Tugas Farmakologi 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diuretika adalah obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin. Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja langsung terhadap ginjal. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air (Setiabudi, 2007; Tjay dan Rahardja, 2007). Fungsi utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Nafrialdi, 2009) Diuretik diklasifikasikan berdasarkan tempat kerjanya (diuretik loop), khasiat (highceiling diuretic), struktur kimia (diuretik tiazid), kesamaan kerja dengan diuretik lain (diuretik mirip tiazid), efek terhadap ekskresi kalium (diuretik hemat kalium), dll (Jackson, 2008). Dalam penggunaan klinisnya, obatobatan diuretik diindikasi untuk hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, diabetes insipidus nefrotik, hiperkalemia, glaukoma, dan sebagainya (Harlan, 2011). Efek samping dari obat-obat diuretik sangat banyak, terutama untuk dosis jangka panjang. Furosemid yang merupakan diuretik kuat bekerja menghambat reabsorpsi elektrolit natrium, kalium, dan klorida mempunyai efek samping gangguan cairan dan elektrolit, hipersensitivitas, efek metabolik, dan ototoksisitas. Acetazolamide bekerja menghambat reabsorpsi bikarbonat, hidrogen, dan Natrium mempunyai efek samping parastesi dan kantuk terus menerus, hipersensitivitas, dan disorientasi mental pada pasien sirosis hepatis. Tiazid bekerja menghambat reabsorpsi natrium klorida, dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping berupa gangguan elektrolit, hiperkalsemia, hiperurisemia yang biasanya terjadi pada pasien gout artritis. Spironolakton bekerja sebagai reabsorpsi natrium dan kalium mempunyai efek samping hiperkalemia, ginekomastia, bahkan gangguan saluran cerna (Nafrialdi, 2009). Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis jabarkan, maka penulis berkeinginan untuk membuat kajian pustaka tentang farmakologi obat diuretik, sehingga dapat memahami lebih dalam tentang mekanisme kerja, indikasi, kontraindikasi, dosis, dan efek samping dari obat diuretik.



BAB II PEMBAHASAN



A. Obat diuretika 1. Pengertian diuretika Diuretik adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu kondisi, sifat atau penyebab naiknya laju urinasi. Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. 2. Macam – macam obat diuretika Ada 3 jenis obat diuretik yakni tiazid, loop dan potassium-sparing diuretic. Semua jenis obat ini pada umumnya bekerja dengan prinsip yang sama yakni membuat tubuh Anda mengeluarkan lebih banyak cairan sebagai urine. a. Diuretik tiazid Obat jenis ini adalah obat yang paling sering diresepkan oleh dokter. Obat jenis ini paling sering digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Obat-obatan jenis ini tidak hanya mengurangi cairan dalam tubuh saja tapi juga menyebabkan pembuluh darah menjadi rileks. Contoh obat-obatan jenis tiazid yakni: 



Chlorothiazide







Chlorthalidone







Hydrochlorothiazide







Metolazone







Indapamide



b. Diuretik loop Obat jenis ini seringnya diresepkan untuk mengobati kasus gagal jantung. Contoh obat-obatan ini adalah : 



Torsemide







Furosemide







Bumetanide







Ethacrynic acid



c. Diuretik potassium- sparing Obat diuretik jenis ini dapat mengurangi jumlah cairan yang menumpuk dalam tubuh tanpa menghilangkan kalium, dan zat gizi penting lainnya. Ini bedanya jenis diuretik ini dengan yang lainnya. Pada jenis obat diuretik lain, selain tingkat cairan Anda yang akan dikurangi begitupun dengan kadar kaliumnya. Obat diuretik jenis ini diresepkan untuk orang yang berisiko memiliki kadar kalium rendah, seperti mereka yang minum obat-obatan lain dengan efek samping menguras kadar kalium dalam tubuhnya. Obat jenis ini sebenarnya tidak membantu menurunkan tekanan darah, maka itu biasanya jika memang mengalami tekanan darah juga, dokter akan memberikan obat tekanan darah yang lainnya, tidak bergantung pada obat jenis ini. Contoh diuretik ini adalah :







Amiloride







Spironolactone







Triamterene







Eplerenone



3. Cara kerja/khasiat obat diuretika 



Untuk menangani penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) yang dikombinasikan pengobatan lainnya.







Untuk mencegah hipokalemia akibat pemakaian diuretik.







Mengurangi asites, yaitu suatu kondisi penumpukan cairan di rongga perut akibat sirosis atau jenis kanker tertentu.







Menangani edema atau penumpukan cairan pada tubuh, misalnya di tungkai atau paru-paru, yang terjadi pada penyakit gagal jantung.



4. Indikasi dan kontraindikasi a. Bumetamid 



Indikasi: 



edema (lihat keterangan di atas); oliguria karena gagal ginjal. 



Peringatan: 



lihat pada Furosemid; gangguan hati; gangguan ginjal; kehamilan dan menyusui. 



Kontraindikasi: 



lihat pada furosemid. 



Efek Samping: 



lihat pada furosemid; juga mialgia.







Dosis: 



oral, 1 mg pada pagi hari, jika perlu ulangi setelah 6-8 jam; kasus yang parah tingkatkan sampai 5 mg sehari atau lebih. USIA LANJUT. 0,5 mg sehari mungkin cukup



Injeksi



intravena,



1-2



mg,



ulangi



setelah



20



menit;



jika  injeksi intramuskuler perlu dipertimbangkan, dosis awal 1 mg kemudian disesuaikan menurut responsnya Infus intravena, 2-5 mg selama 30-60 menit. b. Furosemid 



Indikasi: 



udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal. Terapi tambahan pada udem pulmonari akut dan udem otak yang diharapkan mendapat onset diuresis yang kuat dan cepat. 



Peringatan: 



hipotensi, pasien dengan risiko penurunan tekanan darah, diabetes melitus, gout, sindrom hepatorenal, hipoproteinemia, bayi prematur. 



Interaksi: 



glukokortikoid, karbenoksolon, atau laksatif: meningkatkan deplesi kalium dengan risiko hipokalemia. Antiinflamasi non-steroid (AINS), probenesid, metotreksat, fenitoin, sukralfat: mengurangi efek dari furosemid. Glikosida jantung: meningkatkan sensitivitas miokardium. Obat yang dapat memperpanjang interval QT: meningkatkan risiko aritmia ventrikular. Salisilat: meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Antibiotik aminoglikosida, sefalosporin, dan polimiksin: meningkatkan efek nefrotoksik dan ototoksik. Sisplastin: memungkinkan adanya risiko kerusakan pendengaran. Litium: meningkatkan efek litium pada jantung dan neurotoksik karena furosemid mengurangi eksresi litium. Antihipertensi: berpotensi menurunkan tekanan darah secara drastis dan penurunan fungsi ginjal. Probenesid, metotreksat: menurunkan eliminasi probenesid dan metotreksat. Teofilin: meningkatkan efek teofilin atau agen relaksan otot. Antidiabetik dan antihipertensi simpatomimetik: menurunkan efek obat antidiabetes dan antihipertensi simpatomimetik. Risperidon: hati-hati penggunaan bersamaan. Siklosporin: meningkatkan risiko gout. Media kontras: risiko pemburukan kerusakan ginjal. Kloralhidrat: mungkin timbul panas, berkeringat, gelisah, mual, peningkatan tekanan darah dan takikardia.







Kontraindikasi: 



gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma hepatik, defisiensi elektrolit, hipovolemia, hipersensitivitas. 



Efek Samping: 



sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi, peningkatan kreatinin darah. Umum: hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia, peningkatan kolesterol darah, peningkatan asam urat darah, gout, enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan fungsi hati, peningkatan volume urin. Tidak umum: trombositopenia, reaksi alergi pada kulit dan membran mukus, penurunan toleransi glukosa dan hiperglikemia, gangguan pendengaran, mual, pruritus, urtikaria, ruam, dermatitis bulosa, eritema multiformis, pemfigoid, dermatitis eksfoliatif, purpura, fotosensitivitas. Jarang:  eosinofilia, leukositopenia, anafilaksis berat dan reaksi anafilaktoid, parestesia, vakulitis, muntah, diare, nefritis tubulointerstisial, demam. Sangat jarang: anemia hemolitik, anemia aplastik, agranulositosis, tinnitus, pankreatitis



akut,



kolestasis



intrahepatik,



diketahuifrekuensinya: hipokalsemia,



peningkatan



hipomagnesemia,



transaminase. Tidak



alkalosis



metabolik,



trombosis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik, pustulosis eksantema generalisata akut (Acute Generalized Exanthematous Pustulosis/AGEP), reaksi obat dengan eosinofilia dan gejala sistemik (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptom/DRESS), peningkatan natrium urin, peningkatan klorida urin, peningkatan urea darah, gejala gangguan fungsi mikturisi, nefrokalsinosis dan/atau nefrolitiasis pada bayi prematur, gagal ginjal, peningkatan risiko persistent ductus arteriosus pada bayi prematur usia seminggu, nyeri lokal pada area injeksi. 



Dosis: 



Oral: Udem. Dewasa, dosis awal 40 mg pada pagi hari, penunjang 20-40 mg sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari pada udem yang resistensi. Anak, 1-3 mg/kg BB sehari, maksimal 40 mg sehari. Oliguria. Dosis awal 250 mg sehari. Jika diperlukan dosis lebih besar, tingkatkan bertahap dengan 250 mg, dapat diberikan setiap 4-6 jam sampai maksimal dosis tunggal 2 g (jarang digunakan). Injeksi intravena atau intramuskular: Udem. Dewasa >15 tahun, dosis awal 20-40 mg, dosis dapat ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek tercapai. Dosis



individual diberikan 1-2 kali sehari. Pemberian injeksi intravena harus perlahan dengan kecepatan tidak melebihi 4 mg/menit. Pemberian secara intramuskular hanya dilakukan bila pemberian oral dan intravena tidak memungkinkan. Intramuskular tidak untuk kondisi akut seperti udem pulmonari. Udem pulmonari akut. Dosis awal 40 mg secara intravena. Jika tidak mendapatkan respons yang diharapkan selama 1 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 80 mg secara intravena lambat. Udem otak. Injeksi intravena 20-40 mg 3 kali sehari. Diuresis mendesak.Dosis 20-40 mg diberikan bersama infus cairan elektrolit. Bayi dan anak 2-12 tahun: 1-2 mg/kgBB/hari, 1-2 kali per hari. Dosis maksimum 100 mg/hari. c) Chlorthalidone Kondisi: Pengobatan hipertensi 



Oral Dewasa: 12,5-25 mg per hari. Dapat dikombinasikan dengan antihipertensi yang lain. Anak-anak: 0,5-1,7 mg/kgBB per 48 jam.



Kondisi: Pengobatan diabetes insipidus 



Oral Dewasa: 25-100 mg, dua kali sehari. Anak-anak: 0,5-1,7 mg/kgBB per 48 jam.



Kondisi: Pengobatan edema dan gagal jantung 



Oral Dewasa: 25-200 mg per hari atau sesuai dengan anjuran dokter. Anak-anak: 0,5-1,7 mg/kgBB per 48 jam.



d) Bumetanide Kondisi: Pengobatan edema 



Oral Dewasa: Dosis 1 mg diminum langsung pada pagi atau sore hari, dilanjutkan dengan 1 mg setelah 6-8 jam kemudian. Lansia: Pemberian pada orang yang sudah tua disesuaikan dengan anjuran dokter.







Suntik intramuskular dan intravena Dosis: tergantung pada kondisi dan anjuran dokter.



e) Furosemide Merek dagang Diuvar, Edemin, Farsix, Lasix, Roxemid,dan Uresix. Kondisi: Pengobatan edema paru







Intravena Dosis: 40 mg diberikan melalui suntikan di pembuluh darah vena (IV) lambat. Dosis: dapat ditambahkan hingga 80 mg jika diperlukan.



Kondisi: Pengobatan edema yang berhubungan dengan gagal jantung







Oral Dewasa: 40 mg per hari dalam bentuk tablet minum. Dosis dapat diturunkan hingga 20 mg per hari atau setiap 2 hari. Lansia: dimulai dari dosis yang kecil, bila perlu dosis dinaikkan. Dapat juga diberikan dalam bentuk IV pelan atau suntikan ke otot sebanyak 20-50 mg. Dosis maksimum 1.500 mg per hari Anak-anak: 0,5-1,5 mg/kgBB per hari. Dosis maksimum 20 mg per hari.



Kondisi: Pengobatan hipertensi 



Oral Dosis: 40-80 mg/hari. Dapat dikombinasikan dengan obat hipertensi lainnya sesuai kebutuhan.



f) Amiloride Merek dagang Lorinide Mite. Kondisi: Pengobatan edema 



Oral Dosis: 2,5-10 mg/hari. Dosis maksimum 20 mg per hari.



g) Eplerenone



Kondisi: Pengobatan gagal jantung setelah serangan jantung 



Oral Dosis: 25-50 mg/hari, dapat disesuaikan dengan kadar kalium dalam darah atau sesuai dengan anjuran dokter.



Kondisi: Pengobatan hipertensi 



Oral Dosis awal: 50 mg/hari. Maksimum 50 mg dua kali sehari. Dapat dikombinasikan dengan anti hipertensi lainnya.



h) Spironolactone Merek dagang Carpiaton 25, Carpiaton 100, Spirolacton, Aldactone,dan Spirola. Kondisi: Pengobatan edema, sirosis, dan asites 



Oral Dewasa: 100-400 mg/hari, atau sesuai anjuran dokter. Anak-anak: 3 mg/kgBB dibagi dalam beberapa dosis, atau sesuai dengan respon dan anjuran dokter.



Kondisi: Pengobatan hipertensi 



Oral Dosis: 50-100 mg/hari yang dapat diminum sekaligus atau dibagi menjadi dua dosis. Dosis dapat disesuaikan dengan anjuran dokter.



Kondisi: Pengobatan gagal jantung 



Oral Dewasa: 25-50 mg per hari, dapat diturunkan menjadi setiap 2 hari. Anak-anak: 3 mg/kgBB, atau sesuai dengan respons obat dan anjuran dokter. Orang tua: dimulai dari dosis rendah, dan bila perlu dinaikkan perlahan.



i) Acetazolamide Merek dagang Glauseta Kondisi: Pengobatan glaukoma 



Oral Dosis: 250-1.000 per hari, dibagi dalam beberapa dosis atau sesuai dengan anjuran dokter.



Kondisi: Pencegahan penyakit akibat ketinggian 



Oral Dosis: 500-1.000 mg per hari, dibagi dalam beberapa dosis. Diminum 24-48 jam sebelum naik ke ketinggian.







Suntik Dosis: suntikan akan diberikan sesuai dengan ajuran dokter.



j) Manitol Merek dagang Infusan M20, dan Otsu-manitol Kondisi: Edema otak, peningkatan tekanan dalam otak dan bola mata 



Infus Dosis: 0,25-2 g/kgBB melalui infus, diberikan dalam waktu 30-60 menit.



6. Efek samping dan cara mengatasinya 



Pusing atau sakit kepala.







Sering merasa haus.







Perubahan gairah seksual atau gangguan siklus haid.







Peningkatan kadar glukosa dan kolesterol dalam darah.







Gatal-gatal dan ruam pada kulit.







Kekurangan kalium, natrium, dan magnesium pada diuretik loop.







Kram otot dan telinga berdenging pada diuretik loop.







Hiperkalemia  pada penggunaan diuretik hemat kalium.







Ginekomastia pada laki-laki untuk penggunaan spironolactone.



B. Obat antibiotika 1. Pengertian antibiotika Antibiotik adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan menghentikan bakteri berkembang biak di dalam tubuh. Antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengatasi infeksi akibat virus, seperti flu. Pada dasarnya, infeksi bakteri yang tergolong ringan dapat pulih dengan sendirinya, sehingga pemberian antibiotik dirasa tidak perlu. Namun, ketika infeksi bakteri yang diderita tidak kunjung membaik, dokter dapat meresepkan antibiotik. Selain keparahan kondisi, terdapat juga beberapa pertimbangan lain sebelum akhirnya pasien diberikan antibiotik, yakni: 



Infeksi yang diderita adalah infeksi menular.







Terasa mengganggu dan diduga membutuhkan waktu lama untuk sembuh dengan sendirinya.







Terdapat risiko tinggi menyebabkan komplikasi.



Penggunaan antibiotik harus dengan anjuran dokter. Dokter akan menyesuaikan dosis dengan kondisi pasien, memberitahukan hal-hal yang harus diperhatikan sebelum dan saat menggunakan obat, serta efek samping yang dapat terjadi atas penggunaan antibiotik.



2. Jenis-jenis Antibiotik Antibiotik terbagi menjadi beberapa jenis, dan masing-masing digunakan untuk mengatasi kondisi yang berbeda. Jenis-jenis antibiotik meliputi:



a. Penisilin penisilin digunakan untuk banyak kondisi akibat adanya infeksi bakteri, beberapa di antaranya adalah  infeksi streptococcus, meningitis, gonore, faringitis, dan juga untuk pencegahan endocarditis. Terutama pada penderita atau memiliki riwayat gangguan ginjal, akan lebih baik penggunaan penisilin melalui anjuran dan pengawasan dokter. Penisilin tersedia dalam berbagai bentuk, seperti kaplet, sirop kering, dan suntikan. Masing-masing bentuk obat dapat digunakan untuk kondisi yang berbeda. Baca keterangan yang ada di kemasan dan konsultasikan penggunaan obat dengan dokter. Berikut adalah jenis-jenis antibiotik penisilin: 



Ampicillin







Oxacillin







Penicillin G







Amoxicillin



b. Sefalosporin Sefalosporin  tersedia dalam bentuk suntik, tablet, dan sirop kering. Konsultasikan dengan dokter terkait cara penggunaan obat, karena beda bentuk obat dapat berbeda pula kondisi yang ditangani. Beberapa kondisi yang diobati menggunakan sefalosporin, di antaranya adalah infeksi tulang, otitis media, infeksi kulit, dan infeksi saluran kemih. Obat ini berpotensi menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, nyeri pada dada, bahkan syok. Penggunaan sefalosporin harus dengan anjuran dan pengawasan dokter. Jenis-jenis sefalosporin meliputi: 



Cefadroxil







Cefuroxime







Cefixime







Cefotaxim







Cefotiam







Cefepime







Ceftarolin



c. Aminoglikosida



Aminoglikosida adalah obat yang biasa digunakan untuk mengatasi banyak penyakit infeksi bakteri, seperti otitis eksterna, infeksi kulit, dan peritonitis. Penggunaan aminoglikosida harus dengan anjuran serta pengawasan dokter, karena obat ini berpotensi menimbulkan efek samping berupa gangguan kesadaran. Aminoglikosida tersedia dalam banyak bentuk, di antaranya adalah salep, tetes mata, dan suntik. Masing-masing bentuk obat dapat diresepkan untuk kondisi yang berbeda. Sebelum menggunakan obat, pasien disarankan untuk membaca keterangan cara penggunaan yang ada di kemasan obat. Jenis-jenis aminoglikosida meliputi: 



Paromomycin







Tobramycin







Gentamicin







Amikacin







Kanamycin







Neomycin



d. Tetrasiklin Tetrasiklin tersedia dalam berbagai macam bentuk obat, yakni salep, salep mata, kapsul, dan suntik. Tetrasiklin digunakan untuk mengobati berbagai macam kondisi yang muncul akibat adanya infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah sifilis, anthrax, tifus, brucellosis, dan jerawat. Tetrasiklin tertentu tidak dapat digunakan pada anak usia di bawah 12 tahun. Jangan menggunakan tetrasiklin tanpa anjuran dokter. Jenis-jenis tetrasiklin meliputi: 



Doxycycline







Minocycline







Tetracycline







Oxytetracycline







Tigecycline



e. Makrolid Beberapa kondisi yang diobati menggunakan antibiotik makrolid adalah bronkitis, servisitis, penyakit Lyme, pemfigus, dan sinusitis. Makrolid sendiri tersedia dalam banyak bentuk, yakni tablet, kaplet, sirop kering, dan suntik. Beberapa jenis makrolid tidak dapat digunakan bersamaan dengan obat seperti cisapride. Dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan makrolid atau mengombinasikannya dengan obat lain. Jenis-jenis makrolid meliputi: 



Erythromycin







Azithromycin







Clarithromycin



f. Quinolone Quinolone  memiliki bentuk yang berbeda, dan dengan indikasi yang berbeda. Bentuk obat ini, di antaranya adalah tablet, suntik, dan kaplet. Quinolone digunakan untuk mengatasi banyak kondisi yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah infeksi tulang, cystitis, servisitis, dan infeksi kulit. Penggunaan quinolone dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pada sistem saraf pusat. Maka dari itu, jangan gunakan obat ini tanpa anjuran dokter. Jenis-jenis quinolone meliputi: 



Ciprofloxacin







Levofloxacin







Moxifloxacin







Norfloxacin



3. Cara kerja antibiotika



Antibiotik bekerja dengan cara menghalangi proses pentingyang dilakukan oleh bakteri, sehingga sebagai hasil akhirnya antibiotik dapat membunuh bakteri, atau menghentikannya untuk membelah diri. Ketika bakteri lemah dan tidak berkembang biak, maka ini akan membantu sistem kekebalan alami tubuh untuk melawan infeksi bakteri dengan tuntas.



Fungsi antibiotik dapat berbeda dalam hal jenis bakteri yang dapat dimusnahkan.







Antibiotik yang dapat melawan berbagai jenis bakteri disebut antibiotik spektrum luas (misalnya amoksisilin dan gentamisin).







Antibiotik yang mempengaruhi hanya beberapa jenis bakteri disebut antibiotik spektrum sempit (misalnya penisilin).



Berbagai jenis antibiotik juga memiliki cara kerja yang berbeda. Sebagai contoh, penisilin bekerja dengan cara menghancurkan dinding sel bakteri. Antibitoik mencegah bakteri untuk mensintesis molekul dinding sel yang disebut peptidoglikan, dinding sel ini yang menyediakan kekuatan yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup dalam tubuh manusia. Sedangkan antibiotik lainnya berfungsi mempengaruhi cara sel bakteri bekerja , sebagai berikut:







Salah satu golongan antibitiotik yang disebut kuinolon memiliki mekanisme kerja menghambat girase DNA enzim penting yang membantu DNA bakteri untuk memperbanyak diri. Dengan menghapus girase, ciprofloxacindan antibiotik yang sejenis secara efektif  mencegahbakteri berkembang biak.







Beberapa antibiotik, termasuk tetrasiklin, yang biasanya digunakan untuk mengobati  jerawat, infeksi saluran pemapasan dan kondisi lain, berfungsi menghambat sintesis protein. Antibiotik ini mencegah molekul ribosom untuk mensintesis protein. Tanpa protein, bakteri tidak dapat melaksanakan fungsi-fungsi vital, termasuk reproduksi aseksual.







Rifampisin, kelompok obat anti tuberkulosis (OAT), memiliki fungsi yang sama, yaitu menghambat sintesis RNA, molekul yang terlibat dalam menerjemahkan DNA tubuh menjadi protein.







Ada juga jenis antibiotik yang melawan bakteri dengan mekanisme kerja menghentikan memproduksi asam folat oleh bakteri - vitamin penting - yang digunakan bakteri untuk memperkokoh membran sel, membran sel ini mengontrol  keluar masuknya zat dari dan ke tubuh bakteri.



1. Indikasi dan kontraindikasi a. Ofloxacin / Ofloksasin.  INDIKASI Infeksi saluran kemih, infeksi yang berat & berkomplikasi, infeksi saluran napas, uretritis gonokokal yang tidak berkomplikasi & servisitis (termasuk infeksi PPNG/Gonore Neisseria yang menghasilkan penisilinase), uretritis non



gonokokal, infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi kebidanan dan kandungan, enteritis bakterial.  KONTRA INDIKASI 



Hipersensitivitas terhadap Ofloksasin & derivat Quinolon.







Wanita hamil & menyusui.







Anak-anak yang belum puber.



 PERHATIAN Penurunan fungsi ginjal. Interaksi obat - antasida yang mengandung Al atau Mg(OH)_2 . - penggunaan bersama dengan anti inflamasi non-steroid bisa menimbulkan kejang. - dapat meningkatkan kadar Teofilin dalam plasma. - mengintensifkan efek Warfarin.  EFEK SAMPING Gangguan pencernaan & susunan saraf pusat. Reaksi hipersensitivitas.  INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.  DOSIS  Infeksi saluran kemih : 2 kali sehari 100-400 mg selama 1-10 hari. Infeksi berat & berkomplikasi : dosis dinaikkan sampai dengan 600 mg sehari selama 20 hari. 



Infeksi saluran pernapasan : 2 kali sehari 200-400 mg.







Uretritis gonokokal tanpa kompilkasi dan servisitis (termasuk infeksi PPNG) : 200-600 mg sebagai dosis tunggal.







Uretritis non gonokokal : 400 mg sehari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi selama 9 hari.







Infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi kebidanan dan kandungan, enteritis bakterial : 400 mg sehari selama 7 hari.



Clindamycin / Klindamisin HCl 



INDIKASI Pengobatan infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang sensitif terhadap Klindamisin, turunan Streptococcus, Pneumococus, Staphylococcus yang retan terhadap Klindamisin. Infeksi yang disebabkan Streptococcus -hemolitik (waktu pengobatan minimal 10 hari). KONTRA INDIKASI Hipersensitivitas. PERHATIAN Riwayat penyakit saluran pencernaan, terutama kolitis, penyakit hati dan atau ginjal, superinfeksi & pertumbuhan jamur yang berlebihan, kehamilan. EFEK SAMPING Perut terasa tidak enak, diare, kolitis, mual, muntah. DOSIS Untuk orang dewasa.







Infeksi serius : 150-300 mg tiap 6 jam.







Infeksi yang lebih berat lagi : 300-450 mg tiap 6 jam. Amoxicillin/Amoksisilina Na







INDIKASI Infeksi saluran nafas, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit & jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri Gram positif & Gram negatif. KONTRA INDIKASI Hipersensitif terhadap Penisilin. Mononukleosis infeksiosa. PERHATIAN







Hipersensitif terhadap Sefalosporin.







Kerusakan ginjal.







Leukemia limfatik EFEK SAMPING Gangguan pencernaan, reaksi alergi, anafilaksis, kelainan darah, superinfeksi. DOSIS Dewasa : 250-500 mg tiap 8 jam. Gonore akut : 3 gram sebagai dosis tunggal. Amoksisilin &Asam klavulanat  INDIKASI Pengobatan jangka pendek infeksi saluran pernafasan bagian atas & bawah, infeksi saluran kemih, sinusitis, infeksi kulit, otitis media (radang rongga gendang telinga). KONTRA INDIKASI Hipersensitif terhadap Penisilin. Mononukleosis infeksiosa. PERHATIAN Gangguan ginjal & hati. Superinfeksi. /Interaksi obat : Probenesid, Allopurinol. EFEK SAMPING 1. Reaksi pada saluran pencernaan & reaksi hipersensitivitas. 2. Hepatitis & sakit kuning kolestatik yang bersifat sementara. 3. Rasa tidak enak pada perut, sakit kepala, pusing, vaginitis, kandidiasis. DOSIS 1. Dewasa & anak berusia lebih dari 12 tahun atau dengan berat badan lebih dari 40 kg : infeksi ringan, infeksi sedang : 250 mg tiap 8 jam, infeksi berat : 500 mg tiap 8 jam. 2. Anak berusia kurang dari 12 tahun: 25-50 mg/kg BB/hari tergantung pada beratnya infeksi. Infeksi berat : dosis bisa ditingkatkan.



Cefadroxil / Sefadroksil monohidrat. INDIKASI Infeksi saluran pernafasan, infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi saluran kemih & kelamin.



KONTRA INDIKASI Hipersensitivitas terhadap Sefalosporin. PERHATIAN Hipersensitivitas terhadap Penisilin, kerusakan ginjal, kehamilan. EFEK SAMPING Mual, muntah, diare, reaksi alergi, kolitis pseudomembranosa DOSIS 1. Dewasa & anak-anak dengan berat badan 40 kg atau lebih : 1-2 gram sehari dalam 2 dosis terbagi. 2.



Anak-anak dengan berat badan kurang dari 40 kg : 25 mg/kg berat badan/hari dalam 2 dosis terbagi.



Cefotiam INDIKASI Bronkhitis, peritonitis (radang selaput perut), osteomyelitis (radang sumsum tulang). KONTRA INDIKASI Hipersensitivitas. PERHATIAN Kehamilan, menyusui, gangguan saluran esofagus. Alergi terhadap Penisilin. Interaksi obat : aminoglikosida, diuretika. EFEK SAMPING Sakit kepala, syok, nyeri pada dada, kolitis pseudomembranosa, sakit kuning, hipoprotrombinemia, sindroma Steven-Johnson. DOSIS Dewasa : 0,5-2 gram/hari secara intravena atau intramuskular. Azithromycin / Azitromisina INDIKASI Infeksi saluran pernafasan bagian atas & bawah, infeksi kulit ringan dan sedang, uretritis (radang uretra/aliran kandung kemih) non komplikasi & servisitis (radang leher rahim) non gonoreal yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.



*KONTRA INDIKASI* Hipersensitivitas terhadap antibiotik makrolida. *PERHATIAN* Kerusakan hati atau kerusakan berat ginjal. Pasien pneumonia. /Interaksi obat/ : - antasida yang mengandung Alumunium dan Magnesium, Warfarin, derivat Ergot. - mengganggu metabolisme Siklosporin. - meningkatkan kadar Digoksin. *EFEK SAMPING* Diare, mual, muntah, kembung, nyeri lambung, dispepsia, sakit kuning kolestatik. Kemerahan pada kulit, gangguan saluran kemih & kelamin, sakit kepala, vertigo, somnolen (ketagihan tidur/mengantuk terus), kelemahan. *INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL* *B*: Baik penelitian reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko pada janin maupun penelitian terkendali pada wanita hamil atau hewan coba tidak memperlihatkan efek merugikan (kecuali penurunan kesuburan) dimana tidak ada penelitian terkendali yang mengkonfirmasi risiko pada wanita hamil semester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada trisemester selanjutnya). *DOSIS* # Infeksi saluran pernafasan bagian atas & bawah, infeksi kulit ringan dan sedang : 500 mg sebagai dosis tunggal pada hari pertama, dilanjutkan dengan 250 mg sebagai dosis tunggal untuk 4 hari berikutnya. # Uretritis non komplikasi & servisitis non gonoreal yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis : 1 gram sebagai dosis tunggal.