Ully KAK Pendampingan Penderita Gangguan Jiwa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kementrian Negara / Lembaga



:



Kesehatan



Unit Eselon I/II



:



Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan



Program



:



Kesehatan Jiwa



Sasaran Program



:



Keluarga ODGJ, yaitu pasangan, orangtua, saudara kandung atau saudara serumah



Indikator Kinerja Program



:



Kegiatan



:



Pendampingan Penderita Gangguan Jiwa



Sasaran Kegiatan



:



Keluarga ODGJ, yaitu pasangan, orangtua, saudara kandung atau saudara serumah



Indikator Kinerja Kegiatan



:



Keluaran (output)



:



Indikator Keluaran (output)



:



Volume Keluaran (output)



:



Satua Ukur Keluaran (output) KERANGKA ACUAN KEGIATAN / TERM OF REFERENCE KELUARAN (OUTPUT) KEGIATAN TA 2020



A. Latar Belakang 1. Dasar hukum



1.



Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.



2. 3.



Undang-Undang Nomor 1501 Tahun 2010 Tentang Jenis Penyakit Tidak Menular Tertentu Yang Dapat MenimbulkanWabah dan Cara Penanggulangan.



4.



Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.



5.



Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 604/Menkes/SK/IX/1989 Tentang Pokok-Pokok Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.



6. 7.



Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 430/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Tidak Menular.



8. 9. 10.



Petunjuk Teknis Posbindu PTM. Buku Pintar Kader. Buku Monitoring Faktor Resiko PTM.



B. GAMBARAN UMUM 1. Latar Belakang Kesehatan jiwa di dunia saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang signifikan, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena biopolar, 47,5 orang terkena dimensia, serta 21 juta orang terkena skizofrenia. Dengan berbagai keanekaragaman seperti faktor biologis, psikologis, dan sosial, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus meningkat yang dapat berdampak pada pertambahan beban negara dan produktivitas manusia dalam jangka panjang (Kemenkes, 2016). Gangguan jiwa dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu gangguan jiwa berat dan gangguan jiwa ringan. Yosep (2007) menyatakan bahwa, paling tidak satu dari empat penduduk di dunia menderita gangguan jiwa, sedangkan saat ini diperkirakan ada 450 juta penduduk dunia mengalami gangguan jiwa. Menurut World Health Organizatiaon (WHO) (2016), Indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan penduduk terbanyak di dunia. Dan penderita gangguan jiwa di Iondonesia yaitu sekitar 26 juta penduduk, mulai dari gangguan jiwa ringan hingga berat. Prelevensi gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh populasi yang ada. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan 2 Provinsi Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang mengalami gangguan jiwa (Balitbangkes, 2008). Menurut kementerian sosial pada tahun 2008, dari sekitar 650 penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat, sekitar 30 ribu dipasung. Hasil Riskesdas tahun 2011, bila dilihat menurut provinsi, prevelensi gangguan jiwa berat paling tinggi ternyata terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menunjukkan sekitar 3 dari setiap 1.000 orang penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat. Hasil Riskesdas tahun 2011 juga menunjukkan, prevelensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut psikosis atau skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi



rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7 persen (Depkes RI, 2011). Pemasungan dilakukan dengan alasan agar tidak membahayakan orang lain dan tidak menimbulkan aib dalam keluarga. Padahal menurut undang-undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, pemerintah Indonesia sudah mencanangkan bebas pemasungan karena pasung adalah tindakan yang melanggar hukum. Menteri Dalam Negeri 11 November 1977 juga memerintahkan kepada kepala daerah agar tidak memasung penderita gangguan jiwa. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan “Menuju Indonesia Bebas Pasung 2017”. Melakukan pendampingan Orang Dengan Gangguan Jiwa memang bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi orang tersebut adalah suami, istri, anak atau orangtua. Berbagai reaksi muncul pada keluarga ODGJ seperti rasa marah, bingung, cemas, merasa bersalah, putus asa dan lain-lain. Reaksi ini merupakan reaksi alamiah yang wajar dialami oleh keluarga ODGJ sebagai dampak dari proses pendampingan ODGJ. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah reaksi perasaan yang muncul seperti diatas tidak serta merta dapat diungkapkan kepada ODGJ karena dapat menghambat proses penyembuhannya. Semakin banyak pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki keluarga akan membantu untuk mengatasi permasalahan psikologis yang dialami keluarga. Pendampingan keluarga ODGJ dirasa penting bagi peningkatan pengetahuan, ketrampilan serta sebagai fasilitas bagi keluarga untuk mencurahkan perasaannya yang selama ini dipendam sendiri. Pendampingan keluarga OGDJ merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka memberikan



fasilitas



bagi



keluarga



sebagai



caregiver



untuk



meningkatkan



pengetahuan serta ketrampilannya dalam melakukan pendampingan terhadap ODGJ. Beberapa rangkaian kegiatan dalam pendampingan ODGJ ini diantaranya adalah pengetahuan tentang Skizofrenia, tanda-tanda, faktor penyebab, pengawasan minum dan komunikasi efektif dengan ODGJ. Kegiatan yang lain adalah family gathering, serta konseling kelompok Pendampingan keluarga ODGJ merupakan bagian yang integral, yang tidak dapat



dipisahkan dan harus ada dan dilaksanakan, dari program kesehatan jiwa.



Pelaksanaan pendampingan dilakukan oleh perawat jiwa bersama Psikolog. Kerangka acuan



ini



dimaksudkan



agar



petugas



kesehatan



mampu



melaksanakan



pendampingan keluarga ODGJ dengan teknik dan metode yang benar. 2. Tujuan Tujuan Umum : Meningkatkan peran keluarga dalam upaya pendampingan ODGJ pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Depok III Tujuan Khusus : a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga tentang pelaksanaan upaya pendampingan keluarga ODGJ.



b. Meningkatkan peran Puskesmas sebagai promotor, advokator, motivator, pembina dan pelatih dalam perubahan perilaku keluarga menuju perilaku yang sehat guna mendampingi ODGJ. c. Menggalang kemitraan dengan lintas sektor dan swasta untuk mendukung upaya penggerakan dalam perubahan perilaku keluarga dalam upaya pendampingan ODGJ. C. SASARAN Keluarga ODGJ, yaitu pasangan, orangtua, saudara kandung atau saudara serumah. D. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan 1. Petugas membuat rencana pendampingan keluarga ODGJ yang meliputi sasaran peserta, lokasi dan target sesuai dengan kebutuhan program. 2. Petugas melakukan koordinasi dengan narasumber untuk dapat memberikan materi sesuai dengan kompetensi masing-masing. 3. Petugas menyusun rangkaian materi yang akan diberikan dalam satu tahun, yaitu : manajemen emosi, komunikasi efektif, pendampingan minum obat, ketrampilan penanganan ketika gaduh gelisah, melatih ketrampilan sosial pada ODGJ dan kesadaran minum obat dan kontrol rutin bagi ODGJ. 4. Petugas melakukan konseling kelompok serta relaksasi dalam setiap pertemuan bagi keluarga ODGJ. E. Cara Melakukan Kegiatan 1. Petugas melaporkan rencana kegiatan pendampingan keluarga ODGJ kepada Kepala Puskesmas 2. Petugas mempersiapkan kegiatan pra pendampingan yang meliputi membuat undangan dan daftar hadir, dan mempersiapkan materi pendampingan. 3. Pada hari yang telah ditentukan, petugas melaksanakan kegiatan pendampingan berupa konseling kelompok, materi inti dan relaksasi. 4. Petugas membuat laporan / notulen pertemuan. F. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan Tujuan pendampingan adalah untuk mengetahui tingkat penyerapan dan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan oleh petugas kepada keluarga dalam merawat ODGJ seperti ketrampilan berkomunikasi, manajemen emosi serta pemberian obat. Evaluasi dapat dilakukan dengan pertanyaan terbuka ataupun tertulis bila memungkinkan. Evaluasi dilakukan setelah selesai pendampingan kesehatan dilakukan. G. Pencatatan pelaporan dan evaluasi kegiatan Pencatatan dilakukan setiap kali melakukan kegiatan pelatihan meIiputi bukti daftar hadir, undangan dan notulen. Evaluasi kegiatan keseluruhan dapat dilakukan setiap semester (6 bulan) meliputi hasil pelaksanaan, kendala dan masalah yang ditemukan. H. PEMBIAYAAN 1. Sumber Dana : Dana BOK Tahun anggaran 2020 2. Rincian Dana : No Jenis Kegiatan Satua Rencana Anggaran



. 1



2



n 3



Vol 4



Jumlah Dana 5



I. LAPORAN KEGIATAN Demikianlah kerangka acuan kerja ini dibuat, untuk menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan. Mengetahui, Kepala Dinas Kesehatan



ANANG RISGIYANTO, SKM, M.Kes NIP. 19750731 200003 1 002



Blambangan Umpu, Kasie PTM dan Keswa



2020



LIDDIA WIGUNA, Amd.Keb NIP. 19810830 200312 2 004