Uji Kualitas Fisik Daging [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU DAN TEKNOLOGI DAGING



Disusun oleh : Yunengsih 12/331814/PT/06279 Kelompok I



Asisten



: Dwi Setiawan



LABORATORIUM PANGAN HASIL TERNAK BAGIAN TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013



ACARA III Uji Kualitas Fisik Daging Segar



MATERI DAN METODE



Materi Alat. Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah meat colour fan, beaker glass, pengaduk kaca, water bath, dua plat kaca, kertas saring, beban 35 kg, oven, warner-bratzler shear force dan timbangan analitik. Bahan. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah daging sapid an aquadest.



Metode Uji warna. Warna dari daging dicocokkan dengan meat colour fan, lalu ditulis skalanya. Uji nilai pH. Daging seberat 2 gram dicincang dan dimasukkan ke dalam beaker, ditambahkan 18 ml aquadest, diaduk hingga homogen. pH diukur dengan pH meter ke dalam beaker glass dan ditunggu hingga pH daging konstan, dilakukan sebanyak tiga kali kemudian hasilnya dirata-rata. Uji daya ikat air. Daging seberat 0,3 gram diletakkan diantara dua plat kaca, dialasi dengan kertas saring, diberi beban 35 kg selama 5 menit. Area basah yang terbentuk dihitung (luas area basah), untuk sampel kadar air total digunakan 1 gram daging sebagai berat awal, dioven selama semalam. Berat akhir ditimbang. Kadar air total. Sampel dioven selama 1050C (8 sampai 24 jam) dan ditimbang berat akhir. Uji keempukan. Sampel daging dari uji susut masak dipotong searah serat dan dipotong dengan ukuran tebal 0,67 cm dan lebar 1,5 cm. Sampel



diletakkan pada alat warner bratzler shear force. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali kemudian hasilnya dirata-rata. Uji suut masak. Daging sapi dipotong searah erat dan ditimbang sebanyak lebih kurang 25 gram. Daging dimasukkan ke dalam plastik polyethylene dan dikemas vakum dengan mesin vakum. Daging dimasak menggunakan waterbath pada suhu 900C selama 30 menit. Daging didinginkan dengan air mengalir. Daging dikeluarkan dari plastik polyethylene kemudian dilap dengan kertas tissue, kemudian berat akhir ditimbang.



HASIL DAN PEMBAHASAN



Uji warna Berdasarkan praktikum uji kualitas daging, didapat skor warna daging sapi yaitu 1 dan fat sebesar 8. Sifat organoleptik pada daging segar, merupakan aspek yang penting diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan konsumen dalam memilih daging. Konsumen biasanya akan lebih mudah memilih daging melalui penampilan secara fisik yang meliputi warna, tekstur, kekilapan, kebasahan serta intensitas aroma daging segar. Penampilan daging banyak dipengaruhi oleh faktor selama pemeliharaan, penanganan sebelum pemotongan hingga penanganan setelah pemotongan (Suryati et al., 2006). Penampilan



permukaan



daging



bagi



konsumen



bukan



hanya



tergantung pada kualitas mioglobin yang ada, tetapi juga pada tipe molekul mioglobin. Perbedaan spesies dalam molekul mioglobin telah dilaporkan. Warna mioglobin yang merah dan metmioglobin yang coklat dari daging sapid an daging babi tidaklah identik. Bila dipotong dalam keadaan segar I.dorsi sapi lambat membentuk mioglobin. Daging sapi yang dimasak sampai mencapai suhu internal 600C mempunyai warna merah cerah dibagian interior, yang dimasak sampai dengan suhu 60 sampai 70 0C dibagian internal akan mempunyai warna interior yang pink dan yang dimasak mencapai suhu internal 70 sampai 800C atau lebih tinggi lagi, akan berwarna coklat keabuabuan dibagian interior (Lawrie, 1995).



Uji nilai Ph Berdasarkan praktikum, didapat hasil pH sampel satu dengan rata-rata 6,33 dan sampel dua dengan rata-rata 6,5. Berdasarkan literatur, pH ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein myofibril (Lawrie,



1995). Bila pH akhir dari daging tinggi maka aktivitas enzim-enzim sitokrom akan lebih besar. pH akhir tinggi mengubah sifat-sifat penyerapan mioglobin sehingga permukaan daging lebih merah dan gelap (Soeparno, 1994).



Uji susut masak Berdasarkan praktikum, didapat hasil rata-rata untuk nilai susut masak daging sapi. Sampel satu memiliki susut masak sebesar 39,81% dan sampel dua memiliki susut masak sebesar 40,34%. Berdasarkan literatur, faktorfaktor yang mempengaruhi kehilangan lelehan (weep) atau (drip) dari daging yang dimasak juga dapat digunakan untuk kapasitas memegang air dari daging yang dimasak. Kehilangan yang disebabkan oleh pengkerutan pada waktu memasak akan lebih besar jumlah kehilangan ditentukan oleh kondisikondisi luar misalnya metode, waktu dan suhu pemasakan, karena suhu tingga yang terlibat akan menyebabkan denaturasi protein dan banyak menurunkan kapasitas memegang air (Lawrie, 1995). Susut masak akan mempengaruhi berat daging, sehingga akan mempengarui pula persentase protein, lemak dan abu yang lebih rendah daripada



daging



masak.



Besar



kecilnya



susut



masak



juga



akan



mempengaruhi cairan atau jus daging (juiciness). Besarnya susut masak bervariasi antara 1,5% sampai 54,5%, dengan rerata antara 15% sampai 35% (Soeparno, 1992).



Daya ikat air Berdasarkan hasil praktikum didapat besar daya ikat air pada daging sapi yaitu -44,49%. Literatur menjelaskan protein di dalam otot yang berperan terhadap pengikatan air adalah protein myofibril dan protein sarkoplasma. Penurunan DIA dapat diketahui dengan adanya aksudasi cairan yang disebut weep pada daging mentah beku yang disegarkan kembali dari cairan dan lemak daging (Soeparno, 1994). DIA dipengaruhi oleh pH dan DIA menurun



dari pH sekitar 7 sampai 10 sampai pada titik isoelektrik protein (Sugiyono, 1996).



Uji keempukan Hasil pengamatan pada praktikum ini dilakukakan uji keempukan dengan menggunakan dua sampel. Sampel pertama didapat rata-rata 4,8 dan sampel kedua didapat rata-rata 6,77. Keempukan daging segar berbeda dengan keempukan daging beku, hal ini karena keadaan serat pada waktu pemotongan (Lawrie, 1995). Keempukan daging dapat diketahui dengan mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya, semakin empuk daging tersebut (Maruddin, 2004). Derajat keempukan dapat dihubungkan dengan tiga kategori protein dalam urat daging yang dari tenunan pengikat (kolagen elastic, reticulum, mukopolisakarida dari matriks), yang dari myofibril (aktin, myosin, tropomiosin) dan yang dari sarkoplasma (protein-protein sarkoplasma, sarkoplasma reticulum) (Lawrie, 1995). Konsistensi daging atau tingkat keempukan daging merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas daging. Daging sapi sampel yang diuji konsistensinya kenyal. Keempukan daging dipengaruhi oleh umur, jenis hewan, cara penanganan sebelum dan sesudah pemotongan dan cara pemasakan. Keempukan daging dipengaruhi juga oleh faktor instrinsik seperti struktur myofibrial, status kontraksi dan kandungan jaringan ikat (Muchtadi et al., 1992). Pemeriksaan daging bertujuan untuk mengetahui kondisi daging yang diperjual



belikan



di



pasar,



mengetahui



kebersihan



daging



melalui



penghitungan jumlah mikroba yang mengkontaminasi, mengetahui masa awal pembusukan daging serta status daging yang harus Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) (Muchtadi et al., 1992). Hubungan antara pH, DIA, susut masak dan keempukan meliputi penyimpangan nilai pH akan menunjukkan penyimpangan terhadap kualitas daging karena berkaitan dengan warna,



keempukan, cita rasa, daya ikat air dan lamanya penyimpanan daging. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot. Daya ikat air (DIA) yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. DIA sangat dipengaruhi oleh nilai pH daging (Purnomo, 1996). Menurut Soeparno (1994) apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging (5,0 sampai 5,1) maka nilai susut masak daging tersebut akan rendah. Pada saat pH lebih rendah dari titik isoelektrik proteinprotein daging akan terjadi kelebihan muatan positif yang mengakibatkan penolakan miofilamen dan akan memberi ruang yang lebih banyak bagi molekul-molekul air. Dengan demikian pada saat pH daging di atas atau di bawah titik isolektrik protein-protein daging maka DIA akan meningkat. Menurut Soeparno (1994) menjelaskan bahwa peregangan otot atau pencegahan terhadap pengerutan otot akan meningkatkan keempukan daging, karena panjang sarkomer miofibril meningkat. Penggantungan karkas dapat meningkatkan panjang sejumlah otot sehingga daging menjadi empuk. Keempukan daging juga dapat disebabkan oleh tekstur daging. Semakin halus teksturnya, maka daging menjadi empuk.



KESIMPULAN



Kualitas daging dapat dilihat dari segi warna daging, susut masak, pH daging, daya ikat air dan segi keempukan. Daging kualitas baik harus memenuhi standar keabnormalan dari setiap uji yang dilakukan. Semakin halus tekstur daging, maka daging menjadi empuk.



DAFTAR PUSTAKA



Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging Edisi Kelima. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia. Jakarta Maruddin, F. 2004. Kualitas Daging Sapi Asap pada Lama Pengasapan dan Penyimpanan. Jurnal Sains Teknologi Muchtadi, D., Nurheni, SP., Astawan. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. PAU pangan dan Gizi IPB Bogor. Purnomo, H. 1996. Dasar – dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT Grasindo. Jakarta Soeparno. 1992. Ilmu dan Nutrisi Daging. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Sugiyono. 1996. Ilmu dan Pangan. Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. FPTK IKIP. Yogyakarta Suryati, Budi A.N, Srikandi. 2006. Supplement to meat Inspectioan. Rig by Publisher Limited. Adelaide