Troli Emergency [PDF]

  • Author / Uploaded
  • lusi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS INDONESIA



LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 9 APRIL – 1 JUNI 2012



LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER



KARTIKA CITRA DEWI PERMATA SARI, S. Farm. 1106047032



ANGKATAN LXXIV



FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



UNIVERSITAS INDONESIA



LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 9 APRIL – 1 JUNI 2012



LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker



KARTIKA CITRA DEWI PERMATA SARI, S. Farm. 1106047032



ANGKATAN LXXIV



FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama



: Kartika Citra Dewi Permata Sari, S.Farm



NPM



1106047032



Program Studi



: Apoteker – Departemen Farmasi, FMIPA UI



Judul Laporan



: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum



Pusat



Nasional



(RSUPN)



Dr.



Mangunkusumo Periode 9 April – 1 Juni 2012



iii



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



Cipto



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan rasa hormat kepada : 1. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Departemen Farmasi, FMIPA UI. 3. Dra. Retnosari A, MS., Ph.D., Apt selaku pembimbing dari Departemen Farmasi, FMIPA UI yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta penyusunan laporan ini. 4. Dra. Idayanti, MARS., Apt. selaku pembimbing dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA serta penyusunan laporan ini. 5. Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada kami mahasiswa untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA. 6. Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama kami PKPA. 7. Keluarga dan para sahabat yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis 2012



iv



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL .........................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii KATA PENGANTAR .......................................................................................iv DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................vi BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................1 1.1. Latar Belakang.............................................................................1 1.2. Tujuan 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................3 2.1 Definisi Rumah Sakit...................................................................3 2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ...................................................3 2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ..............................................................3 2.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit ................................................7 2.5 Tenaga Kesehatan........................................................................7 2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ....................................................8 2.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)................................................10 2.8 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/Centralized Sterile Supply Department (CSSD) ........................................................13 2.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .......................15 2.10 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit........................24 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .........................................................................30 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ...................................30 3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .......32 3.3 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi ................................................35 3.4 Sub Instalasi Produksi ................................................................. 36 3.5 Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) .................................................39 3.6 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) . 44 3.7 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .....45 BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................52 4.1 Sub Instalasi Produksi ................................................................. 52 4.2 Gudang Pusat 58 4.3 Satelit Pusat 65 4.4 Satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD) ......................................... 71 4.5 Satelit Intensive Care Unit (ICU) ................................................77 4.6 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)...................................... 82 4.7 Satelit Kirana 88 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................93 5.1 Kesimpulan 93 5.2 Saran 93 DAFTAR REFERENSI ....................................................................................95



v



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14.



Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ............... 96 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ............................................ 97 Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi ................................... 98 Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi ............................... 99 Contoh Etiket ...............................................................................100 Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose ...........................................101 Contoh Blanko Kartu Stok ..........................................................102 Formulir Retur Obat ....................................................................103 Label Penandaan Khusus .............................................................104 Formulir Konseling Obat Pasien Pulang .....................................105 Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap ...................106 Formulir Medication History Taking Pasien ...............................107 Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatik ......................108 Contoh Protokol Kemoterapi .......................................................109



vi



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan tujuannya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Departemen Kesehatan, 2004). Berdasarkan UndangUndang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Upaya kesehatan diselenggarakan oleh tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah sakit merupakan salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan, 2004). Upaya kesehatan di rumah sakit dapat berjalan dengan baik jika masing-masing tenaga kesehatan yang berperan memahami serta melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik. Berdasarkan UU No.36 Tahun 2009 Apoteker merupakan salah satu profesi yang termasuk dalam tenaga kesehatan yang juga berperan dalam pelaksanaan upaya kesehatan di rumah sakit. Apoteker adalah profesi pelaksana praktek pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan penunjang bagi pelaksanaan upaya kesehatan yang bermutu di rumah sakit (Departemen Kesehatan, 2004). Pelayanan farmasi di rumah sakit berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, dan pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Departemen Kesehatan, 2004). Pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Jika pelayanan kefarmasian tidak berjalan dengan baik maka pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut juga tidak akan berjalan dengan baik. Dengan kata lain, apoteker juga berperan penting dalam keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan upaya kesehatan. Saat ini, pelayanan kefarmasian di rumah sakit tidak hanya berfokus pada fungsi manajemen perbekalan kefarmasian yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit juga harus berorientasi kepada pasien (Departemen Kesehatan, 2004). Perubahan ini menuntut apoteker 1 Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



2



untuk kompeten menjalankan tugas dan fungsinya di ruang lingkup manajemen dan klinis di rumah sakit. Selain itu, apoteker juga dituntut untuk memiliki kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, dilaksanakan praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit agar calon-calon apoteker dapat mempelajari dan mempraktekkan tugas dan fungsi apoteker di rumah sakit.



1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakannya praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit adalah memahami tugas beserta fungsi instalasi farmasi, pelaksanaan pelayanan kefarmasian, dan peran apoteker di rumah sakit.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 2 TINJAUAN UMUM



2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah



sakit



adalah



salah



satu



dari



sarana



kesehatan



tempat



menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.



2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009, rumah sakit mempunyai tugas memberikan



pelayanan



kesehatan



perorangan



secara



paripurna,



untuk



menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.



2.3



Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi kemudahan



mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik, kapasitas tempat tidur serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan 3



berdasarkan



jenis pelayanan,



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



4



kepemilikan, kapasitas tempat tidur dan fasilitas pelayanan jangka waktu pelayanan, serta afiliasi pendidikan (Siregar, 2004).



2.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: a. Rumah sakit umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit dan pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatrik, ibu hamil dan sebagainya. b. Rumah sakit khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi primer memberikan diagnosis dan pengobatan untuk penderita yang mempunyai kondisi medik khusus, baik bedah atau non bedah, misalnya Rumah Sakit Ginjal, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Anak dan Bunda, Rumah Sakit Kanker dan lain-lain (Siregar, 2004).



2.3.2 Berdasarkan Kepemilikan Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. a. Rumah sakit pemerintah Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah, baik pusat maupun daerah dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Pemerintahan Daerah (Pemda) tingkat I dan II), maupun Badan Usaha Milik Negara. Rumah sakit umum pemerintah dapat dibedakan berdasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan menjadi empat kelas, yaitu rumah sakit umum kelas A, B, C, dan D. b. Rumah sakit swasta Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum atau badan hukum lain yang bersifat sosial. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



5



Rumah sakit swasta terdiri dari: 1. Rumah sakit umum pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah tipe D. 2. Rumah sakit umum swasta madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C. 3. Rumah sakit umum swasta utama, yaitu rumah sakit umum yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B (Siregar, 2004).



2.3.3 Berdasarkan Fasilitas Pelayanan Dan Kapasitas Tempat Tidur Berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur, rumah sakit dapat digolongkan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. a. Rumah Sakit Kelas A Rumah sakit kelas A yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik luas dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur. b. Rumah Sakit Kelas B Rumah sakit kelas B, dibagi menjadi: i.



Rumah sakit B1 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan medik minimal 11 spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik dengan kapasitas 300 - 500 tempat tidur.



ii.



Rumah sakit B2 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500 - 1000 tempat tidur.



c. Rumah Sakit Kelas C Rumah sakit kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah, kebidanan atau kandungan, dan kesehatan anak dengan kapasitas 100-300 tempat tidur. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



6



d. Rumah Sakit Kelas D Rumah sakit kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas kurang dari 100 tempat tidur (Siregar, 2004).



2.3.4 Berdasarkan Jangka Waktu Perawatan Rumah sakit berdasarkan jangka waktu perawatan digolongkan menjadi: a. Rumah sakit perawatan jangka pendek Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang jangka waktu perawatan penderitanya kurang dari 30 hari. Rumah sakit perawatan jangka pendek pada umumnya merawat penderita penyakit akut dan kondisi gawat darurat. b. Rumah sakit perawatan jangka panjang Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang jangka waktu perawatan penderitanya lebih dari 30 hari. Rumah sakit perawatan jangka panjang pada umumnya merawat penderita penyakit kronis seperti Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Kusta, dan lain-lain (Siregar, 2004).



2.3.5 Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan dibedakan menjadi: a.



Rumah sakit pendidikan Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program



pelatihan bagi residen di bidang farmasi, bedah, spesialis anak, dan bidang spesialisasi lain. Residen melaksanakan perawatan penderita dibawah pengawasan staf medik rumah sakit. b. Rumah sakit afiliasi pendidikan Rumah sakit afiliasi pendidikan adalah rumah sakit yang tidak melaksanakan program pelatihan residen sendiri tetapi menyediakan fasilitas pelatihan bagi mahasiswa dan residen.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



7



c. Rumah sakit non pendidikan Rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang tidak melaksanakan program pelatihan bagi residen dan tidak memiliki afiliasi dengan perguruan tinggi (Siregar, 2004).



2.4



Struktur Organisasi Rumah Sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan



akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Berdasarkan UU No.44 tahun 2009, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Selain itu, disebutkan juga bahwa pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit. Staf medik fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis dari semua disiplin yang ada di rumah sakit. Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF. Kepala rumah sakit merupakan seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang rumah sakit serta memiliki kewarganegaraan Indonesia.



2.5 Tenaga Kesehatan Berdasarkan UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: a. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



8



b. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan. c. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. d. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog



kesehatan,



mikrobiolog



kesehatan,



penyuluh



kesehatan,



administrator kesehatan dan sanitarian. e. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian. f. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapi wicara. g. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfuse darah dan perekam medis.



2.6



Instalasi Farmasi Rumah sakit



2.6.1



Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan



penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, instalasi farmasi rumah sakit adalah



suatu



bagian/unit/divisi



atau



fasilitas



di



rumah



sakit,



tempat



penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004).



2.6.2 Tujuan IFRS Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, tujuan pelayanan farmasi ialah : a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia. b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



9



c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat. d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. f.



Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.



g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.



2.6.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004).



2.6.4



Ruang Lingkup Fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi



klinik dan non klinik. Fungsi non klinik meliputi spesifikasi



produk



dan



pemasok,



pengadaan,



perencanaan, penetapan pengendalian,



produksi,



penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004). Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



10



obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi apoteker, dokter dan perawat dan investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien, pengkajian resep dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan Departemen Kesehatan RI, 2004).



2.6.5



Struktur Organisasi IFRS Berdasarkan



keputusan



Menteri



Kesehatan



RI



No.



1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi



pelayanan



kefarmasian.



Bagan



organisasi



adalah



bagan



yang



menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri



atas



personil



pengawas



yang



secara



langsung



memantau



dan



mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar, 2004).



2.7 2.7.1



Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah sekelompok penasehat dari staf



medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medis dan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



11



IFRS. PFT mengevaluasi secara klinik penggunaan obat, mengembangkan kebijakan untuk pengelolaan penggunaan obat dan pemberian obat serta pengelolaan sistem formularium. Panitia ini merupakan suatu kelompok pemberi rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan terapi obat bagi staf medis dan pimpinan rumah sakit. Panitia ini berfungsi untuk menjamin tercapainya terapi obat yang rasional. Pembentukan PFT diperlukan agar hubungan antara IFRS dan semua profesional kesehatan di rumah sakit dapat berjalan dengan baik (Siregar, 2004).



2.7.2



Tujuan PFT Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit adalah sebagai berikut:



a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, serta evaluasi obat. b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan (Departemen Kesehatan RI, 2004).



2.7.3 Fungsi PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT : a. Berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi, dan penasihat bagi staf medik dan pimpinan rumah sakit, dalam semua hal yang berkaitan dengan penggunaan obat (termasuk obat investigasi). b. Mengembangkan dan menetapkan formularium obat yang diterima untuk digunakan dalam rumah sakit dan mengadakan revisi tetap. Pemilihan sediaan obat yang akan dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi obyektif terhadap manfaat terapi, keamanan, dan harga. PFT harus meminimalkan duplikasi dari jenis obat dasar yang sama, zat aktif yang sama atau sediaan obat yang sama. c. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang aman dan bermanfaat. d. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan manfaat biaya terapi. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



12



e. Menetapkan atau merencanakan program edukasi yang sesuai bagi staf profesional rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan obat. f.



Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi, pemberian, dan penggunaan obat.



g. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat merugikan di rumah sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya kembali. h. Memprakarsai atau memimpin program dan studi evaluasi penggunaan obat, pengkajian hasil dari kegiatan tersebut dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mengoptimalkan penggunaan obat. i.



Bersama IFRS merencanakan dan menetapkan suatu sistem distribusi obat dan prosedur pengendalian yang efektif.



j.



PFT mempunyai tanggung jawab pada pengadaan edukasi bagi staf profesional rumah sakit. Tanggung jawab itu dipenuhi melalui penerbitan buletin terapi obat yang disahkan PFT dan sponsor kuliah tahunan yang berkaitan dengan terapi obat atau seminar bagi staf rumah sakit.



k. Membantu IFRS dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan, ketetapan dan peraturan berkaitan dengan penggunaan obat dalam rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan lokal dan nasional. l.



Mengevaluasi, menyetujui atau menolak obat yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit.



m. Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan menetapkan tiap obat pada suatu kategori tertentu. n. Mengkaji penggunaan obat dalam rumah sakit dan meningkatkan standar optimal untuk terapi obat rasional. o. Membuat rekomendasi tentang obat yang disediakan dalam daerah perawatan penderita.



2.7.4



Struktur Organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah



sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat : Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



13



a. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat (Departemen Kesehatan RI, 2004).



2.8



Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/ Centralized Sterile Supply Department (CSSD)



2.8.1



Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat Instalasi sterilisasi pusat adalah unit pelayanan non struktural yang



berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi ini khusus melayani ruang perawatan, klinik, laboratorium khusus seperti Cardiac Catherization Laboratory (laboratorium katerisasi jantung) dan ruang operasi (Departemen Kesehatan RI, 2009).



2.8.2 Tugas dan Tujuan Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP) Tugas utama dari ISP adalah menyediakan seluruh kebutuhan barang atau peralatan steril rumah sakit. ISP menerima pesanan barang untuk disterilkan seperti alat-alat bedah dari instalasi bedah pusat serta obat-obat steril dari sub bagian produksi (Siregar, 2004). Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



14



Tujuan ISP adalah: a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi. b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah, serta menanggulangi infeksi nosokomial. c. Efisiensi tenaga medis/paramedis lain serta pada media unit kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya bersifat patient care (berorientasi pada pelayanan terhadap pasien). d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan (Departemen Kesehatan RI, 2009)



2.8.3 Personil Instalasi Sterilisasi Pusat Pemilihan tenaga kerja untuk ditempatkan di ISP harus dilatih terlebih dahulu tentang prinsip sterilisasi, monitoring autoklaf, pengoperasian sterlisasi gas, identifikasi alat bedah, menyusun dan membersihkan peralatan, tes bakteriologi dan biologi dasar. Progam pelatihan ini membutuhkan waktu dan biaya sehingga harus ada teknisi progam pelatihan untuk mengembangkan karyawan sehingga berkualitas baik dari segi teori dan teknologi (Siregar, 2004).



2.8.4 Lokasi Ideal Instalasi Sterilisasi Pusat Ruangan ISP idealnya berada di tengah-tengah lokasi dimana pelayanan ISP dibutuhkan. Hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah besarnya ruangan utuk ISP. Ruang ISP harus mampu menampung baju/kain dalam jumlah besar yang berasal dari laundry dan ruang bedah serta sejumlah besar produk intravena (IV) steril dan larutan irigasi jika tidak diproduksi sendiri. Faktor-faktor yang cukup penting untuk menentukan besar ruangan ISP adalah ukuran dan keadaan rumah sakit, jumlah barang dalam ISP, jumlah shift kerja per hari dan tipe sterilisasi yang dilakukan. Jika manajemen farmasi dan ISP dikombinasi, secara fisik kedua ruangan dapat digabung atau berdekatan sehingga memudahkan pengawas untuk melaksanakan tugasnya selama 24 jam (Siregar, 2004). Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



15



2.8.5 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat ISP modern merupakan ruangan yang terdiri dari autoklaf dan peralatan sterilisasi. Barang yang masuk ke dalam ISP dicatat dalam buku penerimaan yang memuat data tentang tanggal masuk barang, nama dan jumlah barang, nama ruangan serta keterangan mengenai fisik barang. Barang yang masuk dalam ISP dapat digolongkan sebagai berikut: a. Barang bersih Berasal dari bagian perbekalan dan distribusi, rumah tangga dan barang pesanan untuk disterilkan. b. Barang kotor Berasal dari ruangan-ruangan seperti sarung tangan, pakaian, dan alat kedokteran. Proses seleksi dilakukan untuk memisahkan barang yang dapat dipakai ulang dengan barang yang sudah rusak seperti sobek, tidak tajam lagi, bekas pasien AIDS, dan sebagainya. Pemberian desinfektan dengan cara merendam barang dalam larutan desinfektan seperti lisol dan wipol, kecuali tenun operasi yang tidak mengalami proses pemberian desinfektan. Kontrol kualitas dilakukan untuk menjamin mutu sterilitas produk yang dihasilkan. Kontrol kualitas tersebut diantaranya adalah pemasangan indikator fisik pada barang-barang yang akan disterilkan, uji mikrobiologi barang-barang yang telah disterilkan, penentuan tanggal kadaluarsa untuk barang yang telah disterilkan (Siregar, 2004).



2.9



Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai



dari perencanaan, pengadaan, penerimaan,



penyimpanan, pendistribusian,



pengendalian, penghapusan, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.



2.9.1 Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



16



metode yang dapat dipertanggung jawabkan seperti metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi. a. Tujuan Perencanaan Obat Tujuan utama dari perencanaan dalam farmasi adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan sesuai kebutuhan guna mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi serta meningkatkan penggunaan persediaan farmasi secara efektif dan efisien. b. Prinsip Perencanaan Perencanaan



obat



harus



ditetapkan



berdasarkan



pada



pedoman



perencanaan, yaitu: 1) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk tingkat nasional, formularium rumah sakit untuk tingkat rumah sakit, standar diagnosis dan terapi untuk unit pelayanan fungsional (UPF), dan juga berdasarkan permintaan perbekalan farmasi. 2) Data catatan medik, untuk mengetahui macam-macam penyakit yang diderita pasien, rata-rata lama perawatan pasien, serta jumlah pasien dalam kurun waktu tertentu. 3) Sesuai dengan anggaran yang tersedia. 4) Penetapan prioritas berdasarkan sasaran unit pelayanan, jenis perbekalan farmasi, dan fungsinya. 5) Jumlah stok barang yang tersisa.



c. Metode-Metode Perhitungan Obat Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain : 1)



Metode Konsumsi Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat



individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



17



2) Metode Morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-masalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada praktek rata-rata atau pedoman pengobatan). 3) Metode penyesuaian konsumsi Metode ini menggunakan data jumlah insiden penyakit dan konsumsi penggunaan



obat.



Sistem



perencanaan



pengadaan



didapat



dengan



mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan. 4) Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran Metode ini digunakan untuk memperkirakan anggaran keperluan pengadaan obat berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap tingkat dalam sistem kesehatan yang sama.



2.9.2



Pengadaan Metode-metode pengadaan terdiri dari (Quick, 1997) :



a. Tender terbuka (Open tender) Tender terbuka merupakan prosedur formal yang mengundang secara terbuka para pemasok untuk menyertakan diri dalam lelang pengadaan. b. Tender terbatas (Restricted tender) Pada tender terbatas, undangan lelang hanya diberikan kepada pemasok yang telah lulus kualifikasi sebelumnya. Kualifikasi yang dipertimbangkan mengenai



GMP



(Good



Manufacturing



Practices),



aktivitas



pengadaan



sebelumnya, kesinambungan finansial dan faktor-faktor lain yang terkait.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



18



c. Negoisasi kompetitif Pemasok telah diseleksi hingga jumlah yang sedikit (umumnya tiga), lalu pemasok diminta untuk membuka harga dan penawaran-penawaran spesial. Pembeli akan memilih pemasok yang paling menguntungkan. d. Pengadaan langsung Metode ini merupakan metode yang paling sederhana tetapi paling mahal. Hal tersebut dikarenakan pemasok tidak memiliki saingan untuk menurunkan harga. Umumnya, metode ini digunakan untuk obat-obat yang masih dalam masa patennya atau untuk bahan-bahan yang penjualannya dibatasi pada pemasok tertentu. Dalam kondisi seperti itu, pembeli memiliki dua pilihan, membeli langsung atau mencari pilihan obat/bahan lain. Menurut Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelakasanaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan perbekalan farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori metode pengadaan barang dan jasa, yaitu : a. Pembelian 1) Pelelangan (tender) 2) Pemilihan langsung 3) Penunjukan langsung 4) Swakelola b. Produksi Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri. 1) Obat tidak terdapat dipasaran atau formula khusus Rumah Sakit 2) Obat untuk penelitian c. Kerjasama dengan pihak ketiga d. Sumbangan/droping/hibah e. Lain-lain



2.9.3 Produksi (Kementerian Kesehatan RI, 2004) Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



19



Kriteria obat yang diproduksi adalah : a.



Sediaan farmasi dengan formula khusus.



b.



Sediaan farmasi dengan harga murah.



c.



Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.



d.



Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.



e.



Sediaan farmasi untuk penelitian.



f.



Sediaan nutrisi parenteral.



g.



Rekonstruksi sediaan obat kanker.



h.



Sediaan farmasi yang harus dibuat baru. Jenis sediaan farmasi yang diproduksi (Departemen Kesehatan RI, 2008) :



a.



Produksi Steril Persyaratan teknis untuk produksi steril :



1)



Ruangan aseptis.



2)



Peralatan,



contohnya



laminar



air



flow



(horizontal



dan



vertikal),



autoclave, oven, Cytoguard, dan alat pelindung diri. 3)



Sumber daya manusia : petugas terlatih. Kegiatan produksi steril meliputi :



1)



Pembuatan Sediaan steril Contoh : Pembuatan methylen blue, triple dye, aqua steril



2)



Total Parenteral Nutrisi (TPN) TPN adalah nutrisi dasar yang diperlukan bagi penderita secara intravena yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.



3)



Pencampuran Obat Suntik/ Sediaan Intravena (IV admixture) IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



20



4) Pengemasan Kembali (Re-Packing) 5) Rekonstitusi Sediaan Sitostatika



b.



Produksi Nonsteril



1) Pembuatan Sirup Contoh sirup yang umum dibuat di rumah sakit adalah OBH (Obat Batuk Hitam). 2) Pembuatan Salep Contoh : Salep 24, Salep Sulfadiazin, dan Salep AAV. 3) Pembuatan Puyer 4) Pengemasan Kembali (Re-Packing) Contoh : Alkohol, Povidon Iodine, H2O2, dan Wash Bensin. 5) Pengenceran Contoh : antiseptik dan desinfektan. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk).



2.9.4 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi: 1. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analyse (CA). 2. Barang harus bersumber dari distributor utama. 3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya. 4. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO). Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



21



5. Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun.



2.9.5



Penyimpanan Tempat penyimpanan perbekalan farmasi adalah gudang farmasi. Tujuan



penyimpanan : a. Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan. b. Menjamin keamanan dari pencurian dan kebakaran. c. Memudahkan dalam pencarian dan pengawaasan persediaan barang kadaluarsa. d. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Fungsi gudang farmasi adalah : a.



Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima, menyimpan, memelihara, dan mendistribusikan perbekalan farmasi.



b.



Menyiapkan penyusunan rencana, pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan perbekalan farmasi.



c.



Mengamati mutu dan khasiat obat yang disimpan. Ketentuan penyimpanan berdasarkan KEPMENKES Tahun 2004 tentang



Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain: a.



Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.



b.



Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya.



c.



Mudah tidaknya meledak/terbakar.



d.



Tahan/tidaknya terhadap cahaya.



e.



Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, suhu,



sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk, dan keamanan petugas. Umumnya, penyimpanan dibagi berdasarkan : a.



Bentuk sediaan



b.



Kelas terapi



c.



Alfabetis



d.



First in First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)



e.



Kestabilan sediaan. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



22



2.9.6



Pendistribusian Kegiatan distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dilakukan untuk



menunjang pelayanan medis bagi pasien (Departemen Kesehatan, 2004). Distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai pilihan sistem. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan : a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. b.



Metode sentralisasi atau desentralisasi.



c.



Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi (Departemen Kesehatan, 2004).



Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah : A. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Departemen Kesehatan, 2004). Sistem ini seharusnya diminalisasi tetapi dalam beberapa kondisi sistem ini dapat digunakan, yaitu : 1) Pada unit gawat darurat atau ruang operasi. Pada ruang tersebut biasanya dibutuhkan obat atau alat kesehatan dengan segera sehingga lebih baik disediakan stok. Akan tetapi, jika terdapat satelit farmasi di dekat ruangan tersebut maka sistem ini bisa dihindari. 2) Dalam keadaan gawat darurat, obat-obatan diharuskan tersedia di ruang pelayanan pasien. Oleh sebab itu, umumnya disediakan stok obat-obat gawat darurat di ruang rawat. Farmasi bertanggung jawab melakukan pengawasan untuk obat-obat tersebut. 3) Untuk obat-obatan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak dan biayanya murah dapat dilakukan distribusi dengan sistem ini. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan resiko bahaya keamanan pasien atas obat tersebut rendah (Quick, 1997). Keuntungan dari sistem ini adalah : a.



Obat yang dibutuhkan cepat tersedia. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



23



b.



Meniadakan retur obat.



c.



Pasien tidak harus membayar obat berlebih.



d.



Mengurangi jumlah personil farmasi. Kelemahan dari sistem ini adalah :



a.



Sering terjadi kesalahan obat (salah order dari dokter, salah peracikan oleh perawat, salah etiket obat).



b.



Persediaan obat di ruangan menjadi banyak.



c.



Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar.



d.



Menambah beban kerja bagi perawat.



B. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Departmen Kesehatan, 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah : a. Resep dapat dikaji dulu oleh apoteker. b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat. c. Ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah : a.



Bila obat berlebih, pasien tetap harus membayar.



b.



Obat dapat terlambat sampai ke pasien.



c.



Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien.



d.



Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda.



C. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Departemen Kesehatan, 2004). Penyiapan obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



24



Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan. Keuntungan dari sistem ini adalah : a.



Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya.



b.



Tidak ada kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan.



c.



Semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien.



d.



Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error).



e.



Mengurangi ruang untuk persediaan obat di ruang perawatan.



f.



Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta pasien.



g.



Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat).



h.



Apoteker dapat keluar dari bagian farmasi dan masuk ke ruang perawatan. Apoteker dapat berfungsi sebagai konsultan obat serta membantu dokter dan perawat demi perawatan yang lebih baik. Kelemahan dari sistem ini adalah :



a.



Membutuhkan banyak tenaga farmasi.



b.



Harus segera siap sebelum jam makan pasien.



c.



Menggunakan lebih banyak bungkus obat.



2.10 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 2.10.1 Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrinning resep meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi : a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



25



c. Tanggal resep d. Ruangan/unit asal resep Kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan b. Dosis dan jumlah obat c. Stabilitas dan ketersediaan d. Aturan, cara dan teknik penggunaan Pertimbangan klinis meliputi : a.



Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat



b.



Duplikasi pengobatan



c.



Alergi, interaksi dan efek samping obat



d.



Kontra indikasi



e.



Efek aditif



2.10.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) (Departemen Kesehatan RI, 2004) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit. b. Menyediakan



informasi



untuk



membuat



kebijakan-kebijakan



yang



berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. c. Meningkatkan profesionalisme apoteker. d. Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan PIO meliputi : a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. c. Membuat buletin, leaflet, dan label obat. d. Menyediakan



informasi



bagi



PFT



sehubungan



dengan



penyusunan



formularium rumah sakit. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



26



e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. f. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.



2.10.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi: a. Menganalisa laporan ESO b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO c. Mengisi formulir ESO d. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional Faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO (Departemen Kesehatan RI, 2004). Standar yang ditetapkan rumah sakit dapat digunakan apoteker untuk meningkatkan keterlibatannya dalam suatu program pemantauan ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengkaji kartu pengobatan pasien, surveilan obat individu dan surveilan unit pasien.



2.10.4 Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review) Pengkajian



penggunaan



obat



adalah alat



untuk



mengidentifikasi



permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat dan kesalahan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



27



dalam penyiapan dan pemberian obat (Quick, 1997). Pengkajian penggunaan obat merupakan



program



evaluasi



penggunaan



obat



yang



terstruktur



dan



berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Departemen Kesehatan, 2004): a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu. b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain. c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah (Quick, 1997): a. Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Rata-rata jumlah obat per pasien. 2) Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik. 3) Persentase pasien yang diresepkan antibiotik. 4) Persentase pasien yang diresepkan injeksi. 5) Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial. b. Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Rata-rata waktu konsultasi. 2) Rata-rata waktu dispensing. 3) Persentase obat aktual yang disiapkan. 4) Persentase pelabelan yang benar. 5) Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat. c. Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Ketersediaan daftar obat-obat esensial. 2) Ketersediaan obat-obat esensial.



2.10.5 Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



28



rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut: a. Pasien rujukan dokter, b.



Pasien dengan penyakit kronis,



c.



Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,



d.



Pasien geriatrik, dan



e.



Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas. Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya:



a. Memulai komunikasi antara apoteker dengan pasien. b. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: 1) Apa yang dikatakan dokter mengenai obat 2) Bagaimana cara pemakaiannya 3) Efek yang diharapkan dari obat tersebut c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat d. Melakukan



verifikasi



akhir



yaitu



mengecek



pemahaman



pasien,



mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.



2.10.6 Ronde/Visite Pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk: a. Pemilihan obat. b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik. c. Menilai kemajuan pasien. d. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



29



a.



Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien.



b.



Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.



c.



Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar.



d.



Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan



penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 3 TINJAUAN KHUSUS



3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 3.1.1



Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo



didirikan tahun 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting. Pada masa penjajahan Jepang, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berubah nama menjadi Rumah Sakit Perguruan Tinggi (Ika Daigaku Byongin). Pada tahun 1964, kembali terjadi perubahan nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Tjipto Mangunkusumo (RSTM). Kini, rumah sakit yang berada di Jl. Diponegoro No.71 Jakarta Pusat ini bernama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo atau yang biasa disingkat menjadi RSCM. Pada bulan Desember 2000, RSCM berubah status menjadi Rumah Sakit Perjan (Perusahaan Jawatan) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 116 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Dengan demikian, tata organisasi dan kebijakan yang telah ada diubah dan disesuaikan dengan peraturan tersebut. Perjan RSCM adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. RSCM merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional yang senantiasa memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, status RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) milik pemerintah dengan pengawasan Departemen Keuangan RI, Menteri Negara BUMN, dan secara teknis oleh Departemen Kesehatan RI. Hal ini senada dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1234/Menkes/SK/VIII/2005 tanggal



11



Agustus 2005 tentang Penetapan 13 Eks Rumah Sakit PERJAN menjadi UPT Departemen Kesehatan dengan Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dimana RSCM termasuk di dalamnya. Dengan demikian, RSCM diharapkan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan 30



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



31



barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan keuntungan dimana dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.



3.1.2



Visi dan Misi RSCM memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat



Rujukan Nasional Terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014” dengan misi sebagai berikut: a.



Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.



b.



Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan.



c.



Menjadi tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri. Kesehatan dan kepuasan pelanggan adalah komitmen RSCM. Untuk itu,



RSCM senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama RSCM. Berbekal motto RSCM yaitu ”Respek, Sigap. Cermat, dan Mulia”, RSCM mengembangkan lima nilai budaya yakni profesionalisme, integritas, kepedulian, penyempurnaan berkesinambungan, pembelajaran, dam pendidikan.



3.1.3 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 1. Secara garis besar, manajemen RSCM terdiri dari manajemen klinik dan manajemen operasional. Manajemen klinik memiliki beberapa indikator sebagai berikut:



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



32



a.



Menurunkan angka kematian.



b.



Mencegah kecacatan (disability).



c.



Menurunkan infeksi nosokomial (disease infection).



d.



Meminimalisir ketidaknyamanan (discomfort).



e.



Tidak tercapainya hasil tindak sesuai prediksi (dissatisfaction).



f.



Kecacatan nol – sembuh tanpa gejala (zero defect).



Sementara itu, manajemen operasional memiliki empat indikator sebagai berikut: a.



Cepatnya mendapat pertolongan dokter.



b.



Cepatnya mendapat kamar.



c.



Cepatnya mendapat pertolongan perawat.



d.



Keseringan ketergantungan dengan yang lain dalam diagnosa dan terapi.



3.1.4 Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang merupakan pusat rujukan nasional. Selain itu, RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis. Hubungan erat RSCM dengan FKUI seperti mata uang dengan dua sisi dimana sepertiga tenaga medis RSCM merupakan staf FKUI yang melakukan pelayanan, pendidikan, dan penelitian di RSCM. Beberapa bentuk kerjasama keduanya antara lain pengalaman belajar klinis peserta didik program pendidikan kedokteran dan PPDS RSCM, program pendidikan FKUI yang dilaksanakan di RSCM, dan Departemen Klinik FKUI yang terletak di RSCM.



3.2



Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo



3.2.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi “Menjadi Penyelenggara Pelayanan Farmasi yang Komprehensif dengan Kualitas Terbaik dan Mengutamakan Kepuasan Pelanggan” dengan misi sebagai berikut: a.



Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



33



b.



Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.



c.



Menyelenggarakan



pelayanan



farmasi



klinik



untuk



meningkatkan



keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. d.



Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.



e.



Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu.



f.



Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.



g.



Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi.



3.2.2 Tujuan Umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerja sama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.



3.2.3 Tujuan Khusus a.



Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi.



b.



Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien maupun tenaga kesehatan, melakukan pengkajian obat, melakukan



penanganan



obat-obat



kanker,



melakukan



perencanaan,



penerapan dan evaluasi pengobatan, bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, serta berperan serta dalam tim/kepanitian di rumah sakit seperti panitia Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



34



farmasi dan terapi, panitia infeksi nosokomial, tim kanker, tim nutrisi, tim HIV AIDS dan lain-lain.



3.2.4



Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSCM bertugas melaksanakan pengelolaan perbekalan



farmasi yang optimal, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi dalam: a.



Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian serta administrasi umum dan keuangan.



b.



Penyusunan program pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi, produksi sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik rumah sakit serta administrasi dan keuangan.



c.



Penyusunan rencana kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit, tenaga, sarana dan prasarana penunjang kebutuhan Instalasi Farmasi.



d.



Menjamin ketersediaan perbekalan farmasi.



e.



Penyelenggaraan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi.



f.



Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.



g.



Penyelenggaraan pelayanan farmasi klinik.



h.



Penyelenggaraan supervisi, pemantauan, pengawasan dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi.



i.



Memfasilitasi dan



mendorong tersusunnya



standar



pengobatan dan



formularium. j.



Pengadministrasian penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi.



k.



Pengadministrasian SDM dan keuangan farmasi.



l.



Pengembangan kompetensi SDM farmasi.



m. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



35



3.2.5



Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSCM adalah satuan kerja fungsional yang berada di



bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi yang berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu: a. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu), b.



Sub Instalasi Perbekalan Farmasi,



c.



Sub Instalasi Produksi, dan



d.



Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Farklin Diklitbang).



Tenaga kerja di Instalasi Farmasi RSCM terdiri dari 22 orang apoteker, 153 orang asisten apoteker, 14 orang tenaga administrasi, dan 29 orang pekarya. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSCM secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.



3.3 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Sub Instalasi Perbekalan Farmasi adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dalam menjalankan tugasnya mempunyai fungsi: a.



Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja Sub Instalasi Perbekalan Farmasi.



b.



Penyusunan RBA dan RKT Sub Instalasi Perbekalan Farmasi.



c.



Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi dengan Bidang Pelayanan Medik dan unit kerja terkait.



d.



Pengkoordinasian pengadaan perbekalan farmasi dengan Unit Procurement.



e.



Pelaksanaan penerimaan perbekalan farmasi sesuai peraturan yang berlaku.



f.



Pelaksanaan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



36



g.



Penyelenggaraan



supervisi,



pengawasan



dan



pengendalian



terhadap



pengelolaan perbekalan farmasi baik di satelit farmasi maupun di unit kerja yang tidak memiliki tenaga farmasi. h.



Pelaporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.



i.



Pelaporan kegiatan Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. Kegiatan yang dilakukan oleh Sub Instalasi Perbekalan Farmasi meliputi



perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, pengendalian, dan pelaporan pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan dikaitkan dengan proses pengadaannya, memiliki tiga sistem yaitu reguler, konsinyasi, dan sistem tertutup. Sistem pengadaan perbekalan farmasi dikaitkan dengan asal sumber dana yaitu dana operasional dan dana pendapatan. Penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi.



3.4 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi RSCM dan dipimpin oleh seorang apoteker pengelola selaku Kepala Sub Instalasi Produksi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi RSCM. Struktur organisasi Sub Instalasi Produksi RSCM dapat dilihat pada Lampiran 3. Sub Instalasi Produksi RSCM berperan sebagai salah satu sumber pengadaan kebutuhan RSCM. Kepala Sub Instalasi Produksi dibantu oleh dua orang staf pelaksana fungsional yang terdiri dari: a.



Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril Membawahi Pelaksana Produksi Steril, Pelaksana Produksi Non Steril, dan Pelaksana Repacking Serbuk.



b.



Penanggung Jawab Aseptic Dispensing (Penyiapan Obat secara Aseptis). Membawahi Pelaksana Pencampuran Obat Suntik dan Pelaksana Penyiapan Obat Sitostatika.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



37



Sub Instalasi Produksi RSCM dalam menjalankan tugasnya memiliki fungsi sebagai berikut: a.



Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur, dan indikator kinerja Sub Instalasi Produksi.



b.



Penyusunan RKT dan RBA Sub Instalasi Produksi.



c.



Pelaksanaan perencanaan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing.



d.



Pelaksanaan perencanaan, penerimaan, dan penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas yang berasal dari Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.



e.



Pelaksanaan kegiatan pelayanan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit.



f.



Pelaksanaan repacking dan pelayanan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit.



g.



Pengendalian dan pengawasan terhadap mutu produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing.



h.



Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi produksi farmasi.



i.



Pelaporan kegiatan produksi. Kegiatan Sub Instalasi Produksi meliputi produksi sediaan farmasi non



steril, pengemasan kembali (repacking), penyiapan obat sitostatika, dan pencampuran obat suntik (IV admixture). Sub Instalasi Produksi RSCM telah memproduksi kurang lebih 84 jenis sediaan dengan total sediaan rutin 40 jenis setiap bulannya. Kriteria sediaan yang diproduksi di RSCM adalah sebagai berikut: a. Memiliki formula khusus, contohnya sirup omeprazol dan KCl premix dengan dosis individual. b. Mengemas ke dalam kemasan yang lebih kecil (repacking), contohnya povidone iodine dan alkohol 96%. c. Tidak terdapat di pasaran, contohnya sirup omeprazol dan kapsul NaCl. d. Menghasilkan produk dengan harga yang lebih ekonomis, contohnya handrub dan kapsul campuran parasetamol dan tramadol. e. Sediaan harus dibuat segar (recenter paratus), contohnya sirup omeprazol. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



38



f. Sediaan dibuat untuk kepentingan penelitian, contohnya asam urso. Saat ini, hasil produksi sediaan farmasi yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi RSCM meliputi kurang lebih 84 jenis sediaan dengan 40 jenis diantaranya rutin diproduksi setiap bulan. Produk tersebut terbatas pada jenis sediaan non steril, seperti handrub, sirup OBH, dan kapsul campuran parasetamol dan tramadol. Pengemasan kembali (repacking) sediaan farmasi yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi RSCM mencakup repacking bahan-bahan non steril contohnya alkohol 96% dan povidon iodine. Selain itu, juga terdapat kegiatan repacking sediaan injeksi, baik cair, maupun serbuk, contohnya sediaan Pycin yang dikemas kembali dengan masa/volume yang lebih kecil sesuai dengan kebutuhan pasien, dengan tujuan menghemat biaya pengobatan pasien. Oleh karena itu, repacking hanya dilakukan untuk sediaan injeksi mahal dimana besarnya biaya penghematan dapat menutupi biaya repacking. Pelayanan aseptic dispensing meliputi pencampuran obat suntik (IV admixture) dan repacking sediaan steril yang terletak di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3, serta penanganan obat-obat sitostatika (handling cytotoxic) yang terletak di Gedung CMU 2 lantai 3, lantai 8 Gedung A RSCM, dan Paviliun Tumbuh Kembang (PTK) Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA). Kriteria sediaan aseptic dispensing yang diproduksi di Sub Instalasi Produksi RSCM meliputi: a.



Obat sitostatika.



b.



Sediaan steril dan tidak tahan pemanasan.



c.



Sediaan steril yang tidak stabil dalam larutan.



d.



Sediaan steril dengan formula khusus.



e.



Menghasilkan produk dengan harga yang lebih ekonomis. Kuantitas dan frekuensi kegiatan produksi dan repacking yang dilakukan



di Sub Instalasi Produksi RSCM disesuaikan dengan jumlah permintaan sediaan farmasi yang berasal dari gudang pusat, satelit, dan/atau departemen, sedangkan kuantitas pencampuran obat sitostatika ditentukan berdasarkan banyaknya permintaan pasien dalam bentuk resep. Permintaan sediaan farmasi, baik dalam Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



39



bentuk resep maupun formulir permintaan, akan diperiksa kesesuaiannya dengan jumlah persediaan bahan baku yang tersedia. Jika bahan baku yang diperlukan tersedia, dilakukan persiapan produksi mencakup persiapan bahan baku, bahan pengemas, dan peralatan yang akan digunakan. Kegiatan produksi dilakukan di ruangan yang sesuai dengan jenis produk, yaitu produk steril, produk non steril, dan obat sitostatika.



3.5 Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Diklitbang) Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi RSCM. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dipimpin oleh seorang apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi RSCM. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang mempunyai fungsi sebagai berikut: a.



Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang.



b.



Pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien, pengidentifikasian masalah terkait penggunaan obat dan alat kesehatan, pemantauan terhadap efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan, pemberian konseling kepada pasien dan keluarga pasien, serta pemberian informasi obat kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.



c.



Pelaksanaan pengembangan profesi sumber daya manusia (SDM) farmasi.



d.



Pengkoordinasian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kefarmasian.



e.



Pengkoordinasian pelaksanaan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi.



f.



Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi.



g.



Pelaporan kegiatan farmasi klinik dan diklitbang farmasi.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



40



3.5.1



Pelayanan Farmasi Klinik di RSCM Kegiatan farmasi klinik di RSCM telah dilakukan di beberapa tempat,



diantaranya Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A), Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), Ruang Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU), RSCM Kencana, dan Departemen Pelayanan Jantung Terpadu (PJT).



3.5.1.1 Kegiatan Farmasi Klinik di Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) merupakan suatu bangunan yang diperuntukkan bagi pasien rawat inap. Gedung A terdiri dari 8 lantai dan dibedakan berdasarkan jenis penyakit yang ditangani. Hampir setiap lantai di Ruang Rawat Inap Terpadu memiliki depo farmasi dan apoteker penanggung jawab yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan farmasi klinik setiap hari. Adapun kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Ruang Rawat Inap Terpadu antara lain: a. Informasi Obat Pulang (IOP) Informasi Obat Pulang (IOP) diutamakan terhadap pasien yang memperoleh resep polifarmasi, memperoleh obat dengan cara penggunaan khusus, dan/ atau pasien yang memerlukan kepatuhan khusus dalam pengobatannya. Informasi diberikan dengan metode bedside counseling (di sisi tempat tidur) pasien yang akan pulang. Hal ini dilakukan karena belum terdapat ruang konseling khusus di setiap lantai. Sebelum memberikan konseling, apoteker harus mengisi formulir IOP (Lampiran 10) yang dibuat dua rangkap mencakup nama, kekuatan, jumlah, dan regimen obat yang diserahkan, serta instruksi khusus untuk sediaan tertentu. Lembar asli IOP diserahkan kepada pasien atau keluarga pasien sebagai informasi tertulis. Lembar salinan disimpan oleh apoteker yang memberikan informasi sebagai arsip. b. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini. Pertanyaan dapat berasal dari berbagai pihak, seperti dokter, perawat, Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



41



pasien, keluarga pasien, dan lain-lain. Pelayanan informasi obat yang baik membutuhkan sarana penunjang yang baik dan memadai, diantaranya berupa buku-buku teks terbaru yang up-to-date, jurnal kesehatan, dan akses internet. Pencatatan perlu dilakukan setelah pelayanan informasi obat dilakukan sebagai dokumentasi. Dokumentasi tersebut berisi pertanyaan yang diajukan serta jawaban yang diberikan oleh apoteker. Dokumentasi sangat bermanfaat apabila terdapat pertanyaan serupa di kemudian hari. Selain itu, berdasarkan hasil dokumentasi dapat diketahui topik pertanyaan yang paling sering diajukan sehingga apoteker dapat memperdalam pengetahuan mengenai topik pertanyaan tersebut. c. Pemantauan Terapi Obat Kegiatan pemantauan pengobatan pasien tidak dilakukan pada semua resep yang diberikan kepada pasien. Kegiatan tersebut diprioritaskan bagi pasien-pasien yang memperoleh obat lebih dari 7 macam atau pasien yang memperoleh obat dengan indeks terapi sempit. Secara garis besar, pemantauan dilakukan terhadap kesesuaian dosis, kesesuaian pemilihan terapi dengan diagnosis pasien, ketepatan jenis obat, dan potensi interaksi obat dalam satu resep yang diberikan kepada pasien. Skrining interaksi obat dilakukan menggunakan perangkat lunak Drug Interaction Fact atau Adverse Drug Interaction Medical Letter. Temuan interaksi obat dicatat dalam formulir pemantauan terapi obat sebagai bukti dokumentasi (Lampiran 11). Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menghubungi dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut. Dokter perlu diberikan informasi mengenai adanya potensi interaksi obat tersebut, terutama yang bermakna, dan dapat sangat mempengaruhi kondisi pasien. Selain itu, apoteker juga harus menyiapkan rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut, terutama apabila obat-obat



yang



berinteraksi



memang



diperlukan



oleh



pasien



untuk



kesembuhannya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan penggunaan antibiotika dengan memantau dosis dan lama penggunaan antibiotika yang digunakan pasien. Apabila terdapat hal yang tidak sesuai atau meragukan, apoteker perlu menanyakannya Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



42



kepada dokter yang meresepkan untuk mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan dan pemantauan penggunaan antibiotika harus didokumentasikan. d. Pengambilan Riwayat Penggunaan Obat (Medication History Taking/MHT) Pengambilan riwayat penggunaan obat bertujuan untuk



mengetahui



adanya kemungkinan riwayat alergi, efek samping obat, dan hal-hal lain yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat. Selain itu, MHT juga bermanfaat untuk menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen terapi pada saat sebelum perawatan dan saat menjalani perawatan. MHT diprioritaskan terhadap pasien yang baru masuk rumah sakit (48 jam pertama) dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi, dan saraf) serta pasien dengan imunitas rendah. Sebelum melakukan MHT, apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit meliputi : 1) Nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang). 2) Cara mendapatkan obat (resep/ non resep) termasuk obat herbal, OTC, dan suplemen. 3) Dosis/ aturan pakai obat. 4) Lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan). 5) Bagaimana obat digunakan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dan lain-lain). 6) Sumber obat. 7) Jumlah obat tersisa. (Lampiran 12) Selain itu, apoteker juga perlu menanyakan kepada pasien apakah pasien tersebut memiliki riwayat alergi atau pernah mengalami efek samping obat sebelumnya untuk menghindari pemberian obat tersebut. e. Visite atau Ronde Ronde bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan pasien dan kesesuaian terapi yang telah diberikan. Ronde dapat dilakukan secara mandiri oleh apoteker atau berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lain. Selain ronde, apoteker juga melakukan meeting dengan tim kesehatan lain untuk Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



43



membicarakan kasus pasien tertentu. Kegiatan meetiing sedikit berbeda dengan ronde, meeting dilakukan di dalam suatu ruangan, sedangkan ronde dilakukan di ruang rawat pasien. Apoteker berperan untuk merekomendasikan pengobatan pasien terkait kesesuaian diagnosa, kesesuaian dosis, kesesuaian sediaan obat, ketersedian obat, keterjangkauan harga obat, menghindari efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat.



3.5.1.2 Kegiatan Farmasi Klinik di Ruang Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) a.



Parade Kegiatan parade bertujuan untuk mendiskusikan perkembangan kesehatan



pasien dan merencanakan langkah terapi berikutnya yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker berperan dalam merekomendasikan pilihan obat bagi pasien ICU. Selain itu, apoteker juga berperan dalam memberikan informasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, meliputi ketersediaan obat di Instalasi Farmasi RSCM, dosis obat yang diberikan sesuai diagnosa pasien, dan potensi interaksi obat yang mungkin terjadi. b.



Visite/ Ronde Apoteker farmasi klinis ICU bertanggung jawab melaksanakan visite



pasien bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan ini, tim medis dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Apoteker berperan dalam merekomendasikan pilihan terapi apabila dokter menginginkan adanya perubahan terapi. c.



Monitoring Pengobatan Apoteker farmasi klinis ICU melakukan pengkajian obat yang diresepkan



dokter, baik dalam hal farmasetik maupun klinis. Apabila terdapat ketidaksesuaian terapi yang diberikan, apoteker dapat mengkonfirmasikannya kepada dokter yang bersangkutan dan memberikan rekomendasi jika diperlukan. Selain itu, monitoring obat juga dilakukan untuk memeriksa apabila terdapat diskrepansi antara resep, kardeks, dan status pasien. Monitoring juga dilakukan dengan memperhatikan perkembangan pasien setelah memperoleh terapi. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



44



3.6 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) PFT adalah panitia ahli yang mewakili staf medis dan farmasi. PFT bertugas membantu pimpinan RSCM dalam merumuskan berbagai kebijakan dan peraturan tentang obat yakni untuk mencapai penggunaan obat yang rasional sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh setiap pasien. Keanggotaan PFT RSCM adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/ Bidang/ Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama RSCM. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan obat dan penyusunan formularium. PFT mengajukan anggaran setiap tahun untuk mendukung program kerja. Tugas PFT mencakup: a.



Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan obat, alat kesehatan habis pakai, dan bahan diagnostik.



b.



Menyusun kebijakan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan diagnostik di RSCM.



c.



Menyusun formularium obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik didasarkan pada efektivitas, keamanan, kualitas, dan harga. PFT harus mampu menghindari terjadinya duplikasi obat, baik obat dengan nama generik yang sama atau obat dengan indikasi yang sama.



d.



Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan hemat biaya.



e.



Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan, dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM.



f.



Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan, dan penggunaan obat.



g.



Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



45



h.



Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali



untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi dan penggunaan obat. Rapat pleno PFT dihadiri oleh seluruh anggota PFT. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dilakukan pemungutan suara.



3.7 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal



untuk



terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, CSSD menjadi unit yang dibutuhkan rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barang-barang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di CSSD yang merupakan hasil dari suatu sistem yang utuh.



3.7.1 Definisi CSSD (Central Sterile Supply Department) CSSD merupakan suatu unit kerja yang memproduksi atau menyediakan barang dan peralatan steril seperti perbekalan farmasi dasar steril, instrumen steril, linen steril, dll yang dibutuhkan oleh departemen/instalasi/unit pelayanan terpadu dan jejaring pelayanan kesehatan lainnya.



3.7.2 Sejarah Tahun 1968 hingga Maret 1983, CSSD berada di bawah naungan bidang perawatan. Pada tahun 1983 hingga awal tahun 2000, berdasarkan Edaran Direktur Jendral Medik tanggal 29 Maret 1983, CSSD berubah nama menjadi Sub Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



46



Instalasi CSSD di bawah naungan Instalasi Farmasi RSCM. Perubahan kembali terjadi pada tahun 2000. berdasarkan SK Menkes No.553 Tahun 1994 dan SK Menkes No.130 Tahun 2000, Instalasi Sterilisasi berada di bawah Direktur Penunjang



Medik.



Saat



ini,



berdasarkan



SK



Direktur



Utama



No.



9426/TU.K/34/XII/2008, CSSD RSCM merupakan salah satu unit kerja non struktural dan instalasi medik yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Umum dan Operasional. CSSD RSCM dipimpin oleh seorang pejabat pengelola yang disebut kepala instalasi.



3.7.3 Visi dan Misi CSSD RSCM Visi dari CSSD RSCM adalah menjadi CSSD yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari CSSD RSCM adalah: a. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu. b. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan. c. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi. d. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal. e. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi.



3.7.4 Tujuan dan Strategi CSSD RSCM Tujuan dari CSSD RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: a. Meningkatkan efisiensi produktivitas. b. Meningkatkan profesionalisme. c. Menciptakan restrukturisasi. d. Menerapkan sistem managemen keuangan. e. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost. f. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



47



3.7.5 Kebijakan Mutu CSSD RSCM menyelenggarakan pelayanan sterilisasi profesional, aman dan



bermutu



yang



berorientasi



terhadap



kepuasan



pelanggan



dengan



meningkatkan aktivitas fungsional secara terus menerus, disertai komitmen untuk meningkatkan kompetensi, dan kesejahteraan karyawan serta pihak-pihak terkait yang dilengkapi dengan fasilitas yang sesuai dengan teknologi tepat guna tanpa menyalahi regulasi. Sasaran mutu dari CSSD RSCM terbagi atas enam indicator sebagai berikut: a. Indikator operasional b. Indikator bahan medis habis pakai c. Indikator pemeliharaan mesin d. Indikator kesehatan dan keselamatan kerja e. Indikator pelayanan f. Indikator lingkungan kerja



3.7.6 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia CSSD RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi CSSD RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat penanggung jawab sebagai berikut: a. Penanggung Jawab SDM & Keuangan. b. Penanggung Jawab Peralatan & Pelayanan. c. Penanggung Jawab Administrasi dan Rumah Tangga. d. Penanggung Jawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggung jawab yang menjadi pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggung Jawab Dekontaminasi, Penanggung Jawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggung Jawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



48



Penanggung Jawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggung Jawab Quality Control, dan Penanggung Jawab Audit Mutu. Sumber Daya Manusia CSSD RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai APD dalam tugas operasional, dan mematuhi aturan sterilisasi.



3.7.8 Ruang & Sarana CSSD RSCM Ruang CSSD RSCM memiliki suhu 180-220 C dan kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. CSSD RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: a. Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi. b. Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi. c. Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril.



3.7.9 Sistem Pelayanan Sistem pelayanan CSSD terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain. Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di CSSD. Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, CSSD juga akan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



49



lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi.



3.7.10 Variabel-Variabel Penentu Mutu CSSD CSSD RSCM memiliki empat prinsip dasar operasional, yaitu quality in quality out, efisien, efektif, dan excellent. Dalam pelaksanaan operasionalnya perlu diperhatikan variable-variabel yang menentukan mutu CSSD. Mutu CSSD dipengaruhi oleh tiga tahap pelaksanaan yaitu input, proses, dan output. Variabel penentu pada tahap input meliputi unsur-unsur yang bersifat tetap di rumah sakit seperti tenaga kerja, modal, bahan, mesin, metode, konsumen, waktu, informasi, dan ruangan. Pada tahap proses, variabel yang menentukan adalah aktivitas fungsional yang dilakukan, seperti perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dasar, perencanaan produksi, penerimaan alat kesehatan bersih yang disertai uji mutu, penerimaan alat kesehatan kotor dan seleksinya, proses dekontaminasi beserta pengujian hasil, proses pengemasan, uji sebelum proses sterilisasi, proses sterilisasi dengan uji selama dan sesudah proses sterilisasi, penyimpanan barang steril, dan pendistribusian barang steril. Melalui proses tersebut diharapkan menghasilkan output dan outcome. Output yang dihasilkan berupa barang atau peralatan steril yang bermutu. Outcome yang diharapkan dari ouput yang dihasilkan yang merupakan keamanan pasien, petugas, dan lingkungan, efisiensi sumber daya, dan kepuasan pelanggan. Tahapan uji mutu perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu a. Setiap pengujian tidak dapat menggantikan fungsi uji lain namun memberikan informasi yang lengkap dalam proses monitoring mutu sterilisasi. b. In proses control harus dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan opersional telah dilakukan sesuai SPO. c. Dengan menggunakan semua jenis dan cara pengujian akan didapatkan hasil sterilisasi secara akurat.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



50



d. Di samping pengujian harus dilakukan juga kalibrasi alat steril dan test mikrobiologi dilaboratorium secara berkala terhadap barang steril yang dihasilkan.



3.7.11 Kegiatan CSSD a. Alur Perpindahan Barang Satu Arah CSSD RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang. Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. b. Alur Aktivitas Fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh CSSD, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih CSSD. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang



steril.



Barang-barang



di



penyimpanan



barang



steril



kemudian



didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. c. Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



51



dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. d. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai CSSD RSCM harus melalui proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 4 PEMBAHASAN



4.1 Sub Instalasi Produksi Mahasiswa melakukan kerja praktek di dua bagian Sub Instalasi Produksi RSCM, yaitu Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril yang terletak di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai tiga dan Depo Sitostatika Gedung A lantai delapan selama tiga hari untuk masing-masing tempat. 4.1.1 Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril Kegiatan produksi sediaan farmasi di RSCM menjadi salah satu sumber pengadaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan RSCM. Alur pelayanan produksi sediaan farmasi dimulai dari adanya permintaan, baik berupa resep pasien, maupun formulir permintaan dari departemen atau unit kerja yang berada di RSCM. Petugas Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril melakukan skrining permintaan



dengan memeriksa ketersediaan bahan-bahan



yang



diperlukan untuk proses produksi. Setelah disetujui, beberapa persiapan dilakukan sebagai berikut: a. Mencuci Tangan Petugas produksi sediaan farmasi diharuskan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses produksi untuk menjaga kebersihan dan kualitas produk. Cuci tangan dapat dilakukan menggunakan handrub RSCM atau sabun. b. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Petugas produksi sediaan farmasi diharuskan menggunakan APD selama proses produksi berlangsung, kecuali pada saat menempelkan etiket, untuk menjamin kualitas produk dan keamanan petugas khususnya dari bahan berbahaya dan beracun seperti formalin dan peroksida. Penggunaan APD dibedakan berdasarkan jenis proses produksi yang dilakukan. Namun dalam pelaksanannya, beberapa petugas belum menggunakan APD secara baik dan benar, contohnya masih ada petugas yang tidak menggunakan sarung tangan dalam pembuatan handrub karena merasa hal tersebut mempersulit pekerjaannya.



52



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



53



c. Mengisi Dokumen Pembuatan Obat (DPO) Dokumen Pembuatan Obat (DPO) berisi formulasi sediaan, petugas yang mengerjakan, lamanya waktu pengerjaan, dan pemeriksaan yang dilakukan. Informasi mengenai sediaan yang akan dibuat mengacu pada buku Formula Induk. Hal ini penting sebagai bahan dokumentasi dan penjaminan mutu produk yang dibuat. Namun sangat disayangkan, saat ini DPO terbatas hanya untuk produk handrub dan sirup OBH, sedangkan dokumentasi produk lainnya dilakukan di buku pembuatan obat. d. Mempersiapkan Bahan Baku Bahan baku produksi non steril disimpan di ruang bahan baku (Raw Material).



Penyimpanan



bahan



baku



dibedakan



berdasarkan



tujuan



penggunaannya, yaitu untuk sediaan oral (label putih) atau sediaan luar (label biru). Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan di lemari terpisah disertai label peringatan pada masing-masing wadah zat. e. Mempersiapkan Bahan Pengemas Sebelum digunakan, bahan pengemas untuk produk non steril dicuci dan di keringkan terlebih dahulu di ruang pencucian (Washing Room) untuk menjamin kebersihan wadah dan menghindari terjadinya kebocoran. Setelah itu, bahan pengemas disimpan di ruang bahan baku (Raw Material) hingga saatnya digunakan. Keterbatasan ruang membuat bahan pengemas terpaksa disimpan di dalam ruang yang sama dengan ruang penyimpanan bahan baku. Meski demikian, untuk mempertahankan kebersihan bahan pengemas, bahan pengemas disimpan di dalam kotak plastik besar di rak terpisah dari bahan baku. Selain dicuci dan dikeringkan, bahan pengemas untuk sediaaan steril dan sitostatika juga melalui sterilisasi dengan metode sesuai dengan jenis bahan pengemas. Bahan pengemas disimpan di ruang penyiapan masing-masing untuk memudahkan petugas. f. Mempersiapkan Peralatan yang Dibutuhkan Peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan sediaan farmasi dipastikan dalam keadaan bersih dan siap untuk digunakan.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



54



Selanjutnya, tiap langkah produksi dilakukan sesuai instruksi yang terdapat di DPO/ Buku Formula Induk untuk masing-masing sediaan, mulai dari penyiapan bahan baku hingga pengemasan produk. Untuk meminimalisir terjadinya kesalahan, tiap langkah produksi dilakukan oleh petugas yang berbeda. Namun dalam pelaksanaannya, ketentuan tersebut sulit untuk dilakukan karena jumlah tenaga kerja



yang terbatas. Hal tersebut



dapat



disiasati dengan



pemeriksaan ganda (double checking) oleh asisten apoteker pada tiap langkah proses produksi. Pengemasan sediaan farmasi dilakukan dalam wadah primer, kemudian diberi etiket yang sesuai. Etiket berisi nama sediaan, tanggal kadaluarsa, dan logo RSCM sebagai produsen. Sediaan jadi didistribusikan melalui gudang pusat RSCM, sedangkan untuk sediaan repacking dan obat sitostatika, pendistribusian dilakukan langsung kepada pasien. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan selama menjalani PKPA di Sub Instalasi Produksi RSCM, kami menemui beberapa keterbatasan sebagai berikut: a.



Kurangnya tenaga asisten apoteker untuk melakukan proses produksi non steril sehingga beberapa proses pembuatan ada yang dilakukan oleh pekarya di bawah pengawasan asisten apoteker.



b.



Besarnya jumlah permintaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah asisten apoteker untuk melakukan pengawasan mutu produk.



c.



Beberapa jenis produk tidak dapat diproduksi karena bahan baku tidak tersedia. Beberapa sediaan farmasi yang pembuatannya diikuti oleh mahasiswa



antara lain pembuatan sediaan non steril seperti handrub, kapsul CaCO3, kapsul campuran parasetamol dan tramadol, sirup omeprazol, dan sirup OBH. Selain itu, mahasiswa juga mengamati kegiatan repacking alkohol 96%, repacking sediaan injeksi serbuk, iv admixture, dan penyiapan obat sitostatika. Kegiatan lain yang dilakukan mahasiswa selama melakukan praktek kerja di sub instalasi produksi steril dan non steril adalah meringkas MSDS (Material Safety Data Sheet) beberapa bahan baku sediaan yang telah ada agar lebih mudah dipahami petugas Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



55



pelaksana, membuat formulasi sediaan Dihidrogen Kalium Fosfat 10,54 mol, melakukan quality control dalam pembuatan handrub, dan mempelajari sistem EHR (Electronic Health Record) yang digunakan di RSCM.



4.1.2 Depo Sitostatik Rekonstitusi obat kanker merupakan salah satu kriteria sediaan farmasi yang diproduksi di rumah sakit. Depo sitostatik Gedung A lantai delapan melayani penyiapan obat kanker khusus pasien rawat inap Gedung A, peracikan obat kanker bagi pasien rawat jalan dan pasien RSCM Kencana di luar jam kerja. Alur pelayanan penyiapan obat sitostatika adalah sebagai berikut: a.



Penerimaan Obat Sitostatik Pasien sebisa mungkin tidak dilibatkan dalam pendistribusian obat



sitostatik untuk menjamin keamanan pasien dan kualitas obat sitostatik yang umumnya tergolong mahal. Pengantaran obat ke depo sitostatik dilakukan oleh perawat, sedangkan bagi pasien poliklinik yang telah menebus obat di satelit pusat RSCM, obat diantarkan oleh petugas satelit pusat RSCM setelah perawat mengantarkan bon ambil pasien ke depo sitostatik. Khusus bagi pasien Askes, obat diperoleh dari apotek Kimia Farma atau Sana Farma. Petugas handling cytotoxic yang menerima akan terlebih dulu memeriksa obat-obat yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan kemoterapi maka obat disimpan di depo sitostatik sebagai obat titipan pasien. b.



Penerimaan Resep Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa



Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi. Selain itu, untuk menghindari terjadinya kesalahan, formulir juga dilengkapi dengan protokol kemoterapi yang dituliskan dokter. Contoh formulir dan protokol kemoterapi dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14. Namun, belum semua dokter menuliskannya, beberapa dokter hanya menyertakan salinan lembar daftar infus yang tertera di rekam medik (RM) pasien. Hal tersebut seringkali mempersulit petugas depo sitostatik karena tulisan yang tidak jelas dan sulit terbaca. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



56



Selanjutnya petugas depo sitostatik melakukan skrining resep dengan memeriksa kesesuaian dosis dan ketersedian obat. Petugas Depo Sitostatik perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai protokol yang sering digunakan dokter dalam kemoterapi pasien. Hal ini penting supaya petugas dapat membantu memeriksa bila terjadi kesalahan dokter dalam menuliskan suatu protokol. Selain itu, protokol juga berguna untuk mempermudah pekerjaan petugas dalam menyiapkan obat sitostatik. Apabila terdapat hal yang kurang jelas atau bermasalah, misalnya jumlah obat yang kurang, protokol yang tidak jelas, maupun kesalahan dalam mengisi formulir permintaan, petugas depo sitostatik mengkonfirmasikannya kepada perawat. c.



Persiapan Pencampuran Obat Sitostatik Persiapan pencampuran obat sitostatik meliputi penyiapan obat sitostatik,



cairan, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu juga dilakukan pembuatan etiket berisi nama pasien, nomor RM, jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kadaluarsa. Pengisian etiket ini sangat penting karena petugas yang akan menyiapkan obat tersebut hanya memperoleh informasi dari keterangan yang tertera pada etiket. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penyiapan obat di ruang steril, apoteker perlu melakukan verifikasi untuk meminimalisir potensi kesalahan yang dapat merugikan pasien dan rumah sakit. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. d.



Pencampuran Obat Sitostatik Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD sesuai



dengan ketentuan yang berlaku terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi pemakaian baju steril dan alat pelindung diri seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, dan penutup mata (google), serta penutup kaki. Sarung tangan yang dikenakan untuk prosedur aseptis rangkap dua dan sarung tangan yang kedua dipakai setelah masuk ke dalam ruang steril. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



57



Persiapan lain yang perlu dilakukan yaitu melakukan swab searah pada bagian dalam BSC, obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alkohol 70%, menyiapkan tempat pembuangan tertutup khusus limbah sitostatik, dan menyiapkan peralatan lain yang dibutuhkan seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatik dilakukan di ruang steril dalam Biological Safety Cabinet (BSC) yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal. e.



Pengemasan Obat Sitostatik Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatik ditempel etiket dan label



obat sitostatik yang sesuai. Pelabelan dan pemberian etiket dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat di kemas menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box. Petugas di ruangan administrasi mengambil obat tersebut untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sesuai. Kantong plastik digunakan sebagai pelindung apabila terjadi kebocoran wadah primer obat setelah disiapkan. Nama pasien dan nomor ruangan ditulis dengan ukuran agak besar pada plastik dengan menggunakan spidol agar obat tidak tertukar saat akan digunakan. f.



Pendistribusian Obat Sitostatik Setelah pencampuran obat sitostatik selesai, petugas depo sitostatik akan



menghubungi perawat yang bertanggung jawab untuk mengambilnya. Perawat akan mengambil obat tersebut dan memberikan tanda tangan di buku ekspedisi. Khusus pasien rawat inap Gedung A lantai



satu, tiga, enam dan yang akan



menggunakan obat pada hari itu, akan menerima tagihan dari depo sitostatik. Beban biaya yang diterima pasien berdasarkan jumlah yang obat yang diterima dengan pembulatan ke atas. Jika pasien menerima setengah vial, maka pasien akan dibebankan biaya obat satu vial. Sisa dari obat yang tidak terpakai oleh pasien dianggap sebagai penghematan dan disimpan pada suhu yang sesuai. Setiap akhir bulan, petugas depo sitostatik akan mengembalikan obat tersebut ke gudang pusat sebagai obat hibah. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



58



Selama praktek kerja di depo sitostatik, mahasiswa berkesempatan untuk melakukan verifikasi Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi yang disesuaikan dengan protokol kemoterapi atau lembar salinan daftar infus pasien. Mahasiswa juga mengamati dan melakukan proses double checking pencampuran obat sitostatik di ruang steril di dalam BSC yang dilengkapi dengan LAF vertikal. Selain itu, mahasiswa juga melakukan analisis respon time bagi petugas depo sitostatik dalam melakukan pencampuran obat sitostatik, yakni mulai dari tahap persiapan di ruang steril hingga sediaan selesai diberikan label dan etiket yang sesuai. Menurut hasil pengamatan mahasiswa, terdapat beberapa kekurangan bagi depo sitostatik Gedung A lantai delapan, diantaranya: a. Depo sitostatik belum memenuhi standar pengaturan tekanan di ruang handling cytotoxic yang sangat penting untuk menjamin keamanan petugas. b. Sarana yang tidak bekerja dengan baik, contohnya pass box yang tidak interlock dan alat komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik menyebabkan petugas berkomunikasi melalui pass box yang terbuka. Hal ini berpotensi besar mengganggu sterilitas ruang handling cytotoxic. c. Alur pelayanan yang terlalu panjang dapat memperlambat proses pengoplosan. d. Keterbatasan



jumlah



petugas



depo



sitostatik



tidak



memungkinkan



dilakukannya double checking saat pencampuran obat sitostatik, dimana kegiatan double checking merupakan salah satu standar yang harus dipenuhi. e. Keterbatasan jumlah apoteker belum memungkinkan dilakukannya kegiatan farmasi klinis bagi pasien-pasien yang menerima kemoterapi.



4.2



Gudang Pusat Dalam struktur organisasi IFRS, penanggung jawab gudang pusat



bertanggung jawab kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi. Gudang Pusat terpisah menjadi dua lokasi yaitu gudang pusat (gudang obat dan alkes) dan CMU tiga (gudang cairan). Tata ruang gudang pusat diatur berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi yaitu sistem arus U yang terdiri



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



59



atas ruang penerimaan, gudang alat kesehatan, ruang administrasi, gudang obat, gudang akses terbatas, gudang B3 dan ruang pendistribusian. Gudang pusat beroperasi hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 8.00 hingga 21.00 yang terbagi menjadi dua shift yaitu pukul 08.00- 15.30 dan 13.00-21.00 WIB. Gudang pusat melayani seluruh satelit dan unit kerja/departemen di RSCM. Tenaga kerja di gudang pusat terdiri dari 13 asisten apoteker dan tiga pekarya. Masing-masing petugas memiliki tanggung jawab berbeda dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang terbagi atas pengelola gudang obat, gudang alat kesehatan dan petugas administrasi yang dikoordinasi oleh satu orang penanggung jawab. Dalam rangka menjaga ketersediaan perbekalan farmasi di RSCM, gudang pusat melakukan permintaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan. Permintaan perbekalan farmasi rutin dilakukan dua kali dalam seminggu dengan menyusun defekta pada hari Senin dan Rabu untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu. Setelah penyusunan defekta, petugas pengadaan akan membuat surat pesanan dalam sistem komputer. Jika permintaan telah di setujui oleh Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait. Dalam waktu kurang lebih tiga hari, perbekalan farmasi yang diminta akan dikirim ke gudang pusat. Kegiatan utama dari gudang pusat adalah penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ke seluruh satelit/unit kerja/departemen di RSCM.



4.2.1 Penerimaan Perbekalan Farmasi Penerimaan merupakan proses serah terima perbekalan farmasi yang dilakukan oleh panitia penerimaan kepada pihak gudang. Karena letak ruang penerimaan perbekalan farmasi dilakukan di gudang pusat, untuk menghemat waktu proses penerimaan dilakukan bersama antara petugas gudang dan panitia penerimaan. Saat penerimaan dilakukan pemeriksaan dokumen, fisik dan mutu perbekalan farmasi yang dikirim. Tahap awal penerimaan meliputi pemeriksaan kesesuaian daftar pesanan baik jenis dan jumlah pada komputer, faktur penjualan. dan kelengkapan dokumen Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



60



seperti surat jalan/faktur penjualan, certificate of origin (CO) untuk alat kesehatan/alat kedokteran, certificate of analysa (CA) untuk bahan baku dan material safety data sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. Hingga saat ini, pengiriman dokumen terkait keamanan dan kualitas produk ini masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh semua distributor rekanan. Panitia penerima bersama petugas gudang juga memeriksa kondisi fisik dan mutu perbekalan farmasi yang diterima meliputi waktu kadaluarsa dan spesifikasi dari produk yang dikirim. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, panitia penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan, dan salinan faktur yang diserahkan kepada petugas administrasi untuk diproses lebih lanjut. Data perbekalan farmasi tersebut diinput dalam sistem komputer dan kartu stok manual yang meliputi spesifikasi produk, asal distributor, jumlah dan waktu kadaluarsa.



4.2.2



Penyimpanan Perbekalan Farmasi Pengaturan tata ruang gudang perlu dilakukan untuk memudahkan



penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan di gudang pusat hanya meliputi obat dan alat kesehatan, sedangkan reagensia, bahan baku dan radiofarmaka disimpan di satelit/departemen terkait. Penyimpanan obat di gudang pusat dilakukan berdasarkan kategori berikut: a. Jenis perbekalan farmasi : obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmaka, dan bahan baku b. Tujuan penggunaan : obat dalam dan obat luar c. Bentuk sediaan : sediaan padat dan cair (untuk obat dalam) dan semi solid dan injeksi (obat luar) d. Suhu penyimpanan/ stabilitas : obat termolabil (dalam kulkas) e. Akses terbatas : narkotika, psikotropika, high alert, obat mahal dan sitostatika f. Sumber obat : produksi RSCM, Askes Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



61



g. Obat generik dan nama dagang h. Kategori lain : obat permintaan khusus, produk nutrisi dan sebagian produk untuk radiologi Penyimpanan alat kesehatan di gudang pusat terpisah dengan penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis dan kelompok departemen pengguna misalnya bedah dan departemen mata serta pelayanan jantung terpadu (PJT) untuk mempermudah pengambilan barang. Penyimpanan obat di gudang pusat disusun berdasarkan alfabetis dengan memperhatikan obat yang tergolong obat LASA untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip, sehingga penyimpanannya dipisah walaupun memiliki nama dengan alphabet yang berdekatan. Penyimpanan obat sudah tertata dengan rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada tiap kelompok obat. Hal ini mempermudah dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak. Selain obat, gudang pusat juga memiliki ruangan khusus yang digunakan untuk menyimpan obat buffer dan B3 yang berdekatan dengan ruang penerimaan.



4.2.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi Pendistribusian merupakan proses penyaluran perbekalan farmasi dari gudang yang dilakukan berdasarkan permintaan yang disertai bukti serah terima. Satelit farmasi dapat langsung melakukan pemintaan melalui sistem online ke gudang pusat sehingga gudang pusat dapat menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta satu hari sebelumnya dengan mencetak langsung di gudang berupa surat permintaan barang. Permintaan perbekalan farmasi oleh unit kerja/departemen masih dilakukan secara manual dengan menggunakan formulir permintaan barang farmasi yang harus diantar langsung oleh petugas yang bersangkutan ke gudang dua hari sebelum pengambilan barang. Petugas akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



62



tersebut



untuk



mendapatkan



Form



Distribusi



Obat/Alkes



bagi



tiap



satelit/unit/departemen terkait. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk tiap departemen/satelit di RSCM sudah dijadwalkan setiap minggu yang dikenal sebagai permintaan rutin. Setelah perbekalan



farmasi



disiapkan,



petugas



gudang



akan



menghubungi



satelit/departemen terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil. Pada saat penyerahan dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan pihak satelit/departemen dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta mencatat di buku serah terima gudang yang dilakukan di ruang pendistribusian. Gudang pusat juga melayani permintaan mendesak/cito setiap hari. Permintaan cito dapat berasal dari permintaan obat yang bukan termasuk kontrak tender ataupun karena kekosongan barang di satelit/unit/departemen serta gudang pusat. Perbekalan farmasi yang diambil dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi penanggung jawab gudang untuk mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan satu orang saksi dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang.



4.2.4 Pengendalian Mutu Perbekalan Farmasi Tujuan pengendalian mutu adalah menjamin mutu obat yang terdapat di rumah sakit sesuai standar yang berlaku. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh gudang pusat RSCM : 1. Melakukan pemeriksaan pengiriman obat termolabil Dalam pengiriman obat termolabil, distributor akan mengirimkan produknya menggunakan cool box yang dilengkapi dengan termometer penunjuk suhu dan dipastikan berada pada suhu 2-8°C. Jika distributor tidak menggunakan cool box, maka petugas gudang akan melakukan penukaran produk yang baru. 2. Melakukan stock opname empat kali dalam setahun Stock opname di gudang berguna untuk mengetahui perbekalan farmasi yang memiliki waktu kadaluarsa singkat dan tidak memenuhi persyaratan. Produk Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



63



dengan waktu kadaluarsa kurang dari tiga bulan diberi label kadaluarsa berwarna kuning. 3. Menyediakan lemari khusus untuk penyimpanan produk bermasalah Gudang juga bertanggung jawab atas perbekalan farmasi yang tidak memenuhi persyaratan agar dilakukan penukaran ke distributor atau pemusnahan bila telah kadaluarsa. 4.



Melakukan pemantauan suhu kulkas dan suhu ruangan setiap



hari



Pemantauan suhu kulkas dilakukan tiga kali sehari pada pukul 06.00, 14.00 dan 21.00 WIB sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB untuk menjaga stabilitas obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Dalam pelaksanaan PKPA, mahasiswa berkesempatan untuk mengamati dan membantu melaksanakan kegiatan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi di gudang pusat diantaranya : 1. Membantu menyusun perbekalan farmasi yang diterima dari distributor ke rak-rak penyimpanan. 2. Membantu menempelkan label pada obat yang tergolong high alert, serta label LASA pada rak penyimpanan obat. 3. Membantu merapikan susunan sediaan injeksi secara alfabetis, memeriksa waktu kadaluarsa dari tiap obat dan memeriksa cara penyimpanan sediaan obat mata yang termolabil. 4. Membantu menyiapkan permintaan perbekalan farmasi dari beberapa satelit/unit kerja/departemen di RSCM. Hasil pengamatan selama melakukan praktek kerja antara lain : 1. Sarana dan Prasarana a. Lantai pada gudang cairan menggunakan lantai semen, sehingga sulit dibersihkan (menggunakan vacum cleaner) dan berdebu. b. Gudang cairan tergenang air pada saat hujan, terutama dekat pintu gudang. c. Gudang B3 belum memenuhi persyaratan karena menggunakan pintu kayu dan tidak semua perbekalan B3 diletakkan pada rak penyimpanan yang



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



64



terbuat dari besi. Beberapa bahan diletakkan di atas lantai dengan menggunakan pallet kayu. 2. Kegiatan a. Pemeriksaan spesifikasi produk dilakukan untuk melihat waktu kadaluarsa dan kondisi fisik sediaan padahal pemeriksaan seharusnya juga meliputi kesesuaian nomor batch dan nomor registrasi untuk setiap produk. Hal ini berguna untuk mempermudah penarikan bila terjadi recall produk/retur. b. Kelengkapan dokumen mutu dan keamanan produk yaitu Certificate of Origine (CO) untuk alat kesehatan, Certificate of Analysis (CA) untuk obat dan bahan baku dan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk perbekalan B3 hanya dilakukan oleh beberapa distributor. c. Beberapa distributor mengirimkan barang yang dipesan pada malam hari dengan alasan kesulitan mendapat tempat parkir pada siang hari padahal panitia penerima hanya bertugas hingga pukul 18.30. d. Permintaan cito yang terjadi setiap hari di gudang menjadi beban petugas pada perbekalan farmasi yang tidak tersedia di gudang. Saat ini proses pembelian obat cito masih dilakukan oleh petugas dari satelit/departemen masing-masing atas koordinasi pihak gudang. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala diatas : 1. Sarana dan prasarana a. Penambahan jumlah rak penyimpanan besi B3 mengingat sifat bahan yang disimpan umumnya mudah terbakar. b. Penambahan



smoke



detector



sebagai



tahap



deteksi



dini



terhadap



kemungkinan terjadinya kebakaran. c. Untuk mengatasi perembesan air, perlu dibuat saluran air di depan pintu masuk gudang cairan atau melakukan peninggian lantai bagian dalam gudang serta membuat lantai permanen (diberi lapisan keramik) agar mudah dibersihkan. d. Penambahan fasilitas pintu yang hanya dapat diakses oleh petugas gudang namun, permintaan ini masih dalam pengajuan ke direktur. 2. Kegiatan di gudang Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



65



a. Pada saat penerimaan disarankan melakukan pemeriksaan nomor batch dan nomor registrasi untuk setiap produk. b. Menghubungi pihak distributor



untuk mengingatkan kembali untuk



menyertakan dokumen mutu dan keamanan dalam setiap pengiriman. c. Memberikan akses parkir khusus bagi para distributor yang akan mengirimkan barang ke gudang pusat pada siang atau sore hari. d. Melakukan perencanaan yang baik yang tidak hanya berdasarkan pada sisa stok barang yang kosong.



4.3 Satelit Pusat Satelit pusat terdiri dari satu apoteker yang dibantu oleh 11 asisten apoteker dan tiga juru resep. Penanggung jawab satelit pusat bertanggung jawab secara langsung kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi. Satelit pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift satu dilakukan oleh tiga orang asisten apoteker dan dua orang juru resep pada pukul 08.00 hingga pukul 14.30 WIB. Shift dua dilakukan oleh tiga orang asisten apoteker dan satu orang juru resep pada pukul 14.00 hingga pukul 21.00 WIB. Shift tiga dilakukan oleh dua asisten apoteker pada pukul 21.00 hingga pukul 08.00 WIB. Satelit pusat melayani pelayanan resep pasien rawat inap dan rawat jalan. Pasien rawat inap dilayani oleh unit tertentu yang meliputi: a. Unit bedah anak (BCH) b. PTK (Paviliun Tumbuh Kembang), c. ICCU d. ICU (shift tiga) e. PJT (shift dua dan tiga) f. Perinatalogi (NICU dan PICU) g. Unit Luka Bakar h. ODC (One Day Care) i.



Unit Psikiatri (Laki-laki, Perempuan, dan Anak)



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



66



Pasien rawat jalan yang dilayani oleh satelit pusat berasal dari berbagai poli yang meliputi: a. Poliklinik Hemodialisa b. Semua poliklinik yang meresepkan obat kemoterapi (poliklinik kebidanan, bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks dan bedah digestif). c. Pusat talasemi Satelit pusat bertanggung jawab atas ketersediaan perbekalan farmasi di poli dan unit tersebut. Resep rawat inap yang dapat ditebus di satelit pusat merupakan resep rawat inap untuk pemakaian obat satu hari. Khusus pasien psikiatri, penulisan resep untuk pemakaian obat oral selama tiga hari dan injeksi untuk satu hari. Selain melayani resep pasien rawat inap, satelit pusat juga melayani resep rawat jalan diantaranya yaitu pasien poli hemodialisa. Pasien hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal, cukup diberikan obat untuk keperluan satu hingga dua minggu dan tergantung pemakaian. Pasien rawat jalan dengan penyakit kronis seperti jantung, hipertensi dan diabetes dapat menebus resep untuk pemakaian obat selama satu bulan sedangkan poli lainnya rata-rata untuk pemakaian obat selama satu minggu. Selain melayani resep rawat inap dan rawat jalan, satelit pusat juga melayani resep pasien jaminan dan umum. Pasien jaminan meliputi pasien jaminan SKTM, Gakin, Jamkesmas, Jamkesda, jaminan perusahaan dan Askes. Perencanaan penting dilakukan oleh satelit untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi satelit pusat ke gudang berdasarkan konsumsi rata-rata penggunaan obat per minggu yang dilihat dari jumlah pemakaian obat di kartu stok. Pengadaan farmasi dilakukan rutin setiap hari Selasa dan Kamis dengan pemesanan ke gudang yang dilakukan sebelum hari tersebut. Sebelum dilakukan pemesanan, satelit memeriksa ketersediaan obat di kartu stok. Jumlah obat yang dipesan oleh satelit berdasarkan konsumsi rata-rata dan ditambah buffer stock 10% khusus obat fast moving. Defekta obat ke gudang dipesan melalui IT. Gudang akan mengecek ketersediaan obat yang dibutuhkan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



67



satelit pusat. Jika obat yang diminta tersedia, petugas akan menyediakan obat yang dibutuhkan dan petugas satelit pusat akan melakukan serah terima obat di gudang. Selain melaksanakan defekta secara rutin, satelit pusat juga melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau pada resep cito dengan obat atau alat tak terduga seperti implant atau ortopedi. Khusus defekta cito, petugas akan datang langsung ke gudang mengambil obat atau alkes yang dibutuhkan dan menulisnya dibuku cito. Permintaan obat atau alkes cito selama satu hari diakumulasi dan dibuat kumpulan defekta cito. Kumpulan defekta cito selanjutnya diserahkan ke gudang. Buku cito dimiliki oleh satelit pusat dan gudang. Setelah kumpulan defekta cito diserahkan ke gudang, petugas gudang memeriksa kesesuaian kumpulan defekta cito dari satelit pusat dengan buku cito yang dimiliki gudang. Obat yang telah disediakan oleh petugas gudang, diambil langsung oleh petugas satelit pusat. Obat yang telah diterima disusun di rak dan sebagian disimpan sebagai persediaan kemudian petugas memasukkan data obat yang diterima ke kartu stok sebagai obat masuk. Penyimpanan obat di satelit pusat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan yang terdiri dari sediaan cair, solid, dan semisolid. Obat tersebut kemudian disimpan berdasarkan obat generik dan obat paten. Beberapa obat yang tidak stabil dalam suhu ruang juga dipisah dan obat disimpan di kulkas dengan suhu 28°C yang suhunya dipantau tiga kali sehari. Obat dengan penyimpanan khusus di satelit pusat salah satunya yaitu obat high alert. Obat high alert membutuhkan kewaspadaan tinggi dalam penggunaannya termasuk dalam hal dispensing obat karena kesalahan dosis bersifat fatal. Penyimpanan obat high alert dilokalisir dengan lakban warna merah dan diberi label warna merah bertuliskan high alert pada tiap obat. Penyimpanan obat sitostatik juga dipisah dari penyimpanan obat lainnya dengan pemberian label khusus warna ungu yang bertuliskan “Awas obat kanker! Tangani dengan hati-hati” pada lemari maupun tiap obatnya. Narkotika dan psikotropika disimpan disebuah lemari putih dengan sekat merah di tepinya serta tertulis obat narkotika dan obat psikotropika pada daun pintu. Lemari narkotika dan psikotropika Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



68



merupakan lemari pintu ganda dengan satu pintu di luar dan satu pintu lagi di bagian dalam dan kunci ganda. Kunci lemari narkotika senantiasa terkunci dan kuncinya disimpan oleh petugas. Khusus obat yang memiliki nama yang sama, pengucapan yang hampir sama atau bentuk yang hampir sama diberikan label LASA pada kotak obat yang memenuhi ketentuan tersebut. Obat yang mendekati kadaluarsa diberi label warna kuning dengan pencantuman kadaluarsa obat tersebut. Secara umum, penyimpanan jenis obat tersebut disusun berdasarkan abjad. Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dispensing alkes. Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO. Stock opname untuk semua perbekalan farmasi di satelit pusat dilakukan setiap enam bulan sekali. Pelayanan resep di satelit pusat merupakan pelayanan resep individual. Dokter meresepkan obat secara manual ataupun Electronic Health Record (EHR). Pelayanan resep melalui EHR hanya dilakukan oleh poli bedah anak sedangkan poli lainnya masih menggunakan resep manual. Resep diserahkan ke satelit baik oleh perawat, keluarga pasien atau pasien. Khusus pasien yang tidak memiliki keluarga atau pasien rawat inap, resep langsung diserahkan oleh perawat, sedangkan untuk pasien rawat jalan umumnya diserahkan oleh keluarga pasien atau pasien itu sendiri. Pasien atau keluarga pasien yang ikut mengantri, mengambil nomor urut. Selanjutnya, petugas yang bertugas verifikasi memanggil pasien atau keluarga pasien sesuai dengan nomor urut. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya seperti syarat jaminan khusus pasien pasien jaminan pemerintah, kwitansi pada semua pasien, protokol & jadwal terapi khusus pada pasien kemo dan hasil lab khusus pada penggunaan obat mahal dan antibiotik lini dua & tiga. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti statusnya. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas lainnya agar di dispensing. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



69



ke petugas sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas. Petugas yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dan mencatat di kartu stok. Selain dispensing obat, satelit pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Setelah melakukan pengemasan, petugas akan melakukan update terhadap status peresepan sehingga akan diperoleh respon time tiap dispensing satu resep. Khusus obat kanker dan obat bagi pasien pusat talasemia, pengeluaran obat dicatat di kartu kendali. Semua obat kecuali obat kanker diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Petugas akan menerima nomor urut antrian dan memberikan informasi obat kepada pasien. Khusus pasien yang menebus resep obat kanker, obat akan diantar langsung oleh perawat dan pasien akan menerima bon ambil sebagai tanda obat telah didispensing. Resep serta kelengkapan jaminan yang diterima oleh satelit terdiri dari dua rangkap. Satu rangkap digunakan sebagai arsip satelit sedangkan lainnya sebagai bukti arsip untuk penagihan ke Unit Pelayanan Pasien Jaminan (UPPJ). Penagihan terhadap pasien jaminan dilakukan satu hari setelah dispensing obat ke UPPJ. Obat yang ditebus harus memiliki tanggal SJP (surat jaminan perawatan), tanggal resep dan tanggal persetujuan petugas dinkes yang sama. Selain kelengkapan tersebut, pasien juga harus menyerahkan kwitansi poli sebagai bukti bahwa pasien telah berobat di poli tersebut. Tidak semua resep memperoleh persetujuan petugas dinkes, persetujuan dilakukan pada pasien jaminan SKTM dan Gakin dengan harga obat lebih dari Rp 500.000,00 tiap resep. Khusus pasien pasien rawat inap jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dan jaminan kesehatan daerah (jamkesda), penagihan dilakukan maksimal tujuh hari setelah pasien pulang sedangkan untuk pasien dengan jaminan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dan warga miskin (Gakin) penagihan dilakukan satu hari setelah dispensing.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



70



Satelit pusat mengalami kendala dalam pelayanan kefarmasiannya. Kendala yang dihadapi salah satunya adalah penyusunan obat. Beberapa obat masih ada yang disimpan dalam satu wadah yang berpotensi meningkatkan kesalahan dalam hal dispensing obat. Selain itu, ada beberapa obat yang diletakkan di belakang tumpukan obat sehingga mempersulit dispensing obat. Efektifitas tempat mungkin perlu dilakukan oleh satelit pusat, yakni dengan membuat deretan obat yang memanjang dan berundak ke belakang agar obat yang ditempatkan di belakang dapat terlihat mata. Hal tersebut sudah direncanakan oleh apoteker, tapi masih belum terlaksana sepenuhnya karena keterbatasan SDM. SDM di satelit sebagian besar fokus melayani resep, sehingga SDM yang melaksanakan penyusunan obat pun terbatas dan pelaksanaan terhadap hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana. Jika peningkatan efektifitas tempat masih memiliki kendala, maka penambahan fasilitas atau sarana menjadi jalan terakhir untuk meningkatkan efektifitas penyimpanan. Ada lemari obat yang juga belum diberi keterangan alfabetis dan daftar obat karena baru dilakukan pemindahan obat. Petugas belum memberi label pada lemari tersebut. Sebaiknya segera setelah pemindahan obat, petugas langsung menempelkan label identitas pada lemari tersebut agar memudahkan dispensing obat. Masih belum dilakukannya peresepan melalui EHR juga menyebabkan beberapa kendala, diantaranya yaitu penumpukan resep di perawat dan tulisan pada resep yang sulit terbaca. Penumpukan resep di perawat menyebabkan resep yang akan didispensing semakin banyak dan antrian memanjang pasien di ruang tunggu. Tulisan dokter pada resep yang terkadang sulit terbaca juga berpotensi menyebabkan medication error. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah sistem peresepan menjadi peresepan melalui EHR. Pelaksanaan peresepan EHR memang belum dilaksanakan pada semua poli tetapi sistem peresepan tersebut akan segera dilaksanakan. Melalui prescribing prescription, beban kerja perawat juga berkurang untuk mengantar resep ke satelit. Peresepan melalui EHR memudahkan petugas dalam melakukan dispensing obat, tetapi sering kali menjadi masalah ketika obat di retur. Hal ini Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



71



disebabkan oleh jumlah dokter yang menangani satu pasien di unit bedah anak lebih dari satu orang. Tindak lanjut dalam masalah ini adalah memberi peringatan kepada dokter untuk menuliskan resep dengan cermat dan meningkatkan ketelitian petugas. Verifikasi klinis di satelit pusat masih terbatas dilakukan karena apoteker yang hanya terdiri dari satu orang masih terfokus dalam pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh asisten apoteker. Apoteker klinis diperlukan dalam hal verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif. Obat kanker milik pasien di satelit pusat juga sering tersimpan cukup lama di lemari penyimpanan. Umumnya pasien tidak menggunakan obat kanker tersebut terlebih dahulu karena jadwal kemoterapi yang belum pasti. Perawat akan mengambil obat kanker yang telah disiapkan untuk digunakan kepada pasien. Penumpukan obat kanker pesanan tersebut berpotensi membahayakan petugas. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan yang mengikat akan jadwal kemoterapi dan peresepan dokter agar obat tidak menumpuk di satelit pusat. Beban kerja di satelit pusat juga tinggi. Selama satu hari, hanya terdapat delapan asisten apoteker yang melayani resep. Berdasarkan penerimaan resep di bulan mei 2012, rata-rata resep yang dilayani oleh satelit pusat adalah 181 resep dengan standar deviasi 52 resep. Jika pelayanan resep yang ingin dicapai mulai dari verifikasi hingga penyerahan yakni 30 menit, maka dibutuhkan asisten apoteker sebanyak empat orang yang melayani terus menerus selama 24 jam. Karena beban kerja terbagi menjadi tiga shift, asisten apoteker yang dibutuhkan sebanyak 12 orang untuk melayani 181 resep. Berdasarkan standar deviasi jumlah rata-rata resep, nilai rentang resep yang dilayani sebanyak 129-233 resep sehingga asisten apoteker yang dibutuhkan 9-15 orang asisten apoteker. Penambahan asisten apoteker yang dibutuhkan oleh satelit pusat satu hingga tujuh orang.



4.4 Satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit IGD merupakan satelit farmasi yang terletak di IGD dan bertanggung jawab dalam mengelola kebutuhan perbekalan farmasi di IGD. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



72



Satelit farmasi IGD terletak dibawah garis koordinasi dengan Sub instalasi Perbekalan Farmasi, Instalasi Farmasi RSCM. Satelit farmasi IGD terbagi menjadi dua depo farmasi yang terletak di lantai satu dan lantai empat. Pelayanan farmasi di IGD dilakukan selama 24 jam (tiga shift). Satelit farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi IGD saja dan tidak melayani resep dari tempat/unit lain.



4.4.1



Kegiatan



Depo lantai satu memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Melayani permintaan perbekalan farmasi untuk lantai satu hingga tiga b. Melayani kebutuhan paket tindakan untuk lantai satu hingga tiga c. Melayani kebutuhan distribusi ruangan (floor stock) d. Melayani kebutuhan implant ortopedi konsinyasi e. Pengawasan troli emergensi di IGD Depo lantai empat memiliki kegiatan melayani permintaan perbekalan farmasi dari ruang operasi lantai empat selama berjalannya operasi.



4.4.2



Perencanaan, Pengadaan, dan Penerimaan Perbekalan Farmasi Perencanaan jumlah barang yang diminta satelit ke gudang pusat



didasarkan pada jumlah konsumsi rata-rata per hari dikali dengan waktu. Akan tetapi perhitungan tersebut masih berdasarkan kebiasaan petugas yang sudah terbiasa dalam melakukan pemesanan barang. Petugas farmasi di satelit IGD umumnya akan melakukan pendataan barang yang akan habis sebelum melakukan pemesanan ke gudang pusat. Selanjutnya, petugas menentukan jumlah kebutuhan untuk satu minggu dan membuat defekta pemesanan melalui sistem komputer ke gudang pusat. Pemesanan dari satelit ke gudang pusat dilakukan sebanyak dua kali seminggu yaitu pada hari senin dan kamis. Setelah gudang selesai mempersiapkan barang yang diminta, petugas farmasi di satelit akan datang ke gudang untuk verifikasi barang yaitu pada hari selasa dan jumat. Verifikasi dilakukan untuk mengecek kesesuaian nama barang, jenis, kondisi dan jumlahnya dengan defekta yang dibuat. Selain itu, saat verifikasi juga dilakukan untuk Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



73



pencatatan waktu kadaluarsa dari barang yang dipesan. Setelah verifikasi selesai, petugas satelit bersama pekarya akan membawa barang pesanan dari gudang ke satelit. Petugas satelit dapat melakukan pemesanan di luar jadwal rutin jika ada kebutuhan mendesak. Pemesanan barang di depo lantai empat ditujukan ke depo lantai satu. Petugas farmasi yang sedang bertugas di depo lantai empat diharuskan memeriksa jumlah barang di depo secara rutin. Petugas mencatat barang-barang yang akan habis dan menentukan jumlah yang akan diminta. Selanjutnya, petugas melakukan pemesanan ke depo lantai satu dan barang akan diantar oleh pekarya ke depo lantai empat.



4.4.3 Penyimpanan Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit IGD telah sesuai dengan standar prosedur operasional di RSCM. Penyimpanan perbekalan farmasi dibagi berdasarkan kriteria berikut : A. Bentuk sediaan dan jenisnya 1. Obat a. Oral b. Injeksi c.



Cairan Infus 2. Alat kesehatan Alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan penggunaannya.



B. Suhu penyimpanan dan stabilitasnya 1. Obat kulkas 2. Obat yang dapat disimpan dalam ruangan C. Sifat bahan 1. Bahan berbahaya dan beracun (B3) 2. Bahan tidak berbahaya D. Susunan alfabetis Susunan alfabetis dilakukan berdasarkan nama obat. E. Obat Askes dan non Askes Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



74



F. Obat generik atau nama dagang G. Sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) Selain itu, penyimpanan dan penataan perbekalan farmasi di satelit IGD juga telah memperhatikan high alert dan LASA (Look Alike Sound Alike). Obatobat high alert sudah dilokalisasi dan diberi pembatas dengan lakban merah. Setiap obat high alert telah ditempeli label di wadah primer obat. Obat yang bersifat LASA telah ditata secara terpisah dengan pasangannya dan diberi label hijau LASA. Penyimpanan obat narkotika dilakukan dalam lemari khusus dengan pintu ganda. Kunci pintu lemari dikalungkan di salah satu petugas farmasi yang sedang bekerja dan tidak dibiarkan menggantung di lemari. Selain itu, terdapat penyimpanan khusus lainnya untuk obat mahal dan B3. Obat mahal disimpan dalam lemari khusus yang mudah diawasi dan selalu terkunci. Hal tersebut ditujukan untuk menghindari kehilangan obat. B3 disimpan terpisah dan sudah dilengkapi dengan label tanda bahaya dan Material Safety Data Sheet (MSDS).



4.4.3



Distribusi Sistem distribusi di satelit IGD ada dua macam yaitu sistem resep



individual dan sistem floor stock (persediaan ruangan). Sistem resep individual diterapkan untuk peresepan di satelit IGD (depo lantai 1). Depo menyiapkan obat atau alat yang diresepkan berdasarkan permintaan dalam resep dan tidak dipisahkan untuk setiap waktu pemakaian. Sistem floor stock diterapkan untuk penyediaan paket tindakan yang dibutuhkan di ruang rawat IGD. Depo lantai satu akan menyediakan paket tertentu dengan jumlah tertentu yang disimpan dalam lemari. Selain itu, barang-barang perbekalan farmasi dasar seperti sarung tangan, alkohol, dan hand rub juga didistribusikan dengan sistem floor stock.



4.4.4



Alur Pelayanan Resep dan Permintaan Paket Depo lantai satu melayani resep dari lantai satu hingga tiga di IGD. Resep



diantarkan oleh perawat atau dokter ke depo. Selanjutnya, dilakukan skrining kelengkapan resep dan kesesuaian farmasetik dari resep. Kelengkapan resep Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



75



meliputi nama dokter, nama pasien, usia pasien, nomor rekam medis, jenis jaminan pasien dan ruangan asal resep. IGD telah menerapkan sistem barcode untuk setiap pasien. Sistem barcode tersebut membuat data pasien yang dibutuhkan sudah dapat tercetak dalam sebuah label. Jadi, dokter hanya perlu menempelkan label identitas pasien pada resep. Kesesuaian farmasetik dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatannya. Setelah melewati proses skrinning tersebut, data resep diinput ke dalam sistem komputer untuk data penagihan dan pengecekan kemungkinan resep ganda. Pada input data tersebut ditentukan jumlah barang yang akan disiapkan. Penyiapan obat dari resep lantai satu dan tiga untuk satu kali pemakaian sedangkan lantai dua dan ruang rawat disiapkan untuk penggunaan satu hari. Hal tersebut dikarenakan antisipasi perubahan terapi akibat kondisi pasien pada lantai satu dan tiga yang umumnya tidak stabil. Setiap pengambilan obat dan alat kesehatan selama penyiapan resep harus dicatat dalam kartu stok. Obat yang telah selesai disiapkan (sudah diberi etiket) dimasukkan ke dalam kantung plastik yang diberi identitas pasien (nama, nomor rekam medis dan ruangan). Selanjutnya, kantung tersebut diletakkan di troli sesuai dengan pengelompokan lantainya. Jika kantung obat sudah cukup banyak di troli, pekarya akan mengantarkan kantung-kantung tersebut ke masing-masing ruangan. Resep-resep yang bersifat cito dapat ditunggu pengerjaannya di depo dan langsung diserahkan kepada perawat atau dokter yang menunggu. Permintaan paket tindakan di depo lantai satu juga berdasarkan peresepan dan lembar penggunaan paket yang diisi oleh perawat ruangan. Jika perawat menggunakan paket tindakan yang tersedia dalam lemari di ruangan



maka



perawat wajib melaporkan ke depo lantai satu dengan membawa formulir penggunaan paket. Selanjutnya, petugas farmasi akan menggantikan alat yang terpakai sesuai dengan yang tercantum dalam formulir tersebut. Pelayanan di depo lantai empat berbeda dengan depo lantai satu. Permintaan perbekalan farmasi yang diajukan ke depo lantai empat dapat dilakukan langsung oleh perawat atau dokter yang sedang melakukan tindakan operasi. Permintaan tersebut dituliskan dalam formulir permintaan barang. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



76



Perawat atau dokter yang meminta menunggu barang disiapkan lalu membawanya ke dalam kamar operasi. Barang-barang yang diminta dapat diretur jika tidak digunakan.



4.4.5 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di satelit IGD terdiri dari satu orang apoteker, 21 orang asisten apoteker, dan satu orang pekarya. Asisten apoteker terdiri dari sembilan orang dengan pendidikan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan 12 orang berpendidikan diploma farmasi. Satelit IGD beroperasi selama 24 jam dan terbagi menjadi tiga shift. Tabel 4.1 menunjukkan pembagian sumber daya asisten apoteker dari masing-masing depo



Tabel 4.1 Pembagian jumlah asisten apoteker setiap shift di tiap depo Pagi



Siang



Malam



(08.00 –15.00 WIB)



(14.00–21.00 WIB)



(20.00 –08.00 WIB)



Depo lantai 1 4 orang



3 orang



3 orang



Depo lantai 4 1 orang



1 orang



1 orang



Selama tiga hari berada di satelit IGD, mahasiswa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Dispensing resep. b. Membantu distribusi obat ke ruang rawat. c. Menata obat yang baru datang dari gudang pusat. d. Membuat paket tindakan. e. Merapikan troli emergensi yang berada di IGD. f. Melakukan pendataan obat yang tidak diambil oleh pasien pulang. g. Membantu pelayanan di depo lantai empat. Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan kesesuaian pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari pemesanan hingga distribusi di IGD dengan ketentuan yang ada. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



77



Pemesanan barang yang dibutuhkan di IGD dapat dikatakan masih bergantung pada perkiraan petugas. Hal tersebut dapat merugikan jika petugas tersebut tidak masuk bekerja atau tidak lagi bekerja. Oleh sebab itu, sebaiknya ditetapkan ketentuan perhitungan jumlah pesanan yang disosialisasikan ke seluruh petugas (asisten apoteker). Jika semua petugas telah mengetahui ketentuan perhitungan tersebut maka pemesanan tidak lagi bergantung pada satu orang saja. Penerimaan dan penataan barang di satelit IGD telah sesuai dengan SPO yang ditetapkan di RSCM. Penyimpanan barang juga telah disesuaikan dengan ketentuan RSCM dan JCI seperti dilakukannya pengecekan berkala terhadap suhu kulkas dan suhu ruangan. Walaupun ada hal yang belum terpenuhi yaitu adanya label peringatan dan MSDS pada rak penyimpanan B3. Distribusi obat di IGD, dilakukan oleh seorang pekarya ke semua lantai. Hal ini sering kali kami temukan menjadi lamanya respon time terhadap pengantaran obat ke ruang rawat. Pekarya mempunyai tanggung jawab mengantarkan obat ke ruang rawat, mengambil barang dari gudang, mengantarkan barang habis pakai, dan mengantarkan barang ke depo lantai empat. Tugas tersebut kadang dibutuhkan dalam waktu bersamaan sehingga pekarya harus menunda tugas lainnya. Akibatnya, kelancaran kegiatan pelayanan dapat tertunda. Oeh sebab itu, sebaiknya ditambahkan lagi seorang pekarya di satelit IGD. Pelayanan farmasi klinis di IGD juga belum berjalan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya tenaga apoteker di satelit IGD. Apoteker yang ada saat ini berfokus pada pengelolaan perbekalan farmasi di IGD yang cukup rumit sehingga belum bisa melakukan pelayanan klinis. Padahal pelayanan farmasi klinis sangat dibutuhkan di IGD untuk mengurangi adanya medication error dengan melakukan verifikasi resep, pemberian informasi obat, monitoring pengobatan dan lain-lain. Oleh sebab itu, agar pelayanan farmasi klinis dapat berjalan sebaiknya ditambahkan seorang apoteker lagi di IGD.



4.5



Satelit Intensive Care Unit (ICU) Satelit ICU melayani pasien dimulai dari pukul 08.00 hingga pukul 21.00



WIB yang terbagi ke dalam dua shift setiap hari Senin – Jumat dan satu shift Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



78



setiap hari Sabtu dan Minggu. Bila depo satelit ICU tutup, pelayanan dialihkan ke satelit pusat. Satelit ICU hanya melayani resep yang berasal dari ruang rawat inap ICU dewasa saja untuk pemakaian obat satu hari (One daily dose). Pelayanan resep dilakukan baik pasien jaminan maupun umum yang membayar tunai. Pelayanan farmasi ICU dikelola oleh dua apoteker yang mengelola bidang manajemen perbekalan dan klinis yang dibantu oleh tiga asisten apoteker. Penanggung jawab satelit manajemen bertanggung jawab kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi sedangkan penanggung jawab satelit farmasi klinis bertanggung jawab kepada kepala subinstalasi farklin litbang. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan, pelayanan resep ICU dewasa atau defekta resep cito dari bagian endoskopi, parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat baik kepada perawat ataupun dokter. Apoteker farmasi klinis ini melakukan parade pagi setiap pukul 08.00 – 10.00 WIB bersama dokter, perawat dan dietisian. Tujuan parade pagi yaitu membicarakan



permasalahan



pasien



tentang



perkembangan



pasien



dan



merencanakan tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai informasi obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di instalasi farmasi, dosis obat sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Setelah parade pagi, apoteker melaksanakan visite pasien bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui visite pasien, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Perubahan terapi dan tindakan dapat pula terjadi ketika visit pasien. Jika terjadi perubahan terapi, apoteker akan memberi rekomendasi kepada dokter. Pengkajian resep juga dilakukan oleh apoteker klinis. Apoteker mengkaji obat yang diresepkan dokter khususnya dalam hal farmasetik maupun klinis. Jika ada terapi yang kurang sesuai, apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



79



bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks dan status pasien serta menganalisa perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh. Pasien yang dirawat di ICU dengan kondisi yang telah stabil, umumnya dipindah ke rawat inap gedung A. Berbeda dengan ICCU, pasien yang sudah memiliki kondisi yang baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis



juga



melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU yang salah satunya adalah memberi informasi obat pada pasien yang akan pulang. Pengadaan barang baik obat maupun alat kesehatan dilakukan setiap hari Senin dan Kamis. Jumlah perbekalan yang dipesan diperiksa melalui kartu stok. Petugas akan memesan defekta ke gudang melalui IT sehari sebelum pengadaan. Jika terjadi kekosongan barang, satelit akan melakukan transfer ke satelit lain. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan obat dan menyediakan obat sesuai dengan permintaan. Petugas depo pergi ke gudang untuk melakukan serah terima barang dengan menandatangani fomulir defekta barang setelah melakukan penmeriksaan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang. Setelah melakukan defekta dari gudang, data obat dimasukkan ke kartu stok dan obat disusun pada rak obat dan beberapa jenis obat atau alkes disimpan di lemari tertentu sebagai persediaan. Berbeda dengan distribusi obat yang secara individual, distribusi perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock di ruang rawat. Perawat menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke satelit farmasi ICU dan satelit farmasi akan meneruskan permintaan ke gudang melalui IT. Setelah perbekalan farmasi dasar diterima satelit farmasi, perbekalan farmasi dasar diserahkan kepada perawat. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan jenisnya yaitu obat dan alkes. Penyimpanan obat di satelit farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan. Sediaan tersedia dalam bentuk cair, solid, dan semisolid. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan obat jaminan Askes dan non Askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan obat generik dan obat paten. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



80



Beberapa obat yang tidak stabil dalam suhu ruang juga dipisah dan disimpan di kulkas dengan suhu 2-8C yang suhunya dipantau tiga kali sehari. Obat berupa cairan seperti infus dan obat luar juga disimpan terpisah. Obat dengan penyimpanan khusus di satelit farmasi ICU salah satunya yaitu obat high alert. Obat high alert membutuhkan kewaspadaan tinggi dalam penggunaannya termasuk dalam hal dispensing obat karena kesalahan dosis bersifat fatal. Penyimpanan obat high alert dilokalisir dengan lakban warna merah dan diberi label warna merah bertuliskan high alert pada tiap obat. Narkotika dan psikotropika disimpan disebuah lemari putih dengan sekat merah di tepinya serta tertulis obat narkotika dan obat psikotropika pada daun pintu. Lemari narkotika dan psikotropika merupakan lemari putih berpintu ganda dengan satu pintu di luar dan satu pintu lagi di bagian dalam dan kunci ganda. Lemari narkotika senantiasa terkunci dan kunci untuk lemari narkotika disimpan oleh petugas satelit. Khusus obat yang memiliki nama yang sama, pengucapan yang hampir sama atau bentuk yang hampir sama diberikan label LASA pada kotak tempat tiap obat yang memenuhi ketentuan tersebut. Obat yang mendekati kadaluarsa diberi label warna kuning



dengan



pencantuman



kadaluarsa



obat



tersebut.



Secara



umum,



penyimpanan jenis obat tersebut disusun secara alfabetis. Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dispensing alkes. Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO. Stock opname dan pengecekan kadaluarasa untuk semua perbekalan farmasi di satelit farmasi ICU dilakukan setiap enam bulan sekali. Pendistribusian obat di satelit farmasi ICU menggunakan sistem peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar perawat atau keluarga pasien. Petugas melakukan verifikasi resep dan memberi harga. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya seperti syarat jaminan khusus pasien pasien jaminan pemerintah, dan hasil lab khusus pada penggunaan obat tertentu seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti statusnya. Penginputan data pasien umum dilakukan sebelum obat didispensing Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



81



sedangkan data pasien jaminan, diinput setelah dispensing obat selesai. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas lainnya agar didispensing. Pasien umum biasanya membayar secara tunai kepada petugas sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas. Petugas yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai. Kemudian, obat tersebut dicatat di kartu stok, diberi label dan dikemas. Setelah melakukan pengemasan, petugas akan melakukan update terhadap status peresepan sehingga akan diperoleh respon time tiap dispensing. Selain resep manual, satelit farmasi ICU juga menerima resep cito. Berbeda dengan resep biasa, perawat yang telah menyerahkan resep cito ke satelit farmasi akan menunggu obat yang didispensing untuk segera di antar. Umumnya terdapat obat yang secara cepat dibutuhkan oleh pasien tetapi belum dituliskan resep oleh dokter. Perawat berkewajiban mengambil obat yang dibutuhkan dan menuliskan obat yang diambil oleh petugas di buku komunikasi. Selanjutnya, petugas akan memindahkan data di buku komunikasi ke IT. Obat pasien dapat dikembalikan jika obat sudah tak terpakai lagi, kondisinya masih layak pakai dan berasal dari satelit farmasi. Bagi pasien umum, obat yang dikembalikan akan diganti dengan uang tunai, sedangkan pasien jaminan akan dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan penjamin. Penagihan terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obat-obat yang telah digunakan pasien. Pelayanan resep di atas pukul 21.00 WIB dialihkan ke satelit pusat. Sampai saat ini, buku komunikasi sebagai sarana komunikasi pergantian shift belum dilakukan oleh ICU dengan satelit pusat. Selama ini, komunikasi masih dilakukan secara lisan. Komunikasi sebaiknya dilakukan secara tertulis melalui buku komunikasi, hal ini penting untuk mengetahui pelayanan resep yang mungkin belum dilaksanakan oleh shift sebelumnya. Pelaksanaannya perlu dilakukan secara tertulis agar semua petugas shift berikutnya dapat mengetahuinya dengan mudah dan sebagai dokumentasi pelayanan yang belum terlaksana. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



82



Penulisan aturan pakai pada resep yang diterima oleh satelit farmasi terkadang tidak lengkap, hal ini berpotensi terjadinya medication error. Oleh karena itu, perlu segera dilakukannya peresepan online untuk memudahkan dispensing obat. Keuntungan lain dilakukannya peresepan secara online yaitu mengurangi jumlah perawat yang mengantar resep ke satelit sehingga mengurangi beban kerja perawat. Satelit farmasi ICU telah berpindah lokasi di depan ruang tata usaha. Posisi ruang tunggu keluarga pasien cukup jauh dari satelit farmasi, sehingga petugas harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien. Pengeras suara dibutuhkan agar petugas mudah memanggil pasien. Lokasi satelit farmasi ICU yang baru dilengkapi dengan lemari yang tingginya sekitar dua meter lebih. Obat serta dokumen diletakkan pada posisi yang sulit dijangkau oleh petugas, walaupun dengan alat bantu kursi sekalipun. Penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. Penyimpanan di satelit farmasi ICU sudah tertata dengan baik tetapi, masih ada beberapa obat yang tersimpan dalam satu wadah obat. Penyimpanan obat tersebut beresiko meningkatkan kesalahan dalam hal dispensing obat. Penyimpanan obat yang masih tertumpuk di lantai juga masih belum dilengkapi palet. Penempatan palet diperlukan agar obat yang disimpan tidak rusak.



4.6



Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)



4.6.1



Pelayanan Perbekalan Farmasi di Gedung A Satelit farmasi gedung A berlokasi di gedung A RSCM. Satelit tersebut



melayani kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien rawat inap di gedung A, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Satelit farmasi gedung A terdiri dari depodepo farmasi yang terletak di setiap lantai (ada delapan lantai) dan gudang farmasi di basemen. Gudang farmasi basemen akan mendistribusikan perbekalan farmasi ke setiap depo kemudian depo farmasi tersebut yang akan medistribusikan ke pasien melalui perawat. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap dilayani selama 24 jam yang terbagi menjadi tiga shift yaitu dua shift (pagi dan siang) yang Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



83



dilayani di depo farmasi setiap lantai dan satu shift (malam) pelayanan yang dialihkan ke gudang farmasi basemen. Jumlah SDM di satelit farmasi gedung A terdiri dari tiga orang apoteker, 61 orang asisten apoteker, 11 orang pekarya, dan dua orang administrator. Perencanaan satelit farmasi gedung A berdasarkan konsumsi



rata-rata



yaitu yang berasal dari data mutasi di sistem komputer. Perencanaan untuk obatobatan fast moving perlu ditambahkan dengan buffer stock, sedangkan untuk obat slow moving tidak dilakukan pengadaan melainkan langsung mengambil di gudang pusat. Pengadaan perbekalan farmasi di satelit gedung A dilakukan dengan pemesanan ke gudang pusat setiap tiga kali dalam seminggu yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jum’at. Pemesanan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi selama seminggu di gedung A. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang, petugas farmasi gedung A melakukan serah terima barang di gudang pusat dengan melakukan pemeriksaan kesesuaian barang meliputi jenis, jumlah, kadaluarsa, dan kondisi barang. Barang yang telah diterima dan disusun barang di gudang farmasi gedung A. Penyimpanan obat solid oral di gudang farmasi basemen terdiri dari dua jenis yaitu penyimpanan obat sebagai persediaan dan penyimpanan obat untuk keperluan sehari-hari yang rutin digunakan untuk pelayanan. Perbekalan farmasi disusun berdasarkan alfabet, bentuk sediaan, generik/non generik dan suhu (kestabilan). Obat narkotika disimpan kedalam lemari khusus berpintu dan berkunci ganda sedangkan obat psikotropika juga disimpan di lemari terpisah. Obat-obatan yang termasuk kedalam high alert disimpan secara terpisah dengan diberi label khusus dan ditandai dengan garis merah pada lemari penyimpanannya. Obat high alert disimpan secara terpisah karena obat tersebut memiliki resiko tinggi bila digunakan secara tidak tepat yang dapat menyebabkan bahaya bermakna bagi pasien. Selain itu, penyimpanan obat mahal, produk nutrisi, B3, dan obat kanker disimpan ditempat terpisah, sedangkan obat kanker dan obat LASA diberikan label khusus yang telah disediakan. Penyimpanan obat yang terdapat di dalam lemari tertutup atau kulkas dilampirkan daftar nama obat-obatan yang terdapat di dalam lemari tersebut. Penyusunan tersebut dilakukan agar lebih Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



84



mudah melakukan penyiapan kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien. Berbeda dengan penyimpanan obat, alat kesehatan disusun berdasarkan fungsi dan jenisnya. Untuk



memenuhi



kebutuhan



pasien,



satelit



farmasi



gedung



A



mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai. Metode yang digunakan dalam pendistribusian ini yaitu metode desentralisasi. Depo farmasi disetiap lantai biasanya melakukan permintaan obat setiap hari ke gudang farmasi basemen gedung A sesuai dengan kebutuhannya. Obat-obat yang perlu diracik dilakukan di ruang peracikan khusus yang tersedia di gudang farmasi basemen dengan menggunakan stok obat di gudang tersebut. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas gudang farmasi basemen dikirimkan ke depo farmasi di setiap lantai dengan melakukan serah terima barang dan dilakukan pemeriksaan kesesuaian barang dan jenis. Sistem peresepan di gedung A sudah menggunakan Electronic Health Record (EHR). Keuntungan dari EHR ini yaitu dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam pemberian obat ikut berkurang. Dokter biasanya melakukan peresepan bagi pasien pada hari Senin dan Kamis. Namun, ada beberapa dokter yang masih melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen. Obat-obat yang sudah diresepkan oleh petugas farmasi kemudian disiapkan dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan yaitu unit dose dan floor stock. Pada sistem unit dose, obat disiapkan untuk pemakaian satu hari dengan pembagian kemasan tiap waktu minum obat dimulai dari sore hari hingga siang hari di hari berikutnya. Barang yang didistribusikan dengan metode floor stock yaitu perbekalan farmasi dasar. Mutasi perbekalan farmasi di gudang farmasi basemen dicatat di kartu stok. Namun, depo farmasi tidak menggunakan kartu stok karena secara otomatis sudah tersistem melalui IT. Laporan yang biasanya disiapkan oleh satelit farmasi gedung A yaitu laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar, laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan formulariun dan laporan barang implant.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



85



Laporan tersebut dibuat sekali setiap bulan dan dikirim sebelum tanggal lima setiap bulannya. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama kerja praktek di satelit farmasi gedung A adalah mendata produk nutrisi parenteral yang terdapat di gudang farmasi basemen, melakukan analisis waktu peracikan, melakukan analisis waktu penyiapan obat dari pemberian etiket hingga pengemasan obat dan melakukan pemeriksaan obat atau alat kesehatan yang diambil oleh perawat tanpa etiket.



4.6.2



Farmasi Klinik Gedung A Kegiatan farmasi klinik di gedung A RSCM sudah berjalan cukup baik.



Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi klinik di gedung A meliputi verifikasi resep, konseling obat, monitoring pengobatan, pengambilan riwayat pengobatan, visit/ronde dan pelayanan informasi obat. Verifikasi resep yang dilakukan oleh apoteker meliputi pemeriksaan legalitas resep, kesesuaian dosis, rute pemberian, lama pemberian, interaksi obat dan waktu pemberian obat. Apabila terdapat obat yang tidak tersedia, apoteker dapat memberikan rekomendasi obat dengan merk dagang yang berbeda namun memiliki kandungan dan dosis yang sama. Kegiatan konseling di gedung A ada 2 jenis yaitu bedside counseling dan konseling obat pulang. Kegiatan bedside counseling masih jarang dilakukan dibandingkan dengan konseling obat pasien pulang. Mahasiswa PKPA melakukan penyiapan konseling obat pasien pulang dengan menuliskan formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien yaitu nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



86



pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat. Secara umum, informasi obat bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Pada umumnya pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obatobat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Namun, apoteker sebaiknya juga meminta pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan dan tidak hanya sekedar menanyakan apakah pasien telah paham atau belum. Hal tersebut sebagai proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan interpretasi. Kegiatan farmasi klinik lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa PKPA yaitu melakukan monitoring pengobatan pasien. Monitoring pengobatan pasien biasanya dilakukan oleh apoteker yang bertugas di tempat pasien di rawat. Pasien yang diprioritaskan untuk mendapatkan konseling obat pasien yang akan pulang, pasien geriatri (di atas 60 tahun) dan pasien pediatri (di bawah 12 tahun) dengan kriteria: Pasien yang mendapat rejimen pengobatan lebih dari 7 item obat (polifarmasi), mendapat rejimen pengobatan dengan indeks terapi sempit, mempunyai riwayat alergi, dan pasien yang mengalami efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat. Kegiatan monitoring ini dengan cara melihat kesesuaian antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan obat yang di berikan oleh perawat yang dapat dilihat dari kardeks serta obat yang dituliskan di status pasien (Medical Record). Terkadang dokter tidak memberitahu apabila ada perubahan terapi bagi pasien sehingga apoteker perlu melakukan konfirmasi kepada dokter untuk meresepkan kembali. Selain kesesuaian peresepan, apoteker juga memperhatikan dosis yang diberikan karena dikhawatirkan ada perbedaan, interaksi obat yang terjadi akibat dari penggunaan obat yang banyak, dan hasil laboratorium pasien. Pasien yang baru datang biasanya juga dilakukan pengambilan riwayat penggunaan obat. Pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan oleh apoteker yang bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan riwayat alergi, efek samping dan efek-efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat, Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



87



menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen terapi antara sebelum perawatan dan saat perawatan. Namun, untuk pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan kepada pasien yang baru masuk dalam 48 jam pertama dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi dan saraf) serta pasien dengan imunitas rendah. Ketika pengambilan riwayat pengobatan, apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan, dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi : nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat, (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. Apabila pasien memiliki riwayat alergi dan pernah mengalami efek samping dari suatu obat tertentu maka apoteker perlu menelusuri obat-obatan tersebut. Mahasiswa PKPA juga melakukan visite/ronde bersama tim dokter yang didampingi oleh apoteker. Visite ini bisa dilakukan secara mandiri atau berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya. Selain visite, apoteker juga melakukan rapat dengan tim kesehatan untuk membicarakan kasus pasien tertentu. Kegiatan rapat berbeda dengan visite, rapat ini dilakukan di suatu ruangan sedangkan visite dilakukan di ruang rawat pasien. Dalam kegiatan visite atau rapat, apoteker berperan dalam rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat sesuai penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersedian obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat. Farmasi klinik juga menyediakan pelayanan informasi obat (PIO) bagi petugas kesehatan lainnya, baik perawat, dokter, asisten apoteker bahkan pasien. Sebaiknya apoteker juga membuat brosur atau leaflet yang berkaitan dengan penggunaan obat khusus dan informasi obat lainnya sehingga tidak hanya pelayanan informasi obat pasif saja yang sebagian besar diajukan dari lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo saja. Apoteker juga menyertakan nomor Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



88



telepon yang dapat dihubungi setiap memberikan informasi obat pulang kepada pasien, sehingga pasien juga dapat bertanya langsung kepada apoteker mengenai cara penggunaan obat. Mahasiswa apoteker juga mendapatkan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi lain, seperti : kestabilan obat, substitusi obat, dosis maksimal omeprazole. Dalam menjawab pertanyaan mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan yaitu Drug Information Handbook. Laporan dari masing-masing kegiatan PIO yang dilakukan apoteker direkapitulasi setiap bulannya dan dilaporkan paling lambat tanggal lima bulan berikutnya.



4.7 Satelit Kirana Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di satelit Kirana antara lain mengamati prosedur administrasi resep yang masuk berdasarkan umum dan jaminan pasien, mengamati dan melaksanakan alur pelayanan resep mulai dari penerimaan resep, penyiapan obat hingga penyerahan obat kepada pasien, melabeli LASA dan High Alert, dan monitoring resep pasien jaminan. Satelit kirana merupakan satelit termuda yang dibuka IFRS pada tahun 2011, terletak di gedung Kirana Jl. Kimia No.8 Jakarta Pusat dan buka satu shift pada pukul 08.00-16.00 WIB, terdiri dari satu Apoteker penanggung jawab, empat asisten apoteker dan satu kasir. Satelit Kirana tidak hanya melayani dispensing obat mata, tetapi juga obat lain seperti analgesik, obat saluran cerna, narkotika, dan lain-lain. Satelit Kirana memiliki dua depo yaitu depo yang terletak di lantai satu (depo dan gudang) dan depo yang terletak di lantai tiga khusus untuk OK. Satelit kirana hanya melayani pasien rawat jalan, dan melayani resep umum dan jaminan. Alur pelayanan resep di satelit kirana sebagai berikut: 1. Umum (Resep Tunai) Resep yang berasal dari pasien diverifikasi oleh petugas farmasi yang meliputi kelengkapan resep ketersediaan barang, dan jumlah obat yang ingin ditebus. Setelah diverifikasi, petugas mengkonfirmasi harga obat kepada pasien umum atau Askes dan dilakukan transaksi jika kedua belah pihak telah bersepakat. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



89



Petugas menyiapkan obat lalu menyerahkan obat kepada pasien dan disertai dengan pemberian informasi obat. Alur pelayanan di satelit Kirana sesuai dengan standar yang berlaku di RSCM yaitu verifikasi, harga, dispensing dan serah. Setiap tahap pelayanan tersebut dicatat pada resep dengan membubuhkan inisial petugas yang melakukan pelayanan sebagai bentuk tanggung jawab



atas



pelayanan yang dilakukan. 2. Jaminan Alur pelayanan resep jaminan yang berbeda adalah pada saat penerimaan resep, dan pada saat pemberian resep ke pasien. pelayanan resep jaminan selain Askes sebelum obat diberikan harus melihat monitoring obat tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pasien tersebut tidak mendapatkan double dosis obat. Form monitoring obat di Satelit Kirana berisi tanggal pemberian obat, nama obat, aturan pakai dan tanda tangan. Resep Jaminan terdiri dari : a. Asuransi Kesehatan (Askes) Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar yang dikeluarkan PT. ASKES. Syarat yang harus dilengkapi adalah resep asli dan Surat Jaminan Perawatan (SJP) Askes. b. JAMKESMAS/JAMKESDA/SKTM/GAKIN Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar formularium RSCM. Syarat pemberian obat adalah satu jenis obat dalam resep tidak lebih dari Rp. 500.000,00 dan jumlah keseluruhan dalam satu resep tidak lebih dari Rp. 1.000.000,00. Jika harga obat dalam resep melebihi ketentuan tersebut, resep harus memperoleh persetujuan dari petugas Dinas Kesehatan yang ditunjuk. Kelengkapan yang harus dilengkapi adalah satu resep asli dan satu fotokopi dan surat jaminan. Perencanaan satelit kirana berdasarkan pemakaian yang dilakukan enam bulan sekali. Perencanaan tersebut diberikan ke bagian departemen mata bukan langsung ke bagian perencanaan perbekalan farmasi RSCM. Depo lantai tiga membuat perencanaan untuk pemesanan barang yang kemudian mengirim



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



90



perencanaan tersebut ke depo lantai satu. Pemesanan barang dilakukan secara online melalui SIM UPF pada hari Selasa dan Kamis. Setelah melakukan defekta, petugas satelit ke gudang untuk melakukan verifikasi barang. Perbekalan farmasi yang telah diverifikasi, dibawa oleh petugas dan di masukkan ke rak obat serta mengisi di kartu stok. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit kirana berdasarkan sistem FEFO dan FIFO, dan sesuai standar JCI yaitu penyimpanan obat-obat yang termasuk LASA dan Higt Alert. Jenis perbekalan farmasi yaitu obat dan alat kesehatan. Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaan, nama generik atau non generik, kestabilan dan Askes (Asuransi Kesehatan)



sedangkan



alat



kesehatan



disimpan



berdasarkan



fungsinya.



Penyimpanan obat khusus di satelit kirana meliputi penyimpanan obat narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika dan kit emergensi. Sistem distribusi obat di satelit kirana ada dua, depo lantai satu menggunakan sistem distribusi obat individual prescription, sedangkan depo lantai tiga menggunakan sistem floor stock. Depo lantai tiga memperoleh perbekalan farmasi dari depo lantai satu. Desain satelit kirana tidak terlalu besar. Tampak depan terdapat meja kasir dengan dua komputer, dan terdapat obat-obat Over The Counter (OTC) yang disusun di rak depan. Ruang bagian dalam terdapat satu kulkas untuk menyimpan obat-obat yang tidak stabil pada suhu panas. Penyusunan obat di Satelit Kirana berdasarkan sediaannya dan disusun berdasarkan alfabet. Obat-obat yang masuk dalam kriteria LASA disimpan tidak berdekatan satu sama lain sedangkan untuk obat-obat yang masuk kedalam kategori High Alert disimpan dilemari yang telah dilingkari dipinggirnya dengan lakban merah. Obat narkotika disimpan di lemari khusus dengan kunci ganda yang disimpan oleh petugas. Alat-alat kesehatan disimpan terpisah yaitu di lemari bagian atas. Barang-barang yang enam bulan mendekati kadaluarsa diberi label kuning dengan menulis bulan dan tahun kadaluarsa. Pengatur suhu ruangan dan kulkas dicatat setiap pagi, sore dan malam. Stock opname di satelit kirana dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu bulan Juni dan Desember. Laporan di Satelit Kirana dilakukan setiap bulan, meliputi : 1. Laporan Manajemen, terdiri dari : Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



91



a. Laporan Mutasi/Pergerakan Barang b. Laporan Penjualan Tunai c. Laporan Penjulan Kredit d. Laporan Pendistribusian Ruangan 2. Laporan Medication Error 3. Laporan Sampling Etiket 4. Laporan Pengontrolan Elektrolit Pekat. Resep disimpan di satelit kirana selama tiga tahun, begitu juga dengan resep narkotika. Sedangkan untuk barang yang telah masuk tanggal kadaluarsa dan rusak di musnahkan satu tahun dua kali.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



92



Analisis temuan di satelit Kirana selama PKPA, yaitu : 1. Terdapat barang kosong, sehingga banyak pasien yang menebus obat di luar. Sehingga perlu dilakukan perencanaan yang baik supaya tidak terjadi lagi barang kosong setiap hari. Selain itu perlu komunikasi dengan dokter untuk peresepan obat. 2. Penyimpanan obat-obat dalam lemari tertutup, seharusnya terdapat daftar nama obat di depan pintu. 3. Terdapat makanan dan minuman yang disimpan di dalam kulkas obat. 4. Kartu stock banyak yang lupa menulis jumlah sisa dan ada beberapa jumlah yang tidak sesuai dengan fisik dan komputer. 5. Etiket obat belum menuliskan keterangan sebelum atau sesudah makan.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Instalasi farmasi di rumah sakit berperan sebagai bagian fungsional dari organisasi



rumah



sakit



yang



menjamin



terselenggarakannya



pelayanan



kefarmasian yang komprehensif. Apoteker di rumah sakit bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kefarmasian yaitu pengelolaan perbekalan kefarmasian dan pelaksanaan kegiatan farmasi klinis. Apoteker juga berperan sebagai seorang manajer yang berperan dalam mengelola sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta upaya peningkatan pendapatan rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sudah dilaksanakan dengan baik mendekati standar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI. Namun, terdapat beberapa hal yang belum terpenuhi dengan baik yaitu jumlah SDM dan fasilitas.



5.2



Saran Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut adalah beberapa



saran yang dapat kami ajukan : A. Sumber daya manusia 1. Penambahan jumlah asisten apoteker di Sub Instalasi Produksi dan satelit farmasi yang memiliki beban kerja tinggi seperti IGD dan satelit pusat. 2. Penambahan jumlah pekarya di satelit kirana, satelit IGD, satelit ICU, dan satelit pusat. 3. Penambahan jumlah apoteker untuk optimalisasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian. 4. Letak Sub Instalasi Produksi RSCM yang jauh dari Gedung A dapat disiasati penambahan pekarya untuk kepentingan pendistribusian. B. Fasilitas 1. Penambahan mesin pembungkus puyer dan jumlah troli di satelit IGD. 2. Pengadaan tangga untuk satelit ICU karena ada lemari di ICU yang sangat tinggi. 3. Peresepan online untuk satelit yang belum menerapkan sitem online. 93 Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



94



4. Pengadaan buku komunikasi antar satelit untuk satelit pusat, satelit ICU dan satelit pelayanan jantung terpadu (PJT). 5. Penggunaan pintu dengan kunci akses di satelit IGD agar membatasi petugas non farmasi masuk ke dalam satelit. C. Manajemen pengelolaan perbekalan farmasi 1. Di satelit pusat, sebaiknya dibuat SOP pembatasan waktu penulisan resep untuk obat kemoterapi oleh dokter, misal dilakukan maksimal tiga hari sebelum



pelaksanaan



kemoterapi.



Diharapkan



hal



tersebut



dapat



meminimalisasi penumpukan obat kemoterapi yang belum terambil di satelit pusat. 2. Pendataan jumlah konsumsi rata-rata/hari perbekalan farmasi di tiap satelit sebagai dasar perencanaan pemesanan barang di satelit. 3. Penandaan menggunakan spidol permanen warna biru pada kemasan primer sediaan solid oral di gedung A sebagai penanda obat mendekati waktu kadaluarsa (H-3 bulan). 4. Penandaan label sebelum atau sesudah makan pada kotak penyimpanan obat di satelit agar asisten apoteker dapat mengisi keterangan tersebut di etiket obat. 5.



Sentralisasi pencampuran obat sitostatik di Sub Instalasi Produksi RSCM Gedung CMU 2 lantai tiga, dimana peralatan yang digunakan telah memenuhi standar yang ditetapkan. Sentralisasi pencampuran obat sitostatik juga akan mempermudah pengawasan, baik kepada petugas maupun peralatan yang digunakan. Dengan demikian, baik kualitas obat maupun keamanan petugas dapat terjamin dengan lebih baik.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



DAFTAR REFERENSI



Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin Press Inc



95



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



LAMPIRAN



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



96



Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



97



Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



98



Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi



Kepala Instalasi Farmasi



Kepala Sub Instalasi Produksi



Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril



Pelaksana Produksi Non Steril



Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk



Penanggung Jawab Aseptik Dispensing



Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika



Pelaksana Pencampuran Obat Suntik



Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



99



Lampiran 4. Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



100



Lampiran 5. Contoh Etiket



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



101



Lampiran 6. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



102



Lampiran 7. Contoh Blanko Kartu Stok



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



103



Lampiran 8. Formulir Retur Obat



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



104



Lampiran 9. Label Penandaan Khusus



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



105



Lampiran 10. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



106



Lampiran 11. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



107



Lampiran 12. Formulir Medication History Taking Pasien



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



108



Lampiran 13. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatik



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



109



Lampiran 14. Contoh Protokol Kemoterapi



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



UNIVERSITAS INDONESIA



EVALUASI MANAJEMEN SELURUH TROLI EMERGENSI DI RUANG RAWAT INAP RSUPN. DR. CIPTO MANGUNKUSUMO



TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER



KARTIKA CITRA DEWI PERMATA SARI, S. Farm. 1106047032



ANGKATAN LXXIV



FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER-DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan ............................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Gawat Darurat (Emergensi) ............................................... 3 2.2 Perbekalan Farmasi Emergensi......................................................... 5 2.3 Manajemen Troli Emergensi ............................................................ 6 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian .......................................................10 3.2 Metode Pengkajian .........................................................................10 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Konsep Penggunaan Troli Emergensi ............................................11 4.2 Analisis Isi Troli dan Penataannya .................................................14 4.3 Mekanisme Pengawasan Troli Emergensi ......................................16 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 19 5.2 Saran 19 DAFTAR REFERENSI ....................................................................................... 20



ii



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4



Kriteria keadaan emergensi untuk orang dewasa .................................. 3 Contoh perbekalan farmasi emergensi minimal .................................... 6 Sebaran troli emergensi di unit yang memiliki ruang rawat inap .......11 Perbandingan kesesuaian troli emergensi dengan kriteria standar ......12 Perbandingan jumlah isi troli emergensi di setiap tempat ...................15 Usulan lembar dokumentasi pengecekan kunci troli emergensi .........17



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pertolongan dasar awal pada manajemen emergensi ........................... 4



iii



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar troli emergensi di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo ..........21 Lampiran 2. Usulan lembar daftar isi troli emergensi ............................................23 Lampiran 3. Daftar isi troli emergensi berdasarkan standar TMRC (Tim Medis Reaksi Cepat) ....................................................................................26 Lampiran 4. Lembar checklist troli emergensi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (formulir hanya sebagian) ......................................29 Lampiran 5. Usulan lembar pengecekan harian kunci troli emergensi ..................30 Lampiran 6. Lembar penggunaan perbekalan farmasi emergensi ..........................31



iv



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Keadaan emergensi adalah kondisi yang dapat mengancam kelangsungan hidup. Di rumah sakit, pelayanan medis pada kondisi emergensi merupakan salah satu hal yang sangat dipertimbangkan. Semua hal yang terkait dalam prosedur emergensi ditentukan dengan penuh pertimbangan agar pelaksanaanya dapat berjalan dengan lancar. Tenaga kesehatan yang terlibat, ketersediaan alat maupun obat, dan prosedur yang harus dilakukan merupakan hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam menyusun standar prosedur operasional untuk tindakan emergensi (Bussieres, et al., 2009). Dalam tindakan emergensi, hal yang perlu diperhatikan adalah respon yang cepat dan tepat termasuk tersedianya alat dan obat yang dibutuhkan. Di rumah sakit, kondisi emergensi tidak hanya dapat terjadi pada unit gawat darurat saja tetapi juga di ruang rawat inap. Kondisi pasien yang berada di ruang rawat dapat berubah tidak menentu, misal pasien tiba-tiba mengalami henti nafas atau henti jantung yang merupakan kondisi emergensi. Pada kondisi tersebut, dokter maupun perawat membutuhkan obat dan alat secara cepat untuk dapat melakukan tindakan medis emergensi. Oleh sebab itu, tersedia troli emergensi yang menyimpan obat atau alat kesehatan emergensi yang dapat digunakan langsung di ruang rawat (Bussieres, et al, 2009). Instalasi farmasi di rumah sakit yang mempunyai peran sebagai pengelola perbekalan farmasi juga memiliki tanggung jawab mengelola ketersediaan perbekalan farmasi di troli emergensi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, pengelolaan troli emergensi di setiap ruang rawat inap belum memiliki standar yang seragam tentang penataan dan pengawasannya. Adanya standar mengenai hal tersebut akan mempermudah pengawasan dan penggunaan troli. Penataan isi troli



yang



distandarisasi



di



RSUPN



Dr.



Cipto



Mangunkusumo



akan



mempermudah proses penggunaan barang di troli emergensi oleh para dokter dan perawat sehingga dapat memperlancar tindakan medis yang akan dilakukan. Joint Commission International (JCI) sebagai badan akreditasi internasional untuk rumah sakit juga mensyaratkan bahwa perbekalan farmasi emergensi secara terus 1 Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



2



menerus tersedia, terkontrol dan terjamin keamanannya (Kienle, 2006). Oleh sebab itu, dilakukan evaluasi manajemen troli emergensi di ruang rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sehingga dapat diajukan usulan manajemen troli emergensi.



1.2 Tujuan Tujuan dari penyusunan tulisan ini adalah mengevaluasi manajemen seluruh troli emergensi di ruang rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sehingga dapat dirumuskan usulan standar untuk hal tersebut .



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Keadaan Gawat Darurat (Emergensi) Emergensi atau keadaan gawat darurat adalah keadaan yang mengancam kelangsungan hidup. Di rumah sakit, terdapat istilah “code blue” yaitu prosedur emergensi untuk tindakan medis bagi pasien yang sedang gawat. Kondisi medis yang dapat menimbulkan kegawatdaruratan bagi pasien meliputi ancaman pada ABC yaitu airway, breathing, dan circulation. Selain itu, dapat pula ditambahkan kategori untuk sistem saraf dan obstetri (Queensland Government, 2007). Ancaman yang terjadi pada hal-hal tersebut jika tidak ditangani secara cepat dapat mengancam hidup pasien. Oleh sebab itu, tindakan medis



emergensi



diprioritaskan untuk membuat fungsi-fungsi tersebut (terutama sistem ABC) dapat berjalan dengan baik.



Tabel 2.1 Kriteria keadaan emergensi untuk orang dewasa Airway Breathing



Terhambat Terjadi perubahan pada kecepatan pernafasan (kurang dari 5 kali tarikan nafas/menit atau lebih dari 36 kali tarikan nafas/menit) Circulation Terjadi perubahan denyut jantung (kurang dari 40 denyut/menit atau lebih dari 140 denyut/menit) Sistem Kehilangan kesadaran yang tiba-tiba, kejang yang terjadi terus saraf menerus atau berulang Obstetri Kejadian emergensi pada obstetri (misal pendarahan) [Sumber : Queensland Government, 2007]



Dalam keadaan emergensi, diperlukan respon cepat dan tepat untuk menyelamatkan fungsi vital pasien terkait ABC. Prinsip umum manajemen pasien emergensi adalah (Queensland Government, 2007) : a. Pencegahan kegawatan/luka selanjutnya b. Melihat respon pasien terhadap stimulus verbal dan sentuhan c. Penanganan ABC (Airway, Breathing and Circulation) d. Melakukan kontrol terhadap pendarahan (jika ada) e. Menjaga suhu tubuh pasien tetap normal f. Perlindungan tubuh pasien dari benturan benda keras 3 Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



4



g. Observasi lebih lanjut terhadap kondisi pasien



(Keterangan : pemantauan, CPR (Cardiopulmonary Resuscitation), defibrilasi, dan tindakan lanjutan yang lebih awal)



Gambar 2.1 Pertolongan dasar awal pada manajemen emergensi



2.1.1 Airway (saluran pernafasan) Saluran pernafasan merupakan saluran yang digunakan sebagai jalur pernafasan dari mulai hidung dan mulut hingga ke paru-paru. Saluran pernafasan meliputi rongga hidung atau mulut, tenggorokan, bronkus, dan bronkiolus. Apabila terjadi sumbatan atau hambatan pada saluran nafas tersebut maka fungsi pernafasan akan terganggu. Akibatnya, oksigen tidak dapat disalurkan ke dalam paru-paru dan CO2 tidak dapat dikeluarkan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan rasa sesak dan lebih lanjut mempengaruhi fungsi vital lain (Queensland Government, 2007). Manajemen terhadap saluran nafas diperlukan jika pasen dalam keadaan tidak sadar, terhambat jalur nafasnya atau membutuhkan bantuan pernafasan. Pada pasien yang tidak sadarkan diri harus dijaga agar lidah pasien tidak menutupi jalan nafas ke tenggorokan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan teknik Head Tilt Chin Lift untuk pasien-pasien yang tidak mengalami trauma wajah. Selain itu dapat pula digunakan alat-alat bantu jalan nafas seperti guedel, endotrakeal tube dan lain-lain (Queensland Government, 2007).



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



5



2.1.2 Breathing (pernafasan) Istilah pernafasan atau breathing adalah kemampuan spontan untuk menghirup atau menghembuskan udara. Keadaan yang dapat menghambat nafas adalah : a. obstruksi saluran nafas, b. depresi atau kerusakan pada pusat pengaturan nafas di otak, c. masalah di paru-paru d. paralisis atau kerusakan saraf atau otot di saluran nafas (Queensland Government, 2007). Jika terjadi henti nafas maka harus segera dilakukan prosedur yang dapat merangsang refleks nafas pasien. Untuk manajemen henti nafas dapat dilakukan penatalaksanaan pemberian nafas bantuan menggunakan masker oksigen atau alat lain yang dibutuhkan sesuai keadaan pasien (Queensland Government, 2007).



2.1.3 Circulation Istilah circulation dalam manajemen keadaan emergensi dikaitkan dengan fungsi jantung dan peredaran darah pasien. Salah satu keadaan emergensi terkait circulation adalah henti jantung. Pasien dapat dikatakan mengalami henti jantung jika tidak sadar, tidak responsif, tidak bergerak, tidak bernafas normal dan tidak ada denyut jantung. Manajemen terkait henti jantung adalah compression, defibrilasi atau induksi denyut jantung melalui obat (Queensland Government, 2007).



2.2 Perbekalan Farmasi Emergensi Perbekalan farmasi emergensi adalah obat dan alat kesehatan yang penggunaannya harus segera dan bersifat menyelamatkan jiwa dan hidup pasien (life saving). Walaupun telah ada standar untuk manajemen keadaaan emergensi, perbekalan farmasi emergensi yang harus ada di troli belum memiliki standar yang jelas. Ketentuan rincian perbekalan farmasi emergensi diserahkan kepada rumah sakit untuk menentukannya sesuai dengan kebutuhan di rumah sakit tersebut. Akan tetapi, beberapa obat dan alat sering digunakan dalam keadaan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



6



emergensi sehingga audah seperti kelengkapan minimal yang harus ada di troli emergensi (Hand H, 2004). Perbekalan farmasi emergensi yang harus tersedia disesuaikan dengan tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan fungsi vital pasien. Umumnya, perbekalan farmasi emergensi yang disediakan meliputi kebutuhan untuk tindakan airway, breathing, dan circulation. Selain itu, dapat disediakan pula perlengkapan tambahan yang dapat digunakan untuk menunjang kondisi pasien atau alat yag tersedia seperti handuk hangat, baterai, dan elektroda (Hand H, 2004).



Tabel 2.2 Contoh perbekalan farmasi emergensi minimal (Hand H, 2004) Airway Orofaringeal Endotracheal suction catheters Laringeal Endotracheal tube (oral, cuffed) Laringoskop Breathing Masker oksigen Ambu bag Circulation IV canul Syringes needle Tambahan Elektroda EKG Gel defibrilasi Jam Sarung tangan, apron



Obat Adrenalin (1:10.000) atau (1:1000) Atropin 1mg/3 mg Amiodaron 150mg/300mg Na bicarbonat 8,4% CaCl 13,24% Lidokain 100mg NaCl 0,9% Nalokson 400mcg MgSO4 50% solution 2g (4ml) KCl 40 mmol Adenosin 6 mg Midazolam 10 mg Hidrokortison 200mg Glukosa 10% 500ml



2.3 Manajemen Troli Emergensi 2.3.1 Penataan Perbekalan di Troli Emergensi 2.3.1.1 Penataan Obat Joint Commission International (JCI) dalam standar akreditasinya menetapkan bahwa obat harus disimpan dengan benar dan aman (Joint Commission International, 2010). JCI juga menetapkan bahwa perbekalan emergensi harus selalu tersedia, terkontrol, dan aman. Perbekalan emergensi harus dievaluasi secara periodik untuk memastikan bahwa perbekalan tersebut sama Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



7



dengan daftar, sesuai dengan panduan terkini, dan memenuhi kebutuhan pasien (Kienle, 2006). Perbekalan farmasi yang berada di troli emergensi adalah barang-barang yang siap pakai. Jenis obat, jumlah, dan kekuatan/konsentrasi obat di troli emergensi harus distandarisasi di rumah sakit berdasarkan persetujuan komite medis. Kontrol penyediaan dan pengawasan perbekalan farmasi emergensi harus dilakukan oleh farmasi. Untuk menjamin keselamatan pasien maka obat harus diberi label nama, kekuatan, dan jumlah (Kienle, 2006). Selain memperhatikan label identifikasi, penataan obat juga harus memperhatikan penataan obat high alert untuk mengurangi kesalahan pengobatan (medication error) (Hartman, 2009). Obat yang dikategorikan sebagai high alert adalah obat-obat yang memiliki resiko besar untuk membahayakan keselamatan pasien dalam penggunaannya terutama jika digunakan dengan tidak tepat (Hartman, 2009 dan American Hospital Association, 2002). Obat-obat yang umumnya termasuk high alert sebagai berikut (American Hospital Association, 2002): a. Agen adrenergik



i.



Magnesium intravena



b. Kalsium rute intravena



j.



Garam fosfat



c. Digoksin intravena



k. Agen inhibitor neuromuskular



d. Insulin



l.



e. Lidokain intravena



m. Saline hipertonis



f. Agen kemoterapi



n. KCl



g. Heparin, trombolitik, inhibitor



o. Narkotik dan opiat



trombin intravena h. Warfarin



Benzodiazepin



p. Obat-obat yang digunakan untuk sedasi pediatri



Terdapat tiga prinsip penggunaan obat-obat high alert, yaitu (American Hospital Association, 2002): a. Eliminasi kemungkinan melakukan kesalahan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengurangi obat-obat high alert yang beredar di ruang rawat dan memberi label high alert pada obat dan lokalisasi obat. b. Membuat sistem yang dapat menunjukkan kesalahan. Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



8



c. Minimalisasi akibat dari kesalahan. JCI menetapkan bahwa rumah sakit harus memiliki sistem manajemen khusus obat-obat high alert secara aman. Sistem tersebut harus dapat mengidentifikasi dan meminimalisasi resiko terkait penggunaan obat high alert. Pada troli emergensi, obat high alert juga harus diminimalisasi keberadaannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan bentuk sediaan premixed obat high alert. Dengan menyediakan bentuk premixed dapat meningkatkan keamanan pasien dan meningkatkan efisiensi waktu serta obat (Fanikos, 2011).



2.3.1.2 Penataan alat kesehatan di troli emergensi Alat kesehatan yang disimpan dalam troli emergensi dapat disusun berdasarkan kegunaannya pada sistem ABC. Hal tersebut dapat memudahkan penggunaan dan pengawasan baran-barang tersebut. Penyusunannya dapat mengikuti bentuk troli emergensi yang digunakan oleh rumah sakit (Hand H, 2004).



2.3.2 Pengawasan Troli Emergensi JCI menyatakan bahwa perbekalan farmasi harus selalu tersedia, terkontrol dan terjamin keamanannya (Kienle, 2006). Keamanan isi dalam troli dapat dijamin dengan pilihan cara sebagai berikut (Rich, 2001): a. Troli emergensi dikunci dengan kunci disposable, isi troli dapat dibungkus dengan plastic wrap b. Troli tidak dikunci tapi diletakkan di ruang yang terkunci. c. Troli tidak dikunci tapi diletakkan di ruang yang terus menerus di supervisi seperti di nurse station Jika troli menggunakan kunci disposable maka hanya farmasi yang diperbolehkan memiliki akses penggantian kunci disposable. Hal tersebut disebabkan farmasi yang bertanggung jawab dalam penggantian perbekalan farmasi emergensi yang terpakai. Jadi, hanya farmasi yang diperbolehkan mengganti kunci disposable yang sudah dibuka. Troli emergensi yang berisi sediaan narkotik harus dikunci dengan gembok dan kunci logam. Akan tetapi disarankan lebih baik troli tidak usah diisi dengan sediaan narkotik. Jika troli Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



9



dibuka maka perawat harus segera menghubungi farmasi untuk penggantian perbekalan farmasi yang digunakan. Pengecekan sehari sekali tidak mencukupi untuk menjamin kelengkapan isi di troli emergensi. Oleh sebab itu, dapat dilakukan pengecekan troli setiap pergantian shift (Rich, 2001).



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN



3.1



Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 April – 1 Juni 2012 bertempat di



RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.



3.2



Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam pengkajian adalah : a. Observasi pengumpulan data isi troli emergensi di seluruh unit yang memiliki ruang rawat inap. b. Pengkajian literatur untuk membandingkan data yang diperoleh dengan standar-standar yang ada.



10



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 4 PEMBAHASAN



4.1 Konsep Penggunaan Troli Emergensi Troli emergensi disediakan di ruang rawat inap sebagai upaya menjamin ketersediaan obat atau alat yang dibutuhkan saat terjadi keadaan gawat darurat di ruang rawat. Model troli emergensi yang digunakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah Lifeline Emergency Cart dengan 1 kompartemen di atas, 3 laci depan, dan 1 kompartemen di bawah serta 3 kompartemen di samping (Lampiran 1). Berdasarkan tujuan penggunaannya maka dibutuhkan sistem yang menjamin ketersediaan barang di troli dan kemudahan penggunaannya bagi perawat ataupun dokter. Kebijakan yang ditetapkan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, pengawasan dan penyediaan barang di troli emergensi menjadi tanggung jawab dari instalasi farmasi. Saat ini, manajemen troli emergensi di unit pelayanan yang memiliki rawat inap belum memiliki standar. Akibatnya, isi troli, penataan isi troli, penggunaan, maupun mekanisme pengawasannya dapat berbeda-beda di tiap unit tersebut. Hal tersebut menjadi kendala pengawasan troli emergensi oleh instalasi farmasi. Tabel 4.1 Sebaran troli emergensi di unit yang memiliki ruang rawat inap No 1



Unit Pelayanan Gedung A (8 lantai)



2



Intensive Care Unit (ICU) Pusat Jantung Terpadu (PJT)



3



4 Instalasi Gawat Darurat 5 BCH 6 Kencana 7 Perinatologi 8 Unit Luka Bakar (ULB) Total



Jumlah Troli 11



2 5



Rincian Masing-masing 1 tiap lantai, kecuali lantai 7 ada 2 troli, High Care Unit (HCU), ICU anak Terletak pada satu ruangan yang sama Di bagian ICU, lantai 4 dan lantai 5, ruang catheter laboratorium, dan poliklinik Di ruang rawat akut, ICU, bagian anak



3 1 4 1 2 29



Di lantai 1, lantai 4, lantai 7, dan ICU Di ICU dan ruang rawat Dieksklusi ruang catheter dan poliklinik PJT karena bukan ruang rawat inap jadi 27 troli



11



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



12



Troli emergensi digunakan jika terjadi keadaan gawat pada pasien dan dibutuhkan penanganan yang cepat sehingga tidak dapat melakukan peresepan dan menunggu dispensing di satelit farmasi. Oleh sebab itu, isi dari



troli



emergensi bersifat life saving dan memerlukan pemantauan khusus. Selain memperhatikan isi troli, kelengkapan troli akan kriteria standar juga harus diperhatikan. Berkut adalah kriteria standar menurut Bussieres et al (2009) : a. Troli memiliki daftar isi obat dan jumlahnya b. Daftar isi obat meliputi nama generik untuk semua obatnya c. Daftar obat yang ada di troli memenuhi kebutuhan emergensi dari unit perawatan tempat troli diletakkan. d. Terdapat label identifikasi untuk setiap obat di dalam troli e. Tidak ada perbedaan nama antara daftar isi troli dengan yang tertulis di label identifikasi obat f. Obat-obat yang ada di troli tidak ada yang kadaluarsa g. Troli dikunci dengan kunci bernomor h. Jumlah obat di troli sesuai dengan jumlah yang tertera di daftar isi i.



Troli tidak berisi obat-obat yang tidak ada dalam daftar isi troli



j.



Semua obat di troli diletakkan dalam kompartemen bagian atas troli



Tabel 4.2 Perbandingan kesesuaian troli emergensi dengan kriteria standar No



Kriteria



1.



Troli memiliki daftar isi beserta jumlahnya Daftar isi troli ditulis dengan nama generik untuk semua obatnya Terdapat label identifikasi untuk obat di troli Label identifikasi obat di troli menggunakan nama generik Troli memiliki kunci yang bernomor



2.



3. 4. 5.



6. 7. 8



Semua obat di troli disimpan dalam bagian atas troli Penataan di troli berdasarkan tindakan (ABC-Drug) Penataan obat sudah memperhatikan high alert



Jumlah troli 24



Persentase (n/27x100%) 88, 89 %



Keterangan ULB dan BCH belum



3



11,11 %



Hanya IGD



22



81,48%



4



14,81%



gedung A, IGD, perinatologi, PJT, Kencana IGD, perinatologi,



24



88,89%



27



100%



14



51,85%



27



100%



Troli di ULB (2), perinatologi (1) belum menggunakan kunci disposable



Gedung A, IGD



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



13



Kelengkapan troli yang diusulkan adalah sebagai berikut : a. Daftar isi troli Troli seharusnya memiliki daftar isi yang memudahkan petugas mencari barang yang dibutuhkannya. Daftar isi harus dibuat sesuai dengan isi dalam troli. Sebaiknya daftar tersebut dibuat berdasarkan nama generik dan dikelompokkan berdasarkan penataannya (ABC-Drug). Daftar isi harus memuat data teknik dan jumlah dari barang yang ada. Adanya data teknik diharapkan mengurangi kesalahan penggunaan obat terkait kesalahan pengambilan kekuatan obat atau ukuran alat kesehatan yang dibutuhkan. Selain itu, melalui daftar isi dapat juga dilakukan peningkatan kewaspadaan terhadap penggunaan obat high alert. Pada daftar isi yang dibuat sebaiknya obat yang tergolong high alert ditulis dengan warna merah. Contoh dari usulan daftar isi dapat dilihat pada Lampiran 2. b. Label identifikasi untuk obat Label identifikasi obat yang diberikan di dalam troli ditujukan untuk memudahkan pencarian dan mengurangi kesalahan pengambilan obat. Label identifikasi sebaiknya dibuat menggunakan nama generik, memuat kekuatan obat dan jumlah sediaan. Label tersebut dapat ditempel pada pembatas antar obat untuk memudahkan penglihatan petugas.



Aminofilin 24mg/10ml 1 Ampul Gambar 4.1 Contoh label identifikasi obat



c. Label identifikasi untuk tiap laci di troli Setiap kompartemen atau laci di troli emergensi harus diberi nama sesuai tindakannya yaitu airway, breathing dan circulation. Di dalam tiap laci tersebut berisi perlengkapan yang sesuai dengan tindakannya. Label identifikasi tiap laci troli digunakan untuk memudahkan pencarian barang oleh petugas yang akan menggunakannya.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



14



d. Perlengkapan untuk pengawasan troli Perlengkapan pengawasan troli terdiri dari lembar pengecekan harian, dan lembar penggunaan isi troli. Kedua hal tersebut dibahas lebih lanjut dalam subbab mekanisme pengawasan troli emergensi.



4.2 Analisis Isi Troli Emergensi dan Penataannya 4.2.1 Isi troli emergensi Berdasarkan tujuan penggunaannya, isi troli emergensi merupakan obat atau alat yang dibutuhkan segera untuk menyelamatkan kondisi pasien saat gawat darurat. Isi dari troli emergensi ditentukan oleh unit kerja departemen/ruang rawat yang berkepentingan. Isi dari troli disesuaikan dengan kebutuhan pada ruang rawat tersebut, misalnya kebutuhan obat bagian anak berbeda dengan ruang rawat dewasa. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan isi troli antara unit pelayanan. Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC) di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo telah menetapkan standar minimal untuk isi dari troli emergensi yang meliputi penanganan airway, breathing, circulation, dan obat-obat (Lampiran 3). Semua troli yang berada di gedung A memiliki isi yang sama kecuali pada lantai satu bagian anak. Kencana juga memiliki isi troli yang sama dengan troli di gedung A. Isi troli pada lantai satu mengikuti ketetapan yang dibuat oleh departemen ilmu kesehatan anak. Selain troli emergensi, gedung A juga memiliki emergency kit. Emergency kit merupakan versi minimalis dari troli emergensi. Akan tetapi, emergency kit hanya memiliki sebagian barang dari seluruh isi di troli emergensi. Jika terjadi keadaan gawat, diharapkan emergency kit yang akan dibuka terlebih dahulu. Bila obat atau alat yang dibutuhkan tidak ada di emergency kit maka yang dibuka adalah troli emergensi. Troli emergensi yang berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sama dengan standar minimal yang ditetapkan TMRC kecuali bagian anak yang tetap mengikuti standar dari departemen ilmu kesehatan anak. Begitu juga dengan bedah anak (BCH) yang sudah melengkapi isi troli dengan standar minimal TMRC dan tambahan lain sesuai kebutuhan emergensi bagi anak. Perinatologi memiliki isi troli yang berbeda dengan lainnya. Troli di perinatologi tidak dilengkapi dengan alat-alat kesehatan. Alat kesehatan yang dibutuhkan saat Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



15



emergensi disediakan secara floor stock di bagian tersebut dengan sistem permintaan langsung ke gudang pusat RSCM. Isi troli di Intensive Care Unit (ICU), Unit Luka Bakar (ULB) dan Pusat Jantung Terpadu (PJT) belum memenuhi standar minimal TMRC.



Tabel 4.3 Perbandingan jumlah isi troli emergensi di setiap tempat No Troli Emergensi



1



2 3



4



5 6 7 8



9



Gedung A Ruang rawat dewasa (lantai 2-8) Ruang rawat anak (lantai 1) HCU (High Care Unit) ICU (Intensive Care Unit) Intensive Care Unit (ICU) Pusat Jantung Terpadu (PJT) ICU PJT Ruang rawat lantai 4 Ruang rawat lantai 5 Instalasi Gawat Darurat (IGD) Ruang Rawat Akut (RRA) Intensive Care Unit (ICU) Anak BCH (Bedah Anak) Kencana Perinatologi ULB (Unit Luka Bakar) ICU ULB Ruang rawat ULB Standar Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC)



Jumlah obat



Jumlah alat kesehatan



Jumlah cairan (non obat)



Total jumlah isi troli



27



50



13



90



20



62



11



93



28



59



2



89



18 29 27



78 59 83



11 12 15



107 100 125



25 25 20 20 27 20



56 56 43 51 50



7 7 6 2 13 6



88 88 69 73 90 26



34 20 25



59 45 56



11 9 7



104 74 88



TMRC RSCM telah mengeluarkan standar minimal isi troli emergensi. Oleh sebab itu, sebaiknya setiap unit melengkapi isi trolinya sesuai standar tersebut. Adanya penambahan perbekalan farmasi di luar standar TMRC diperbolehkan selama dibutuhkan dalam keadaaan emergensi di unit tersebut. Penataan isi troli disesuaikan dengan penggunaannya pada tindakan airway, breathing, circulation dan obat. Perlengkapan tambahan seperti sarung tangan, Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



16



masker operasi atau lainnya dapat ditempatkan dalam kompartemen yang berbeda misal di kompartemen samping (lihat Lampiran 1). Penataan obat di troli emergensi pada dasarnya tidak berbeda dengan penataan obat pada umumnya. Obat disusun berdasarkan alfabetis nama generiknya. Selain itu, penataan obat juga harus memperhatikan lokalisasi obat high alert. Hal tersebut untuk mengurangi kesalahan penggunaan obat (Hartman, 2009). Lokalisasi dan penandaan obat high alert di troli emergensi dapat disesuaikan dengan sistem yang telah diterapkan oleh RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yaitu menggunakan lakban merah.



4.3 Mekanisme Pengawasan Troli Emergensi Dalam standar prosedur operasional (SPO) pengelolan perbekalan farmasi emergensi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, pengecekan troli emergensi dilakukan oleh dokter/perawat dan farmasi. Dokter/perawat mempunyai tanggung jawab untuk pengecekan defibrilator dan laryngoscope. Farmasi mempunyai tanggung jawab melakukan pengecekan terhadap kesesuaian isi troli, ketepatan penyimpanan, tanggal kadaluarsa dan pengisian kembali atau penggantian barang. Pengecekan tersebut didokumentasikan pada lembar checklist troli emergensi (Lampiran 4) Setiap troli emergensi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebaiknya menggunakan kunci disposable yang memiliki nomor. Jika troli sudah dibuka maka kunci tidak dapat digunakan lagi dan harus dilakukan penggantian dengan kunci yang baru. Hal tersebut mempermudah pengawasan, karena jika kunci tidak berganti nomor atau belum rusak berarti troli belum dibuka. Akan tetapi, saat ini belum ditetapkan sistem pengawasan yang efektif dan efisien bagi farmasi untuk menjamin bahwa troli belum dibuka. Sumber daya farmasi yang terbatas menyebabkan kesulitan jika setiap pengawasan rutin dilakukan pengecekan isi troli. Sistem pengawasan yang efektif dan efisien dapat dilakukan dengan pengawasan rutin tiap pergantian shift kerja. Setiap pergantian shift, perawat diharuskan mengecek nomor kunci di troli. Jika nomor kunci tetap sama dengan sebelumnya



(kunci tidak



rusak)



berarti troli



belum dibuka. Pengecekan Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



17



didokumentasikan di lembar pengecekan yang digantung di troli emergensi (Tabel 4.4). Sistem tersebut juga ditetapkan di SPO Emergency Cart/Defibrillators oleh rumah sakit di University of New Mexico dan rekomendasi JCI. Petugas farmasi melakukan pengecekan yang sama secara mingguan untuk menjamin pengawasan ganda troli.



Tabel 4.4 Usulan lembar dokumentasi pengecekan kunci troli emergensi Peride bulan : Ruangan : Tgl



Nomor Kunci



Jam



Pengecekan I Inisial Paraf



Nomor Kunci



Pengecekan II Jam Inisial Paraf



Nomor Kunci



Pengecekan II Jam Inisial Paraf



1 2 3 4 5 ... 30



(Versi lengkapnya dapat dilihat di Lampiran 5)



Selain lembar pengecekan kunci troli, troli dapat dilengkapi juga dengan lembar pengggunaan barang emergensi. Pada lembar tersebut memuat informasi tanggal penggunaan, nama pasien, nomor rekam medis, barang yang digunakan, jumlah, dan paraf petugas (Lampiran 6). Lembar tersebut juga dapat digunakan sebagai pengganti resep untuk penggunaan perbekalan farmasi emergensi. Adanya lembar tersebut diharapkan dapat meminimalisasi penggunaan barang emergensi yang tidak dapat ditelusuri. Jika ditemukan kunci troli terbuka tetapi penggunaannya tidak dapat ditelusuri serta paraf di lembar pengecekan kunci troli tidak lengkap maka hal tersebut menjadi tanggung jawab pihak yang seharusnya melakukan pengecekan. Pengecekan kelengkapan barang di troli emergensi yang terbuka umumnya memakan waktu lama karena banyaknya jumlah barang di troli. Hal tersebut merupakan salah satu permasalahan terkait pengawasan troli karena jumlah petugas farmasi yang terbatasdan banyaknya tanggung jawab di pekerjaan lainnya. Apalagi jika troli emergensi sering terbuka karena kondisi pasien seperti di IGD atau ICU. Oleh sebab itu, diusulkan penggunaan plastic wrap untuk membungkus Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



18



obat dan sebagai pengikat antar alat kesehatan yang sejenis. Jika plastic wrap tidak rusak dapat diartikan bahwa obat atau alat kesehatan tersebut tidak digunakan sehingga dapat mengurangi beban kerja pengecekan petugas. Plastic wrap merupakan plastik tipis yang biasa digunakan untuk membungkus makanan dan mudah untuk dirobek sehingga tidak menyulitkan pengambilan barang. Penggunaan plastic wrap untuk membungkus barang-barang di troli emergensi juga diperbolehkan oleh JCI (Rich, 2001). Penggunaan plastic wrap pada alat kesehatan yang berada di troli emergensi disesuaikan menjadi pengikat. Jika troli memiliki alat kesehatan yang sejenis lebih dari satu (misal endotrakeal tube nomor 7 ada 3 buah) maka plastic wrap digunakan untuk mengikat barang tersebut. Jika ikatan tersebut tidak rusak berarti alat kesehata tersebut masih lengkap. Selain itu, sebaiknya alat kesehata yang berada di troli diberikan nomor urut sesuai yang tertera di daftar isi troli. Jadi, petugas dapat melakukan skrinning awal dengan mengecek nomor yang ada. Jika petugas mendapati nomor yang seharusnya ada di laci tersebut lengkap maka alat kesehatan tersebut juga lengkap. Hal tersebut sangat membantu jika jumlah masing-masing alat kesehatan dalam troli adalah satu buah. Akan tetapi, hal tersebut juga dapat membantu petugas walaupun jumlah masing-masing alat lebih dari satu. Jika nomor alat ditemukan lengkap, petugas cukup melanjutkan pengecekan jumlah terhadap alat kesehatan yang jumlahnya lebih dari satu.



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Troli emergensi di ruang rawat inap RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo saat ini sudah dikelola dengan cukup baik. Akan tetapi, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi terkait standar penataan dan pengawasan yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, diusulkan beberapa hal berikut ini yaitu : a. Troli dilengkapi dengan daftar isi yang berisi nama generik, nama dagang, data teknik dan jumlah. Daftar isi dipisahkan berdasarkan penataannya dan ditandai warna merah untuk obat high alert. b. Troli dilengkapi dengan label identifikasi untuk obat yang berisi nama generik, kekuatan dan jumlah obat. c. Penataan di troli disusun berdasarkan jenis tindakan yaitu obat, airway, breathing, circulation serta perlengkapan tambahan. Penataan dan pengawasan perbekalan di troli juga lebih mudah jika



menggunakan



plastic wrap. d. Pengawasan troli menggunakan lembar monitoring harian dan lembar penggunaan perbekalan farmasi emergensi.



5.2 Saran Usulan yang telah disusun patut diuji kelayakan penerapannya. Setelah itu, usulan yang layak diterapkan sebaiknya ditetapkan menjadi standar prosedur operasional pengelolaan perbekalan farmasi emergensi karena bersifat lebih mengikat.



19



Universitas Indonesia



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



DAFTAR REFERENSI



American Hospital Association. (2002). Pathway for Medication Safety. Health Research & Educational Trust. BussieresJean-Francois, ToledanoBaruch,



ScharrKarin, DiliddoLydia,



MarquisChristopher, et



al.



(2009).



SaindonSophie, Reevaluation



of



Emergency Drug Management in A Tertiary Care Mother-Child Hospital. Hospital Pharmacy, 44 (7), 584-593. FanikosJohn. (2011, November). Premixed Products Improve Safe Medication Practices. Pharmacy Practice News : 56-57. Hand HABanks. (2004, Maret 19). The Contents of Resuscitation Trolley. Nursing Standard, 18 (44) : 43-52. HartmanChristian. (2009, April). Medication Safety and Quality. Pharmacy Practice News : 10-11. Joint Commission International. (2010). Accreditation Standards for Hospital, Standards List Version 4th Edition. USA: Department of Publications Joint Commission Resources. KienleCPatricia. (2006). JCAHO Med Management, Meeting The Standards for Emergency Medications and Labeling. Hospital Pharmacy, 41 (9), 888892. Queensland Government. (2007). Code Blue Manual : Royal Brisbane and Women's Hospital Health Service District. Queensland: Queensland Health. RichSDarryl. (2001). Ask the Joint Commission; Security of Crash Carts and Medication security in Other Areas: New Interpretation. Hospital Pharmacy, 36 (1), 112-116.



20



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



21



Lampiran 1. Gambar troli emergensi di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo



a. Troli emergensi tampak depan



b. Troli emergensi tampak atas (kompartemen atas)



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



22



c. Troli emergensi tampak samping kanan



d. Troli emergensi tampak samping kiri



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



23



Lampiran 2. Usulan lembar daftar isi troli emergensi DAFTAR ISI TROLI EMERGENSI LANTAI..... UNIT PELAYANAN.......... RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO No



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21



Nama Generik



22 23 24 25



Adrenalin 0,1% Aminophilin Amiodaron Atropin Sulfas Bicnat Calcium glukonas Dexamethasone Dextrose 40 % Diazepam Difenhidramin Digoxin Dobutamin Dopamin (Dopin) Efedrin Furosemid Heparin ISDN Lidocain 2 % MgSO4 NaCl 0,9% Nitrogliserin (Nitrocin) Norepineprin Salbutamol WFI Xylocain Jelly



26 27 28 29 30 31 32 33 34 35



ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT Orofaringeal tube



Nama Dagang



Data Teknik



RAK TERATAS Epineprin, Phinev 1 mg/ml Aminophilin 24 mg/10ml Cordaron, Kendaron 150mg/3ml Atropin Sulfas 0,25mg/ml Meylon 84mg/25ml Calcium glukonas 100 mg/ml Kalmethasone 5 mg/ml Dextrose 40 % 25 ml Stesolid, Valdimex 10 mg/2ml Difenhidramin 10 mg/ml Fargoxin 0,5 mg/2ml Dobuject, Inotrop 250 mg/5ml Indop 200 mg/5ml Ephedrin 50 mg/1ml Furosemid 20 mg/2ml Inviclot 25.000 U ISDN 5 mg Lidocain 2% 20 mg/2ml MgSO4 40% 25 ml NaCl 0,9% 25 ml Gliserilnitrat. 10 mg/10ml DBLnitrocine Raivas, Vascon 4 mg/4ml Ventolin Nebule 2,5 mg WFI 25 ml Xylocain Jelly 2% 2% 10 G 10 G LACI 1 (AIRWAY) With cuff No 7,5 With cuff No 7 With cuff No 6,5 With cuff No 6 With cuff No 5,5 With cuff No 5 Without cuff No 4,5 Without cuff No 4 Without cuff No 3,5 Guedel No 2/3/4/5



Satuan Jumlah



Ampul Ampul Ampul Ampul Ampul Ampul Ampul Flacon Ampul Ampul Ampul Ampul Ampul Ampul Ampul Vial Tablet Ampul Flacon Flacon



10 1 3 10 3 2 3 3 2 1 3 1 1 1 5 1 5 3 2 2



Ampul



3



Ampul Ampul Botol



1 3 2



Tube



1



Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah



1 1 1 1 1 1 1 1 1 1



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



24 (Lanjutan) 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75



Perfusor (ET 1) JMS JMS Sarung tangan non Sensi gloves M steril Sarung tangan Gammex No 7,5 Steril Suction catheter No 10 Suction catheter No 12 Suction catheter No 8 Surgical mask LACI 2 (BREATHING) Masker non rebreathing Masker oksigen dewasa Masker rebreathing Nasal kanul dewasa Nebulizer dewasa LACI 3 (CIRCULATION) Alkohol Swab Bisturi No. 11 Blood set Sangofix Catheter tip Terumo Elektroda Dewasa W2244 Dewasa Foley Catheter No. 16 Foley Catheter No. 18 Hypavix 10 x 5 inch Infus set Terumo IV Catheter Long No. 16 IV Catheter Short No. 18 Leukomed IV 7,5 x 5 ml Micropore 1 inch Mikrodrip Terumo Needle Spuit Terumo No. 18 NGT Terumo No. 14 NGT Terumo No. 16 NGT Terumo No. 18 Plester Coklat 1 inch Silkam 2/0 DS 24 Spuit disposable Terumo 1 cc Spuit disposable Terumo 3 cc Spuit disposable Terumo 5 cc Spuit disposable Terumo 10 cc Spuit disposable Terumo 20 cc Spuit disposable Terumo 50 cc Three way stop Bbraun cock Urine bag



Buah



2



Box



1



Buah



2



Buah Buah Buah Buah



1 1 1 5



Buah



1



Buah



1



Buah Buah Buah



1 1 1



Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Rol Buah Buah Buah Lembar Buah Buah Buah Buah Buah Buah Rol Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah



10 1 2 1 6 1 1 1 2 2 2 3 1 1 2 1 1 1 1 1 2 10 5 4 2 2



Buah



2



Buah



1



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



25 (Lanjutan) 76 77 78 79 80 81



Vasofix Vasofix Vasofix Vasofix Verban Wing needle



82 83 84 85 86 87 88



Dextrose 5 % Dextrose 5 % Gelofusin Manitol NaCl 0,9 % NaCl 0,9 % Ringer Laktat



Bbraun No. 18 Bbraun No. 20 Bbraun No. 22 Bbraun No. 24 Nasional 5 x 4 inchi Terumo No. 23 LACI 4 (Cairan) Ecosol 500 ml Otsuka 100 ml Ecosol 500 ml Otsuka 250 ml Ecosol 500 ml Ecosol 100 ml Ecosol 500 ml



Buah Buah Buah Buah Buah Buah



2 2 2 2 5 1



Botol Botol Botol Botol Botol Botol Botol



1 1 1 1 1 1 2



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



26



Lampiran 3. Daftar isi troli emergensi berdasarkan standar TMRC (Tim Medis Reaksi Cepat)



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38



Nama Adrenalin/Epinefrin 0,1% Aminofilin Amiodaron (Cordaron) Atropin Sulfas Bicnat (Meylon) Calsium Glukonas Dexamethasone Dextrose 40 % Diazepam (Stesolid) Difenhidramin Digoxin (Fargoxin) Dobutamin (Dobuject) Dopamin (Dopin) Efedrin Furosemid Heparin (Inviclot) ISDN Lidocain 2 % MgSO4 Nitrogliserin (Nitrocin) Norepineprin Salbutamol (Ventolin) WFI (Aqua for inj) Xylocain Jelly Elektroda Vasofix Vasofix Vasofix Vasofix IV catheter IV catheter Three way stop cok Spuit disposible Spuit disposible Spuit disposible Spuit disposible Spuit disposible Spuit disposible



Data Teknik 1 mg/ml 24 mg/10ml 150 mg/3ml 0,25 mg/ml 84 mg/25ml 100 mg/ml 5 mg/ml 25 ml 10 mg/2ml 10 mg/ml 0,5 mg/2ml 250 mg/5ml 200 mg/5ml 50 mg/1ml 20 mg/2ml 25.000 U 5 mg 20 mg/2ml 25 ml 10 mg/10ml 4 mg/4ml 2,5 mg 25 ml tube buah No. 18 No. 20 No. 22 No. 24 No. 16 No. 18 buah 1 cc 2,5 cc 5 cc 10 cc 20 cc 50 cc



Jumlah 10 ampul 1 ampul 3 ampul 10 ampul 3 ampul 2 ampul 3 ampul 3 flacon 2 ampul 1 ampul 3 ampul 1 ampul 1 ampul 1 ampul 5 ampul 1 vial 5 tablet 3 ampul 3 flacon 3 ampul 1 ampul 3 ampul 2 flacon 1 tube 6 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah 10 buah 5 buah 4 buah 2 buah 2 buah



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



27 (Lanjutan) No 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80



Nama Needle spuit Mikrodrip Blood set Infus set ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT ETT non kingking Foley Catheter Foley Catheter NGT NGT NGT Suction Catheter Suction Catheter Suction Catheter Urin bag Catheter tip Orofaringeal tube Perfusor (ET 1) Silkam Bisturi Wing needle Spatel lidah disposible Dextrose 5 % NaCl 0,9 % NaCl 0,9 % NaCl 0,9 % Gelofusin Hemohes 6 % Manitol Ringer Laktat Dextrose 5 % Masker Rebreathing Masker Non Rebreathing



Data Teknik No. 18 buah buah buah No. 7,5 No. 7 No. 6,5 No. 6 No. 5,5 No. 5 No. 4,5 No. 4 No. 3,5 No. 3 No.7,5 No. 16 No. 18 No. 14 No. 16 No. 18 No. 10 No. 12 No. 8 buah buah No. 2/3/4/5 buah No. 2/0 buah buah bungkus 500 ml 500 ml 100 ml 25 ml 500 ml 500 ml 250 ml 500 ml 100 ml buah buah



Jumlah 2 buah 1 buah 2 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 bungkus 1 kolf 1 kolf 1 kolf 2 flacon 1 kolf 1 kolf 1 kolf 2 kolf 1 kolf 1 buah 1 buah



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



28 (Lanjutan) No 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94



Nama Nasal kanul dewasa Simple mask Nebulizer set Surgical mask Sarung tangan steril Sarung tangan non steril Alkohol swab Hypavix Leukomed IV Micropore Kassa kecil Kassa besar Verban Plester coklat



Data Teknik buah buah set buah No. 7,5 M buah 5x5 inchi 7,5x5 ml 1 inchi bungkus bungkus 5 x 4 inchi 1 inchi



Jumlah 1 buah 1 buah 1 set 5 buah 2 pasang 1 box 10 buah 1 rol 3 lembar 1 rol 2 bungkus 2 bungkus 5 buah 1 rol



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



29



Lampiran 4. Lembar checklist troli emergensi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (formulir hanya sebagian)



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



30



Lampiran 5. Usulan lembar pengecekan harian kunci troli emergensi LEMBAR PENGECEKAN KUNCI TROLI EMERGENSI Peride bulan : Ruangan : Tgl



Nomor Kunci



Pengecekan I Jam



Inisial



Paraf



Nomor Kunci



Pengecekan II Jam



Inisial



Paraf



Nomor Kunci



Pengecekan III Jam



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



Inisial



Paraf



31



Lampiran 6. Lembar penggunaan perbekalan farmasi emergensi Formulir Penggunaan Perbekalan Farmasi Emergensi (Nama Unit) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Nama Pasien : No. RM : No



Nama Generik



1 2



Adrenalin 0,1% Aminophilin



3



Amiodaron



4 5 6



Atropin Sulfas Bicnat Calcium glukonas Dexamethasone Dextrose 40 % Diazepam Difenhidramin Digoxin



7 8 9 10 11 12



Tanggal : Nama Dagang



Data Teknik



RAK TERATAS Epineprin, Phinev 1 mg/ml 24 Aminophilin mg/10ml Cordaron, 150mg/3ml Kendaron Atropin Sulfas 0,25mg/ml Meylon 84mg/25ml Calcium glukonas Kalmethasone Dextrose 40 % Stesolid, Valdimex Difenhidramin Fargoxin



Ampul Ampul Ampul Ampul



5 mg/ml 25 ml 10 mg/2ml 10 mg/ml 0,5 mg/2ml 250 mg/5ml 200 mg/5ml 50 mg/1ml 20 mg/2ml 25.000 U 5 mg 20 mg/2ml 25 ml 25 ml 10 mg/10ml 4 mg/4ml 2,5 mg 25 ml



Ampul Flacon Ampul Ampul Ampul



22 23 24 25



Dopamin (Dopin) Efedrin Furosemid Heparin ISDN Lidocain 2 % MgSO4 NaCl 0,9% Nitrogliserin (Nitrocin) Norepineprin Salbutamol WFI Xylocain Jelly



26 27 28 29 30 31



ETT ETT ETT ETT ETT ETT



Indop Ephedrin Furosemid Inviclot ISDN Lidocain 2% MgSO4 40% NaCl 0,9% Gliserilnitrat. DBLnitrocine Raivas, Vascon Ventolin Nebule WFI Xylocain Jelly 2% 2% 10 G 10 G LACI 1 (AIRWAY) With cuff No 7,5 With cuff No 7 With cuff No 6,5 With cuff No 6 With cuff No 5,5 With cuff No 5



14 15 16 17 18 19 20 21



Ampul



Ampul



Dobuject, Inotrop



Jumlah Terpakai Diganti (ED)



100 mg/ml



Dobutamin 13



Satuan



Ampul Ampul Ampul Ampul Vial Tablet Ampul Flacon Flacon Ampul Ampul Ampul Botol Tube Buah Buah Buah Buah Buah Buah



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



32 (Lanjutan) 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42



ETT ETT ETT Orofaringeal tube Perfusor (ET 1) Sarung tangan non steril Sarung tangan Steril Suction catheter Suction catheter Suction catheter Surgical mask



Without cuff Without cuff Without cuff Guedel JMS Sensi gloves Gammex



No 4,5 No 4 No 3,5 No 2/3/4/5 JMS



Buah Buah Buah Buah Buah



M



Box



No 7,5



Buah



No 10 No 12 No 8



Buah Buah Buah Buah



LACI 2 (BREATHING) 43 44 45 46 47



Masker non rebreathing Masker oksigen dewasa Masker rebreathing Nasal kanul dewasa Nebulizer dewasa



Buah Buah Buah Buah Buah LACI 3 (CIRCULATION)



48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73



Alkohol Swab Bisturi Blood set Catheter tip Elektroda Dewasa Foley Catheter Foley Catheter Hypavix Infus set IV Catheter IV Catheter Leukomed IV Micropore Mikrodrip Needle Spuit NGT NGT NGT Plester Coklat Silkam Spuit disposable Spuit disposable Spuit disposable Spuit disposable Spuit disposable Spuit disposable



No. 11 Sangofix Terumo W2244



Terumo Long Short



Terumo Terumo Terumo Terumo Terumo



Terumo Terumo Terumo Terumo Terumo Terumo



Buah Buah Buah Buah



Dewasa



Buah



No. 16 No. 18 10 x 5 inch



Buah Buah Rol Buah Buah Buah Lembar Buah Buah Buah Buah Buah Buah Rol Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah



No. 16 No. 18 7,5 x 5 ml 1 inch No. 18 No. 14 No. 16 No. 18 1 inch 2/0 DS 24 1 cc 3 cc 5 cc 10 cc 20 cc 50 cc



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012



33 (Lanjutan) 74 75 76 77 78 79 80 81



Three way stop cock Urine bag Vasofix Vasofix Vasofix Vasofix Verban Wing needle



82 83 84 85 86 87 88



Dextrose 5 % Dextrose 5 % Gelofusin Manitol NaCl 0,9 % NaCl 0,9 % Ringer Laktat



Bbraun



Buah



Bbraun No. 18 Bbraun No. 20 Bbraun No. 22 Bbraun No. 24 Nasional 5 x 4 inchi Terumo No. 23 LACI 4 (CAIRAN) Ecosol 500 ml Otsuka 100 ml Ecosol 500 ml Otsuka 250 ml Ecosol 500 ml Ecosol 100 ml Ecosol 500 ml



Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Botol Botol Botol Botol Botol Botol Botol



Dokter yang menggunakan



Perawat yang menyerahkan formulir



(………………………….)



(……………………………)



Perawat yang menerima penggantian perbekalan (………………………….)



Petugas farmasi yang mengganti perbekalan & kunci (……………………………)



Laporan praktek..., Kartika Citra Dewi Permata Sari, FMIPA UI, 2012