Tutorial Skenario 1 BLOK 8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tutorial Skenario 1  Skenario SS. 50 th, menderita asma. Bapak SS rutin mengkonsumsi tablet Salbutamol. Namun akhir-akhir ini bapak SS merasa saat asmanya kambuh, tablet Salbutamol tidak mampu meredakan sesak nafasnya. Saat berkonsultasi pada dokter, dokter menambahkan inhaler Flixotide. Pemakaian inhaler hanya dianjurkan apabila dirasakan sangat sesak. Setelah beberapa hari Bapak SS kembali ke dokter karena merasa inhaler yang digunakannya tidak berefek. Dokter menduga, Bapak SS salah dalam menggunakan inhaler tersebut.  Step 1 : Klasifikasi Istilah 1. Inhaler = suatu obat model semprot yang digunakan untuk mengatasi gejala asma 2. Tablet salbutamol = obat untuk mengatasi sesak napas akibat penyempitan pada saluran udara, paru-paru, atau bronkospasme, obat ini tersedia dalam bentuk hirup atau inhaler,tablet dan sirup. 3. Asma = kondisi Ketika saluran meradang, sempit dan membengkak, dan menghasilkan lender berlebih hingga menyulitkan bernapas. 4. Flixotide = obat yang umumnya digunakan untuk mengurangi membengkakkan dan iritasi di paru-paru  Step 2 : Rumusan Masalah 1. Kandung dari Flixotide Inhaler ? 2. Bagaimana kontra indikasi salbutamol dengan obat lain? 3. Apakah salbutamol dengan flixotide dapat digunakan bersamaan? 4. Apakah efek samping dari salbutamol dan flixotide ? 5. Apa saja kesalahan yang sering terjadi dalam penggunaan inhaler? 6. Berapa dosis inhaler flixotide pada orang dewasa dan anak? 7. Apakah fungsi dari inhaler dan cara pengunaan inhaler yang baik dan benar? 8. Apa perbedaan salbutamol dan inhaler flixotide dalam pengunaan untuk penyakit asma? 9. Terapi farmakologi bagi penderita asma? 10. Mengapa tablet salbutamol tidak mampu meredakan sesak napas yang dirasakan oleh bapak SS?



11. Bagaimana etiologic dari pernyakit asma ? 12. Sebutkan beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma! 13. Apakah keuntungan dan kerugian rute intalasi?  Step 3 : Jawaban Singkat 1. Kandungan Inhaler Flixotide



2.







Fluticasone propionate 50mcg atau 0,5mg







Fluticasone propionate 150mcg







Fluticasone propionate 250mcg/dosis



- Meningkat resiko terjadinya gangguan pada fungsi jantung -



Menghambat efektivitas obat



-



Meningkatkan fungsi hipotemia Penggunaan salbultamol kontra indikasi pada pasien dengan Riwayat alergi



atau pernah mengalami Riwayat hipersensifitas dengn obat ini. 3. Flixotide yang berisikan flutikason yang dimana merupakan golongan kortikosteroid.salbutamol (alkuterol) merupakan golongan B2-agonis kombinasi atau interaksi obat (salbutamol dan flutikason) dapat menyebabkan hipokalemi dan hiperglikemi (cathomes et al,2006) terapi berdasarkan tingkat keparahan asma (mahmoudi,2008)yaitu dengan persisten berat dapat digunakan kombinasi kortikosteroid dan B2-agonis sebagai terapi kontrol asma 4. Efek samping salbutamol Jantung berdebar Tungkai tangan, lengan, tangan kaki gemeter Sakit kepala Nyeri atau kram otot Efek samping Flixotide, ruam, sulit bernapas, pembengkakan wajah, dan hidung meler 5. Keslahan utama yang terjadi dikarenakan pasien tidak memegang tabung inhaler secara tegak lurus dan tidak menocok tabung inhaler. 6. Dewasa Asma ringan: dosis awal adalah 100 mikrogram dua kali per hari.



Asma moderat hingga berat: dosis awal adalah 250 sampai 500 mikrogram dua kali per hari. Dosis terbanyak adalah 1000 mikrogram dua kali per hari Anak anak Anak-anak (usia 4 sampai 16 tahun): Dosis awal adalah 50 mikrogram dua kali per hari. Dosis terbanyak adalah 200 mikrogram dua kali per hari. 7. Fungsi Inhaler : 1. Penghantaran obat secara langsung ke saluran napas; 2.Memperbaiki penghantaran obat ke paru-paru; 3.Melegakan saluran nafas sebab inhaler mengandung zat aktif menthol dan camphora yang mampu merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan. Penggunaan Inhaler : 1.Lepaskan penutup dari mouth path; 2.Kocok inhaler agar obat merata campurannya; 3.Pegang inhaler menggunakan tiga jari yakni jempol, ibu jari dan jari tengah, keluarkan nafas maksimal, namun perlahan; 4.Letakkan mouth pieces inhaler dalam mulut dan rapatkan bibir; 5.Tarik nafas dan hisap inhaler bersamaan, tekan inhaler dan teruslah bernafas secara perlahan-lahan dan dalam; 6.Lepaskan mouth pieces dari mulut Anda, tahan nafas selama 10 detik sebelum mengeluarkan nafas perlahan; dan 7.Lakukan selama 1-2 menit. 8. Salbutamol adalah obat untuk mengatasi sesak napas akibat penyempitan pada saluran udara pada paru-paru (bronkospasme). Obat ini tersedia dalam bentuk hirup (inhaler), tablet, dan sirop. Salbutamol bekerja dengan cara melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang menyempit, sehingga udara dapat mengalir lebih lancar ke dalam paru-paru. Efek obat ini bisa dirasakan dalam beberapa menit setelah dikonsumsi dan bertahan selama 3-5 jam. Obat ini biasa digunakan oleh penderita asma dan gangguan saluran pernapasan lain, seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu, salbutamol juga dapat digunakan untuk mencegah sesak napas akibat olahraga.



9. 1. Simpatomimetik 2. Xantin 3. Antikolinergik 4. Kromolin Sodium dan Nedokromil 5. Kortikosteroid 10. Salbutamol peroral atau tablet akan mengalami efek lintas pertama dimana konsentrasi obat berkurang secara besar sebelum mencapai sirkulasi sistemik. 11. Etiologi dari penyakit ini adalah karena keturunan atau genetik. Pada penyakit asma menunjukkan adanya kelainan gen, oleh karena itu gen dengan fenotip asma mungkin ditimbulkan dari pewarisan gen atau kombinasi dua gen. Kelainan dari gen fenotip asma terlihat jelas ketika terpapar oleh beberapa benda atau keadaan pencetus terjadinya bronkospasme pada penderita asma. Beberapa contoh pencetus asma yaitu polusi udara, sinusitis, pengawet makanan dan beberapa obat. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh keadaan lingkungan misalnya status sosioekonomi, jumlah keluarga, paparan dari asap rokok, paparan alergen, urbanisasi dan meningkatnya paparan yang menginfeksi pada anak-anak. 12. Terdapat beragam tes atau pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dokter untuk mendiagnosis asma pada pasien. Salah satu tesnya bernama faal paru dengan alat spirometer. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, pengukuran faal paru digunakan untuk menilai: o



obstruksi jalan napas.



o



reversibility kelainan faal paru.



o



variability faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperresponsif jalan napas.



Selain faal paru, ada pula beberapa tes lainnya untuk membantu dokter menegakkan diagnosisnya. Berikut ini pemeriksaan penunjang untuk penyakit asma lainnya: o



Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter.



o



Uji reversibilitas (dengan bronkodilator).



o



Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas bronkus.



o



Uji alergi untuk menilai ada/tidaknya alergi.



o



Foto torak, untuk menyingkirkan penyakit selain asma



 Step 4 : Analisis Masalah 



Mind Map



Faktor resiko dan gejala



Asma



Rute Pemberian obat



oral



inhalasi



salbutamol



inhaler flixotide



efek samping







interaksi obat



cara pengunaan



Jawaban Panjang



1. Kandungan dan komposisi produk obat maupun suplemen dibedakan menjadi dua jenis yaitu kandungan aktif dan kandungan tidak aktif. Kandungan aktif adalah zat yang dapat menimbulkan aktivitas farmakologis atau efek langsung dalam diagnosis, pengobatan, terapi, pencegahan penyakit atau untuk memengaruhi struktur atau fungsi dari tubuh manusia. Jenis yang kedua adalah kandungan tidak aktif atau disebut juga sebagai eksipien. Kandungan tidak aktif ini fungsinya sebagai media atau agen transportasi untuk mengantar atau mempermudah kandungan aktif untuk



bekerja. Kandungan tidak aktif tidak akan menambah atau meningkatkan efek terapeutik dari kandungan aktif. Beberapa contoh dari kandungan tidak aktif ini antara lain zat pengikat, zat penstabil, zat pengawet, zat pemberi warna, dan zat pemberi rasa. Kandungan dan komposisi Flixotide Inhaler adalah: Fluticasone propionate. 2. a. β-bloker: kerja salbutamol berlawanan dengan kerja β-bloker b. Kortikosteroid: kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan hipokalemi dan hiperglikemi c. Diuretik: interaksi dengan diuretik terjadi ketika salbutamol inhalasi diberikan dalam jumlah besar yang menyebabkan hipokalemi dan efek elektrokardiograf. d. Formoterol dan salmeterol : pengobatan sebelumnya dengan formoterol dan salmeterol dapat berlawanan dengan efek perlindungan dari salbutamol terhadap bronkokonstriksi (Cathomat et al., 2006) e. Teofilin : Menggabungkan teofilin dengan salbutamol secara infus meningkatkan takikardia. Salbutamol infus menyebabkan penurunan diastolic dan peningkatan tekanan darah sistolik, yang tidak diubah oleh teofilin. Kombinasi kedua obat ini juga meningkatkan resiko hipokalemi (Cathomas et al., 2006) f. MAOI (Monoamine oxidase inhibitors) : dapat meningkatkan efek pada daerah vaskular (McEvoy et al., 2011) 3. 4. Agonis Beta-2 Kerja Singkat Mekanisme kerja dari obat ini adalah relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permabiliti pembuluh darah, dan modulasi pelepasan mediator dari sel mast. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, feneterol, dan prokaterol. Obat ini mempunyai efek samping berupa rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka, dan hipokalemia pemberian secara inhalasi sangat dianjurkan dari pada pemberian secara oral karena efek sampingnya yang lebih kecil (AGDHA, 2006).



Efek samping dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid inhalasi pada asma dan PPOK. Berdasarkan suatu penelitian metaanalisis dilaporkan bahwa penggunaannya dapat meningkatan insiden terjadinya pneumonia. Efek samping lainnya adalah meliputi kandidiasis orofaringeal, faringitis, mudah memar, osteoporosis, katarak, peningkatan tekanan intraokular, disfonia, batuk, dan gangguan pertumbuhan (pada anak-anak). 5. Karena hal ini maka diperlukan teknik khusus dalam penggunaan dan jenis alat inhalasi yang cocok bagi pasien. Dampak yang didapat dari kesalahan posisi adalah penggunaan inhaler yaitu dapat menyebabkan obat yang sampai diparu-paru tidak optimal sehingga mengakibatkan kegagalan terapi pada pasien . Sedangkan dampak dari tidak mengocok tabung inhaler dapat menyebabkan obat yang ada didalam tabung menjadi tidak homogen dan obat yang sampai keparu-paru menjadi tidak maksimal. Kurangnya pengetahuan mengenai obat-obat asma dan cara pemakaian yang tepat dan rasional juga merupakan alasan terjadinya kesalahan dalam penggunaan inhaler. 6. Flixotide tersedia dalam bentuk accuhaler, nebules, dan evohaler. Masingmasing bentuk memiliki kekuatan dosis berikut: Flixotide Accuhaler: 50, 100, 250, 500 mikrogram Fluticasone Propionate Flixotide Nebules 0.5mg/2ml, 2mg/2ml Flixotide Evohaler: 125, 250 mikrogram Fluticasone Propionate Dosis untuk orang dewasa diatas 16 tahun Dosis Flixotide dibedakan berdasarkan tingkat keparahan asma. Berikut adalah dosis Flixotide yang dianjurkan untuk orang dewasa: Evohaler Flixotide/Accuhaler Flixotide Asma ringan: dosis awal adalah 100 mikrogram dua kali per hari. Asma moderat hingga berat: dosis awal adalah 250 sampai 500 mikrogram dua kali per hari. Dosis terbanyak adalah 1000 mikrogram dua kali per hari Flixotide Nebules Dewasa dan anak-anak di atas usia 16 tahun: Dosis awal adalah 0.5 sampai 2.0 mg (500 sampai 2000 mikrogram) dua kali per hari. Flixotide Nebules 0.5mg/2ml memberikan dosis sebesar 500 mikrogram. Flixotide 2mg/2ml memberikan dosis sebesar 2000 mikrogram.



Dosis Flixotide untuk anak? Berikut adalah dosis yang dianjurkan untuk anak-anak: Flixotide Accuhaler Anak-anak (usia 4 sampai 16 tahun): Dosis awal adalah 50 mikrogram dua kali per hari. Dosis terbanyak adalah 200 mikrogram dua kali per hari. Dianjurkan anak-anak yang diobati dengan steroid, termasuk Accuhaler Flixotide, harus diperiksa tinggi badannya secara rutin oleh dokter. Flixotide Evohaler 125 dan 500 mikrogram Tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun Flixotide Nebules Tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun 7. Fungsi inhaler: 1.Mengatasi hidung tersumbat akibat pilek, demam, atau infeksi pada saluran pernapasan bagian atas; 2.Mengendalikan asma dan mengurangi gejalanya; 3.Mengatasi sesak napas akibat menyempitnya saluran pernapasan; 4.Pencegahan sesak napas yang dipicu olahraga; Selain penggunaan alat inhaler yang harus sesuai, cara membersihkan inhaler juga harus tepat. Caranya yakni lepaskan tabung logam dari corong plastik berbentuk L terlebih dulu, lalu bilas hanya corong dan tutupnya dengan air hangat, kemudian biarkan inhaler mengering di udara selama sehari semalam. Di pagi harinya, masukkan tabung kembali ke dalam dan pasang tutupnya. Hal yang perlu digarisbawahi ialah jangan bilas bagian lainnya! Jangan lupa untuk mengeccek inhaler yang dimiliki, pastikan mengganti inhaler sebelum dosis yang ada didalamnya habis. Simpan inhaler pada suhu kamar agar inhaler tersebut dapat berfungsi dengan baik sebab obat berada di bawah tekanan. Oleh sebab itu, jaga inhaler hindarkan dari cuaca yang terlalu dingin ataupun terlalu panas. 8. 9. Terapi non farmakologi



1. Menghindari faktor pencetus Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma. Faktor pencetus ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2006). 2. Pola hidup sehat Pola hidup sehat sangat dianjurkan dan sangat membantu dalam pengendalian penyakit asma. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (Bull dan Price, 2007). Antagonis Reseptor Leukotrien A. Zafirlukast � Mekanisme Kerja Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma. � Indikasi Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun. � Dosis dan Cara Penggunaan Dewasa dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari Anak 5 – 11 tahun : 10 mg, dua kali sehari. Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast, penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. � Efek Samping Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan infeksi. � Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap komponen sediaan. � Peringatan



Serangan asma akut : zafirlukast tidak diindikasikan untuk penggunaan kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status asmatikus. Teruskan penggunaan zafirlukast selama terjadi keparahan asma akut. Infeksi : terjadi peningkatan infeksi pada pasien lebih dari 55 tahun yang menggunakan zafirlukast dibandingkan pada pasien yang menggunakan plasebo. Reaksi Hipersensitifitas : reaksi hipersensitifitas, seperti urtikaria, angiodema dan ruam dengan atau tanpa berair. Gangguan fungsi hati : klirens zafirlukast menurun pada pasien yang mengalami kerusakan fungsi hati. Pasien lanjut usia : klirens zafirlukast menurun pada pasien lanjut usia > 65 tahun, konsentrasi plasma maksimum (Cmax) dan area bawah kurva (AUC) dua kali lipat dibandingkan pasien lebih muda. Kehamilan : kategori B Ibu Menyusui : Zafirlukast diekskresikan pada air susu. Anak-anak : keamanan dan efektifitas zafirlukast pada pasien kurang dari 5 tahun tidak diketahui. Terapi farmakologi 1. Antihistamin Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma, biasanya hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rhinitis alergi. Pemberian antihistamin selama tiga bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat mengurangi gejala asma (Sundaru, 2002). 2. Antibiotik Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi. Pemakaian antibiotika tanpa didasari bukti infeksi dapat menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun potensi reaksi obat berlawanan. Antibiotika hanya boleh digunakan untuk pasien yang memiliki bukti presumtif adanya infeksi misalnya demam, neutrofilia dalam darah, dan sputum (Sundaru, 2002). 3. Obat Batuk



Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas. Batuk juga melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda asing dari saluran cerna atau saluran nafas bagian atas. Batuk merupakan salah satu gejala asma dan batuk terjadi karena adanya dahak yang merangsang saluran nafas. Pada penderita asma produksi dahak berlebihan dan dahak akan berkurang bila asmanya membaik (MIMS, 2012). 4. Mukolitik dan Ekspektoran Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Mekanisme kerjanya yaitu dengan cara membuka ikatan gugus sulfidril pada mukoprotein sehingga menurunkan viskositas mukus. Sedangkan, ekspektoran bekerja dengan cara merangsang ekresi cairan saluran nafas yang mempermudah perpindahan dahak dan ekspektorasinya. Tujuan pemberian mukolitik dan ekspektoran ialah agar penderita asma dapat dengan mudah mengeluarkan dahak (MIMS, 2012). 1.



Simpatomimetik



Mekanisme Kerja Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut : 1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah. 2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung. 3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet. 2.



Xantin



Mekanisme Kerja Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. 3.



Antikolinergik



A.



Ipratropium Bromida



Mekanisme Kerja Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin.



B.



Tiotropium Bromida



Mekanisme Kerja Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik 4.



Kromolin Sodium dan Nedokromil



A.



Kromolin Natrium



Mekanisme Kerja Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid B.



Nedokromil Natrium



Mekanisme Kerja Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma. 5.



Kortikosteroid



Mekanisme Kerja Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi



dan



meningkatkan



efek



obat



beta



adrenergik



dengan



memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. 10. Salbutamol peroral akan mengalami efek lintas pertama (first pass metabolism atau first pass effect), yaitu metabolisme presistemik atau fenomena metabolisme obat di mana konsentrasi obat berkurang secara besar sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Konsentrasi obat yang hilang selama absorpsi ini terutama karena pengaruh dinding usus dan hepar. Setelah dikonsumsi, obat diserap oleh sistem pencernaan dan memasuki sistem portal hepatika. Kemudian dibawa ke vena portal di hepar sebelum disebarkan ke seluruh tubuh. Metabolisme obat dalam organ hepar kadang menyebabkan hanya sejumlah kecil bentuk aktif yang didistribusikan ke seluruh sistem peredaran darah.



Efek



lintas



pertama



melalui



hepar



ini



sangat



mengurangi



bioavailabilitas obat. Penggunaan salbutamol sediaan oral berdasarkan berbagai penelitian sudah tidak dianjurkan, karena onset of action yang lambat (30‒60 menit), relatif tidak efektif, serta insidensi efek samping seperti gangguan tidur yang cukup tinggi.



11. Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012).Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara lain: 1) Kegiatan fisik (exercise) 2) Kontak dengan alergen dan irritan Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yangada di sekitar penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dansayap hewan. Selain itu debu rumah yang mengandung tungaudebu rumah (house dust mites) juga dapat menyebabkan alergi.Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi pemicutimbulnya alergi bagi penderita asma. Irritans atau iritasi pada penderita asma dapatdisebabkan oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara.Faktor lingkungan seperti udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang menyengat dari cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi emosi yang berlebihan (menangis, tertawa) dan stress juga dapat memicu iritasi pada penderita asma. 3) Akibat terjadinya infeksi virus 4) Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu: a) Obat-obatan (aspirin, beta-blockers) b) Sulfite (buah kering wine) c) Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar pada lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan asma terutama yang terjadi pada malam hari d) Bahan kimia dan debu di tempat kerja e) Infeksi c. Gejala Klinis Asma Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea,wheezing, pusingpusing,



sakit



kepala,



nausea,



peningkatan



nafaspendek,



kecemasan,



diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalahsalah satu gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah dipsnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala yang harus ada bila



serangan asma muncul Etiologi Asma Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu: a. Faktor Predisposisi Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasan juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi Faktor presipitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah : 1.



Ancaman



terhadap



integritas



seseorang



yang



meliputi



ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidupsehari-hari. 2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang. 12. a) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada asthma digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding, komorbiditas, dan menentukkan tingkat keparahan penyakit. b) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak seluruhnya harus dilakukan rutin namun dipertimbangkan untuk dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan dan temuan dari hasil laboratorium antara lain: 1.



Pemeriksaan darah lengkap: ditemukan hitung jenis eosinofil lebih dari 4%, namun kurang dari 4% tidak menyingkirkan diagnosis asthma



2.



Pewarnaan sputum: dijumpai eosinophil



3.



Serum IgE, lebih dari 100 IU menandakan suatu kondisi alergi



4.



Analisis gas darah arteri (AGDA), pada asthma berat dapat ditemukan



hipoksemia atau hiperkarbia. AGDA sebaiknya dilakukan pada pasien yang saturasi oksigen nya tidak mencapai 90% walau sudah dilakukan tatalaksana awal.



5.



Pemeriksaan dengan pulse oximeter untuk menilai saturasi oksigen dan



klasifikasi beratnya serangan asthma Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma dapat ditegakkan. Riwayat adanya asma dalam keluarga dan adanya benda-benda yang dapat memicu terjadinya reaksi asma penderita memperkuat dugaan penyakit asma. Pemeriksaan spinometri hanya dapat dilakukan pada penderita berumur di atas 5 tahun. Jika pemeriksaan spinometri hasilnya baik, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menetapkan penyebab asma, yaitu: (Soedarto, 2012) 1) Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma 2) Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-2 minggu 3) Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik 4) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux disease 5) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus 6) Pemeriksaan Sinar-X thorax dan elektrokardiogram untuk menemukan penyakit paru, jantung, atau adanya benda asing pada jalan napas penderita



 Step 5 : Learning Outcome 1. Jelaskan perbedaan MDI, DPI dan Nebulizer! 2. Factor fisiologis apa saja yang mempengaruhi pada efektivitas obat melalui inhlasi? 3. Usaha untuk meningkatkan bioavabilitas 4. Indeks terapi pada salbutamol 5. Anatomi dan fisiologi dari paru-paru 6. Bagaimana secara teknologi penghantaran obat oral dan sifatnya topical 7. Bagaimana mekanisme kerja dari obat asma dan patopisiologi penyakit asma  Step 6 : Belajar Mandiri  Step 7 : Laporan Hasil Belajar Mandiri 1. Metered-dose inhaler (MDI) a. Dapat menggunakan spacer b. Energi yang dibutuhkan berdasarkan dari propilen c. Memerlukan kordinasi yang pas antara mengirup dan menekan obat d. Terjadi penurunan dosis pada keadaan dingin



e. Memerlukan persiapan khusus seperti pengocokan dan penyemprotan aerosol sebelum digunakan Dry-powder inhaler (DPI) a. DPI tidak mengandung propelan sehingga tertinggalnya obat di orofaringeal lebih kecil. b. Energi yang dibutuhkan berasal dari kekuatan pasien dalam menarik nafas c. Tidak memerlukan bantuan spacer untuk mempermudah penggunaan d. Membutuhkan aliran inspirasi yang lebih tinggi e. Tidak dapat digunakan untuk pasien usia 5 tahun. 3) Nebuliser Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonic. Aerosol yang berbentuk diisap penderita melalui mouth piece atau sungkup. Dengan nebulizer dihasilkan partikel aerosol berukuran antara 2-5 u. pada orang normal saat istirahat pengendapan aerosol dalam paru terjadi sebanyak 30-60% dosis yang diberikan. 2. FAKTOR



FISIOLOGIK



INHALASI A. Daerah konduksi



YANG



BERPERAN



PENYERAPAN



OBAT



a. Hidung menjamin proses pelembaban, penyaringan, dan penghirupan udara. Pada jalan masuk epitelnya tebal, berlapis-lapis dan mengandung kelenjar sebaceous dan bulu-bulu yang keras. Pada pusat lubang terdapat epitel yang menyerupai kanal bertumpuk, rambut getar (silia) dan sel-sel goblet. Struktur yang berbeda ini sangat penting untuk pertahanan saluran napas : bulu dan epitel rambut getar berfungsi menyaring partikel-partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan mukosa akan menahan partikel-partikel tersebut melalui tumbukan atau pengendapan sehingga alveolus selalu berada dalam keadaan steril. b. Mulut merupakan jalur kedua yang digunakan untuk proses penghirupan. Penghirupan melalui mulut mempunyai efek samping terutama bila udara mengandung partikel, sebab di mulut tidak ada penyaringan partikel-partikel baik secara tumbukan atau pengendapan. c. Trakea terdiri dari 16 atau 20 cartilago hyaline, yang pada permukaannya terdapat banyak sel kelenjar dan selanjutnya trakea bercabang dua menjadi bronkus kanan dan kiri. d. Bronkus tertutup oleh lapisan epitel yang terdiri dari : 1. Silia Silia epitel berperan penting dalam pertahanan saluran napas dan silia tersebut mengeluarkan getah bronkus dan cairan alveolar, secara keseluruhan sel epitel menyerupai tangga berjalan atau permadani mukosilier yang berombak. Dalam lubang hidung, aksi bulu getar akan menghasilkan gerakan dari depan mundur ke belakang menuju pharynx pada trachea-bronchus, perpindahan dari bronkus menuju pharynx terjadi secara spiral dan searah jarum jam. Gerakan silia sangat peka terhadap suhu dan pH.



2. Getah bronkus Pada subyek sehat, studi tentang getah bronkus relatif tidak



memungkinkan. Pada keadaan normal, setiap lapisan mukosa mengeluarkan 100 ml getah. Terdapat banyak factor (termasuk iritasi karena pengambilan cuplikan pada endoskopi) yang dapat menyebabkan timbulnya hipersekresi bronkus Hubungan antara faktor fisiologi dan faktor sediaan padat yang diberikan melalui sediaan inhalasi yaitu ukuran partikel, pernapasan dan laju pengaliran udara, jenis aliran, kelembapan, suhu dan tekanan. Efektivitas dari pengantaran obat ke pulmonal juga bergantung pada pola nafas pasien. Seperti halnya, inspirasi yang cepat tidak disarankan ketika menggunakan pressurized metered dose inhaler (pMDI) dan nebulizer karena dapat membuat turbulensi aliran udara dan kecepatan yang tinggi akan meningkatkan deposisi obat pada saluran nafas atas, sementara inspirasi yang cepat dibutuhkan pada pemakaian dry powder inhaler (DPI)



B. Daerah Pertukaran Daerah pertukaran dimulai dari daerah transisi bronchiolus terminalis, dilanjutkan dengan bronchiolus respiratorius dan kanal alveoli (ductulu alveolaris pediculi) dan kantong alveolus (saccus alveolaris), yang bersama-sama membentuk satu unit fungsional acinus (jamak acini), kemudian membentuk suatu lobulus. Penyerapan zat aktif pada saluran napas secara nyata bertumpu pada perlintasannya melalui sawar yang tebalnya 0.2-10 mikrometer, yang terdiri dari 3: 1. Sel penutup, (4-7 alveoli) yang terdiri atas 2 tipe: • Sel-sel kecil atau pneumosit membranus ( sel tipe A atau sel I) yang merupakan kelanjutan sitoplasma atau lapisan penutup permukaan alveoli. • Sel-sel besar atau pneumosit granuler (sel B atau sel II) yang jumlahnya sedikit, terletak diantara sel-sel kecil sitoplasma yang bersifat fosfolipida alam dan merupakan pusat aktivitas enzimatik. 2. Anyaman kapiler sebagai kelanjutan dari iang alveoli dipenuhi oleh sel-sel endotelial jointives.



3. Kerangka, terdiri dari bahan dasar dan berupa serabut kolagen atau membran basal. 3. Bioavabilitas sediaan oral tergantung pada beberapa faktor termasuk kelarutan dalam air, permeabilitas obat, tingkat disolusi, dan metabolisme jalur pertama. Penyebab paling umum bioavailabilitas oral rendah dikaitkan dengan kelarutan yang buruk dan permeabilitas rendah. Obat-obatan yang memiliki kelarutan rendah akan lebih lambat diserap, menyebabkan rendahnya bioavabilitas obat dalam tubuh. Bioavailabilitas dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kelarutan dan tingkat disolusi obat dalam cairan gastrointestinal. •



Dispersi solid



Dispersi solid merupakan teknik farmasi yang berguna untuk meningkatkan kelarutan, penyerapan, dan efikasi terapeutik obat. •



Nanosuspensi



adalah sistem yang terdiri dari partikel obat berukuran nano yang distabilkan oleh surfaktan untuk penggunaan oral, topikal, pemberian parenteral, dan pulmonal. •



Teknik Kriogenik



Teknik kriogenik telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat disolusi obat dengan membuat partikel obat amorf berstruktur nano dengan tingkat porositas tinggi pada kondisi tertentu. Efektivitas terapi suatu obat tergantung pada bioavailabilitas dan kelarutan dari molekul obat tersebut. Kelarutan merupakan salah satu parameter penting untuk mendapatkan konsentrasi obat yang diperlukan di dalam sirkulasi sistemik agar obat dapat memberikan efek farmakologi bagi tubuh (Al-sarraf et al., 2014). Beberapa teknik peningkatan kelarutan yang dapat dilakukan yaitu pengurangan ukuran partikel (mikronisasi, nanosuspensi), modifikasi sifat kristal (polimorf, amorf, kokristalisasi), dispersi dalam pembawa (campuran eutetik, dispersi padat, teknik



kriogenik),



pengubahan



pH,



pembentukan garam (Savjani, et al., 2012).



penggunaan



buffer,



kompleksasi,







Pembentukan Garam



Metode yang paling mudah dan paling umum untuk dilakukan adalah obat yang memiliki sifat asam atau basa diubah menjadi bentuk garamnya sehingga kelarutannya dan laju disolusinya dapat meningkat seperti aspirin, teofilin dan barbiturate. •



Hidrotrofi



Hidrotrofi adalah proses pelarutan, dimana penambahan sejumlah besar zat terlarut kedua, zat hidrotomatik akan menghasilkan peningkatan kelarutan zat terlarut. Agen hidrotropik adalah garam organik ionik, terdiri dari garam logam alkali dari berbagai asam organic. •



Solid Lipid Nanopartikel



Solid lipid nanopartikel (SLN) adalah sistem pembawa obat koloid yang seperti nanoemulsi, tetapi berbeda dalam sifat lipid dimana bagian lipid cair dari emulsi digantikan oleh lipid padat pada suhu Farmaka Volume 15 Nomor 4 54 kamar seperti gliserida atau lilin dengan titik lebur yang tinggi. Pengembangan teknologi terhadap SLN sebagai teknologi partikel baru meningkat karena potensinya sebagai sistem pembawa alternatif bagi pembawa koloid, seperti emulsi, liposom, mikroorganisme polimer dan nanopartikel, serta memiliki kemungkinan untuk digunakan pada berbagai rute pemberian 4. Beberapa obat asma diantaranya adalah Aminofillin danSalbutamol. Aminofillin merupakan obat dengan indeks terapi sempit sehingga sedikit saja perubahan kadar obat dalam plasma dapat menyebabkan terjadinya toksik. Jika pemberian dosis Aminofillin tidak diberikan secara hati-hati maka dapat terjadi efek –efek yang merugikan termasuk efek samping obat (ESO). Sehinggadiperlukan pengamatan tentang timbulnya efek samping obat pada penggunaanAminofillin untuk pasien asma. Ini berbeda dengan Salbutamol yang memiliki indeks terapi lebih panjang dibandingkan Aminofilin. Pemberian Aminofilin dan Salbutamol pada pasien asma, saling menguatkan efek masing-masing dalam merangsang peningkatan aktivitas sel-sel simpatis tubuh dan berefek bronkodilator. Pemilihan obat yang bersifat polifarmasi pada pasien, saling mempengaruhi satu sama lain pada beberapa obat dan efek yang merugikan pada pasien masih bisa ditutupi dengan efek terapisnya. Karena alasan tersebut maka diperlukan pengamatan tentang timbulnya efek samping obat pada penggunaan Aminofillin dan atau



Salbutamol. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik atau profil penderita asma (usia, jenis kelamin, dan pekerjaan) di RS Paru Jemberen_US Efektifitas terapi eksaserbasi asma perlu pemantauan secara terus menerus, dan salah satu parameter yang paling mudah adalah laju nafas, yang akan mengalami peningkatan pada eksaserbasi asma. Laju nafas merupakan salah satu tanda vital dalam pemeriksaan fisik saat eksaserbasi asma. 1.Peningkatan laju nafas merupakan proses kompensasi paruparu supaya mendapatkan oksigen dalam jumlah yang dibutuhkan.2,3 Peningkatan laju nafas menjadi salah satu indikator kebutuhan perawatan darurat.4,5 Namun perubahan laju nafas juga dapat disebabkan



pengobatan



asma



seperti



terapi



asma



dengan



golongan



kortikosteroid,6 beta-2 agonis (salbutamol),7-9 atau metilsantin. 5. Sistem pernafasan memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan oksigen, mengeliminasi karbondioksida, regulasi pH, untuk pembentukan suara dan pertahanan tubuh terhadap mikroba.Fungsi lain dari sistem pernafasan adalah dapat mempengaruhi konsentrasi kimia arterial dengan menghilangkan bahan tertentu dari kapiler paru dan memproduksi dan menambahkan bahan lainnya ke dalam darah. Terdapat dua buah paru-paru yang utamanya terdiri dari jutaan alveolus (kantong tipis berisi udara). Alveolus ini merupakan tempat dari pertukaran gas antara paru-paru dan darah. Aliran udara agar dapat sampai ke alveolus adalah melalui saluran nafas dan udara dapat masuk/keluar paru karena adanya mekanisme inspirasi (perpindahan udara dari lingkungan ke alveolus) dan ekspirasi (perpindahan udara kea rah sebaliknya). Inspirasi dan ekspirasi ini disebut sebagai siklus respirasi



Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri



mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009). Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura (Guyton, 2007).



FISIOLOGI Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu : a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer. b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah. c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel. d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan. Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali



memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi semula (Evelyn, 2009). Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Algasaff, 2015) Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Miller et al, 2011). Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton, 2007). Anatomi paru-paru Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009).



Paru-paru memiliki massa sekitar 1.180 gram. Terdapat sepasang paru-paru, yaitu paru-paru kiri dan paru-paru kanan. Paru-paru kanan (massa 620 gram) lebih besar daripada paru-paru kiri (massa 560 gram). Itu karena bagian bawah paru-paru kiri sedikit melengkung mengikuti bentuk jantung. Paru-paru dibungkus oleh sebuah selaput yang disebut pleura. Bagian terpenting dari paru-paru adalah alveolus (tunggal: alveoli). Fungsi alveolus adalah sebagai tempat terjadinya pertukaran udara dengan darah. Disinilah udara yang masuk ke paru-paru bermuara dan udara yang keluar dari paru-paru berasal. Terdapat sekitar 700 juta alveolus yang masing-masing berdiameter sekitar 0,2 sampai 0,3 milimeter. Alveolus dikelilingi oleh pembuluh darah. Pembuluh darah yang masuk ke alveolus disebut arteri pulmonalis dan pembuluh darah yang keluar dari alveolus disebut vena pulmonalis. Bagian penting lainnya adalah brokus dan bronkiolus. Bronkus membagi trakea menjadi dua. Satu ke paru-paru kanan dan satunya ke paru-paru kiri. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus dan bermuara ke alveolus. Bronkus dan bronkiolus adalah semacam “pipa” yang berfungsi sebagai jalur keluar masuk udara. Dengan demikian, struktur paru-paru mirip seperti pohon terbalik dengan dua cabang utama. Batang ibarat trakea, dua cabang utama ibarat bronkus, cabangcabang kecil lainnya ibarat bronkiolus, tangkai daun ibarat duktus alveolus, sedangkan daun ibarat alveolus.



Fisiologi Paru Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur



yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007). Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti, 2013). 6. Penghantaran nanopartikel dideskripsikan sebagai formulasi suatu partikel yang terdispersi pada ukuran nanometer atau skala per seribu mikron. Batasan ukuran partikel yang pasti untuk sistem ini masih terdapat perbedaan karena nanopartikel pada sistem penghantaran obat berbeda dengan teknologi nanopartikel secara umum. Beberapa kelebihan nanopartikel adalah kemampuan untuk menembus ruangruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel koloidal (Buzea et al., 2007), kemampuan untuk menembus dinding sel yang lebih tinggi, baik melalui difusi maupun opsonifikasi, dan fleksibilitasnya untuk dikombinasi dengan berbagai teknologi lain sehingga membuka potensi yang luas untuk dikembangkan pada berbagai keperluan dan target. Kelebihan lain dari nanopartikel adalah adanya peningkatan afinitas dari sistem karena peningkatan luas permukaan kontak pada jumlah yang sama (Kawashima, 2000). Pembentukan nanopartikel dapat dicapai dengan berbagai teknik yang sederhana. Nanopartikel pada sediaan farmasi dapat berupa sistem obat dalam matriks seperti nanosfer dan nanokapsul, nanoliposom, nanoemulsi, dan sebagai sistem yang dikombinasikan dalam perancah (scaffold) dan penghantaran transdermal. Kemampuan nanopartikel untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat dengan kelarutan yang rendah dalam sirkulasi sistemik telah banyak dibuktikan (Bhatia et al., 2011; Wu et al., 2005). Kemampuan ini berlaku umum pada berbagai aplikasi penghantaran (Gelperina et al., 2005): oral (Martien et al., 2006), intravena (Li et al., 2009), pulmonar (Tonnis et al., 2012; Muttil et al., 2010), dan transdermal (Ravichandran, 2009). Peningkatan jumlah obat dalam darah pada penghantaran sistemik juga akan meningkatkan resiko munculnya efek samping maupun efek balik, hingga pada resiko tercapainya batas kadar toksik (Poelstra et al., 2012). Pada banyak kasus, peningkatan kadar obat dalam darah ini sangat diperlukan



bagi obat untuk dapat menimbulkan efek farmakologis. Oleh karena itu, nanopartikel memberikan solusi yang baik karena dapat memberikan efek farmakologis pada dosis yang lebih kecil (efisien) (Hu dan Li, 2011; Wu et al., 2005). Kesesuaian bentuk sediaan naopartikel dengan jaringan target dan penyakit diperlukan untuk memperoleh sistem yang dapat memberikan hasil terapi yang optimal. Jaminan akan tercapainya tujuan terapi merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk dapat memperkenalkan produk sistem penghantaran obat baru yang dapat diandalkan. Berdasarkan sistem dan rute admnistrasinya, sistem penghantran obat terbagi atas beberapa macam yakni, gastroretentive drug delivery system, ophthalmic drug delivery system, transdermal drug delivery system dan nanoparticle drug delivery system, yang masing masing memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya. sistem penghantaran nanopartikel berdasarkan jenisnya terbagi atas beberapa macam yaitu dendrimer, micelles nanoparticle, polymeric nanoparticle, metal nanoparticle, nanotube, solid lipid nanoparticle, nano emulsion, liposom dan phytosome. 7. Metilxantin Golongan bronkodilator kedua yang dipakai untuk asma adalah derivat metilxantin yang mencakup teofillin, aminofillin dan kafein. Xantin juga merangsang sistem syaraf pusat dan pernapasan, mendilatasi pembuluh pulmonar dan koronaria dan menyebabkan diuresis. Karena efeknya terhadap respirasi dan pembuluh pulmonar maka xantin dipakai untuk mengobati asma (Kee dan Hayes, 1996). Obat golongan metilxantin bekerja dengan menghambat enzim fosfodiesterase sehingga mencegah peruraian siklik AMP, sehingga kadar siklik AMP intrasel meningkat. Hal ini akan merelaksasi otot polos bronkus dan mencegah pelepasan mediator alergi seperti histamin dan leukotrien dari sel mast. Selain itu metilxantin juga mengantagonis bronkokontriksi yang disebabkan oleh prostaglandin dan memblok reseptor adenosin (Ikawati, 2006). Teofilin banyak dijumpai dalam bentuk kompleks dengan etilendiamin yang dinamakan aminofilin (Ikawati, 2006). Teofillin memiliki indeks terapeutik yang rendah dan kadar terapeutik yang sempit yaitu dari 10 sampai 20 mikrogram/ ml.



Obat yang memiliki rentang terapi sempit antara dosis terapi dan dosis toksik adalah obat yang sering terlibat dalam interaksi (Kee dan Hayes, 1996). Obat golongan metilxantin memiliki efek pada sistem syaraf pusat dan stimulasi jantung. Mereka meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pembuluh vena sehingga menimbulkan berbagai reaksi samping yang tidak diinginkan. Karena itu teofilin digolongkan sebagai obat ke tiga untuk terapi asma. Patofisiologi terjadinya asma adalah karena adanya inflamasi kronik spesifik dari mukosa saluran nafas bawah. Pengaktifan dari kaskade inflamasi menyebabkan terjadinya infiltrasi sel eosinophil, neutrophil, sel mast, sel T, dan leukotrin ke mukosa saluran nafas. Rekruitmen sel-sel tersebut akan memicu terbentuknya mediator proinflamasi lainnya seperti histamine, prostaglandin, radikinin, tromboksan, leukotriene, platelet activating factor, dll yang akan berpengaruh terhadap berbagai target organ. Hal ini menyebabakan terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan edema dinding saluran nafas, infiltrasi sel radang pada saluran nafas, dan peningkatan aktivitas sel pensekresi mukus. Adanya peningkatan jumlah sel-sel inflamasi mengakibatkan hipersensitivitas saluran nafas serta memicu remodeling saluran nafas.



Patofisiologi Asma Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit, sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti



lekotriens, tromboksan, PAF dan protein sitotoksikis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.