Why Nations Fail - Critical Review [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tulisan ini merupakan sebuah Critical Review dari buku Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty, karangan Daron Acemoglu (ekonom MIT) dan James A. Robinson (pakar pemerintahan Harvard University). Buku ini diterbitkan oleh Crown Business, New York, 2012, setebal 529 halaman.



Tema dasar dari buku ini adalah yang hal paling berharga dalam mengapa beberapa negara gagal dan negara lainnya berhasil. Penulis menjelaskan hipotesis yang logis bagi fenomena kesenjangan antara kelompok negara kaya dan miskin berikut pola-polanya. Hipotesis tersebut dilatarbelakangi oleh argument dari sisi geografi, kebudayaan, dan aneka rupa teori modernisasi. Meskipun argumenargumen tersebut dapat memberikan eksplanasi terhadap ketimpangan kesejahteraan, namun keseluruhan argumen di atas memiliki cela dalam argumennya. Argumen geografi tidak mampu menjelaskan mengapa Singapura yang berada di ilklim tropis lebih makmur ketimbang Kazakhstan yang berada di iklim sejuk. Argumen budaya juga tidak mampu menjelaskan mengapa dua Korea (Korea Selatan dan Korea Utara) yang memiliki budaya yang sama memiliki kondisi kemakmuran yang jauh berbeda. Begitu juga argument ignoranceyang sangat terpaku terhadap analisa individual pemimpin masing-masing negara. Acemoglu dan Robinson menyatakan alasan sebenarnya di balik perangkap kemiskinan terletak pada peran lembaga-lembaga politik dan ekonomi. Secara sederhana, Acemoglu dan Robinson membagi institusi politik dan institusi ekonomi ke dalam dua bentuk yaitu institusi politik dan ekonomi yang inklusif dan institusi politik dan ekonomi yang ekstraktif. Mereka berpendapat bahwa hanya dalam suatu sistem politik yang inklusif adalah mungkin bagi negara-negara untuk mencapai kemakmuran. Negara dengan institusi-institusi politik dan ekonomi ekstraktif cenderung miskin, sedangkan negaranegara dengan institusi politik dan ekonomi yang inklusif cenderung kaya. Institusi politik yang inklusif didefinisikan sebagai sebuah institusi yang tidak hanya menguntungkan segelintir elit yang berkuasa namun sebuah institusi yang dimana masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam proses politik. Dengan kata lain, institusi politik yang dapat menciptakan kemakmuran adalah institusi politik yang bersifat plural. Tidak hanya akses politik yang mudah, institusi politik yang inklusif ditandai dengan adanya batasan terhadap elite penguasa melalui mekanisme checks and balances, serta adanya rule of law yang melindungi segenap warga negara. Sebuah negara yang institusinya inklusif akan Institusi ekonomi inklusif akan mendorong kreativitas dan kemajuan ekonomi suatu bangsa, sebaliknya, institusi ekonomi ekstraktif akan memiskinkan. Sayangnya, sebagian besar bangsa-bangsa di dunia ini memiliki institusi ekonomi ekstraktif, sehingga sulit mencapai kemakmuran, khususnya tidak dapat mengambil manfaat ketika terjadi revolusi industri. Suatu negara gagal karena lembaga ekonomi ekstraktif mereka lakukantidak menciptakan insentif yang diperlukan bagi orang untuk menabung, berinvestasi, dan berinovasi. Lembaga-lembaga ini dijalankan oleh elit yaitu kelompok yang mengeksploitasi sumber daya negara untuk mereka gunakan sendiri.



Kita semua hidup di dunia yang timpang dan penuh kesenjangan. Penyebab mengapa kota Nogales, Arizona, lebih kaya dari Nogales di Sonora sederhana saja: karena dua belahan kota yang dipisahkan oleh garis tapal batas itu memiliki berbagai lembaga sosial yang berbeda dan menghasilkan insentif yang berbeda pula kepada para warganya. mengadopsi serta menegakkan konstitusi yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi. Politik dan bagaimana elit penguasa mengorganisir institusi politik dan ekonomi adalah hal yang utama dalam menentukan apakah sebuah bangsa menjadi lebih makmur atau tidak.



Contoh lain yang diinterpretasikan dalam buku ini adalah tentang kemiskinan bangsa Mesir yang tak lain merupakan hasil interpretasi kaum tertindas, dapat menjelaskan ihwal penyebab timbulnya kemiskinan di banyak negara dunia. Entah itu di Korea Utara, Sierra Leone, atau Zimbabwe, akan kami tunjukkan bahwa musabab kemiskinan mereka tak jauh berbeda dengan apa yang selama ini terjadi di Mesir. Negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat menjadi makmur dan kaya karena rakyatnya bangkit menggulingkan kelompok elit yang menggenggam kekuasaan, lalu menciptakan sebuah masyarakat berkeadilan dengan hak-hak politik yang merata bagi segenap warga, pemerintahnya akuntabel dan responsif terhadap aspirasi warga, dan segenap anak bangsa bisa memanfaatkan setiap peluang ekonomi yang ada. Ditunjukkan pula bahwa untuk memahami timbulnya kesenjangan ekonomi dunia itu kita harus menggali data historis dari masa lalu, selain meng-kaji dinamika masyarakat yang ada. Akan kita saksikan bahwa Inggris lebih makmur daripada Mesir karena pada tahun 1688 pecah revolusi yang berhasil mengubah peta politik dan dan ekonomi di negara tersebut. Rakyat Inggris bangkit menuntut hak politik dan berhasil merebutnya untuk memaksimalkan peluangpeluang ekonomi yang terbentang di depan mata. Perjuangan rakyat Inggris berhasil membelokkan arah perjalanan politik dan ekonomi yang mencapai titik klimaksnya pada Revolusi Industri. Buku “Why Nations Fail” ini merupakan sebuah eksplorasi oleh penulisnya, maka tidak luput dari kritik. Penulis menjabarkan pandanganya dengan pola pikir bahwa setiap lembaga mempunyai gagasan kesempatan yang sama, tapi tidak memperhatikan sumber daya yang tidak merata. Selain itu Teori Acemoglu dan Robinson tidak mampu menjelaskan kemunculan institusi ekonomi yang inklusif dari rahim institusi politik yang ekstraktif. Munculnya institusi ekonomi yang inklusif di Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura terjadi pada saat negara-negara ini berada dibawah rezim yang otoriter. Acemoglu dan Robinson fokus pada kondisi hitoris dan juga kondisi eksisting dari tiap negara yang diulasnya, namun pada kacamata seorang planner harus dapat mengkaji sesuatu yang dialami oleh setiap negara yang berorientasi dengan prediksi-prediksi apa yang akan terjadi di negara tersebut pada jangka waktu yang sangat panjang ke depan.