Tugas Pemodelan Lingkungan - Software Aermod & Surfer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PEMODELAN LINGKUNGAN “SOFTWARE PEMODELAN AERMOD DAN SURFER”



DISUSUN OLEH : 1. SITTI HARIYATI (13513032) 2. IKA BAYU KARTIKASARI (13513071)



JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2015/2016



BAB 1 : AERMOD 1.1 Sejarah Pengembangan Program Aermod AERMOD



dikembangkan



oleh



AERMIC (Amerika Meteorological



Society (AMS) / Amerika Serikat Environmental Protection Agency (EPA) Regulatory Model Peningkatan Komite), sebuah kelompok kerja kolaboratif ilmuwan dari AMS dan EPA. AERMIC awalnya dibentuk di 1991 dengan tujuan yang didesain untuk memperkenalkan PBL (Planetary Boundary Layer) kedalam konsep regulatory Dispersion Models. Dalam sebagian besar aplikasi kualitas udara salah satunya saling berkaitan dengan dispersi dalam PBL, lapisan udara turbulen diatas permukaan bumi yang dikendalikan oleh pemanasan permukaan dan gesekan dan stratifikasi atasnya. PBL biasanya berjarak kisaran dari beberapa ratus meter di kedalaman di malam hari sampai 1-2 km di siang hari. Perkembangan utama dalam memahami PBL dimulai pada tahun 1970-an melalui pemodelan numerik, observasi lapangan, dan simulasi laboratorium. (Wyngaar, 1988) Singkatnya, Untuk lapisan batas konvektif (CBL), simulasi numerik Deardorff mengungkapkan struktur vertikal CBL dan skala turbulensi penting. Pemahaman yang lebih banyak dalam dispersi diikuti dari percobaan laboratorium, simulasi numerik, dan observasi lapangan .Untuk lapisan batas stabil (SBL), kemajuan terjadi lebih lambat. Namun, teori/kerangka eksperimental suara untuk lapisan permukaan dispersi dan pendekatan untuk sumber elevasi muncul pada pertengahan 1980-an. Selama pertengahan 1980-an, para peneliti mulai menerapkan informasi ini untuk model dispersi sederhana untuk aplikasi. Ini terdiri dari teknik eddy-difusi untuk perilisanpermukaan, teori statistik dan skala PBL untuk estimasi parameter dispersi, fungsi kepadatan probabilitas baru (pdf) pendekatan untuk CBL, teknik sederhana untuk memperoleh variabel meteorologi (misalnya, fluks panas permukaan) yang diperlukan untuk turbulensi parameterizations, dll . Pada pertengahan tahun 1980, model dispersi terapan baru berbasis pada teknologi ini



telah dikembangkan termasuk PPSP (Weil dan Brower 1984), OML (Berkowicz et al. 1986), HPDM (Hanna dan Paine 1989), TUPOS (Turner et al. 1986) , CTDMPLUS (Perry et al 1989.) kemudian, ADM dikembangkan di Inggris (lihat Carruthers et al. (1992)) ditambahkan serta SCIPUFF (Sykes dkk. 1996). Anggota AERMIC terlibat dalam pengembangan tiga model ini - PPSP, CTDMPLUS dan HPDM.



AERMIC mengembangkan AERMOD dalam tujuh tahap:       



Formulasi model awal Evaluasi perkembangan Internal peer review dan pengujian beta Formulasi model revisi Evaluasi kinerja dan pengujian sensitivitas Peer review eksternal Diserahkan kepada EPA untuk dipertimbangkan sebagai model regulasi.



Pada tanggal 21 April 2000, EPA mengusulkan agar AERMOD diadopsi sebagai pemilihan model regulasi EPA untuk kedua medan sederhana dan kompleks. Pada tanggal 9 November 2005, AERMOD diadopsi oleh EPA dan diumumkan sebagai model regulasi yang mereka inginkan, secara efektif pada 9 Desember 2005. Seluruh proses perkembangan dan adopsi memakan waktu 14 tahun (1991-2005). 1.2 Fungsi Program AERMOD AERMOD berfungsi sebagai pengganti lengkap untuk ISC3. Namun, ini merupakan tujuan AERMIC untuk menyatukan kedua partikel kering dan basah serta desposisi gas begitu juga sumber atau dispelasi kepulan asap. Model AERMOD di sini berlaku untuk daerah pedesaan dan perkotaan, datar dan medan yang kompleks, permukaan dan berelevasi, dan berbagai sumber (termasuk, titik, wilayah dan sumber volume).



Sistem pemodelan AERMOD yang dikembangkan oleh US Environmental Protection Agency merupakan plume model mutakhir yang menggabungkan dispersi udara berbasiskan struktur turbulensi planetary boundary layer dan profil elevasi muka tanah. Data meteorologi yang diperlukan oleh AERMOD terdiri dari surface profile dan upper air data. Kedua data tersebut dapat diperoleh dari hasil keluaran model WRF baik sebagai data primer maupun data sekunder yang harus diturunkan dari data primer. Data yang diperoleh dari WRF harus diolah terlebih dahulu sebelum dapat digunakan oleh AERMOD. Solusi perangkat lunak yang dikembangkan dalam penelitian ini memungkinkan untuk mengotomasi proses pemodelan meteorologi, ekstrasi dan pemrosesan data dari WRF hingga menjadi input untuk AERMOD. AERMOD, melalui program AERMAP, dapat memproses data elevasi tanah dalam format Digital Elevation Model (DEM). 1.3 Langkah-Langkah Pemodelan AERMOD Berikut merupakan langkah-langkah tutorial dalam menjalankan program AERMOD untuk model dispersi : a. Contoh :  Sebuah pabrik di daerah pedesaan  cerobong dengan bangunan di antaranya  SO2 sebagai polutan dalam gas buang  Nilai diasumsikan untuk cerobong  Surface file, * .SFC  Profile file, * .PFL



b. Mendefinisikan parameter awal



c. Site Geometry



d. AERMOD Environment



e. Mengimpor peta dasar  Sebuah peta raster dengan file gambar (JPEG, TIFF, DXF, ...) harus  



diimpor Peta Basis → Impor ... Kemudian, luasan peta harus geo-referenced



f. Mengimpor Cerobong dan Bangunan  Luasan dari fondasi bangunan dan cerobong diimpor oleh file DXF. Impor → peta dasar ...



g. Mendefinisikan Bangunan



h. Menggambarkan Cerobong







Drawing Tools







Visualisasi 3D



i. Control Pathway  Pilihan dispersi







Polutan Jika jenis penggunaan lahan termasuk penggunaan industri, komersial dan perumahan account untuk 50% atau lebih dari area dalam radius 3 km dari sumber, situs diklasifikasikan sebagai perkotaan;jika tidak, itu digolongkan sebagai desa.







Pilihan Medan



j. Source Pathway  Source Summary







Building Downwash (Bangunan Downwash)



k. Receptor Pathway  Receptor Summary







Grid



l. Meteorology Pathway



1.4 Resume Jurnal Estimasi Pencemaran Udara Dari Transportasi Laut di Daerah Shore Line Selat Madura Dengan Menggunakan Data Automatic Identification System (AIS) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Polusi udara dan pemanasan global adalah masalah yang sering mendapat perhatian khusus belakangan ini. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu ratarata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas- gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O di lapisan trofosfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global. Emisi gas buang dari mesin kapal telah di ketahui dapat menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan. Nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan sulfur oksida (SO x) adalah beberapa macam polusi udara yang terdapat pada emisi gas buang dari kapal. Dampaknya bagi kesehatan manusia,substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar [8]. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru [5]. Dari paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), termasuk di antaranya, asma, bronchitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik. Dan bagi lingkungan dampaknya yaitu tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam [8]. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain mempengaruhi kualitas air permukaan, merusak tanaman, melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan, dan bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan [1]. % NOx CO CO2 VOC SOx PM Flag Of No. Registry Indonesia 53 69% 402,9 967,12 277,46 180,11 758,45 15,52 7 0 4 0 1 5 6,5% 105,8 196,27 54,579 27,331 158,59 3,172 Panama 7 9 2,6% 8,959 30,207 5,635 3,740 18,307 0,366 Antigua & 2 Barbuda 2 2,6% 32,67 22,900 13,843 3,773 31,000 0,620 Cambodia Liberia



2



2,6%



242,9



74,036



90,842



15,754 197,524



3,950



Marshall Island Netherland s Norway



2



2,6%



34,72



84,982



23,877



17,214 64,521



1,509



2



2,6%



16,46



57,082



9,522



6,165 34,595



0,729



2



2,6%



24,19



85,427



13,198



8,383 51,774



1,035



China



1



1,3%



16,99



56,222



11,247



7,569 34,074



0,681



Dominica



1



1,3%



6,539



21,161



4,579



3,126 12,825



0,256



Greece



1



1,3%



17,64



61,837



9,878



6,328 37,477



0,750



Iran



1



1,3%



4,830



17,965



2,156



1,267 10,888



0,218



Korea



1



1,3%



46,530



8,525



5,637 28,200



0,564



Vietnam



1



13,73 5 4,360



9,991



3,344



2,331



8,215



0,164



Total



7 6



1,32 % 100% 932,8



1731,7



528,68



288,73 1446,4



29,53



Selat Madura merupakan salah satu jalur pelayaran yang terpadat di Indonesia, tidak hanya pelayaran domestik tetapi juga internasional yang berpusat di Pelabuhan Tanjung Perak. Dengan bertambahnya transportasi laut yang terjadi di Selta Madura sudah barang tentu juga bertambahnya polutan udara disekitar daerah Selat Madura. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi konsentrasi serta sebaran emisi di udara yang di akibatkan oleh transportasi laut di Selat Madura. Penelitian ini menggunakan data Automatic Identification System atau AIS dan data Sistem Informasi Geografis. Dalam pencapaian tujuan dari penelitian ini, paper ini disajikan dalam beberapa bagian. Pertama, tinjauan pustaka, menunjukkan bagaimana data AIS dan SIG digunakan untuk perhitungan estimasi jumlah emisi, sebaran emisi tersebut, dan konsentrasi emisi dimasing-masing wilayah shore line sepanjang Selat Madura. Kedua, metodologi penelitian, menjelaskan bagaimana langkah-langkah penelitian ini dilakukan. Ketiga, investigas data AIS dalam menentukan trafik densitas terpadat di Selat Madura selama 1 tahun. Keempat, perhitungan jumlah emisi yang dikeluarkan oleh masing-masing kapal berdasarkan perhitungan yang dikembangkan oleh Carlo Trozzi dan Rita Vaccaro. Terakhir, permodelan sebaran emisi dengan menggunakan Gaussian Plume Model. Dalam penelitian ini permodelan sebaran emisi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak AERMOD View Ver.7.1 yang mana perangkat lunak ini menggunakan Gaussian plume model untuk permodelan sebaran emisinya. METODE Metode penelitian ini dimulai dari investigasi data AIS, seperti dijelaskan pada gambar 1, data AIS yang digunakan adalah data tahun 2010. Tahap selanjtnya, pencairan data tambahan yang diperlukan untuk estimasi perhitungan emisi bersamaan dengan pencarian data GIS yaitu peta Selat Madura. Data AIS diperoleh dari AIS receiver yang ada di Marine Reliability and Safety Labortory Teknik Sistem Perkapalan ITS. Data AIS ini yang akan diolah untuk menghitung estimasi jumlah emsisi yang dikeluarkan oleh kapal pada saat trafik densitas



terpadat. Setelah mendapatkan data tersebut, posisi kapal dbisa diketahui setelah diplot di AERMOD View Ver.7.1. Tahap berikutnya adalah, perhitungan estimasi emisi dengan menggunkan metodelogi perhitungan yang telah dikembagkan oleh Trozzi et al [22] [23].Setelah mengetahui jumlah emisinya, langkah berikutnya adalah memodelkan sebaran emisi berdasarkan permodelan Gaussian model [2] [9] [17]. Dalam hal ini, perangkat lunak yang digunakan untuk memodelkan sebaran emisi adalah AERMOD View Ver.7.1. Tahap selanjutnya adalah menganalisa hasil sebaran emisinya dan konsentrasi emisi tersebut. HASIL PENELITIAN Berikut ini hasil perhitungan estimasi emisi dan sebaran emisi dari data AIS, GIS, dan data sekunder lainnya dengan menggunakan metodologi dari Trozzi dan permodelan gaussian plume model : Tabel 10. Jumlah Emisi Untuk Masing-masing Kapal Berdasarkan Bendera



Flag Of Registry Indonesia



No.



%



NOx



CO



CO2



VOC



SOx



PM



53



69%



402,9



967,127



277,460



180,114



758,450



15,521



Panama



5



6,5%



105,8



196,277



54,579



27,331



158,599



3,172



Antigua & Barbuda



2



2,6%



8,959



30,207



5,635



3,740



18,307



0,366



Cambodia



2



2,6%



32,67



22,900



13,843



3,773



31,000



0,620



Liberia



2



2,6%



242,9



74,036



90,842



15,754



197,524



3,950



Marshall Island Netherlan ds Norway



2



2,6%



34,72



84,982



23,877



17,214



64,521



1,509



2



2,6%



16,46



57,082



9,522



6,165



34,595



0,729



2



2,6%



24,19



85,427



13,198



8,383



51,774



1,035



China



1



1,3%



16,99



56,222



11,247



7,569



34,074



0,681



Dominica



1



1,3%



6,539



21,161



4,579



3,126



12,825



0,256



Greece



1



1,3%



17,64



61,837



9,878



6,328



37,477



0,750



Iran



1



1,3%



4,830



17,965



2,156



1,267



10,888



0,218



Korea



1



1,3%



13,735



46,530



8,525



5,637



28,200



0,564



Vietnam



1



1,32%



4,360



9,991



3,344



2,331



8,215



0,164



Total



76



100%



932,8



1731,7



528,68



288,73



1446,4



29,53



Dari Tabel 10 diketahui bahwa jumlah total emisi untuk NOx sebesar 932 kg/jam, SOx sebesar 1446 kg/jam, CO 1731,7 kg/jam, CO2 adalah sebesar 528 kg/jam, dan PM sebesar 29,53 kg/jam. Dan dari Tabel 10 diketahui pula untuk



penyumbang emisi terbesar adalah kapal berbendera Indonesia untuk urutan pertama dengan jumlah NOx sebesar 402,9 kg/jam, SOx sebesar 758,45 kg/jam, CO sebesar 967,13 kg/jam, CO2 sebesar 277,46 kg/jam, dan PM sebesar 15,52 kg/jam. Lalu diikuti kapal berbendera Panama untuk urutan kedua dengan jumlah NOx sebesar 105,8 kg/jam, SOx sebesar 158,9 kg/jam, COsebesar 196,28 kg/jam, CO2 sebesar 54,58 kg/jam, dan PM sebesar 3,17 kg/jam. Dan urutan ketiga adalah kapal berbendera Antigua&Babuda, Norwegia, Kamboja, Liberia, Marshall Island, dan Belanda. Sedangkan untuk urutan terakhir adalah kapal berbendera China, Yunani, Korea, Vietnam, Iran, dan Republik Dominika. Sedangkan untuk sebaran emisi masing-masing polutan dengan bantuan perangkat lunak AERMOD View Ver.7.1 ditunjukkan oleh gambar 7, 8, 9, 10, dan 11 berikut ini :



Gambar 7. Sebaran dan Konsentrasi Emisi NOx



Gambar 8. Sebaran dan Konsentrasi Emisi SOx



Gambar 9. Sebaran dan Konsentrasi Emisi CO



Dari permodelan sebaran polutan udara yang telah dijalankan di AERMOD View Ver7.1 dapat dianalisa sebaran dan konsentrasi emisinya di sekitar Selat Madura. Dalam permodelan sebaran emisi dalam AERMOD View berjarak sekitar 30 km dari titik tengah koordinat sumber emisi. Dari hasil sebaran emisi dapat dilihat bahwa angin pada tanggal 22 Oktober 2010 pukul 17.00 – 18.00 mengarah ke barat laut dan tenggara. Itu terlihat pada model yaitu konsentrasi terbesar berada pada dua arah tersebut. Tabel 11 dibawah ini menunjukkan daerah shoreline sepanjang Selat Madura dan kandungan konsentrasi emisinya KESIMPULAN Setelah melaksanakan seluruh proses penelitian ini, dan dari hasil pengolahan data yang diperoleh, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penelitian untuk estimasi emisi dan sebaran konsentrasi emisi dari transportasi laut sangat memungkinkan dengan menggunakan data dari Automatic Identification System (AIS) dan Sistem Informasi Geografis. Akan tetapi AIS sendiri memiliki kelemahan yaitu kapal yang terdeteksi oleh AIS hanya kapal yang mempunyai GT diatas 300 sehingga kapal dengan GT dibawah 300 dan kapal yang tidak dilengkapi dengan AIS tidak dapat dianalisa. 2. Jumlah polutan emisi pada trafik densitas terpadat adalah : a. NOx : 932,8 kg / jam b. SOx : 1446,4 kg / jam c. CO : 1731,7 kg / jam



d. CO2 : 528,7 kg / jam e. PM :



29,5 kg/jam



3. Jumlah konsentrasi tertinggi polutan emisi pada trafik densitas terpadat berada di daerah sekitar pelabuhan Semen Gresik dengan konsentrasi emisi yaitu : a. NOx : 184,924 µ g / m3 b. SOx : 377,959 µ g / m3 c. CO : 479,086 µ g / m 3 d. CO2 : 133,365 µ g / m3 e. PM :



7,634 µ g / m3



4. Dari hasil penelitian ini, konsentrasi polutan NOx, SOx, dan CO tidak mempengaruhi kesehatan manusia kecuali polutan PM. Konsentrasi polutan dari penelitian ini dapat memberikan gejala berupa gangguan pernafasan di daerah dengan konsentrasi tertinggi.



BAB 2 : SURFER 2.1 Sejarah Pengembangan Program Surfer Surfer merupakan salah satu perangkat lunak produk Golden Software, Inc. untuk pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi yang didasarkan atas grid. Perangkat lunak ini berperan besar dalam pemetaan kawasan. Meskipun canggih, perangkat ini tidak banyak menuntut untuk sistem operasi maupun perangkat keras. Golden Software Inc. adalah sebuah perusahaan swasta, perusahaan Amerika yang berbasis di Golden, Colorado. Perusahaan ini mengembangkan dan memasarkan perangkat GIS dan perangkat lunak ilmiah. Didirikan pada tahun 1983, Golden Software adalah salah satu perusahaan perangkat lunak tertua di dunia, dan yang pertama kali memasarkan aplikasi tiga dimensi permukaan dan pemetaan kontur aplikasi untuk PC (komputer). Patrick Madison, seorang CSM ilmu komputer instruktur, dan Smith, salah seorang mahasiswa pascasarjana, mulai kemitraan pada tahun 1983 dengan pengembangan bahasa yang mengambil keuntungan dari resolusi penuh untuk printer dot-matrix. Program pertama mereka komersial, PlotCall, berubah petunjuk plotter menjadi petunjuk dot-matrix kompatibel dengan lebih dari 20 printer komersial. Hal ini membuat grafik komputer dan pemasaran dunia pemetaan ke arena yang lebih luas dari pengguna dengan printer komersial murah. Antara tahun 1985 dan 1986 perusahaan ini merilis dua aplikasi DOS: Surfer, program pemetaan permukaan dan kontur, dan Grapher, aplikasi spreadsheet-plotting. Pada tahun 1990 kemudian merilis program Windows pertama: MapViewer. lalu kemudian produk mereka berikutnya, yaitu Didger dirilis pada tahun 1996. Program terbaru mereka, Strater dan Voxler yang dirilis pada tahun 2004 dan 2006. 2.2 Fungsi Program Surfer Surfer merupakan salah satu perangkat lunak produk Golden Software, Inc. untuk pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi yang didasarkan atas grid. Perangkat lunak ini berperan besar dalam pemetaan kawasan. Meskipun



canggih, perangkat ini tidak banyak menuntut untuk sistem operasi maupun perangkat keras. Gambar 1. Hasil (output) Program Surfer 9 dengan Kontur 3 Dimensi.



Surfer dalam bahasan ini adalah perangkat lunak atau software Surfer 9.0 Full Crack yang memiliki banyak fungsi visualisasi, 3D contouring dan paket modeling permukaan yang berjalan di bawah Microsoft Windows. Surfer digunakan secara luas untuk pemodelan medan, visualisasi landscape, analisis permukaan, pemetaan kontur, pemetaan permukaan 3D, gridding, volumetrics, dan banyak lagi. Sebuah Software yang canggih interpolasi sebuah permodelan yang mengubah data XYZ ke publikasi-peta berkualitas. Surfer menyediakan metode yang lebih gridding dan kontrol yang lebih luas terutama parameter gridding, termasuk variograms yang bisa disesuaikan, support database dari paket perangkat lunak lain di pasar. Anda juga dapat menggunakan kotak file yang diperoleh dari yang lain, seperti file USGS DEM atau file jaringan ESRI. Menampilkan grid Anda sebagai peta kontur yang luar biasa, peta 3D, wireframe 3D, vektor, gambar, relief berbayang, dan peta pos. Tambahkan peta dasar dan gabungkan beberapa jenis peta untuk menciptakan tampilan yang se-informatif mungkin. Hampir semua aspek dari peta Anda dapat disesuaikan untuk menghasilkan persis presentasi yang Anda inginkan. Peta publikasi menghasilkan kualitas lebih cepat atau lebih mudah. Dengan kata lain Surfer merupakan software yang dikhususkan untuk analisa kontur dan 3D. Surfer dapat membuat kontur, relief, serta visualisasi 3D lainnya dengan metode input “excel like”. Membahas surfer generasi sebelumnya yaitu pada versi 8 ini, banyak fungsionalitas baru serta perbaikan. Penggunaan surfer sangatlah mudah, user



tinggal memasukkan data titik,yang terdiri dari 2 titik koordinat, yaitu x dan y, serta satu titik ketinggian yaitu z dalam suatu worksheet seperti di excel. setelah itu dilakukan proses gridding atau interpolasi titik tersebut dengan menggunakan algoritma pilihan di surfer meliputi inverse distance, krigging, minimum curvature, nearest neighbour, polynominal regression, radial basis function, shepard method, serta triangulation with linear interpolation. selain fungsi interpolasi untuk pembuatan data 3D, surfer juga dilengkapi dengan analisa overlay, selain itu terdapat pula fungsi annotation untuk melengkapi informasi peta serta advanced editing, untuk perbaikan data. Gambar 3. Tampilan Surfer 8



Pemetaan Kontur dan Pemodelan Spasial 3 Dimensi ini berbasiskan pada software Surfer. Surfer adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi dengan mendasarkan pada grid. Perangkat lunak ini melakukan plotting data tabular XYZ tak beraturan menjadi lembar titik-titik segi empat (grid) yang beraturan. Grid adalah serangkaian garis vertikal dan horisontal yang dalam surfer berbentuk segi empat dan digunakan sebagai dasar pembentuk kontur dan surface tiga dimensi. Surfer



tidak mensyaratkan perangkat keras ataupun sistem operasi yang tinggi. Oleh karena itu, surfer relatif mudah dalam aplikasinya. Surfer memberikan kemudahan dalam pemuatan berbagai macam peta kontur atau model spasial 3 Dimensi. Sangat membantu dalam analisis volumetrik, Cut And Fill, slope, dan lain-lain. Memungkinkan pembuatan peta 3 dimensi dari suatu data tabular yang disusun dengan menggunakan worksheet seperti excel dan lain-lain.Surfer membantu dalam analisis kelerengan, ataupun morfologi lahan dari suatu foto udara atau citra satelit yang telah memiliki datum ketinggian. Aplikasi lain yang sering menggunakan surfer adalah analisis spasial untuk mitigasi bencana alam yang berkaitan dengan faktor topografi dan morfologi lahan. Surfer dapat memberikan gambaran secara spasial letak potensi bencana. Kemudian Surfer adalah Contouring dan pemetaan permukaan 3D program yang berjalan di bawah Microsoft Windows. Dengan cepat dan mudah mengkonversi data anda ke kontur yang menonjol, 3D permukaan, 3D gambar rangka, vektor, gambar, naungan lega, dan pasca peta. Hampir semua aspek peta Anda dapat disesuaikan untuk menghasilkan presentasi persis yang Anda inginkan. Memproduksi kualitas publikasi peta tidak pernah lebih cepat atau lebih mudah. 2.3 Langkah-Langkah Pemodelan Menggunakan Surfer 1. Persiapkan data hasil ukuran yang sudah diproses ke dalam excel dan sesuai dalam aplikasi surfer untuk pengidentifikasian nilai X, Y dan Z. 2. Susun data koordinat sesuai gambar di bawah ini:



3. Buka Aplikasi Golden Surfer yang sudah terinstal di komputer dan akan muncul tapilan awal seperti gambar dibawah ini:



4. Pilih menu Grid --> Data dan kita diminta untuk membuka file excel yang sudah kita persiapkan. Pilih data excel di direktori penyimpanan kita kemudian pilih Open. Data akan diconvert ke dalam format ekstensi *.grd.



5. Pada tampilan gambar seperti di bawah ini, isilah X=Column A; Y=Column B; Z= Column C. Pada Gridding Method isilah Kriging atau yang lainnya, menyesuaikan metode penarikan garis kontur yang kita inginkan, kali ini pilihlah Kriging.



6. Close Tampilan Gridding Report dan tidak perlu disimpan. 7. Pilih menu Map --> Contour Map --> New Contour Map, kemudian pilih file yang telah kita buat dalam format ekstensi *.grd --> Open



8. Tampilan kontur akan muncul seperti gambar berikut:



9. Double Click pada bidang kontur untuk mendapatkan menu Contours Properties seperti gambar di bawah ini:



Pilih menu tab Level dan klik tulisan Level yang berada di sebelah kiri Line untuk mengatur interval kontur.



10. Pembuatan kontur kita sudah selesai, untuk mengeksport kontur pilih menu Map --> Export Contour. 11. Untuk mendapatkan tampilan 3D pilih menu Map --> New --> 3D Surface dan atau 3D Wireframe.



2.4 Resume Jurnal Assessment Erosion 3D Hazard with USLE and Surfer Tool: A Case Study of Sumani Watershed in West Sumatra Indonesia 1. Pendahuluan Erosi tanah di Indonesia adalah salah satu yang paling serius masalah degradasi lingkungan (Kusumandari dan Mitchell 1997). Hampir 80% dari hal ini disebabkan menurunnya dalam produktivitas lahan pertanian dan yang lainnya pendangkalan sistem irigasi dan hilangnya kapasitas waduk. Sumani DAS adalah daerah penghasil beras di Sumatera Barat menghadapi Danau Singkarak untuk (107,8 km2 , 364 m dpl) yang memasok listrik oleh pembangkit listrik tenaga air untuk Sumatera Barat dan Riau. Sumani DAS di berada di risiko serius di mana kesuburan tanah dan produktivitas tanaman menurun karena erosi tanah kondisi air karena curah hujan yang tinggi (2.201 mm y-1) (Farida et al. 2005). Evaluasi saat erosi sangat penting untuk perbaikan daerah terancam punah. Menentukan jenis pengukuran konservasi untuk diterapkan untuk tujuan memperkirakan dengan 3D distribusi erosi yang diperlukan untuk pengelolaan berkelanjutan dan konservasi pertanian daerah (Ahmet et al. 2007). Saat ini yang paling umum metode yang digunakan untuk memprediksi Tingkat erosi dari lahan pertanian adalah Universal Soil Loss Equation (USLE) dan Revised Universal soil Loss Equation (RUSLE) (Renard et al. 1994). 2. Metode Penelitian Daerah penelitian DAS Sumani, meliputi 58.330 ha dan terletak di kabupaten Solok Sumatra Barat. DAS Sumani dipilih karena merupakan DAS yang terkenal di Sumatra Barat dan memasok kebutuhan listrik disekitarnya. Namun kondisi yang sekarang karena pendangkalan yang disebabkan erosi, maka terjadi pemadaman listrik mendadak. Survey lapangan dan metode analitis Survei tanah dilakukan di 101 lokasi (42 lokasi dan tahun 2002, 39 lokasi di tahun 2007 dan 20 situs di 2011). Tanah dikumpulkan dari lokasi tersebut dikedalaman 0-20 cm dan 20 - 40 cm. Sampel tanah yang dikeringkan dan diayak dengan ukuran mesh 2 mm untuk fisika-kimia analisis. Organik karbon ditentukan dengan metode Metode Walkley dan Black, tekstur tanah ditentukan dengan



Metode pipette, permeabilitas tanah menggunakan metode De Boot dan sampel volumetrik menggunkan bulk density. Hasil analisis ini diintegrasikan ke dalam usulan agro-ekologi penggunaan lahan dan di modelkan dengan soil erosion 3D. Model pendekatan dan proses data Mapping and Erosion 3 Dimension (E3D) Pengolahan data keseluruhan menggunakan USLE, dilakukan di Surfer® 9 (software Golden 2010) berhubungan dengan meteorologi, survei tanah, peta topografi, dan petugas studi lain yang berlaku. Sumber data dikonversi ke dalam format grid, tiap grid mewakili ukuran 125 m dengan 125 m. Analisis Dampak Erosi Dalam USLE, kehilangan tanah rata-rata tahunan dinyatakan sebagai fungsi dari enam faktor erosi: E = R × K × L × S × C × P [1] DAS dibagi oleh 39.316 grid dengan ukuran 125 m × 125 m data dasar dialokasikan atau diperkirakan pada setiap kotak dengan cara membaca peta dan citra Landsat untuk penggunaan lahan jenis dan ketinggian atau metode kriging untuk aplikasi dan tanah properti. Curah hujan erosivitas Factor (R-faktor) R-faktor adalah faktor erosivitas curah hujan yang merupakan kemampuan potensi hujan menyebabkan erosi tanah. Untuk menghitung nilai bulanan dari Rfaktor digunakan: R = 6,19 (Rf) 1,21 (Rn) -0,47 (Rm) 0,53 [2] Di mana R adalah erosivitas bulanan, Rf total bulanan curah hujan, Rn adalah jumlah hari hujan per bulan, dan Rm adalah curah hujan maksimum selama 24 jam dibulan yang diamati. Tanah Erodibilitas Factor (K-Factor) K-faktor mewakili kerentanan tanah erosi dan tingkat limpasan yang diukur dalam kondisi alur standar. Nilai untuk K-faktor itu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Wischmeier dan Smith. 1978): 100K = 2,713 M 1.14 (10 -4) (12-a) 3,25 (b-2) 2,5 (c-3) [3] Kemiringan Panjang dan kecuraman Factor (LS-Factor)



Untuk perhitungan LS-faktor, yang USLE asli rumus untuk memperkirakan panjang lereng dan kemiringan kecuraman dapat digunakan (Wischmeier dan Smith 1978). Berikut rumus LS: LS = (L / 22,1) m (.. 65,41 sin2 X + 4,56 dosa X + 0,065) [4] LS = (L / 22,1) 0,7 (6,432 dosa (. X 0,79). cos (X)) [5] Dimana L adalah panjang lereng dalam, X adalah sudut kemiringan dalam derajat, m adalah eksponen yang bervariasi dengan gradien kemiringan seperti pada 0.2 5%. m adalah eksponen yang tergantung pada kecuraman lereng (0,5 untuk lereng> 5%, 0,4 untuk lereng 4% dan 0,3 untuk lereng