Tugas Rangkuman Mata Kuliah, Pertemuan Ke-14 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RANGKUMAN MATERI KULIAH “AUDIT INVESTIGATIF DAN TEKNIK AUDIT”



MATA KULIAH: AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD DI SUSUN OLEH : RESKY AWALIAH (A031181004)



DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN 2020



PENGANTAR Whistleblower merupakan istilah yang digunakan dimana orang yang mengetahui adanya bahaya atau ancaman akan berusaha menarik perhatian orang banyak dengan “meniup peluitnya”. “Meniup peluit” merupakan suatu bentuk arti kiasan. Selain whistleblower, terdapat istilah “saksi”. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 ayat 26 dan 27 menjelaskan istilah saksi dan keterangan saksi: 1. Ayat 26 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. 2. Ayat 27 Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,



ia



lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu. Whistleblower tidak perlu mendengar, melihat, dan mengalami sendiri terjadinya pelanggaran, tetapi atas kemauan bebasnya “meniup peluit” (“whistling”) peringatan mengenai bahaya atau ancaman. Pembahasan tentang whistleblowing system tidak dapat dipisahkan dengan perlindungan terhadap para whistleblower. Hal ini disebabkan aparat penegak hukum sering mengalami kesulitan dalam menghadirkan saksi dan korban karena adanya ancama fisik dan psikis dari pihak tertentu. Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Agak berbeda dengan di Indonesia, Sarbanes-Oxley Act di Amerika Serikat mengatur mengenai whistleblowing, whistleblower, dan perlindungan khusus terhadap ancaman fraud dalam beberapa area utama, yaitu: 1. Ketentuan dalam Seksi 302 dari Sarbanes-Oxley menyatakan: “Komite Audit wajib menetapkan prosedur yang memungkinkan pegawai dari perusahaan terbuka untuk menyampaikan secara rahasia masalah akuntansi dan auditing yang menimbulkan tanda tanya atau yang mencurigakan”.



2. Selain itu, investigasi harus dilakukan sesuai dengan Seksi 806 dari Sarbanes-Oxley yang menyatakan: “Perusahaan, pejabatnya, pegawainya, kontraktornya, subkontraktornya, atau agennya dilarang memecat, menurunkan pangkat, menghentikan sementara, mengancam, atau mendiskriminasi aksi pelapor”. 3. Ketentuan dalam Sarbanes-Oxley menegaskan bahwa perlawanan atau penekanan terhadap saksi pelapor tidak akan ditolerir. Suatu seksi tambahan (Section 1513(e)) ditambahkan ke dalam Pasal 18 Hukum Pidana Amerika. Perlawanan atau penekanan terhadap saksi pelapor merupakan kejahatan yang dipidana dengan denda yang besar sampai pidana penjara sepuluh tahun. Sebelum keluarnya Sarbanes-Oxley, investigasi dilakukan oleh perusahaan untuk melihat dugaan internal fraud dapat mengungkap identitas dari whistleblower. Namun, sekarang, dugaan yang menyatakan bahwa whistleblower diancam atau mengalami tindak diskriminasi akan menyebabkan dampak yang sangat serius terhadap perusahaan. Pada kenyatannya, praktik whistleblower yang berkenaan dengan fraud di perusahaan dan korupsi di lembaga-lembaga negara di Indonesia cukup marak. Tindak lanjut terhadap whistleblowing dan alasan orang menjadi whistleblower pun beraneka ragam. B. UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Terdapat beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang perlu diketahui akuntan forensik. Undang-Undang ini memberikan beberapa definisi berikut: Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tetntang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri; Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana; Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang itu; Ancaman adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung, yang mengakibatkan Saksi dan/atau Korban merasa takut dan/atau dipaksa



untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berkenaan dengan pemberian kesaksiannya dalam suatu proses peradilan pidana; Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga linnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Selain itu, setiap Saksi dan Korban berhak untuk: Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; 1. Memberikan keterangan tanpa tekanan; 2. Mendapat penerjemah; 3. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; 4. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; 5. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; 6. Mengetahui jika terpidana dibebaskan; 7. Mendapat identitas baru; 8. Mendapatkan tempat kediaman baru; 9. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; 10. Mendapat nasihat hukum; 11. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Untuk saksi dan/atau korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim, dapat pula: Memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa;



Memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut; Dapat didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. Bab 5 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memuat ketentuanketentuan pidana dari beberapa pasal, yaitu: Pasal 37 a.



Setiap orang yang memaksakan kehendaknya dengan menggunakan kekerasan atau



cara tertentu, yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf i, huruf j, huruf k, atau huruf l, sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memberikan kesaksiannya pada setiap tahap pemeriksaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); b. Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sehingga menimbulkan luka berat pada Saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); c. Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sehingga mengakibatkan matinya Saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 38 Setiap orang yang menghalang-halangi Saksi dan/atau Korban secara melawan hukum, sehingga



Saksi



dan/atau



Korban



tidak



memperoleh



perlindungan



atau



bantuan,



sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, huruf p, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), atau Pasal 7A



ayat (1), dipidana dengan



pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)



Pasal 39 Setiap orang yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena Saksi dan/atau Korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 40 Setiap orang yang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya hak-hak Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), atau Pasal 7A ayat (1) karena Saksi dan/atau Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). PEDOMAN WHISTLEBLOWING SYSTEM Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menerbitkan pedoman sistem pelaporan pelanggaran. Pedoman ini juga diberi judul dalam bahasa inggris whistleblowing system. Pelaporan pelanggaran adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun pemangku kepentingan yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga lainnya dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Pengungkapan umumnya dilakukan secara rahasia (confidential) Yang dimaksud dengan “pelanggaran” dalam pedoman ini adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan; peraturan /standar industry terkait dan peraturan internal organisasi, serta dapat dilaporkan. Termasuk dalam aktivitas pelanggaran adalah: 1. Melanggar peraturan perundang-undangan 2. Melanggar pedoman etika perusahaan 3. Melanggar prinsip akuntansi yang berlaku umum 4. Melanggar kebijakan dan prosedur operasional perusahaan 5. Tindakan kecurangan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian finansial ataupun non finansial



6. Tindakan yang membahayakan keselamatan kerja KNKG membedakan antara saksi dengan pelapor; saksi adalah seseorang yang melihat dan mendengar atau mengalami sendiri tindak pelanggaran yang dilakukan terlapor dan bersedia memberikan keterangannya didepan sidang pengadilan. Pelapor adalah orang yang melaporkan adanya tindak pelanggaran,tetapi mungkin ia tidak melihat dan mendengar sendiri pelaksanaan tersebut,tetapi mempunyai bukti-bukti surat atau bukti petunjuk bahwa telah terjadi tindak pelanggaran. Manfaat whistleblowing system: 1. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi perusahaan kepada pihak yang harus segera menanganinya secara aman 2. Timbulnya



keengganan



meningkatnya



kesediaan



untuk untuk



melakukan melaporkan



pelanggaran, terjadinya



dengan



semakin



pelanggaran,karena



kepercayaan terhadap system pelaporan yang efektif 3. Tersedianya mekanisme deteksi dini atas kemungkinan terjadinya masalah akibat suatu pelanggaran. 4. Tersedianya kesempatan untuk menangani masalah pelanggan secara internal terlebih dahulu,sebelum meluas menjadi masalah pelanggaran yang bersifat public 5. Mengurangi risiko yang dihadapi organisasi,akibat dari pelanggaran baik dari segi keuangan,operasi, hukum, keselamatan kerja,dan reputasi. 6. Mengurangi biaya dalam menangani akibat dari terjadinya pelanggaran. 7. Meningkatnya reputasi perusahaan dimata pemangku kepentingan ,regulator, dan masyarakat umum. 8. Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih jauh area kritikal dan proses kerja yang memiliki kelemahan pengendalian internal,serta untuk merancang tindakan perbaikan yang diperlukan. Perlindungan terhadap pelapor (whistleblower protection) 1. Fasilitas saluran pelaporan atau ombudsman yang independen,bebas,dan rahasia 2. Perlindungan kerahasiaan identitas pelapor. Perlindungan ini diberikan bila pelaporan memberikan identitas serta informasi yang dapat digunakan untuk menghubungi pelapor. Walaupun diperbolehkan, namun penyampaian pelaporan



secara anonym,yaitu tanpa identitas,tidak direkomendasikan. Pelaporan secara anonym menyulitkan dilakukannya komunikasi untuk tindak lanjut atas pelaporan. 3. Perlindungan atas tindakan balasan dari terlapor atau organisasi. Perlindungan dari tekanan,dari



penundaan



kenaikan



pangkat,pemecatan,gugatan



hukum,harta



benda,hingga tindakan fisik. Perlindungan tidak hanya untuk pelapor tetapi juga dapat diperluas hingga ke anggota keluarga pelapor. 4. Informasi pelaksanaan tindak lanjut, berupa kapan dan bagaimana serta kepada institusi mana tindak lanjut diserahkan. Informasi ini disampaikan secara rahasia kepada pelapor yang identitasnya.



A. WHISTLEBLOWER DI AMERIKA SERIKAT Amerika serikat melindungi “peniup peluit” ini dengan berbagai undangundang, diantaranya Undang-Undang Perlindungan “Peniup Peluit” Tahun 1989. Undang-Undang ini mengatur tentang bagaimana kasus-kasus qui-tam ditangani, diinvestigasi dan dituntut, serta imbalan dan perlindungan kepada mereka yang mengungkapkan kecurangan. Untuk ini, undang-undang menghadiahkan imbalan sampai sejumlah 30% dari hukum denda. Peniup peluit umumnya adalah pegawai atau mantan pegawai yang melihat atau mengalami sendiri kejahatan yang dilakukan majikannya. Langkah pertamanya adalah menemui pengacara yang berspesialis dalam kasus-kasus qui-tam. Pengacara ini akan akan memberikan nasihat kepadanya, termasuk konsekuensi yang mungkin dihadapinya. Pengacara ini juga mempelajari “bukti” yang diajkuan atau modus operandi untuk menentukan apakah kasus ini bisa sukses dipengadilan. B. SEORANG AKUNTAN FORENSIK MENJADI WHISTLEBLOWER Pada akhir 2008, Amerika Serikat dilanda krisis. Institusi yang merupakan icon



kejayaan



keuangan,



industri



dan



perdagangan



Amerika



Serikat



bertumbangan. Pemerintah harus menyelamatkan (bail out) mereka dengan dana maha besar. Kebangkrutan Terbesar di Amerika Serikat (dalam dollar AS) : 1. Lehman Brothers (bank) - 15 September 2008 - 691 miliar dollar AS. 2. Washington Mutual (bank) - 26 September 2008 - 327,9 miliar dollar AS. 3. WorldCom (telekomunikasi) - 21 Juli 2002 - 103,9 miliar dollar AS. 4. General Motors (mobil) - 1 Juni 2009 - 91 miliar dollar AS. 5. CIT (bank pinjaman) - 1 November 2009 - 71 miliar dollar AS.



6. Enron (perdagangan energi) - 2 Desember 2001 - 65,5 miliar dollar AS. 7. Conseco (asuransi) - 17 Desember 2002 - 61,4 miliar dollar AS. 8. Chrysler (mobil) - 30 April 2009 - 39,3 miliar dollar AS. 9. Pacific Gas dan Electric (utilitas) - 6 April 2001 - 36,1 miliar dollar AS. 10. Texaco (minyak) - 21 April 1987 - 34,9 miliar dollar AS. 11. Financial Corporation of America (bank) - 9 September 1988 - 33,8 miliar dollar AS. 12. Refco (perdagangan) - 17 Oktober 2005 - 33,3 miliar dollar AS. 13. IndyMac (bank) - 31 Juli 2008 - 32,7 miliar dollar AS. 14. Global Crossing (telekomunikasi) - 28 Januari 2002 - 30,1 miliar dollar AS. 15. Bank of New England (bank) - 7 Januari 1991 - 29,7 miliar dollar AS. 16. Lyondell (kimia, anak perusahaan dari Belanda ’LyondellBasell) - 6 Januari 2009 - 27,4 miliar dollar AS. 17. Calpine (perusahaan listrik) - 20 Desember 2005 - 27,2 miliar dollar AS. 18. New Century Financial Corporation (perdagangan) - 2 April 2007 - 26,1 miliar dollar AS. 19. United Airlines (maskapai) - 9 Desember 2002 - 25,2 miliar dollar AS. 20. Kolonial Bank (bank) - 14 Agustus 2009 - 25 miliar dollar AS. Di tengah-tengah krisis tersebut, muncul nama penjarah terbesar dalam sejarah Amerika, bahkan terbesar dalam ukuran dunia. Bernard (“Bernie”) madoff seorang yang sangat terhormat di bidang keuangan. Melalui kepercayaan yang dibangunnya dalam jangka waktu yang lama, jaringan bisnis dan etnis yahudinya, dan kehebatannya melaksanakan ponzi scheme dengan kerugian bagi para investornya sebanyak U.S.$65 M. Ponzi Scheme pada dasarnya adalah fraud dalam bentuk pencarian dana dengan menjanjikan hasil (yield) yang besar (tidak masuk akal). Ponzi Scheme adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini. Pengembalian investasi beserta hasilnya diambil dari dana-dana yang masuk belakangan. Sampai titik tertentu, “balon akan meletus”. Dalam hal Bernie Madoff, balon meletus ketika Madoff tidak mampu mengembalikan U.S. $7 M. Ponzi Scheme ini sudah terendus oleh Harry Marcopoulos memberi tahu SEC beberapa kali, tetapi SEC mengabaikan laporannya yang menjelaskan



tentang fraud yang dilakukan Bernie Madoff. Harry Marcopoulos adalah seorang Certified Fraud Examiner (Akuntan Forensik Bersertifikat) yang seharihari bekerja sebagai hedge-fund manager. Ia seorang whistleblower yang memenuhi kriteria dan Ackman tersebut. C. PENIUP PELUIT DI INDONESIA Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat beberapa kasus pelapor dugaan korupsi yang kemudian diadukan mencemarkan nama baik. Diantaranya : 1. Arifin Wardiyanto melapor dugaan korupsi dalam urusan perizinan wartel di Yogyakarta tahin 1996. Ia diadukan mencemarkan nama baik. Pengadilan Negeri Yogyakarta menghukumnya dua bulan penjara. Pengadilan tinggi DIY menyatakan tidak bersalah dan bebas dari hukuman penjara. Mahkamah Agung menghukumnya lagi dengan dua bulan penjara. Kasus yang dilaporkannya tidak pernah diproses. 2. Maria Leonita menyampaikan dugaan suap oleh Zaenal Agus, Direktur Perdata Mahkamah Agung, pada tahun 2001. Ia justru diadukan mencemarkan nama baik oleh Edy Handoyo. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghentikan kasus pencemaran nama baik karena tidak bisa menerima tuntutan jaksa. 3. Samsul Alam Agus melaporkan dugaan korupsi oleh Anggota DPRD Kabupateng Donggala, Sulawesi Selatan, pada tahun 2004. Pelapor diadukan telah mencemarkan nama baik oleh suatu ormas kepemudaan. 4. Frans Amanue melaporkan sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Flores Timur yang melibatkan bupati Felix Fernandez tahun 2003. Ia diadukan mencemarkan nama baik oleh bupati itu. Pengadilan Negeri Larantuka menghukum masa percobaan lima bulan. Akibatnya, timbul kerusuhan di Larantuka. 5. Muchtar Lufthfi melaporkan dugaan korupsi pengadaan kapal KMP Pulau Weh yanh melibatkan Walikota Sabang, Sofyan Harun. Indikasi kerugian negara senilai Rp 8,6 M tahun 2004. Sofyan Harun melaporkan Muchtar Luthfi ke Polres Sabang, Polisi mengeluarkan surat penangkapan.



PERTANYAAN UNTUK DISKUSI 



Apa keunikan dari ketiga kasus tersebut?







Apa motive para peniup peluit tersebut dalam mengungkapkan kasus suap?







Apakah sebutan whistleblower dapat diberikan kepada mereka?mengapa?







Dalam menjawab ketiga pertanyaan di atas, apakah Anda mempertimbangkan motive mereka?







Endin dan Probosutedjo menderita kerugian uang sebelum mereka menjadi “peniup peluit”. Sebaliknya, khariansyah tidak dirugikan. Apakah perbedaan ini menenrukan atas 3 perntanyaan diatas?







Bagaimana tanggapan anda terhadap rekomendasi TI Indonesia kepada TI untuk memberikan integrity Award kepada Khairiansyah?







Bagaimana tanggapan anda sendainya TI Indonesia juga mengusulkan integrity Award kepada probosutedjo?







Bagaimana tanggapan anda terhadap keputusan Khairiansyah untuk menerima integrity award?







Bagaimana



tanggapan



anda



terhadap



keputusan



khairiansyah



untuk



mengembalikan Integrity award? 



Bagaimana tanggapan anda terhadap pernyataan todung mulya lubis, “kita tak memilih malaikat,kita memilih orang didalam sistem yang korup. Kita menghadapi lingkaran setan korupsi yang suka atau tidak suka pasti berimbas”.







Bagaimana tanggapan anda mengenai perlindungan terhadap peniup peluit jika dibandingkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan?







Apakah anda sependapat mengenai dua pilar profesi auditor yaitu ketaatan dan integritas?







Apakah persamaan dan perbedaan pendapat anda mengenai kasus endin?



REFERENSI: Tuanakotta Theodorus M.Akuntansi forensik & investigasi fraud. 2th edition , Salemba empat