Uslub Taqdim Wa Ta'khir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH USLUB AL-TAQDIM WA AL-TA’KHIR



Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Uslub Al-Qur’an



Dosen Pengampu : Dr. H. Fathur Rohim, M. Ag.



Disusun oleh: Nanda Nova Nur Hayati ( 03040120101 ) Deby Formasari Mukhlisa Putri ( 03020120039 )



PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2022



KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Tak lupa sholawat serta salam tetap dihaturkan kepada baginda Muhammad SAW, karena nya lah cahaya agama islam terbuka sampai saat ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Uslub Al-Qur’an yang diampu oleh Bapak Dr. H. Fathur Rohim, M. Ag. Makalah ini berisi uraian mengenai pembahasan tentang Uslub al- Taqdim wa al-Ta’khir dalam Al-Qur’an. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Fathur Rohim, M. Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan materi kepada kami, karena dengan diberikannya materi ini, penulis dapat lebih mendalami tentang materi yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.



Surabaya, 27 Maret 2023



I



DAFTAR ISI



Contents KATA PENGANTAR................................................................................................................2 DAFTAR ISI...............................................................................................................................3 BAB I..........................................................................................................................................4 PENDAHULUAN......................................................................................................................4 A. Latar Belakang....................................................................................................................4 B. Rumusan Masalah...............................................................................................................4 C. Tujuan.................................................................................................................................4 BAB II.........................................................................................................................................5 PEMBAHASAN.........................................................................................................................5 A. Definisi Uslub Al-Qur’an: Taqdim wa Ta’khir..................................................................5 B. Kaidah Taqdim dan Ta’khir................................................................................................6 C. Maksud dan Tujuan dari Uslub Taqdim dan Ta’khir.........................................................7 D. Sebab-Sebab Taqdim dan Ta’khir......................................................................................7 PENUTUP...................................................................................................................................8 KESIMPULAN.......................................................................................................................8 SARAN...................................................................................................................................8 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................9



Ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uslub-uslub dalam bahasa Arab adalah sebuah metode pemilihan dan penggunaan kata-kata sehingga menghasilkan sebuah pengertian tertentu bagi pembacanya. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa uslub merupakan sebuah metode berbicara yang digunakan untuk mengungkapkan makna tersirat yang dimaksud oleh pembicara dengan melakukan pemilihan kata-kata yang tepat, indah, lugas, padat dan berisi. Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca, sedangkan menurut istilah dalam ungkapan Ali al-Shabuni mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah (firman Allah) yang mengandung mukjizat diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul dengan perantara malaikat Jibril ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Sehingga jika disandingkan maka pengertian dari uslub al-Qur’an adalah sebuah metode yang dipakai al-Qur’an dalam memilih kosa kata dan gaya kalimatnya dan bukan sekedar sebuah kosa kata dan susunan kalimat. Uslub al-Qur’an sendiri memiliki banyak uslub atau gaya bahasa yang diantaranya adalah : Taqdim wa Ta’khir, Tadhat, Mutaradif, Tikrar, Hasyr, dan lain sebagainya. dan dalam makalah ini membahas salah satu uslub al-Qur’an dari beberapa uslub al-Qur’an yang telah disebutkan yaitu kepada uslub Taqdim wa Ta’khir, karena didalamnya terdapat kaidah dan keistimewaan yang menarik untuk dikaji di dalamnya. B. Rumusan Masalah 1. Apa Definisi dari Taqdim wa Ta’khir ? 2. Bagaimana mengetahui kaidah-kaidah dari Taqdim wa Ta’khir ? 3. Bagaimana maksud atau tujuan dari uslub Taqdim wa Ta'khir? 4. Bagaimana sebab-sebab terjadinya Taqdim wa Ta’khir?



C. Tujuan 1. Mengetahui Definisi dari Taqdim wa Ta’khir. 2. Mengetahui kaidah-kaidah dari Taqdim wa Ta’khir. 3. Mengetahui maksud atau tujuan dari uslub Taqdim wa Ta’khir. 4. Mengetahui sebab-sebab terjadinya Taqdim wa Ta’khir 1



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Uslub Al-Qur’an: Taqdim wa Ta’khir Taqdim secara bahasa berasal dari akar kata bahasa Arab qaddama-yuqaddimutaqdiman yang berarti mendahulukan, dan merupakan lawan kata dari Ta’khir (mengakhirkan) yang berasal dari kata akhkhara-yuakhkhiru-ta’khiran yang berarti penangguhan atau mengakhirkan. Dalam al-Qur’an Taqdim dan Ta’khir disebutkan sebanyak 43 kali, dengan lafadz taqdim sebanyak 35 kali dan ta’khir sebanyak 8 kali baik dalam bentuk fi’il madhi, mudhari’, serta amr. Kemudian dalam pendefinisiannya, para ulama memberikan beberapa pendapat diantaranya seperti: -



Imam Malik pengarang kitab Alfiyyah dan ibnu Hisyam, Ibn ‘Aqi dan Al-Asymuni yang dikutip oleh Musthafa Al-Ghalayini dalam kitabnya, yaitu Jami’ud Durus AlArabiyah mengatakan bahwa taqdim dan ta’khir adalah “Kedudukan asal mubtada’ adalah diawal kalimat karena ia sebagai mahkum alaih (subjek), dan tempat kedudukan Khabar (predikat) diakhir setelah mubtada’ karena ia sebagai mahkum bih (predikat), dan terkadang harus didahulukan salah satunya atau diakhirkan yang lain.



-



Lalu Imam Az-Zarkasy dalam kitabnya al-Burhan, mengatakan bahwa Taqdim wa Ta’khir adalah salah satu uslub (gaya bahasa) balaghah, karena itu para ulamaBalaghah



menggunakannya



untuk



menunjukkan



kemampuan



mereka



dalam



percakapan serta menjadi bagian yang patuh kepada mereka. Dan dia mempunyai tempat yang indah di hati serta perasaan yang menyenangkan. -



Kemudian Ulama lain beranggapan bahwa taqdim dan ta’khir merupakan salah satu bentuk dari majaz. Pada pembahasan ini yang dimaksud taqdim dan ta’khir adalah mendahulukan atau



mengakhirkan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau memposisikan lafadz sebelum aslinya atau sesudahnya untuk memperlihatkan keutamaan, kekhususan, dan urgensi dari lafadz tersebut. Dan dapat disimpulkan bahwa kaidah taqdim dan ta'khir adalah suatu dasar atau patokan untuk mengetahui keadaan suatu lafadz atau ayat yang didahulukan atau diakhirkan dengan tujuan untuk mengungkap rahasia atau keutamaan dari suatu lafadz atau ayat sesuai dengan maksud dan tujuannya. Sehingga makna asli yang dikehendaki oleh suatu ayat dapat dipahami oleh pendengar atau pembacanya.



3



B. Kaidah Taqdim dan Ta’khir Kaidah-kaidah dalam Taqdim dan Ta’khir terbagi menjadi 2 bentuk : a. kaidah pertama .‫التقدم في الذكر اليعني في الوقوع والحكم‬ Maksudnya adalah mendahulukan penyebutan pada suatu lafadz atau pada ayat bukan berarti lebih terjadi dalam realitas hukumnya. Kaidah ini membutuhkan penjelasan karena bentuk-bentuk taqdim dan ta’khir dalam al-Qur’an mempunyai beberapa arti. Contoh dari kaidah ini pada Q.S. Al- Fatihah ayat 5 : ُ‫ك نَ ْستَ ِعين‬ َ ‫د َوِإيَّا‬hُ ُ‫ِإيَّاكَ نَ ْعب‬ “Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan”. Dalam ayat ini kalimat iyyaka na’budu didahulukan dari kalimat iyyaka nasta'in, dengan menggunakan kaidah ini, kalimat iyyaka na’budu didahulukan dengan kalimat iyyaka nasta’in karena ibadah adalah tugas dan kewajiban sedangkan isti’anah adalah hak. Kata “ibadah” menurut al-Isfahani, mengandung dua pengertian yaitu puncak keterhinaan atau puncak penghambatan dan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Sedangkan pandangan lain makna ‘abada ya’budu memiliki 3 makna yaitu totalitas, kepasrahan, ketundukan dan keterhinaan. Kata “Ibadah” harus disandarkan kepada Allah SWT, karena tidak ada hal lain yang berhak disembah selain Allah. Oleh karena itu peletakan kata na’budu didahulukan daripada nasta’in, karena melaksanakan tugas dan kewajiban harus didahulukan daripada menuntut hak. b. Kaidah kedua .‫العرب ال يقدمون إالّما يعتنون به غالبا‬ Kebiasaan orang Arab tidak akan mendahulukan suatu kata kecuali apa yang telah menjadi perhatiannya. Penjelasan dar kaidah ini yakni terletak pada ungkapan yang menyatakan bahwa sebab-sebab sutu perkataan didahulukan oleh karena kemuliaan, keagungan atau apa yang menjadi perhatiannya. Contohnya ada pada ayat al-Qur’an surat alBaqarah ayat 43 yang artinya : “Dan laksanakanlah Shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” Pada Ayat ini kata shalat didahulukan karena lebih diprioritaskan, M. Qurai Shihab menjelaskan dalam kitab tafsirnya al-misbah, bahwa 2 kewajiban pokok itu merupakan pertanda hubungan harmonis. Sholat merupakan hubungan harmonis secara vertikal (antara manusia dengan Allah) dan zakat merupakan hubungan harmonis secara horizontal (antar sesama manusia), keduanya sama penting tetapi posisinya lebih didahulukan shalat.



C. Maksud dan Tujuan dari Uslub Taqdim dan Ta’khir 1. Menghindari kesalahpahaman, seperti:



ُٗۤ‫َوقَا َل َر ُج ٌل ُّم ۡؤ ِم ٌن ۖ ِّم ۡن ٰا ِل فِ ۡرع َۡونَ يَ ۡكتُ ُم اِ ۡي َمانَه‬



Artinya: “dan berkata seorang laki-laki yang beriman di antara keluarga Fir'aun yang menyembunyikan imannya” (QS. Al-Ghaafir 40:28) Seandainya kalimat َ‫آل فِرْ عَون‬ ِ (keluarga Fir’aun) diletakkan sebelum kalimat ُ‫يَ ْكتُ ُم ِإي َمانَه‬ (menyembunyikan imannya), maka bisa jadi ada yang memahami ayat itu dalam arti yang bersangkutan menyembunyikan imannya dari keluarga Fir’aun saja, padahal yang dimaksudkan di sini adalah menyembunyikannya terhadap siapapun. 2. Memberi makna pengkhususan, seperti: ؕ ُ‫ك ن َۡست َِع ۡين‬ َ ‫د َواِيَّا‬hُ ُ‫ك ن َۡعب‬ َ ‫اِيَّا‬ Artinya: “hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. A-Fatihah 1:5) Jika ayat ini diterjemahkan tanpa memerhatikan penempatan objek, hanya sekedar pengetahuan kata demi kata, maka bisa saja ada yang menerjemahkannya dengan “Engkau yang kami sembah dan kepada-Mu kami memohon pertolongan.” Tetapi yang menyadari didahulukannya objek pada ayat itu sebab mengandung makna pengkhususan, maka ia akan menerjemahkannya dengan “hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan." Maksudnya, bukan kepada selain Allah. 3. Menentukan betapa pentingnya didahulukan, seperti: Diantara contohnya adalah ucapan Nabi Musa a.s. yang direkam Al-Qur’an ketika menghadapi kaumnya yang meminta agar dibuatkan berhala untuk disembah sebagai Tuhan. Nabi Musa berkata: َّ َ‫ال اَغ َۡي َر هّٰللا ِ اَ ۡب ِغ ۡي ُكمۡ اِ ٰلهًا َّوهُ َو ف‬ َ‫ضلَـ ُكمۡ َعلَى ۡال ٰعلَ ِم ۡين‬ َ َ‫ق‬ Artinya: “Musa menjawab: “Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang melebihkan kamu atas segala umat.” (QS. Al-A'raf 7:140). 4. Penekanan, seperti: Firman Allah dalam QS. Al-Maidah 5:116 yang bermaksud menekankan tentang siapa pelaku: ‫هّٰللا‬ ۡ ۡ ۡ َ‫ا ل‬hh‫و َل َم‬hۡ hُ‫ونُ لِ ۡۤى اَ ۡن اَق‬hۡ h‫اس اتَّ ِخ ُذ ۡونِ ۡى َواُ ِّم َى ِا ٰلهَ ۡي ِن ِم ۡن د ُۡو ِن هّٰللا ِؕ قَا َل س ُۡب ٰحنَكَ َما يَ ُك‬ ‫س‬ َ ‫ـي‬ ِ َّ‫َواِذ قَا َل ُ ٰي ِع ۡي َسى ۡابنَ َم ۡريَ َم َءاَ ۡنتَ قُلتَ لِلن‬



ُ ‫قؕ اِ ۡن ُك ۡن‬ ٍّ ‫ بِ َح‬‫لِ ۡى‬ ‫ب‬ َ ‫ت قُ ۡلتُهٗ فَقَ ۡد َعلِمۡ تَهٗ ؕ ت َۡعلَ ُم َما فِ ۡى ن َۡف ِس ۡى َواَل ۤ اَ ۡعلَ ُم َما فِ ۡى ن َۡف ِس‬ ِ ‫كؕ اِنَّكَ اَ ۡنتَ َعاَّل ُم ۡال ُغي ُۡو‬ Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah?" (Isa) menjawab, "Maha Suci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib." 5. Mengundang rasa takut, seperti: Contoh dalam firman Allah, diantaranya: ‫َواِ َذا ۡال َج ِح ۡي ُم ُس ِّع َر ۡت‬ Artinya: “dan apabila neraka Jahim dinyalakan,” ‫َواِ َذا ۡال َجـنَّةُ اُ ۡزلِفَ ۡت‬ Artinya: “dan apabila surga didekatkan,” 6. Keindahan nada dan susunannya, seperti: ۡ َ‫ ثُ َّم فِ ۡى ِس ۡل ِسلَ ٍة َذ ۡر ُعهَا َس ۡبع ُۡونَ ِذ َراعًا ف‬٣١ ۙ ُ‫صلُّ ۡوه‬ ٣٢ ؕ ُ‫اسلُ ُك ۡوه‬ َ ‫ ثُ َّم ۡال َج ِح ۡي َم‬٣٠ ۙ ُ‫ُخ ُذ ۡوهُ فَ ُغلُّ ۡوه‬ Artinya: “(Allah berfirman), "Tangkaplah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. (30). Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. (31). Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. (32).” Contoh lainnya adalah surah Al-Ikhlas 114:4 D. Sebab-Sebab Taqdim dan Ta’khir Seba-sebab taqdim dan takhir menurut Al-'Allamah Syamsu al-din Ibn Al-Soig dalam kitabnya al-Muqaddimah fi Sir al-Fad al-Muqaddamah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Suyuti dalam kitabnya, diantaranya: 1) ‫التبرك‬, seperti mendahulukan nama Allah pada hal-hal yang penting. Contohnya adalah kalam Allah dalam QS. (3):18 ؕ‫َش ِه َد هّٰللا ُ اَنَّهٗ اَل ۤ اِ ٰلهَ اِاَّل هُ ۙ َو َو ۡال َم ٰلٓ ِٕٮ َكةُ َواُولُوا ۡال ِع ۡل ِم قَ ِٕٓاٮ ًما ۢ بِ ۡالقِ ۡس ِطؕ اَل ۤ اِ ٰلهَ اِاَّل هُ َو ۡال َع ِز ۡي ُز ۡال َح ِك ۡي ُم‬ Artinya: “Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia,Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” 2) ‫التعظيم‬, yakni kalimat yang mengandung pengaguman. Seperti kalam Allah SWT.



dalam QS. (4):69 ٰ ُ‫صلِ ِح ۡينَ ۚ َو َحسُنَ ا‬ ٰ ُ ‫َو َم ۡن ي ُِّطع هّٰللا َ َوال َّرس ُۡو َل فَا‬ ّ ٰ ‫صد ِّۡيقِ ۡينَ َوال ُّشهَدَٓا ِء َوال‬ ؕ ‫ولٓ ِٕٮكَ َرفِ ۡيقًا‬ ِّ ‫ك َم َع الَّ ِذ ۡينَ اَ ۡن َع َم هّٰللا ُ َعلَ ۡي ِهمۡ ِّمنَ النَّبِ ٖيّنَ َوال‬ َ ‫ولٓ ِٕٮ‬ ِ Artinya: “Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” 3) ‫( التشريف‬Pemuliaan) seperti penyebutan laki-laki sebelum wanita. Sebagaimana kalam Allah dalam QS. Al-Ahzab (33:35): ‫ت‬ ِ ‫ت َو ۡال ُم ۡؤ ِمنِ ۡينَ َو ۡال ُم ۡؤ ِم ٰن‬ ِ ٰ‫اِ َّن ۡال ُم ۡسلِ ِم ۡينَ َو ۡال ُم ۡسلِم‬ Artinya: “Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, …” 4) ‫بة‬BB‫ المناس‬,munasabah (persesuaian), yaitu berupa penyesuaian terhadap yang lebih dahulu disebutkan dalam konteks pembicaraan, seperti dalam kalam Allah swt. QS. (16:6) َ‫َولَ ُكمۡ فِ ۡيهَا َج َما ٌل ِح ۡينَ تُ ِر ۡيح ُۡونَ َو ِح ۡينَ ت َۡس َرح ُۡون‬ Artinya: “Dan kamu memperoleh keindahan padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya (ke tempat penggembalaan).” 5) ‫اون به‬BB‫ذرا من الته‬BB‫ام به ح‬BB‫الحث عليه والحض علي القي‬, mendorong untuk mengerjakannya dan mewanti-wanti untuk tidak meremehkannya, seperti penyebutan wasn’t terlebih dahulu sebelum hutang seperti kalam Allah dalam QS. Al-Nisa' (4:11): ؕ ‫ص ۡى بِهَ ۤا اَ ۡو د َۡي ٍن‬ ِ ‫صيَّ ٍة ي ُّۡو‬ ِ ‫ِم ۡۢن بَ ۡع ِد َو‬ Artinya: “(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya.” 6) ‫السبق‬, keterdahuluan yaitu bisa berupa keterdahuluan masa, seperti penyebutan malam sebelum siang, kegelapan sebelum cahaya, penyebutan malaikat sebelum manusia, atau penyebutan mengantuk sebelum tidur. Misalnya datangnya ngantuk sebelum tidur seperti kalam Allah swt. pada QS. Al-Baqarah (2:255): ؕ‫اَل ت َۡا ُخ ُذ ٗه ِسنَةٌ َّواَل ن َۡو ٌم‬ Artinya: “tidak mengantuk dan tidak tidur.” 7) ‫السببية‬, sababiyyah (menunjukkan sebab), misalnya mendahulukan sifat ‘alimnya Allah dari pada sifat bijaksananya, mendahulukan tobat dari mensucikan diri karena tobat



merupakan penyucian diri. QS. (2:222)



َ‫اِ َّن هّٰللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ۡينَ َويُ ِحبُّ ۡال ُمتَطَه ِِّر ۡين‬ Artinya: “Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” 8) ‫الكثرة‬, menunjukkan yang lebih banyak seperti, mendahulukan orang kafir dari orang mukmin pada QS. Al-Tagabun (64:2): ‫هّٰللا‬ ‫ص ۡي ٌر‬ ِ َ‫ه َُو الَّ ِذ ۡى خَ لَقَ ُكمۡ فَ ِم ۡن ُكمۡ َكافِ ٌر َّو ِم ۡن ُكمۡ ُّم ۡؤ ِم ٌنؕ َو ُ بِ َما ت َۡع َملُ ۡونَ ب‬ Artinya: “Dialah yang menciptakan kamu, lalu di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu (juga) ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” 9) ‫الترقى من األدنى إلى األعلى‬, meninggi (meningkatkan dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi. Seperti kalam Allah dalam QS. Al-'Araf (7:195): ٌ ‫صر ُۡونَ بِهَٓا اَمۡ لَهُمۡ ٰا َذ‬ ؕ ‫ان ي َّۡس َمع ُۡونَ بِهَا‬ ِ ‫اَلَهُمۡ اَ ۡر ُج ٌل يَّمۡ ُش ۡونَ بِهَٓا اَمۡ لَهُمۡ اَ ۡي ٍد ي َّۡب ِط ُش ۡونَ بِهَٓا اَمۡ لَهُمۡ اَ ۡعي ٌُن ي ُّۡب‬ Artinya: “Apakah mereka (berhala-berhala) mempunyai kaki untuk berjalan, atau mempunyai tangan untuk memegang dengan keras, atau mempunyai mata untuk melihat, atau mempunyai telinga untuk mendengar?” 10) ‫التدلي من األعلى إلى األدنى‬, merendah; dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Seperti dalam QS. Al-Baqarah (2:255): ؕ‫اَل ت َۡا ُخ ُذ ٗه ِسنَةٌ َّواَل ن َۡو ٌم‬ Artinya: “tidak mengantuk dan tidak tidur.”



PENUTUP



KESIMPULAN Taqdim dan Ta’khir dalam pembahasan ini adalah mendahulukan atau mengakhirkan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau memposisikan lafadz sebelum aslinya atau sesudahnya untuk memperlihatkan keutamaan, kekhususan, dan urgensi dari lafadz tersebut. Terdpat dua kaidah dalam taqdim dan ta’khir, yakni yang pertama mendahulukan penyebutan pada suatu lafadz atau pada ayat bukan berarti lebih terjadi dalam realitas hukumnya. Serta yang kedua adalah kebiasaan orang Arab tidak akan mendahulukan suatu kata kecuali apa yang telah menjadi perhatiannya. Adanya uslub taqdim dan ta'khir tentunya memiliki maksud dan tujuan tertentu, yaitu sebagai bentuk pengkhususan, menghindari kesalahpahaman, penekanan, keindahan kata dan susunannya, serta lain sebagainya seperti yang telah dipaparkan dalam pembahasan. Disamping itu, terdapat sebab-sebab terjadinya taqdim dan ta'khir, seperti sebab penyesuaian, pemuliaan, dan lain sebagainya. SARAN Demikian pembahasan tentang uslub taqdim dan ta’khir dalam makalah ini. Dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu dan menambah wawasan tentang taqdim dan ta’khir. Begitu pula diharapkan bagi pembaca dapat memberikan kritik dan saran sebagai bahan evaluasi kedepannya, sehingga makalah ini semakin baik dan dapat bermanfaat bagi pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Diman, Hasbullah. (2020). Rahasia Taqdim dan Ta’khir dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Penerbit Deepublish Mamasoni, Muhammad Subhi. (2022). Uslub al-Qur’an: Studi Uslub Taqdim wa Ta’khir dalam al-Qur’an. Al-Ma’any: Jurnal Studi Bahasa dan Sastra Arab, 1(1), 54-69. Thahir, Ilyas. (2019). Kaidah Al-Taqdim Wa Al-ta’khir dalam Al-Qur’an. Makassar: Jurnal Ilmiah islamic Resoursce, 16(2), 135-146. Al-Kirom, Muhammad Awaludin. (2020). Kaidah Taqdim dan Ta’khir Dalam Al-Qur’an. Diakses dari https://tanwir.id/kaidah-taqdim-dan-takhir-dalam-al-quran/ El-Dharma, Surya. (2016). Taqdim wa Ta’khir Dalam Al-Qur’an. Diakses dari : https://suryaeldarma.blogspot.com/2016/05/taqdim-wa-takhir-dalam-al-quran.html