Wahyu Iqbal Tawakal Santyasna - LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI BETA BLOCKER-dikonversi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI BETA BLOCKER



NAMA : Wahyu Iqbal Tawakal Santyasna NIM : 20180310090



Dasar Teori Obat yang memiliki efek pada sistem kardiovaskuler bekerja pada jantung (otot jantung, pacemakers, jaringan konduksi dan otot polos dari pembuluh darah koroner), atau otot polos pada pembuluh darah di seluruh tubuh. Disamping itu, obat yang memiliki efek pada sistem kardiovaskuler dapat beraksi secara tidak langsung pada jantung atau pembuluh darah, melalui tempat lain seperti sistem saraf autonom, ginjal, atau otak yang memiliki efek sekunder pada jantung atau pembuluh darah. Obat yang memiliki reaksi pada jantung bisa dikategorikan ke dalam kardiotonik dan kardiopresansia. Kardiotonik meningkatkan kontraksi jantung, yang dapat disertai peningkatan denyut (kronotropik positif, contohnya simpatomimetik), atau denyut jantung yang konstan (kadang menurunkan denyut, kronotropik negatif, contohnya digitalis. Cardiopresansia menurunkan kontraksi jantung, baik frekuensi (kronotropik negatif) maupun kekuatannya (ionotropik negatif). Obat yang memiliki efek seperti ini adalah kuinidin dan ß-blocker. ß-blocker dapat menurunkan kekuatan kontraksi dan frekuensi denyut jantung dengan cara menyekat reseptor ß pada jantung. Penurunan kontraksi jantung akan menyebabkan curah jantung menurun dan akhirnya tekanan darah menurun. Akan tetapi, penurunan tekanan darah pada penggunaan ß-blocker disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, menurunnya curah jantung akibat blokade reseptor ß pada jantung. Kedua, menurunnya sekresi renin oleh sel juxta glomerulus akibat blokade reseptor ß pada ginjal dan menurunnya tonus simpatis akibat blokade reseptor ß di otak. Berdasarkan selektivitasnya terhadap reseptor ß, obat ß-blocker dibagi menjadi kardioselektif dan non-kardioselektif. Obat ß-blocker kardioselektif hanya memblok reseptor ß1 pada jantung, sedangkan obat ß-blocker non-kardioselektif dapat memblok baik reseptor ß1 (jantung) dan reseptor ß2 dibagian tubuh yang lain, seperti pada otot polos bronkus. Akibatnya, penggunaan ß-blocker non-kardioselektif dapat memicu terjadinya asma pada pasien dengan hipersensitivitasbronkus.



Cara Kerja a. Alat: 1. Timbangan berat badan 2. Jam atau stopwatch 3. Treadmill / bangku harvard 4. Tensimeter 5. Stetoskop b. Bahan: 1. Air minum 2. Propanolol 20 mg 3. Plasebo c. Cara kerja 1. Menyiapkan 2 probandus yang memenuhi kriteria sebagai berikut: - Sehat, dengan tekanan darah 120-140/70-85 mmHg. - Tidak merokok, konsumsi alkohol, kopi atau obat-obatan terlarang. - Tidak pernah menderita penyakit jantung, ginjal atau hati. - Tidak memiliki penyakit asma. 2. Probandus mengisi informed consent, kemudian diukur terlebih dahulu denyut nadi dalam keadaan istirahat. 3. Probandus melakukan latihan fisik berupa bangku Harvard selama 5 menit. 4. Setelah Latihan fisik selesai kemudian denyut nadi kembali diukur. 5. Setelah istirahat selama 20 menit probandus diminta meminum obat yang disediakan. Baik probandus maupun pemeriksa tidak mengetahui mana obat plasebu dan obat yang mengandung zat aktif (double blind) 6. Setelah 20, 40, dan 60 menit pasca minum obat hitung kembali denyut nadi dan analisislah hasil percobaan dengan membandingkan perbedaan denyut nadi diantara kedua kelompok obat tersebut.



Hasil dan Pembahasan Sebelum harvard Obat KELOMPOK nadi sistole diastole 1 98 120 80 2 73 120 80 3 82 100 70 A 4 72 120 80 RATA-RATA 81.3 115 77.5



setelah harvard nadi sistole diastole 140 130 90 120 130 90 88 125 90 131 120 70 120 126.25 85



TTV istirahat 5 menit menit 20 menit 40 menit 60 nadi sistole diastole nadi sistole diastole nadi sistole diastole nadi sistole diastole 120 120 80 104 110 70 94 100 70 93 100 60 115 120 90 90 110 80 80 120 90 90 120 90 85 120 90 83 110 80 83 90 70 79 100 80 93 120 70 83 110 80 71 110 90 66 110 90 103 120 82.5 90 110 77.5 82 105 80 82 107.5 80



Sebelum harvard setelah harvard TTV istirahat 5 menit menit 20 menit 40 menit 60 OBAT KELOMPOK nadi sistole diastole nadi sistole diastole nadi sistole diastole nadi sistole diastole nadi sistole diastole nadi sistole diastole 1 104 120 80 120 120 70 100 120 70 95 110 80 91 100 70 87 120 80 2 91 120 80 118 110 50 90 125 70 96 110 50 85 110 50 76 120 80 B 3 79 124 90 95 150 100 92 130 90 93 100 80 90 110 80 87 110 80 4 85 110 70 127 140 80 87 110 70 71 110 70 87 110 80 70 120 70 RATA-RATA 89.8 118.5 80 115 130 75 92.3 121.25 75 88.8 107.5 70 88.3 107.5 70 80 117.5 77.5



SISTOLE



NADI 150 150 100 100 50 50



0 1



2



3



4



5



OBAT A



6 0



OBAT B



1



2



DIASTOLE 100 80 60 40 20 0 1



2



3 OBAT A



4



5 OBAT B



6



OBAT A 3



OBAT B 4 5



6



Dalam tabel dapat dilihat bahwa rata-rata denyut nadi probandus kelompok obat A sebelum melakukan latihan fisik adalah sebesar 81.3 x/menit, sedangkan pada kelompok B sebesar 89.9 x/menit. Kemudian setelah melakukan latihan fisik menggunakan bangku Harvard didapatkan rata-rata denyut nadi kelompok A 120x/menit, sedangkan kelompok B 115x/menit. Setelah istirahat dan meminum obat yang diberikan dari menit ke 5 sampai menit ke 60, rata-rata denyut nadi kelompok A berturut-turut 103, 90, 82 dan 82, sedangkan pada kelompok B didapatkan ratarata denyut nadi berturut-turut 92.3, 88.8, 88.3, 117.5. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata denyut nadi kelompok A setelah minum obat adalah 89.25, sedangkan pada kelompok B 76.725, dimana obat A kemungkinan merupakan obat placebo dan obat B kemungkinan merupakan propranolol. Propranolol adalah antagonis reseptor beta-adrenergik yang bersifat non selektif kompetitif, dan diklasifikasikan sebagai anti aritmia kelas II. Berikatan dengan cara memblok reseptor ß1 (jantung) dan reseptor ß2 dibagian tubuh yang lain, seperti pada otot polos bronkus (Kalam et al., 2020). Reseptor ß1 terdapat pada miosit jantung, termasuk nodus sinoatrial dan atrioventrikular. Ketika ada aktivasi reseptor ini, terjadi peningkatan AMP siklik, yang menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler. Proses ini menyebabkan peningkatan kontraktilitas serat otot. Ketika ada penyumbatan reseptor beta-adrenergik, ini menghasilkan penurunan beban kerja jantung secara keseluruhan, yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya permintaan oksigen dan renovasi miokard (Wang et al., 2010). Aktivasi reseptor ß2, di sisi lain, menyebabkan peningkatan AMP siklik yang mengaktifkan protein kinase A, yang mengarah ke relaksasi sel otot polos di berbagai organ dan pembuluh darah. Oleh karena itu, ketika reseptor ß2 diblokir, ini menyebabkan sejumlah kecil vasokonstriksi. Efek ini dapat membuat penggunaan epinefrin darurat pada penderita asma cukup bermasalah, karena menghalangi reseptor yang berpotensi mengikat epinefrin di paru-paru (Metra et al., 2001)



Kesimpulan Berdasarkan hasil rata-rata denyut nadi pada kelompok A lebih tinggi daripada kelompok B, obat A berupa obat placebo dan obat B berupa propranolol.



Referensi Kalam MN, Rasool MF, Rehman AU, Ahmed N. Clinical Pharmacokinetics of Propranolol Hydrochloride: A Review. Curr Drug Metab. 2020;21(2):89-105. Wang DW, Mistry AM, Kahlig KM, Kearney JA, Xiang J, George AL. Propranolol blocks cardiac and neuronal voltage-gated sodium channels. Front Pharmacol. 2010;1:144. Metra M, Nodari S, Dei Cas L. Beta-blockade in heart failure: selective versus nonselective agents. Am J Cardiovasc Drugs. 2001;1(1):3-14