Tugas TTL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EVALUASI PERFORMANCE HEAT EXCHANGER 101 JCA/JCB PADA UNIT AMONIA I B DI PT PUPUK KUJANG – CIKAMPEK TUGAS AKHIR



Oleh:



REZKYANTI SYAHNI ALAMSYAH Stambuk : TK145943



Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna menyelesaikan program Diploma Tiga Program Studi Teknik Kimia Industri Jurusan Teknik Industri



AKADEMI TEKNIK INDUSTRI MAKASSAR KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I 2016



i



HALAMAN PERSETUJUAN



JUDUL



: EFISIENSI PROSES HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE TIPE 101 JCA/JCB PADA UNIT AMONIA I B DI PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK



NAMA MAHASISWA : REZKYANTI SYAHNI ALAMSYAH Stambuk



: TK145943



PROGRAM STUDI



: TEKNIK KIMIA INDUSTRI



Menyetujui, Pembimbing I



Pembimbing II



Rachma, STP., MM NIP. 19561010 197903 2 005



Yusdianto, STP., M.Si NIP. 19810622 200804 1 003



Mengetahui, Direktur Politeknik ATI Makassar



Ketua Program Studi Teknik Kimia Industri



Amrin Rapi, ST., MT NIP. 19691011 199412 1 001



Herlina Rahim, ST., M.Si NIP. 19760626 200112 2 003



ii



HALAMAN PENGESAHAN



Telah diterima oleh Panitia Ujian Akhir Program Diploma Tiga (D3) yang ditentukan sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Politeknik ATI Makassar Nomor: 163 / Kpts / SJ-IND.7.8 / 2 / 2017 tanggal 6 Februari 2017 yang telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Jumat, 12 Mei 2017 sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) Teknik Industri dalam program studi Teknik Kimia Indsutri pada Politeknik ATI Makassar. PANITIA UJIAN Pengawas



: 1. Kepala Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian R.I. 2. Direktur Politeknik ATI Makassar



Ketua



: Andi Arninda, ST., M.Si



(............................................)



Sekertaris



: DR. Idi Amin, ST., M.Si



(............................................)



Penguji I



: Andi Arninda, ST., M.Si



(............................................)



Penguji II



: DR. Idi Amin, ST., M.Si



(............................................)



Penguji III



: H. Iskandar Wahab, ST., MM



(............................................)



Pembimbing I



: Rachma, STP., MM



(............................................)



Pembimbing II



: Yusdianto, STP., M.Si



(............................................)



iii



HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR



Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Rezkyanti Syahni Alamsyah Stambuk : TK145943 Program Studi : Teknik Kimia Industri



Menyatakan bahwa tugas akhir yang saya buat benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari terbukti dan dapat dibuktikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia bahwa tugas akhir saya adalah hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut tanpa melibatkan institusi Politeknik ATI Makassar atau orang lain.



Makassar, 12 Mei 2017 Yang menyatakan,



(Rezkyanti Syahni Alamsyah)



iv



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan mengangkat judul “EFISIENSI PROSES HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE TIPE 101 JCA/JCB PADA UNIT AMONIA I B DI PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua, Bapak Alamsyah Tahir dan Ibu Erni Rosalina yang senantiasa memberikan dukungan moril, material, dan motivasi selama penulis menjalankan pendidikan. 2. Seluruh keluarga yang telah memberikan do’a, dukungan dan motivasi. 3. Bapak Amrin Rapi, ST., MT., selaku Direktur Politeknik ATI Makassar. 4. Ibu Rachma, STP., MM., dan Bapak Yusdianto, STP., M.Si., selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah membimbing penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini. 5. Ibu Herlina Rahim, ST., M.Si., selaku Ketua Jurusan/Ketua Program Studi Teknik Kimia Industri Politeknik ATI Makassar. 6. Bapak Agus Salim Opu, ST., MM., selaku Dosen Pembimbing Akademik. 7. Seluruh Dosen Politeknik ATI Makassar khususnya Dosen Teknik Kimia Industri yang telah mengajar dan memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani perkuliahan. 8. Teman-teman mahasiswa Teknik Kimia Industri khususnya angkatan 2014 9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.



Makassar, 12 Mei 2017



Penulis



v



ABSTRAK



REZKYANTI SYAHNI ALAMSYAH. 2017. Efisiensi Proses Heat Exchanger Shell and Tube Tipe 101 JCA/JCB pada Unit Amonia I B di PT. Pupuk Kujang - Cikampek. Di bawah bimbingan RACHMA sebagai pembimbing I dan YUSDIANTO sebagai pembimbing II. Saat ini pupuk urea merupakan kebutuhan pokok bagi para petani khususnya di Indonesia karena dianggap dapat langsung meningkatkan produktivitas tanaman seperti padi dan sejenisnya. Dalam proses pembuatan pupuk tersebut membutuhkan alat penukar kalor sebagai alat pemindah panas antara fluida yang temperaturnya lebih tinggi dengan fluida yang temperaturnya lebih rendah. Alat penukar kalor lebih rentan untuk mengalami kerusakan dikarenakan bahan kimia yang diproses dapat menyebabkan korosi bila bersentuhan dengan logam. Maka perlu dilakukan perhitungan efisiensi dari penukar panas dilakukan dengan cara menghitung koefisien overall perpindahan panas (U) sehingga efisiensi proses dari suatu heat exchanger dapat diketahui. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk menganalisa efisiensi proses heat exchanger 101 JCA/JCB dengan membandingkan koefisien perpindahan panas menyeluruh kotor (Ud) dengan koefisien panas menyeluruh bersih (Uc) pada unit amonia di PT. Pupuk Kujang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui observasi langsung di lapangan pada alat heat exchanger unit Amonia I B di PT Pupuk Kujang Cikampek. Hasil penelitian menunjukkan nilai efisiensi yang didapat dari perhitungan untuk 101 JCA yaitu sebesar 70% sedangkan untuk 101 JCB sebesar 65%. Menurut PT. PKC standar efisiensi heat exchanger dikatakan baik yaitu >80%. Jika nilai efisiensi lebih kecil dari nilai efisiensi ketentuan maka dapat disimpulkan bahwa heat exchanger sudah kotor dan harus dilakukan pembersihan. Sebaliknya jika nilai efisiensi lebih besar atau sama dengan nilai ketentuan maka suatu alat heat exchanger tersebut masih efektif untuk digunakan. Maka bisa disimpulkan bahwa kedua heat exchanger tersebut sudah kotor dan perlu dilakukan pembersihan. Kata Kunci : Efisiensi, Heat Exchanger, koefisien perpindahan panas



vi



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR .................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................ v ABSTRAK ....................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 A. Konsep Efisiensi ................................................................................. 4 B. Nitrogen ............................................................................................ 5 C. Perpindahan Kalor ............................................................................. 6 D. Alat Penukar Kalor ............................................................................. 11 E. Klasifikasi Alat Penukar Kalor ............................................................ 13 F. Jenis Alat Penukar Kalor .................................................................... 16 G. Alat Penukar Kalor Tipe “Shell and Tube” ......................................... 16 H. Perhitungan Kinerja Heat Exchanger ................................................ 22 I. Kerangka Berpikir .............................................................................. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 33 A. Waktu dan Tempat ............................................................................ 33 B. Alat dan Bahan .................................................................................. 33 C. Jenis Penelitian .................................................................................. 33 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 34 E. Analisis Data ...................................................................................... 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 36 A. Data Pengamatan .............................................................................. 36 B. Hasil Perhitungan .............................................................................. 38 C. Pembahasan ...................................................................................... 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 44 A. Kesimpulan ........................................................................................ 44



vii



B. Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................



viii



44 45



DAFTAR TABEL



Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6



Spesifikasi peralatan heat exchanger 101 JCA ...................... Kondisi operasi desain heat exchanger 101 JCA ................... Spesifikasi peralatan heat exchanger 101 JCB ...................... Kondisi operasi desain heat exchanger 101 JCB .................... Perhitungan efisiensi heat exchanger 101 JCA ...................... Perhitungan efisiensi heat exchanger 101 JCB ......................



ix



36 36 37 37 38 39



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9



Perpindahan panas konduksi pada dinding ........................... Perpindahan panas konveksi ................................................. Perpindahan panas radiasi .................................................... Standar TEMA berdasarkan tipe bagian alat penukar kalor .. Konstruksi penukar kalor fixed tube sheet ............................ Konstruksi penukar kalor floating tube sheet ....................... Penukar kalor tabung dan pipa tipe pipa U ........................... Penukar kalor tabung dan pipa tipe dua pipa (double pipe) .. Komponen alat penukar kalor tipe “shell and tube” .............



x



8 10 11 16 19 19 19 20 21



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14



Perhitungan efisiensi heat exchanger 101 JCA ...................... Perhitungan efisiensi heat exchanger 101 JCB ...................... LMTD correction factor 1-2 exchanger .................................. Heat exchanger and condenser tube data ............................ Viscosities of gases ................................................................ Shell side heat transfer .......................................................... Viscosities of liquids ............................................................... Tube side heat transfer .......................................................... Termal conductivities of gases and vapors ............................ Spesific heat of gases ............................................................. Termal conductivities of liquids ............................................. Spesific heat of liquids ........................................................... Shell side friction factors ........................................................ Tube side friction factors .......................................................



xi



48 59 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80



DAFTAR ISTILAH



BTU



= British thermal unit, merupakan satuan energi yang digunakan di Amerika Serikat



Densitas



= suatu besaran kerapatan massa benda yang dinyatakan dalam berat benda per satuan volume benda tersebut



Fasa



= sejumlah zat yang homogen baik secara kimia maupun fisika



ft



= feet, satuan panjang non-SI yang umum digunakan di Britania Raya dan Amerika Serikat



Fluida



= suatu zat yang bisa mengalami perubahan-perubahan bentuknya secara continue/terus-menerus bila terkena tekanan/gaya geser walaupun relatif kecil atau bisa juga dikatakan suatu zat yang mengalir.



Flux



= senyawa yang bersifat korosif dan berfungsi untuk menghilangkan lapisan oksidasi dari permukaan benda yang disolder



Gasket



= bahan atau material yang dipasang diantara dua permukaan benda, dimana didalamnya terdapat fluida bertekanan, untuk mencegah terjadinya kebocoran



hio



= koefisien perpindahan panas shell



ho



= koefisien perpindahan panas tube



in



= inch, satuan dari besaran panjang pada sistem satuan imperial



Kalor



= suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya



Korosif



= sifat suatu substansi yang dapat menyebabkan benda lain hancur atau memperoleh dampak negatif



lb



= pound, satuan massa dalam sistem hitung satuan imperial



xii



Steam



= bahasa teknis dari uap air



Temperatur



= ukuran panas-dinginnya dari suatu benda



Termal



= sebuah kolom udara naik pada ketinggian rendah atmosfer Bumi



Turbulen



= aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak stabil dengan kecepatan berfluktuasi yang saling interaksi



Viskositas



= ukuran kekentalan suatu fluida yang menunjukkan besar kecilnya gesekan internal fluida



xiii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Saat ini pupuk urea merupakan kebutuhan pokok bagi para petani khususnya di Indonesia karena dianggap dapat langsung meningkatkan produktivitas tanaman seperti padi dan sejenisnya (Endrizal dan Julistia, 2014). Maka dari itu didirikanlah beberapa perusahaan pupuk urea salah satunya yaitu PT Pupuk Kujang. Proses pembuatan urea dibuat dengan bahan baku gas CO2 dan liquid NH3 yang disuplai dari pabrik amonia. Dalam proses pembuatan pupuk tersebut membutuhkan alat penukar kalor yang digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lain. (Iswahyudi, 2011) Penukar kalor yang digunakan adalah penukar kalor tipe Shell dan Tube yang terbuat dari bahan logam, terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara paralel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Penggunaan tipe Shell dan Tube ini mempunyai beberapa keuntungan seperti mampu melewatkan fluida yang bertekanan tinggi serta mudah dibersihkan. (Prastiyo, 2014)



xiv



Alat penukar kalor lebih rentan untuk mengalami kerusakan dikarenakan bahan kimia yang diproses dapat menyebabkan korosi bila bersentuhan dengan logam. Korosi dapat melemahkan bagian-bagian dari heat exchanger. Maka perlu dilakukan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk jangka pendek maupun jangka panjang untuk memperlambat kerusakan lebih lanjut. (Bizzy dan Setiadi, 2013) Alat penukar kalor di PT. Pupuk Kujang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan keseluruhan rangkaian proses. Kegagalan operasi alat ini baik akibat kegagalan mekanikal maupun operasional dapat menyebabkan berhentinya operasi unit. Maka suatu alat penukar kalor (Heat Exchanger) dituntut untuk memiliki kinerja yang baik agar dapat diperoleh hasil yang maksimal serta dapat menunjang penuh terhadap suatu operasional unit. Salah satu karakteristik unjuk kerja dari penukar kalor ini adalah efisiensi penukar kalor. (Hidayatullah dan Dwiyantoro, 2014) Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan perhitungan efisiensi dari penukar kalor dilakukan dengan cara menghitung koefisien overall perpindahan panas (U) untuk menyatakan mudah atau tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin sehingga efisiensi proses dari suatu heat exchager dapat diketahui.



xv



B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana efisiensi proses dari Heat Exchanger 101 JCA/JCB dengan membandingkan koefisien perpindahan panas menyeluruh kotor (Ud) dengan koefisien panas menyeluruh bersih (Uc) pada unit amonia di PT. Pupuk Kujang ?



C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk menganalisa efisiensi proses heat exchanger 101 JCA/JCB dengan membandingkan koefisien perpindahan panas menyeluruh kotor (Ud) dengan koefisien panas menyeluruh bersih (Uc) pada unit amonia di PT. Pupuk Kujang ?



D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Perusahaan Manfaat yang diperoleh dengan mengetahui efisiensi proses dari heat exchanger antara lain adalah untuk mengetahui apakah heat exchanger tersebut perlu dibersihkan atau tidak, agar lebih efisien dalam transfer panas. 2. Manfaat Bagi Penelitian Selanjutnya Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu menghitung efisiensi Heat Exchanger bisa dijadikan salah satu referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan efisiensi Heat Exchanger tersebut pada perusahaan lain.



xvi



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Efisiensi Konsep mengenai efisiensi dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang dan latar belakang. Pada umumnya, efisiensi dapat diarahkan kepada sebuah konsep tentang pencapaian suatu hasil dengan penggunaan sumber daya secara optimal. Menurut Karim (2006), “Efficient is doing the things right”, yang berarti bahwa melakukan segala hal dengan cara yang tepat untuk mendapatkan hasil yang optimal. Efisiensi dalam proses produksi terbatas pada melihat hubungan teknis dan operasional dalam suatu proses produksi, yaitu konversi input menjadi output. Kinerja dapat didefinisikan sebagai kombinasi yang memadai antara efisiensi dan efektivitas. Efisiensi umumnya merujuk pada penggunaan minimum sejumlah input tertentu guna menghasilkan sejumlah output tertentu. Efisiensi di bidang industri memiliki arti bahwa suatu alat di sebuah unit indsutri dituntut mampu memberikan produk/kuantitas pada tingkat tertentu berdasarkan standar kualitas yang membatasinya. Sedangkan efektivitas berguna untuk mengevaluasi dampak dari suatu alat di industri yang bias mempengaruhi efisiensi atau dipengaruhi oleh efisiensi sehingga berdampak pada kinerja dari suatu alat tersebut. (Wulansari, 2010)



xvii



B. Nitrogen Nitrogen merupakan unsur yang melimpah di alam. Yaitu pada atmosfer bumi ± 78% sedangkan pada permukaan kerak bumi tidak sebanyak diatmosfer yaitu hanya 33%. Persenyawaan nitrogen juga sangat melimpah di alam, baik dalam bentuk oksidanya, nitrit, nitrat maupun persenyawaannya dengan unsur-unsur lainnya berupa garam. Nitrat maupun nitrit sangat larut di air, sehingga keduanya juga melimpah di daerah perairan. Persenyawaan nitrogen yang terdapat di alam di antaranya NaNO3 yang biasanya digunakan sebagai pupuk. (Indah, 2009) Adapun sifat-sifat nitrogen sebagai berikut : 1. Nitrogen merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. 2. Titik didih



: -196°C



3. Titik beku



: -210,65°C



4. Temperature kritis



: -147°C



5. Sukar larut dalam air 6. Pada temperatur kamar sulit bereaksi 7. Dengan bunga api listrik dapat bereaksi dengan hidrogen dan oksigen 8. Isotop-isotopnya adalah sebesar N14 19,62% dan N15 sebesar 0,38% 9. Densitas gas nitrogen pada suhu 0°C, tekanan 1 atm adalah 1,209,9°C 10. Bilangan oksidasinya +5 dan -3 11. Gas nitrogen berkondensasi menjadi cairan tidak berwarna pada suhu 195,8°C dan menjadi padatan putih -209,9°C. (Indah, 2009)



xviii



Secara komersial (dalam bidang industri), gas nitrogen diperoleh melalui destilasi udara cair. Oleh karena itu, N2 memiliki titik didih yang lebih rendah dari O2 maka N2 mendidih lebih dulu untuk memisahkan dari campuran udara cair. Gas N2 kemudian dikompres dalam tangki khusus. Meskipun N2 yang diperoleh sedikit terkotori oleh gas-gas mulia, ia cukup murni untuk berbagai keperluan. (Nugroho, 2012) C. Perpindahan Kalor Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan kalor tidak akan terjadi pada sistem yang memiliki temperatur sama. Perbedaan temperatur menjadi daya penggerak untuk terjadinya perpindahan kalor. Sama dengan perbedaan tegangan sebagai penggerak arus listrik. Proses perpindahan kalor terjadi dari suatu sistem yang memiliki temperatur yang lebih rendah. Keseimbangan pada masing-masing sistem terjadi ketika sistem memiliki temperatur yang sama. (Bizzy dan Setiadi, 2013) Perpindahan kalor adalah proses yang sangat penting dalam dunia perindustrian. Ekonomisnya suatu proses pabrik sering ditentukan oleh keefektifan dari pemanfaatan dan recovery panas yang dikandung suatu bahan. Banyaknya steam dan sistim pendingin yang dibutuhkan ditentukan oleh efisiensi dari alat yang digunakan. Ada banyak jenis heat exchanger yang dapat digunakan dalam industri, tergantung pada proses apa yang akan



xix



ditangani. Kemudian dari satu jenis mempunyai bermacam-macam tipe, tetapi yang penting dari karakter heat exchanger ini adalah terjadinya perpindahan panas dari fase yang bersuhu tinggi ke fase yang bersuhu rendah atau sebaliknya sesuai dengan dari fungsinya. (Barun dan Rukmana, 2010) Untuk menentukan besar kecilnya panas yang dipindahkan pada beda temperatur yang sama, ini tergantung kepada harga koefisien perpindahan panas total dari alat yang digunakan, dimana pada suatu alat heat exchanger tersebut koefisien ini dapat diperkirakan besarnya melalui perhitungan. (Barun dan Rukmana, 2010) Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan kalor yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. 1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum. (Holman, 1994)



xx



Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi pada dinding (Holman, 1994) Perpindahan kalor secara konduksi merupakan proses perpindahan energi dari tempat yang bertemperatur tinggi ke tempat yang bertemperatur rendah. Panas akan berpindah secara estafet dari satu partikel ke partikel lainnya dalam medium tersebut. Proses perpindahan panas secara konduksi bisa dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan, atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. (Mochamad, 2008) Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudo yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Kondisi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. (Mochamad, 2008)



2. Perpindahan Kalor Secara Konveksi Konveksi



adalah



perpindahan



panas



karena



adanya



gerakan/aliran/pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin.



xxi



Contohnya adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi, dll. Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka



perpindahan



panasnya



disebut



sebagai



konveksi



bebas



(free/natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa/eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection). (Holman, 1994) Dalam proses perpindahan konveksi dikenal ada dua macam cara panas berpindah yaitu konveksi yang alamiah (natural convection) dan konveksi yang dipaksakan (forced convection). Proses perpindahan panas dengan cara konveksi alamiah adalah proses perpindahan panas yang terjadi bila molekul-molekul fluida bergerak akibat terjadinya perbedaan densitas. Perbedaan densitas fluida ini ditimbulkan oleh perbedaan temperatur fluida pada dua tempat yang berbeda. Sebuah contoh yang lazim ialah konveksi alamiah dari dinding atau dari pipa yang suhunya konstan dan dikelilingi oleh udara luar yang beda suhunya dengan suhu dinding atau pipa itu sebesar ∆𝑇. (Mochamad, 2008)



xxii



Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi (Holman, 1994) Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataannya sering dijumpai, karena dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain. (Holman, 1994) Proses perpindahan kalor secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan kesetimbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini terdapat keadaan suhu tidak setimbang diantara bahan dengan sekelilingnya. (Wafi dkk, 2011) 3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi Perpindahan kalor secara radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut. (Holman, 1994)



xxiii



Gambar 2.3 Perpindahan panas radiasi (Holman, 1994) Radiasi terjadi pada setiap benda dimana suatu benda memancarkan gelombang elektromagnetik dengan flux radiasi yang ditentukan oleh temperatur benda tersebut (Hukum Stefan-Boltzman). Proses ini dikenal juga dengan radiasi termal dan proses ini dapat diamati dengan mudah pada benda yang memiliki temperatur tinggi. Salah satu contoh proses radiasi adalah proses pemanasan permukaan bumi oleh panas sinar matahari. (Mochamad, 2008) Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan



melalui



ruang



antara,



dalam



bentuk



gelombang



elektromagnetik. Bila energi radiasi menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan, sebagian diserap dan sebagian diteruskan. (Holman, 1994) D. Alat Penukar Kalor Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur yaitu fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah. Perpindahan panas tersebut baik secara langsung



xxiv



maupun secara tidak langsung. Pada kebanyakan sistem kedua fluida ini tidak mengalami kontak langsung. Kontak langsung alat penukar kalor terjadi sebagai contoh pada gas kalor yang terfluidisasi dalam cairan dingin untuk meningkatkan temperatur cairan atau mendinginkan gas. (Holman, 1994) Dalam penukar kalor yang paling sederhana, fluida panas dan fluida dingin bercampur langsung sedangkan dalam kebanyakan penukar kalor yang lain kedua fluida itu terpisah oleh suatu dinding. Penukar kalor jenis ini, disebut rekuperator, mungkin hanya berupa dinding rata sederhana yang memisahkan dua fluida yang mengalir, tetapi mungkin pula merupakan konfigurasi rumit yang melibatkan lintas-lintas rangkap, sirip, atau sekat. (Harlan dkk, 2014) Alat penukar panas banyak digunakan pada berbagai instalasi industri, antara lain pada : boiler, kondenser, cooler, cooling tower. Sedangkan pada kendaraan kita dapat menjumpai radiator yang fungsinya pada dasarnya adalah sebagai alat penukar panas. (Holman, 1994) Tujuan perpindahan panas tersebut di dalam proses industri diantaranya adalah : 1. Memanaskan atau mendinginkan fluida hingga mencapai temperatur tertentu yang dapat memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya, seperti pemanasan reaktan atau pendinginan produk dan lain-lain. 2. Mengubah keadaan (fase) fluida : destilasi, evaporasi, kondensasi, dan lain-lain.



xxv



Fungsi alat penukar kalor yang dipergunakan di industri lebih diutamakan untuk menukarkan energi dua fluida (boleh sama zatnya) yang berbeda temperaturnya. Pertukaran energi dapat berlangsung melalui bidang atau permukaan perpindahan kalor yang memisahkan kedua fluida atau secara kontak langsung (fluidanya bercampur). Energi yang dipertukarkan akan menyebabkan perubahan temperatur fluida (kalor sensibel) atau kadang dipergunakan untuk berubah fasa (kalor laten). (Wafi dkk, 2011) Laju perpindahan energi dalam penukar kalor dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kecepatan aliran fluida, sifat-sifat fisik (viskositas, konduktivitas termal, kapasitas kalor spesifik, dan lain-lain), beda temperatur antara kedua fluida, dan sifat permukaan bidang perpindahan kalor yang memisahkan kedua fluida. Walaupun fungsi penukar kalor adalah untuk menukarkan energi dua fluida atau dua zat, namun jenisnya banyak sekali. Hal ini terjadi karena biasanya desain penukar kalor harus menunjang fungsi utama proses yang akan terjadi di dalamnya. (Wafi dkk, 2011) E. Klasifikasi Alat Penukar Kalor Menurut Bizzy dan Setiadi (2013), alat penukar kalor dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :



1. Berdasarkan Proses Perpindahan Kalor a. Perpindahan kalor secara langsung b. Perpindahan kalor secara tidak langsung



xxvi



2. Berdasarkan Kontruksi a. Konstruksi tabung (tubular) b. Konstruksi tipe pelat c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas d. Konstruksi regeneratif 3. Berdasarkan Jenis Aliran a. Alat penukar kalor aliran sejajar (Parallel Flow) b. Alat penukar kalor aliran berlawanan (Counter Flow) c. Alat penukar kalor aliran silang (Cross Flow) 4. Berdasarkan Pengaturan Aliran a. Aliran dengan satu pass b. Aliran dengan multi pass 5. Berdasarkan Banyaknya Fluida yang Digunakan a. Dua jenis fluida b. Tiga jenis fluida atau lebih 6. Berdasarkan Mekanisme Perpindahan Kalor a. Konveksi satu fasa b. Konveksi dua fasa c. Kombinasi perpindahan kalor secara konveksi dan radiasi Berdasarkan standar TEMA (1988), terdapat 3 (tiga) macam kelas alat penukar kalor :



xxvii



1. Kelas R, untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat. Biasa digunakan di industri minyak. 2. Kelas C, dibuat untuk penggunaan secara umum. Didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri. 3. Kelas B, untuk pelayanan proses kimia. Standar TEMA (1988) juga mengklasifikasikan alat penukar kalor menurut tipe “stasionary head”, “shell” dan “rear head” kedalam tiga kode huruf, yaitu : 1. Huruf pertama : A, B, C, N, dan D Menunjukkan tipe ujung muka 2. Huruf kedua : E, F, G, H, J, K, dan X Menunjukkan tipe shell 3. Huruf ketiga : L, M, D, U, P, S, T, dan W Menunjukkan tipe ujung belakang



xxviii



Gambar 2.4 Standar TEMA berdasarkan tipe bagian alat penukar kalor (TEMA, 1988) F. Jenis Alat Penukar Kalor 1. Tipe Tabung dan Pipa (Shell and Tube) 2. Tipe Pipa Bersirip (Fins and Tube) 3. Tipe Pelat (Plate Heat Exchanger) 4. Tipe Spiral (Spiral Heat Exchanger) G. Alat Penukar Kalor Tipe “Shell and Tube” Alat penukar kalor sangat berpengaruh dalam industri terhadap keberhasilan keseluruhan rangkaian proses, karena kegagalan operasi alat ini baik akibat kegagalan mekanikal maupun operasional dapat menyebabkan berhentinya operasi unit. Suatu alat penukar kalor ( Heat exchanger) dituntut untuk memiliki kinerja yang baik agar dapat diperoleh hasil yang maksimal serta dapat menunjang penuh terhadap suatu operasional unit. Salah satu



xxix



karakteristik unjuk kerja dari penukar panas ini adalah efektivitas penukar panas. (Hidayatullah dan Dwiyantoro, 2014) Jenis umum dari penukar kalor pada umumnya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi yang terdiri dari sebuah tabung (shell) yang di dalamnya disusun suatu selongsong (tube) dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida dingin mengalir melalui selongsong, sedangkan fluida panas mengalir melalui tabung sehingga terjadi perpindahan panas antar fluida secara konduksi dan konveksi pada bagian dinding. Terdapat beberapa jenis rangkaian selongsong seperti triangular, segiempat, dan lain – lain. (Hidayatullah dan Dwiyantoro, 2014) Umumnya, aliran fluida dalam shell and tube heat exchanger adalah paralel atau berlawanan. Untuk membuat aliran fluida dalam shell-and-tube heat exchanger menjadi cross flow biasanya ditambahkan penyekat atau baffle. Aliran cross flow yang didapat dengan menambahkan baffle akan membuat luas kontak fluida dalam shell dengan dinding tube makin besar, sehingga perpindahan panas di antara kedua fluida meningkat. Baffle juga berguna untuk menjaga supaya tube tidak melengkung (berfungsi sebagai penyangga) dan mengurangi kemungkinan adanya vibrasi atau getaran oleh aliran fluida. (Hidayatullah dan Dwiyantoro, 2014) Secara teoritis, baffle yang dipasang terlalu berdekatan akan meningkatkan perpindahan panas yang terjadi di antara kedua fuida, namun hambatan yang terjadi pada aliran yang melalui celah antar baffle menjadi



xxx



besar sehingga penurunan tekanan menjadi besar. Jika baffle dipasang terlalu berjauhan penurunan tekanan yang terjadi akan kecil, namun perpindahan panas yang terjadi kurang baik dan timbul bahaya kerusakan pipa-pipa karena melengkung atau vibrasi. (Hidayatullah dan Dwiyantoro, 2014) Hal ini menunjukkan bahwa jarak antar baffle tidak boleh terlalu dekat ataupun terlalu jauh, ada jarak tertentu yang optimal untuk heat exchanger tertentu. Untuk itu akan dilakukan suatu penelitian untuk mempelajari pengaruh penggunaan baffle pada suatu shell and tube heat exchanger. (Hidayatullah dan Dwiyantoro, 2014) Alat penukar kalor tipe ini adalah salah satu jenis alat penukar kalor yang menurut konstruksinya dicirikan adanya sekumpulan “tube” yang dipasangkan di dalam “shell” berbentuk silinder dimana dua jenis fluida yang saling bertukar kalor mengalir secara terpisah, masing-masing melalui sisi “tube” dan sisi “shell”. Alat penukar kalor tipe ini sering digunakan di industri kimia. Satu fluida mengalir di dalam pipa, sementara fluida lain dialirkan dalam shell. Agar aliran dalam shell turbulen dan untuk memperbesar koefisien perpindahan panas konveksi maka pada shell dipasang penghalang (baffle). (Bizzy dan Setiadi, 2013) Konstruksi dari penukar kalor jenis ini sangat banyak. Salah satu contohnya yaitu jenis dengan konstruksi “fixed tube sheet” artinya pelat pemegang pipa-pipa pada kedua ujung pipa, keduanya memiliki konstruksi



xxxi



yang tetap (tidak dapat bergeser secara aksial dalam arah sumbu tabung relatif antara satu sisi dengan sisi lainnya). (Wafi dkk, 2011)



Gambar 2.5 Konstruksi penukar kalor fixed tube sheet Jenis yang lain adalah jenis “floating tube sheet” artinya salah satu pelat pemegang pipa-pipa pada kedua ujung pipa dapat bergerak relatif terhadap satunya karena tidak terjepit oleh flens (mengambang). (Wafi dkk, 2011)



Gambar 2.6 Konstruksi penukar kalor floating tube sheet Selain tipe tabung dan pipa masih ada jenis lain yang banyak pula dipergunakan di industri yaitu tipe pipa U (U tube type).



Gambar 2.7 Penukar kalor tabung dan pipa tipe pipa U



xxxii



Tipe dua pipa (double pipe type). Pada jenis yang terakhir ini setiap tabung berisi berkas pipa masing-masing.



Gambar 2.8 Penukar kalor tabung dan pipa tipe dua pipa (double pipe) Menurut Dwi (2012), keuntungan menggunakan penukar kalor tipe shell and tube yaitu : 1. Memiliki permukaan perpindahan panas persatuan volume yang lebih besar. 2. Mempunyai susunan mekanik yang baik dengan bentuk yang cukup baik untuk operasi bertekanan. 3. Tersedia dalam berbagai bahan konstruksi. 4. Prosedur pengoperasian lebih mudah. 5. Metode perancangan yang lebih baik telah tersedia. 6. Pembersihan dapat dilakukan dengan mudah. Alat penukar kalor tipe “shell and tube” memiliki komponenkomponen yang sangat berpengaruh pada konstruksinya. Adapun komponenkomponen dari alat penukar kalor tipe ini adalah :



xxxiii



Gambar 2.9 Komponen alat penukar kalor tipe “shell and tube” (Bizzy dan Setiadi, 2013) 1. Tube Outlet Tube outlet adalah tempat keluarnya air bila tube telah penuh. 2. Shell Inlet Shell inlet adalah tempat masuknya cairan dalam shell. 3. Baffles Baffles berfungsi sebagai penyangga tube, menjaga jarak antara masing-masing tube, menahan vibrasi yang ditimbulkan oleh tekanan dan suhu fluida. Disamping itu pengarutan arah aliran fluida pada shell side. 4. Front-End dan Rear-End Header Bagian ini berfungsi sebagai tempat masuk dan keluar dari fluida sisi pipa tubing. Selain itu bagian ini juga berfungsi untuk menghadapi adanya efek pemuaian. 5. Tube Inlet Tube inlet adalah tempat masuknya cairan dalam tube. 6. Shell Outlet Shell outlet adalah tempat keluarnya cairan dalam shell.



xxxiv



7. Shell Shell adalah pipa besar yang didalamnya terdapat tubes. 8. Tubes Pipa-pipa tubing yang melintang longitudinal membutuhkan penyangga agar posisinya bisa stabil. H. Perhitungan Kinerja Heat Exchanger Menurut Setiawan (2011), untuk melakukan evaluasi unjuk kerja alat heat exchanger, perlu dilakukan perhitungan unjuk kerja dari heat exchanger tersebut saat ini dibandingkan dengan kondisi awal peralatan (kondisi desain). Hal penting yang harus dilakukan sebelum melakukan perhitungan adalah mengambil suatu asumsi-asumsi, bahwa :  Suhu fluida dalam shell adalah rata-rata suhu isothermal di setiap bagian.  Luas permukaan perpindahan panas adalah sama di setiap pass.  Overall coefficient perpindahan panas, laju aliran masing-masing fluida dan spesific heat masing-masing fluida adalah tetap (constant).  Tidak terjadi perubahan phase pada fluida di dalam alat penukar panas tersebut.  Heat losses tidak diperhitungkan karena relatif sangat kecil, jika dibandingkan dengan laju perpindahan panas.



1. Neraca Panas/Heat Balance xxxv



Perhitungan mengenai besarnya panas yang dilepas dan panas yang diterima adalah sama, disebut neraca panas (heat balance). 𝑄 = 𝑊𝐶(𝑇1 − 𝑇2 ) = 𝑤𝑐(𝑡1 − 𝑡2 )



(Kern, 1983)



Keterangan : 𝑄



= Panas yang dilepaskan/diterima oleh fluida (Btu/hr)



𝑊



= Jumlah aliran massa fluida panas (lb/hr)



𝑤



= Jumlah aliran massa fluida dingin (lb/hr)



𝐶



= Panas jenis fluida panas (Btu/lb.°F)



𝑐



= Panas jenis fluida dingin (Btu/lb.°F)



𝑇1



= Suhu masuk fluida panas (°F)



𝑇2



= Suhu keluar fluida panas (°F)



𝑡1



= Suhu masuk fluida dingin (°F)



𝑡2



= Suhu keluar fluida dingin (°F)



2. LMTD (Logaritmic Mean Temperature Difference) LMTD adalah suatu nilai perhitungan untuk menentukan suhu penggerak (temperature driving force) untuk perpindahan panas di suatu sistem aliran. LMTD adalah suatu nilai rata-rata logaritma dari perbedaan temperatur antara sisi panas dan sisi dingin pada heat exchanger. Semakin besar nilai LMTD, semakin banyak perpindahan panas yang terjadi. 𝐿𝑀𝑇𝐷 =



(𝑇1 − 𝑡2 )−(𝑇2 − 𝑡1 )



(Kern, 1983)



(𝑇 − 𝑡2 ) 2 − 𝑡1 )



𝑙𝑛(𝑇1



xxxvi



Besarnya selisih suhu rata-rata sebenarnya atau LMTD terkoreksi (∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 ) ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 = 𝐹𝑇 × 𝐿𝑀𝑇𝐷



(Kern, 1983)



Dimana nilai 𝐹𝑇 (faktor koreksi) didapat dari grafik faktor koreksi LMTD dengan terlebih dahulu mencari R dan P dengan rumus sebagai berikut : 𝑅= 𝑆=



𝑇1 − 𝑇2 𝑡2 − 𝑡1 𝑡2 − 𝑡1 𝑇1 − 𝑡1



(Kern, 1983) (Kern, 1983)



Keterangan : R



= Parameter penukar panas



S



= Temperatur efisiensi penukar panas



3. Suhu Kalorik (Caloric Temperature) Suhu kalorik adalah suhu rata-rata yang dipergunakan untuk menentukan sifat fisik fluida proses. Besarnya suhu kalorik dari shell dan tube side, ditentukan dengan persamaan-persamaan dibawah ini : 𝑇𝑐 = 𝑇2 + [𝐹𝑐 × (𝑇1 − 𝑇2 )] → fluida panas 𝑡𝑐 = 𝑡1 + [𝐹𝑐 × (𝑡2 − 𝑡1 )] → fluida dingin Keterangan : 𝑇𝑐



= Suhu kalorik pada sisi fluida panas (°F)



𝑡𝑐



= Suhu kalorik pada sisi fluida dingin (°F)



𝐹𝑐



= Caloric friction



4. Luas Daerah Aliran (Flow Area)



xxxvii



(Kern, 1983)



Luas daerah aliran dari fluida area shell dan area tube dapat di kalkulasi menggunakan persamaan di bawah ini : 𝑎𝑠 = 𝑎𝑡 =



𝐷 ×𝐶 ′ ×𝐵 144 × 𝑃𝑇 𝑁𝑡 × 𝑎′𝑡 144 ×𝑛



→ area shell → area tube



(Kern, 1983)



Keterangan : 𝑎𝑠



= Luas daerah aliran pada sisi shell (𝑓𝑡 2 )



𝐷



= Diameter dalam shell (in)



𝐶′



= Jarak antar tube (in)



𝐵



= Jarak antar baffle plate (in)



𝑃𝑇



= Jarak antar sumbu tube (in)



𝑎𝑡



= Luas daerah aliran pada sisi tube (𝑓𝑡 2 )



𝑁𝑡



= Jumlah tube (batang)



𝑎′𝑡



= Luas daerah aliran per tube (𝑖𝑛2 )



𝑛



= Jumlah pass



5. Kecepatan Aliran Massa (Mass Velocity) 𝐺𝑠 = 𝐺𝑡 =



𝑊 𝑎𝑠 𝑤 𝑎𝑡



→ Sisi shell → Sisi tube



(Kern, 1983)



Keterangan : 𝐺𝑠



= Kecepatan aliran massa pada shell side (lb/ft2.hr)



𝑊



= Kecepatan aliran massa fluida panas pada sisi shell (lb/hr)



𝑎𝑠



= Luas daerah aliran pada shell side (ft2)



xxxviii



𝐺𝑡



= Kecepatan aliran massa pada tube (lb/ft2.hr)



𝑤



= Kecepatan aliran massa fluida dingin pada sisi tube (lb/hr)



𝑎𝑡



= Luas daerah aliran pada tube (ft2)



6. Bilangan Reynolds 𝑅𝑒𝑠 = 𝑅𝑒𝑡 =



𝐷𝑒 × 𝐺𝑠



→ Sisi shell



𝜇 𝐷 × 𝐺𝑡



→ Sisi tube



𝜇



(Kern, 1983)



Keterangan : 𝑅𝑒𝑠



= Bilangan Reynolds pada sisi shell



𝐺𝑠



= Kecepatan aliran massa pada shell (lb/ft2.hr)



𝐷𝑒



= Diameter ekivalen (ft)



𝜇



= Viskositas fluida yang mengalir (lb/ft.hr)



𝑅𝑒𝑡



= Bilangan reynolds pada sisi tube



𝐺𝑡



= Kecepatan aliran massa pada tube (lb/ft2.hr)



𝐷



= Diameter ekivalen (ft)



7. Faktor Perpindahan Panas (JH) Faktor perpindahan panas baik pada sisi shell maupun tube dapat diperoleh dari tabel dengan menggunakan nilai bilangan Reynolds. 8. Koefisien Perpindahan Panas Nilai koefisien perpindahan panas pada bagian luar tube atau bagian dalam shell ditentukan dengan rumus : ℎ𝑜 ∅𝑠



𝑘



𝑐 × 𝜇 1/3



= 𝐽𝐻 × (𝐷 ) × ( 𝑒



𝑘



)



xxxix



(Kern, 1983)



Keterangan : ℎ𝑜



= Koefisien perpindahan panas pada shell (Btu/hr.ft2.°F)



𝐽𝐻



= Faktor perpindahan panas pada sisi shell



𝐷𝑒



= Diameter ekivalen shell (ft)



𝑘



= Konduktivitas panas fluida dalam shell (Btu/hr.ft2.°F/ft)



𝜇



= Viskositas fluida dalam shell (lb/ft.jam)



𝑐



= Panas spesifik fluida dalam shell (Btu/lb.°F)



∅𝑠



= Rasio/perbandingan viskositas fluida pada suhu dinding tube di sisi shell Nilai koefisien perpindahan panas pada bagian dalam tube



ditentukan dengan rumus : ℎ𝑖 ∅𝑡



𝑘



𝑐 × 𝜇 1/3



= 𝐽𝐻 × (𝐷) × (



𝑘



)



(Kern, 1983)



Keterangan : ℎ𝑖



= Koefisien perpindahan panas pada tube (Btu/hr.ft2.°F)



𝐽𝐻



= Faktor perpindahan panas pada sisi tube



𝐷



= Diameter ekivalen tube (ft)



𝑘



= Konduktivitas panas fluida dalam tube (Btu/hr.ft2.°F/ft)



𝜇



= Viskositas fluida dalam tube (lb/ft.jam)



𝑐



= Panas spesifik fluida dalam tube (Btu/lb.°F)



∅t



= Rasio/perbandingan viskositas fluida pada suhu dinding tube di sisi tube



9. Suhu Pada Dinding Tube xl



Untuk menentukan harga suhu pada dinding tube (𝑇𝑤 ), maka sebelumnya perlu ditentukan dahulu harga



ℎ𝑖𝑜 ∅𝑡



, dimana nilainya dapat



diperoleh dari persamaan : ℎ𝑖𝑜 ∅𝑡



=



ℎ𝑖 ∅𝑡



×



𝐷



(Kern, 1983)



𝑂𝐷𝑡



Jadi besarnya harga suhu pada dinding tube (𝑇𝑤 ) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan : 𝑇𝑤 = 𝑡𝑐 +



ℎ𝑜 ∅𝑠 ℎ𝑖𝑜 ℎ𝑜 + ∅𝑡 ∅𝑠



× (𝑇𝑐 − 𝑡𝑐 )



(Kern, 1983)



Keterangan : 𝑇𝑤



= Suhu pada dinding tube (°F)



𝐷



= Diameter dalam tube (in)



𝑂𝐷𝑡



= Diameter luar tube (in)



ℎ𝑖𝑜



= Koefisien perpindahan panas pada lapisan flim keseluruhan dinding tube (Btu/hr.ft2.°F)



10. Rasio Viskositas Fluida Pada Suhu Dinding Tube Rasio viskositas fluida pada suhu dinding tube ditentukan dengan rumus di bawah ini : ∅𝑠 = (𝜇/𝜇𝑤 )0.14



(Kern, 1983)



Keterangan : ∅𝑠



= Rasio viskositas fluida pada sisi shell



𝜇



= Viskositas fluida dalam shell pada suhu kalorik



xli



𝜇𝑤



= Viskositas fluida dalam shell pada suhu dinding tube Rasio viskositas fluida pada suhu dinding tube di sisi shell



ditentukan dengan rumus di bawah ini : ∅𝑡 = (𝜇/𝜇𝑤 )0.14



(Kern, 1983)



Keterangan : ∅𝑡



= Rasio viskositas fluida pada sisi dalam tube



𝜇



= Viskositas fluida dalam tube pada suhu kalorik



𝜇𝑤



= Viskositas fluida dalam tube pada suhu dinding tube



Dimana nilai 𝜇𝑤 didapatkan dengan perhitungan : 𝜇𝑤 = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙) × 2.42 11. Koefisien Perpindahan Panas Terkoreksi Koefisien perpindahan panas terkoreksi pada lapisan film bagian dalam shell (ℎ𝑜 ) didapatkan dari harga



ℎ𝑜 ∅𝑠



, maka diperoleh harga :



ℎ𝑜 = (ℎ𝑜 /∅𝑠 ) × ∅𝑠



(Kern, 1983)



Koefisien perpindahan panas terkoreksi pada lapisan film keseluruhan dinding tube (ℎ𝑖𝑜 ) didapatkan dari harga



ℎ𝑖𝑜 ∅𝑡



, maka diperoleh



harga : ℎ𝑖𝑜 = (ℎ𝑖 /∅𝑡 ) × ∅𝑡



(Kern, 1983)



12. Clean Overall Heat Transfer Coefficient Design



xlii



Clean overall heat transfer coefficient design (𝑈𝑐 ), adalah koefisien perpindahan panas pada saat alat penukar panas dalam keadaan bersih dan belum terdapat endapan atau kotoran. 𝑈𝑐 =



ℎ𝑖𝑜 × ℎ𝑜 ℎ𝑖𝑜 + ℎ𝑜



(Kern, 1983)



13. Overall Heat Transfer Coefficient Design Overall heat transfer coefficient design (𝑈𝑑 ) adalah koefisien perpindahan panas dari alat penukar panas yang telah dioperasikan dan sudah terdapat endapan atau kotoran. 𝑈𝑑 =



𝑄



(Kern, 1983)



𝐴 × ∆𝑡𝐿𝑀𝑇𝐷



14. Faktor Pengotor (Dirt/Fouling Factor) Faktor pengotoran (𝑅𝑑 ) adalah hambatan perpindahan panas akibat adanya endapan atau kotoran pada dinding perpindahan panas. 𝑅𝑑 =



𝑈𝑐 − 𝑈𝑑 𝑈𝑐 × 𝑈𝑑



(Kern, 1983)



15. Efisiensi Heat Exchanger 𝜀=



𝑈𝑑 × 100% 𝑈𝑐



xliii



I. Kerangka Berpikir



PT. PUPUK KUJANG



UNIT AMONIA



UNIT UREA



UNIT UTILITAS



HEAT EXCHANGER



KEGAGALAN MEKANIK



KEGAGALAN OPERASIONAL



EFISIENSI HEAT EXCHANGER



PT. Pupuk Kujang yang terletak di Cikampek Jawa Barat memproduksi pupuk urea. Dalam pembuatannya melibatkan tiga unit, yaitu unit Amonia, unit Urea dan unit Utilitas. Unit amonia berfungsi untuk mengolah gas alam, udara dan air untuk menghasilkan amonia yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan urea. Unit urea sendiri dengan bahan baku amonia dan karbondioksida diolah sehingga menghasilkan pupuk urea. Untuk mendukung proses unit urea dan unit amonia, maka dibutuhkan unit pendukung yaitu unit utilitas. Unit utilitas terdiri dari unit water intake, unit



xliv



pengolahan air, unit air pendingin, unit pembangkit steam, unit pembangkit listrik, unit pemisahan udara, unit udara instrumen dan udara pabrik, dan unit pengolahan limbah. Dalam proses unit amonia, unit urea dan unit utilitas membutuhkan sebuah alat penukar panas berupa heat exchanger. Ada banyak heat exchanger yang terdapat di PT. Pupuk Kujang. Namun, penelitian dilakukan pada alat heat exchanger 101 JCA/JCB yang berada di unit Amonia I B. Alat heat exchanger sangat rentan dalam mengalami kerusakan yang diakibatkan baik oleh kegagalan mekanikal maupun kegagalan operasional. Kegagalan tersebut merupakan penyebab terjadinya kerusakan yang spesifik dari peralatan, perlengkapan, proses dan material baku yang digunakan maka perlu dilakukan tindakan pencegahan agar kerusakan tidak terulang. Untuk jangka pendek diharapkan dapat memperbaiki design dan memperbaiki proses, sedangkan untuk jangka panjangnya dapat dipakai pengembangan material dan sebagai metode mutakhir untuk evaluasi dan memprediksi performance material serta untuk memperbaiki sistem pemeliharaan. Maka dari itu dilakukan perhitungan efisiensi untuk mengetahui tingkat kerusakan yang dialami oleh alat heat exchanger sehingga proses yang terjadi dalam alat tersebut dapat berjalan normal.



xlv



BAB III METODE PENELITIAN



A. Tempat dan Waktu 1. Tempat Pelaksanaan Nama Perusahaan



: PT. PUPUK KUJANG



Alamat Perusahaan : Jl. Jend. A. Yani No. 39, Desa Dawuan, Kec. Cikampek, Kab. Karawang, Provinsi Jawa Barat 2. Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan penelitian ini selama satu bulan pada tanggal 25 Juli – 1 September 2016.



B. Alat dan Bahan 1. Alat Heat Exchanger 2. Bahan a. Data teknis b. Data operasional



C. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui observasi langsung di lapangan pada alat xlvi



heat exchanger unit Amonia I B PT. Pupuk Kujang Cikampek Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat.



D. Teknik Pengumpulan Data 1. Prosedur Pengambilan Data Primer a. Sediakan alat tulis menulis untuk mencatat data primer yang diperoleh. b. Observasi langsung terhadap alat yang ingin diteliti. c. Catat suhu inlet dan outlet baik pada shell dan tube juga laju alir fluida. 2. Prosedur Analisis Parameter a. Siapkan kertas, pulpen, kalkulator dan tabel konversi untuk menghitung efisiensi heat exchanger. b. Pertama-tama, hitung neraca panas shell dan tube. c. Kemudian hitung beda temperatur rata-rata logaritmik d. Lalu hitung temperatur kalorik shell dan tube. e. Untuk daerah tube, hitung daerah aliran yang tegak lurus di dalam tube, mass velocity, Reynold number, faktor perpindahan panas, nilai koefisien perpindahan panas tube, koefisien perpindahan panas pada lapisan film, suhu dinding tube, rasio viskositas fluida dan koefisien perpindahan panas terkoreksi. f. Untuk daerah shell, hitung cross flow area pada bagian shell, kecepatan massa, Reynold number, faktor perpidahan panas, koefisien



xlvii



perpindahan panas, rasio viskositas fluida dan koefisien perpindahan panas terkoreksi. g. Selanjutnya hitung clean overall heat transfer coefficient design dan dirt overall heat transfer coefficient design. h. Lalu hitung faktor pengotor i. Terakhir, hitung efisiensi heat exchanger.



E. Analisis Data Analisis data penelitian ini adalah data yang dikumpulkan berupa material input, data desain dan aktual Heat Exchanger 101 JCA/JCB unit Amonia IB PT. Pupuk Kujang Cikampek Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat. Rumus menghitung efisiensi heat exchanger : 𝜀=



𝑈𝑑 𝑈𝑐



× 100%



xlviii



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Data Pengamatan 1. Heat Exchanger 101 JCA Tabel 4.1 Spesifikasi Peralatan Heat Exchanger 101 JCA Kategori Spesifikasi Lewatan shell, pass 1 Lewatan tube, pass 4 ID Shell, mm 1300 Jumlah tube (Nt), buah 1548 Panjang tube, mm 6096 OD tube, mm 19,05 Thickess tube, mm 2,11 Tube pitch (Pt), mm 25,4 Jumlah baffle cup, buah 8 Fluida dalam shell Air Process Fluida dalam tube Cooling Water Jarak antar baffle plate, mm 518 2 Luas, m 552 Velocity, m/s 1,88 (Sumber: PT. PKC, 2016) Tabel 4.2 Kondisi Operasi Desain Heat Exchanger 101 JCA Item Kondisi Fluida Panas (Air), Shell 1. Laju Alir fluida (W) 61026 kg/h 134257,2 2. Suhu masuk (T1) 160 °C 320 3. Suhu Keluar (T2) 38 °C 100,4 Fluida Dingin (Cooling Water), tube 1. Laju Alir fluida (W) 449000 kg/h 987800 2. Suhu masuk (t1) 32 °C 89,6 3. Suhu Keluar (t2) 38 °C 100,4



xlix



lb/hr °F °F lb/hr °F °F



2. Heat Exchanger 101 JCB Tabel 4.3 Spesifikasi Peralatan Heat Exchanger 101 JCB Kategori Spesifikasi Lewatan shell, pass 1 Lewatan tube, pass 4 ID Shell, mm 1100 Jumlah tube (Nt), buah 1360 Panjang tube, mm 6096 OD tube, mm 19,05 Thickess tube, mm 2,11 Tube pitch (Pt), mm 25,4 Jumlah baffle cup, buah 8 Fluida dalam shell Air Fluida dalam tube Cooling Water Jarak antar baffle plate, mm 247 2 Luas, m 484 Velocity, m/s 1,94 (Sumber: PT. PKC, 2016) Tabel 4.4 Kondisi Operasi Desain Heat Exchanger 101 JCB Item Kondisi Fluida Panas (Air), Shell 1. Laju Alir fluida (W) 59535 kg/h 131252,2077 lb/hr 2. Suhu masuk (T1) 179 °C 354,2 °F 3. Suhu Keluar (T2) 38 °C 100,4 °F Fluida Dingin (Cooling Water), tube 1. Laju Alir fluida (W) 406000 kg/h 895076,7844 lb/hr 2. Suhu masuk (t1) 32 °C 89,6 °F 3. Suhu Keluar (t2) 38 °C 100,4 °F



l



B. Hasil Perhitungan 1. Heat Exchanger 101 JCA Tabel 4.5 Perhitungan Efisiensi Heat Exchanger 101 JCA Item Hasil Perhitungan Neraca Panas Fluida, tube (Q) 10688517,8900 BTU/h Neraca Panas Fluida, shell (Q) 395900,7260 BTU/h Beda Temperatur Rata-rata Logaritmik (dt LMTD) 69,3167 °F Ft (Fig.18,Kern) 0,9 dt 62,3850 °F Temperatur Kalorik (Tc) 210,2 °F Temperatur Kalorik (tc) 95 °F Tube Daerah aliran yang tegak lurus di dalam tube (at) 0,7202 ft2 a't (Tabel 10, Kern) 0,2680 Mass velocity (Gt) 1374349,9580 lb/h.ft2 Reynold Number (Ret) 23000,4848 Faktor perpindahan panas (jH) 60 Nilai koefisien perpindahan panas tube (hi/∅𝑡) 760,6989 BTU/h.ft2.°F Koefisien perpindahan panas pada lapisan film 592,3308 BTU/h.ft2.°F (hio/∅𝑡) Suhu dinding tube (Tw) 103,1052 °F Rasio viskositas fluida (∅𝑡) 0,9605 Koefisien perpindahan panas terkoreksi (hio) 730,6701 BTU/h.ft2.°F Shell Cross flow area pada bagian shell (as) 1,8140 ft2 Kecepatan Massa (Gs) 74165,4960 lb/h.ft2 Reynold Number (Res) 56464,5900 Faktor perpindahan panas (jH) 100 Koefisien perpindahan panas (ho/∅𝑠) 44,8289 BTU/h.ft2.°F Rasio viskositas fluida (∅𝑠) 0,9734 Koefisien perpindahan panas terkoreksi (ho) 43,6377 BTU/h.ft2.°F Efisiensi Nilai Uc (Bersih) 41,1784 BTU/h.ft2.°F Nilai Ud (Kotor) 28,8355 BTU/h.ft2.°F Faktor Kekotoran (Rd) 0,0103 Efiesiensi (U) 70,0258 %



li



2. Heat Exchanger 101 JCB Tabel 4.6 Perhitungan Efisiensi Heat Exchanger 101 JCB Item Hasil Perhitungan Neraca Panas Fluida, tube (Q) 9664895,9060 BTU/h Neraca Panas Fluida, dingin (Q) 446378,2582 BTU/h Beda Temperatur Rata-rata Logaritmik (dt LMTD) 76,9717 °F Ft (Fig.18,Kern) 0,9 dt 69,2746 °F Temperatur Kalorik (Tc) 227,3 °F Temperatur Kalorik (tc) 95 °F Tube Daerah aliran yang tegak lurus di dalam tube (at) 0,6327 ft2 a't (Tabel 10, Kern) 0,2680 Mass velocity (Gt) 1414519,9400 lb/h.ft2 Reynold Number (Ret) 23672,7510 Faktor perpindahan panas (jH) 60 Nilai koefisien perpindahan panas tube (hi/∅𝑡) 760,6988 BTU/h.ft2.°F Koefisien perpindahan panas pada lapisan film 592,3308 BTU/h.ft2.°F (hio/∅𝑡) Suhu dinding tube (Tw) 104,3391 °F Rasio viskositas fluida (∅𝑡) 0,9605 Koefisien perpindahan panas terkoreksi (hio) 730,6701 BTU/h.ft2.°F Shell Cross flow area pada bagian shell (as) 0,7311 ft2 Kecepatan Massa (Gs) 179518,0764 lb/h.ft2 Reynold Number (Res) 145490,5231 Faktor perpindahan panas (jH) 100 Koefisien perpindahan panas (ho/∅𝑠) 44,9887 BTU/h.ft2.°F Rasio viskositas fluida (∅𝑠) 0,9649 Koefisien perpindahan panas terkoreksi (ho) 43,4116 BTU/h.ft2.°F Efisiensi Nilai Uc (Bersih) 40,9770 BTU/h.ft2.°F Nilai Ud (Kotor) 26,7798 BTU/h.ft2.°F Faktor Kekotoran (Rd) 0,0129 Efiesiensi (U) 65,3532 %



lii



C. Pembahasan Berdasarkan kondisi proses yang berlangsung di PT. Pupuk Kujang alat heat exchanger 101 JCA/JCB merupakan suatu alat yang berfungsi untuk meningkatkan suhu air process yang ada pada proses amonia terkhusus air filter yang keluar dari A-101-JL1 (Air compressor). Aliran input yang ingin dinaikkan suhunya oleh heat exchanger 101JCA/JCB adalah air process yang keluar dari A-101-JL1. Air process ini dimasukkan ke bagian shell dari heat exchanger, sedangkan di bagian tube dialirkan cooling water. (PT. PKC, 2016) Untuk alat heat exchanger 101 JCA didapatkan nilai clean overall heat transfer coefficient design (Uc) yaitu 730,6701 BTU/h.ft2.˚F dan dirt overall heat transfer coefficient design (Ud) yaitu 43,6377 BTU/h.ft2.˚F, dari nilai tersebut didapatkan efisiensi sebesar 70% (Lampiran 1). Untuk alat heat exchanger 101 JCB didapatkan nilai clean overall heat transfer coefficient design (Uc) yaitu 730,6701 BTU/h.ft2.˚F dan dirt overall heat transfer coefficient design (Ud) yaitu 43,4116BTU/h.ft2.˚F, dari kedua nilai tersebut didapatkan efisiensi sebesar 65% (Lampiran 2). Berdasarkan nilai efisiensi alat heat exchanger 101 JCA dan 101 JCB yaitu sebesar 70% dan 65% dapat dikatakan kedua alat heat exchanger tersebut berada di bawah nilai ketentuan dari PT. PKC. Menurut PT. PKC efisiensi heat exchager dikatakan baik yaitu ketika nilai efisiensi lebih besar dari 80%. Jika nilai efisiensi lebih kecil dari nilai efisiensi ketentuan maka dapat disimpulkan bahwa heat exchanger sudah kotor dan harus dilakukan



liii



pembersihan. Sebaliknya jika nilai efisiensi lebih besar atau sama dengan nilai ketentuan maka suatu alat heat exchanger tersebut masih efektif untuk digunakan. (PT. PKC, 2016) Penurunan nilai efisiensi heat exchanger dapat dipengaruhi oleh : 1. Fouling Fouling adalah peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak dikehendaki di permukaan heat exchanger yang berkontak dengan fluida kerja, termasuk permukaan heat transfer. Peristiwa tersebut adalah pengendapan, pengerakan, korosi, polimerisasi dan proses biologi. (Dwi, 2012) Fouling bisa diketahui dari nilai fouling factor. Menurut Kern (1983), nilai fouling factor (Rd) adalah angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya kotoran yang terbawa fluida yang mengalir di dalam heat exchanger. Nilai Rd secara teoritis yaitu sebesar 0,002. Berdasarkan perhitungan nilai Rd untuk heat exchanger 101 JCA yaitu sebesar 0,0103 sedangkan untuk heat exchanger 101 JCB yaitu sebesar 0,0129. Nilai yang didapatkan untuk heat exchanger 101 JCA maupun 101 JCB berada diatas nilai Rd teoritis, itu menandakan bahwa kedua heat exchanger tersebut memang sudah kotor yang dimana terdapat endapan dan kerak yang harus dibersihkan.



liv



2. Faktor Koreksi Menurut Suyanto (1995), perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan data dimensi heat exchanger sesungguhnya yang terukur, diperoleh faktor koreksi (𝐹𝑇 ) sebesar 0,4669. Fungsi sekat sudah dianggap kritis atau jelek bila besarnya faktor koreksi lebih dari 0,4. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai 𝐹𝑇 untuk 101 JCA dan 101 JCB yaitu sebesar 0,9. Nilai tersebut sangat jauh dari nilai ketetapan yaitu 0,4, maka disimpulkan bahwa kedua alat heat exchanger tersebut sudah kotor. 3. Bilangan Reynold Number Menurut Zainuddin dkk (2015), hubungan antara Reynold number dengan efisiensi alat penukar kalor menunjukkan bahwa efisiensi 89,77% terjadi pada Reynold number yang rendah sebesar 13164,94. Hal ini terjadi disebabkan Reynold number yang rendah menyebabkan penyerapan panas makin baik dan akan turun dengan naiknya angka Reynold number. Berdasarkan perhitungan untuk 101 JCA Reynold number yang diperoleh sebesar 23000 untuk tube dan 56464 untuk shell, sedangkan untuk 101 JCB nilai Reynold number sebesar 23672 untuk tube dan 145490 untuk shell. Bisa dikatakan bahwa kedua alat heat exchanger tersebut mengalami penurunan efisiensi dikarenakan bilangan Reynold number yang terlalu tinggi.



4. Pressure Drop



lv



Menurut Sugiyanto (2010), dari segi penurunan tekanan (pressure drop) pada sisi shell dan tube, hasil perhitungan lebih besar dari yang diijinkan yaitu untuk shell 16 psi dan tube 7 psi terhadap ∆𝑃𝑡𝑜𝑡 sebesar 10 psi. Hal ini berarti alat penukar kalor tersebut perlu dibersihkan. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai pressure drop untuk 101 JCA yaitu shell 1 psi dan tube 12 psi, sedangkan 101 JCB yaitu shell 16 psi dan tube 16 psi. Nilai pressure drop yang didapatkan lebih tinggi dari nilai ketetapan yaitu sebesar 10 psi, maka kedua alat heat exchanger tersebut sudah kotor. Dari faktor-faktor tersebut diatas bisa disimpulkan bahwa alat heat exchanger 101 JCA dan 101 JCB sudah kotor dan perlu dilakukan pembersihan.



lvi



BAB V PENUTUP



A. Kesimpulan Nilai efisiensi dari heat exchanger 101 JCA dan 101 JCB secara berturut-turut yaitu 70% dan 65%. Standar untuk efisiensi heat exchanger 80%, jika nilai efisiensi berada di atas nilai standar maka heat exchanger masih dapat digunakan sedangkan jika nilai eifsiensi dibawah nilai standar maka heat exchanger sudah kotor dan perlu dibersihkan.



B. Saran Untuk menjaga kestabilan kinerja heat exchanger, fluida di dalam shell dan tube harus dibersihkan secara berkala 3 bulan sekali.



lvii



DAFTAR PUSTAKA



Barun A dan Rukmana E. 2010. Analisis Performansi Pada Heat Exchanger Jenis Shell And Tube Tipe BEM Dengan Menggunakan Perubahan Laju Aliran Massa Fluida Panas (Mh). Universitas Muhammadiyah Jakarta: Jakarta Bizzy I dan Setiadi R. 2013. Studi Perhitungan Alat Penukar Kalor Tipe Shell And Tube Dengan Program Heat Transfer Research INC. (HTRI). Jurnal Rekayasa Mesin Vol. 13 No. 1. Universitas Sriwijaya: Palembang Dwi IW. 2012. Heat Exchanger. Universitas Lampung: Lampung. Endrizal B dan Julistia. 2004. Efisiensi Penggunaan Pupuk Nitrogen Dengan Penggunaan Pupuk Organik Pada Tanaman Padi Sawah. J PPTP 7 (2): 118-124 Fakhrurrozi M. 2014. Alat Penukar Kalor. Universitas Diponegoro: Semarang. Harlan SFE, Frans PS dan Benny M. 2014. Efektivitas Penukar Kalor Tipe Plate P41 73TK Di PLTP Lahendong Unit 2. Jurnal Online Poros Teknik Mesin Volume 3 Nomor 1. Universitas Sam Ratulangi. Hidyatullah R dan Dwiyantoro BA. 2014. Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination Pada Alat Penukar Kalor Tipe U-Tube Terhadap Aliran Fluida Dan Perpindahan Panas. Jurnal Teknik Pomits Vol. 3 No. 2. Institut Teknologi Sepuluh November: Surabaya Holman JP. 1994. Perpindahan Kalor. Edisi Enam. Erlangga: Jakarta. Indah, AR. 2009. Unsur Nitrogen. Universitas Brawijaya: Malang. Iswahyudi. 2011. Heat Exchanger. Universitas Sriwijaya: Palembang. Karim A. 2006. Bank Islam-Analisis Fiqih dan Keuangan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta Kern DQ. 1983. Process Heat Transfer. McGraw-Hill Book Company, Inc. Mochamad. 2008. Teori Aliran Panas. Institut Teknologi Bandung: Bandung.



lviii



Nugroho FR. 2012. Komponen-Komponen Udara. Universitas Sumatera Utara: Medan Prastiyo S. 2014. Heat Exchanger. Universitas Diponegoro: Semarang. [PT. PKC] PT. Pupuk Kujang Cikampek. 2016. Heat Exchanger Specification Sheet. PT. Pupuk Kujang: Cikampek. [PT. PKC] PT. Pupuk Kujang Cikampek. 2016. Standar Efisiensi Proses HE. PT. Pupuk Kujang: Cikampek. Setiawan I. 2011. Mempertahankan Kinerja Alat Penukar Kalor Dengan Memodifikasi Sistem Kerja Feeder Pump. Universitas Indonesia: Depok. Sugiyanto. 2010. Analisis Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube dan Aplikasi Perhitungan Dengan Microsoft Visual Basic 6.0. Universitas Gunadarma: Depok. Suyanto. 1995. Perhitungan dan Analisis Faktor Koreksi Koefisien Perpindahan Kalor Pada Heat Exchanger Tipe Cangkang dan Pipa Reaktor Kartini. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah. PPNY-BATAN: Yogyakarta [TEMA] Tubular Exchanger Manufacturers Association. 1988. Standards of the Tubular Exchanger Manufacturers Association. 7th ed. TEMA. New York Wafi BA, Bani GA, Budi AA, Putra AD dan Kusuma NHF. 2011. Rancang Bangun Heat Exchanger Shell and Tube Single Phase. Universitas Diponegoro: Semarang. Wulansari R. 2010. Efisiensi Relatif. Universitas Indonesia: Depok. Zainuddin, Jufrizal dan Eswanto. 2015. Desain dan Analisa Perpindahan Panas Alat Penukar Kalor Shell dan Helical Coil Multi Tube sebagai Pemanas Udara Pengering Gabah dengan Memanfaatkan Thermal Gas Buang Mesin Diesel. Prosiding Seminar Nasional Peranan Ipteks Menuju Industri Masa Depan (PIMMD). Institut Teknologi Padang: Medan.



lix