7 0 119 KB
TUGAS RESUME Mata Kuliah : Filsafat Ilmu (Semester Genap/2) Dosen Pembimbing : La Ode Kamaluddin Mursidi, S.E., M.Si
BUDAYA KORUPSI DAN KLEPTOKRASI DARI PRESPEKTIF ILMU AKUNTANSI
Disusun Oleh
RISDAYANTI
(19 320 044)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN BAU - BAU 2019/2020
2
A.
Budaya Korupsi Dari Perspektif Ilmu Akuntansi Korupsi adalah sesuatu yang sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita karena di negara Indonesia korupsi memang seperti telah menjadi sesuatu yang biasa atau mungkin telah menjadi budaya yang mendarah daging.Walaupun hampir setiap hari kita mendengar atau melihat kasus – kasus tentang korupsi, namun terkadang kita masih salah dalam memprsepsikan tentang korupsi. Sebagian dari kita mengaitkan korupsi hanya dengan uang yang menyebabkan kerugian negara, padahal hanya beberapa pasal dalam UU Korupsi yang ada tercantum kata-kata kerugian negara, sedangkan sebagian besar pasal lebih menyangkut tentang perilaku. Untuk itu, kita harus benar – benar memahami tentang korupsi agar kita mengetahui berbagai jenis korupsi yang tidak hanya terkait dengan kerugian negara, tetapi juga dengan perilaku korupsi lainnya, seperti tindakan suap yang tidak terkait dengan keuangan negara.Kita wajib memerangi, mencegah dan mengatakan tidak untuk korupsi Karena korupsi adalah sumber utama dari segala masalah yang mendera bangsa ini. Sebagai contoh nyata yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari – hari, prosedur yang berbelit-belit dan terlalu banyak pungutanpungutan liar yang dilakukan oleh para birokrat baik itu di pusat maupun di daerah yang jumlahnya cukup besar dan signifikan membuat kita kesulitan dalam mengurus sesuatu yang seharusnya mudah dilakukan. Bahkan terkadang kita harus mengeluarkan uang yang cukup banyak. Aktivitas tersebut juga menyebabkan menurunnya minat para investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Tindak pidana korupsi adalah masalah yang dibenci seluruh masyarakat
Internasional
termasuk
masyarakat
Indonesia.
Sejak
reformasi di Indonesia masalah korupsi mendapat prioritas untuk diberantas. Republik Indonesia telah banyak mengeluarkan berbagai peraturan untuk mencegah dan mengatasi terjadinya tindak pidana korupsi.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen
serta
bebas
dari
kekuasaan
manapun
dalam
upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah merasuk ke semua tiang penyangga perekonomian yaitu pada BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Badan Usaha Koperasi maupun Badan Usaha Milik Swasta. Dari Ketiga badan usaha ini yang paling banyak jumlahnya dan juga besar volume usahanya adalah Badan Usaha Milik Swasta. Badan Usaha Milik Swasta dilihat dari jenis usahanya dapat dibagi menjadi tiga yaitu usaha produksi, usaha perdagangan dan usaha jasa. Badan Usaha Milik Swasta dapat dipisahkan berdasarkan sektor usaha. Sektor usaha swasta terdiri dari, sektor industri, sektor perhotelan, sektor angkutan, sektor pertambangan, sektor keuangan dan perbankan, sektor akuntansi dan lain-lain. Semua sektor yang ada pada Badan Usaha Milik Swasta ini juga telah banyak dilanda korupsi. Sektor Jasa Akuntansi berhubungan erat dengan semua sektor usaha. Karena lembaga ini merupakan lembaga yang berhak memberikan pendapat terhadap laporan keuangan dari suatu perusahaan. Pendapat ini diberikan setelah mereka memeriksa (mengaudit) laporan keuangan tersebut. Pelaksanaan audit di Indonesia pantas disayangkan karena seolah-olah hanya mencocokkan apa yang ditulis di dalam laporan keuangan dengan bukti dokumen dan jarang yang melihat bukti fisiknya, padahal laporan ini secara formal telah diterima oleh pemegang saham maupun pihak ekstern perusahaan. Permasalahan di atas, jelas tidak lepas dari masalah etika dan moral Akuntan
Publik.
Chua
dkk
(1994)
mengungkapkan
bahwa
etika
profesional juga berkaitan dengan perilaku moral. Masyarakat atau publik meletakkan harapan yang besar terhadap profesi akuntan publik untuk
bersikap etis agar dapat menghasilkan opini yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari laporan keuangan suatu perusahaan, sehingga laporan keuangan tersebut dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan-keputusan ekonomi. Oleh karena itulah profesi ini merupakan profesi “kepercayaan” yang harus senantiasa dijaga oleh akuntan publik sendiri dengan jalan selalu menegakkan etika profesi akuntan publik yang telah dirumuskan oleh IAI sebagai organisasi profesi dalam bentuk kode etik. Perilaku profesional bagi akuntan publik adalah prilaku untuk bertanggunb jawab terhadap profesinya, diri sendiri, peraturan, undangundang,
klien,
dan
masyarakat
termasuk
para
pemakai
laporan
keuangan. Pekerjaan akuntan mempunyai arti penting bagi masyarakat. Hal ini disebabkan
hubungan
ekonomi
yang
makin
sulit,
meruncingnya
persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha dagang dan kerajinan, sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan dan nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi dan dalam pengawasan atas perusahaan. Perlidungan Hukum terhadap profesi Akuntan Publik secara jelas terdapat dalam Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 195. Korupsi yang terjadi dalam sektor jasa akuntansi yaitu Akuntan menerima fee atau hadiah dari klien karena pekerjaannya (menuruti kemauan clientnya). Akuntan hanya menerima fee atau hadiah yang tidak seberapa (kecil) tetapi dapat menimbulkan korupsi yang besar dalam dunia usaha. Korupsi dalam sektor jasa akuntansi juga berakibat terhadap perpajakan yaitu rendahnya penerimaan pajak. Pada tahun 1999, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan penelitian terhadap 82 Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan hasil bahwa selama tahun 1994 sampai dengan 1997 sebanyak 91,81% KAP tidak memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 82,39% tidak menerapkan Sistem Pengendalian Mutu, 9,93% melakukan pelanggaran kode etik, dan 5,26% melanggar peraturan perundang-undangan.
Banyak fakta yang muncul dalam beberapa tahun terakhir ini, baik di Indonesia maupun di negara lain, yang membuktikan bahwa profesi akuntan publik mulai turun citranya di mata publik disebabkan oleh dugaan-dugaan pelanggaran yang dilakukannya mengakibatkan kerugian bagi publik. Yang masih segar dalam ingatan kita adalah skandal Enron di Amerika Serikat pada akhir tahun 2001, akuntan publik dari KAP Arthur Andersen telah dituduh melakukan pelanggaran terhadap kode etik akuntan karena bersikap tidak independen, tidak objektif, dan tidak fair dalam menjalankan penugasan audit dan memberikan opininya mengenai perusahaan Enron, suatu perusahaan energi besar yang sahamnya dimiliki oleh publik sangat sehat tersebut ternyata sangat sakit dan pada akhimya mati.
Di Indonesia, faktanya lebih menyakitkan lagi karena akuntan telah dituduh oleh publik sebagai penyebab terjadinya krisis ekonomi seiring dengan bangkrutnya banyak bank yang berdasarkan hasil audit seolaholah tidak bermasalah namun ternyata penuh dengan masalah yang sudah sangat kronis dan tidak dapat diselesaikan lagi. Jika ditilik secara mendalam, kondisikondisi tersebut di atas lebih banyak dipicu oleh kurangnya Tanggung Jawab Akuntan Publik sebagai profesional. Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan pada 14 Kantor Akuntan Publik di Semarang diperoleh hasil bahwa adanya kondisi buruk perusahaan klien yang semakin besar akan memberikan deteksi kecurangan manajemen yang semakin tinggi, motivasi dari manajemen untuk bertindak curang tinggi akan meningkatkan adanya deteksi kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, dan sikap yang tinggi dari manajemen mengenai kecurangan akan meningkatkan adanya deteksi kecurangan yang dilakukan oleh manajemen. Penelitian tersebut diatas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gusnardi. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa salah satu karakteristik yang membedakan setiap profesi dengan masyarakat
awam adalah adanya kode etik (etika), yang mengatur perilaku para anggota yang tergabung didalamnya. Khusus untuk akuntan publik, sudah diatur secara khusus dalam standar profesi akuntan publik (SPAP). Perilaku atau kegiatankegiatan yang dilakukan para anggota dalam wadahnya memerlukan peraturan perilaku yang mengatur kegiatankegiatan berkenaan profesi sebagai akuntan publik yang dipercaya masyarakat. Etika profesional diperlukan setiap profesi karena kebutuhan profesi tersebut akan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan, siapapun orangnya. Masyarakat akan menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota
profesinya,
karena
masyarakat
merasa
terjamin
akan
memperoleh jasa yang dapat diandalkan. Begitu juga terhadap profesi akuntan publik, kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit.
Bagi profesi akuntan, etika profesional semacam ini dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik bertanggung jawab mematuhi pasal-pasal yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, terrnasuk juga semua orang yang bekerja dalam praktik profesi akuntan publik, seperti karyawan, partner, dan staf. Seorang akuntan mungkin saja memiliki keahlian dan keterampilan teknis yang sangat tinggi, namun jika tidak dilengkapi dengan etika maka semua keahlian dan keterampilan itu menjadi sia-sia. Profesi akuntansi yang seharusnya diabdikan untuk kepentingan publik dengan bersikap independen dan objektif akan berbalik menjadi profesi yang dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan material secara pribadi. Inilah awal dari kehancuran. Fenomena di atas mengidentifikasikan bahwa etika profesi
akuntan
publik
seharusnya
menjadi
landasan
berperilaku
dalam
melaksanakan aktivitas profesional akuntan publik. Para akuntan publik, auditor internal perusahaan dan aparat penegak hukum sering tidak mampu mendeteksi teknik-teknik creative accounting semakin canggih yang dilakukan para penjahat kerah putih. Skill dan keahlian para penegak hukum di Indonesia sangat minim dalam bidang akuntansi keuangan. Mustahil dapat mendeteksi penyelewengan yang dilakukan para penjahat kerah putih tanpa memahami celah-celah Standar
Akuntansi
Keuangan
yang
dapat
dimanfaatkan
dalam
memanipulasi laporan keuangan. Korporasi dapat saja melakukan delik korupsi. Dalam hal tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. Korupsi yang terjadi di dalam korporasi dalam hal ini Badan Usaha Milik Swasta dapat mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan akan lebih tinggi daripada yang tidak ada korupsinya sehingga tidak mampu bersaing. Kontribusi Badan Usaha Milik Swasta terhadap korupsi yang terjadi di Indonesia ini dapat dikatakan sangat tinggi. Hal ini tidak lepas dari adanya krisis etika dan moral yang dimiliki Auditor.
Audit merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap suatu kesatuan ekonomi yang dilakukan seseorang atau kelompok/lembaga yang independen
yang
bertujuan
untuk
mengevaluasi
atau
mengukur
lembaga/perusahaan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan criteria yang telah ditentukan, untuk kemudian mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam
proses
pengumpulan
dan
penilaian
bukti
atau
pengevaluasian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian antar informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan. Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I. Auditor yang melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik. Dengan berkembangnya dunia usaha maka permasalahan yang harus dihadapi akan semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam membuat laporan keuangan yang dibuat manajemen selaku agen agar dapat dipercaya oleh pemilik serta entitas lain dalam kontrak (misal kreditur) selaku principal maka diperlukan pengujian oleh pihak ketiga yaitu akuntan publik. Akuntan publik sebagai salah satu profesi yang diandalkan dalam dunia usaha. Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri atas klien pemberi kredit, pemerintah, pemberian kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung pada informasi keuangan yang dapat diandalkan dan terpercaya sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi. Tujuan audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor yang kompeten adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam hal yang meteril, posisi keuangan dan usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dengan demikian tujuan audit umum akan tercapai bila auditor yang memeriksa adalah auditor yang kompeten. Dengan adanya akuntan pablik yang kompeten tersebut tentu diharapkan permasalahan korupsi yang akhir-akhir ini menjadi fenomena akan dapat diminimalkan.
Peran Akuntan Seorang
akuntan
seharusnya
dapat
berperan
aktif
dalam
pemberantasan korupsi karena akuntan sebagai penjaga gawang atau garda terdepan terhadap terjadinya praktek kecurangan. Namun dalam kenyataannya seorang akuntan justru sering di tuduh sebaliknya. Tuduhan tersebut bukan tanpa alasan mengingat banyaknya kasus – kasus korupsi yang dilakukan oleh akuntan baik secara individu maupun kelompok dan berjalan secara sistematis sehingga sulit diungkap. Inilah beberapa peran akuntansi untuk memberantas korupsi : 1.
Melakukan Pencegahan Dalam
melakukuan
pencegahan
korupsi
akuntan
dapat
menerapkan suatu sistem akuntansi yang baik dan merujuk pada profesionalisme serta operasional yang sehat. Membuat laporan keuangan yang baik dan benar sehingga menunjukan keadaan yang sebenarnya tanpa memodifikasinya sehingga terlihat indah saat dilihat pemakai laporan keuangan, merupakan salah satu upaya pencegahan dalam praktek kecurangan yang berujung pada pembohongan.
Sistem akuntansi sangat dipengaruhi oleh sikap profesional para pelaku,
sehingga
hubungan
antara
Sistem
Akuntansi
dan
profesionalisme akan semakin kuat. Jika perilaku para akuntan belum dapat memperlihatkan sikap yang professional maka sistem akuntansi yang diharapkan akan dapat mencegah terjadinya korupsi tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu hubungan yang kuat antara perilaku dan system akuntansi sangat dibutuhkan dalam proses pencegahaan korupsi.Semua itu dilakukan agar tidak terjadi rekayasa pembukuan yang dapat menjadi celah terjadinya korupsi atau menjadikan suatu perusahaan yang tidak sehat dapat go public dengan laporan keuangan yang direkayasa agar terlihat sehat.Sistem akuntansi tersebut dibentuk dengan membuat perencanaan yang akan digunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan kendaraan berupa suatu organisasi yang mencerminkan pembagian tugas dan sumber daya manusia yang tersedia. Hal tersebut berkaitan dengan efektivitas pelaporan internal dan eksternal, dan untuk pengambilan keputusan manajemen.Pencegahan terhadap korupsi dan penyelewengan dalam suatu perusahaan memang sudah seharusnya dilakukan oleh seorang akuntan karena posisinya yang memang strategis dan dapat melakukan penjagaan terhadap praktek penyelewengan. Namun seorang akuntan bisa saja bekerja dengan jujur dan membuat laporan yang menggambarkan keadaan yang sesungguhnya atau justru menuruti pihak – pihak yang berkepentingan dan membuat suatu laporan sesuai dengan pesanan. Semua tergantung pada profesionalisme masing – masing individu dan apa motivasinya menjadi seorang akuntan. Jika motivasi seseorang menjadi akuntan adalah karena uang dan mencari kekayaan maka wajar jika banyak terjadi kasus – kasus korupsi. 2.
Memberantas Korupsi Selain
mencegah
terjadinya
praktek
penyelewengan
hasil
laporan,seorang akuntan juga dapat berpartisipasi dan ikut berperan
aktif dalam pemberantasan korupsi. Namun ini tergantung pada keberanian kita dalam mengungkap suatu kasus – kasus skandal akuntansi yang sebenarnya telah kita ketahui untuk kita proses lebih lanjut. Karena hal tersebut mungkin dapat berakibat fatal pada diri kita dan mungkin tak terlalu menguntungkan bagi kita jika kasus yang kita tangani berhubungan langsung dengan orang – orang yang memiliki kekuasaan atau uang yang banyak. Mereka bisa saja menyerang balik kita dengan memanfaatkan kekuasaan dan kekayaannya. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi yaitu dengan melakukan audit keuangan dan kinerja secara periodik secara profesional dan mengusut tuntas tentang aliran dana yang mencurigakan, Mempermudah birokasi untuk mengeluarkan dana untuk
pengeluaran
namun
memperketat
pengawasan
atas
penggunaan dana tersebut, Memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa dan masih banyak cara yang dapat di lakukan oleh akuntan dengan ilmu yang dimilikinya.
Contoh Kasus Korupsi 1) Seperti pada kasus Gayus Tambunan yang sempat menjadi topik hangat beberapa waktu lalu karena kasus penggelapan pajak hingga 25 milliar yang mengalir kerekeningnya. 2) Berawal dari krisis ekonomi yang menerpa negara-negara di Asia tahun 1997. Satu per satu mata uang negara-negara di Asia merosot nilainya. Kemajuan perekonomian negara-negara di Asia yang banyak dipuji oleh banyak pihak sebelumnya. Bahkan persis sebelum krisis, World Bank tahun 1997 menerbitkan laporan berjudul The Asian Miracle yang menunjukkan kisah sukses pembangunan di Asia. Ternyata keberhasilan pembangunan ekonomi di negara-negara Asia tidak berdaya menghadapi spekulan mata uang dan berujung pada krisis ekonomi.
Menyusul jatuhnya mata uang Baht, Thailand, nilai rupiah ikut merosot.
Untuk
mengatasi
pelemahan
rupiah,
Bank
Indonesia
kemudian memperluas rentang intervensi kurs jual dan kurs beli rupiah, dari Rp. 192 (8%), menjadi Rp. 304 (12%). Guna mengurangi tekanan terhadap rupiah, Bank Indonesia mulai melakukan pengetatan likuiditas dengan menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari 6% menjadi 14% (Prasetyantono, 2000:26). Tekanan yang semakin berat terhadap rupiah mendorong Bank Indonesia
untuk
melepas
sistem
kurs
mengambang
terkendali
(managed floating) dan mengambangkan nilai rupiah sepenuhnya pada mekanisme pasar uang (free floating). Kebijakan ini juga diikuti dengan dinaikkannya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari kisaran 14%-17% sampai 28%-30%. Strategi lain yang dipergunakan oleh otoritas moneter adalah dengan menyimpan dana-dana dari BUMN dan yayasan milik pemerintah ke SBI. Kesulitan likuiditas yang dialami perbankan memaksa bank untuk meningkatkan
suku
bunga
deposito
untuk
menghimpun
dana
masyarakat. Tetapi melonjaknya suku bunga deposito secara otomatis juga
meningkatkan
suku
bunga
pinjaman.
Akibatnya,
kredit
bermasalah atau nonperforming loan pun semakin naik karena banyak kreditor tidak sanggup membayar bunga yang tinggi. Kelangkaan likuiditas juga mengakibatkan banyak bank kalah kliring atau rekening gironya di Bank Indonesia bersaldo debet. Berita mengenai kalah kliring memicu keresahan di masyarakat yang akhirnya mendorong masyarakat untuk menarik uang mereka di bank secara serentak. Meluasnya keresahan yang berujung pada penarikan simpanan besar-besaran atau rush, juga turut dipicu oleh likuidasi 16 bank nasional. Padahal tujuan pencabutan ijin usaha 16 bank tersebut dimaksudkan
untuk
melakukan
penataan
perbankan
nasional.
Penyimpangan BLBI dimulai ketika BI memberikan dispensasi kepada bank-bank untuk mengikuti kliring meskipun rekening gironya di BI bersaldo debet. Dispensasi diberikan kepada semua bank tanpa
melakukan pre-audit untuk mengetahui apakah bank tersebut benarbenar
membutuhkan
bantuan
likuiditas
dan
kondisinya
sehat.
Akibatnya, banyak bank yang tidak mampu mengembalikan BLBI. B.
Kleptokrasi Dari Perspektif Ilmu Akuntansi Kleptokrasi berasala dari bahasa Yunani : Kleptes artinya Pencuri dan Kratos yang berarti Kuasa. Kleptokrasi ("Pemerintahan Para Pencuri") adalah istilah yang mengacu kepada sebuah bentuk pemerintahan yang mengambil uang pungutan (pajak) yang berasal dari publik/rakyat untuk memperkaya kelompok tertentu atau diri sendiri. Pemerintahan ini umumnya
tidak
jauh
dari
praktik-
praktik korupsi, kezaliman dan kriminalisasi. Gun Gun menjelaskan, kleptokrasi biasa diartikan sebagai negara yang diperintah oleh pencuri. Penguasa memakai uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri atau korupsi. Praktik korupsi dilakukan dengan menyelewengkan kewenangan untuk memengaruhi kebijakan. Kondisi itu, lanjut Gun Gun, terjadi di Indonesia. Korupsi dilakukan lembaga pemegang kekuasaan negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Ketiga lembaga itu sering kali melakukan persekongkolan untuk menyelewengkan uang rakyat. Gun Gun mengingatkan, kleptokrasi akan membuat pemerintahan rusak. Praktik koruptif oleh penguasa juga dapat mengganggu
proses
konsolidasi
demokrasi.
Jika
terus
dibiarkan,
Indonesia bisa mengarah pada negara gagal. Adnan Buyung juga mengakui,
Indonesia
bisa
menjadi
negara
yang
gagal
sebab
penyelenggara negaranya terbelit korupsi di berbagai level. Kondisi ini yang harus segera diatasi oleh pemerintah. Jangan biarkan aparatur negara semakin brutal melakukan korupsi di berbagai lini. Ribuan membuktikan
kasus
korupsi
yang
terjadi
di
negeri
ini
semakin
betapa busuknya pemangku jabatan negara dalam
menggerogoti uang negara. Semua kasus itu mencuat secara bertahap
bak episode sinetron. Tiap tahun bahkan tiap bulan ada saja pejabat yang diseret ke KPK, kepolisian ataupun kejaksaan. Media tak henti memberitakan perkembangan kasus yang juga menyeret sejumlah pejabat pusat dan daerah Sumut itu. Ini semakin mempertegas, korupsi bukan saja menjadi salah satu topik paling seksi dalam wacana publik, tetapi benar-benar telah membudaya, mewabah dan merusak seluruh sendi kehidupan bangsa. Jika dirunut ke belakang, persoalan korupsi ini telah menjadi isu nasional yang tidak pernah lenyap dari wacana publik sejak zaman colonial, sehingga di awal kemerdekaan Bung Hatta mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi bagian dari kebudayaan. Artinya, budaya korupsi bukanlah sesuatu yang tunggal, melainkan hasil saling memengaruhi dari berbagai sistem sosial masyarakat. Korupsi pun dalam sejarahnya selalu mewarnai dinamika politik, berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi dan berkelindan dengan kekuasaan. Dalam perkembangannya, korupsi lalu dipahami sebagai persoalan psikososial sistemik yang terjadi karena fenomena psikodinamik nirsadar yang dalam istilah Sigmund Freud disebut transferensi. Transferensi dapat dimengerti sebagai pengembangan proses nirsadar pola-pola relasi masa lampau bangsa dengan penjajah ke realitas relasi penguasa, politik, ekonomi dengan masyarakat seluruhnya masa kini. Korupsi yang telah membudaya, memang seperti dalam novel Pramudya Anantatur, dikatakan sudah mulai disemai dengan baik sejak awal kemerdekaan. Bahkan, jika mau lebih jauh, VOC yang runtuh di akhir tahun 1799 juga terutama disebabkan oleh korupsi. Menurut Wertheim, seorang analis di zaman kolonial, konsep korupsi di Indonesia sudah dikenal dalam sistem birokrasi patrimonial kerajaan-kerajaan di Jawa, jauh sebelum kolonialisme, upeti atau pajak ditarik kerajaan, tidak luput dari penyunatan.
Sistem upeti berkembang pesat di era kolonial di bawah VOC. Penguasa VOC memberi gaji yang rendah kepada pegawainya. Maka, para pegawai melakukan penyuapan untuk mendapatkan kedudukan strategis
dalam
perusahaan.
Pada
gilirannya,
mereka
melakukan
pungutan dalam pengangkatan bupati. Orang-orang pribumi yang ingin menjadi bupati harus menyogok VOC. Maka, mulai terjadilah kolaborasi antara pejabat pemerintah dengan usaha dagang. Itulah diwarisi republik yang kemudian mengidap penyakit sama yang harus diterima dalam sistem negara modern. Di zaman Orde Lama, yang pemerintahannya sangat sentralistis dengan memiliki partai yang begitu banyak, tetapi seperti saat ini semuanya tidak peduli dengan korupsi yang terjadi pada rezim tersebut. Ada korupsi di tubuh pemerintahan Soekarno, tetapi tidak digubris karena memang konsentrasi utama bangsa ketika itu lebih pada perjuangan dalam membentuk republik. Di masa lalu, korupsi benarbenar mendapatkan sosoknya yang paling pas dengan merasuk di tiga pilar utama institusi negara, yakni birokrasi, politik dan hukum. Di wilayah birokrasi, mulai dari tingkat tertinggi kekuasaan, menyusup ke semua eselon sampai ke kesatuan administrasi rendah kelurahan, RW dan RT. Gaji pegawai negeri yang minim kerap dijadikan alasan melakukan korupsi dengan mencari sumber pendapatan di luar gaji, seperti di zaman kolonial. Itulah yang kemudian dikenal dengan istilah pungutan liar, uang pelicin, uang rokok dan lain-lain. Di bidang politik, korupsi dilakukan oleh aktor-aktor politik yang eksis, dengan memanfaatkan peluang apa saja yang dapat dikorupsi untuk kepentingan politik. Di era ini, kita kenal dengan Golkar, tentara dan birokrasi yang merupakan tiga pilar berdimensi tunggal dan secara integratif dalam menyokong lestarinya sistem korupsi. Ini merembet ke areal hukum, yang kemudian bermunculan dengan apa yang disebut mafia peradilan yang merupakan kombinasi di antara para pelaku korupsi yang di dalamnya tercipta jaringan yang saling bersepakat meningkatkan
kerja sama di bidang penyelewengan. Sistem kerja sama jahat yang telah berlangsung dalam waktu yang lama di republik inilah yang kemudian membuat negara ini disebut sebagai negara kleptokrasi. Negara kleptokrasi adalah negara yang di dalam praktik pemerintahannya ditandai oleh keserakahan, ketamakan dan korupsi yang mewabah (a government characterized by rampant greed and corruption) (Amich Alhumami, 2005) Istilah kleptokrasi seperti diuraikan ini menjadi sangat popular setelah digunakan oleh Stanislav dalam "Kleptocracy or Corruption as a System of Government" (1968), yang merujuk pada a ruler or to official whose primary goal is personal environment and who possesses the power to gain private fortunes while holding public office. Dengan melihat praktik korupsi di negara kleptokrasi yang telah membudaya dan merasuk ke setiap lini kehidupan masyarakat, membuat aksi pemberantasan korupsi menjadi sangat sulit, bahkan absurd. Kondisi krisis, ditambah dengan semangat pengejaran dan pengagungan kekuasaan dalam kehidupan
politik
yang
menyuburkan
political
corruption,
telah
melanggengkan pula rezim kleptokrat ini. Sebagai sebuah negara kleptokrasi, tentu ada segudang kenyataan empiris bahwa tidak ada ruang kosong di negeri ini yang tidak diisi maling. Persoalannya, bagaimana para penegak hukum dan pencipta keadilan berjuang menghadapi para maling yang terus berjuang merampok keadilan dengan uang hasil korupsi? Dan rusaknya keadilan di negeri kleptokrat ini bukanlah barang baru lagi. Tragisnya, mafia hukum atau mafia peradilan pun sudah membudaya beriringan dengan pembudayaan korupsi.
Contoh Kasus Kleptokrasi
1)
Di antaranya kasus korupsi dana bansos yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu-non aktif) Gatot Pujo Nugroho.
2)
Kasus suap proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan, misalnya, adalah salah satu contoh persekongkolan antara politisi di DPR (legislatif) dan pejabat pemerintah (eksekutif).
3)
Adapun kasus suap yang melibatkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar adalah contoh kejahatan korupsi di lembaga peradilan (yudikatif).