UAS - Kelompok 2 - Tanjung Jabung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS GEOLOGI DAN STRUKTUR GEOLOGI LAPANGAN TANJUNG JABUNG, JAMBI Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Geologi Struktur Lanjut (GL4113)



Kelompok 2 Wahyu Wibowo Muhammad Rizky Ashari Ratu Anissa Letina Damayanti Muhamad Iyan Ramdhani Muhammad Fariz AJ Anjar Romadhon



(101217057) (101217006) (101217071) (101217028) (101216124) (101216031)



FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PERTAMINA 2020



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2 BAB I .............................................................................................................................................. 3 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3 1.1



Tektonik dan Geologi Struktur Regional ......................................................................... 3



1.2



Sedimentologi dan Stratigrafi........................................................................................... 6



BAB II............................................................................................................................................. 9 ISI.................................................................................................................................................... 9 2.1



Struktur Geologi ............................................................................................................... 9



2.2



Hubungan Sistem Tektonik Terhadap Pembentukan Struktur ....................................... 11



2.3



Implikasi Dalam Pembentukan Hidrokarbon ................................................................. 16



2.3.1



Pembentukan Hidrokarbon ..................................................................................... 16



2.3.2



Hubungan antara Struktur Geologi dan Pembentukan Hidrokarbon ...................... 17



2.3.3



Metode Pengeboran Lapangan Tanjung Jabung ..................................................... 20



2.3.4



Implikasi Produksi Migas ....................................................................................... 22



BAB III ......................................................................................................................................... 23 KESIMPULAN ............................................................................................................................. 23 REFERENSI ................................................................................................................................. 24



2



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Tektonik dan Geologi Struktur Regional Tanjung Jabung merupakan daerah yang masuk kedalam Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah, namun sebagian besar wilayahnya termasuk ke dalam Cekungan Sumatera Selatan bagian utara dan sebagian kecil berasosiasi dengan cekungan sumatera tengah. Dalam tatanan tektonik Pulau Sumatera kedua cekungan ini merupakan ’backdeep basin’ atau cekungan pendalaman belakang (Koesoemadinata dan Hardjono, 1978).



Gambar 1. Cekungan Sumatera Selatan (Anonim, 2006)



Cekungan sumatera selatan merupakan salah satu cekungan sedimen belakang busur tersier yang berada pada zona paparan sunda dan busur dalam vulkanik. Cekungan sumatera selatan dengan arah barat laut-tenggara yang dengan dibatasi sesar semangko atau sesar sumatra dan bukit barisan di sebelah barat daya, pada bagian timur laut 3



dibatasi oleh paparan sunda, tinggian lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan cekungan sunda, serta pegunungan dua belas dan pegunungan tiga puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatera Selatan dengan Sumatera Tengah.



Gambar 2. Kerangka Tektonik Cekungan Sumatera Selatan (Anonim, 2006)



Struktur yang terdapat pada Cekungan Sumatera Selatan yang ada saat ini merupakan hasil dari 3 periode pembentukan cekungan, Periode 1, terbentuknya horst graben berarah timur laut – barat daya dan utara – selatan pada fase ekstensional pada jaman Kapur Akhir – Oligosen Awal. Sedimen pengisinya merupakan sedimen klastik kasar dan vulkanuklastik, lingkungannya pengendapannya pada daerah darat atau lakustrin. Periode 2, graben yang terbentuk mengalami subsidence hingga pada periode ini tektonik tidak aktif (Oligosen Akhir – Miosen Awal), kemudian cekungan berada pada lingkungan laut. Pada Miosen Awal – Miosen Tengah mulai terjadi aktivitas tektonik kembali yang menghasilkan lipatan kompresional akibat subduksi secara oblique dari lempeng samudera.



4



Periode 3, pada jaman Pliosen – Plistosen terjadi tektonik kompresional yang sangat kuat disertai uplifting busur vulkanik ke arah barat sehingga menyebabkan kembali aktifnya fitur-fitur struktur sebelumnya, yaitu sesar normal menjadi sesar naik. Tanjung Jabung berasosiasi dengan struktur geologi seperti sesar juga perlipatan yang diakibatkan adanya deformasi pada daerah penelitian. 1) Perlipatan Perlipatan pada daerah ini terjadi 2 periode deformasi yaitu deformasi yang pada pra-Tersier yang membentuk perlipatan pra-Tersier di Pegunungan Tigapuluh dan periode deformasi yang pada Tersier-Kuarter yang membentuk perlipatan yang mempengaruhi batuan sedimen Tersier Kuarter. a. Perlipatan pra-Tersier. Perlipatan ini merupakan jenis lipatan asimetris Betalang-Belingan di Formasi Mentulu. Lipatan ini memiliki karakteristik lipatan berulang dengan sumbu lipatan dengan arah timur laut -barat daya yang memperlihatkan suatu gaya kompresi yang dengan arah barat laut-tenggara. Lipatan ini diduga berhubungan dengan periode deformasi pertama (D1) pada Karbon yang menghasilkan lipatan berulang namun orientasinya tidak jelas yang membentuk lipatan asimetris (lipatan awal) sehingga diduga berarah berarah barat laut-tenggara, dan pada periode deformasi kedua (D2) berhubungan dengan terobosan granit di pegunungan tigapuluh pada Jura yang menghasilkan lipatan berulang, sampai lipatan tegak dengan bentuk lipatan asimetris. Lipatan ini berhubungan dengan gaya kompresi utara-selatan b.



Perlipatan Tersier-Kuarter. Berhubungan dengan periode defromasi ketiga (D3) yang mempengaruhi semua batuan sampai pra-Holosen di daerah penelitian diwaliki oleh lipatan TutukanLecah. Lipatan ini memiliki sumbu.



2) Sesar Sesar yang ada pada saerah penelitian memiliki pola utama sesar yaitu sesar berarah barat laut tenggara. Adapun sesar yang terdapat pada batuan pra-Tersier pada Formasi Mentulu yaitu Sesar naik berarah barat laut-tenggara, sesar turun berarah timur laut-barat daya, dan sesar mendatar berarah barat laut-tenggara. a. Sesar Naik Betalang Sesar yang memiliki pergerakan lapisan yang berarah barat laut-tenggara dengan arah tegasan timur laut-barat daya yaitu sesar tersebut adalah sesar naik geser kiri (Left thrust slip fault) (Klasifikasi Rickard, 1974). 5



b.



Sesar Turun Belingan Sesar yang memiliki pergerakan lapisan yang berarah timur laut-barat daya dengan arah tegasan barat laut-tenggara. Sesar tersebut adalah sesar turun geser kiri (Left normal slip fault) (Klasifikasi Rickard, 1974).



c.



Sesar Mendatar Belingan Sesar yang memiliki pergerakan mendatar lapisan berarah timur laut-barat daya dengan arah tegasan barat laut-teggara. Sesar tersebut adalah sesar mendatar turun kiri (Left slip fault) (Klasifikasi Rickard, 1974).



1.2



Sedimentologi dan Stratigrafi



Gambar 3. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (de Coster, 1974)



6



Fase sedimentasi pada cekungan Sumatera Selatan disebut sebagai megacycle (siklus besar), karena terdiri atas 2 fase, yaitu fase trangresi yang terdiri dari formasi-formasi yang dikelompokkan menjadi satu kelompok yaitu Kelompok Telisa, dan diikuti oleh fase regresi yang terdiri dari formasi-formasi yang dikelompokkan menjadi Kelompok Palembang. Fase transgresi, diurutkan dari tua ke muda, yaitu terdiri atas Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja dan Formasi Gumai. Kelima formasi ini merupakan endapan kelompok Telisa yang diendapkan diatas batuan berumur pra-Tersier dan diendapkan secara tidak selaras. Pada fase ini, terbentuk fasies yang memiliki lingkungan pengendapan darat-transisi-laut dangkal. Formasi Lahat Formasi ini terdiri atas fasies batupasir dan fasies shale. Fasies batupasir terdiri atas batupasir kasar, konglomerat, dan kerikilan. Sedangkan fasies shale terdiri atas batu serpih sisipan batupasir halus, tufa, dan batulanau. Formasi ini memiliki lingkungan pengendapan darat (aluvial-fluvial) hingga lacustrine dan diendapkan pada eosen sampai oligosen awal secara tidak selaras. Formasi Talang Akar Formasi ini terdiri atas batu serpih, batupasir kasar, dan sisipan batubara pada bagian bawah, dan terdapat perselingan batupasir dan serpih pada bagian atas. Formasi ini memiliki lingkungan pengendapan laut dangkal hingga transisi yang diendapkan pada oligosen akhir sampai miosen awal dan diendapkan secara selaras diatas Formasi Lahat. Pola pengendapan pada Formasi Talang Akar mengindikasikan adanya perubahan lingkungan pengendapan menjadi ke aras basin dimana lingkugan pengendapan yang awalnya berupa braided stream dan point bar kemudian mengalami perubahan secara berangsur menjadi lingkungan pengendapan delta front, marginal marine, dan prodelta. Formasi Baturaja Formasi ini terdiri atas fasies batugamping, diantaranya mudstone, wackestone, dan packestone. Dan pada bagian bawah terdiri atas batugamping kristalin yang terdapat vein di beberapa tempat. Batugamping pada formasi ini memiliki berkembang didaerah tinggian dan berumur miosen awal dan diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar. Formasi Gumai Formasi ini terdiri atas batu serpih yang mengandung calcareous shale dan memiliki sisipan batugamping, batulanau, dan napal pada bagian bawah. Dan bagian atasnya terdiri atas perselingan batupasir dan shale. Formasi ini diendapkan pada kala oligosen sampai miosen tengah dan diendapkan secara selaras selama fase transgresif maksimum berlangsung dan memiliki ketebalan yang cukup tebal yang diperkirakan 2700 m dan berada di tengah cekungan, 7



Fase regresi, diurutkan dari tua ke muda, yaitu terdiri atas Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai. Ketiga formasi ini merupakan endapan kelompok Palembang yang memiliki urutan lingkungan pengendapan laut dangkaltransisi-darat. Formasi Air Benakat Formasi ini terdiri atas batulempung dengan sisipan batu pasir halus, dan batupasir, bagian atas formasi ini terdiri atas tufaan, sedangkan pada bagian tengah didominasi oleh fosil foraminifera. Formasi ini diendapkan pada miosen tengah dan memiliki lingkungan pengendapan neritik hingga shallow marine, kemudian pada akhir siklus regresi yang pertama, lingkungan pengendapan berubah menjadi delta plain dan coastal plain. Formasi Muara Enim Formasi ini terdiri atas batupasir dan shale. Formasi ini dicirikan dengan adanya endapan batubara yang menerus secara lateral. Formasi Muara Enim diendapkan pada miosen tengah hingga pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal, dataran delta, dan lingkungan nonmarine. Formasi Kasai Formasi ini terdiri atas batupasir, batulempung, serta material piroklastik. Formasi ini merupakan akhir dari siklus regresi di cekungan Sumatera Selatan yang diendapkan pada pliosen hingga pleistosen dan memiliki lingkungan pengendapan darat.



8



BAB II ISI 2.1



Struktur Geologi Wilayah Lapangan Jabung merupakan daerah yang memiliki tiga dalaman, yaitu memanjang dengan arah bataydaya – tenggara merupakan kitchen area, yang meliputi Dalaman Betara, Dalaman Tungkal, dan Dalaman Geragai. pada daerah tersebut terdapat dua lapangan yang terpisah oleh struktur yang berupa sesar turun dengan arah timurlautbaratdaya, sesar aktif yang semula berupa sesar tidak aktif, dan berupa struktur sinklin pada Formasi Talang Akar dengan relief yang kecil. Struktur tersebut memisahkan antara Lapangan South Betara dengan West Betara, dan North Betara dengan Northeast Betara. Terdapat antiklin yang memanjang dengan arah baratlau-tenggara ini merupakan wilayah Lapangan minyak Northeast Betara. Dengan batas yang berupa sesar naik yang memiliki arah sejajar dengan sumbu antiklin dan kemiringan ke arah timurlaut.



Gambar 4. Peta Struktur Daerah Betara, Lapangan Jabung (Suta, 2003)



9



Tersier awal tekanan back-arc sepanjang zona penunjamaan menghasilkan sesar normal dengan serangkaian graben memotong Jawa dan Sumatra, sampai dengan sebelah barat paparan Sunda. Pada Miosen akhir mulai terjadi pergerakan tektonik yang bersifat kompresi dan mengalami akselerasi pada saat Pliosen, dengan menghasilkan pembentukan awal berupa cekungan dan gaben, dan kemudian terbentuknya Sunda fold jebakan hidrokarbon. Strruktur tersebut dicirikan dengan adanya struktur sesar naik ditunjukkan dengan nilai dip yang besar yang merupakan hasil dari sesar turun dengan umur lebih tua yang kembali mengalami pengaktivan.



Gambar 4 Peta Struktur Daerah Betara (Ekayanti, 2009)



Gambar 5 Kondisi terkini NEB Field setelah syn-inversion selama Pliosen hingga sekarang bias diidentifikasi melalui sesar naik (Brahmanthya, et. al. 2017)



10



2.2



Hubungan Sistem Tektonik Terhadap Pembentukan Struktur Cekungan sumatera selatan merupakan hasil dari proses rifting pada periode tertiary. Proses tektonik tersebut membentuk horst-graben, dimana lokasi Lapangan Tanjung Jabung sendiri berada di margin sehingga membentuk half-graben.



Gambar 6 Persebaran struktur lapangan Tanjung Jabung (Suta, 2005)



Secara garis besar, terdapat 3 proses tektonik utama yang membentuk struktur yang berada di blok tersebut, yaitu :  Rifting Proses tektonik ini membentuk horst-graben yang dikontrol oleh sesar normal akibat proses extensional yang menginisiasi arsitektur dari cekungan tersebut. Proses ini terjadi di periode mesozoik tengah hingga Miocene awal. Pada blok jabung, struktur yang terbentuk pada periode ini umumnya memiliki orientasi dari arah Barat Laut – Tenggara dan Barat daya – Timur laut yang membentuk rangkaian half-graben. Sesar normal listrik juga merupakan mekanisme penybab ekstensi selama fase pemekaran ini. Jenis lainya dari aktivitas sesar, terutama sesar normal planar, sesar normal rotasional, dan sesar geser yang juga dapat terjadi pada fase pemekaran atau rifting ini.



11



Gambar 7 Rekonstruksi tektonik Formasi Talang Akar periode Mesozoik akhir (Suta, 2005)



Gambar 8 Struktur yang terbentuk saat periode tektonik pertama Lapangan Tanjung Jabung (Suta, 2005)



 Post-Rift Setelah rifting selesai pada Miosen Awal, maka diatas endapan synrit diendapkan sedimen postrift yang dicirikan dengan ketebalan sedimen yang tetap untuk setiap formasinya. Pada periode ini aktivitas sesar berkurang dan terdapat subsidence secara regional. Sedimen postrift di daerah penelitian terdiri dari Formasi Talang Akar Bagian Atas, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim. Pada sedimen postrift mempunyai ketebalan formasi batuan yang tetap sama untuk masing - masing formasi. Hal ini disebabkan karena sesar turun yang semula membentuk half-graben untuk sementara waktu tidak aktif sampai nanti diaktifkan kembali oleh struktur kompresi yang merupakan awal terbentuknya inversi.



12



Gambar 9 Rekonstruksi tektonik lapangan Tanjung Jabung selama periode Miosen Awal - Miosen Tengah (WPN, et.,al., 2017)



13



Gambar 10 Struktur yang terbentuk dan tektonostratigrafi periode Miosen Awal - Miosen Tengah ( Suta, 2005)  Inversi



Pada Miosen Tengah, mulai terjadi pengangkatan Bukit Barisan akibat gaya kompresi yang terjadi, sehingga menyebabkan regresi muka air laut yang kemudian dilanjutkan pengendapan sedimen darat Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai (Pulonggono, 1986). Struktur inversi yang terbentuk di daerah Blok Jabung ini disebabkan oleh gaya kompresi sehingga terlipatnya batuan yang sudah terbentuk sebelumnya. Rezim tektonik ini juga meng-inversi arsitektur dari cekungan tersebut. Struktur kompleks yang terbentuk pada tahap ini umumnya berupa reverse fault dengan sudut yang lebih tinggi akibat dari reaktivasi sesar – sesar turun sebelumnya. Struktur-struktur tersebut umumnya memiliki arah dari Baratlaut – Tenggara yang sejajar dengan pantai tenggara Pulau Sumatera.



Gambar 11. Rekonstruksi struktur pada penampang seismik Gambar 11 Seismik area 3D inline Tanjung Jabung (Suta, 2005) RPHLapangan blok Jabung (Suta, 2005)



14



Gambar 12 Interpretasi struktur pada proses inversi periode Miosen Tengah (Suta, 2005 )



Proses uplift tersebut membentuk Pop-up structure sebagai bukti terjadinya inversi dan membentuk kondisi struktur sekarang yang mampu mempengaruhi akumulasi dari hidrokarbon.



Gambar 13 3D seismik yang menunjukkan kondisi struktur lapangan Tanjung Jabung saat ini akibat proses inversi (Suta, 2005)



15



2.3



Implikasi Dalam Pembentukan Hidrokarbon



2.3.1 Pembentukan Hidrokarbon Lapangan Tanjung Jabung atau yang lebih dikenal dengan Jabung block, Jabung field, atau Jabung sub-basin terletak pada depresi Jambi di sebelah utara Cekungan Sumatera Selatan. Penemuan hidrokarbon utama di Jabung block terkonsentrasi di play Talang Akar Bawah dan Talang Akar Atas pada periode rifting. Batuan induk penghasil hidrokarbon di lapangan Jabung memiliki keterkaitan dengan Cekungan Sumatera Selatan karena merupakan bagian dari cekungan tersebut. Hidrokarbon tersebut telah mulai terbentuk pada batuan induk di periode syn-rift di umur Paleogen Akhir (Oligosen Tengah-Atas). Berdasarkan penelitian geokimia oleh Sutriyono, et. al. (2016), sampel-sampel telah dikumpulkan dari singkapan shale pada lapisan tertentu dari Formasi Talang Akar berumur Oligosen Atas. Hasil analisis TOC (Total Organic Content) menunjukkan sejumlah kecil karbon organik yang mengindikasikan batuan induk dengan potensi rendah (poor) hingga sedang (fair). Rasio S2/S3 mengindikasikan kemungkinan dua tipe kerogen. Kebanyakan dari sampel memiliki tipe kerogen III tetapi beberapa menunjukkan adanya tipe kerogen IV secara minor yang mengindikasikan material organik teroksidasi dan tidak adanya ekspulsi. Hasil pengukuran S1+S2 pada hampir semua batuan induk yang telah dilakukan pirolisis menunjukkan nilai kurang dari 1 mg HC/g batuan, mendukung adanya skenario bahwa batuan induk tersebut memiliki potensi hidrokarbon yang sedikit hingga sedang. Hasil evaluasi hidrogen dan oksigen mengindikasikan bahwa source rock tersebut adalah sumber gas prone dengan kondisi belum matang (immature) hingga kematangan awal (early mature). Tahap awal kematangan organik mungkin terjadi karena pemanasan (heating) sebagai hasil dari deep burial pada periode depresi Jambi di umur Miosen sebelum adanya pengangkatan setelahnya pada periode orogeni Plio-Plistosen. Dalam beberapa tahun belakangan ini, beberapa penemuan hidrokarbon terbaru di lapangan ini berasal dari jebakan (trap) stratigrafi yang telah terbentuk atau dibuat di play batuan dasar (basement) pada periode pre-rift, play Baturaja dan Gumai pada periode depresi. Lapangan tersebut kini telah dikelola oleh PT Petrochina Indonesia dengan produksi hidrokarbon utama berjenis gas yang terkonsentrasi di Betara Gas Plant.



16



Gambar 14. Diagram van Krevelen dimodifikasi menunjukkan plot HI vs OI data pirolisis Talang Akar yang mengindikasikan bahwa sumber hidrokarbonadalah gas prone bertipe kerogen III (Supriyono, et. al., 2016)



Gambar15. Diagram plot HI vs Tmaks menunjukkan tingkat kematangan batuan induk dengan rentang belum matang hingga kematangan awal (Supriyono, et. al., 2016)



2.3.2 Hubungan antara Struktur Geologi dan Pembentukan serta Akumulasi Hidrokarbon Struktur geologi pada lapangan Tanjung Jabung memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan, akumulasi, dan penjebakan hidrokarbon. Adanya fase ekstensional pada periode rifting (periode I) pada umur Paleogen mendukung terbentuknya batuan induk penghasil hidrokarbon serta reservoir. Pada area RPH yang merupakan salah satu area pada lapangan Tanjung Jabung, sesar normal utama bertangggung jawab terhadap sedimentasi syn-rift pada Formasi Talang Akar Bawah (LTAF) dan Formasi Talang Akar Atas (UTAF) pada rentang umur Oligosen hingga Miosen Awal. Pengendapan tersebut dikontrol oleh pengaliran sedimen. Pada periode II, cekungan menjadi lebih stabil tanpa pengaruh sruktur yang signifikan ditandai dengan pengendapan sedimen post-rift (Baturaja, Gumai, dari Miosen hingga formasi yang lebih muda). Periode ini mempengaruhi terbentuknya seal regional bagi reservoir di bawahnya. Pada periode III, terjadi fase kompresional yang menyebabkan adanya inversi cekungan ditandai dengan adanya sesar-sesar naik, lipatan, serta pembaruan struktur yang telah ada sebelumnya pada Plio-Plistosen.



17



Gambar 16. Penampang seismik beserta interpretasi strukturnya pada area RPH, lapangan atau blok Jabung, Cekungan Sumatera, menunjukkan pengaruh struktur sesar normal pada pembentukan reservoir dan batuan induk pada periode -1. Adanya fase ekstensional pada periode rifting (periode-1) pada umur Paleogen mendukung terbentuknya batuan induk penghasil hidrokarbon serta reservoir. Pada area RPH yang merupakan salah satu area pada lapangan Tanjung Jabung, sesar normal utama bertangggung jawab terhadap sedimentasi syn-rift pada Formasi Talang Akar Bawah (LTAF) dan Formasi Talang Akar Atas (UTAF) pada rentang umur Oligosen hingga Miosen Awal. Pengendapan tersebut dikontrol oleh pengaliran sedimen. Pada periode-2, cekungan menjadi lebih stabil tanpa pengaruh sruktur yang signifikan ditandai dengan pengendapan sedimen post-rift (Baturaja, Gumai, dari Miosen hingga formasi yang lebih muda). Periode ini mempengaruhi terbentuknya seal regional bagi reservoir di bawahnya. Pada periode-3, terjadi fase kompresional yang menyebabkan adanya inversi cekungan ditandai dengan adanya sesar-sesar naik, lipatan, serta pembaruan struktur yang telah ada sebelumnya pada Plio-Plistosen. (Suta, et. al., 2005)



18



Gambar 17. Penampang seismik beserta interpretasi strukturnya pada area lain di lapangan Tanjung Jabung yakni area Northeast Betara (NEB) dan Gemah (GMH), menunjukkan pengaruh sesarsesar normal utama pada pembentukan batuan induk penghasil hidrokarbon dan reservoir di LTAF dan UTAF (Suta, et. al., 2006)



Gambar 18. Kolom stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan beserta kumpulan play (Xue, et. al., 2005)



19



2.3.3 Metode Pengeboran Lapangan Tanjung Jabung Berdasarkan kondisi tektonik dan struktur geologi yang ada pada lapangan Tanjung Jabung maka metode pengeboran yang direkomendasikan adalah metode horizontal directional drilling, metode horizontal directional drilling (HDD) di sisi lain menyediakan instalasi alternatif menggunakan teknologi trenchless. Dengan kemampuan routing, dapat menghindari kerusakan pada saluran utilitas yang ada. Metode HDD dapat meminimalisir kebisingan, debu, ketidaknyamanan publik lebih rendah serta biaya perbaikan dan mobilisasi alat lebih murah. Metode horizontal directional drilling secara umum digunakan untuk mengebor daerah-daerah dengan kegiatan eksplorasi yang tinggi serta mengutamakan dampak minimal terhadap lingkungan. Metode HDD juga dapat digunakan untuk pengambilan sampel horizontal yang digunakan untuk mengumpulkan Sampling terkontaminasi di tanah yang terkontaminasi. Prinsip kerja HDD membutuhkan mesin motor hidrolik yang mengarhkan bor ke arah yang diinginkan dan mengoperasikannya dalam garis lurus. Sumur yang tidak masuk dalam garis lurus memerlukan sedikit manuver. Banyak sumur terarah memulai sebagai sumur vertikal, kemudian beralih arah saat mereka melangkah lebih jauh ke bumi. Ini membutuhkan penempatan motor hidrolik di antara mata bor dan pipa bor, yang membentang dari atas motor hingga ke permukaan. Motor hidrolik dapat memutar bit ke arah yang baru dari cara pipa menghadap. Motor hidrolik juga dapat memutar bit tanpa memutar sisa pipa, memungkinkannya mengebor di jalur non-vertikal. Memasang motor hidrolik mungkin perlu menarik bor keluar dari tanah setelah bagian vertikal sumur dibuat. Untuk mengebor sumur yang memiliki kurva daripada bergerak menjauh dari sumur vertikal pada suatu sudut, operator bor menggunakan bor dengan tikungan untuk mengarahkan bor ke arah yang diinginkan.



Gambar 19. Skema HDD (U.S. Energy Information Administration and U.S. Geological Survey)



20



Metode HDD juga dapat digunakan untuk mengambil minyak dan gas alam dari endapan serpih, pengeboran horizontal sering dikombinasikan dengan metode hydraulic fracturing. Teknik ini, umumnya dikenal sebagai fracking, melibatkan penembakan air ke formasi batuan serpih dengan tekanan tinggi untuk menciptakan celah yang lebih besar agar minyak dan gas mengalir. Air kadang-kadang dikombinasikan dengan pasir atau zat lain, yang dapat mengisi fraktur baru di batu dan mencegah mereka dari penutupan. Setelah serpih minyak dan gas berpindah ke lokasi yang lebih mudah diakses, serpihan tersebut dikeluarkan dari tanah. Sumur bor horizontal dan dengan rekah hidrolik sebanyak tiga kali lebih mahal dari sumur vertikal. Namun memungkinkan tingkat produksi yang lebih tinggi daripada sumur vertikal, yang membantu mengimbangi biaya. Sumur horizontal biasanya dimulai secara vertikal. Setelah bor mencapai tempat yang telah ditentukan yang dikenal sebagai titik kickoff, operator mengubahnya pada sudut yang semakin tinggi, bergerak menuju posisi horizontal.Menemukan titik kickoff yang tepat adalah salah satu tantangan prosedur pengeboran directional horizontal karena bor perlu memiliki ruang yang cukup untuk pindah ke reservoir pada posisi horizontal. Jika titik kickoff terlalu tinggi, bor dapat memasuki reservoir lebih lambat dari yang diinginkan. Jika terlalu rendah, mungkin meluas di bawah reservoir. Sumur horizontal tidak dibor dengan sempurna secara horizontal, tetapi biasanya mencapai sudut hampir horizontal setidaknya 80 derajat. Jika bor diarahkan dengan benar, sumur akan meluas melalui reservoir minyak atau gas alam horisontal yang panjang. Ini lebih efisien daripada mengebor beberapa sumur vertikal ke dalam reservoir panjang tunggal. sumur horizontal biasanya mencapai sudut dekat-horizontal setidaknya 80 derajat Perusahaan yang berada di Tanjung Jabung menggunakan metode pengeboran horizontal untuk mengakses cadangan minyak atau gas yang panjang dan tipis, yang membuat reservoir sulit diakses dengan sumur vertikal. Ini juga berguna untuk mengakses minyak dan gas yang terkunci dalam formasi batuan yang memiliki permeabilitas rendah, yang berarti sulit bagi minyak dan gas untuk mengalir melalui mereka. Sumur horizontal memungkinkan untuk menjangkau lebih banyak sumber daya ini, terutama bila digunakan bersama dengan rekahan hidrolik. Di Pulau Sumatra di mana batuan permeabel jarang atau di mana reservoir seringkali panjang dan tipis, pengeboran terarah horisontal lebih umum daripada pengeboran vertikal. Perusahaan minyak dan gas alam lainnya dapat menggunakan sumur horizontal dan sumur perancang terstruktur mirip dengan sumur horizontal lainnya. Dengan secara vertikal, kemudian melengkung ke satu sisi pada titik kickoff, akhirnya memasuki target pertama pada sudut horizontal atau hampir horizontal, kemudian bergerak ke yang berikutnya.



21



2.3.4 Implikasi Produksi Migas Metode HDD dapat mengurangi dampak permukaan sumur minyak dan gas dan juga meningkatkan produksi karena pengeboran horizontal mencangkup segala arah yang menjadi target utama pengeboran serta metode arah drilling yang beragam menjadi fungsi utama meningkatnya laju produksi pada kegiatan eksplorasi di Tanjung Jabung Implikasi utama Metode HDD dalam laju produksi untuk pengeboran terarah meliputi: a) Untuk menghindari situs permukaan yang secara operasional sulit atau peka terhadap lingkungan b) Mengebor sumur lepas pantai dari situs darat c) Mengurangi biaya atau dampak permukaan dengan mengebor beberapa sumur di arah yang berbeda dari satu lokasi permukaan d) Meningkatkan produksi minyak dan gas dengan mengebor sedemikian rupa sehingga memaparkan lebih banyak reservoir ke sumur bor. Metode HDD dimulai di permukaan sebagai sumur vertikal. Pengeboran ini akan dimulai sampai bagian depan bor sekitar 100 m di atas target. Pada titik ini, ada motor hidrolik yang terpasang di antara pipa bor dan mata bor. Motor ini dapat mengubah arah mata bor tanpa mempengaruhi pipa yang mengarah ke permukaan. Selain itu, setelah sumur dibor pada sudut tertentu, banyak instrumen tambahan ditempatkan di lubang untuk membantu menavigasi dan menentukan ke mana mata bor harus pergi. Informasi ini kemudian dikomunikasikan ke permukaan dan kemudian ke motor, yang akan mengendalikan arah bit. Menggabungkan pengeboran horizontal dengan rekahan hidrolik dapat menyebabkan tahap pengeboran dan penyelesaian sumur menelan biaya tiga kali lipat dari sumur vertikal. Namun, dengan peningkatan tingkat produksi dan pemulihan total, biaya modal ini dapat diselaraskan dengan pendapatan.



22



BAB III KESIMPULAN



Fase sedimentasi pada cekungan Sumatera Selatan disebut sebagai megacycle (siklus besar), karena terdiri atas 2 fase, yaitu fase trangresi yang terdiri dari formasi-formasi yang dikelompokkan menjadi satu kelompok yaitu Kelompok Telisa (Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja dan Formasi Gumai), dan diikuti oleh fase regresi yang terdiri dari formasi-formasi yang dikelompokkan menjadi Kelompok Palembang (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai). Secara garis besar, terdapat 3 proses tektonik yang membentuk struktur-struktur pada Lapangan Jabung, yaitu: 1) Rifting, membentuk horst - graben dan sesar turun. 2) Post-rift, adanya subsidence yang membuat struktur-struktur pada saat itu menjadi tidak aktif. 3) Inversi, proses ini menyebabkan reaktivasi struktur-struktur sebelumnya menjadi reverse fault dan membentuk pop-structure. Hasil proses inversi ini membentuk struktur geologi pada lapangan Jabung saat ini. Struktur geologi pada lapangan Tanjung Jabung memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan, akumulasi, dan penjebakan hidrokarbon. Adanya fase ekstensional pada periode rifting pada umur Paleogen mendukung terbentuknya batuan induk penghasil hidrokarbon serta reservoir. Berdasarkan kondisi tektonik dan struktur geologi yang ada pada lapangan Tanjung Jabung maka metode pengeboran yang direkomendasikan adalah metode horizontal directional drilling, metode horizontal directional drilling (HDD) di sisi lain menyediakan instalasi alternatif menggunakan teknologi trenchless.



23



REFERENSI



De Coster, G. L. (1974). The Geology of The Central and South Sumatera Basins. Proceedings Indonesian petroleum association 3rdAnnual Conventin, Jakarta. Iriyanti. G., Utama. H. W., Arsyad. A. R, Said. Y. M, 2018, Geologi dan Studi Batuan Asal (Provenance) Batupasir Formasi Talangakar Daerah Lubuk Bernai Kecamatan Batangasam Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, Prosiding Semnas SINTA FT UNILA Vol. 1. Li, M., Kong, X., Hong, G., Hu, G., Zhu, H., Bai, Z. and Ma, Y., 2019, October. New play discoveries in the South Sumatra Basin, Indonesia-Exploration case study in CNPC Jabung Block. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 360, No. 1, p. 012021). IOP Publishing. Kurnia. Z. D., Setiawan. B., 2019, Sedimentologi Formasi Talang Akar Daerah Renah Mendalu Dan Sekitarnya, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, Seminar Nasional AVoER XI 2019. Ramdhani, E. (2017).



Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Formasi Talang Akar



Menggunakan Analisis Petrofisika Dan Seismik Inversi Ai Dengan Pendekatan Map Algebra Pada Lapangan Bisma, Cekungan Sumatera Selatan. Suta, I N., 2003. Reservoir characteristic of Lower Talang Akar Fluvial sandstones, North East Betara (NEB) Field., South Sumatra Basin., Thesis Master., University of Oklahoma., Norman. Suta, I.N., Xiaoguang, L., 2005. Complex stratigraphic and structural evolution of Jabung Subbasin and its hydrocarbon naccumulation ;Casestudy from Lower Talang Akar reservoir, South Sumatra Basin,Indonesia.In:Proceedings of International Petroleum Technology Conference, Doha – Qatar, IPTC 1009 Suta, I.N. and Utomo, B.T., 2006. An example of integrated characterization for reservoir development and exploration: Northeast Betara field, Jabung Subbasin, South Sumatra,



24



Indone. In Handbook of Petroleum Exploration and Production (Vol. 6, pp. 423-472). Elsevier. Sutriyono, E., Hastuti, E.W.D. and Susilo, B.K., 2016. Geochemical assessment of Late Paleogene synrift source rocks in the South Sumatra basin. Int. J. GEOMATE, 11, pp.22082215.



WPN, G.R.B., Syam, B., Safitri, B.D., Alamsyah, M.N., Husein, S. and Widianto, E., 2017. Implication of Tectonic Inversion for the Existence of Hydrocarbons in Fractured Basement Reservoirs: A Case Study from Jabung Block, South Sumatra Basin, Indonesia.



Xue Liangqing, Yang Fuzhong, Ma Haizhen. 2005. Petroleum play analysis of the Petro China Contract Blocks in the South Sumatra Basin. Petroleum Exploration and Development. 32 (3) : 130-134.



25