Tugas Pengantar Perjanjian Lama (Arnold Fina 21210029) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PENGANTAR PERJANJIAN LAMA LAPORAN BUKU ( APAKAH ALKITAB BENAR?)



NAMA



: ARNOLD FINA



KELAS



:A



NIM



: 21210029



FAKULTAS THEOLOGIA UNIVERSITAS KRISTEN ARTA WACANA KUPANG NTT



LAPORAN BUKU JUDUL BUKU



: APAKAH ALKITAB BENAR?



PENGARANG



: DAVID ROBERT ORD & ROBERT B. COOTE



PENERBIT



: PT. BPK GUNUNG MULIA



TAHUN TERBIT



: 2000



CETAKAN



: KETIGA



KOTA TERBIT



: JAKARTA



TEBAL BUKU



: xi, 150 halaman ; 21 cm



ISBN



: 979-415-913-



2



PENDAHULUAN Buku “Apakah Alkitab Benar: Memahami Kebenaran Alkitab pda Masa Kini” ditulis secara khusus untuk kaum awam. Buku ini memperkenalkan cara membaca dan memahami Alkitab yang selama ini dilakukan oleh para ahli Alkitab namun jarang diperkenalkan pada kaum awam. Secara garis besar buku ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian 1 berupaya menjawab pertanyaan bagaimana semestinya membaca Alkitab. Mempelajari Alkitab akan mengakibatkan pendekatan baru dalam hal memahami Alkitab dibandingkan dengan membacanya secara harfiah. Bagian 2 akan menjawab tentang asal muasal Alkitab yang berkaitan dengan penulis-penulisnya hingga bagaimana tulisan-tulisan itu dikumpulkan menjadi Alkitab yang kita kenal selama ini. Bagian 3 berupaya mencari cara pembacaan Alkitab yang bermakna bagi hidup kita sementara kita dihadapkan pada kehidupan gereja modern serta bagaimana Alkitab dapat membantu kita menghadapi persoalanpersoalan pelik di era teknologi ini. Tujuan pertama buku ini adalah memperkenalkan pembaca pada alat-alat yang dikembangkan oleh para ahli untuk dapat mengetahui maksud dari pengarang Alkitab. Memahami bagaimana penulis Alkitab berpikir akan mengarahkan pembaca pada penafsiran Alkitab yang tidak individualistik dan memampukan Firman Allah didengar dengan lebih jelas lagi. Tujuan kedua buku ini adalah menolong orang-orang Kristen ketika harus bersaksi akan Kristus di tengah masyarakat modern. Bagaimana membaca Alkitab akan mempengaruhi kehidupan rohani kita sehari-hari, misalnya tentang persoalan gay, aborsi, hubungan seksual pranikah, perceraian, teori evolusi dan lain-lain. Sebagian orang menganggap bahwa setiap peristiwa yang diceritakan di Alkitab terjadi persis seperti yang tertulis, dan kalau tidak demikian maka Alkitab tidak mengandung kebenaran apapun. Sedangkan pihak lain menganggap bahwa Alkitab tetap merupakan Firman Allah meskipun peristiwa di dalamnya tidak ditulis secara historis dengan akurat.



3



BAB 1 Sinterklas Yang Asli Harap Berdiri! Seorang anak tumbuh dengan keyakinan bahwa ketika Natal tiba, Sinterklas akan memberikan bermacam-macam hadiah untuk anak yang berkelakuan baik. Keyakinan ini dipercayai sampai akhirnya ia bisa berpikir bahwa hadiah-hadiah yang diterimanya itu bukan berasal dari Sinterklas namun berasal dari orang-orang terdekatnya baik itu orang tua maupun saudara-saudaranya. Meskipun ketika dewasa ia menyadari bahwa keyakinannya ketika ia masih kanak-kanak adalah tidak tepat, tetap saja ia mengenang masa-masa tersebut dengan sukacita. Demikian pula keyakinan yang diajarkan sejak kecil bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang diturun kamanusia sebagai pedoman cara hidup dan makna hidup. Alkitab dipandang memberikan jawaban secara langsung ataupun melalui prinsip-prisip dasar yang dapat diterapkan untuk mengatasi segala persoalan yang dihadapi manusia. Alkitab juga dipandang sebagai permadani rapi yang semua benangnya terjalin rapi. Perbedaan cara penyampaian Injil tentang peristiwa-peristiwa hidup Yesus dianggap sebagai perbedaan dari tiap penulis dalam merinci laporan mereka yang diibaratkan seperti dua orang yang naik bus yang sama dan mengisahkan apa yang mereka lihat melalui jendela yang berhadap-hadapan. Dalam studi mendalam tentang Alkitab, ketika dihadapkan pada perbedaan-perbedaan mencolok yang disampaikan Kitab Markus dan Yohanes tentang perjalanan Yesus saat Ia mengajar, teori “dua orang naik bus yang sama namun melihat dari jendela yang berhadap-hadapan” tidak dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan itu. Krisis iman yang ditimbulkan dari studi mendalam ini sungguh dahsyat sehingga muncul pertanyaan tentang kebenaran Alkitab.



4



BAB 2 Perbedaan-perbedaannya Memang Sungguh Nyata Jutaan pembaca Alkitab meyakini bahwa Kitab-kitab Injil saling melengkapi dan saling membenarkan satu dengan yang lainnya sehingga ketika semua Kitab Injil disatukan akan ditemukan kisah kehidupan Yesus yang lengkap. Pandangan ini tentu berbeda dengan pembaca yang yakin bahwa Alkitab terdiri dari bagian-bagian dan Kitab-kitab Injil mengungkapkan kisah yang berbeda sehingga tidak mungkin disatukan seolah-olah menuturkan cerita yang sama. Contoh pertama terjadi di awal karya Yesus sebagaimana diceritakan dalam Injil Markus dan Injil Yohanes. Dalam Injil Markus disebutkan bahwa segera setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes, Ia pergi ke padang gurun dan tinggal di sana selama 40 hari lamanya dan seorang diri berjuang melawan godaan-godaan Iblis. Karya pelayanan Yesus dan pemanggilan murid-murid pertama-Nya dilakukan setelah masa 40 hari tersebut. Injil Yohanes mengisahkan cerita yang sama sekali berbeda, dimana setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes, keesokan harinya Ia memanggil Andreas dan seorang murid Yohanes untuk menjadi murid-Nya yang dilanjutkan dengan Andreas memanggil Simon. Sehari setelah peristiwa tersebut, Yesus dan murid-murid-Nya hadir pada perkawinan di Kana dimana Ia melakukan mujizat yang pertama yaitu mengubah air menjadi anggur. Ketika Injil Yohanes mengisahkan Yesus memanggil murid-murid-Nya dan kemudian menghadiri perkawinan di Kana, Injil Markus menceritakan bahwa saat itu Ia sedang sendirian di padang gurun selama 40 hari. Perbedaan lain yang muncul berhubungan dengan waktu dimulainya pelayanan Yesus. Injil Markus 1:14 menyatakan bahwa Yesus datang ke Galile untuk mulai memberitakan Injil setelah Yohanes Pembaptis ditangkap. Di sana Yesus memanggil murid-murid-Nya yaitu Andreas, Simon, Yakobus, dan Yohanes. Sedangkan di Injil Yohanes 3:22-26 dinyatakan bahwa Yesus dan murid-murid-Nya melakukan pelayanan dan pembaptisan di Yudea bersamaan waktunya dengan Yohanes membaptis di Ainon, yang secara jelas menyatakan bahwa Yesus memulai pelayanan sebelum Yohanes ditangkap. Kisah lain yang berbeda adalah kisah kemarahan Yesus di Bait Allah yang diceritakan Injil Yohanes terjadi pada awal pelayanan Yesus namun Injil Markus menuliskan bahwa peristiwa tersebut terjadi seminggu sebelum Hari Raya Paskah, beberapa hari sebelum penyaliban-Nya. Injil Markus juga mengisahkan bahwa Yesus hanya satu kali saja ke Yerusalem yaitu saat Hari Raya Paskah pada bagian akhir dalam kisah hidup-Nya. Sedangkan Injil Yohanes menyatakan bahwa Yesus mengunjungi Yerusalem untuk merayakan Hari Raya Paskah sebanyak tiga kali. Selain itu ada banyak lagi kisah lain yang sama sekali berbeda antara Injil Markus dan Injil Yohanes. Banyak yang menganggap bahwa perbedaan-perbedaan ini disebabkan karena orang yang menuliskan Injil mengingat hal yang berbeda dari peristiwa yang sama. Namun alasan ini tdak dapat menjawab perbedaan-perbedaan itu karena yang berbeda bukan hanya aspek-aspek dari peristiwa saja yang berbeda namun peristiwa-peristiwa yang terjadi juga sama sekali berbeda. Apabila kisah-kisah yang tertulis dalam Injil ini dipetakan secara rinci berdasarkan kronologi waktu dan tempat terjadinya suatu peristiwa, kita 5



tidak akan mendapati dua cerita tentang satu perjalanan yang sama namun dua perjalanan yang ditempuh ke arah yang berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kitab-kitab Injil bukanlah suatu cerita faktual tentang jalan hidup Yesus. Jawaban balasan tentang kesaksian yang berlawanan antar Kitab Injil ini adalah bahwa kitab-kitab itu ditulis beberapa tahun setelah peristiwanya berlangsung dengan cara mengumpulkan cerita-cerita tentang Yesus dalam ingatan mereka dan dari penuturan orang lain kemudian menjalin semuanya sebaik mungkin. Ada pula yang menyatakan ketidaktahuan Yohanes tentang peristiwa 40 hari di padang gurun maupun kelupaannya tentang waktu terjadinya peristiwa Yesus memporakporandakan Bait Allah. Namun jawaban yang demikian kemudian mematahkan prinsip bahwa Alkitab diilhamkan Allah dan tidak mungkin salah. Perbedaan-perbedaan yang muncul ini mulai memunculkan pertanyaan arti bahwa Kitab-kitab Injil diilhamkan Roh Allah.



6



BAB 3 Mencari Arak-arakan di Hari Natal Meskipun Kitab-kitab Injil berbeda satu dengan yang lainnya tetapi masingmasing kitab itu tersusun secara utuh dan memuat berita yang konsisten. Adanya harmoni intern dari setiap Kitab Injil ini menyatakan bahwa ia bukanlah kumpulan ingatan yang disusun secara asal-asalan, melainkan suatu narasi yang disusun dengan suatu maksud tertentu. Tujuan setiap Kitab Injil tidak terletak pada biografi atau sejarah kehidupan Yesus melainkan berusaha menghadirkan suatu segi yang unik dari Kristus. Kenyataan historis tentang kisah kelahiran, hidup, kematian, dan kebangkitan-Nya bukan merupakan hal pokok yang ingin disampaikan oleh penulis melainkan suatu kebenaran yang melampaui sejarah. Untuk mengerti maksud dari penulis setiap Kitab Injil kita harus memasuki dunia yang diciptakan oleh masing-masing penulis dan menemukan pesan yang dibawa. Hal yang pertama digali adalah tentang Natal, yaitu kisah kelahiran Yesus yang tidak dicatat oleh Injil Markus dan Injil Yohanes namun diceritakan dalam Ijil Matius dan Injil Lukas dengan cerita yang berbeda. Injil Matius tidak menceritakan tentang pendaftaran jiwa, kawanan ternak, palungan, malaikat, maupun gembala tetapi menekankan bahwa keluarga Yusuf dan Maria tinggal di kota Betlehem yang disebut sebagai Kota Daud dan bahwa mereka adalah keturunan Daud. Cerita berlanjut dengan kisah orang-orang Majus dari Timur (Persia atau Babilonia) yang melihat bintang besar kemudian mengikutinya dan mengunjungi Yesus serta memberinya hadiah. Herodes yang mendengar hal ini menjadi takut dan memerintahkan pembantaian bayi laki-laki yang berumur di bawah 2 tahun. Yusuf yang ketakutan akan bahaya ini melarikan diri bersama keluarganya ke Mesir dan baru kembali ke Palestina untuk tinggal di Nazaret setelah kematian Herodes. Injil Lukas tidak menceritakan tentang rumah di Betlehem, bintang besar, orang majus, Herodes, maupun penyingkiran ke Mesir. Dalam Injil Lukas yang mengurutkan silsilah Yesus secara berbeda dengan Injil Matius, keluargaYusuf diceritakan tinggal di Nazaret dan harus pergi ke Betlehem untuk mendaftarkan diri sesuai perintah kaisar. Di Injil Lukas diceritakan pula tentang Yusuf dan Maria yang tidak mendapatkan penginapan, nyanyian bala tentara malaikat, tentang gembala yang menjenguk Yesus di palungan, serta kembalinya keluarga Yusuf ke Nazaret 40 hari setelah kelahiran Yesus. Dapat dipahami bahwa kedua Injil ini memang bukan ditulis sebagai suatu kesatuan Perjanjian Baru yang saling melengkapi dan menyempurnakan namun ditulis untuk dibaca sebagai kitab yang terpisah dengan pembaca yang berbeda dan cerita yang berbeda pula untuk menggambarkan makna Kristus bagi orang-orang yang memiliki perhatian dan kepentingan yang berbeda-beda pula. Kitab-kitab Injil bukanlah catatan biografi maupun sejarah Yesus melainkan dokumen-dokumen teologis, bukan pula riwayat atau rekaman peristiwa melainkan pengakuan iman yang bertujuan mengungkapkan bahwa Yesus itu Kristus dan makna kehidupan-Nya bagi kita semua. Injil semestinya dibaca sebagai suatu cerita yang memiliki pesan khusus bagi pembaca tertentu. Yang akan dipakai sebagai contoh adalah Injil Matius yang ditulis sekitar tahun 80-85 M dan ditujukan khusus untuk orang Yudea yang berada di Antiokhia, Syria. Setelah keruntuhan negara Yudea pada tahun 70 M akibat serangan Kekaisaran Romawi, 7



para pemimpin Yudea, termasuk para pengikutYesus, berupaya membangun kembali identitas kaum Yudea. Injil Matius ini ditulis untuk menjawab masalah yang muncul pada orang-orang Yudea yang didesak untuk memisahkan diri dari sesama Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa asing dan menjadi bagian komunitas Yahudi yang eksklusif. Bagi penulis Injil Matius, yang utama ialah agar orang Kristen Yudea menemukan Allah di dalam gereja yang terdiri dari orang Yudea dan bangsa-bangsa asing dan bukan memisahkan diri untuk bergabung kepada komunitas Yahudi yang eksklusif itu.



8



BAB 4 Membersihkan Debu Alkitab Banyak orang percaya yang menuntut adanya iman yang sederhana tanpa menanyakan perbedaan yang muncul dalam Kitab-kitab Injil. Hal ini tentu bertentangan dengan isi Alkitab yang menyarankan kita menggalinya dengan kesungguhan tanpa mengabaikan kebenaran yang terkandung di dalam setiap kitabnya. Tentu saja hal ini tidak mudah dilakukan apabila kita menggunakan kacamata kebudayaan abad ke-20 padahal Injil ditulis untuk pembaca pada abad pertama. Oleh karena itu kita perlu membersihkan debu tebal yang mengaburkan makna sesungguhnya dari Alkitab, yaitu tradisi dan pemikiran cemerlang yang kita peroleh dari orang-orang Kristen sebelum kita. Tradisi gerejawi yang berbeda-beda antar umat Kristiani dianggap oleh masingmasing kelompok bersumber dari gagasan-gagasan di dalam Alkitab. Bisa dilihat bagaimana Gereja Advent Hari ke Tujuh menganggap dirinya berdosa apabila melakukan pekerjaan setelah matahari terbenam pada hari Jumat, Gereja Baptis menganggap dirinya berdosa apabila meminum segelas anggur, dan tradisi-tradisi lainnya. Semua orang memang amat dipengaruhi oleh warisan kepercayaan yang juga seringkali mewarnai ayat-ayat Alkitab tanpa kita menyadarinya. Halangan kedua dalam mengartikan Alkitab adalah keadaan pembacanya antara lain jenis kelamin, ras, posisi sosial, tingkat ekonomi, umur dan lain sebagainya yang mempengaruhi cara kita menafsirkan Alkitab. Sebagai contoh adalah bagaimana Injil Lukas menyampaikan “Berbahagialah orang yang miskin”, diartikan secara berbeda oleh para pembacanya. Orang-orang yang berkecukupan melihatnya sebagai kiasan sedangkan orang yang benar-benar miskin memaknainya secara harfiah. Oleh karenanya Injil Matius mengubahnya menjadi “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah”, karena sasaran pembacanya adalah orang-orang yang cukup berada sehingga kata miskin tidak cocok lagi digunakan. Agar kita dapat membaca Alkitab dengan benar dan jernih, kita perlu membebaskan pikiran kita dari tradisi yang membelenggu kita dan kemudian membuka diri terhadap pemikiran dan tradisi yang berbeda dari yang selama ini kita yakini. Halangan ketiga terletak pada pemahaman bahwa peradaban dimana pembaca sekarang berada, sangat berbeda dengan peradaban dan tradisi sewaktu Kitab-kitab Injil ditulis. Dari perbedaan peradaban ini, sangat memungkinkan maksud dari penulis juga berbeda dari yang selama ini kita pikirkan. Karena itu, kita harus terus menelaah kesimpulan kita tentang pemahaman Alkitab dan terus mengujinya tanpa merasa bahwa itulah yang paling jelas dan paling konkret.



9



BAB 5 Tetapi, Benarkah Itu? Telah disampaikan bahwa para pengarang Alkitab tidak selalu mencatat dengan benar peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Sebagian besar orang menganggap sesuatu tidak benar apabila tidak sungguh-sungguh terjadi, menyamakan kebenaran dengan kenyataan. Penulisan Alkitab yang tidak selalu menggambarkan apa yang sungguh terjadi dianggap sebagian orang sebagai cerita yang tidak benar. Banyak cerita fiksi yang tokohnya bisa dirasakan lebih nyata dari tokoh yang benar-benar ada. Kita bisa melihat bagaimana novel detektif Agatha Christie, kisah Hamlet dan Macbeth, serta Oedipus complex masih terus diperbincangkan sampai sekarang. Yesus juga sering menggunakan perumpamaan dimana tokoh-tokohnya adalah fiksi namun mengajarkan kebenaran yang begitu penting dalam hidup kita. Dari kisah-kisah tersebut kita bisa mengerti bahwa sesuatu dapat benar tanpa sungguh terjadi, dan ini adalah suatu langkah tepat untuk memahami isi Alkitab. John Dominic Crossan dari Universitas DePaul menyatakan bahwa kisah nabi Yunus adalah kisah fiksi yang menceritakan bagaimana seorang nabi yang melawan Tuhan dan bangsa kafir justru mendengarkan teguran Tuhan, berbeda dengan pandangan umum bahwa nabi adalah orang yang mendengarkan Tuhan dan orang kafir adalah orang yang melawan Tuhan. Crossan menyimpulkan bahwa cerita yang berbentuk perumpamaan ini mengingatkan akan keterbatasan kita dan menyadarkan kita bahwa Tuhan tidak tinggal diam di dalam kotak yang kita ciptakan untuk-Nya.



10



BAB 6 Pelajaran dari Seekor Babi Allah tidak hidup dalam ruang dan waktu yang diciptakan manusia karena Allah bukanlah bagian dari dunia ini. Allah Yang Tak Terbatas mengatasi dan berkuasa atas milyaran galaksi yang ada di dunia ini dan tidak dapat dijangkau oleh pikiran dan bahasa manusia yang terbatas. Untuk dapat memahami Allah, manusia menggunakan metafora dan ungkapan-ungkapan manusia sehingga ketika kita berada di batas bahasa manusia, kita dapat berjumpa dengan Allah. Dalam cerita anak-anak berjudul Charlotte’s Web karya E.B. White dikisahkan tentang seekor babi bernama Wilbur yang kesepian mengajak anak domba untuk bermain dengannya, namun dijawab oleh si anak domba, “Saya tidak mau bermain dengan kamu. Sebab, babi bagiku bukan hanya tidak ada artinya, tetapi masih di bawah yang tidak berarti.” Si babi Wilbur tidak dapat mengerti apa yang dikatakan oleh anak domba itu karena dia memaknainya secara harfiah padahal sesungguhnya bahasa dapat dibagi menjadi dua, yaitu bahasa steno dan bahasa bersayap. Bahasa steno yang dipakai para ilmuwan menyatakan kenyataan, objek pengetahuan dan batasan-batasan sehingga tidak perlu ditafsirkan karena maknanya hanya satu. Sedangkan bahasa bersayap yang biasa digunakan para seniman menghadirkan katakata yang sedemikian rupa untuk menghadirkan ketegangan seperti di dalam puisi, metafora, dan simbol. Bahasa bersayap dapat menyingkapkan makna yang tidak dapat diungkapkan oleh bahasa steno yang hanya memiliki makna tertentu dan terbatas. Bahasa ini tentu saja asing bagi Wilbur, sang babi itu. Contoh bahasa bersayap adalah bahasa puisi yang bisa saja ditulis untuk mengungkapkan sebuah peristiwa namun bisa dimaknai secara beragam dalam berbagai tingkatan, seperti mengupas bawang dimana kita akan mendapatkan makna yang baru saat kita masuk lebih dalam lagi. Memperlakukan bahasa bersayap sebagai bahasa steno berarti memandulkan bahasa itu dan akan menyebabkan kegagalan untuk memahami apa yang ingin diungkapkan. Kita akan kehilangan kesegaran ilham dan pandangan dari penulisnya yang ia terima dari Sang Pencipta sebab kita memaknai tulisannya secara harfiah.Sebagian besar sastra Alkitab mengandung banyak lapisan makna yang tersaji ringkas dalam narasi atau cerita ber sayap karena sesungguhnya sebagian besar dari Alkitab adalah puisi. Seperti gunung es, kata-kata dalam Alkitab hanyalah apa yang nampak di permukaan padahal makna sesungguhnya adalah apa yang ada di bawahnya. Di situlah kita akan menemukan makna terdalam dan tujuan kata-kata yang terlihat di permukaan itu. Kita akan menjadi seperti Wilbur kalau kita gagal memahami bagaimana pengarang Alkitab memanfaatkan dan memakai bahasanya.



11



BAB 7 Bagaimana Cara Membaca Sebuah Injil Cerita-cerita dan puisi dalam Alkitab membwa kita untuk dapat berjumpa dengan Allah yang transenden. Perjumpaan dengan Allah ini diberitakan melalui kehidupan Yesus yang digambarkan dalam Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Dalam dunia cerita para penulis Injil, dunia lama yang penuh kekacauan dihancurkan melalui salib Kristus dan dunia baru dimunculkan dengan kebangkita Yesus. Injil-injil ini adalah proklamasi dari para penulis yang mengundang setiap pribadi untuk diubah oleh dunia baru yang diciptakan oleh Allah itu. Begitu juga pengertian lama kita tentang Alkitab akan digomcangkan dan kemudian dibangun kembali dengan pandangan baru mengenai Alkitab. Hal yang penting bukanlah tentang ketepatan catatan sejarah yang ada di Alkitab, namun bagaimanana kita dapat berjumpa dengan Allah yang transenden melalui ceritacerita Alkitab. Untuk menguak makna cerita Injil dengan bahasa bersayapnya, akan diambil sebuah contoh kisah dari Injil Yohanes yaitu peristiwa pernikahan di Kana. Dalam kisah ini Yesus melakukan mujizat mengubah air menjadi anggur, dan di akhir Injil Yohanes, Ia mengatakan bahwa orang yang percaya kepada-Nya dapat melakukan hal yang sama seperti yang telah Ia lakukan bahkan lebih hebat lagi. Seperti yang kita tahu, sampai sekarang tidak ada orang yang dapat mengubah sat unsur menjadi unsur lain, apalagi yang lebih hebat dari itu. Memaknai kisah ini secara harfiah akan sama seperti seseorang yang pergi dari New York ke Chicago, melihat tanda penunjuk “Chicago, delapan puluh mil” dan menganggap tempat dimana tanda itu berada sebagai kota Chicago. Jika kita menganggap kisah ini sebagai tanda, kita akan dapat mencari makna tersembunyi yang berbeda dengan makna harfiah yang dipahami oleh banyak orang. Pada awal kisah ini disebutkan “Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea” (Yoh. 2:1). Dalam catatan Alkitab, hari ketiga selalu dikaitkan dengan kebangkitan, sebagaimana bisa kita dapati dalam Yohanes 4:43-54, Hosea 6:2, maupun 1 Korintus 15:3-4. Jadi angka 3 ini menjadi simbol akan suatu awal yang baru untuk menunjukkan penebusan, penyelamatan, pembebasan, pemulihan, kebangkitan. Dalam pesta pernikahan itu ketika ibu Yesus mengatakan bahwa tamu-tamu telah kehabisan anggur, Yesus menjawab “Saat-Ku belum tiba”. Dalam Injil Yohanes, ketika Yesus mengatakan waktu-Nya, Ia selalu menunjuk suatu masa di masa depan dan hanya pada Yohanes 12:20-23 saja Ia mulai mengatakan bahwa waktu-Nya telah tiba. Jadi bisa dikatakan bahwa habisnya anggur di pesta tersebut berkaitan dengan peristiwa kematian Yesus. Pada pesta di Kana, yang menyebabkan Yesus mengatakan “Saat-Ku belum tiba” adalah karena ibu-Nya mengatakan bahwa anggur telah habis. Ketika anggur habis, yang tertinggal hanyalah endapan anggur asam yang Ia minum ketika kematian-Nya di kayu salib. Pada saat kematian-Nya, Ia secara simbolik meminum endapan dari anggur yang sudah habis di pesta Kana itu. Endapan anggur tua ini dilambangkan oleh penulis sebagai Israel lama yang telah rusak dengan sedemikian buruknya dan diakhiri pula dengan penyaliban seorang yang menunujukkan kemanusiaan yang sejati. Ketika di pesta itu 12



Yesus menciptakan anggur baru dari enam tempayan yang biasanya dipakai orang Yudea untuk ritus pembersihan diri. Yesus menjadi tanda yang mengikat kita akan suatu sukacita anggur yang baru yang membuat orang-orang tidak terkungkung dalam peraturan keagamaan yang lama. Pesta perkawinan di kana juga melambangkan gereja yang digambarkan sebagai Pengantin dari Anak Domba. Pada Perjamuan Kawin Anak Domba, kemanusiaan dan ketuhanan bersatu sehingga manusia tidak lagi menganggap Tuhan sebagai tuan yang kejam yang siap menghukumnya, tetapi sebagai suami yang mencintai dan mengasihinya. Tuhan ingin berkarya melalui kita untuk mendatangkan suatu masa penuh sukacita dan kemakmuran bagi dunia. Saat Yesus berkata bahwa saatNya belum tiba namun tetap melakukan mujizat, Ia bertindak seolah-olah saat-Nya telah tiba. Begitu juga dengan kehidupan kita dimana kelihatannya tidak ada lagi harapan dan banyak tekanan, ketika kita merasakan kuasa ilahi yang menyatu dengan kita, kita akan dapat menelan endapan anggur yang masam itu. Kita memiliki kuasa untuk mengubah air menjadi anggur, menciptakan kemungkinan baru meskipun kelihatannya tidak ada harapan lagi, menghadirkan alasan untuk bersukacita meskipun berada di tengah kesulitan sekalipun. Dengan memehami kisah ini sebagai metafora, kita akan terdorong untuk bertanya apakah gereja telah menjadi persekutuan orang-orang yang dibangkitkan yang memberikan sukacita dan memiliki kesatuan dengan Allah. Ataukah justru gereja menuntut kepatuhan dan ketergantungan pada Allah bukannnya mengajak dekat pada Allah dan menjadi kawan sekerja-Nya? Dengan memaknai bahasa bersayap ini, tentu pesan yang dibawa akan menantang gereja di sepanjang abad dan lebih penting dari sekedar melaporkan biografi kehidupan Yesus secara rinci.



13



BAB 8 Apakah Alkitab Seperti Kain yang Tak Berkelim? Banyak perbedaan yang terdapat dalam Kitab-kitab Injil disebabkan karena pengarang memang tidak mengurutkan peristiwa kehiduan Yesus sebagai catatan sejarah atau data ilmiah melainkan untuk menyampaikan pesan kepada para pembaca yang berada di kelompoknya. Bahkan jika dilihat pada Kitab-kitab Perjanjian Lama, perbedaan bukan hanya terjadi antar-kitab namun bisa terjadi dalam satu kitab yang sama. Jawaban akan misteri ini akan membuat kita melihat suatu rekonstruksi terjadinya Alkitab. Sebagai contoh adalah kisah Daud dan Goliat yang muncul dalam Kitab 1 Samuel. Pada pasal 17, Daud diceritakan pergi ke medan perang antara bangsa Israel dan Filistin untuk membawakan bekal bagi saudara-saudaranya. Daud mengatakan bahwa ia bisa mengalahkan Goliat dan perkataanya ini sampai ke telinga Saul. Inilah pertemuan pertama antara Daud dan Saul, karena di kisah itu Saul tidak mengenal Daud. Setelah Daud mengalahkan raksasa itu, ia diangkat menjadi pembawa persenjataan raja dan pemusik pribadinya. Sedangkan pada pasal 16, dikisahkan bahwa Saul mencari seorang pemain kecapi untk menenangkan hatinya ketika ia diganggu roh jahat. Sejak saat itu Daud tinggal di istana Saul dan menjadi rang kepercayaan Saul. Dua cerita ini tentu saja bertolak belakang dan berlainan. Banyak dari orang Kristen yang tumbuh dan percaya bahwa Alkitab adalah satu kitab utuh seperti sebuah pakaian yang tak berkelim yang ditulis sesuai pengilhaman Allah. Namun jika kita melihat kisah di atas, terjadi dua catatan yang bertolak belakang pada satu kitab yang sama. Dari contoh ini kita bisa menyimpulkan bahwa cerita ini adalah dua kisah yang berbeda, ditulis oleh orang yang berbeda, dan dipadukan satu dengan yang lainnya menjadi sebuah kitab oleh penyuntingnya.



14



BAB 9 Menghubungkan Potongan-potongan Gambar menjadi Satu Lukisan Proses penulisan, penulisan ulang, dan penyuntingan pada Alkitab telah terjadi ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Melalui analisa yang hati-hati terhadap Alkitab, kita bisa melihat bagaimana tulisan-tulisan itu berkembang melalui abad-abad perjalanannya. Sebagai contoh lain tentang catatan yang berbeda tentang peristiwa yang sama, bisa kita lihat pada Kejadian pasal 1 dan pasal 2. Kejadian pasal 1 dimulai dengan dunia yang diselubungi air, sebagaimana kepercayaan yang berkembang di sekitar Timur Tengah bahwa dunia ini dipenuhi air. Pada proses penciptaan ini Allah menciptakan terang, cakrawala, daratan serta lautan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda penerang di langit, segala macam binatang, kemudian menciptakan manusia, dan istirahat pada hari Sabat. Pada Kejadian pasal 2, diawali dengan kalimat bahwa ketika Tuhan Allah menciptakan bumi dan langit, belum ada tumbuh-tumbuhan dan semak apapun di bumi, Tuhan membentuk manusia dari debu tanah, baru kemudian menumbuhkan tumbuhtumbuhan dan menciptakan segala jenis binatang dari tanah. Suasana penciptaan pada kisah kedua ini diawali dengan tanah kering tanpa air, sama sekali berbeda dengan Kejadian pasal 1 yang menyebutkan dunia yang penuh dengan air. Perbedaan juga muncul ketika pada Kejadian 1 laki-laki dan perempuan diciptakan secara bersamaan sedangkan pada pasal 2 perempuan diciptakan lama setelah laki-laki diciptakan. Dari kedua pasal ini bisa disimpulkan bahwa kedua kisah ini adalah kisah yang berbeda yang dipadukan untuk memulai Kitab Kejadian. Dengan mengetahui adanya dua kisah penciptaan yang berbeda, kita harus sadar bahwa penulis Kitab Kejadian tidak memaksudkan kitabnya sebagai catatan sejarah yang sebenarnya mengenai bagaimana dunia dan alam semesta terbentuk. Dunia yang dimaksud oleh penulis bukanlah dunia material tentang apa yang objektif, karena pengarang kisah penciptaan sama sekali tidak memiliki peralatan ilmu pengetahuan modern untuk menyelidiki peristiwa penciptaan kreatif itu. Bagaimana bumi tercipta juga bukan menjadi perhatian utama dari penulis kitab ini, melainkan bagaimana dunia subyektif kita sebagai manusia dibangun. Dengan pemahaman ini kita dapat menempatkan dua kisah penciptaan sebagai dua cara orang di Timur Tengah memahami hidupnya dalam dua masa yang berbeda, berkenaan dengan dunia subyektif mereka masing-masing. Musa dikenal luas sebagai pengarang dari kelima Kitab Torah yang berisi kisah penciptaan, air bah, kisah para bapa leluhur, keluarnya bangsa Israel dari Mesir, serta hukum-hukum yang berlaku bagi orang Israel. Namun setelah kita mengetahui bahwa dua ksisah penciptaan ditulis oleh dua pengarang yang berbeda dan berisi makna hidup manusia di Timur Tengah dan bukan soal asal-usul terjadinya bumi, soal kepengarangan Alkitab menjadi pertanyaan yang berkelanjutan. Bagaimana dan mengapa catatan Alkitab ditulis orang, bagaimana Alkitab dirangkai menjadi satu, akan menjadi pokok pembahasan berikutnya. Proses bagaimana kelima buku Perjanjian Lama dikarangsebagai sutu karya sastra kuno akan menjadi satu titik penting untuk memahami kisah pertama Alkitab tersebut.



15



BAB 10 Bagaimana Proses Penulisan Alkitab? Pada masa kuno di daerah Palestina, hanya sedikit saja orang yang dapat menulis dan hanya dipakai untuk pencatatan jumlah pajak dan penentuan hak milik yang kemudian berkembang untuk menuliskan tradisi-tradisi lisan ke dalam tulisan untuk kepentingan dan ambisi politik penguasa. Tulisan paling awal Alkitab muncul pada masa ini dari kalangan istana, bukan dari tengah-tengah rakyat kecil. Tulisan-tulisan yang menjadi dokumen awal sejarah terbentuknya Israel dipercaya ditulis pada jaman kekuasaan Daud sekitar tahun 960 SM untuk membentuk identitas Palestina ke dalam suatu kekuasaan yang mandiri terlepas dari kekuasaan Firaun. Bagian mendasar dari piagam berdirinya Israel kuno memuat tentang kedua kisah penciptaan, Kain dan Habel, Nuh dan air bah, menara Babel, sebagian besar kisah Abram, Ishak, Yakub, Yusuf, kisah keluaran, dan bermuara pada kisah keledai Bileam yang berbicara. Tidak semua cerita kisah yang tertulis di sana dimasukkan ke dalam Alkitab kita dan ada sebagian yang ditambahkan kemudian, seperti kisah Abram di tanah Mesir dan di tanah Negeb. Kemiripan pada penambahan kisah-kisah ini menggiring pada usulan para ahli tentang Teori Sumber, bahwa Torah berasal dari dokumen-dokumen yang berbeda yang melewati 4 tahap besar dan berlangsung selama kurang lebih 400 tahun. Tahap-tahap ini dinamai tahap Y, E, D, dan P. Kisah asli dari Kitab Torah diyakini sebagai sumber Y (Yahweh) ditulis oleh para pegawai istana yang bekerja di kerajaan Daud. Kisah-kisah yang muncul berdasarkan tradisi yang ada di masyarakat saat itu, menceritakan kisah para bapa leluhur yang berlatar belakang sebagai penggembala, meskipun latar belakang masyarakat yang saat itu ada adalah petani. Nama-nama tokoh diambil dari nama-nama tuan-tuan tanah yang ada saat itu, dengan harapan para tuan itu bersikap seperti dalam cerita para bapa leluhur. Melalui kisah-kisah ini, Daud ingin menggambarkan Israel sebagai tanah perjanjian yang dijajikan Allah untuk umat pilihan-Nya. Kisah Keluaran yang menceritakan bagaimana orang-orang Israel lepas dari cengkeraman bangsa Mesir, dipakai sebagai gambaran perjalanan hidup para leluhur Israel kuno meskipun sebagian besar penduduk Palestina saat itu tidak pernah ke Mesir, karena mereka adalah petani yang hidupnya menetap di daerah itu. Mereka memasukkan dirinya ke dalam kisah tersebut karena di bawah kekuasaan Daud, cengkeraman Mesir tidak lagi menguasai hidup mereka. Cerita kepahlawanan yang ditulis oleh para ahli di istana Daud dibuat untuk kepentingan penyatuan orang Palestina sebab sebelumnya mereka ditindas oleh musuh bersama, yaitu Mesir. Cerita ini ditulis untuk menciptakan perasaan sebangsa dan setanah air, sebagai perekat para kepala suku ke dalam satu kesatuan, yang diperlukan untuk menghadapi tekanan dari Mesir.



16



BAB 11 APA YANG DISINGKAPKAN OLEH PARA ARKEOLOG Penemuan para arkeolog, khususnya Enuma Elish dapat menolong kita memahami makna kisah penciptaan Adam dan Hawa di Taman Eden yang ada di Kitab Kejadian. Pada kisah tersebut diceritakan bahwa para dewa pekerja ingin memberontak karena merasa lelah melakukan pekerjaannya sehingga mereka menjadi suka ribut dan bertengkar. Salah seorang pemimpin dewa bernama Marduk mengusulkan kepada raja para dewa bernama Ea untuk menciptakan manusia dari darah dan tulang untuk menggantikan pekerjaan para dewa pekerja itu. Setelah rencana ini disetujui oleh Ea, para dewa membunuh seorang dewa pemberontak yang kemudian darahnya digunakan untuk membuat manusia. Cerita ini diciptakan oleh para penguasa saat itu (yang menganggap dirinya sebagai dewa dan memiliki kedudukan lebih tinggi dari manusia yang lainnya) untuk mengingatkan parak pekerja agar mereka menerima keadaan mereka. Sedangkan para penguasa melakukan hal-hal seremonial untuk melayani para dewa dan juga menjadi simbol para pekerja, tanpa perlu bekerja dengan berpeluh. Pada kisah Taman Eden, diceritakan bahwa Yahweh menciptakan Adam dan Hawa untuk bekerja merawat taman itu. Pekerjaan yang mereka lakukan digambarkan sebagai sesuatu yang menyenangkan sampai kemunculan ular yang memberitahu Adam dan Hawa bahwa mereka dapat menjadi sama seperti allah dengan cara memakan buah pengetahuan yang dilarang oleh Yahweh. Ketika Yahweh mengetahui bahwa manusia telah memakan buah itu untuk meningkatkan kemampuan mereka menjadi sama seperti allah, Yahweh mengutuk mereka. Pekerjaan yang sebelumnya menyenangkan akan berubah menjadi pekerjaan yang harus dilakukan dengan berat dan penuh rasa sakit. Kisah Y ini dimaksudkan sebagai jawaban atas tradisi Mesopotamia kuno yang membagi manusia menjadi kaum berdarah biru dan kaum pekerja. Melalui kisah ini digambarkan bahwa semua pekerjaan manusia harus dibagi bersama, tidak dibebankan kepada satu orang saja. Yahweh bermaksud menegaskan bahwa semua manusia telah terkutuk dan harus berbagi kesulitan untuk membangun bangsa yang baru itu. Keseluruhan cerita hasil kreasi Y menceritakan tentang 21 generasi, dimana 14 generasi pertama dikutuk oleh Yahweh karena berupaya mengambil hak Yahweh, dan 7 generasi berikutnya yang dimulai dari Abram diberkati oleh Yahweh untuk membalikkan semua kutuk sebelumnya, dan memberikannya untuk generasi ke-22 yang memasuki tanah Palestina. Pesan dari seluruh kisah ini adalah barangsiapa yang menghisabkan dirinya kepada Israel dimana Daud menjadi raja, akan diberkati juga seperti yang telah dijanjikan kepada Abram. Pembalikan kisah kutuk menjadi berkat bisa dilihat dari kisah Adam dan Hawa yang diusir dari Taman Eden, dan kemudian Abram dan Sarah (sebagai Adam dan Hawa baru) akan diberikan tanah perjanjian oleh Yahweh sebagai Taman Eden yang baru pula. Kisah perseteruan Kain dan Habel, pada generasi berkat diwakilkan oleh Abram dan Lot, namun pada kisah ini mereka tidak bertengkar karena Abram mengalah dan pada akhirnya justru Yahweh menyatakan bahwa ia akan mendapat bagian yang luas di Palestina. Dua garis keturunan Adam dan Hawa berkembang menjadi generasi berkat yang pada akhirnya memuncak pada Daud, dan generasi yang satunya berkembang menjadi generasi kehi yang akhirnya memuncak pada Firaun.



17



BAB 12 CERITA TENTANG PERSEKONGKOLAN POLITIK Seperti halnya cerita yang, ketiga cerita lain juga memiliki kekhasannya masing-masing yang cukup lama diyakini oleh para ahli sebagai cerita yang digunakan secara terpisah dan baru kemudian disatukan. Namun ada juga pendapat bahwa kedua cerita yang muncul digunakan untuk merevisi cerita . sedangkan cerita yang muncul terakhir untuk menggenapkan seluruh ceritanya. Pandangan lain juga muncul bahwa keeampat cerita ini muncul untuk menuturkan cerita yang sama namun dengan tujuan berbeda,seperti halnya keempat Kitab Injil. Kisah kedua yang muncul dalam Kitab Kejadian dan Keluaran oleh para ahli disebut sebagai cerita E (Elohim) yang ditulis sekitar 40 tahun setelah cerita Y, sekitar tahun 920 M di istana Yerobeam I untuk melegitimasi pemisahan dirinya dari Wangsa Daud. Ciri khas cerita E adalah menunjukkan bagaimana pertolongan Allah pada saat yang tepat kepada nenek moyang bangsa Israel berada dalam marabahaya melalui kebaikan seseorang yang takut akan Allah. Contoh cerita E adalah ketika Abraham pada saat terakhir tidak perlu mengorbankan Ishak dan secara khusus tentang kisah Yusuf. Dalam cerita Y, Yusuf muncul sebagai bagian dari kisah Yehuda dimana Yehuda berperan sebagai pendamai bagi Yusuf dan saudarasaudaranya. Maksudnya adalah keturunan Yehuda pada akhirnya akan menjadi pemersatu seluruh keturunan Yusuf dan keturunan Yakub yang lain. Sedangkan cerita E berpusat pada cerita Yusuf karena Yerobeam merupakan keturunan dari Yusuf. Cerita E menambahkan mimpi-mimpi Yusuf, Firaun, juru roti, dan juru minuman yang pada akhirnya menempatkan Yusuf sebagai pusat utama cerita dan menyelubungi peran Yehuda. Dalam cerita E tentang Yakub dan anak-anaknya yang menyembah kepada Yusuf mengisyaratkan bahwa keturunan Israel juga seharusnya tunduk kepada keturunan Yusuf. Kejayaan Yusuf di Mesir muncul sebagai pembelaan kerja sama yang dilakukan oleh kerajaan Israel Utara dengan Mesir. Meskipun E mengambil sejarah Y yang kemudian ditambahkan untuk kepentingan Israel Utara, kedua cerita ini sebenarnya tidak dapat dibaca bersama karena penulisnya mengarang dengan maksud yang bertentangan. Cerita ketiga yang muncul adalah karya para imam dan oleh para ahli disebut sebagai P (Priest) yang muncul empat abad setelah cerita Y dan E. Ciri khas cerita P adalah menceritakan keteraturan karena saatitu diyakini bahwa kuil dan tempat ibadah adalah kediaman Tuhan, sehingga hukum dan peraturan muncul dari sana untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Cerita P dapat ditemukan dalam Kejadian 1, Keluaran 25-40, Imamat, sebagian besar Bilangan, dan beberapa bagian lain dalam Kitab Kejadian dan Keluaran. Kejadian 1 diawali dengan keadaan yang kacau, namun kemudian Allah memberikan 10 perintah yang apabila ditaati akan memberikan keteraturan. Kisah penciptaan bermula dari keadaan yang kacau kemudian pada hari pertama Allah menciptakan terang sebelum menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang sebagai penerang pada hari keempat. Memang hal yang tidak masuk akal apabila dinilai secara ilmiah, namun kembali ditegaskan bahwa penulisan kisah ini bukanlah laporan sejarah namun menceritakan bagaimana tatanan yang teratur ini tercipta dan ditempatkan ke dalam suatu lingkup yang tepat. Pada hari yang kedua Allah menciptakan cakrawala untuk memisahkan air yang ada di atas dan di bawah bumi 18



sehingga kehidupan berada di antaranya. Makhluk yang hidup di udara dan di lautan diciptakan kemudian pada hari yang kelima. Pada hari yang ketiga Allah menciptakan daratan dan tumbu. Kita dapat melihat bahwa Alkitab dibangun melalui proses penambahan-penambahan terhadap bagian-bagian yang terdahulu. Melemahnya Kerajaan Asyur dimanfaatkan oleh Raja Kerajaan Yehuda yang yang memerintah saati itu, yaitu Yosia untuk memperluas kekuasaannya dengan membangkitkan kembali kekuatan negara agama Wangsa Daud. Pada masa ini Yosia menyusun sejarah D (Deuteronomistis) yang tercantum dalam sejarah Kitab Ulangan sampai Kitab 2 Raja-raja untuk memfokuskan ibadah di bait Allah yang ada di wilayah Wangsa Daud. Sama seperti Daud yang menciptakan kisah Musa untuk mengukuhkan kerajaannya, Yosia juga menciptakan tokoh Yosua untuk mengukuhkan kedudukannya sebagai raja. Wilayah yang ditaklukkan oleh Yosua menjadi gambaran sebagai wilayah yang seharusnya dikuasai oleh Yosia. Cerita D ini bermaksud menulis daftar hukum dan sejarah yang ditulus seolah sebagai ringkasan sejarah untuk merevisi tulisan Y, E, dan P sebagai suatu untaian yang utuh. Hasil akhir komposisi dan revisi ini pada akhirnya disebut sebagai Kitab Pentateukh dan kitab nabi-nabi terdahulu, atau Kejadian sampai 2 Raja-raja. Selanjutnya Kitab Tawarikh menjadi revisi baru dari Kitab Kejadian sampai 2 Rajaraja yang mencerminkan keadaan Yerusalem pada masa penjajahan Persia. Kitab Ezra dan Nehemia muncul pada masa yang sama. Kitab Mazmur, Amsal, dan Pengkhotbah berkembang secara bertahap selama ratusan tahun sampai menjadi bentuk lengkap seperti sekarang ini. Ayub terdiri dari dua bagian, namun yang terpenting adalah bagian puitisnya yang mencerminkan tulisa zaman kuno. Kitab-kitab para nabi juga dikembangkan secara bertahap sebagai bagian yang terpisah dan kemudian disatukan, dengan Kitab Yehezkiel saja yang mungkin ditulis secara utuh. Keduabelas kitab nabi kecil dikumpulkan pada masa yang sama dan terdiri dari tiga tahapan penulisan, kecuali Kitab Daniel yang ditulis pada abad 2 SM sebagai kitab yang ditulis terakhir dari Kitab Perjanjian Lama. Kitab Yoel, Amos, Obaja, dan Yunus ditulis saling berkaitan dalam beberapa tahap penulisan. Kitab Maleakhi sebagai bagian terakhir dari Perjanjian Lama menjadi jembatan kepada penulisan Kitab-kitab Injil.



19



BAB 13 Ketika Kitab-kitab menjadi Alkitab Keyakinan bahwa Alkitab merupakan Firman Allah menyatakan mempercayai bahwa Alkitab merupakan sebuah kesatuan utuh yang ditetapkan oleh Allah sebagai pedoman hidup yang tuntas dan sempurna. Keyakinan ini percaya bahwa kesalahan yang ada dalam Alkitab dikarenakan kekeliruan dalam penyalinan dan penerjemahan, namun teks aslinya pasti sempurna. Setelah kita mempelajari bab-bab sebelumnya, kita mengetahui bahwa kitab-kitab dalam Alkitab melewati perjalanan panjang yang tidak hanya memiliki kesalahan penyalinan namun juga perubahan yang dilakukan secara sengaja untuk memperjelas makna atau menekankan sebuah sudut pandang. Contoh paling nyata adalah di 1 Yohanes 5:7-8 yang diubah untuk mengenalkan trinitas yang pada tulisan-tulisan awal Alkitab, tertulis berbeda dengan yang sekarang. Hal demikian dapat terjadi karena perjalanan Alkitab yang panjang yang dalam pembentukannya disusun oleh komite dan para ahli melalui perdebatan dan permudakatan yang panjang hingga menjadi Alkitab yang kita kenal saat ini. Dalam masa Alkitab, juru tulis yang menyalin Alkitab biasanya adalah pegawai istana kerajaan, sehingga seringkali ada perintah dari penguasa untuk merevisi Alkitab guna menonjolkan sebuah gagasan tertentu demi kepentingannya. Dikarenakan adanya banyak variasi salinan kitab (khususnya Perjanjian Lama), juru tulis Yahudi di bawah pengarahan para rabi yang berkuasa di Palestina dan di Babel memutuskan untuk membuat suatu teks standar sebagai pegangan yang berdasar pada tradisi yang dianggap baku, yang disebut sebagai Teks Masoret. Sebagai terjemahan standar dalam bahasa Yunani, para ahli sejarah menyebutnya sebagai Septuaginta. Kanon Alkitab tidak pernah berisi daftar resmi yang disepakati oleh semua penggunanya, sehingga daftar isi Alkitab bisa saja berubah-ubah. Dua organisasi besar pada akhirnya memutuskan apa yang harus menjadi normatif dan menjadi kanon di antara kitabkitab yang beredar pada saat itu. Organisasi yang beranggotakan para rabi untuk menetapkan Perjanjian Lama dan organisasi yang beranggotakan para uskup di masa Kerajaan Romawi untuk menetapkan Perjanjian Baru. Dasar penetapan apakah sebuah tulisan atau kitab dapat dimasukkan dalam Alkitab biasanya karena sejumlah dokumen yang telah dipakai sebagai standar, popularitasnya, kesepakatan dan dukungan dari penguasa resmi dan para teolog, dan bagaimana kitab-kitab itu menangani isu pokok dalam kekristenan. Alkitab Protestan saat ini juga berbeda dengan Alkitab Katolik Roma yang dipakai luas sebelum munculnya reformasi gereja. Alkitab Vulgata dalam bahasa Latin yang sebelumnya diakui sebagai Alkitab resmi, diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lokal saat itu. Demikian pula kitab-kitab Perjanjian Lama yang sumbernya tidak berbahasa Yahudi dikeluarkan dari daftar kitab resmi dan disebut sebagai kitab-kitab apokrif. Sebenarnya perselisihan tentang kitab-kitab “resmi” yang seharusnya dimasukkan ke dalam Alkitab ini telah lama ada bahkan sejak Alkitab mulai ditulis. Tulisan-tulisan yang kini terdapat dalam Alkitab menjadi penting bukan hanya saat ini namun juga pada masa penulisannya. Para penguasa saat itu menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan kedudukannya dari para pemberontak dan juga lawan-lawan politiknya. Pengaruh ini bisa didapatkan melalui pembangunan arsitektur besar seperti Bait Allah pada jaman Salomo, serangkaian ritus keaagamaan, dan juga tulisan. 20



BAB 14 Orang-orang yang Meremehkan Kebenaran Alkitab Bagi orang-orang yang menganggap bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang dinyatakan kepada para penulisnya, biasanya memahami pernyataan Allah ke dalam dua bagian: pernyataan umum dan pernyataan khusus. Pernyataan umum menunjuk kepada apa yang Allah myatakan melalui alam semesta yang menjadi tempat kehidupan manusia sebagai alat untuk mengenal Allah, sehingga mereka percaya ada kebenaran pada semua agama dalam batas tertentu. Sedangkan pernyataan khusus adalah kepercayaan bahwa penulis menuliskan pernyataan Allah yang disampaikan secara pribadi sehingga kebenarannya akan selalu tetap ada tanpa melihat latar belakang sosialnya. Ada juga yang telah mengetahui perbedaan dalam Alkitab namun tetap percaya bahwa Alkitab merupakan pernyataan Allah yang diungkapkan secara khas oleh tiap penulisnya, bukan didiktekan Allah. Yang menjadi ketetapan dalam buku ini adalah bahwa makna pernyataan ditentukan oleh bagaimana proses Alkitab itu sendiri dibentuk, karena Alkitab merupakan produk dari suatu kebudayaan. Studi untuk mengamati proses perkembangan Alkitab tentu akan menimbulkan tafsir yang bermacam-macam sesuai dengan kebudayaan yang ada. Oleh karena itu, kita harus memiliki keberanian iman untuk secara jujur menghadapi masalahnya dan tidak menghindar dari semua itu. Jutaan pembaca Alkitab mempercayai isi Alkitab sebagai Firman Allah tanpa pernah bertanya mengapa dia bisa percaya. Banyak yang percaya pada suatu mitos atau pernyataan karena semua orang mengatakannya sehingga tidak perlu dikaji lagi kebenarannya. Ketika mereka mendengar ungkapan para ahli biblika bahwa Adam dan Hawa tidak pernah ada, bahtera Nuh tidak pernah ada, peristiwa Keluaran tidak pernah terjadi, tembok Yerikho tidakruntuh, mereka menganggap para ahli tersebut sebagai orang yang meremehkan kebenaran dan kewibawaan Alkitab. Akan tetapi para ahli biblika sebenarnya berusaha mencari kekayaan pengetahuan Alkitab berdasar pada peristiwa dan bahasa serta kebudayaan yang ada pada saat penulisan Alkitab. Pendekatan Alkitab yang bersifat mencari kebenaran dan bukan semata-mata untuk membela orang-orang beriman, dapat menolong kita keluar dari rancang mitos dan menyingkapkan makna yang akan menuntun kita pada iman yang mendasar namun lebih kaya, lebih dalam, dan lebih realistis. Contoh pencarian kebenaran ini dapat kita lihat dari pernyataan bahwa Christopher Columbus adalah seorang petualang yang ingin membuktikan kebenaran geografis dan selanjutnya menemukan benua Amerika. Orang-orang terpelajar masa kini melalui penelitian yang mendalam, akan mengetahui bahwa Columbus adalah seorang pedagang tamak dan oportunis yang telah menindas dan membunuh ribuan orang asli Amerika.



21



BAB 15 Kalau Begitu, Apa Artinya “Pengilhaman Alkitab”? Para pemimpin agama pada masa Yesus melakukan kesalahan dengan begitu mempercayai Alkitab tanpa melihat bahwa Allah tetap menyatakan diri-Nya kepada manusia. Alkitab memang memiliki nilai yang tak terhingga bagi iman kita, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Alkitab hanyalah sebuah kesaksian iman yang hidup yang dinyalakan Kristus dalam suatu persekutuan orang percaya. Alkitab haruslah dipahami secara mendalam namun tidak boleh menggantikan Kristus sebagai kepala gereja. Kalau Kristus dengan kuasa Roh Kudus memimpin hidup kita dan kitab menjadi alat penunjuk kepada Sang Pencipta, kita tidak akan disibukkan dengan membela pandangan tafsiran yang sempit, tetapi akan menempatkan diri pada kebenaran tanpa takut memaknai sumber apapun untuk mencapainya. Jika iman ini sungguh hidup, kita tidak akan lagi memaksakan pikiran dan anggapan kita terhadap orang lain, namun membiarkan mereka untuk memetakan sendiri perjalanan rohani mereka di tengah orang-orang percaya dalam suasana saling mengasihi dan saling menerima. Iman yang hidup akan membawa kita pada keselamatan dan keadilan yang berdasar pada kasih, sukacita, dan kedamaian dari Roh Kudus seperti yang telah dibawa oleh Yesus ke tengah umat-Nya. Kehidupan Yesus telah menjadi bagian dari sejarah dan tidak dapat terulang lagi sehingga ketika menghadapi suatu persoalan, kita tidak bisa lagi bertanya apa semestinya respon Yesus dalam situasi tersebut namun bagaimana respon kita yang telah dihidupi oleh Roh Kristus sesuai kebutuhan masa kini. Menghadirkan Kristus dalam kehidupan gereja bukan berarti melakukan apa yang Ia lakukan selama hidup tetapi mengalami hidup Kristus ke dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kasih ke dalam persekutuan yang jujur, terbuka, dan saling menerima sebagai satu tubuh Kristus. Keselamatan dari Allah bukanlah kado dari Allah seperti hadiah Natal ataupun sesuatu yang kita simpan dan kita buka saat kita mati nanti melainkan kehidupan itu sendiri yang penuh dengan kualitas. Dalam tradisi Kristen tersebut, Alkitab akan ditempatkan sebagai seumber yang bermanfaat namun bukan menjadi buku hukum dan peraturan. Dalam hal ini, Alkitab akan mengajarkan suatu gagasan kerangkan berpikir untuk menghadapi situasi tertentu dan bukan untuk diikuti sepenuhnya sebagai yang paling benar sesuai perkataan Allah. Anggapan bahwa Alkitab adalah buku dari langit yang berisi dokumen dari Allah adalah isapan jempol belaka. Alkitab adalah produk dari komunitas yang percaya akan Allah yang didalamnya tradisi-tradisi dikembangkan, diturunkan, dikritik, disunting, diubah, bahkan ditambah untuk suatu kepentingan dan pengertian yang baru pula. Seperti halnya konstitusi Amerika yang diilhamkan oleh rakyat Amerika yang mencerminkan perhatian dan cara rakyat Amerika menjawab persoalan bangsanya, demikian pula Alkitab yang muncul sebagai cerminan tradisi dimana penulisnya berada. Jadi, inspirasi atau pengilhaman Alkitab berarti penulis Alkitab berusaha memahami hidup dengan cara bercermin pada yang ilahi sebagi perjuangan untuk memahami dan mencari jalan yang benar. Alkitab tidak dikarang untuk mendengungkan hal ihwal supernatural tetapi memperkenalkan pada Allah yang penuh mujizat di tengah kehidupan dan peristiwa sehari-hari yang biasa.



22



BAB 16 Bagaimana Menggunakan Alkitab pada Masa Kini Setelah menemukan bahwa catatan Alkitab tidak boleh dibaca dengan harfiah atau dengan menganggapnya sebagai catatan faktual, akan muncul pertanyaan apakah Alkitab ini bisa dipercaya. Gambaran Kerajaan Allah yang diceritakan Yesus diibaratkan seperti ragi yang tanpa disadari mengubah adonan dan seperti biji yang ditanam yang perlahan tumbuh menjadi pohon yang rindang. Demikianlah pada masa penantian akan Kerajaan Allah kita diperhadapkan dengan dunia lama yang sedang berlalu sekalipun masih ada di sekitar kita dan dunia baru yang mulai tumbuh namun belum mekar. Seperti yang dijanjikan Yesus bbahwa melalui Roh Kudus, dunia Perjanjian Baru dibawa menjauh dari dunia Perjanjian Lama yang lekat pada tradisi dan kebudayaan lama. Pada akhirya gereja pada saat itu sadar bahwa ada nilai baru yang diberikan oleh Roh Kudus dan bertindak dengan cara berbeda dari Alkitab yang saat itu ada dan dimiliki oleh gereja, yaitu Alkitab Perjanjian Lama. Perubahan radikal juga dipelopori oleh Paulus yang mengajarkan bahwa untuk masuk kekristenan tidak perlu menjalani hukum agama Yahudi seperti bersunat, memelihara hari Sabat, dan melanggar peraturan makanan hala dan haramyang akhirnya mengakibatkan terjadinya konflik antara Paulus dan para rasul yang lain. Paulus menyadari bahwa apa yang kelihatannya cocok, jelas, dan cukup menolong untuk satu masa menjadi tidak memadai lagi ketika dunia baru tiba dengan hal yang lebih besar. Karenanya saat Paulus menjawab persoalan jemaat yang dituliskan melalui surat kepadanya, seringkali ia mengatakan bahwa ia bisa saja salah karena pengertiannya yang samar-samar bahkan sempat beberapa kali pikirannya berubah akan suatu hal yang sama. Gereja memang melihat bagaimana dunia yang baru ini telah berubah dan karena itu petunjuk untuk kehidupan itu harus berubah pula. Pengilhaman atau inspirasi yang diterima oleh para rasul dan penulis kitab tidak sama dengan pernyataan bahwa Alkitab tidak mungkin salah. Pengilhaman yang dimaksudkan adalah Allah memberi mereka kemampuan untuk melihat kenyataan yang ada dalam terang makna yang sesungguhnya dan mengajak mereka untuk mengungkapkannya dalam bahasa mereka seharihari. Demikian pula gereja saat ini harus selalu percaya bahwa Allah masih turut bekerja dalam kehidupannya dan tidak berhenti pada pengertian para rasul karena kepala gereja yang sesungguhnya adalah Yesus Kristus yang akan menyertai sampai akhir jaman. Persoalan-persoalan yang terjadi di dunia modern tidak bisa dijawab dengan hanya membeberkan ayat-ayat Alkitab maupun dengan melepaskan diri dari Alkitab sama sekali. Memang Alkitab tidak memberikan jawaban persoalan secara langsung namun memberi pandangan tentang apa artinya menjadi manusia dan menjelaskan kemanusiaan kita yang sepenuhnya untuk menjawab persoalan yang berkaitan dengan etika saat ini. Dunia sehari-hari yang biasa inilah yang akan menjadi cara pengungkapan diri Sang Pencipta namun secara samar-samar sesuai pengertian dan kebudayaan kita. Bentuk pengungkapan terhadap Sang Tak Terbatas mungkin saja memadai untuk suatu masa namun tidak cocok lagi dalam masa berikutnya meskipun masih memiliki nilai kebenaran yang harus dipertahankan...



23



KESIMPULAN



Buku “Apakah Alkitab Benar” karangan David Ord mengajak kita memahami latar belakang penulisan Alkitab dan apa yang terjadi dalam perkembangan Alkitab hingga menjadi bentuk yang ada sekarang. Pemahaman makna dari pesan yang terkandung dalam tulisan Alkitab tidak boleh meninggalkan tradisi dan kebudayaan yang berlaku di masyarakat pada saat kitab tersebut ditulis. Alkitab memang bukan buku sejarah yang setiap peristiwa di dalamnya dicatat secara faktual, namun pesan kebenaran yang ada di dalamnya dapat menjadi acuan umat Kristen untuk menjalani kehidupannya. Pemahaman terhadap isi Alkitab tidak bisa berhenti pada pemahaman para penulis dan pembaca awalnya saja karena kita diperhadapkan dengan dunia modern yang memiliki kebudayaan dan tradisinya sendiri. Dalam menggunakan Alkitab pada masa kini, kita harus mengerti bahwa Roh Kudus masih tetap bekerja memberikan pengetahuan dan pengilhaman untuk menjawab segala persoalan yang terjadi sesuai dengan jaman yang kita hadapi. Alkitab dapat menjadi acuan karena berisi pandangan para pendahulu tentang bagaimana menghadapi persoalan yang muncul pada jamannya, namun tidak boleh menggantikan peran Kristus sebagai kepala gereja dan peran Roh Kudus yang selalu bekerja dalam kehidupan orang percaya. Kritik terhadap buku ini adalah penggunaan hipotesa perkembangan dan hipotesa dokumen (teori YEDP) yang diajukan Julius Wellhausen sebagai satu-satunya contoh teori perkembangan Alkitab tanpa membahas hipotesa lain yang dikembangkan oleh para ahli biblika dan teolog. Dalam perkembangannya, kita bisa melihat banyak ahli biblika seperti W.L. Baxter, William Henry Green, Geerhardus Vos, William Moller, Oswald T. Allis, Rolf Rendtorff, Erhard Blum, John van Seters, Umberto Cassuto, Temper Longman III dan yang lainnya yang menganggap teori ini sudah usang dan mengajukan teori-teori lain yang menurut mereka lebih benar. Kepercayaan penulis pada teori YEDP bisa dipahami jika ia menganggap teori tersebut benar, namun seharusnya ia juga harus mengangkat teori lain sebagai perbandingan agar pembaca tidak memahami buku hanya dengan perspektif dari penulis tanpa mempertanyakan kebenaran tulisannya.



24