01ebook 7 Kesalahan Mindset Menghafal Al Quran-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dear penghafal Quran, yang tengah tertatih tak sanggup berdiri. Bangkit murojaah memang berat, tapi diam saja akan membuat beratnya bertambah. Jadi lebih baik bangkit hari ini dengan segala letih dan beratnya. Sebab menundanya akan membuat engkau tak sanggup bangkit lagi.



Pengantar Penulis Bismillahirrahmaanirrahiim… Pujian paling agung hanya untuk Allah, Tuhan semesta yang telah mengajarkan dengan pena. Sholawat teriring salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Agung kita, Muhammad SAW. Sahabat, e-book ini sangat singkat. Tidak sampai 100 halaman. Tapi, semoga ini bisa menjadi pengantar awal bagi siapapun yang sedang atau ingin menghafalkan Al-Qur’an. Saran saya, sahabat, jangan lewatkan setiap judulnya. Karena pada setiap pembahasannya, barangkali ada hikmah baru yang bisa engkau dapatkan. 7 Kesalahan Mindset Menghafal Al-Qur’an, adalah tentang membenahi mindset yang kerap salah dipahami oleh para penghafal Al-Qur’an. Kesalahan mindset



ii



tersebut, dampaknya tidaklah sederhana. Ini fundamental. Hanya ada 7 mindset yang saya bahas. Tidak banyak. Sebab e-book ini memang sengaja dibuat sesederhana mungkin, agar setiap kita mampu menuntaskannya. Versi lengkapnya, engkau bisa membaca di bukubuku yang sudah saya terbitkan. Ada 3 buku karya saya tentang menghafal Al-Quran yang Alhamdulillah best-seller dan telah dibaca oleh ribuan penghafal Al-Quran. Info detil buku, ada di akhir e-book ini. Semoga, 7 mindset yang saya paparkan dalam e-book ini bisa menjadi panduan bagi pembaca dalam menapaki perjalanan menghafal Al-Qur’an ini. Sebab, percayalah, segala kegelisahan, keresahan, kekecawaan, bahkan keputus-asaan seseorang dalam menghafal Al-Qur’an, seringkali berawal dari mindset salah yang ia yakini. Mindset itu, telah meneror perjuangannya, menghantui mimpi-mimipinya, dan menjatuhkan semangatnya.



iii



Tentu, apa yang saya sampaikan tidak mutlak benar. Kebenaran mutlak hanyalah milik Allah. Sejatinya, ini hanyalah pemahaman yang saya yakini dari pengalaman panjang dan pengajaran guru-guru kami. Karenanya, sahabat, setelah membaca ini, tulislah apa pendapatmu tentang e-book ini. Termasuk, jika itu merupakan komentar dan kritikan. Engkau bisa menuliskannya secara pribadi melalui kontak pribadi penulis yang tertera di akhir e-book. Dan, jika engkau merasa e-book ini bermanfaat, tulislah ulasan dan kesanmu, juga sampaikan info tentang e-book ini kepada yang lain, agar kebermanfaatannya terus berlangsung, bahkan sekalipun penulisnya telah tiada kelak. Sebelumnya, terimakasih telah sudi membaca tulisan ini. Sahabatmu, Ahmad Khoirul Anam Sukabumi, 19 Mei 2023



iv



Daftar Isi Mengapa Harus Mengubah Mindset? Mindset Salah #1 “Menghafal Al-Qur’an Itu Susah?” Mindset Salah #2 “Tidak Mau Menghafal Karena Merasa Banyak Dosa”



1 12 26



Mindset Salah #3 “Daripada Berdosa Menghafal Tapi Tidak Bisa Mengamalkan, Lebih Baik Fokus Mengamalkan Saja”



31



Mindset Salah #4 “Tidak Mau Menghafal Karena Takut Hilang dan Berdosa ”



40



Mindset Salah #5 “Menghafal Al-Qur’an Itu Mudah Sedangkan Menjaganya Susah”



52



Mindset Salah #6 “Fokus Dulu Ziyadah, Agar Nanti Tinggal Murojaah”



61



Mindset Salah #7 “Target Terbesar Menghafal Al-Qur’an Adalah 30 Juz”



76



Profil Penulis



82



Mengapa Harus Memperbaiki Mindset?



1



Sahabat, sebelum memulai, ada sebuah pertanyaan sederhana yang cukup menggelitik. Mengapa, ada yang mengahafal Al-Quran bertahun-tahun dan tidak hafal-hafal, tapi tetap bahagia menikmati prosesnya? Sebaliknya, ada yang baru menghafal setengah jam, tapi merasa sedih dan kecewa karena ‘baru’ berhasil mendapatkan satu halaman? Aneh bukan, ada yang bahagia meski belum mendapatkan apa-apa, sebaliknya ada yang sedih dan kecewa meski sudah mendapatkan banyak. Mengapa bisa seperti itu? Sungguh, ini tentang mindset yang salah! Maka, sahabat, untuk dapat memahaminya secara utuh, nampaknya kita harus menuntaskan pembahasan ini. Ebook ini sangat sederhana, tidak panjang. Maka, sahabat, saran saya selesaikanlah dan pahamilah dengan baik.



2



Sungguh memahami kesalahan mindset ini adalah modal besar untuk perjuangan berikutnya. Barangkali, setiap pesimisme, kejatuhan, keterpurukan, kegagalan, dan keputus-asaan yang engkau rasakan dalam menghafal Al-Quran selama ini, berakar dari kesalahan mindset yang engkau miliki. Sahabat, mindset adalah akarnya. Dalam bahasa kita, mindset disebut ‘cara berpikir’. Sebagaimana akar yang menentukan kesuburan sebauh tanaman, maka cara berpikir ini, sangat menentukan sikap yang akan kita lakukan selanjutnya. Pada titik ujungnya, mindset bahkan akan mempengaruhi masa depan dan hasil yang kita dapatkan. Maka, membenahi mindset adalah perkara paling bijaksana yang dilakukan orang-orang hebat dalam memulai kesuksesaannya. Sebab, mindset ini akan menentukan arah perjuangan.



3



Untuk memudahkannya, lihatlah ilustrasi berikut:



Foto dari @successpictures



Perhatikanlah, sahabat! Ada 4 orang berbeda dengan 4 mindset berbeda, padahal mereka melihat satu pohon yang sama persis. Orang pertama, dengan koper dan pakaian abuabu. Ia memiliki mindset bahwa pohon tersebut adalah aset berharga untuk dijadikan papan, maka hampir bisa dipastikan aksi yang akan ia lakukan berikutnya adalah menebang pohon tersebut, lalu membelahnya



4



“Maka, membenahi perkara paling bijaksana orang-orang hebat dalam sesaannya. Sebab, mindset tukan arah perjuangan. “ @rindu_surga_



mindset adalah yang dilakukan memulai kesukini akan menen-



seukuran papan untuk kemudian dijual. Hasilnya, ia akan mendapatkan uang banyak atas penjualan tersebut. Orang kedua, dengan kapak dan pakaian abuabu, memiliki mindset bahwa pohon tersebut sangat berguna sebagai bahan kayu bakar. Maka, bisa dipastikan aksi yang akan dilakukannya adalah menebang pohon tersebut, kemudian memotongnya menjadi kecil-kecil. Hasilnya, ia dapatkan kayu sebagai bahan bakar untuk menyalakan api dan memasak. Orang ketiga, berambut panjang dan berpakaian merah. Ia memiliki mindset bahwa pohon tersebut adalah bahan yang sangat baik untuk membuat perabotan kayu seperti kursi, meja, lemari, dll. Maka, bisa dipastikan aksi yang akan ia lakukan adalah menebang pohon tersebut, lalu mempergunakannya untuk membuat perabotan. Hasilnya, ia bisa membuat perabotan sebagaimana yang ia butuhkan. Orang ketiga, seorang anak kecil memakai topi. Ia memiliki mindset bahwa pohon tersebut adalah aset berharga bagi bumi, sebab pohon tersebut akan



6



menghasilkan pohon-pohon lainnya, dan pohon-pohon yang lestari adalah sumber oksigen yang sangat dibutuhkan manusia. Maka, bisa dipastikan aksi yang akan dilakukan anak tersebut adalah membiarkan pohon teresebut dan bahkan merawat sebaik-baiknya. Hasilnya, terciptalah lingkungan yang hijau, sejuk dan lestari. Maka, sahabat, lihatlah, bagaimana sebuah mindset akan menentukan arah perjuangan kita berikutnya, dan bahkan akan menentukan hasil akhirnya. Keempat orang tersebut melihat pohon yang sama, tapi perbuatan dan hasilnya tergantung dari mindset yang mereka yakini. Seseorang bisa jadi mendapatkan hasil yang sedikit hanya karena mindset awalnya yang salah, sebaliknya seseorang akan mendapat keberlimpahan dan kemudahan karena mindset awalnya yang benar. Seseorang bisa jadi akan bahagia meski tak memiliki apa-apa, saat yang lain bahkan merasa sedih dan kecewa padahal telah memiliki segalanya.



7



Ini tentang mindset! Sungguh, mindset akan menentukan perjuangan dan hasil. Beda mindset, maka beda hasil. Bagaimana mungkin perjuangan yang kita lakukan benar, jika mindset yang kita yakini masih salah. Bagaimana mungkin hasil yang kita dapatkan sesuai, jika mindset-nya salah. Bagaimana mungkin sikap yang kita pilih tepat, jika mindset awalnya masih salah. Maka, mindset adalah pijakan awal dalam perjuangan menghafal Al-Quran. Hasil yang kita dapatkan sangat tergantung pada pijakan itu. Sahabat, mari kita kembali ke pertanyaan pertama tadi: Bukankah ada yang mengahafal Al-Quran bertahun-tahun tidak hafal-hafal, tapi tetap bahagia menikmati prosesnya? Sebaliknya, ada yang sudah menghafal setengah jam, tapi merasa sedih dan kecewa karena ‘baru’ mendapat satu halaman?



8



Maka, kini engkau telah memahaminya, bukan? Iya, ini tentang mindset yang salah! Mindset yang salah akan menghasilkan berbagai kekecewaan, keresahan, kegagalan, bahkan keputus-asaan. Jangan-jangan setiap kerasahan yang kita rasakan dalam perjuangan menghafal Al-Quran selama ini, adalah buah dari mindset keliru yang kita yakini. Perhatikanlah lagi satu analogi berikut:



Gambar dari: kompasiana.com



Apa yang engkau pikirkan dari gambar di atas? Gelas yang setengah terisi? Ataukah, gelas yang setengah kosong?



9



Sungguh, keduanya benar. Tidak ada yang bisa disalahkan. Tapi, sahabat kendatipun kedua pemikiran (mindset) itu benar, tapi cara pandang yang berbeda akan menghasilkan sikap yang berbeda. Seseorang yang berpikir bahwa gelas tersebut ‘setengah terisi’ maka pasti akan bersyukur. Sebab, ia fokus pada yang terisi, bukan yang kosong, bahwa ia memiliki sesuatu. Ia fokus pada apa yang ia miliki, bukan pada apa yang hilang atau tidak ia miliki. Maka, mindset seperti itu telah menjadikannya manusia yang bahagia karena mampu bersyukur. Sebaliknya, seseorang yang berpikir bahwa gelas tersebut ‘setengah kosong’, pasti akan protes dan mengeluh. Sebab ia fokus pada yang kosong dan lupa bahwa ia sebenarnya memiliki setengah. Ia fokus pada apa yang tidak ia miliki, tapi melupakan apa yang ia miliki. Mindset tersebut menjadikannya manusia yang selalu kecewa, protes, dan menderita karena merasa tidak memiliki apa-apa.



10



Maka, sahabat, lihatlah, seseorang yang sama-sama memiliki setengah air gelas pun bisa memiliki sikap dan hasil rasa yang berbeda. Ternyata, itu berangkat dari mindset yang kita miliki. Karena itu, sahabat, semoga kini engkau telah menyadarinya, bahwa mindset memiliki pengaruh sehebat itu dalam menentukan sikap dan hasil yang akan kita rasakan. Maka, tuntaskanlah ebook sederhana ini. Hanya ada 7 mindset yang saya bahas. Tidak banyak, belum semuanya, tapi 7 mindset ini adalah yang paling fundamental dalam perjuangan menghafal Al-Quran, yang harus segera kita pahami. Semoga ini bisa membimbing arah perjuangan dan menghibur setiap hati yang resah.



11



Mindset Salah #1



“Menghafal Al-Qur’an Itu Susah?”



Sahabat, jika ada yang mengatakan kepadamu bahwa menghafal Al-Quran itu susah. Ketahuilah, ia telah berdusta. Yang pertama: Harus kita pahami bahwa Al-Quran itu diturunkan oleh Allah, dan Allah yang berjanji akan menjaganya.



َ ْ ُ ٰ َ ٗ َ َّ َ َ ْ ّ َ ْ ََّ ُ ْ َ َّ ﴾ ٩ ‫الذكر واِ نا له لح ِفظون‬ ِ ‫﴿ ِانا نحن نزلنا‬



Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya. [QS. Al-Hijr [15]: 9] Keyakinan bahwa ‘Allah yang menjaganya’ amatlah penting. Agar, kita tidak punya pikiran sedikit pun bahwa Al-Quran mampu kita hafalkan dengan kecerdasan dan kemampuan kita. Demi Allah, bukan! Sungguh, Allah-lah yang menjaganya. Maka, saat seseorang bisa menghafalkan ayat-ayat Al-Quran, tidaklah itu karena kemampuan dan kehebatannya. Sejatinya itu atas kehendak Allah, sebab berarti Allah



13



berkenan menjadikannya sebagai salah satu penjaga Al-Quran. Maka, yang menjaganya adalah Allah, bukan kemampuan manusia. Jika hal tersebut telah kita pahami, maka tidak mungkin muncul kalimat ‘menghafal Al-Quran sulit’. Bagaimana mungkin kita menyebutnya sulit? Apakah kita telah menyandarkan perjuangan ini kepada kemampuan kita yang lemah ini? Ah, pantas saja kita mengeluh sulit, ternyata kita belum benar-benar meyakini bahwa yang menjaganya adalah Allah. Seringnya, kita masih mengandalkan kecerdasan dan kemampuan otak yang lemah ini. Sahabat, jika kita mengeluh sulit dalam menghafal Al-Quran, artinya kita telah menuhankan ikhtiar serta kemampuan kita dalam menghafal. Seseorang yang meyakini Al-Quran adalah karunia dari Allah, tidak akan pernah mengeluh sulit, dan bahkan mensyukri setiap perjuangannya. Sebab, kesadaran itu telah membuatnya membuang jauh-jauh penyandaran pada kemampuan diri.



14



Jika semua telah disandarkan kepada Allah, maka yang tersisa hanyalah kemudahan. Begitu juga, keyakinan kita tentang ‘Allah yang menjaganya’ akan menjadikan kita kuat dan optimis. Sebab jika Allah hendak menjadikan kita terlibat dalam penjagaan itu, tentu mudah bagi Allah membuat kita hafal, meski dengan segala keterbatasan yang kita miliki. Karena, pada akhirnya kita paham, ini tentang Ke-Maha Kuasa-an Allah, bukan tentang kemampuan lemah kita. Yang Kedua. Rasa sulit dalam menghafal sejatinya hanyalah was-was dari syetan, sedangkan kemudahannya adalah janji pasti dari Allah. Janji itu, sahabat, Allah ulang sampai empat kali dalam satu surah yang sama. Surah Al-Qomar.



ْ َ ْ ّ َ ٰ ُ ْ َ ََّ ْ َ َ َ َّ ﴾ ‫لذك ِر ف َهل ِم ْن ُّمد ِك ٍر‬ ِ ‫﴿ ولقد يس ْرنا الق ْران ِل‬



15



“Sahabat, jika kita mengeluh sulit dalam menghafal Al-Quran, artinya kita telah menuhankan ikhtiar serta kemampuan kita dalam menghafal.” @rindu_surga_



Sungguh, Kami benar-benar telah memudahkan AlQur’an sebagai pelajaran. Adakah orang yang mau mengambil pelajaran? [QS. Al-Qomar [54]: 17, 22, 32, 40] Sungguh, apakah kita lebih meyakini was-was syetan ketimbang janji Allah? Apakah kita lebih percaya dengan satu bisikan syetan, lantas eragukan sekian janji Allah? Jika seperti, sejatinya kita telah terperdaya. Maka, rasa sulit itu, sahabat, sebenarnya tidaklah nyata, abstrak. Sedangkan kemudahannya itu sangat nyata. Saya analogikan begini: Sekarang, cobalah pikirkan tentang lemoh yang sangat asam. Bayangkanlah, bahwa lemon itu engkau belah lalu engkau peras di atas mulutmu. Cobalah imajinasikan, bahwa tetestetes air lemon yang asam itu mengalir membasahi lidahmu dan kemudian masuk menuju kerongkonganmu. Nah, sahabat, pada saat membayangkannya tadi, bukankah engkau merasakan ada yang berbeda di



17



mulut dan kerongkonganmu? Seolah-olah engkau benar-benar sedang menelan air lemon tersebut. Ada semacam asam yang engkau rasakan dalam mulut dan kerongkongan. Padahal, apakah air lemon itu benar adanya? Tidak! Ia hanyalah imajinasi yang kita munculkan, tapi seolah menjadi nyata karena kita pikirkan. Ketahuilah rasa sulit itu tidak pernah ada, sampai kita mendatangkannya dengan pikiran-pikiran dan bayangan yang ditawarkan oleh syetan. Jangan percaya! Yang Ketiga: Barangkali, engkau akan mempertanyan: Jika memang menghafal Al-Quran itu mudah, dan kesulitannya tidaklah nyata, tapi mengapa saya menghafal tidak hafal-hafal, dan ayat-ayatnya tidak masuk-masuk? Sederhana saja, sahabat. Begini: Menurutmu, apakah berjalan itu mudah?



18



Ketahuilah rasa sulit dalam menghafal AlQur’an itu tidak pernah ada, sampai kita mendatangkannya dengan pikiran-pikiran dan bayangan yang ditawarkan oleh syetan. Jangan percaya! @rindu_surga_



Iya, pasti engkau sepakat, itu mudah sekali. Tapi, sahabat, apakah dahulu saat engkau masih bayi, engkau seketika bisa berjalan begitu saja? Begitu lahir langsung bisa jalan? Tidak, bukan? Meski kita telah sepakat bahwa berjalan itu mudah, kita juga harus ingat bahwa untuk sampai pada titik mudah itu, kita pernah jatuh-bangun saat pertama kali. Kita pernah terpeleset, tersandung, tergelincir, dan berbagai proses meyakitkan lainnya. Maka, begitulah, semudah apapun sesuatu, ia harus melalui tahapan proesesnya. Menghafalkan Al-Quran itu mudah! Setiap sulitnya hanyalah proses yang harus kita tempuh. Tapi tidaklah itu sebuah kesulitan, jika kita terus berjuang. Sulit itu hanya akan benar-benar menjadi sulit, jika kita berhenti hari ini. Was-was syetan yang berupa ‘perassan sulit’ itu, adalah usaha syetan untuk terus menjatuhkan per-



20



juanganmu, hingga engkau berhenti. Maka, jangan berhenti! Yang Keempat: Sahabat, adakalanya kita merasakan sulit padahal sesugguhnya ia adalah bentuk kemudahan lain yang tidak kita pahami. Begini, sahabat. Salah satu penyebab hafalan susah masuk, adalah terhalang oleh dosa dan kemaksiatan. Setiap dosa itu akan menjadi noda hitam yang menghalangi cahaya Al-Quran masuk ke dalam hati. Tapi, sahabat, kendatipun Al-Quran secara hafalan tidak masuk-masuk, ketahuilah bahwa interaksi kita yang terus-menerus dengan Al-Quran akan menggerus dan membersihkan noda-noda hitam tersebut. Sebab, setiap kebaikan akan menghapuskan kesalahan.



ٰ َّ َ ْ ْ ُ ٰ َ َ ْ َّ ﴾ ١١٤ … ِۗ‫الس ِّيات‬ ‫ۗان الحسن ِت يذ ِهبن‬ ِ …﴿



… Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik menghapus kesalahan-kesalahan… [QS. Hud [11]: 114]



21



Menghafalkan Al-Quran itu mudah! Setiap sulitnya hanyalah proses yang harus kita tempuh. Tapi tidaklah itu sebuah kesulitan, jika kita terus berjuang. Sulit itu hanya akan benar-benar menjadi sulit, jika kita berhenti hari ini. @rindu_surga_



Maka, sahabat, dalam hafalan yang tidak hafal-hafal, ada penghapusan dosa di sana. Agar, setiap hurufnya kita ulang terus menerus. Dan, sebanyak huruf yang kita baca itu, sebanyak itulah dosa akan terhapus. Sedangkan setiap hurufnya bernilai minimal sepuluh kebaikan. Maka, bukankah ini kemudahan! Kita merasa seolah menghafal itu sulit, padahal itu kemudahan yang Allah berikan untuk mendapatkan ampunan. Sungguh, menghafal itu mudah, bahkan sulitnya pun merupakan kemudahan lain.



23



KESIMPULAN Ubahlah mindset Menghafal Al-Quran itu Susah. Menjadi Menghafal Al-Quran itu Mudah



Maka, sahabat, dalam hafalan yang tidak hafal-hafal, ada penghapusan dosa di sana. Agar, setiap hurufnya kita ulang terus menerus. Dan, sebanyak huruf yang kita baca itu, sebanyak itulah dosa akan terhapus. Sedangkan setiap hurufnya bernilai minimal sepuluh kebaikan. @rindu_surga_



Mindset Salah #2



“Tidak Mau Menghafal Karena Merasa Banyak Dosa”



Sahabat, mindset ini amatlah keliru. Sebab, pemikiran tersebut seolah mengasumsikan bahwa Al-Quran hanya untuk mereka yang suci, bersih, dan tidak memiliki dosa. Padahal, jika Al-Quran hanya diperuntukkan bagi mereka yang suci dan tidak berdosa, siapakah gerangan di antara kita yang berani mengakui dirinya suci, lantas merasa berhak menghafal Al-Quran? Padahal sebaliknya, sahabat, seandainya saya ditanya siapa yang mestinya harus menghafal dan mendekat kepada Al-Quran? Maka, menurut saya, para pendosa seperti kita adalah orang yang mestinya paling semangat menghafal Al-Quran. Iya. Bukankah, telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa setiap bacaan Al-Quran akan menghapuskan dosa-dosa? Maka, bacalah sebanyak-banyaknya, hafalkan sebanyak-banyaknya, berinteraksilah dengan AlQur’an sebanyak-banyaknya, sebab dosa-dosa dalam diri kita sungguh sangat membutuhkan itu.



27



Maka, sahabat, Al-Quran pantas untuk siapapun, terlebih para pendosa seperti kita. Justru, kitalah yang paling membutuhkannya. Selayaknya hujan yang menghidupkan bumi yang telah mati. Maka, Al-Quran akan menyirami, menyejukkan, dan menumbuhkan tanam-tanaman pada setiap hati yang disiraminya. Tidak ada yang percuma, meski saat menghafal, ayat-ayatnya masih terhalang oleh dosa yang kita lakukan. Setidaknya, setiap interaksi kita bersama Al-Quran, akan semakin menggerus lapisan-lapisa dosa yang ada dalam diri kita tersebut. Maka, sahabat, hafalkanlah Al-Quran itu, meski kita merasa banyak dosa. Bukan malu menghafal karena banyak dosa, tapi teruslah menghafal sampai engkau malu berbuat dosa.



28



KESIMPULAN Ubahlah mindset Tidak Mau menghafal karena merasa banyak dosa, Menjadi Justru karena merasa banyak dosa, maka saya harus menghafalkan Al-Quran.



Bukan malu menghafal karena banyak dosa, tapi teruslah menghafal sampai engkau malu berbuat dosa. @rindu_surga_



Mindset Salah #3



“Daripada Berdosa Menghafal Tapi Tidak Bisa Mengamalkan, Lebih Baik Fokus Mengamalkan Saja”



Sahabat, barangkali, kita sering mendengar ungkapan seperti itu. Dan, berapa kali ungkapan tersebut terdengar bak senjata mematikan yang seketika menghancurkan semangat menghafal kita. Kadangkala, karena mindset itu, kita menjadi berpikir dua kali untuk menghafal atau melanjutkan hafalan, karena muncul perasaan takut berdosa saat tidak bisa mengamalkan. Melalui pesan whatsapp, ada yang pernah bertanya kepada saya: “Bagaimana jika ada orang yang punya prinsip tidak mau menghafal Al-Quran, atau tidak mau menambah hafalan baru lagi, karena takut tidak bisa mengamalkannya. Karena ada yang mengatakan bahwa seseorang yang tidak mengamalkan hafalannya akan mendapat dosa besar. Bahkan ada hadits yang menyebut orang pertama yang masuk neraka adalah penghafal quran yang tidak mengamalkannya. Jadi, dia lebih memilih untuk tidak menghafal dan hanya fokus ke pengamalan. Mohon penjelasannya..?” Maka, kita harus benar-benar memahami ini.



32



Yang pertama: Ungkapan ‘yang terpenting dari Al-Quran adalah mengamalkannya, bukan sekedar menghafalnya,’ adalah ungkapan yang tidak salah dan bahkan sangat benar. Sebab, tujuan besar dari menghafal adalah mengamalkannya. Tapi, sahabat, atas pemahaman itu, mestinya, langkah yang harus dipilih bukanlah ‘berhenti menghafal karena takut tidak bisa mengamalkan’, tapi tetaplah menghafal sedikit demi sedikit, sembari berusaha memahami apa yang dihafal itu, lalu berusaha mengamalkannya. Sebab, inilah yang dicontohkan para sahabat Nabi. Bukankah, para sahabat adalah generasi yang paling memahami ungkapan ‘yang terpenting dari Al-Quran adalah mengamalkannya, bukan sekedar menghafalnya,’? Tapi, atas pemahaman itu, tidak ada satu riwayat pun yang sampai kepada kita bahwa ada sahabat



33



yang kemudian memutuskan “Saya tidak mau menghafal, karena yang penting pengamalannya” Justru, riwayat-riwayat yang telah sampai kepada kita mengabarkan bahwa para sahabat di zaman nabi, mereka menghafal setiap 10 ayat, dan tidak menambah hafalan yang baru sampai bisa mengamalkannya. Ibnu Mas’ud mengatakan: “Kami belajar sepuluh-sepuluh ayat dan belum akan berpindah pada ayat berikutnya sampai kami mengerti makna yang terkandung dalam sepuluh ayat itu dan bagaimana mengamalkannya.” Iya, mereka menghafalnya. Bukan tidak mau menghafal karena ingin mengamalkan. Tapi mereka menghafalnya agar kemudian mudah diamalkan. Umar bin khattab menghafal surah Al-Baqarah dalam waktu 12 tahun sebab ingin memahami dan mengamalkan setiap ayat-ayatnya nya sebelum melanjutkan ayat baru. Abdullah bin Umar berhenti pada surat al-Baqarah selama delapan tahun untuk mempelajarinya dan memahami sehingga diamalkan.



34



Dan, sahabat, sekali lagi, di antara mereka, tidak ditemukan seseorang yang memilih prinsip ‘berhenti menghafal karena takut tak bisa mengamalkan’. Ada mindset yang harus diubah. Bahwa, bukan karena belum bisa mengamalkan sehingga kita berhenti menghafal, tapi hafalkan-lah ayat-ayat Allah agar kita mudah mengamalkannya. Sebab, jika yang hafal Al-Quran disebut sulit mengamalkannya, ketahuilah bahwa yang tidak hafal akan jauh lebih sulit mengamalkan. Bagaimana mungkin bisa mengamalkan secara utuh, jika tidak tahu atau hafal ayatnya? Dan, sahabat, menghafal Al-Quran merupakan salah satu bentuk pengamalan dari Al-Quran. Sebab dalam Al-Quran sendiri ada perintah untuk menghafalkannya. Maka jika mau mengamalkan Al-Quran, maka menghafalnya adalah salah satu pengamalan itu. Jadi, pilihan yang tepat bukan berhenti menghafal, melainkan tetap menghafal semampunya, mes-



35



ki sehari se-ayat, atau barangkali seminggu se-ayat, lalu berusaha memahami serta mengamalkannya. Semampunya. Jangan berhenti sama sekali. Jika tidak bisa mendapatkan keseluruhannya, maka jangan tinggalkan seluruhnya. Harus ada usaha yang dilakukan. Lalu, apakah salah, mereka yang fokus menghafal terlebih dahulu hingga 30 juz, padahal tidak paham isinya? Insya Allah tidak salah. Itulah salah satu bentuk memahami dan mengamalkan Al-Quran. Asalkan, yang menjadi catatan, tidak boleh berhenti pada proses menghafal saja. Harus ada kesungguhan untuk melanjutkan perjuangan ke tahap selanjutnya: Menjaga hafalannya, berusaha memahami kandungannya, mengamalkannya dalam hidup, mendakwahkan kebenaran Al-Quran, Istiqomah hidup bersama Al-Quran. Yang salah, jika seseorang menghafal Al-Quran lalu mencukupkan diri sampai di situ saja. Tidak ada semangat untuk melanjutkan perjuangan pada tahap



36



selanjutnya. Ingat, hafal 30 juz itu bukan tujuan akhir. Ia hanya sarana menuju tujuan sebenarnya: Mengamalkan Al-Quran dalam hidup. Kalau ada yang bilang, “Yang terpenting dari Al-Quran adalah pengamalan, bukan hafalan. Percuma hafal kalau enggak diamalin.” Ketahuilah, perkataan semacam itu hanya pantas disampaikan oleh mereka yang sudah hafal Quran serta baik dalam pemahaman dan pengamalannya. Sebab, jika yang mengatakan seperti itu bukan penghafal Al-Quran, barangkali kalimat itu keluar karena kemalasannya saja dalam menghafal, lalu alih-alih berusaha menghafal, ia malah mencari pembenaran dengan pernyataan-pernyataan seperti itu. Ketahuilah, menghafal Al-Quran adalah salah satu bentuk mengamalkan Al-Quran, sebab ada perintah menghafalkan di dalamnya. Maka, siapa yang dengan sengaja tidak mau menghafalnya, sebenarnya ia belum mengamalkannya dengan baik.



37



KESIMPULAN Ubahlah mindset daripada berdosa karena menghafal tapi tidak bisa mengamalkan,



lebih



baik



fokus



mengamalkan saja



Menjadi Hafafalkanlah Al-Quran,



agar kita lebih mudah mengamalkannya.



Ingat, hafal 30 juz itu bukan tujuan akhir. Ia hanya sarana menuju tujuan sebenarnya: Mengamalkan Al-Quran dalam hidup. @rindu_surga_



Mindset Salah #4



“Tidak Mau Menghafal Karena Takut Hilang dan Berdosa ”



Mindset ini, sahabat, juga seringkali meracuni para penghafal Al-Quran. Akhirnya, tidak sedikit para penghafal Al-Quran yang kemudian memutuskan, “Saya tidak mau menambah hafalan lagi, takut hilang dan malah berdosa.” Karena itu, ada beberapa hal yang harus kita pahami untuk meluruskan mindset keliru ini, Yang Pertama: Jika melupakan Al-Quran dengan sengaja merupakan dosa, ketahuilah bahwa sengaja tidak ingin menghafalnya merupakan dosa tersendiri. Karena itu, menghindar dari menghafalnya sementara kita sebenarnya sanggup, merupakan sebuah kesalahan. Benar, bahwa menghafal keseluruhan dari Al-Quran ‘hanyalah’ fardhu kifayah. Hanya wajib bagi sebagian orang. Tapi sahabat, jika terbersit dalam diri kita kesengajaan untuk tidak mau menghafalnya, ketahuilah bahwa menghindar dari Al-Quran merupakan dosa yang lebih mengerikan.



41



ُ َ ُ َ َّ َ ٰ ُْ َ ٰ َ َّ ُ َّ ‫﴿ َو َقال‬ ﴾ ٣٠ ‫الر ُس ْول ٰي َر ِ ّب ِان ق ْو ِمى اتخذ ْوا هذا الق ْران َم ْهج ْو ًرا‬



Rasul (Nabi Muhammad) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini (sebagai) sesuatu yang diabaikan.” [QS. Al-Furqon [25]: 30] Sungguh, sahabat, ambillah perjuangan apa saja yang bisa engkau ambil untuk Al-Quran ini. Karena, demi Allah, di hari kiamat nanti, akan ada golongan yang diadukan oleh Nabi Muhammad kepada Allah. Mereka adalah sekolompok orang yang mengabaikan Al-Quran. Golongan itu, salah satunya, adalah mereka yang memilih berpaling dan menghindar dari Al-Quran. Padahal, sahabat, dalam ayatnya Allah memerintahkan kita untuk berpegang kuat kepada Al-Quran ini.



42



“Sungguh, sahabat, ambillah perjuangan apa saja yang bisa engkau ambil untuk Al-Quran ini. Karena, demi Allah, di hari kiamat nanti, akan ada golongan yang diadukan oleh Nabi Muhammad kepada Allah. Mereka adalah sekolompok orang yang mengabaikan Al-Quran.” @rindu_surga_



ُ َ َ َ ً َ ّٰ َ ْ َ ْ ﴾ ١٠٣ … ‫الل ج ِم ْيعا َّولا تفَّرق ْوا‬ ِ ‫﴿ َواعت ِص ُموا ِبح ْب ِل‬ Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali Allah, janganlah bercerai berai … [QS. Ali-Imran [3]: 103] Mayoritas, para mufassirin menjelaskan yang dimaksud tali Allah adalah Al-Quran. Maka, peganglah kuat-kuat Al-Quran itu. Jika menghafalnya membuat kita takut kehilangan Al-Quran, ketahuilah bahwa sengajanya engkau tidak menghafalnya membuatmu telah kehilangan Al-Quran sebelum memilikinya Sahabat, jika kita tidak mau menghafalnya hanya karena takut lupa dan berdosa, maka mestinya kita lebih takut kehilangan Al-Quran dalam hidup saat kita tidak menghafalnya. Yang Kedua: Nampaknya, pada ungkapan Tidak Mau Menghafal Karena Takut Hilang dan Berdosa tersebut, ada logika yang error.



44



Itu terdengar seperti orang-orang yang juga mengatakan, “Saya tidak mau mulai bisnis, karena takut gagal.” Atau, “Saya tidak mau keluar rumah, karena takut sakit dan terluka.” Padahal, mereka butuh uang untuk kebutuhan hidup, dan mereka butuh keluar rumah untuk menyelesaikan banyak keperluan. Bukankah, kita semua akan sepakat, bahwa jika takut gagal dalam berbisnis, maka langkah yang diambil bukanlah ‘tidak memulai bisnis,’ tapi mulailah bisnis itu sembari mempelajari ilmunya, dan melakukan hal-hal yang dapat mencegahnya dari kegagalan. Begitu juga, jika takut sakit, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pencegahan yang tepat, bukan malah tidak keluar sama sekali dari rumah lantaran takut sakit. Karena itu, logika yang benar, jika kita takut hafalan hilang, yang mestinya kita lakukan bukan lah tidak mau menghafalnya, akan tetapi hafalkanlah



45



sembari melakukan pencegahan-pencegahan agar hafalan tidak terlupa, seperti me-murojaah hafalan yang dimiliki. Bukanah begitu? Lucu sekali, orang-orang yang takut kehilangan Al-Quran, tapi tidak berani memilikinya. Seperti orang yang takut kehilangan motor, maka ia tidak pernah mau membeli motor. Alhasil, hidupnya susah sendiri. Yang Ketiga: Tentang ungkapan ‘takut lupa sehingga malah menjadi dosa’, maka harus dipahami dengan benar, bahwa yang berdosa bukanlah yang lupa, tapi yang sengaja melupakan. Jadi, kekhawatiran seseorang akan hilangnya hafalan seharusnya tidak membuatnya meninggalkan hafalan, jika sejak awal niatnya menghafal benar-benar ingin menjaga dan mengamalkan Al-Quran. Sebaliknya, yang sejak awal memang tidak ber-



46



“Sahabat, jika kita tidak mau menghafalnya hanya karena takut lupa dan berdosa, maka mestinya kita lebih takut kehilangan Al-Quran dalam hidup saat kita tidak menghafalnya.” @rindu_surga_



niat untuk menjaga dan mengamalkan Al-Quran biasanya menjadikan kekhawatiran itu sebagai alasan untuk tidak mau menghafal. Dalihnya, daripada berdosa, katanya. Padahal, tidak ada dosa bagi mereka yang sungguh-sungguh menjaganya, meskipun hafalan itu belum sempurna terjaga. Karena, sahabat, yang wajib bagi penghafal Al-Quran adalah mengulang-ulangnya, bukan ingatnya. Jika terus mengulang belum membuatnya ingat, maka tidak masalah, terus saja diulang. Ada pahala besar di sana. Sebaliknya, jika ada yang hafalannya kuat dalam ingatan, padahal tidak pernah diulang atau di-murojaah, itulah yang berdosa. Karena, yang wajib adalah murojaah nya, bukan ingatnya. Jadi, jangan takut hilang, hafalkan saja sembari terus me-murojaah hafalannya.



48



Yang Keempat: Sahabat, jika kita memang belum punya kemampuan dan waktu lebih untuk menghafalkan Al-Quran, maka jangan sampai ada sebersit pun niat ‘tidak mau menghafalkannya’. Minimal, haruslah ada keinginan dan angan-angan kita menghafal Al-Quran. Iya, minimal harus ada rasa pengen walaupun hanya sedikit. Sebab, demi Allah, Al-Quran ini adalah nikmat yang besar dari Allah, dan nikmat besar ini kelak akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah.



ُ ْ َّ ْ ٰ َ َ َّ َ ْ َ َ ْ ُّ ْ ْ َْ ْ َ َ َ ٤٣ ‫اط مست ِقي ٍم‬ ٍ ‫ي او ِحي ِاليك ِۚانك على ِصر‬ ٓ ‫﴿ فاستم ِسك ِبال ِذ‬ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ٌ ْ َ ٗ َّ َ ﴾ ٤٤ ‫واِ نه ل ِذكر لك و ِلقو ِمكۚوسوف تس َٔـلون‬ Maka, berpegang teguhlah pada (Al-Qur’an) yang



telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya engkau berada di jalan yang lurus. Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) benar-benar merupakan kemuliaan bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan dimintai pertanggungjawaban. [QS. Az-Zukhruf [43]: 43-44]



49



Perhatikanlah ayat di atas, sahabat. Bahwa Al-Quran adalah kemulian yang diberikan kepada kita, maka bagaimana jika kelak di hari kiamat Allah bertanya tentang Al-Quran dalam hidup kita? Bagaimana orang-orang yang menyengaja dan tidak punya niat sedikit pun untuk menghafalnya akan menjawab di hadapan Allah?



50



KESIMPULAN



Ubahlah mindset Tidak Mau Menghafal



Karena Takut Hilang dan Berdosa.



Menjadi Jika Tidak Mau Kehilangan



Al-Quran dalam Hidup, Maka Hafalkanlah, Itulah Cara Terbaik Agar Tidak Kehilangan Al-Qur’an



Mindset Salah #5



“Menghafal Al-Qur’an Itu Mudah Sedangkan Menjaganya Susah”



Bukankah, engkau pun sering mendengar ungkapan seperti itu? Tidak ada yang salah dari kalimat pertama, yang menjadi masalah adalah kalimat kedua yang menyebut menjaga Al-Quran itu susah. Yang Pertama: Sahabat, mindset semacam ini harus segera kita perbaiki. Iya, sebab, jika tidak, akibatnya sangat fatal. Sadar atauapun tidak, mindset bahwa murojaah itu sulit, hari ini seringkali dijadikan senjata bagi para penghafal Al-Quran untuk memaklumi kemalasan dan kelalaiannya dalam menjaga hafalan. Saat akhirnya hafalan seseorang banyak yang hilang dan terlepas, hatinya berbisik “Ah tidak mengapa, menjaga Al-Quran memang susah. Allah juga tahu kok,” Iya, mereka mamklumi kemalasannya dengan cara pandang yang salah. Padahal sahabat, seharusnya mindset yang kita



53



miliki adalah, menghafal Al-Quran itu mudah, dan menjaganya nikmat. Ziyadah itu mudah, murojaah itu nikmat. Tapi, bukankah faktanya murojaah itu memang susah, dan menjaga Al-Quran itu berat? Iya, memang begitulah faktanya. Tapi, sahabat, saya ingin kita tidak fokus pada berat dan susahnya, tapi fokuslah pada menikmatinya. Sesulit apapun, saat kita menikmatinya, pasti akan terasa ringan dan membahagiakan. Begini, sebagai contoh, saat kita bermain game online di handphone misalnya, bukankah bermain game itu ada tingkat kesusahannya? Apalagi, jika lawan main kita adalah player pro yang tak terkalahkan. Bukankah, susah untuk memenangkan permain darinya? Tapi, kendati pun susah, mengapa saat memainkannya kita mampu menikmati dengun penuh tawa dan bahagia, bahkan saat permainan itu usai, kita menjadi ketagihan dan ingin mengulanginya lagi?



54



Padahal, susah. Jawabannya, karena kita fokus pada menikmatinya, dan tidak peduli pada susahnya. Bahkan, rasa susahnya menjadi tantangan dan keseruan tersendiri saat bermain game. Begitu jugalah dalam murojaah dan menjaga Al-Quran, fokuslah pada menikmati hafalan yang telah mati-matian kita dapatkan itu, lalu abaikan rasa susah dan beratnya, sejatinya dalam susahnya ada kenikmatan dan keseruan tersendiri. Maka, sekali lagi, Menghafal Al-Quran itu Mudah, dan Menjaganya Nikmat. Yang Kedua: Sebenarnya, sahabat, mengulang hafalan itu mestinya selalu lebih mudah daripada saat menghafalkan pertama kalinya. Saat pertama kali menghafalkannya, kita harus mengerahkan seluruh fokus dan pikiran kita untuk mendapatkan hafalan yang sebelumnya tidak kita miliki. Memasukkan sesuatu yang belum ada dalam ingatan, tentu perlu perjuan-



55



“Begitu jugalah dalam murojaah dan menjaga Al-Quran, fokuslah pada menikmati hafalan yang telah mati-matian kita dapatkan itu, lalu abaikan rasa susah dan beratnya, sejatinya dalam susahnya ada kenikmatan dan keseruan tersendiri.” @rindu_surga_



gan yang besar. Akan tetapi, saat mengulang kedua-kalinya, bukankah hafalan itu sudah ada dalam ingatan kita? Dan, kita hanya perlu memanggil kembali sebelum ia terlepas? Maka, menghafal Al-Quran (ziyadah) seharusnya lebih susah dibandingkan mengulang kedua kalinya (murojaah). Ini merupakan sesuatu yang kita sepakati. Sebagaimana analogi ayam. Menurutmu, mana yang lebih susah, menangkap ayam yang masih berkeliaran, atau menjaga ayam yang sudah ada di dalam kendang? Tentu, kita sepakat menjawab, menjaga ayam di dalam kandang jauh lebih mudah dibadingkan menangkap ayam yang masih berkeliaran di luar. Maka, jika murojaah itu terasa lebih sulit, ada sesuatu yang salah, karena bagaimana pun mengulang yang kedua kali seharusnya lebih mudah daripada saat pertama kali menghafalnya. Lalu, apa yang salah? Kesalahan dari proses murojaah yang sering terjadi,



57



yaitu mengulang hafalan setelah masa ingatnya berakhir. Dengan kata lain, setelah lupa baru di-murojaah. Itulah yang menyebabkan murojaah terasa berat dan tidak nikmat. Seperti menjaga ayam di dalam kandang, tidak akan pernah terasa sulit, kecuali jika ayam tersebut sudah terlepas dari kandangya. Akhirnya harus berjuang menangkap ulang ayam tersebut. Susah. Capek. Berat. Itulah yang sering terjadi, seseorang mengeluhkan murojaahnya yang berat, padahal yang ia lakukan tidak lagi disebut murojaah, tapi sebenarnya ziyadah ulang. Karena itu, perlu dipahami, murojaah yang benar adalah murojaah sebelum masa ingatnya berakhir. Murojaah seperti itu tidak akan terasa berat, bahkan terasa nikmat. Maka, siapa saja yang sering mengeluhkan murojaah terasa berat, dipastikan bahwa ia terbiasa me-murojaah hafalannya saat sudah terlupa.



58



KESIMPULAN



Ubahlah mindset Menghafal itu mudah,



sedangkan menjaganya berat.



Menjadi Menghafal itu mudah, dan



menjaganya nikmat.



“Maka, siapa saja yang sering mengeluhkan murojaah terasa berat, dipastikan bahwa ia terbiasa me-murojaah hafalannya saat sudah terlupa.” @rindu_surga_



Mindset Salah #6



“Fokus Dulu Ziyadah, Agar Nanti Tinggal Murojaah”



Sungguh, sahabat, inilah mindset yang sebagian besar dimiliki para penghafal Al-Quran hari ini. Saya sudah berkeliling di berbagai pondok tahfizh, bertemu dengan ratusan bahkan ribuan para penghafal Al-Qur’an, tapi sangat disayangkan bahwa praktek ‘ziyadah dulu’ telah mendominasi perjuangan para penghafal Al-Quran hari ini? Mungkin, engkau juga salah satunya. Tapi, sahabat, sebelum menyampaikan pembahasan tentang ini, saya ingin mengatakan bahwa apa yang akan saya sampaikan ini adalah murni apa yang saya yakini berdasarkan pengalaman dan arahan dari guru-guru kami. Dengan segala hormat, saya sama sekali tidak menyalahkan guru-guru, dan ustadz-ustadz lain terkait sistem apapun yang mereka berlakukan untuk santri-santrinya. Insya Allah, semua memiliki niat yang baik dan mulia. Ini hanyalah keyakinan pribadi yang saya sendiri memiliki hak untuk menyebarkannya.



62



Yang Pertama: Kita harus memahami kembali konsep murojaah yang sesungguhnya. Telah saya sampaikan pada pembahasan sebelumnya, bahwa murojaah adalah mengulang hafalan sebelum masa ingatnya berakhir. Maka, dalam konsep ”ziyadah dulu aja, baru nanti tinggal murojaah,” sebenarnya yang terjadi tidak sesederhana itu. Sebab, saat kemudian proes ziyadah sudah selesai 30 juz, yang terjadi, hafalan-hafalan yang sebelumnya sudah disetorkan, ternyata hilang dan tidak bisa diulang kembali. Iya, masa ingatnya sudah berakhir. Maka, untuk hafalan yang masa ingatnya sudah berakhir, tidak akan bisa di murojaah karena hafalan sudah tidak ada lagi, akan tetapi harus melakukan ziyadah ulang. Sehingga, niat yang awalnya ”ziyadah dulu aja, baru nanti tinggal murojaah,” akhirnya menjadi ”ziya-



63



dah dulu aja, nanti baru ziyadah ulang.” Mengapa disebut ziyadah ulang? Iya, sebab dipaksa murojaah pun tidak akan bisa, sebelum diulang kembali ziyadah-nya. Dan, bukankah ini malah menjadi kerja dua kali, dan menjadi tidak efektif? Tapi, kan minimal mengulang yang kedua kalinya nanti lebih mudah? Iya benar, yang kedua-kalinya akan lebih mudah, tapi siapa yang dapat memastikan bahwa kita masih punya energi lagi? Bagaimana jika yang terjadi justru sudah terlanjut stres, puyeng, bingung, frustasi dan putus asa? Sahabat, saya sering memberikan sebuah analogi seseorang yang mendaki gunung. Benar, bahwa saat pendakian pertama, pasti terasa susah, sedangkan yang kedua kalinya lebih mudah karena kita sudah mulai hafal. Tapi, sahabat, siapa yang bisa memastikan bahwa



64



kita punya cukup energi lagi untuk mendaki kedua kalinya. Mengapa tidak sejak pendakian pertama kita menikmati semuanya dan menyelesaikan segala urusannya, sehingga kita tidak perlu mengulang pendakian dua kali dan bahkan berkali-kali? Sahabat, percayalah, saya sudah bertemu dengan sekian penghafal Al-Quran yang menyesal karena meninggalkan murojaah. Saat menghafal, mereka fokus hanya pada ziyadah, tapi saat ziyadahnya sudah 30 juz, tidak ada sedikit pun hafalan yang mereka miliki. Dan, mereka bilang, tidak ada kebahagiaan yang bisa mereka rasakan. Bahkan, perjuangan tersebut hanya menyisakan beban berat dan rasa bersalah. Yang Kedua: Sahabat, tanyalah pada dirimu sendiri, hafalan ini sebenarnya untuk siapa? Bukankah mengherankan, para penghafal Quran



65



“Mengapa tidak sejak pendakian pertama kita menikmati semuanya dan menyelesaikan segala urusannya, sehingga kita tidak perlu mengulang pendakian dua kali dan bahkan berkali-kali? ” @rindu_surga_



yang berani mati-matian memperjuangkan ziyadah 30 juz, tapi begitu lemah giliran disuruh murajaah. Pertanyaan saya sederhana: Jadi hafalanmu sebenarnya untuk siapa? Untuk gelar 30 juz, atau untuk Allah?! Mestinya, hafalan yang ikhlas karena Allah, tak pernah rapuh dalam murojaah, takkan melemah meski berat dirasa. Sebaliknya, hafalan yang sekadar mengejar gelar 30 juz, begitu lemah dan teramat rapuh. Sebab, tak ada alasan kuat yang menahanmu tetap bertahan. Kau menginginkan 30, dan kau telah mendapatkannya. Lalu selesai. Selemah itu. Ketahuilah, bahwa hakikat menghafal adalah murojaah, kapan pun kita berhenti murojaah, saat itu kita bukan lagi penghafal Al-Quran. Jangan katakan hafalanmu 30 juz, jika yang engkau ulang-ulang hanya 5 juz. Tapi, katakan saja hafal 5 juz.



67



Jangan katakan ‘pernah hafal 30 juz’, sebab jika sejak awal kamu tak pernah menjaganya, engkau sebenarnya belum pernah menghafalnya. Menghafal Al-Quran itu bukan tentang seberapa cepat kita menyelesaikannya, melainkan seberapa kuat kita sanggup mempertahankannya. Banyak yang sanggup berjuang mengerahkan segenap tenaga untuk ziyadah, tapi tak mau mengeluarkan energi yang sama pada saat murojaah. Maka, saya ulangi pertanyaannya: Untuk siapa sebenarnya kita menghafal? Jika untuk Allah, maka murojaah mestinya lebih kita nikmati daripada ziyadah. Sebab, dalam murojaah ada bukti cinta dan syukur kepada-Nya. Jika untuk manusia, wajar saja ziyadah prioritas utama, sebab semakin banyak jumlah ziyadah semakin tampak hebat di hadapan manusia. Manusia selalu menilai jumlah, sedangkan Allah menilai kualitas. Sekarang, lihatlah diri sendiri. Pada yang mana



68



kita merasa nikmat? Murojaah, atau kah ziyadah? Yang Ketiga: Seseorang pernah memberikan argument kepada saya, katanya: “Ziyadah sambil murojaah itu berat, sebab fokus kita terbagi, ada beban ziyadah dan ada beban murojaah. Maka, supaya tidak berat, selesaikan dulu satu persatu bebannya. Selesaikan dulu ziyadah, baru nanti tinggal murojaah.” Saya tidak sepakat dengan pemikiran tersebut. Ada beberapa mindset yang harus dibenahi dari pemikiran tersebut. Seolah, bahwa ziyadah dan murojaah adalah beban. Hal ini sudah kita bahas di bab sebelumnya. Bahwa, salah satu kesalahan terbesar penghafal Al-Quran adalah menjadikan murojaah sebagai beban. Padahal, sahabat, murojaah bukanlah beban. Murojaah adalah cara kita menikmati perjuangan. Jika suatu saat kita telah menabung mati-matian untuk membeli sebuah mobil, hingga akhirnya kita



69



berhasil membelinya, apakah selanjutnya kita akan menelantarkan mobil tersebut? Ataukah, kita akan menikmatinya? Iya, kita pasti akan menikmatinya. Ketahuilah, bahwa murojaah adalah cara kita menikmati perjuangan. Atas segala pengorbanan yang sudah kita lakukan untuk mendapatkan hafalan, apakah kita rela menelantarkan hafalan itu begitu saja setelah kita dapatkan? Sahabat, setidaknya hargailah perjuangan diri kita sendiri, bukankah kita telah berjuang susah-payah? Iya, kita sudah! Maka, diri kita butuh menikmati perjuangan itu. Jangan ditinggalkan begitu saja apa yang telah mati-matian kita dapatkan! Yang Keempat: Beberapa orang menerapkan konsep ‘ziyadah dulu’ biasanya karena ingin cepat menyelesaikan target 30 juz.



70



Sahabat, dengan memahami argument-argumen sebelumnya, sebenanrya kita sudah bisa menilai bahwa cara terbaik untuk mendapatkan hafalan yang cepat dan kuat adalah dengan tidak melepaskannya. Saat kita fokus pada ziyadah dan melepaskan murojaah, barangkali nampaknya cepat, tapi ketahuilah sebenarnya itu hanya akan membuat perjuangannya berkali-kali lebih berat. Iya, sebab kita menjadi harus mengulangi perjuangan lagi. Sungguh, konsepnya adalah sebagaimana Allah ajarkan dalam Al-Quran.



َ َ ُ ََ َ َّ ََ َ ُ َ َ ْ‫﴿ َواِ ْذ َتاَّذن َر ُّبك ْم لى ِْٕن َشك ْر ُت ْم لاز ْي َدنَّك ْم َولى ِْٕن كف ْر ُت ْم ِان َعذ ِابي‬ ِ ٌ َ َ ﴾ ٧ ‫لش ِد ْيد‬ (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesung-



guhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” [QS. Ibrahim [14]: 7] Iya, bahwa bersyukur adalah kunci ditambah-



71



“cara terbaik untuk mendapatkan hafalan yang cepat dan kuat adalah dengan tidak melepaskannya.” @rindu_surga_



kannya nikmat. Hafalan Al-Quran adalah nikmat yang besar dari Allah, maka nikmat ini akan Allah tambahkan jika kita mampu terlebih dahulu bersyukur. Ketahuilah, bersyukurnya penghafal Al-Quran adalah dengan menjaga hafalannya. Sebaliknya, siapa yang kufur terhadap nikmat-Nya, sungguh Azab Allah sangatlah pedih. Dan, bukankah kegelisahan, frustasi, kesedihan, rasa bersalah, merupakan salah satu bentuk dari azabnya? Dan, bukankah itu yang sering dirasakan penghafal Al-Quran yang tidak menjaga hafalannya? Yang fokus hanya pada ziyadah tapi tidak mau menoleh sedikit pun untuk murojaah. Iya, mereka menghafalkan Al-Quran, tapi hatinya selalu gelisah dan jauh dari ketenangan. Barangkali sahabat, obatnya hanya dengan mensyukuri hafalan yang sudah ada. Bersyukurlah, karena itulah cara tercepat untuk mengundang tambahan nikmat dari-Nya.



73



Murojaah-lah, karena itulah cara tercepat untuk mengundang hafalan-hafalan baru berikutnya.



74



KESIMPULAN



Ubahlah mindset Fokus Ziyadah dulu



aja biar nanti tinggal murojaah. Menjadi Fokuslah pada mensyukuri hafalan yang ada, maka nanti akan Allah tambahkan!



Mindset Salah #7



“Target Terbesar Menghafal Al-Qur’an Adalah 30 Juz”



Banyak yang mengira, bahwa capaian tertinggi dari menghafal Al-Qur’an adalah hafal 30 juz. Sahabat, ketahuilah, hadiah terbesar dari menghafal bukanlah 30 juz. Dan, bahkan, jika engkau adalah seorang musyrif tahfizh, katakanlah kepada murid-muridmu, jangan menjadikan 30 juz menjadi tujuan utama dalam menghafal. Begini, sahabat, jika tujuanmu adalah 30 juz, pertanyaanya, setelah selesai 30 juz nanti, apa? Apakah engkau akan berhenti dari pejuangan ini? Apakah engkau sudah merasa selesai dan berencana mengakhiri perjuangan? Ah, ternyata bukan itu finishnya, sahabat. Bukan itu hadiah terbesarnya. Maka, sejak awal jangan pernah meletakkan 30 juz pada puncak targetmu. Demi Allah, jangan!



77



Renungilah ayat berikut:



ْ َ َ َ ْ َّ َ ّ َ ْ َ ْ ﴾ ١ ۚ‫﴿ ِاقرأ ِباس ِم ر ِبك ال ِذي خلق‬



Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!. [QS. Al-‘Alaq [96]: 1-2] Ayat di atas, merupakan salah satu dalil perintah membaca dan menghafalkan Al-Quran. Dahulu, saat pertama kali turun, ayat ini ditujukkan kepada Nabi SAW yang merupakan ummi (tidak bisa baca-tulis). Maka perintah ‘bacalah’ dalam ayat tersebut juga berarti hafalkan, sebab Nabi SAW tidak mungkin bisa membacanya kecuali dengan menghafalkannya terlebih dahulu. Maka, menghafal yang benar adalah menghafal yang menyertakan nama Allah, yaitu menghafal atas nama Allah: Ikhlas. Dan, engkau tahu, sahabat, ending dari surah ini adalah firman Allah:



78



َ ْ َ ْ ُ ْ َ ُ ْ ُ َ ََّ ْ ﴾ ١٩ ࣖ ۩ ‫﴿ كلاۗ لا ت ِطعه واسجد واقت ِرب‬ Sekali-kali tidak! Janganlah patuh kepadanya, (tetapi) sujud dan mendekatlah (kepada Allah). [QS. Al-‘Alaq [96]: 19] Iya, sahabat, ayatnya berbicara tentang ketundukan dan kedekatan kepada Allah. Itulah tujuan besarnya! Sungguh, Allah memerintahkan kita membaca dan menghafal Al-Quran, semua itu haruslah karena Allah semata, dan mengfahal yang benar tersebut ternyata ujungnya bukanlah selesai 30 juz, tapi ujungnya adalah semakin dekat serta sujud merendah kepada-Nya. Ujungnya, adalah kita tidak patuh kepada siapapun, kecuali Allah. Sekali-kali tidak! Janganlah patuh kepadanya, (tetapi) sujud dan mendekatlah (kepada Allah). Maka, sahabat, jika ditanya apa hadiah terbesar dari menghafal Al-Quran? Hadiah terbesar itu adalah



79



ketundukan hati yang semakin bertambah kepada sang pencipta, seiring bertambahnya ayat-ayat yang dihafal. Karena, bukankah ada orang-orang yang selesai 30 juz, tapi menerbitkan kesombongan dalam hatinya? Iya, ada yang selesai 30 juz, tapi menjadikannya semakin jauh dari Allah. Mengapa hal itu terjadi? Barangkali, selama ini dia menghafal bukan untuk Allah, melainkan menuruti syahwat dunianya. Sebaliknya, sahabat, bukankah ada juga yang melewati masa yang teramat panjang menghafal Al-Quran, lalu tak juga ia dapatkan 30 juz itu. Tapi, hatinya senantiasa bersorak bahagia setiap kali duduk berduaan dengan Al-Quran. Duhai, beruntungnya Penghafal Quran yang memiliki rasa itu. Bahagianya tak lagi dibatasi oleh angka-angka dunia. Bahagianya sesederhana ungkapan ‹Asalkan bisa terus bersama Al-Quran›. Maka, sambutlah hadiah terbesar itu, sahabat.



80



“Maka, sahabat, jika ditanya apa hadiah terbesar dari menghafal Al-Quran? Hadiah terbesar itu adalah ketundukan hati yang semakin bertambah kepada sang pencipta, seiring bertambahnya ayat-ayat yang dihafal.” @rindu_surga_



Bukan 30 juz. Bukan juga seberapa banyak hafalan. Hadiah besar itu, berupa ketundukan hati yang semakin bertambah, seiring bertambahnya ayat-ayat yang dihafal. Tak mengapa belum kunjung selesai. Tak mengapa lebih lambat dari yang lain. Bahkan, tak mengapa masih terbata-bata. Jika dengan itu, bertambah kemesraan kepada Allah. Jadi, mengapa perlu kecewa? Itulah hadiah terbesarnya! Demi Allah, jagalah hadiah besar itu! Mulai hari ini, jangan pedulikan apa-apa lagi, selain ridho Allah. Bahwa, tak peduli apapun hasilnya, asalkan Allah ridho, maka nikmatilah perjuangannya. Sahabat, kesadaran ini begitu penting. Sebab, banyak kutemui para penghafal Al-Quran yang mengeluh dengan hafalannya yang lambat, stres karena hafalannya yang tak lancar-lancar, putus asa karena perjuangan tak kunjung membuahkan hasil. Demi Allah, mereka lupa dengan hadiah terbesarnya. Seolah 30 juz adalah segalanya dan kebaha-



82



giaan hanya ada pada saat kita mendapatkannya. Padahal, sahabat, penghafal Al-Quran itu harus bahagia saat bersama Al-Quran, bukan malah stres penuh beban. Sebab yang nikmat itu kebersamaannya, bukan selesainya. Ingatlah! Yang terpenting, bukan selesai, tapi semakin tunduknya diri ini kepada Allah! Ketundukan hati kepada Allah adalah hadiah terbesarnya, sedangkan selesai hanyalah bonusnya.



83



KESIMPULAN



Ubahlah mindset Target terbesar dari



menghafal Al-Qur’an adalah 30 juz.



Menjadi Target terbesar dari menghafal



Al-Qur’an adalah ketundukan hati yang semakin bertambah kepada Allah seiring bertambahnya hafalan



TERAKHIR Untuk Diingat



Percayalah, sahabat, jika murojaah hari ini berat, maka menundanya jauh lebih berat. Jika murojaah hari ini berat, maka menundanya akan menjadikan beratnya bertambah. Saat rasa beratnya telah melebihi kemampuan kita, bukan tidak mungkin, kita tak akan sanggup lagi bangkit. Itulah mengapa banyak yang menyerah dalam menghafal. Semua berawal dari ‘menunda murojaah’ Sangat disayangkan, saat Allah berjanji tidak akan membebani kita melebihi kemampuan, kita justru membebani diri sendiri dengan beban yang tak sanggup kita pikul. Menunda murojaah = Menumpuk beban.



86



87



88