagai mekanisme untuk menghormati HAM. Negara harus melakukan langkah dalam yusrisdiksi mereka untuk memastikan korban memiliki akses untuk pemulihan efektif melalui cara yudisial, administratif, legislatif, atau cara lainnya. Prinsip-prinsip ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi negara dan perusahaan untuk menjalin sinergi dalam usaha menghormati dan melindungi HAM. Berikut beberapa prinsip yang terkandung dalam pedoman:



1.



Perusahaan harus menghormati HAM.



2.



Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM merujuk pada hukum HAM internasional



dan hak-hak dasar yang disusun dalam Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM).



3.



Perusahaan harus mengeluarkan kebijakan dan proses yang layak sesuai keadaan yang



memungkinkan mereka mengidentifikasi, mencegah, mengurangi, dan memulihkan dampak negatif terhadap HAM dimana mereka menjadi faktor penyebab atau berkontribusi atas dampak negatif tersebut melalui aktivitas yang mereka lakukan.



4.



Tanggung jawab ini berlaku untuk semua perusahaan menurut ukuran, sektor, konteks



operasional, kepemilikan, dan struktur. Langkah dan aksi perusahaan dalam penghormatan HAM untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut, perusahaan wajib mengintegrasikan HAM dalam kebijakan internalnya karena 4 alasan, yaitu: (1) kebijakan HAM menjelaskan komitmen perusahaan terhadap HAM; (2) menjadi pedoman bagi



hubungan perusahaan dengan partner usaha dan pemerintah; (3) memberikan dasar bagi penilaian kinerja (performance) perusahaan; (4) menjadi alat untuk mendemonstrasikan komitmen mereka terhadap HAM kepada para pemangku kepentingan eksternal. 3.1.2 Contoh Kebijakan Hak Asasi Manusia di sebuah Perusahaan Setiap perusahaan dedikasikan untuk pengakuan atas hak asasi manusia ke dalam Deklarasi Universal atas Hak Asasi Manusia dan termasuk di dalamnya dua perjanjian, yaitu Perjanjian Internasional tentang Hak Politik dan Sipil serta Hak atas Kebudayaan, Sosial dan Ekonomi. Perusahaan harus menghindari pelanggaran hak asasi manusia, mencegah terjadinya kekerasan atas pelaksanaan hak asasi manusia dan mematuhi hukum yang berlaku di negara dimana kami melakukan bisnis.       a. Pengakuan atas Hak Asasi Manusia Perusahaan mengakui hak-hak dari karyawan dan pemangku kepentingan lainnya serta tidak boleh melakukan tindakan diskriminasi atas perbedaan ideology, suku bangsa, warna kulit, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, asal negara, umur, kecacatan, atau status lainnya yang menyangkut hak asasi manusia. Perusahaan harus mengadaptasi secara rasional dan tanpa prasangka , perlakuan secara diskriminasi,



bullying



dan



kekerasan



(pelecehan).



b. Ruang Lingkup Kebijakan Ruang lingkup kebijakan perusahaan adalah seluruh karyawan yang bekerja dalam perusahaan. c. Perlakuan yang Adil Terhadap Karyawan Perusahaan dituntut memperlakukan seluruh karyawan secara adil dan jujur, tanpa memandang mereka bekerja dimana. Seluruh karyawan telah menyetujui persyaratan dan kondisi hubungan kerja yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan setempat dan akan diberikan pelatihan keahlian secara memadai. d. Pelatihan Karyawan Perusahaan sebagai pemberi kerja dan penanggung jawab kebijakan, akan menyediakan bimbingan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan, untuk memastikan kebijakan ini akan terlaksana secara baik dan



benar.



e.Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaan Kode Perusahaan akan berkomitmen untuk selalu mencari cara dalam meningkatkan dan mematuhi serta tidak hanya bertujuan untuk patuh pada perundangan diskriminasi yang ada di negara tempat



perusahaan beroperasi namun juga akan mematuhi peraturan nasional dan internasional serta Kode yang relevan di negara tersebut. perusahaan akan memonitor kepatuhan atas kebijakan ini serta persyaratan



peraturan



perundang-undangan



yang



berlaku.



f. Hak atas Akses Perusahaan akan melakukan secara rasional secara bertahap dalam menyediakan kemudahan akses atas bangunan-bangunan bagi penderita tuna daksa karyawan, pelanggan dan pengunjung. perusahaan secara bertahap akan menyesuaikan kendaraan yang dapat diakses oleh karyawan sesuai dengan peraturan



perundang-undangan



yang



berlaku



di



negara



tempat



perusahaan



beroperasi.



g. Jam Kerja Jam kerja tidak boleh melebihi dari peraturan industri dan standar nasional. Mereka harus membayar secara adil upah yang memadai sesuai dengan pasar lokal dan kondisi yang ada. perusahaan harus mematuhi peraturan upah minimum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.



 



h. Penarikan Karyawan Seluruh proses penarikan karyawan akan diselenggarakan secara adil, setara dan konsisten untuk semua kandidat di sepanjang waktu. Pelaksanaan penarikan karyawan akan dilakukan secara rahasia dan dipastikan



tidak



ada



kendala



bagi



kandidat



yang



memenuhi



persyaratan.



i. Pekerja Anak Perusahaan tidak boleh mempekerjakan pekerja anak secara illegal, kerja paksa, kerja lembur secara paksa



atau



mentolerir



pekerja



anak.



j. Tindakan Disiplin Perusahaan harus menerapkan secara prosedural atas pelanggaran disiplin bagi karyawan yang telah melakukan



pelanggaran



dari



standar



yang



dipersyaratkan.



k. Tanggung Jawab Karyawan Seluruh karyawan bertanggung jawab secara personal atas penerapan kebijakan ini dari kegiatan keseharian



dan



wajib



mendukung



kebijakan



ini



di



setiap



waktu.



l. Prosedur Keluh Kesah Perusahaan memiliki prosedur keluh kesah dimana karyawan dapat melakukan keluh kesah pribadi dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap karyawan dapat mengajukan prosedur keluh kesah atas perlakukan bullying, diskriminasi, pelecehan ataupun menjadi korban memiliki hak untuk mengajukan keluhan melalui prosedur keluh kesah.



4.1 Kaitannya Good Corporate Governance dan Commission Of Human Rightdengan Etika Bisnis 4.1.1 Good Corporate Governance Dalam hal ini, Good Corporate Governance  memiliki keterkaitan yang erat dengan etika bisnis. Personal atau pun perusahaan yang baik ketika mereka ingin memikirkan cara dalam menghasilkan keuntungan, sangatlah penting norma dan moralitas yang berlaku harus diterapkan. Ini adalah poin-poin yang begitu berpengaruh terhadap baiknya suatu manajemen perusahaan dan kelangsungan hidup bisnis seseorang. Banyak perusahaan yang mengalami kegagalan karena kurang baiknya Good Corporate Governance  yang tercipta. Bila dilihat dari prinsip-prinsip GCG, adanya transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, maupun kesetaraan dan kewajaran, maka ini sangat erat hubungannya dengan etika bisnis suatu perusahaan. Transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi begitu eratnya dengan prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu prinsip otonomi dan prinsip kejujuran. Perusahaan harus menjalankan apa yang menjadi visi dan misinya tanpa harus menjiplak pesaing lain, dalam pemberian informasi kepadastakeholders  dan konsumen harus didasarkan pada sebuah kejujuran, tidak adanya kebohongan dalam suatu visi dan misi maupun apa yang terjadi dalam internal perusahaan, dan bagaimana perusahaan tersebut dapat bersikap professional yang mengikuti aturan perundangundangan yang berlaku. Lain halnya dengan kesetaraan dan kewajaran, prinsip GCG ini erat hubungannya dengan prinsip etika bisnis, yaitu prinsip keadilan dan prinsip menghormati. Dalam beretika, perusahaan harus bersikap adil bagistakeholder  dalam hak-hak yang sudah tertulis sesuai perjanjian dan adanya sikap saling menghormati agar orang-orang yang bergabung dalam kesuksesan suatu bisnis dapat merasakan kenyamanan sehingga meningkatnya kinerja yang akan memberikan nilai positif bagi perusahaan.



4.1.2 Commission of Human Right (Hak Asasi Manusia)



Commission of human right (hak asasi manusia) merupakan hak yang melekat pada diri manusia itu sendiri, tidak diberikan oleh siapapun, semua manusia memilikinya karena pemberian dari Tuhan, dan tidak boleh siapapun mengambilnya. Pada dasarnya perusahaan mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang terlibat dalam berlangsungnya suatu bisnis baik secara langsung maupun tidak. Etika berbisnis yang baik adalah ketika perusahaan memberikan hak-hak yang memang menjadi kebutuhan masyarakat luas dan memelihara lingkungan. Dalam internal perusahaan mampu untuk memenuhi kewajibannya untuk memberikan salary  yang cukup bagi para karyawannya. Tetapi tidak hanya itu, yang paling penting adalah keselamatan jiwa mereka terutama pekerjaan yang penuh dengan resiko. Dalam eksternal perusahaan mampu memenuhi kewajibannya bagi masyarakat luas yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Istilah ini biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR).  Ketika perusahaan secara langsung melibatkan masyarakat disekitar bisnis tersebut maupun tidak langsung, ini sepenuhnya adalah tanggung jawab perusahaan untuk tetap memperhatikan sosial serta lingkungan sekitarnya. Perusahaan dapat melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga lingkungan khususnya di daerah perusahaan tersebut berada. Jangan sampai bisnis yang dilakukan justru merugikan masyarakat dan lingkungan yang menggambarkan bahwa bisnis yang telah dilakukan tidak sesuai dengan etika yang berlaku.



5.1       Contoh Kasus Liputan6.com, Tokyo - Chief Executive Officer (CEO) Toshiba Corp Hisao Tanaka dan para pejabat senior lainnya mengundurkan diri karena terlibat dalam skandal akuntansi terbesar di Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip Reuters, Rabu (22/7/2015), posisi Tanaka sementara digantikan oleh Direktur Masashi Muromachi. Muromachi dianggap bersih untuk memimpin Toshiba dalam menghadapi gejolak saat ini, sebelum menyerahkan kendali kepada penggantinya. Tim penyelidik independen menemukan bahwa Tanaka mengetahui bahwa perusahaan memanipulasi laporan keuntungannya dengan nilai mencapai US$ 1,2 miliar selama beberapa tahun terakhir. “Saya melihat ini sebagai hal yang paling mencoreng merek kami sepanjang sejarah 140 tahun berdiri,” kata Tanaka dalam sebuah konferensi pers. Di tengah kilatan lampu kamera. Dalam konferensi pers, Tanaka membungkuk yang menandakan bahwa ia menyesali perbuatannya. Pada bulan depan perusahaan berencana untuk mengumumkan laporan bisnis yang tertunda, untuk tahun buku yang berakhir pada bulan Maret 2015. Tentu saja, laporan keuangan yang akan diumumkan tersebut merupakan laporan keuangan tanpa manipulasi.



Pendahulu Tanaka, Wakil direktur Norio Sasaki, dan penasihat Atsutoshi Nishida, juga akan mundur setelah laporan tim independen menunjukkan mereka juga telibat dalam skandal keuntungan untuk Tahun Buku 2008. Sebanyak delapan pejabat mengundurkan diri pada Selasa, 21 Juli 2015 kemarin dan Tanaka mengatakan bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan penunjukan direksi dan disetujui mayoritas anggota dewan. Laporan hari Senin oleh akuntan independen dan pengacara mengatakan laba operasional Toshiba telah dibesar-besarkan sebesar ¥ 151.8 milyar  atau sekitar US$ 1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang sulit, dan mereka melebih-lebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di tengah budaya tidak akan melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan. Koichi Ueda, seorang pengacara dan kepala panel, mengatakan dia terkejut dengan apa yang telah mereka temukan. “Perusahaan ini mewakili Jepang, melakukan sesuatu atas nama lembaga, mengejutkan,” ujar Ueda .  Tanaka tidak membantah temuan, tetapi dia tidak berniat mendorong adanya penyimpangan laporan laba. “Ini bukan wewenang saya memberi perintah untuk memanipulasi laporan laba, tetapi jika diteliti sepertinya telah dibuat,” kata Tanaka. Temuan ini diharapkan mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi mengalami denda yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang sejak Olympus Corp ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7 miliar. Risiko atas Kepercayaan Investor Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso mengatakan, penyimpangan pembukuan di Toshiba sangat disesalkan. Pasalnya skandal tersebut terjadi pada saat Perdana Menteri Shinzo Abe sedang mencoba untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor global dengan pedoman tata kelola perusahaan yang lebih baik.  Aso menolak berkomentar ketika ditanya apakah Toshiba akan menghadapi denda. Salah seorang narasumber mengatakan regulator mulai melihat pembukuan Toshiba.  Beberapa analis mengkhawatirkan adanya kemungkina lebih banyak masalah kedepanya, termasuk kemungkinan penurunan pada bisnis nuklir Westinghouse Toshiba walau bukan target utama dari investigasi terbaru. Seorang eksekutif Toshiba menepis anggapan bahwa US$ 5,4 miliar yang diinvestasikan ke dalam Westinghouse pada 2006 telah membebani keuangan, dan menyebabkan manipulasi pada pembukuan, beliau mengatakan bisnis itu baik-baik saja. “Dibandingkan dengan saat akuisisi, laba operasi telah berkembang banyak,” Keizo Maeda, executive vice presiden Toshiba, kepada wartawan. Menurut Standard & Poor, penyajian kembali laporan laba Toshiba dapat menyebabkan turunnya peringkat kredit. “Intitusional investor dan dana jangka panjang lainnya sudah keluar dari saham Toshiba, saat ini harga saham ditopang oleh investor



jangka pendek,” kata Takatoshi Itoshima, kepala manajer portofolio di Commons Asset Management. (Ilh/Gdn)



http://utaminurhidayati.blogspot.com/2017/04/good-corporate-governancekelompok-7.html