11 0 362 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.J.S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN GASTRITIS DI RUANGAN MEINALDA RS.HARAPAN PEMATANGSIANTAR TAHUN 2021
OLEH :
YENNA RONIKA TERESIA PURBA 1912054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM TAHUN 2021 1
BAB I TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Gastritis Gastritis
adalah
proses
inflamasi
mukosa
lambung,
berdasarkan
pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Mansjoer, Arif, dkk 2000). Gastritis (inflamasi mukosa lambung) seringkali karena diet yang tidak teratur, individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Penyebab lain dari gastritis akut mencakup alkohol, aspirin, refluks empedu, atau terapi radiasi. Gastritis dapat menjadi tanda pertama infeksi sistemik akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah di sebabkan oleh asam kuat atau alkali yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangreng atau perforasi (Brunner & Suddart, 2001) . Pada gastritis mukosa memerah, edamatosa dan di tutupi oleh mucus yang melekat, erosi kecil dan perdarahan sering timbul. Derajat peradangan sangat bervariasi. Gastritis biasanya menghilang bila agen penyebabnya di buang. Makanan dan cairan sebaiknya tidak di berikan sampai peradangan dan muntahmuntah meredah. Bila muntah terus menetap, mungkin perlu memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit dengan infus intravena.
Obat-obatan
antiemetik dapat di berikan untuk memperbaiki spasme otot polos (Sylvia, 2005).
1.
Anatomi Fisiologi Lambung a. Anatomi Lambung Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung - J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pylorus (Wilson, 2002). Gambar 2.1 Lambung
Sebelah kanan atas lambung cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung
lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia, atau sfingter esophagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum
terminal
berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinga aliran balik isi usus ke dalam lambung. (Wilson, 2002). b. Lambung terdiri dari 4 (empat) lapisan yaitu : 1) Tunika serosa/lapisan luar Merupakan bagian dari peritoneum viseralis, dua lapisan peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terns memanjang ke arah hate membentuk omentum minus. Omentum minor menunjang lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati, pada kurvatura mayor peritoneum terun kebawah membentuk omentum mayus yang menutupi usus depan seperti apron besar. 2) Muskularis Tersusun dari tiga lapis, lapisan longitudinal bagian luar, lapisan sirkular ditengah dan lapisan oblik bagian dalam. Susunan serat- serat otot yang unik memungkinkan herbage macam kontraksi yang diperlukan untuk memecahkan makanan menjadi partikel – partikel
yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung dan mendorong kearah duodenum. 3) Submukosa Terdiri dari jaringan areoral yang menghubungkan
lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak bersama gerakan peristaltic. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah dan saluran limfe. 4) Mukosa Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan longitudinal yang disebut rugae. Dengan adanya lipatan – lipatan ini lambung dapat berdistensi sewaktu diisi makanan, pada mukosa ini terjadi kelenjar yaitu : a) Kelenjar kardia terletak dekat lubang kardia yang mengekresi mucus. b) Kelenjar fundus atau gastric terletak pada fundus dan hamper seluruh korpus lambung. Pada kelenjar fundus ini terdapat tiga jenis sel utama yaitu sel – sel zimogenik atau chiefcells mensekresikan pepsinogen, sel parietal, mensekresikan asm hidroklorida dan factor intrinsic, sel mucus mensekresikan mucus. c) Kelenjar pylorus terletak pada daerah pylorus lambung yang menghasilkan gastrin. (Wilson, 2002).
c. Fungsi lambung yaitu : Menurut Sylvia (2005), fungsi lambung adalah sebagai berikut: 1) Fungsi Motorik Fungsi reservoir yaitu menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi resektif otot polos diperantai saraf vagus dan dirangsang oleh gastarin. 2) Fungsi Mencapur Memecahkan
makanan
menjadi
partikel-partikel
kecil
dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. 3) Fungsi pengosongan lambung diatur oleh pembukaan spingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotic, keadaan fisik serta oleh emosi, obat – obatan dan kerja. 4) Fungsi pencernaan dan sekresi a) Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai lambung, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amylase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. b) Sintensis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor instrinsik memungkinkan absorbs vitamin B.12. d) Sekresi mucus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumus sehingga makanan lebih muda diangkut. d. Pengaturan Sekresi Lambung Menurut Wilson (2002), pengaturan sekresi lambung terdiri dari: 1) Fase Sefalik Dimulai makanan masuk lambung yaitu sebagai
akibat
melihat, mencium, dan memikir atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh syaraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi sinyal neorogerik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantar melalui syaraf vagus ke lambung. Hasilnya kelenjar gastric dirangsang mengeluarkanasam HCL, pepsinogen dan menambah mucus. 2) Fase Gastric Dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi yang terjadi pada antrum menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung. Gastri dilepas dari antrum kemudian dibawa kealiran darah menuju kelenjar lambung untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di atrum. Gastrin adalah stimulus utama sekresi asam hidroklorida.
3) Fase Intestinal Dimulai oleh gerakan kismus dari lambung keduodenum. Adanya protein yang telah dicerna sebagai dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon yang menyebabkan lambung terus menerus mensekresi cairan lambung, tapi peranan usus halus sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar. 2.
Fisiologi Lambung Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu : Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. Asam klorida (HCl) menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) (Wilson, 2002). Lambung menerima makanan dan esophagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun sementara, kontraksi otot mencampur makanan dengan getah lambung. Gelombang peristaltik di tinggi fundus berjalan berulangulang, setiap menit tiga kali dan merayap perlahan-lahan pylorus. Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Perjalanan makanan masuk ke lambung praktis beralan lancar pada waktu orang sedang makan, tetapi perjalanan makanan keluar lambung tidak dimulai segera mula-mula makanan harus dibuat cair, kemudian jumlah kecil, kira-kira 70 cc, berjalan melalui lubang pilorik masuk duodenum. isi lambung sangat asam, ketika jumlah kecil itu masuk ke duodenum, .spinkter pilorik menutup sampai isi asam itu sebagian telah dinetralkan oleh kerja getah duodenum. pankreas dan empedu yang alkalis Bila otot spinkter mengendor lagi maka duodenum menerima kiriman lain dan isi lambung (Silvia, 2005). 3.
Penyebab Gastritis Penyebab utama dari gastritis adalah karena makanan dan minuman yang
panas atau yang dapat merusak, pada mukosa lambung misalnya : alkohol, salisilat, keracunan makanan yang mengandung toksin stafilokok, dan lain - lain (Hadi S, 2005). Penyebab lain penyakit ini antara lain: 1. Obat obatan : Aspirin, obat Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS), bahan kimia seperti Lisol, merokok, alkohol. 2. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung, luka bakar, trauma, sepsis, refluks usus lambung, endotoksin. Secara mikroskopi terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda di temukan pada korpus dan fundus biasanya di sebabkan stress. Jika di sebabkan karena obat-obatan AINS terutama di temukan di atrium, namun dapat juga menyeluruh sedangkan secara mikroskopik terdapat erosi dengan regenerasi epitel, dan di temukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang minimal (Mansjoer, Arif, dkk 2000).
Etiologi dan pathogenesis gastritis kronik pada umumnya belum di ketahui, penyakit ini lebih sering terdapat pada orang tua. Namun alkohol berlebihan, teh panas dan merokok merupakan predisposisi akan timbulnya gastritis kronik (Sylvia, 2005). B. Patofisiologi Gastritis terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam HCL) dan pepsi, erosi yang terkait berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asampepsin atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap HCL. Seseorang mungkin mengalami gastritis karena 2 faktor yaitu hipersekresi asam pepsin dan kelemahan barrier mukosa lambung (Sylvia, 2005). Pada gastritis akut terdapat gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensive yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa lambung. Faktor agresif tersebut HCL, pepsin, asam empedu, infeksi, virus, bakteri dan bahan korosif (asam dan basa kuat). Sedangkan faktor defensive adalah mukosa lambung dan mikro sirkulasi (Sylvia, 2005). 1. Gastritis Akut Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obatobatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya
HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan selepitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna (Prabu, 2009). Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukosa berfariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl
dengan
mukosa
gaster.
akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa
Respon
mukosa
eksfeliasi
lambung
(pengelupasan).
Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena prosesregenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan. 2. Gastritis Kronik Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung
juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser. Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif (Mansjoer, Arif, dkk 2001). Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan munculah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang (Mansjoer, Arif, dkk 2001). Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan pendarahan (Mansjoer, Arif, dkk 2001). C. Manifestasi Klinik Gastritis dapat bervariasi dari keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti mual sampai gejala yang paling berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis. Pada beberapa kasus bila gejala-gejala menunjang dan resisten terhadap pengobatan mungkin di perlukan tindakan diagnostik tambahan seperti endoskopi, biopsy mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas diagnosis (Sylvia, 2005).
Pada pemeriksaan fisik sering tidak di jumpai kelainan kadang-kadang dapat di jumpai nyeri tekan epigastrium yang sedang saja. Pemeriksaan laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat di jumpai anemia makrositik. Uji coba schilling tidak normal, analisis cairan lambung kadang-kadang terganggu. Dapat terjadi aklorhidria, kadar gasmin
serum
meninggi pada penderita gastritis kronik fundus yang berat. Antibodi terhadap sel parietal dapat di jumpai pada sebagian penderita gastritis kronik fundus (Mansjoer, Arif, dkk 2001). a.
Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak dan Gallo
(2006), seperti di bawah ini : 1)
Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat perdarahan.
2)
Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik yang berat.
3)
Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa lambung.
4)
Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa lambung.
5)
Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam lambung.
b. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada penderita gastritis antara lain : Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis, kadangkadang perdarahannya cukup banyak sehingga mengakibatkan kematian. Terjadi ulkus kalau prosesnya hebat. Pada gastritis kronis, atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terutama pada vitamin B12 selanjutnya menyebabkan anemia yang secara klinis hampir sama dengan anemia pernisiosa keduanya dapat di pisahkan dengan pemeriksaan antibodi terhadap faktor intrinsik (Brunner & Suddart, 2001). Penderita anemia pernisiosa biasanya mempunyai antibody terhadap faktor intrinsik dalam serum dan cairan gasternya, selain vitamin B12 penyerapan besi juga dapat terganggu. Gastritis kronik atrium pylorus dapat menyebabkan penyempitan daerah atrium pylorus, gastritis kronik sering di hubungkan dengan keganasan lambung terutama gastritis kronik atrium pylorus (Brunner & Suddart, 2001). c.
Penanggulangan Mengatasi maag dengan mengetahui terlebih dahulu apa penyebabnya.
Salah satu penyebab dari penyakit maag adalah akibat makan yang tidak teratur, dan juga serangan bakteri. Pylori yang merupakan bakteri pencetus maag. Selain itu penyebab lainnya adalah karna mengkonsusmsi obat-obatan yang bisa menyebabkan pemicu dari terjadinya penyakit maag. Penyebabnya karena mengkonsumsi alkohol, pola tidur dan pola makan yang tidak teratur, akibat stres. Biasanya pada penderita maag, penderita telat makan, dan juga porsi makan
penderita biasanya lebih banyak. Berikut beberapa cara mengatasi gastritis menurut (Wilson, 2002) : 1. Menghindari keadaan perut kosong, karena jika perut kosong maka akan menyebabkan asam lambung naik. 2. Mengatur jadwal makan dengan porsi makan yang kecil dan juga ringan dan jangan makan dengan porsi yang lebih sering. 3. Makanlah makanan yang teksturnya lunak dan bisa dengan mudah dicerna oleh tubuh. 4. Menghindari stres. 5. Hindarilah jenis makanan atau minuman yang mengandung alkohol, gas, dan juga kafein. d. Penatalaksanaan Pada umumnya gastritis kronik tidak memerlukan pengobatan, yang harus di perhatikan adalah penyakit lain yang keluhannya dapat di hubungkan dengan gastritis kronik, kemungkinan itu seharusnya di cari lebih dahulu. Anemia yang di sebabkan gastritis kronik biasanya bereaksi baik terhadap pemberian vitamin B12 atau preparat besi, tergantung definisinya (Prabu, 2009). Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu di anjurkan untuk makan makanan yang bergizi. Bila gejala menetap maka cairan di berikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi maka penatalaksanaannya adalah serupa dengan prosedur yang di anjurkan (Prabu, 2009).
Gastritis kronik di atasi dengan memodifikasi pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stress, dan memulai farmakoterapi. H.Pilopi dapat di atasi dengan antibiotik seperti Tetrasiklin atau Amoxillin dan Garam Bismut (Pepto Bismol). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi Vitamin B12 yang di sebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor intrinsic (Brunner & Suddart, 2001). D. Fokus Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan
mengidentifikasi,
informasi
mengenali
atau
data
masalah-masalah,
tentang
klien,
kebutuhan
agar
kesehatan
dapat dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1998). Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan. Diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Sebagai sumber informasi dapat digunakan yaitu : pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan lainnya. Tahap pengkajian meliputi 4 kegiatan yaitu : 1. Pengumpulan Data Data yang berhubungan dengan kasus gastritis : 1) Biodata a) Identitas klien : nama, jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan alamat. b) Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan alamat serta hubungan keluarga.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang a) Adanya nyeri epigastrium. b) Disertai mual, muntah, anoreksia. 3) Riwayat Kesehatan Sebelumnya a) Alkohol. b) Makan yang pedas. c) Obat-obatan. d) Riwayat diabetes mellitus. e) Riwayat toksik 4) Aspek-aspek lain yang berhubungan misalnya pola istirahat, aspek psikososial dan spiritual. 5) Data-data Pengkajian Klien a) Aktivitas/Istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan. Tanda : Tatikardia, hiperventilasi (respon terhadap aktivitas). b) Sirkulasi Gejala : Hipotensi termasuk postural, takikardia, disritmia, kelemahan nadi perifer lemah, pegisian kapiler lembut/perlahan. Warna kulit : pucat, sianosis. Kelembaban kulit : berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik). c) Integritas Ego Gejala : Faktor stress akut atau kronik (keuangan, hubungan, kerja)
Tanda : Tanda ansietas, misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar. d) Eliminasi Gejala : Riwayat penyakit sebelumnya karena perdarahan gastro intestinal atau masalah yang berhubungan dengan gastro intestinal. Misalnya : luka peptic/gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi gaster. Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi. Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik feses diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang merah cerah : berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida). Haluaran urine : menurun, pekat. e) Makanan/cairan Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal). Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah. Tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan pedas, cokelat ; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya. Tanda : Muntah warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
f) Neurosensori Gejala : Rasa berdenyut, pusing sakit kepala karena sinar, kelemahan. Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan, dan koma (tergantung pada volume sirkulasi/ oksigenisasi). g) Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih. Rasa ketidaknyamanan/distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrium kiri/tengah menyebar ke punggung 1 – 2 jam setelah makan dan hilang dengan makan antasida (Ulkus gaster). Nyeri epigastrium terlokalisir di kanan 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofageal atau gastritis). Faktor pencetus : makanan, rokok, alcohol, penggunaan obat tertentu (salsilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stressor psikologis. Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit. h) Keamanan Gejala : Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya : ASA. Tanda : Peningkatan suhu. Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis/ hipertensi portal).
6) Pemeriksaan diagnosik a) EGD (esofagogastroduodenoskopi) : tes diagnostik kunci untuk perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan/derajat ulkus jaringan/cedera. b) Minum barium untuk foto rontgen untuk membedakan diagnosa penyebab/sisi lesi. c) Analisa gaster : mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster. d) Angiografi : vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolateral dan kemungkinan sisi perdarahan. e) Hb/Ht : penurunan kadar terjadi dalam 6 – 24 jam setelah perdarahan mulai. f) Jumlah darah lengkap : dapat meningkat, menunjukkan respon tubuh terhadap cedera. g) Analisa gastrin serum : peningkatan kadar diduga sindrom Zollinger – Allison atau kemungkinan adanya penyembuhan ulkus yang buruk. Normal atau rendah pada gastritis tipe B. h) Kadar pepsinogen ; meningkat dengan penetralisir ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis. Sel parietal antibody serum : adanya dugaan gastritis kronis. 7) Klasifikasi Data Mengklasifikasikan dalam data subjektif dan data objektif.
1) Data subjektif. Adalah persepsi klien terhadap masalah-masalah yang dikeluhkan sehubungan dengan gastritis. 2) Data obyektif Adalah semua data senjang pada klien dengan gastritis yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, dan hasil-hasil pemeriksaan diagnostik). 8) Analisa Data Dengan melihat data subjektif dan data obyektif dapat ditentukan permasalahan yang dihadapi oleh klien dan dengan memperhatikan patofisiologi mengenai penyebab penyakit gastritis sampai permasalahannya tersebut. E. Diagnosa Keperawatan Diagnosa
keperawatan
adalah
penilaian
klinis
pengalaman/respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap
mengenai masalah
kesehatan yang aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan memberi dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga perawat menjadi akuntabel (NANDA “North American Nursing Dianosis Association”, 2012). Merujuk kepada defenisi NANDA yang digunakan pada diagnosa-diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan. Ada tiga komponen esensial suatu diagnosa keperawatan yang telah dirujuk sebagai PES (Gardon, 1987), dimana “P” diidentifikasi sebagai problem, “E” menunjukkan etiologi dari problem dan “S” menggambarkan sekelompok tanda dan gejala. Ketiga bagian ini dipadukan dalam suatu pernyataan dengan menggunakan “berhubungan dengan”.
Dengan demikian diagnosa keperawatan yang dapat muncul / timbul adalah: 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. 2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. 3. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. 5. Cemas berhubungan dengan perubahan kesehatan.. 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi. F. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan menurut Doctherman & Bulecheck (2008) adalah semua treatment yang di dasarkan pada penilaian klinik dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan pasien / klien. Intervensi keperawatan juga di rujuk kepada istilah tindakan keperawatan,aktivitas, dan strategi. Tetapi dalam NIC, istilah intervensi dan aktifitas mempunyai arti yang spesifik (Wilkinson, 2007). Di bawah ini adalah beberapa intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada kasus thypus abdominalis (NANDA, NIC & NOC : 2010). Tabel 2.1 Intervensi No.
Diagnosa
(NOC)
(NIC)
Keperawatan 1
Perubahan
Pain level
Pain Management:
nutrisi kurang
Pain
- Kaji lokasi dan skala
dari kebutuhan
control
tubuh
Setelah
Berhubungan
keperawatan selama 3 x 24 jam
nyeri. dilakukan
tindakan - Observasi TTV.
dengan intake
diharapkan nyeri berkurang.
yang tidak
Kriteria Hasil:
adekuat.
pasien untuk - Tidak mengeluh nyeri uluhati - Beri menghindari makanan - Skala nyeri 3 (ringan)
- Beri posisi yang nyaman bagi klien.
yang dapat merangsang
- Nampak tenang
peningkatan
asam
lambung. - Penatalaksanaan
dalam
pemberian
obat
ranitidine. 2
Nutrition Status
Perubahan nutrisi
kurang Setelah
dari kebutuhan
dilakukan
Nutrition Management: tindakan - Kaji
keperawatan selama 3 x 24 jam
pola
dan
porsi
makan pasien.
tubuh b/d intake diharapkan kebutuhan nutrisi - Berikan makanan sedikit nutrisi
tidak pasien terpenuhi.
adekuat.
tapi sering. - Anjurkan
Kriteria Hasil:
keluarga
- KU. Baik
menyajikan
makanan
- Nafsu makan kembali baik
dalam kondisi
- Porsi makan dihabiskan
dan sesuai kesukaan.
hangat
- Anjurkan
pasien
manjaga kebersihan oral. - Berikan
HE
tentang
penyakit yang di derita pasien. - Kolaborasi dengan tim gizi. 3
Resiko
Fluid Balance
kekurangan
Setelah
volume
dilakukan
Fluid Management: tindakan - Pantau pemasukan dan
cairan keperawatan selama 3 x 24 jam pengeluaran cairan. b/d mual dan diharapkan kebutuhan cairan - Evaluasi turgor kulit,
Muntah
tubuh klien terpenuhi.
kelembaban
Kriteria Hasil:
mukosa
- Tidak mual dan muntah
edema.
- Minum 8 gelas perhari
- Kaji
membrane
dan
ulang
adanya kebutuhan
cairan, buat jadwal 24 jam dan rute yang di gunakan,
pastikan
minuman yang di sukai. - Anjurkan pasien untuk minum
dan
makan
dengan perlahan sesuai indikasi. - Penatalaksanaan pemberian
dalam obat
pantroprazol.
G. Implementasi Keperawatan Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan. Untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut keterampilan dan pengetahuan yang luas dari tenaga perawat, untuk memberikan pelayanan perawatan yang baik dan bermutu sehingga harapan dan tujuan rencana perawatan yang baik dan bermutu yang telah ditentukan dapat tercapai. Ada dua syarat hasil yang diharapkan (performance) yaitu : 1. Adanya bukti bahwa klien sedang dalam proses menuju kepada tujuan perawatan atau bahkan telah mencapai tujuan tersebut. 2. Adanya bukti bahwa tindakan-tindakan (intervensi) perawatan dapat diterima oleh klien.
H. Evaluasi Keperawatan Evaluasi perawatan adalah penilaian keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. pada klien dengan gastritis dapat dinilai pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan perawatan, hasil pemeriksaan klien, melihat langsung keadaan klien dan timbul keluhan sebagai masalah baru. Evaluasi keperawatan akan berhasil baik jikalau tindakan perawatan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan klien. setelah mengadakan evaluasi dapat dilihat empat kemungkinan yang menentukan tindakan perawatan selanjutnya yaitu : 1. Masalah klien dapat dipecahkan. 2. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan. 3. Masalah tidak dipecahkan. 4. Timbul masalah baru. Dengan penerapan proses keperawatan diharapkan semua masalah yang dihadapi klien dapat diatasi dengan baik, sehingga klien dapat kembali ke rumahnya dalam keadaan sehat sesuai dengan tujuan perawat yang telah ditentukan sebelumnya. I.
Konsep Nyeri
1.
Definisi Nyeri Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan
dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya . Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan definisi- definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan menyakitkan bagi tubuh sebagai respon karena adanya kerusakan atau trauma jaringan maupun gejolak psikologis yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya. 2.
Pengukuran Intensitas Nyeri Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini
juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut : a) Skala intensitas nyeri
b) Skala identitas nyeri numerik
c) Skala analog visual
d) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan : 0
: Tidak nyeri
1-3
: Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik dan memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi.
4-6
: Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. Memiliki karateristik adanya peningkatan frekuensi pernafasan , tekanan darah, kekuatan otot, dan dilatasi pupil.
7-9
: Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. Memiliki karateristik muka klien pucat, kekakuan otot, kelelahan dan keletihan
10
: Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurut dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan
seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter & Perry, 2005). Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005). Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat
keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi
perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan(Potter,2005)
BAB II TINJAUAN KASUS
Nama Mahasiswa
:
YENNA RONIKA.T.PURBA
NIM
:
19 12 054
1. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH A. INFORMASI UMUM Nama
: Tn.J.S
Usia
: 44 Tahun
Tanggal Lahir
: 30 April 1977
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Suku Bangsa
: Batak Toba
Tanggal Masuk
: 6 Mei 2021
Waktu
: 14.00 wib
Dari Sumber informasi
: Istri Pasien
Keabsahan (1-4 di mana 4 = sangat dipercaya): 4 ( empat) B. AKTIFITAS / ISTIRAHAT Gejala (Subjektif) Pekerjaan
: Pegawai swasta
Aktifitas / hobi
: Olahraga
Aktifitas waktu luang
: Traveling
Perasaan bosan / tidak puas
: Tidak ada
Tidur Jam
: Jam 23.00 s/d 05.00 wib
Tidur siang
: Tidak ada
Insomnia
: Tidak ada
Yang berhubungan dengan
:-
Rasa segar saat bangun
: Ya
Lain-lain
:-
Tanda (Objektif) Respons terhadap aktifitas yang teramati Kardiovaskuler
: Normal
Pernapasan
: Normal (18x/i)
Status Mental (mis : menarik diri / letargi )
: Tidak ada
Pengkajian neuromuscular Massa/tonus otot
: Tidak ada
Postur
:Tinggi
Tremor
:Tidak ada
Rentang gerak
:Mampu bergerak kesegala arah
Kekuatan
:Baik
Deformitas
: Tidak ada
C. SIRKULASI Gejala (Subjektif) Riwayat tentang Hipertensi
:-
Masalah jantung
:-
Demam rematik
:-
Edema mata kaki/ kaki
:-
Flebitis
:-
Penyembuhan lambat
:-
Klaudikasi
:-
Ekstremitas : Kesemutan
:-
Kebas
: Tidak ada
Batuk / hemoptisis
: Tidak ada
Perubahan frekuensi / jumlah urine
: Tidak ada
Tanda (Objektif) TD : ka. Dan. Ki : Baring / duduk / berdiri : 130/80 mmHG Tekanan nadi
: 82 x/mnt
Gap auskultatori
:-
Nadi (palpasi)
: 82 x/ mnt
Karotis
:-
Temporal
:-
Jugularis
:-
Radialis
:-
Femoralis
:-
Popliteal
:-
Postibial
:-
Dorsalis pedis
:-
Jantung (palpasi) : Getraran
: Normal
Dorongan
: Normal
Bunyi jantung
:Lup-dup
Frekuensi
: 20 x/i
Irama
:Sinus rhythm
Kualitas
: Normal
Friksi gesek
: Tidak ada
Murmur
:Tidak ada
Bunyi napas
: Vesikuler
Desiran vascular
:-
Distensi vena jugularis
:-
Ekstremitas Suhu
: 36 oc
Warna
: Sawomatang
Pengisian kapiler
: Kembali 2-3 detik
Tanda Homan’s
: Tidak ada
Varises
: Tidak ada
Abnormalitas kuku
: Tidak ada
Penyebaran / kualitas rambut
: Biak
Warna
: Hitam
Membra mukosa
: Lembab
Bibir
: Lembab
Punggung kuku
: Merah muda
Konjungiva
: Baik, Tidak ada tanda anemis
Sklera
:Normal
Diaforesis
: Tidak ada
D. INTEGRITAS EGO Gejala (Subjektif) Faktor stress
: Tidak ada
Cara menangani stress
: Olahraga
Masalah-masalah financial
: Tidak ada
Status hubungan
: Tidak ada
Faktor-faktor budaya
: Tidak ada
Agama
: Kristen Protestan
Kegiatan Keagamaan
: Rajin mengikuti
Gaya hidup
: Berkecukupan
Perubahan terakhir
:Tidak ada
Keputusasaan
:Tidak
Ketidakberdayaan
:Tidak
Tanda (Obyektif) Status emosional (beri tanda cek untuk yang sesuai) : Tenang
: Ya
Cemas
: Tidak
Marah
:Tidak
Menarik diri
:Tidak
Takut
:Tidak, karena yakin akan sembuh
Mudah tersinggung
:Tidak
Tidak sabar
:-
Euforik
:-
Respons-respons fisiologis yang terobservasi : E. ELIMINASI Gejala (Subjektif) Pola BAB
: 1x dalam satu hari
Penggunaan laksatif
: Tidak
Karakter fases
: Lembek
BAB terakhir
: Pagi hari
Riwayat perdarahan
: Tidak ada
Hemoroid
: Tidak ada
Konstipasi
: Tidak ada
Diare
: Tidak ada
Pola BAK
: Normal
Inkontimensial/kapan
: Tidak ada
Dorongan
: Tidak ada
Frekuensi
: 5-6 x dalam satu hari
Retensi
: Tidak ada
Karakter Urine
: Kuning Jerami
Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK
: Tidak ada
Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih
: Tidak ada
Penggunaan diuretic
: Tidak ada
Tanda (Objektif) Abdomen : Nyeri tekan
: Ada
Lunak/keras
: Tidak ada
Massa
: Tidak ada
Ukuran/lingkar abdomen
:
Bising usus
: 12x/i
Hemoroid
: Tidak ada
Perubahan kandung kemih
:Tidak ada
BAK terlalu sering
: Tidak ada
F. MAKANAN/CAIRAN Gejala (Subjektif) Diit biasa (tipe)
: Lunak
Jumlah makanan per hari
: 3x
Makan terakhir / masukan
: Pada siang hari
Pola diit
: 3x Dalam satu hari
Kehilangan selera makan
:Ya
Mual/muntah
: Ada Nyeri ulu hati / salah cerna
: Ya
Yang berhubungan dengan
: Tidak ada
Disembuhkan oleh
:-
Alergi/intoleransi makanan
: Tidak ada
Masalah-masalah menguyah/menelan
: Tidak ada
Gigi
: Lengkap
Berat badan biasa
: 68 kg
Perubahan berat badan
: Tidak ada
Penggunaan diuretic
: Tidak ada menggunakan obat diuretik
Tanda (Objektif) Berat badan sekarang
: 68 kg
Tinggi badan
: 165 cm
Bentuk tubuh
: Tegap
Turgor kulit
: Elastis
Kelembaban /kering membrane mukosa
: Lembab
Edema : Umum
: Tidak ada
Dependen
: Tidak
Periorbital
:Tidak
Asites
: Tidak ada
Distensi vena jugularis
: Tidak ada
Pembesaran tiroid
: Tidak ada Kelainan
hernia/massa
: Tidak ada kelainan
Halitosis
: Tidak ada
Kondisi gigi / gusi
:lengkap/Baik
Penampilan lidah
: Merah muda
Membran mukosa
: Lembab
Bising usus
: 12 x/i
Bunyi napas
: Vesikuler
G. HIGIENE Gejala (Subjektif) Aktifitas sehari-hari : Tergantung/Mandiri
: Mandiri
Mobilitas
: Mandiri
Makan
: Mandiri
Hegiene
: Mandiri
Berpakaian
: Mandiri
Toileting
: Mandiri
Waktu mandi yang diinginkan
: Pasien iggin mandi pagi dan sore hari
Pemakaian alat Bantu / prostetik
: Tidak ada
Bantu diberikan oleh
: Perawat/keluarga
Tanda (Objektif) Penampilan umum
: Baik
Cara berpakaian
: Baik
Kebiasaan pribadi
: Mandi 2 x dalam satu hari
Bau Badan
: Tidak ada
Kondisi kulit kepala
: Bersih
Adanya kutu
: Tidak ada
H. NEUROSENSORI Gejala (Subjektif) Rasa ingin pingsan/pusing
: Tidak ada
Sakit kepala ; Lokasi nyeri
: Tidak ada nyeri kepala
Frekuensi
: Tidak ada
Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi)
: Tidak ada
Stroke (gejala sisa)
: Tidak
Kejang
: Tidak pernah
Tipe
:-
Aura
:Baik
Frekuensi
:-
Status postikal
: Tidak ada kelainan
Cara mengontrol
:-
Mata : Kehilangan penglihatan
: Tidak ada
Pemeriksaan terakhir
: Tidak pernah di periksa
Glaukoma
: Tidak ada
Katarak
: Tidak ada katarak
Telinga : Kehilangan pendengaran
: Tidak ada gangguan pendegaran
Pemeriksaan terakhir
: Tidak pernah diperiksa
Epistaksis
: Tidak ada
Tanda (Objektif) Status mental
: Baik
Terorientasi/disorientasi
: Pasien beriorientasi dengan baik
waktu
:-
Tempat
:-
Orang
:-
Kesadaran
: Compos mentis
Mengantuk
: Tidak ada
Letargi
: Tidak ada
Stupor
: Tidak ada
Koma
: Tidak
Kooperatif
: Tidak
Menyerang
: Tidak
Delusi
: Tidak
Halusinasi
: Tidak
Afek (gambarkan)
:-
Memori : Saat ini
: Baik
Yang lalu
:-
Kaca mata
: Tidak menggunakan kaca mata
Kontak lensa
: Tidak menggunkan kontak lensa
Alat Bantu dengar
: Tidak menggunakan alat bantu degar
Ukuran/rekasi pupil : Ka/Ki
: 2 mm / + ( Ka/Ki)
Facial drop
: Tidak ada kelainan
Menelan
:Tidak ada kelainan menelan
Genggaman tangan/lepas
: Baik
Ka/Ki
: Mampu bergerak kesegala arah
Postur
:Tidak simetris kaki kiri dan kanan
Refleks tendom dalam
: Normal
Paralisis
: Tidak ada kelumpuhan
I. NYERI/KETIDAKNYAMANAN Gejala (Subjektif)
Lokasi
: Uluhati
intesitas (1-10 dimana 10 sangat nyeri) : Skala 7 Frekuensi
: Hilang timbul / berulang
Kualitas
: Tearasa panas
Durasi
: ± 5 menit
Penjalaran
: Tidak ada
Cara menghilangkan, factor-faktor yang berhubungan: Mkan porsi kecil tapi sering Tanda (Objektif) Mengkerutkan muka
: Ya, jika kesakitan
Menjaga area yang sakit
: Ya
Respons emosional
: Pasien dapat mengontrol emosinya
Penyempitan focus
: Tidak ada
J. PERNAPASAN Gejala (Subjektif) Dispnea yang berhubungan dengan batuk/sputum
: Tidak ada
Riwayat brokitis
: Tidak ada
Asma
: Tidak ada
Tuberkolosis
: Tidak ada
Emifisema
: Tidak ada
Pneumonia kambuhan
: Tidak ada
Pemanjanan terhadap udara berbahaya
: Tidak ada
Perokok
: Tidak
Pak/hari
:-
Lama dalam tahun
:-
Penggunaan alat Bantu pernapasan
: Tidaka ada
Oksigen
: Tidak menggunkan oksigen
Tanda (Objektif) Pernapasan : Frekuensi
: 20 x/i
Kedalaman
: Normal
Simetris
: Ya, simetris kiri dan kanan
Penggunaan otot-otot asesori
: Tidak ada
Napas cuping hidung
: Tidak ada
Fremitus
: Tidak ada
Bunyi napas
: Vesikuler
Egofoni
: Tidak ada
Sianosis
: Tidak ada
Jari tubuh
: Baik
Karakteritik sputum
: Tidak ada
Fungsi mental/gelisah
: Tidaka ada
K. KEAMANAN Gejala (Subjektif) Alergi/sensitivitas
:Tidak ada
Reaksi
:-
Perubahan system imun sebelumnya
: Tidak ada
Penyebab
:-
Riwayat penyakit hubungan sekual (tanggal/tipe)
: Tidak ada
Perilaku resiko tinggi `
: Tidak ada
Periksaan
: Tidak pernah
Transfusi darah/jumlah
: Tidak ada
Kapan
:-
Gambaran reaksi
:-
Riwayat cedera kecelakaan
: Tidak pernah
Fraktur / dislokasi
: Tidak ada
Artritis/sendi tak tabil
: Tidak ada
Masalah punggung
: Tidak ada
Perubahan pada tahi lalat
: Tidak ada
Pembesaran modus
: Tidak ada
Kerusakan penglihatan, pendengaran
: Tidak ada
Protese
: Tidak
Alat ambulatory
: Tidak
Tanda (Objektif) Suhu tubuh
: 360C
Diaforesis
: Tidak ada
Integritas kulit
:-
Jaringan parut
: Tidak ada
Kemerahan
: Tidak
Laserasi
: Tidak ada
Ulserasi
: Tidak ada
Ekimosis
: Tidak ada
Lepuh
: Tidak ada
Luka baker : (derajat/persen)
: Tidak ada
Drainase
: Tidak ada
Tandai lokasi pada diagram di bawah ini
:-
Ketentuan Umum
: Keadaan umum Sedang
Tonus otot
:lemah pada kaki sebelah kanan
Cara berjalan
: Berjalan dengan cara tidak menekan luka di kaki sebalah kanan
ROM
: Ada, flexi dan ekstensi pada kaki sebelah kanan
Parestesia/paralysis
: Tidak ada
Hasil kultur, Pemeriksaan system imun
: Tidak ada
L. SEKSUALITAS (Komponen dari Interaksi social) Aktif melakukan hubungan seksual
: Tidak
Penggunaan kondom
:Tidak
Masalah-masalah/kesulitan seksual
:Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi/minat
: semenjak ada Luka di kaki sebelah kanan
Wanita Gejala (Subjektif) Usia menarke
:-
Lamanya siklus
:-
Durasi
:-
Periode menstruasi terakhir
:-
Menopouse
:-
Rabas vagina
:-
Berdarah antara periode
:-
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri/mammogram:PAP smear terakhir
:-
Pria Gejala (Subjektif) Rabas penis
: Tidak ada
Gangguan prostate
: Tidak ada
Sukumsisi
: Tidak
Vasektomi
: Tidak
Melakukan pemeriksaan sendiri Payudara/Testis
: Tidak pernah
Prostoskopi/pemeriksaan prostate terakhir
: Tidak pernah
Tanda (Objektif) Pemeriksaan
: Tidak ada kelainan
Payudara/penis/testis
: Penis dan testis dalam batas normal
Kutil genital/lest
: Tidak ada lecet
M. INTERAKSI SOSIAL Gejala (Subjektif) Status perkawinan
: Sudah Menikah
Lama
: 20 Tahun
Hidup dengan
: Istri dan anak
Masalah-masalah / stress
: Tidak ada
Keluarga besar
:Ada
Orang pendukung lain
: Orangtua
Peran dalam struktur keluarga
: Pasien masih kepala keluarga
Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit/kondisi
: Tidak ada
Perubahan bicara : penggunaan alat Bantu komunikasi
: Tidak ada
Adanya laringektomi
: Tidak ada
Tanda (Objektif) Bicara : jelas
: Jelas
Tak jelas
: Tidak
Tidak dapar dimengerti
: Tidak
Afasia
: Tidak
Pola bicara tak biasa/kerusakan
: Tidak ada
Penggunaan alat Bantu bicara
: Tidak ada
Komunikasi verbal/nonverbal dengan keluarga/orang terdekat lain : Baik Pola interaksi keluarga (perilaku) : Baik
N. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN Gejala (Subjektif)
: Proses penyembuhan penyakit pasien
Bahasa dominant (khusus)
: Bahasa indonesia
Melek huruf
: Tidak ada
Tingkat pendidikan
: Sarjana
Ketidakmampuan belajar (khusus)
:Tidak ada
Keterbatasan kognitif
: Tidak
Keyakinan kesehatan/yang dilakukan : Yakin/Teratur makan obat dan pola makan Orientasi spesifik terhadap keperawatan kesehatan (spt, dampak dari agama/cultural yang dianut) : Tidak ada Faktor resiko keluarga (tandai hubungan) Diabetes
:-
Tuberkolosis
:-
Penyakit jantung
:-
Stroke
:-
TD tinggi
:-
Epilepsi `
:-
Penyakit ginjal
:-
Kanker
:-
Penyakit Jiwa
:-
lain-lain
:-
Obat yang diresepkan (lingkari dosis terakhir) : Pemberian Obat Pantoprazole
Dosis 2x 40 mg
Waktu Pagi dan sore
melalui iv
Tujuan Meredakan meningkatnya
gejala asam
lambungyang digunakan IVFD RL Ondansentro n Paracetamol
20 gtt/menit 2x 500 mg 3x 500 mg
Pagi dan sore Pagi , sore dan malam
Obat tanpa resep : Obat-obat bebas : Tidak ada
iv oral oral
untuk diabetes Menambah cairan Obat mnecegah mual Untuk mengurangi rasa sakit
Obat-obat jalanan : Tidak ada, Tembakau : Tidak, Perokok tembakau tidak, Penggunaan alcohol (jumlah/frekuensi) : Tidak Diagnosa saat masuk perdokter
: Gastritis
Alasan dirawat per pasien
: Pasien mengeluh nyeri uluhati seperti ditusuk-tusuk
Riwayat keluhan terakhir
: Nyeri uluhati,mual,tidak selera makan
Harapan pasien terhadap perawatan/pembedahan sebelumnya : Yakin akan Sembuh Bukti kegagalan untuk perbaikan
: Tidak Teratur makan obat dan megatur pola makan
Pemeriksaan fisik lengkap terakhir
: Kesadaran compos mentis, pasien tampak lemah, dan
merigis kesakitan,skala nyeri 7 Pertimbangan Rencana Pulang : Tidak ada DRG yang menunjukkan lama dirawat rata-rata : 5-6 Hari Tanggal informasi yang di dapatkan : 1.
Tanggal pulang yang diantisipasi :
2.
Sumber-sumber yang tersedia : orang ,Keuangan : Paien BPJS
3.
Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah pulang : -
4.
Area yang mungkin membutuhkan perubahan/bantuan : -
Penyiapan makanan : Berbelanja
:-
Transportasi
:-
Ambulasi
:-
Obat/trapi IV
:
Obat
Dosis
Pantoprazole IVFD RL Ondansentro n Paracetamol
2x 40 mg 20 gtt/menit 2x 500 mg 3x 500 mg
Pengobatan
: Teratur makan obat
Perawatan luka
: Ya
Peralatan
:-
Bantuan perawatan diri (khusus)
:-
Gambaran fisik rumah (khusus)
:-
Bantuan merapihkan/pemeliharaan rumah
:-
Fasilitas kehidupan selain rumah (khusus)
:-
2.Analisa Data No 1.
Masalah Nyeri
Etiologi Peradangan mukosa lambung
pada
DS: - Pasien mengatakan nyeri
berhubungan dengan iritasi
Data
Sekresi asam lambung meningkat
uluhati - Skala nyeri 7
mukosa lambung. Iritasi lambung
DO : - KU. lemah
Nyeri
- Ekspresi wajah meringis - TTV TD : 130/80 mmHg
2.
Perubahan
peningkatan asam lambung DS: - P a s i e n mengatakan
nutrisi kurang dari kebutuhan
perangsangan kolinergi
kurang nafsu makan - Pasien mengatakan mual dan muntah
menstimulus saraf vagus pada hipotalamus
DO : - KU. lemah - Porsi
mual muntah
makan
tdak
dihabiskan ( ½ porsi ) - BB sebelum sakit 72 kg
nutrisi kurang dari 3.
Resiko
kebutuhan Penurunan tonus otot dan
Kekurangan
peristaltik lambung
- Pasien mengatakan mual dan muntah
Volume cairan
Faktor Resiko:
Refluks isi duodenum ke lambung
- Pasien
mengatakan
minum-nya sedikit 3 4 gelas per hari
Ransangan mual
- KU. lemah - Klien nampak mual dan
Dorongan isi lambung ke mulut Muntah
Resiko kekurangan volume cairan tubuh
8
muntah.
3.Rencana Tindakan Keperawatan Nama Pasien : Tn.J.S No.RM : 134670 No 1
Ruang Diagnosa Keperawatan Nyeri b/d iritasi mukosa lambung, ditandai dengan DS: - Pasien mengatakan nyeri uluhati - Sk ala nye ri 7 DO
: Meinalda Intervensi (NIC) Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Tujuan : setelah - Kaji lokasi dan skala nyeri dilakukan tindakan - Observasi TTV keperawatan selama 3 x - Beri posisi yang 24 jam diharapkan nyaman bagi nyeri berkurang dengan klien kriteria hasil: - Beri pasien untuk - Pasien tidak menghindari mengeluh nyeri makanan yang uluhati dapat - Skala nyeri 3 merangsang - Pasien nampak tenang peningkatan asam lambung - Penatalaksanaan
: - KU. lemah
dalam pemberian
- Ekspresi wajah meringis
obat ranitidine.
- TTV TD : 130/80 mmHg.
8
Nama Mahasiswa: Yenna Purba Nim : 1912054 Rasional 1. Untuk mengetahui nyeri yang dirasakan
pasien
sebagai
acuan intervensi 2. Peningkatan tekanan darah merupakan gambaran pada nyeri 3. Posisi yang nyaman dapat mengurangi respon nyeri 4. Membantu
dalam
menurunkan iritasi gaster dan ketidaknyamanan
dalam
proses pencernaan 5. Analgesik dapat menurunkan bahkan menghilangkan nyeri
2.
Perubahan nutrisi Tujuan kurang
setelah - Kaji pola dan 1. Dapat
:
dari dilakukan tindakan
kebutuhan
tubuh keperawatan
porsi
makan
pasien.
tidak adekuat.
diharapkan
ditandai dengan :
kebutuhan
DS:
pasien
- Pasien
dengan
indikator
tindakan selanjutnya.
tapi sering.
makanan
terpenuhi - Anjurkan kriteria
dan
masukan mengurangi
iritasi asam lambung
keluarga
3. Menambah selera makan 4. Kondisi mulut yang bersih
mengatakan
hasil:
menyajikan
kurang nafsu
- KU. Baik
makanan dalam
dapat
makan
- Nafsu
kondisi
hangat
makan,
dan
sesuai
nafsu makan pasien kembali
- Pasien
makan
kembali baik
mengatakan mual dan muntah
meningkatkan agar
manjaga
keluarga
- KU. lemah
kebersihan oral
penyembuhan
makan
nafsu
merangsang
normal kesukaan - Porsi makan dihabiskan - Anjurkan pasien 5. Dapat membantu pasien dan
DO : - Porsi
- Berikan
HE 6. Membantu
untuk
proses
menaikkan
BB
tidak dihabiskan
tentang penyakit
pasien dan menambah selera
½ dari porsi
yang di derita
makan pasien.
- BB sebelum sakit
pasien
7 2 kg, saat sakit
- Kolaborasi
68 kg.
8
djadikan
makanan sedikit 2. Memaksimalkan nutrisi
jumlah
nutrisi yang masuk sehingga dapat
b/d intake nutrisi selama 3 x 24 jam - Berikan
diketahui
dengan tim gizi
3.
Resiko
Tujuan
kekurangan volume cairan b/d mual dan muntah ditandai dengan : Faktor Resiko: - Pasien mengatakan mual dan muntah - Pasien mengatakan minum-nya sedikit 3 – 4 gelas
:
setelah -
Pantau
1. Evaluator
lansung
status
pemasukan dan
keperawatan
pengeluaran
selama 3 x 24 jam
cairan
cairan/
Evaluasi turgor
ketidakseimbangan
-
diharapkan kebutuhan tubuh terpenuhi
klien dengan
kelembaban
yang tepat dapat mempercepat
membrane
perbaikan kondisi.
mukosa
- Pasien tidak mual
adanya edema
- Pasien minum 8
perbaikan
3. Pemberian cairan dengan rute
kriteria hasil:
dan muntah
cairan, 2. Indikator
kulit,
cairan
dan 4. Dapat menurunkan terjadinya muntah bila mual 5. Dapat mengurangi terjadinya
-
Kaji
ulang
kebutuhan
gelas perhari
cairan,
buat
jadwal 24 jam
- KU. lemah
dan rute yang di
nampak
gunakan,
pastikan
mual dan muntah
minuman yang di sukai. -
Anjurkan pasien
untuk
minum
dan
makan dengan perlahan sesuai indikasi -
Penatalaksanaa n
dalam
pemberian pantroprazol
8
status
dilakukan tindakan
per hari
- Pasien
langsung
mual dan muntah
4 .Implementasi dan Evaluasi
No 1
Nama Pasien : Tn.J.S
Nama Mahasiswa : Yenna Purba
No.RM
: 13 46 70
Nim
Ruang
: Meinalda
Diagnosa Keperawatan Nyeri b/d
Hari/tgl & jam Jumat,
iritasi mukosa 7/5/2021 lambung
09.35
: 1912054
Implementasi
Paraf
1. Mengkaji lokasi dan skala nyeri Hasil : skala nyeri 7 2. TTV Hasil : TTV TD : 130/80 mmHg
09.45
3. Memberikan posisi nyaman bagi klien 4. Memberikan makanan
klien yang
untuk dapat
menghindari merangsang
makanan pedas dalam
pemberian
ranitidine. Hasil : Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam.
8
7/5/2021
pada uluhati
14.00
O: - KU: lemah
P : Lanjutkan semua
Hasil : Klien makan bubur dan menghindari 5. Penatalaksanaan
S: Pasien mengatakan masih nyeri
A: Masalah belum teratai
peningkatan asam lambung
09.55
Evaluasi
- Pasien nampak meringis
Hasil : Klien dengan posisi semi fowler 09.50
Hari/tgl & jam Senin,
obat
Intervensi
2
Perubahan
Jumat,
1. Mengkaji pola dan frekuensi makan klien.
nutrisi kurang 7/5/2021
Hasil : pasien hanya mampu menghabiskan
dari kebutuhan
10.15
1
tubuh
b/d
10.20
intake
nutrisi
tidak adekuat
/2 porsi
2. Memberikan makanan sedikit tapi sering 3. Menganjurkan
keluarga
menyajikan
makanan yang bervariasi Hasil : pasien makan kue, roti dan bubur 11.20
4. Menganjurkan pasien menjaga kebersihan oral. Hasil : pasien menyikat giginya 2 kali
12.00
sehari. 5. Memberikan HE tentang penyakit yang diderita pasien Hasil : pasien dan keluarga mengerti tentang
13.01
penytakit yang di derita. 6. Kolaborasi dengan tim gizi Hasil : makanan lunak diberikan kepada pasien
8
7/5/2021 14.00
Hasil : pasien menghabiskan ½ porsi 10.25
Jumat,
S: Pasien mengatakan masih mual dan muntah O: - KU. Lemah - Porsi makan tidak dihabiskan A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi dilanjutkan
3
Resiko kekurangan
Jumat, 7/5/2021
volume cairan
10.35
b/d mual dan
10.45
muntah
1. Memantau pemasukan dan pengeluaran
7/5/2021
cairan
14.00
Hasil : tidak ada tanda tanda dehidrasi 2. Mengevaluasi turgor kulit, kelembaban Hasil: turgor kulit jelek 3. Mengkaji ulang kebutuhan cairan, buat jadwal 24 jam dan rute yang di gunakan, pastikan minuman yang di sukai pasien
11.35 11.45 12.00
Hasil: pasien banyak minum air putih 4. Menganjurkan pasien untuk minum dan makan dengan perlahan sesuai indikasi 5. Penatalaksanaan pemberian cairan IV Hasil : terpasang infuse RL 24 tts/menit 6. Penatalaksaan
dalam
pemberian
obat
pantroprazol Hasil : injeksi pantroprazol 1 amp/ 12 jam
8
S: Pasien mengatakan masih sering mual dan muntah O: KU. Lemah, Turgor kulit jelek A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan
membrane mukosa dan adanya edema 11.00
Jumat,
1
Nyeri
b/d
Sabtu,
1. Mengkaji lokasi dan skala
Sabtu,
iritasi mukosa
8/5/2021
nyeri Hasil : skala nyeri 3
8/5/2021
lambung
09.30
14.00
2. TTV 3. Memberikan
posisi
nyaman
P : Lanjutkan semua
4. Menganjurkan klien untuk menghindari makanan
yang
dapat
merangsang
peningkatan asam lambung Hasil 09.55
:
Pasien
makan
bubur
dan
pemberian
obat
menghindari makanan pedas. 5. Penatalaksanaan
dalam
ranitidine Hasil : Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
8
O: - KU. lemah A: Masalah belum teratasi
pasien
Hasil : Pasien dengan posisi semi fowler 09.50
mulai berkurang - Pasien nampak tenang
Hasil : TTV (TD : 120/70 mmHg. 09.45
S: Pasien mengatakan nyeri uluhati
Intervensi
2
Perubahan
Sabtu,
nutrisi kurang
8/5/2021
dari kebutuhan
10.15
tubuh
b/d
10.20
intake
nutrisi
tidak adekuat 10.25
1. Mengkaji pola dan porsi makan pasien Hasil : pasien hanya mampu menghabiskan /2 porsi
2. Memberikan makanan sedikit tapi sering
dan muntah O: KU lemah, porsi makan tidak di habiskan A: Masalah belum teratasi
½ porsi
P : Intervensi 1,2,3 di lanjutkan
3. Menganjurkan
keluarga
menyajikan
makanan yang berfariasi 4. Menganjurkan pasien menjaga kebersihan Hasil : pasien menyikat giginya 2 kali sehari. 5. Memberikan HE tentang penyakit yang diderita pasien Hasil : pasien dan keluarga pasien mengerti tentang penyakit yang diderita
8
S: Pasien mengatakan masih mual
Hasil : pasien menghabiskan
oral 12.02
8/5/2021 14.00
1
Hasil : pasien makan kue, roti dan bubur 11.01
Sabtu,
12.25
6. Kolaborasi dengan tim gizi Hasil : makanan lunak diberikan kepada pasien.
3
Resiko kekurangan
Sabtu, 8/5/2021
volume cairan
10.35
b/d mual dan
10.45
muntah
1. Memantau pemasukan dan pengeluaran cairan 2. Mengevaluasi turgor kulit, kelembaban Hasil: turgor kulit jelek 3. Mengkaji ulang kebutuhan cairan, buat jadwal 24 jam dan rute yang di gunakan, pastikan minuman yang di sukai pasien
11.35
Hasil: pasien banyak minum air putih 4. Menganjurkan pasien untuk minum dan
11.45
makan dengan perlahan sesuai indikasi 5. Penatalaksanaan pemberian cairan IV Hasil : terpasang infuse RL pada tangan
8
8/5/2021
S: Pasien masih sering mual dan muntah O: KU. lemah, turgor kulit jelek
Hasil : tidak ada tanda tanda dehidrasi membrane mukosa dan adanya edema
11.00
Sabtu,
14.00
A: Masalah belum teratasi P : Intervensi 1,3,4 dan 5 di lanjtukan
kanan (24 tts/menit). 12.00
6. Penatalaksaan
dalam
pemberian
obat
pantroprazol Hasil : injeksi pantroprazol 1 amp/ 12 jam
8
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi. Jakarta: EGC Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M, (Eds). 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby. St.Louis. Depkes, RI. 2012. Indonesia Sehat 2012 Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta Hadi S. 2005. Gastroenterologi. Jakarta: PT. Alumni Hudak & Gallo. 2006. Keperawatan kritis Volume 1. EGC: Jakarta Kozier, Berman, Snyder, Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Aesculopius
Jakarta:
Media
Mubarak. 2006. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik: EGC: Jakarta NANDA, NIC & NOC, 2010, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta. Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing. Nursalam. 2008. Metodologi Penelitian & Penerapan Dalam Praktek. Jakarta: Salemba Medika Potter, P.A, Perry, A.G. 2005 Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC. Prabu. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Price & Wilson. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC. Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit Volume 1 Edisi 6 Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo. dkk, Jakarta: EGC. Tamsuri A, 2007, Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.