Tugas Khusus Final - Unpar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. INDO-BHARAT RAYON PURWAKARTA-JAWA BARAT



TUGAS KHUSUS NERACA MASSA DAN ENERGI SPINNING MACHINE



Disusun oleh : Hendro



(2013620071)



Jovita Elviana



(2013620103)



Melia Soetjiamto



(2013620122)



Pembimbing : Prof. Dr. Ign. Suharto, APU



JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2016



140



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar belakang Proses pembuatan staple fibre rayon terdiri dari dua proses utama yaitu



pembuatan larutan viscose dan regenerasi larutan viscose menjadi filamen oleh larutan spinbath. Regenerasi larutan viscose tersebut terjadi di spinning machine. Larutan viscose dan larutan spinbath akan bereaksi dan menjadi selulosa yang berbentuk filamen-filamen. Filamen-filamen yang berkumpul disebut tow. Larutan viscose dipompakan ke spinning machine dengan menggunakan pump shaft. Kemudian viscose dipompa kembali oleh individual gear pump ke penyaringan candle filter dan diteruskan melalui goose neck ke unit jet dan keluar dari lubang spinneret. Spinneret berbentuk bulat yang terdiri dari 45 mata. Pada setiap mata terdapat lubang-lubang dengan ukuran ± 50µm. Jumlah lubang pada setiap mata spinneret adalah 1900 lubang. Larutan viscose disemprotkan dari arah bawah ke larutan spinbath. Larutan viscose mengalami regenerasi menjadi selulosa dalam bentuk filamen. PT Indo Bharat Rayon memiliki 5 buah spinning machine yang masih bekerja yaitu, M/C 3,4,5,6 dan 7 untuk produksi staple fibre rayon dan dijalankan secara otomatis menggunakan DCS. Mesin spinning M/C 1 dan 2 tidak digunakan lagi karena kerja mesin sudah tidak efektif.



1.2



Tujuan Tujuan dari pengerjaan tugas khusus ini adalah untuk menghitung jumlah



teoritis tow yang dihasilkan dari reaksi larutan viscose dengan larutan spinbath di spinning machine dan menghitung waktu reaksi antara larutan viscose dan larutan spinbath.



1.3



Ruang lingkup pelaksanaan tugas khusus Ruang lingkup dari tugas khusus ini antara lain adalah sebagai berikut. 141



142



1.



Data yang digunakan adalah data spinning machine M/C 4.



2.



Asumsi yang digunakan adalah konversi 100% pada reaksi yang terjadi.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Spinning machine Spinning machine merupakan tempat mereaksikan larutan viscose dengan



larutan spinbath dengan mesin berjumlah 7 buah. Mesin ini terdiri dari mesin IVIII namun mesin yang masih digunakan berjumlah 5 buah, yaitu mesin III-VII karena mesin I dan mesin II tidak dioperasikan lagi. Suhu operasi pada spinning machine tergantung pada suhu pengoperasian spinbath, yaitu 48-49°C. Tekanan operasi spinning machine adalah 10-11 kg/cm2. Pada spinning machine ini dihasilkan produk tow yang setiap mesinnya memiliki produksi yang berbedabeda. Berikut ini produsi tow pada beberapa mesin: 1. Mesin III



: 90 ton/hari



2. Mesin IV



: 95 ton/hari



3. Mesin V



: 102 ton/hari



4. Mesin VI



: 120 ton/hari



5. Mesin VII : 185 ton/hari



Gambar 5.1 Spinning Machine PT Indo-Bharat Rayon memiliki 5 buah mesin spinning, yaitu mesin IIIVII dengan dua sisi mesin



pada



setiap unit. Mesin spinning memiliki spesifikasi



sebagai berikut: 1. Mesin III mempunyai 162 posisi spinneret dengan masing-masing side terdapat 81 spinneret.



143



144



2. Mesin IV mempunyai 152 posisi spinneret dengan masing-masing side terdapat 76 spinneret. 3. Mesin V mempunyai 156 posisi spinneret dengan masing-masing side terdapat 78 spinneret. 4. Mesin VI mempunyai 160 posisi spinneret dengan masing-masing side terdapat 80 spinneret. 5. Mesin VII mempunyai posisi 176 spinneret dengan masing-masing side terdapat 86 spinneret. Laju alir viscose pada beberapa mesin berbeda-beda tergantung kapasitasnya. Berikut ini spesifikasi laju alir viscose pada spinning machine: 1. Mesin III



: 35 m3/jam



2. Mesin IV



: 31 m3/jam



3. Mesin V



: 38 m3/jam



4. Mesin VI



: 44 m3/jam



5. Mesin VII : 46 m3/jam Laju alir spinbath pada beberapa mesin berbeda-beda yang disesuaikan dengan kapasitas mesin. Berikut ini spesifikasi laju alir spinbath pada spinning machine: 1. Mesin III



: 368 m3/jam



2. Mesin IV



: 365 m3/jam



3. Mesin V



: 365 m3/jam



4. Mesin VI



: 400 m3/jam



5. Mesin VII : 410 m3/jam Pada spinneret di setiap mesin terdapat sejumlah eye yang berfungsi untuk mengeluarkan larutan viscose yang bereaksi dengan larutan spinbath. Setiap eye terdiri atas ribuan lubang dengan jumlah yang berbeda dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Mesin III



: 39 eye x 1264 lubang = 49296 lubang



2. Mesin IV



: 30 eye x 1900 lubang = 57000 lubang



3. Mesin V



: 30 eye x 1900 lubang = 57000 lubang



4. Mesin VI



: 39 eye x 1900 lubang = 39858 lubang



145



5. Mesin VII : 30 eye x 1900 lubang = 57000 lubang



Gambar 5.2 Spinneret



2.2



Proses pada spinning machine Spinning machine merupakan unit tempat terjadinya reaksi antara larutan



viscose dan larutan spinbath menjadi selulosa berbentuk filamen. Larutan spinbath mengandung H2SO4 132 g/L, ZnSO4 11 g/L, dan Na2SO4 300 g/L, dan air. Larutan ini memiliki berat jenis 1.312-1.325 ton/m3. Larutan spinbath yang digunakan harus memiliki suhu 48-50°C. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2 (C6H9O4OCS2Na)n + nH2SO4  2 (C6H9O4OCS2H)n + nNa2SO4 alkcell xanthat (C6H9O4OCS2H)n  (C6H9O4OH)n + nCS2 tow Setelah larutan viscose bereaksi dengan larutan spinbath maka terbentuk filamen-filamen. Filamen-filamen yang berkumpul disebut tow. Larutan viscose dipompakan ke spinning machine dengan menggunakan pump shaft. Kemudian viscose dipompa kembali oleh individual gear pump ke penyaringan candle filter dan diteruskan melalui goose neck ke unit jet dan keluar dari lubang spinneret. Spinneret berbentuk bulat yang terdiri dari 45 mata. Pada setiap mata terdapat lubang-lubang dengan ukuran ± 50µm. Jumlah lubang pada setiap mata spinneret adalah 1900 lubang. Spinneret terbuat dari logam mulia atau campuran platinarhodium agar tahan terhadap sifat korosif asam sulfat.



146



Larutan viscose disemprotkan dari arah bawah ke larutan spinbath. Larutan viscose mengalami regenerasi menjadi selulosa dalam bentuk filamen. Filamen tersebut kemudian ditarik oleh guide roller yang terbuat dari keramik dan godet yang kemudian dikumpulkan oleh roller stretch yang arah putarannya berlawanan arah dengan arah putaran godet. Dari roller stretch, tow diregangkan oleh idle roller dan feed roller. Selama pemberian tegangan, tow dibersihkan dengan soft water untuk menghilangkan kandungan asam sulfat. Pada spinning machine, selain terjadi reaksi regenerasi terjadi penentuan denier (ukuran filamen), tenacity (kekuatan tarik), dan stretching (kelenturan). Denier ditentukan oleh perbedaan spin dari pump shaft dan stretching. Pada spinning machine selain terjadi proses utama yaitu pembentukan filament, terjadi juga reaksi samping dengan produknya air dan natrium sulfat. Kandungan NaOH pada larutan viscose bereaksi dengan H2SO4 pada larutan spinbath sehingga terjadi pembentukan Natrium Sulfat yang mengakibatkan meningkatnya kadar Natrium Sulfat dalam larutan spinbath. Reaksi samping yang terjadi sebagai berikut: 2NaOH + H2SO4  Na2SO4 + 2H2O Hasil samping tersebut kemudian ikut menngalir ke dalam larutan koagulan yang menyebabkan larutan koagulan menjadi encer dan perlu di make up. Larutan spinbath sisa pemakaian dialirkan ke seksi spinbath untuk diolah kembali hingga komposisinya sesuai dengan limit yang telah ditentukan.



2.3



Neraca massa Di dalam suatu proses, neraca massa merupakan salah satu elemen yang



sangat penting. Neraca massa berfungsi ntuk mengetahui komposisi serta laju alir massa setiap komponen di dalam sistem, baik komponen masuk maupun komponen yang keluar dari sistem. Neraca massa akan mempermudah dalam menentukan jumlah umpan agar terjadi optimasi pada proses. Perhitungan neraca massa dilakukan berdasarkan hukum kekekalan massa yang menyatakan bahwa massa yang masuk ke dalam sistem akan sama besarnya dengan massa yang



147



keluar dari sistem apabila tidak terjadi akumulasi massa di dalamsuatu sistem. Secara matematis, hukum kekekalan massa dapat dinyatakan sebagai berikut: ̇



2.5



̇



̇



Neraca energi Neraca energi merupakan elemen penting lan dalam perancangan proses



kimia. Nereaca energi berfungsi untuk mengetahui kesetimbangan aliran energi dalam suatu sistem. Perhitungan neraca energi dilakukan berdasarkan hukum I Termodinamika yang menyatakan kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari suatu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Secara matematis, neraca energi dapat dinyatakan sebagai berikut:



Energi yang ada di dalam sistem bisa berupa panas. Panas tersebut bisa berupa panas reaksi, panas sensibel, panas penguapan, dan lain-lain. Panas sensibel dari suatu senyawa dapat dihitung dengan persamaan berikut: ̇



BAB III METODE PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS



Langkah awal yang dilakukan adalah mengumpulkan data-data operasi pada spinning machine. Data-data dalam perhitungan ini diperoleh dengan studi lapangan dan studi literatur.



3.1.



Studi lapangan Studi lapangan dilakukan dengan pengambilan data di Distributed Control



System (DCS) dan quality control (QC). Data yang diambil antara lain : 1. Laju alir volumetrik masukan larutan viscose 2. Laju alir volumetrik masukan larutan spinbath 3. Massa jenis larutan viscose 4. Massa jenis larutan spinbath 5. Suhu masukan dan keluaran larutan viscose 6. Suhu masukan dan keluaran larutan spinbath 7. Diameter spinneret 8. Jumlah eye spinning machine IV 9. Tinggi jet



3.2



Studi literatur Studi literatur dilakukan untuk memperoleh teori pendukung dan data-data



sekunder yang diperlukan untuk membuat neraca massa dan energi pada spinning machine. Data yang diambil antara lain : 1. Massa molekul tiap senyawa 2. Kapasitas panas (Cp) tiap senyawa 3. Kalor pembentukan tiap senyawa



148



BAB IV HASIL TUGAS KHUSUS 4.1



Neraca molar Aliran



Input (kmol/jam)



C6H9O4OCS2Na



150,7692



(Spinbath) H2SO4



484,1837



150,7692



CS2



150,7692



Na2SO4



75,38462 634,9529



785,7221



Aliran



Input (kg/jam)



Output (kg/jam)



C6H9O4OCS2Na



39200



(Spinbath) H2SO4



47450



Neraca massa



40062,31



C6H10O5



24424,62



CS2



11458,46



Na2SO4



10704,62



Total



4.3



408,7991



C6H10O5



Total



4.2



Output (kmol/jam)



86650



86650



Waktu reaksi Waktu reaksi yang diperoleh dari perhitungan adalah 0,027 detik



149



BAB V PEMBAHASAN Spinning machine merupakan unit tempat terjadinya reaksi antara larutan viscose dan larutan spinbath menjadi selulosa berbentuk filamen. Filamen-filamen yang berkumpul disebut tow. Reaksi yang terjadi dalam pembentukan filamenfilamen tersebut adalah sebagai berikut :  2(C6H10O5) + 2CS2 + Na2SO4



2(C6H9O4O-CS-NaS) + H2SO4 larutan viscose



larutan spinbath



tow



Dari reaksi tersebut dapat dilihat bahwa kandungan dalam larutan spinbath yang bereaksi dengan larutan viscose hanya H2SO4, sedangkan ZnSO4 dan Na2SO4 yang terkandung dalam larutan spinbath tidak ikut bereaksi dengan larutan viscose. Dari hasil perhitungan neraca massa, jumlah tow yang diperoleh adalah 24424,62 kg/jam. Jumlah tow yang didapat tersebut tidak dipengaruhi oleh laju alir larutan spinbath dan hanya dipengaruhi laju alir larutan viscose. Larutan spinbath tidak habis bereaksi dengan larutan viscose dengan laju alir keluaran sebesar 40062,31 kg/jam. Larutan spinbath yang bereaksi dengan larutan viscose adalah sebesar 7387.69 kg/jam. Sisa dari larutan spinbath yang tidak bereaksi tersebut kemudian dikirim ke auxilarry department untuk diregenerasi sehingga dapat digunakan kembali. Pada perhitungan neraca massa digunakan asumsi konversi 100% pada reaksi yang terjadi. Waktu reaksi yang diperoleh dari perhitungan adalah 0,027 detik. Waktu reaksi tersebut diperoleh dengan membagi volume jet dengan laju alir volumetrik larutan viscose. Waktu reaksi yang antara larutan viscose dengan larutan spinbath akan mempengaruhi kualitas dari tow yang dihasilkan. Untuk penyusunan neraca energi di spinning machine tidak dapat dilakukan karena beberapa data operasi tidak dapat diperoleh.



150



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1



Kesimpulan



1.



Jumlah tow yang diperoleh dari perhitungan adalah 24424,62 kg/jam.



2.



Waktu reaksi yang diperoleh dari perhitungan adalah 0,027 detik.



6.2



Saran



1.



Perlu adanya perlakuan khusus untuk spinning machine untuk menjaga laju produksi mengingat umur pabrik yang sudah tua.



151



LAMPIRAN CONTOH PERHITUNGAN 1. Perhitungan neraca molar di spinning machine Spinbath (H2SO4)



1 Spinning



3



H2SO4



Na2SO4 2 Machine C6H9O4O-CS-NaS C6H9O4O Persamaan reaksi : 2(C6H9O4O-CS-NaS) + H2SO4  2(C6H10O5) + 2CS2 + Na2SO4 A



+ B



C +D



+E



Data operasi : Laju volumetrik 1 (Q1) = 365 m3/jam Laju volumetrik 2 (Q2) = 35 m3/jam Massa jenis H2SO4 = 130 kg/m3 Massa jenis C6H9O4O-CS-NaS = 1120 kg/m3 F1= laju volumetrik



massa jenis = 365 m3/jam



130 kg/m3 = 47450 kg/jam



F2= laju volumetrik



massa jenis = 35 m3/jam



1120 kg/m3 = 39200 kg/jam



N1= N2=



Neraca Mol Total : N3 = N1 + N2 + r N3 = 484,1837 kmol/jam + 150,7692 kmol/jam + 2r N3 = 484,1837 kmol/jam + 150,7692 kmol/jam + 150,7692 kmol/jam N3 = 785,7221 kmol/jam Neraca Mol Komponen : A : 0 = N2 – 2r 2r = N2 r = 75,38462 kmol/jam 152



153



B : N3B = N1 – r N3B = 484,1837 kmol/jam – 75,38462 kmol/jam N3B = 408,7991 kmol/jam



98 kg/kmol



F3B = 40062,31 kg/jam C : N3C = 2r N3C = 150,7692 kmol/jam



162 kg/kmol



3



F C = 24424,62 kg/jam D : N3D = 2r N3D = 150,7692 kmol/jam



76 kg/kmol



F3D = 11458,46 kg/jam E : N3E = r N3E = 75,38462 kmol/jam



142 kg/kmol



F3E = 10704,62 kg/jam 2. Perhitungan waktu reaksi diameter spinnerret (m) jumlah eye mesin IV (buah) tinggi jet (m) flow viscose mesin IV (m3/h)



0,016 30 0,043 35



Volume jet (m3) = = = 0,000259 m3 Waktu reaksi



=



3. Perhitungan neraca energi di spinning machine



(̅̅̅̅



̅̅̅̅̅̅̅)



(̅̅̅̅



̅̅̅̅̅̅̅)



̅̅̅̅



̅̅̅̅̅̅̅



154



[ ] [



]



[



]



Untuk menghitung kalor diperlukan data laju alir mol (N), kapasitas panas (Cp), dan temperatur. Data laju alir mol didapatkan dari perhitungan neraca massa. Sedangkan data kapasitas panas (Cp) dan temperatur didapatkan dari studi lapangan. Pengukuran temperatur menggunakan termokopel, sedangkan data kapasitas panas (Cp) didapatkan dengan menggunakan kalorimeter.



LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. INDO-BHARAT RAYON PURWAKARTA-JAWA BARAT



TUGAS KHUSUS MENGANALISIS JUMLAH UAP DAN KEBUTUHAN STEAM PADA UNIT HEATER



Disusun oleh : Hendro



(2013620071)



Jovita Elviana



(2013620103)



Melia Soetjiamto



(2013620122)



Pembimbing : Prof. Dr. Ign. Suharto, APU



JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2016



155



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Evaporator



merupakan



alat



yang



digunakan



untuk



memekatkan



konsentrasi suatu larutan dengan mengubah fasa sebuah larutan menjadi fasa uap. Evaporator terdiri dari dua prinsip, yaitu penukar panas dan pemisahan uap yang terbentuk dari larutannya. Penguapan atau evaporasi merupakan perubahan wujud zat cair menjadi uap. Penguapan ini bertujuan memisahkan pelarut atau solvent dari larutan sehingga menghasilkan larutan yang lebih pekat. Pada proses penguapan tersebut diperlukan energi berupa panas (kalor) untuk mengubah wujud fasa cair ke fasa uap. Energi panas didapat dari pertukaran panas dengan fluida lain (seperti steam) yang memiliki suhu yang lebih tinggi sehingga menghasilkan kalor untuk menguap. Ada tiga jenis evaporator yang biasanya digunakan dalam industri, yaitu Submerged combustion evaporator, Direct fired evaporator, Steam heated evaporator.



Submerged combustion evaporator



adalah evaporator yang



dipanaskan oleh api yang menyala dibawah permukaan cairan dengan gas yang panas bergelembung melewati cairan. Direct fired evaporator adalah evaporator dengan pengapian langsung yang api dan pembakaran gas dipisahkan dari cairan mendidih lewat dinding besi atau permukaan untuk memanaskan. Steam heated evaporator adalah evaporator dengan menggunakan pemanasan steam sebagai media penukar panas dan panas ditransmisi lewat dinding menuju cairan. PT Indo-Bharat Rayon menggunakan heater yang termasuk jenis steam heated evaporator untuk mengakomodasikan keperluan proses pada pembuatan rayon. Melalui tugas khusus ini, tim penulis akan melakukan perhitungan jumlah uap dan kebutuhan steam secara teori serta membandingkannya dengan data aktual yang ada di lapangan. Hal ini diharapkan dapat menghitung efisiensi kebutuhan steam yang terpakai dan jumlah uap yang dihasilkan sehingga dapat meminimalkan biaya produksi pada departemen auxiliary. 1.2 Tujuan



156



157



Tujuan dari pelaksanaan tugas khusus ini adalah melakukan analisa berupa perhitungan jumlah uap yang dihasilkan dan kebutuhan steam pada unit heater secara teori serta membandingkannya dengan jumlah uap dan kebutuhan steam aktual yang ada di lapangan.



1.3 Ruang Lingkup Pelaksanaan Tugas Khusus Tugas khusus ini dilaksanakan dengan melakukan analisa berupa perhitungan jumlah uap yang dihasilkan dan kebutuhan steam unit heater dengan satu unit heater dengan jenis steam heated evaporator. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah tidak ada kalor yang hilang selama evaporasi, komponen yang menguap pada heater adalah air, dan operasi pada evaporator adalah single effect evaporator.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Evaporator Evaporasi adalah proses yang dilakukan untuk memekatkan atau menaikkan konsentrasi suatu komponen tertentu. Larutan yang pekat adalah produk yang diinginkan dan cairan yang diuapkan adalah yang tidak diinginkan. Pemekatan dilakukan dengan penguapan air yang terdapat dalam produk. Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh kecepatan perpindahan panas dari media pemanas menuju produk yang ingin dipekatkan, jumlah kalor yang diperlukan untuk penguapan cairan, suhu maksimal yang diperbolehkan untuk setiap cairan, tekanan dalam tangki evaporasi, dan perubahan-perubahan yang dapat terjadi dalam cairan selama proses evaporasi berlangsung.



2.1.1 Klasifikasi Evaporator Secara umum, evaporator terdiri dari beberapa macam berdasarkan bentuknya, yaitu evaporator film jatuh (Falling Film Evaporator), evaporator film naik (Rising Film Evaporator), evaporator plat (Plate Evaporator), evaporator pemampatan kembali uap (Thermal and Mechanical Vapor Revompression), evaporator sirkulasi paksa (Forced Circulation Evaporator).



2.1.1.1 Evaporator Film Jatuh (Falling Film Evaporator) Evaporator jenis ini berbentuk tabung dengan panjang 4-8 meter yang dilapisi dengan jaket uap (steam jacket). Larutan masuk dan memperoleh gaya gerak karena arah larutan yang menurun. Kecepatan gerakan larutan akan mempengaruhi karakteristik medium pemanas yang juga mengalir menurun. Tipe evaporator ini cocok untuk larutan kental dan sering digunakan dalam industri kimia, makanan dan fermentasi.



2.1.1.2 Evaporator Film Naik (Rising Film Evaporator)



158



159



Evaporator jenis ini terjadi pendidihan berlangsung di dalam tabung dengan sumber panas berasal dari luar tabung (biasanya uap). Buih air akan timbul dan menimbulkan sirkulasi.



2.1.1.3 Evaporator Plat (Plate Evaporator) Evaporator jenis ini mempunyai luas permukaan yang besar berupa plat yang biasanya tidak rata dan ditopang oleh bingkai (frame). Uap mengalir melalui ruang-ruang diantara plat tersebut. Uap mengalir secara co-current dan counter current terhadap larutan. Larutan dan uap masuk ke separasi yang disalurkan ke kondensor. Evaporator jenis ini digunakan dalam industri susu dan fermentasi dan tidak cocok untuk larutan kental.



2.1.1.4 Evaporator Pemampatan Kembali Uap (Thermal and Mechanical Vapor Revompression) Evaporator jenis ini disebut juga evaporator tipe tekanan tinggi yang melibatkan pemanasan tinggi suatu produk di atas titik didih normalnya dengan cara menambahkan tekanan. Proses ini dikenal sebagai prinsip pemanasan dan kilat.



2.1.1.5 Evaporator Sirkulasi Paksa (Forced Circulation Evaporator) Evaporator



jenis



ini



banyak



digunakan



ketika



fluida



memiliki



kecenderungan mengotori permukaan-permukaan pemanasan sehingga perlu disirkulasi ulang secara cepat melalui pipa-pipa. Evaporasi pada jenis evaporator ini ditambahkan peralatan pompa untuk meningkatkan tekanan sehingga proses evaporasi lebih efisien. Tekanan yang meningkat mengakibatkan meningkatnya kecepatan fluida dalam pipa-pipa pemanas sehingga mencegah pendidihan dalam pipa dan mengurangi waktu kontak dengan permukaan perpindahan panas selama proses pengendapan atau kristalisasi ketika cairan naik konsentrasinya. Evaporator sirkulasi panas terdiri dari dua macam prosesnya, yaitu evaporator efek tunggal, dan evaporator bertingkat banyak. Evaporator dengan efek tunggal digunakan satu evaporator dan uap dari fluida cair yang mendidih



160



dikondensasi dan dibuang. Proses evaporasi dengan evaporator efek tunggal tidak efektif dalam penggunaan uap yang membutuhkan banyak kalor (panas). Evaporator bertingkat banyak dirancang untuk menghemat energi kalor. Uap air dari evaporator tingkat satu masuk ke dalam ruangan atau rongga uap (stean chest) penukar panas evaporator film tingkat kedua, sehingga dimanfaatkan panas dari evaporator tingkat pertama. Kalor yang diberikan oleh kondensasi dalam tingkat satu digunakan untuk menyediakan panas bagi tingkat berikutnya.



2.2 Perpindahan Panas pada Evaporator Evaporator adalah alat yang digunakan untuk memekatkan suatu fluida cair dengan cara penguapan. Proses evaporasi membutuhkan kalor atau panas sebagai suatu energi untuk perubahan wujud dari fasa cair menuju fasa uap (gas). Energi atau panas tersebut didapatkan dari steam dengan suhu yang tinggi sehingga terjadi pertukaran panas dengan produk. Perhitungan neraca massa dan neraca energi pada unit Heater didasarkan pada asumsi evaporator jenis single effect evaporator. Berikut ini disajikan persamaan neraca massa dan neraca energi dari unit evaporator efek tunggal:



Gambar 2.1 Evaporator



161



Keterangan : F



= laju alir massa umpan



xf



= fraksi massa umpan



hf



= entalpi umpan



L



= laju alir massa cairan keluaran evaporator



xl



= fraksi massa cairan keluaran evaporator



hl



= entalpi cairan keluaran evaporator



V



= laju alir massa uap keluaran evaporator



yv



= fraksi massa uap keluaran evaporator



Hv



= entalpi uap keluaran evaporator



Λ



= Hs-hs



Perpindahan panas pada unit Heater terjadi antara steam dengan umpan yang masuk melalui dinding tube. Sehingga, persamaan yang dapat disusun sebagai berikut :



Keterangan: S



= laju alir massa steam



Hs



= entalpi umpan steam



hs



= entalpi keluaran steam



cp



= kapasitas panas umpan



BAB III METODE PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS



3.1 Metode Pelaksanaan Tugas Khusus Metode yang digunakan untuk menyelesaikan tugas khusus mengenai perhitungan jumlah uap dan kebutuhan steam pada unit heater disajikan pada gambar 3.1 dibawah ini. Start



Studi Literatur



Pengambilan data konsentrasi masingmasing komponen masukan dan keluaran melalui uji lab



Pengambilan asumsi laju alir cairan atau kondensat keluaran evaporator



Perhitungan laju alir komponen masukan dan keluaran



Pengambilan data spesific gravity (spgr) dari masukan dan keluaran umpan melalui uji lab



Perhitungan jumlah uap (V) melalui neraca massa



Perhitungan kebutuhan steam melalui persamaan pindah panas antara steam dengan umpan yang masuk melalui tube



Analisis hasil



Selesai



Gambar 3.1 Diagram Tahapan Penyelesaian Tugas Khusus



Tahapan-tahapan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan tugas khusus ini adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan pustaka mengenai heater yang merupakan bagian evaporator. Lalu dilakukan penyusunan neraca massa dan neraca energi evaporator. 2. Perhitungan laju alir komponen masukan (umpan) dan keluaran. Perhitungan laju dengan mengalikan laju alir voulmetrik umpan dengan specific gravity larutan umpan. Specific gravity larutan umpan didapat dari hasil uji



162



163



laboratorium. Sama halnya dengan specific gravity, data konsentrasi masingmasing komponen didapat dari hasil uji laboratorium. 3. Jumlah uap keluaran evaporator dihitung dengan persamaan neraca massa evaporator. Pengambilan asumsi laju alir cairan atau kondensat keluaran evaporator penting dilakukan agar persamaan neraca massa dapat diselesaikan. 4. Selanjutnya, kebutuhan steam dapat dihitung melalui persamaan perpindahan panas (q) antara steam dengan umpan yang masuk melalui tube. Akhirnya, kebutuhan steam pada unit heater didapatkan. 5. Analisa berupa perbandingan jumlah uap yang dihitung secara teori dengan jumlah uap yang nyata di lapangan. Hal yang sama dilakukan pada kebutuhan steam yang didapatkan dari hasil perhitungan secara teori dengan kebutuhan steam nyata di lapangan. Selanjutnya, dapat dihitung performa heater, yaitu keekonomisan dan kapasitas. Keekonomisan didapatkan dari perbandingan massa uap yang dihasilkan terhadap kebutuhan steam yang digunakan, sedangkan kapasitas merupakan massa uap yang dihasilkan tiap satuan waktu.



3.2 Asumsi-Asumsi yang Digunakan Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan jumlah uap dan kebutuhan steam pada unit heater, yaitu: 1. Heater merupakan bagian evaporator jenis steam heated evaporator yang diasumsikan pengoperasiannya dengan evaporator efek tunggal (single effect evaporator) sehingga memudahkan untuk perhitungan neraca massa dan neraca energi. 2. Keluaran heater hanya berupa uap air namun komponen-komponen lain tetap dan tidak menguap.



BAB IV HASIL-HASIL TUGAS KHUSUS



4.1 Hasil Perhitungan Jumlah Uap yang Keluar dari Unit Heater Vapour: H2O Feed: H2SO4 ZnSO4 Na2SO4 H2O steam



Evaporator steam



Kondensat: H2SO4 ZnSO4 Na2SO4 H2O



Data : Steam Flow (ton/jam)



5,8



Flow feed (m3/jam)



159



Flow circ. feed (m3/jam)



210



Konsentrasi Umpan spgr (kg/m3)



1298



H2SO4 (g/L)



122,5



ZnSO4 (g/L)



8,62



Na2SO4 (g/L)



305



Konsentrasi Kondensat spgr (kg/m3)



1354



H2SO4 (g/L)



158,76



ZnSO4 (g/L)



10,85



164



Asumsi : L= 100000 kg/jam Laju volumetik L= 73,855 m3/jam Dengan menggunakan Neraca Massa Komponen Air (H2O) dapat dicari V



Feed (F) Condensate (L) Vapour (V) Volumetrik Vapour (m3/jam)



Total (kg/jam) H2SO4 (kg/jam) ZnSO4 (kg/jam) Na2SO4 (kg/jam) H2O (kg/jam) H2SO4 (%-w/w) ZnSO4 (%-w/w) Na2SO4 (%-w/w) H2O (%-w/w) 272580 25725 1810,2 64050 180994,8 0,094375963 0,006640986 0,234976888 0,664006163 228107,5965 26745,61569 1827,871792 63003,31816 136522,3965 0,11725 0,0080132 0,2762 0,5985 44472,40349 1 32,84520198



Jadi, didapatkan jumlah uap (vapour) yang dihasilkan adalah 32, 8452 m3/jam



4.2 Hasil Perhitungan Kebutuhan Steam: Data: cp spinbath (kJ/kg °C) Ps (kPa) in out



3,0833 P evaporasi (kPa) 7,7 220 Tsteam (Ts) Tfeed (Tf) Tvapour (T1) Hs (kJ/kg) 175 60 93 108 2818,48



hs (kJ/kg) 251,1



λs (kJ/kg) 2567,38



λv (Hv-Hl)



S (kg/jam) Ekonomi Capacity 4910,33221 9,056903196 44472,40349



2404,959701



165



166



Dengan menggunakan Neraca energi perpindahan panas antara steam dengan aliran umpan didapatkan kebutuhan steam



Jadi, didapatkan kebutuhan steam yang dipasok adalah 4,910 ton/jam



BAB V PEMBAHASAN



Dari hasil perhitungan jumlah uap (vapour) yang keluar dari unit heater yaitu 32,845 m3/jam. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi aktual jumlah uap yang keluar dari unit heater, yaitu sebesar 32 m3/jam. Terjadi penurunan jumlah uap yang keluar sebesar 2,5%. Jumlah uap yang keluar dari unit heater tidak sesuai dengan kondisi aktual dapat disebabkan kepada masalah transfer panas yang kurang baik, kemungkinan terdapat kebocoran pada unit heater, dan penguapan yang tidak sempurna. Transfer panas atau heat transfer yang kurang baik dapat ditimbulkan oleh beberapa hal, yaitu laju alir umpan yang terlalu besar, laju alir steam kurang, dan terjadi hot spot pada unit heater. Laju alir umpan yang terlalu besar menyebabkan kalor yang digunakan untuk penguapan juga besar sehingga hal ini harus diimbangi dengan laju alir steam yang besar. Laju alir steam yang kurang berdampak pada berkurangnya jumlah uap yang dihasilkan dari unit heater. Selain itu, jika laju alir steam yang kurang maka temperatur masukkan steam harus lebih besar. Kebocoran pada unit heater akan menyebabkan kalor yang seharusnya digunakan untuk memanaskan aliran umpan terbuang percuma ke lingkungan. Akibatnya kalor yang dibutuhkan lebih besar. Kebocoran pada unit heater menyebabkan kebutuhan steam meningkat. Penguapan yang tidak sempurna dapat terjadi karena laju alir steam yang kurang menyebabkan penguapan tidak berjalan sempurna. Penguapan yang tidak sempurna dapat terjadi karena pada unit heater terdapat kerak yang lama-kelamaan terbentuk karat, hal ini dapat menghambat proses penguapan. Selain itu, penguapan yang tidak sempurna karena laju alir umpan yang terlalu besar akibatnya ada komponen yang tidak mengalami penguapan.



167



168



Dari hasil perhitungan kebutuhan steam pada unit heater sebesar 4,910 ton/jam. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi aktual kebutuhan steam unit heater, yaitu sebesar 5 ton/jam. Jumlah uap yang keluar dari unit heater secara perhitungan lebih kecil dengan kondisi aktual kebutuhan steam yang ada di lapangan. Tujuan kebutuhan steam yang ada di lapangan lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan steam secara perhitungan adalah memberikan kalor penguapan yang lebih sehingga penguapan dapat berlangsung baik.



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN



6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan dan hasil perhitungan diatas, yaitu: 1. Jumlah uap yang keluar dari unit heater adalah 32,845 m3/jam. 2. Terjadi penurunan jumlah uap dengan kondisi aktual sebesar 2,5%. 3. Kebutuhan steam yang dihasilkan sebesar 4,910 ton/jam.



6.2 Saran 1. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut faktor-faktor yang menyebabkan penurunan jumlah uap yang keluar dari unit heater. 2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin terhadap unit heater agar tidak terjadi kebocoran pada unit ini. 3. Kebutuhan steam yang dipasok harus diimbangi dengan laju alir umpan yang masuk dengan tujuan agar penguapan terjadi sempurna.



169



DAFTAR PUSTAKA Perry, R.H & Green, D., Perry’s Chemical Engineering Handbook, 6th ed., Mc Graw-Hill Inc., 1984 Reklaitis, G.V., Introduction to Material and Energy Balance, John Wiley & Sons Inc., New York, 1983 Smith, J.M. & Van Ness, H.C., Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics, 4th ed., Mc Graw-Hill Inc., New York, 1987, hal 123



170



LAMPIRAN CONTOH PERHITUNGAN



1. Menghitung Jumlah Uap yang Keluar dari Unit Heater F= spgr × Q = 1298 kg/m3 × 210 m3/jam F = 272580 kg/jam FH2SO4 =122,5 kg/m3 × 210 m3/jam FH2SO4 =25725 kg/jam FZnSO4 = 8,62 kg/m3 × 210 m3/jam FZnSO4 = 1810,2 kg/jam FNa2SO4= 305 kg/m3 × 210 m3/jam FNa2SO4 = 64050 kg/jam %-wH2SO4 = =



×100%



%-wH2SO4 = 9,4375% %-wZnSO4 = = %-wZnSO4 = 0,06640% Asumsi: L=100000 kg/jam F= L+V L=F-V.................................................................................... (1) Neraca Massa Komponen H2O: .................................................(2) Subtitusikan (1) ke persamaan (2) sehingga didapatkan persamaan:



171



172



V = 4472,40349 kg/jam V= V= 32,8452 m3/jam



2. Menghitung Kebutuhan Steam dari Unit Heater Cp spinbath = 3,0833 kj/ kg °C F = 272580 kg/jam Tfeed



= 93°C



Tvapour = 108°C Tsteam in = 175°C Tsteam out= 60°C Pevaporasi = 7,7 kPa Hsteam (175°C, 7,7 kPa) = 2818,48 kj/kg Hsteam (60, sat liquid) = 251,1 kj/kg



S = 4910,3322 kg/jam S = 4,910 ton/jam