Tugas Bahasa Indonesia Mengonstruksi Kritik Sastra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Joshua Tito Amael (MIPA 6.6/18) Tugas Mengonstruksi Kritik Sastra A. Sinopsis Penunggu Bende Kali Setra Cerpen “Penunggu Bende Kali Setra” karya Ibu Uswatun Hasanah adalah sebuah cerpen yang berhasil mengabungkan antara unsur budaya kuno dan mistis. Cerita bermula dari sebuah desa yang bernama Desa Setra, yang letaknya agak terpencil di lereng gunung. Selain terpencil desa ini juga memiliki ciri khas, yaitu sebagian besar masyarakatnya masih mempercayai takhayul. Mereka percaya bahwa dengan memberi sesajen kepada penunggu Sungai Setra mereka akan memperoleh penjagaan dan semua kebutuhannya terpenuhi. Maka dari itu penduduk Desa Setra sangat mengagung-agungkan sungai tersebut, sehingga dianggap keramat. Sungai Setra sendiri memiliki aturan, bahwa setiap penduduk Desa Setra harus memberikan sesajen berupa kembang tujuh rupa. Jika tidak, suara bende akan terdengar. Suara bende sekali adalah tanda bahwa penduduk lupa mengirimkan sesajen, suara bende kedua kali adalah tanda bahwa akan terjadi sesuatu pada Desa Setra. Singkat cerita ada seorang pendatang bernama Darto, Ia adalah seorang pendatang baru di desa itu. Darto awalnya merasa baik-baik saja namun, perlahan dia mulai menemukan keanehan di desa itu, mulai dari diminta untuk menanam bunga tujuh rupa hingga suatu saat Darto mendengar suara bende berkali-kali. Karena merasa penasaran Darto pun pergi menuju rumah Mbah Kromo sang juru kunci dari Sungai Setra. Ia pun menceritakan apa yang ia alami, setelah mendengar keluhan Darto, Mbah Kromo mengajak Darto menuju sebuah tempat gelap. Disana Ia bertemu Kanjeng Ratu atau penguasa dari Sungai Setra. Lantas Kanjeng Ratu pun meminta Mbah Kromo untuk menceritakan apa yang terjadi. Ternyata Darto telah dipilih oleh Kanjeng Ratu untuk mengantikan Mbah Kromo menjadi juru kunci Sungai Setra. Hari pun berganti, Darto masih belum mengerti ia harus berbuat apa. Hingga suatu saat datanglah seorang dosen ke desa itu. Dosen itu berusaha meyakinkan masyarakatnya untuk tidak mempercayai takhayul itu dan mengentikan pemberian sesajen. Hal itu pun dituruti oleh para warga, sehingga setelahnya tidak ada sesajen yang datang untuk Kanjeng Ratu. Melihat hal itu Kanjeng Ratu tampak naik pitam, Ia meminta Darto untuk memukul bende yang kedua, yang artinya akan ada korban setelah itu. Mendengar permintaan Kanjeng Ratu, Darto tidak tega, tetapi disaat yang bersamaan ada bayangan ayah darto yang meminta Darto untuk kabur dan tidak memukul bende tersebut.



Akhir cerita Darto pun menuruti nasihat bayangan ayahnya itu. Setelah berhasil kabur Darto akhirnya ditemukan warga di sekitar Sungai Setra dengan keadaan luka-luka. Tidak lama berselang dosen yang meminta warga untuk tidak percaya takhayul tadi secara tiba-tiba ditemukan terkapar tidak bernyawa. B. Kekurangan Cerpen  Terdapat ketidakkonsistenan kata dimana terkadang tertulis Desa Setro terkadang juga tertulis Desa Setra  Terdapat kesalahan penulisan seperti tidak member spasi di dalam kata “sesajen kepada” C. Kelebihan Cerpen  Penulis menggambarkan suasana dengan sangat baik dan pilihan katanya membuat pembaca seolah-olah masuk kedalam bacaan  Meskipun cerita panjang, penulis menata alur dengan sangat baik sehhingga pembaca tidak cepat bosan.  Perwatakan tokoh dijelaskan dengan sangat jelas sehingga dapat menambah pemahaman pembaca D. Kritik Sastra Penunggu Bende Kali Setra “Penunggu Bende Kali Setra” adalah sebuah cerita pendek karangan Ibu Uswatun Hasanah. Cerpen ini tergolong sukses menggabungkan unsur mistis dan unsur budaya amenjadi satu kesatuan yang utuh. Cerpen ini secara garis besar menceritakan tentang sebuah kisah mistis yang terjadi di Desa Setra. Cerpen ini bermula dari sebuah desa yang bernama Desa Setra, desa ini dikenal dengan masyarakatnya yang masih percaya pada takhayul. Masyarakat di Desa Setra ini percaya bahwa Sungai Setra, sungai yang berada di Desa Setra ini telah menyediakan banyak kebutuhan bagi para penduduk. Mereka memiliki tradisi untuk memberi sesajen kepada sungai tersebut berupa kembang tujuh rupa. Apabila para penduduk lupa member sesajen maka Sungai Setra pun akan memberikan peringatan berupa suara dentang bende satu kali. Apabila berdentang dua kali menandakan aka nada bahaya yang melanda desa tersebut. Sebuah kisah dimulai dengan datangnya tokoh Darto (tokoh saya) sebagai pendatang ke desa tersebut. Awalnya Darto menggangap tidak ada yang aneh dari desa ini, namun lama kelamaan Ia merasakan bahwa ada yang tidak beres. Asumsi Darto itu bermula ketika Ia mendengar suara dentangan bende berkali-kali. Lantas Darto pun menanyakan hal tersebut kepada Mbah Kromo, orang yang mengerti tentang hal-hal mistis. Kemudian Darto pun diajak Mbah Kromo ke sebuah tempat gelap, ternyata di tempat itu Ia bertemu dengan Kanjeng Ratu penunggu Sungai Setra itu. Setelah



dijelaskan panjang lebar ternyata Darto adalah orang yang dipilih Kanjeng Ratu sebagai penerus Mbah Kromo. Mendengar hal itu Darto pun tidak bisa mengelak. Kemudian cerita berlanjut ketika ada seorang dosen datang ke desa tersebut, Ia meminta para warga supaya tidak percaya takhayul, setelah perdebatan panjang akhirnya para warga menghentikan pemberian sesajen tersebut. Hal itu lantas membuat Kanjeng Ratu marah dan meminta Darto untuk membunyikan bende kedua, yang berarti akan ada bahaya bagi para warga. Namun, sesaat sebelum Darto membunyikannya ada nampak bayangan dari Ayah Darto yang meminta Darto untuk tidak melakukannya. Kemudian Darto berhasil kabur dan ditemukan di pinggir Sungai Setra. Akhir cerita dosen yang meminta menghentikan pemberian sesajen tadi ditemukan tewas. Darto pun menangis melihat harus ada yang menjadi korban di dalam peristiwa ini. Cerpen ini memiliki alur yang dapat dinikmati oleh para pembacanya, sehingga membuat pembaca tidak bosan ketika membacanya. Selain itu penulis begitu memperhatikan pemilihan kata, hal ini terbukti dari cara penulis dalam menggambarkan suasana. Seperti yang nampak pada kalimat “Aku merasa lorong itu begitu panjang, tak berujung. Aku lelah, kurasakan tubuhku limbung dan kakiku lemas. Pandanganku mulai gelap dan aku tak ingat apa-apa lagi”. Dalam kalimat tersebut penulis membuat para pembaca seolah-olah masuk ke dalam cerita. Dengan kalimat seperti itu pembaca seolah dapat merasakan apa yang Darto rasakan ketika Ia berada di lorong tersebut. Perwatakan dalam cerpen ini diceritakan dengan jelas, sehingga menambah pemahaman pembaca. Hal ini dibuktikan dari sifat beberapa tokoh yang digambarkan jelas. Seperti sifat Darto yang dianggap sebagai orang yang pemberani, hal ini dibuktikan dengan keberanian dia untuk menolak dan lari ketika diminta memukul bende. Tidak hanya itu sifat Darto juga digambarkan dengan kutipan berikut “Aku tak kuasa mengorbankan wargaku, Mbah”. Dari kutipan tersebut kita dapat melihat bahwa Darto adalah orang yang tidak bertindak gegabah dan Ia mau memikirkan keadaan orang lain tidak hanya Ia sendiri. Adapun untuk tokoh lain adalah tokoh Mbah Kromo yang digambarkan begitu jelas dalam cerpen tersebut. Watak Mbah Kromo dalam cerpen tersebut digambarkan sebagai orang yang taat. Hal ini dibuktikan bahwa Mbah Kromo selalu taat kepada perkataan Kanjeng Ratu. Tidak sampai disitu penulis juga menggambarkan watak Mbah Kromo itu dengan kutipan yakni “Kalau mereka mengingkarinya, apa boleh buat. Kita lakukan sesuai perintah Ratu”. Terlihat dari kutipan ini semakin membuktikan bahwa Mbah Kromo memiliki ketaatan dengan Kanjeng Ratu. Akan tetapi, dibalik kelebihan dan keunggulan cerpen ini memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan itu tampak dari terdapatnya sedikit kesalahan penulisan yakni pada kata “sesajenkepada” di kalimat “Jika mereka ingin aman, mereka harus



memberikan sesajenkepada algojo penunggu bende”. Seharusnya kata tersebut ditulis terpisah sehingga menjadi “sesajen kepada”. Kemudian juga terdapat kata yang tidak konsisten dalam cerpen ini. Hal tersebut dibuktikan dengan penulisan “Desa Setra” dan dilain tempat terdapat penulisan “Desa Setro” di dalam kalimat “Jadi aku ini dipercaya membantu Raja dan Ratu menjaga Desa Setra dari marabahaya. Kamu tahu kan, warga Desa Setro menggantungkan hidupnya dari sungai itu?”. Walau kata “setra” dan “setro” hanya terpaut satu huruf, tetapi memiliki makna yang berbeda. Dibalik kekurangan tersebut, cerpen ini tetaplah merupakan salah satu cerpen yang enak dibaca dan mudah dimengerti. Cerpen ini pun menggunakan pemilihan bahasa yang sangat baik sehingga pembaca tidak bosan. Hanya saja untuk kedepannya baik untuk cerpen ini maupun cerpen-cerpen lain diharapkan lebih memperhatikan tata tulis dan konsistensi dalam menggunakan kata. Dengan demikian cerpen ini dapat menjadi cerpen yang berguna bagi para pembaca lainnya.