Tugas Mata Kuliah Studio Perancangan Arsitektur IV [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Mata Kuliah Studio Perancangan Arsitektur IV



STUDI KASUS BANGUNAN MUSEUM “MUSEUM TSUNAMI ACEH”



Oleh :



NAMA



: LA ODE MUHAMMAD SARLAN



NIM



: E1B116068



JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019



MUSEUM Museum menurut International Council of Museums (ICOM) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merewat, menghubungkan, dan memamerkan artefakartefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan- tujuan pendidikan



studi,



dan rekreasi. Sedangkan Museum menurut Peraturan Pemerintah No. 19



Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan



benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia



serta



alam



dan



lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.



Museum dalam menjalankan aktivitasnya, mengutamakan dan mementingkan penampilan koleksi yang



dimilikinya. Pengutamaan



kepada



koleksi



itulah



yang membedakan



museum dengan lembaga-lembaga lainnya. Setiap koleksi merupakan bagian integral dari kebudayaan dan sumber ilmiah, hal itu juga mencakup informasi mengenai objek yang ditempatkan pada tempat yang tepat, tetapi tetap memberikan arti dan tanpa kehingan arti dari objek. Penyimpanan informasi dalam bentuk susunan yang teratur rapi dan pembaharuan dalam prosedur, serta cara dan penanganan koleksi.



Museum dapat didirikan oleh Instansi Pemerintah, Yayasan, atau Badan Usaha yang dibentuk berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, maka pendirian museum harus memiliki dasar hukum seperti Surat Keputusan bagi museum pemerintah dan akte notaris bagi museum



yang



diselenggarakan oleh swasta. Bila perseorangan



berkeinginan untuk mendirikan museum, maka dia harus membentuk yayasan terlebih dahulu.



1. Pengertian Museum Museum adalah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Museum berfungsi mengumpulkan, merawat, dan menyajikan serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi, penelitian dan kesenangan atau hiburan (Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Sedangkan menurut Intenasional Council of Museum



(ICOM) : dalam Pedoman Museum Indoneisa,2008. museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan artefakartefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.



2. Fungsi Museum Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 : dalam Pedoman Museum Indoneisa,2008. museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian museum memiliki dua fungsi besar yaitu a. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai berikut :  Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi.  Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi kerusakan koleksi.  Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia. b. Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian.  Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi.  Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan pengamanannya.



3. Jenis-jenis Museum Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melaui beberapa jenis klasifikasi (Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009), yakni sebagai berikut : a. Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat dua jenis :  Museum Umum, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.  Museum Khusus, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi.



b. Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis :  Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional.  Museum Propinsi, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah propinsi dimana museum berada.  Museum Lokal, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum tersebut berada.



4. Studi Kasus Museum Tsunami Aceh



Data : a. b. c. d. e. f.



Nama Lokasi Luas Site Architects Fungsi Tahun



: Rumoh Aceh as Escape Hill : Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam : 2500 m2 : Ridwan Kamil : Museum : 2011



TujuanPembangunan : a. Sebagai bangunan monument atau obek bersejarah b. Waarisan untuk generasi Aceh mendatang



Sejarah Museum Tsunami Aceh Salah satu bangunan yang menjadi destinasi wisata yang bisa dibilang cukup baru di Kota Banda Aceh adalah Museum Tsunami Aceh. Museum ini terletak kota Banda Aceh, tepatnya Jalan Sultan Iskandar Muda No. 3, Sukaramai, Baiturrahman, dekat Simpang Jam dan berseberangan dengan Lapangan Blang Padang dan Kherkoff, Kota Banda Aceh ini dibangun pasca peristiwa bencana hebat dan dahsyat melanda Aceh; Gempa bumi dan Tsunami 26 Desember 2004. Museum ini diresmikan pada bulan Februari tahun 2009. Kita tahu peristiwa itulah yang membuat kita semua sadar kembali ada bahaya besar melanda masyarakat kita setiap waktunya. Peristiwa Gempa bumi dan tsunami tersebut meluluh lantakkan Aceh dan juga sebagian wilayah pesisir barat Sumatera Utara. Tidak hanya itu peristiwa bencana alam ini termasuk salah satu bencana alam paling mematikan di dunia dan merupakan salah satu gempa terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah pada abad 21. Bencana alam ini mendapat respon yang luar biasa bahkan menjadi trending topic dunia selain Perang Irak. Gempa dan tsunami ini tidak hanya berdampak bagi Indonesia, tapi juga melanda hingga ke kawasan pesisir timur Afrika, seperti Somalia hingga Madagaskar. Museum Tsunami Aceh adalah sebuah museum di Banda Aceh yang dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 sekaligus pusat pendidikan dan tempat perlindungan darurat andai tsunami terjadi lagi. Museum tsunami Aceh yang dibangun oleh beberapa lembaga yang sekaligus merangkap panitia. Di antaranya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias sebagai penyandang anggaran bangunan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) sebagai penyandang anggaran perencanaan, studi isi dan penyediaan koleksi museum dan pedoman pengelolaan museum), Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai penyedia lahan dan pengelola museum, Pemerintah Kotamadya Banda Aceh sebagai penyedia sarana dan prasarana lingkungan museum dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk mengenang peristiwa tsunami yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004 yang menelan korban lebih kurang 240,000 jiwa. Museum ini dibangun pada tahun 2007 diatas lahan lebih kurang 10,000 persegi yang terletak di ibukota Provinsi Nanggroes Aceh Darussalam yaitu Kota Banda Aceh dengan anggaran dana sebesar kitar Rp 140 milyar. Menurut Eddy Purwanto sebagai Penggagas Museum Tsunami Aceh dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, Museum ini dibangun dengan 3 alasan: 1.



Untuk mengenang korban bencana Tsunami



2.



Sebagai pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan



3.



Sebagai pusat evakuasi jika “bencana tsunami datang lagi.”



Sebelum pembangunan museum, terlebih dahulu diadakan sayembara desain arsitektur, yang pada tanggal 12 Juli 2007, panitia pelaksana menerima 222 pendaftar peserta sayembara. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 2007 diterima 152 karya yang dipamerkan sedangkan pengumuman pemenang dilakukan pada 17 Agustus 2007. Setelah itu diadakanlah Pameran sayembara desain Museum Tsunami yang digelar di Gedung Aceh Community Center, dalam pameran ini di pajang 152 desain rencana gedung museum tsunami, di buka resmi oleh Gubernur Aceh diwakili Asisten II Usman Budiman. Pameran sayembara desain arsitektur museum tersebut berlangsung tanggal 13-23 Agustus 2007.



Penyelenggaraan pameran karya peserta sayembara pra rencana Museum Tsunami Aceh merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka mengakomodasi program mewujudkan sebuah bangunan museum tsunami di Aceh yang akan menjadi tempat menyimpan, mengenang dan sarana belajar adanya bencana tsunami secara keseluruhan. Pemenang pertama desain museum tsunami ini akan pendapat penghargaan Rp 100 juta, pemenang kedua Rp 75 juta, pemenang ketiga Rp 50 juta, penghargan partisipasi Rp 10 juta untuk 5 disain inovatif. Kompetisi terbuka bagi semua lapisan masyarakat, perseorangan atau kelompok. Pengumuman Pemenang Sayembara Desain Pra Rencana NAD-Tsunami Museum pada 17 Agustus 2007 di Gedung Sultan Selim II Aceh Community Center, Banda Aceh. Desain yang berjudul Rumoh Aceh as Escape Hill karya M. Ridwan Kamil dosen arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) memenangkan sayembara lomba desain museum tsunami Aceh pada 17 Agustus 2007 di Ruang Sultan Selim II, Aceh Community Center, Banda Aceh. Pada tahun yang sama (2007), Museum Tsunami Aceh mulai dibangun dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono tepatnya pada tanggal 23 Februari 2009. Pengisian sarana pendukung dan renovasi Museum Tsunami Aceh dilakukan secara bertahap pada pertengahan tahun 2010 dan memakan waktu cukup lama dikarenakan banyaknya materi yang perlu diidentifikasi, dikumpulkan, diseleksi, dan ditampilkan dalam berbagai media, sehingga pengisiannya selesai pada April 2011 oleh Kementrian ESDM melalui sumber dana APBN. Museum Tsunami Aceh baru dibuka secara resmi untuk dapat dikunjungi oleh masyarakat tepatnya pada 8 Mei 2011. Museum ini terletak di pusat kota Banda Aceh dan tidak terlalu jauh kira-kira 500 meter dari arah Masjid Raya Baiturrahman. Untuk akses jalan menuju museum sangatlah mudah baik secara jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan bermotor pribadi dan umum. Tak butuh waktu lama, hanya kurang lebih 9-15 menit saja. Letaknya tidak terlalu jauh dari tempat destinasi wisata lainnya, seperti Monumen Pesawat RI, Gunongan, Taman Putroe Phang, Makam Sultan Iskandar Muda dan Museum Aceh. Bagi pengguna jalan kaki, bisa menggunakan trotoar yang luas dan bersih untuk menuju Museum Tsunami Aceh. Filosofi Museum Tsunami Aceh



Desain dan pembangunan Museum Aceh dengan konsep ‘Rumoh Aceh as Escape Building’ mempunyai beragam filosofi. Pada lantai dasar museum ini menceritakan bagaimana tsunami terjadi melalui arsitektur yang didesain secara unik. Pada masing-masing ruangan memiliki filosofi tersendiri yang mendeskripsikan gambaran tentang tsunami sebagai memorial dari



bencana besar yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 silam yang menelan korban jiwa dalam jumlah yang cukup besar mencapai kurang lebih 240.000 jiwa. Berikut filosofi dari design lantai dasar Museum Tsunami Aceh. 1.



Space of Fear (Lorong Tsunami)



Lorong Tsunami merupakan akses awal pengunjung untuk memasuki Museum Tsunami. Memiliki panjang 30 m dan tinggi mencapai 19-23 m melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004 silam. Air mengalir di kedua sisi dinding museum, suara gemuruh air, cahaya yang remang dan gelap, lorong yang sempit dan lembab, mendeskripsikan ketakutan masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi, atau disebut space of fear. 2.



Space of Memory (Ruang Kenangan)



Setelah berjalan melewati Lorong Tsunami, pengunjung akan memasuki Ruang Kenangan (Memorial Hall). Ruangan ini memiliki 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh ada 26 Desember 2004. Setiap monitor menampilkan gambar dan foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh pada saat tsunami sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide. Gambar dan foto ini seakan mengingatkan kembali kenangan tsunami yang melanda Aceh atau disebut space of memory yang tidak mudah untuk dilupakan dan dapat dipetik hikmah dari kejadian tersebut. Ruang dengan dinding kaca ini memiliki filosofi keberadaan di dalam laut (gelombang tsunami). Ketika memasuki ruangan ini, pengunjung seolah-olah tengah berada di dalam laut, dilambangkan dengan dinding-dinding kaca yang menggambarkan luasnya dasar laut, monitor-monitor yang ada di dalam ruangan dilambangkan sebagai bebatuan yang ada di dalam air, dan lampu-lampu remang yang ada di atap ruangan dilambangkan sebagai cahaya dari atas permukaan air yang masuk ke dasar laut. 3.



Space of Sorrow (Ruang Sumur Doa)



Melalui Ruang Kenangan (Memorial Hall), pengunjung akan memasuki Ruang Sumur Doa (Chamber of Blessing). Ruangan berbentuk silinder dengan cahaya remang dan ketinggian 30 meter ini memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama koban tsunami yang tertera disetiap dindingnya. Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan pengunjung yang memasuki ruanga ini dianjurkan untuk mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya (hablumminallah) yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang mengarah ke atas dan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Ini melambangkan bahwa setiap manusia pasti akan kembali kepada Allah (penciptanya). 4.



Space of Confuse (Lorong Cerobong)



Setelah Sumur Doa, pengunjung akan melewati Lorong Cerobong (Romp Cerobong) menuju Jembatan Harapan. Lorong ini sengaja didesain dengan lantai yang bekelok dan tidak rata sebagai bentuk filosofi dari kebingungan dan keputusasaan masyarakat Aceh saat didera tsunami pada tahun 2004 silam, kebingungan akan arah tujuan, kebingungan mencari sanak saudara yang hilang, dan kebingungan karena kehilangan harta dan benda, maka filosofi



lorong ini disebut Space of Confuse. Lorong gelap yang membawa pengunjung menuju cahaya alami melambangkan sebuah harapan bahwa masyarakat Aceh pada saat itu masih memiki harapan dari adanya bantuan dunia untuk Aceh guna membantu memulihkan kondisi fisik dan psikologis masyarakat Aceh yang pada saat usai bencana mengalami trauma dan kehilangan yang besar. 5.



Space of Hope (Jembatan Harapan)



Lorong cerobong membawa pengunjung ke arah Jembatan Harapan (space of hope). Disebut jembatan harapan karena melalui jembatan ini pengunjung dapat melihat 54 bendera dari 54 negara yang ikut membantu Aceh pasca tsunami, jumlah bendera sama denga jumlah batu yang tersusun di pinggiran kolam. Di setiap bendera dan batu bertuliskan kata ‘Damai’ dengan bahasa dari masing-masing negara sebagai refleksi perdamaian Aceh dari peperangan dan konflik sebelum tsunami terjadi. Dengan adanya bencana gempa dan tsunami, dunia melihat secara langsung kondisi Aceh, mendukung dan membantu perdamaian Aceh, serta turut andil dalam membangun (merekontruksi) Aceh setelah bencana terjadi. Denah, Potongan, Dan Tampak Konsep Denah Museum Tsunami Aceh menganalogikan sebuah epicenter atau pusat pusaran air dari gelombang laut tsunami.



Gambar Denah Museum Tsunami Aceh



Gambar Potongan



Gambar Tampak



Konsep Fasad : Bentuk fasad bangunan Museum Tsunami Aceh ini menganalogikan bentuk kapal di atas rumah, kapal tersebut merupakan salah satu fenomena yang terdampar di dekat pantai di daerah lampulo baru Kota Banda Aceh pada saat terjadi bencana tsunami pada 26 Desember 2004 dan saat ini kapal tersebut telah dijadikan sebagai museum wisata situs tsunami Aceh. Pada bangunan Museum Tsunami Aceh dipertinggi dengan kolom kolom dibawahnya. Selain dari bentuk museum yang seperti kapal, terdapat bagian bentuk yang menonjol, yaitu pada bagian yang terlihat seperti sumur silender. Bentuk tersebut membentuk suatu ruang yang didalamnya terdapat makna, pada bagian atas sumur tersebut terdapat sebuah lubang yang menyorotkan cahaya keatas langit dengan tulisan arab “Allah”. Ekspresi dari bentuk tersebut sangat mengandung nilai-nilai religi yang merupakan cerminan konsep hubungan manusia dan Allah.



Konsep Atap : Desain atap Museum Tsunami menganalogikan sebagai bukit penyelamatan sebagai antisipasi terhadap bahaya jika suatu saat terjadi Tsunami, yang juga merupakan taman terbuka publik yang dapat diakses dan dipergunakan setiap saat sebagai respon terhadap konteks urban.



Konsep Dinding : Dinding pada Museum Tsunami Aceh mengunakan konsep hubungan antar umat manusia. Hal tersebut diterapkan pada kulit bangunan eksterior. Ukiran kulit bangunan tersebut mengadopsi dari tari saman yang menurut sang arsiteknya melambangkan kekompakan dan kerjasama anta rmanusia Aceh.



Konsep Ruang Dalam : Hal yang dapatdipelajari : 1. 2. 3. 4.



Bangunan memiliki filosofi bentuk dari bentuk khas atau dari unsur-unsur lokal. Bangunan mampu bercerita kepadasetiap pengunjung. Setiap bentuk (baik atap, fasad, dll) yang ada pada bangunan memiliki arti. Bangunan mampu menjadi landmark kota tersebut.



5. Kesimpulan Kelebihan Museum ini memiliki kelebihan dalam hal segi keterjangkauan akses publik di pusat Kota Banda Aceh. Kemudahan akses jalan menuju lokasi wisata baik dengan jalan kaki melalui trotoar yang bagus ataupun menggunakan kendaraan pribadi/umum, merupakan faktor penting dalam perkembangan sebuah objek wisata. Bangunannya bergaya rumah panggung ini cukup unik karena apabila dipandang dari jarak jauh menyerupai kapal laut dengan cerobongnya. Tidak hanya memperlihatkan koleksi dan peninggalan-peninggalan dari peristiwa tsunami Aceh namun museum ini juga memperlihatkan kerja sama yang baik dengan Negara lain. Hal ini dibuktikan dengan diperlihatkan 54 bendera Negara Asing yang ikut membantu Aceh pasca tsunami. Dengan ini terselip nilai moral untuk para pengunjung. Selain itu juag Museum ini disertai dengan ruang penyelamatan /Escape Building yang bisa digunakan untuk dimasa yang akan datang. Kekurangan Dari observasi dan wawancara yang dilakukan banyak terlihat kerusakan pada koleksikoleksi yang ada. Kerusakan terjadi karena minimnya perawatan dan juga ulah tangan-tangan jahil para pengunjung. Contoh kerusakan seperti ada beberapa tombol pada koleksi yang tidak berfungsi. Kekurangan dari museum ini adalah persoalaan koleksi yang saat ini masih terus disempurnakan jumlahnya. Kemudian penataan pedagang kaki lima di ruang terbuka untuk publik yang kurang tertata, walaupun pedagang kaki lima adalah penjual souvenir untuk oleh-oleh bagi pengunjung selain ruangan khusus souvenir.