UTS HK Pidana M - Taufan (12030119420076) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Muhammad Taufan NIM : 12030119420076 Matkul : Hukum Pidana 1. Sebut dan jelaskan mengapa ketentuan di luar KUHP (hukum pidana khusus) dapat mengatur menyimpang dari ketentuan Umum Buku I KUHP? Berikan contohnya Kedudukan Undang-Undang Hukum Pidana Khusus dalam sistem hukum pidana adalah pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasikan dalam KUHP. Suatu kodifikasi hukum pidana betapun sempurnanya pada suatu saat akan sulit memenuhi kebutuhan hukum dari masyarakat. KUHP sendiri menyatakan tentang kemungkinan adanya Undang-Undang Pidana di luar KUHP itu, sebagaimana dapat disimpulkan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 103 KUHP Contohnya tindak pidana korupsi seorang profesor hukum pidana menyatakan bahwa korupsi akan kehilangan sifat keluarbiasaannya jika dimasukan ke dalam KUHP. “Korupsi akan menjadi kejahatan biasa” Begitu pula jika dicontohkan dengan pencucian uang yang masuk dalam Tindak pidana pencucian Uang mengenai keluarbiasaannya maka UU TPPU dapat mengatur meyimpang dari ketentuan umum buku I KUHP



2. Apakah yang dimaksud dengan hukum pidana yang dikodifikasi dengan non kodifikasi, sebutkan perbedaannya dan berikan contohnya? Hukum pidana yang dikodifikasikan adalah hukum pidana yang tertulis, sedangkan hukum pidana dengan non kodifikasi yaitu hukum pidata tidak tertulis. Perbedaan antara kodifikasi dengan non kodifikasi adalah tercatat dan tidak tercatat Contoh  Hukum pidana yang dikodifikasi adalah KUHP dan, KUH Perdata  Hukum pidana yang non kodifikasi contohnya yaitu hukum adat 3. Apakah dalam KUHP kita mengatur ketentuan tentang asas retroaktif (berlaku surut)? Jawaban meliputi dasar hukum dan syarat pemberlakuannya.



ketentuan pidana tidak dapat berlaku surut (asas non-retroaktif) karena suatu delik hanya dapat dianggap sebagai kejahatan apabila telah ada aturan sebelumnya yang melarang delik untuk dilakukan, bukan sesudah delik tersebut dilakukan. Asas retroaktif tidak boleh digunakan kecuali telah memenuhi empat syarat kumulatif: a. Kejahatan berupa pelanggaran HAM atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya b. Peradilan bersifat internasional bukan nasional c. Peradilannya bersifat ad hoc, bukan pengadilan permanen d. Keadaan hokum nasional Negara bersangkutan tidak dapat dijalankan karena sarana, aparat, atautidak sanggup menjangkau kekejaman dan destruksinya setara dengannya 4. Apakah yang dimaksud dengan asas legalitas dalam KUHP kita? Dengan adanya asas legalitas formil, mengapa eksistensi hokum pidana Adat (hokum pidana tidak tertulis) tidak diakui? Jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan ilegal dan hukumannya tidak satu perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan.



1. Tidak ada hukuman, kalau tak ada ketentuan Undang-undang 2. Tidak ada perbuatan pidana, kalau tidak ada hukuman yang berdasarkan Undang-undang ( 5. Sebut dan jelaskan unsur-unsur tindak pidana menurut aliran monistis dan aliran dualistis. Apa kansekwensi antara dua aliran tersebut? a. Pandangan Monistis/ monism Pandangan ini merumuskan unsur-unsur delik : a) Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif maupun perbuatan negatif ; b) Diancam dengan pidana; c) Melawan hukum; d) Dilakukan dengan kesalahan; dan e) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab



Jadi apabila salah satu unsur di atas tidak terpenuhi maka seseorang tidak dapat dipidana. b. Pandangan Dualistis/ Dualisme Pandangan ini disebut juga aliran modern dan berpendapat bahwa syarat syarat pemidanaan terdiri atas perbuatan atau pembuat yang masingmasing memiliki unsur sebagai berikut: a) Adanya perbuatan (manusia); b) Memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 ayat (1) KUHP; c) Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil, terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif). Konsekwensi aliran monistis dan dualistis sebagai berikut : Konsekuensi dianutnya pandangan monistis terhadap delik ialah bahwa kalau salah satu unsur konstitutif atau unsur diam-daim tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Konsekuensi lain bahwa jika ada peristiwa pidana taua tindak pidana, maka sudah tentu pembuatnya harus pula dipidana. Hal tersebut berarti bahwa unsur-unsur tindak pidana sama dengan unsur-unsur atau sayarat pemidanaan.



6. Sebut, jelaskan dan berikan contoh jenis-jenis tindak pidana menurut pembagian secara yuridis dan pembagian secara ilmiah atau teoritik Secara Yuridis: kejahatan dan pelanggaran  Ukuran Kwalitatif: a) Kejahatan: Rechtsdelicten (mala perse /crimineel onrecht) b) Pelanggaran: Wetsdelicten (mala quia prohibita/ politie onrecht)  Ukuran Kwantitatif a) Pandangan dari segi krimonologi b) Kejahatan lebih berat dari pelanggaran Contoh Kejahatan : Pembunuhan Pelanggaran : Tidak memakai helm saat berkendara Secara Ilmiah a) Kesengajaan (dolus) contoh perampokan b) Kealpaan (culpa) contoh berkendara kecepatan tinggi hingga kecelakaan dan ada korban jiwa



7. Sebut dan jelaskan bahwa KUHP hanya mengenal subjek dan pertanggungjawaban pidana terhadap manusia, tidak terhadap korporasi. Dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader). perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia, maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen (manusia), menjadi perbuatan korporasi (badan hukum) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas kemasyarakatan berlaku sebagai perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai konsep hukum tentang pelaku fungsional (functionele dader).



8. Sebut dan jelaskan tingkat dan corak kesengajaan. Berikan contohnya Tingkat dan Corak kesengajaan : a. Kesengajaan dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini pembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang. b. Kesengajaan dengan sadar kepastian. Dalam hal ini perbuatan berakibat yang dituju namun akibatnya yang tidak diinginkan tetapi suatu keharusan mencapai tujuan, c. Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis/ voorwaardelijk opzet). Dalam hal ini keadaan tertentu yang semula mungkin terjadi kemudian benar-benar terjadi, Contohnya : a. Pencurian yang direncanakan dan berhasil dilakukan sesuai rencana b. Membakar gudang dengan harapan diganti asuransi ternyata ada orang yang ikut terbakar di dalam gudang maka itu adalah kesengajaan c. Seorang yang mengirim makanan berniat meracuni si X tetapi yang terkena racun adalah si Z yang tinggal serumah 9. Sebut dan jelaskan secara rinci, disertai dengan contoh mengenai alasanalasan hapusnya pidana. Alasan penghapus pidana yang termasuk dalam alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP adalah : a) Keadaan darurat (Nootoestand): Keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa relatif (vis compulsova) diatur dalam Pasal 48 KUHP. “Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.”



b) Pembelaan terpaksa (Noodweer): Diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP “ Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum “. c) Melaksanakan ketentuan undang-undang Di atur dalam pasal 50 KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang- undang, tidak dipidana. d) Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang. Diatur dalam Pasal 51 KUHP “ Barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”