08 - Pelayaran Tanpa Layar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PELAYARAN TANPA LAYAR Lokasi pertunjukan: Di tengah halaman yang luas, berdiri sebuah buaian kaliang, sejenis ayunan yang berputar secara vertikal. Mempunyai 4 buah sangkar atau kotak kayu besar yang dapat ditempati masing-masing 2 orang dewasa. Merupakan alat hiburan bagi masyarakat tradisi khususnya di daerah Minangkabau, yang biasanya diadakan pada setiap hari raya Idul Fitri atau hari-hari besar lainnya. Lapangan sekeliling buaian kaliang dihiasi dengan gaba-gaba, tiang-tiang bambu yang dilengkungsambungkan, dihiasi daun kelapa. Secara keseluruhan kesan yang ditimbulkan adalah sebuah tempat keramaian sebagaimana lazimnya pada peringatan hari-hari besar di kampung-kampung. Penonton bebas duduk di tikar, di kursi atau berdiri sekeliling garis atau tanda pembatas. Mungkin sambil makan kacang, sate, mie telor, pisang goreng, jagung rebus, es Walls, cocacola ataupun KFC. Para pemain: * Pemain pada setiap sangkar buaian kaliang: Sangkar I : Putra I. Ikut bersamanya seorang pemusik talempong/tasa Sangkar II : Putra II. Ikut bersamanya seorang pemusik talempong/dol Sangkar III : Putra III. Ikut bersamanya seorang pemusik talempong/dol Sangkar IV : Pakar. Ikut bersamanya seorang penabuh gendang/dol * Pemain yang akan bermain sekeliling lapangan buaian kaliang: - 12 orang, pemain drama, sekaligus untuk penyanyi rap, koor, pemain randai, pemusik rebana, penari latar, pembawa panji-panji, pemukul gong, penyebar wewangian dan setanggi, pembawa alat-alat; kursi, trap, tikar, petromak dlsbnya. - 4 orang pemusik modern; gitar, akordion, biola, gendang, dll. - 4 orang pengayun buaian kaliang. 206



Pola permainan: 1. Pelayaran Tanpa Layar



merupakan pagelaran yang dilaksanakan di alam



terbuka, agar penonton atau pemain tidak terhalang datang dan menonton dari manapun mereka berada. Berlangsung pada dua tempat secara bergantian: pertama, sekeliling lapangan buaian kaliang secara berpindah-pindah dan kedua, pada sangkar-sangkar buaian kaliang baik ketika sedang diayun maupun waktu dihentikan. 2. Untuk melaksanakan Pelayaran Tanpa Layar diperlukan bunyi-bunyian. Musik terdiri dari; musik talempong yang dimainkan oleh pemainnya yang berada pada keempat sangkar ayunan (talempong pacik dan gendang) musik tasa (tiga buah dol dan satu buah tasa) dan musik modern (biola, akordion, gitar, rumba, dll). 3. Musik talempong dan musik tasa bermain berganti-ganti sebagai interval bagian peristiwa yang berlangsung pada buaian kaliang selama berputar. Musik modern dimainkan berganti-ganti sewaktu peristiwa berlangsung di lapangan sekeliling buaian kaliang. 4. Dialog yang terjadi antar mereka sewaktu buaian kaliang berputar merupakan dialog pendek-pendek, sedangkan bila buaian kaliang berhenti dialog terjadi agak sedikit panjang. Teknik dialog akan memakai cara orang bicara di pantai atau pada bengkel besi. 5. Dialog-dialog dihidupkan dengan mengemukakan persoalan-persoalan yang aktual, ungkapan, idiom dan bahasa yang akrab dengan penontonnya, tetapi tidak ke luar dari pola penceritaan yang telah dibakukan pada teks/naskah. 6. Mereka yang bermain di lapangan dapat berganti peran dan berpindah-pindah sekeliling buaian kaliang. Pergantian dan perpindahan berlangsung saat perhatian penonton beralih pada pemain yang sedang berada di atas buaian kaliang. Latar cerita Di dalam Tambo Alam Minangkabau diterangkan bahwa sekalian raja-raja nusantara berasal dari Raja Iskandar Zulkarnain. Kerajaannya maha luas, terbentang dari masyriq dan magrib. Mempunyai tiga orang putra. Ketiga putranya diharuskan melakukan pelayaran menjalani semua daerah/wilayah kerajaan untuk dirajakan 207



pada wilayah-wilayah tertentu. Membagi bumi menjadi tiga penguasa seperti memotong buah semangka. Dalam pelayaran yang panjang itulah, ketiga putra raja Iskandar Zulkarnain melihat dan mengalami berbagai macam dan ragam kehidupan; 



Mereka tiba pada sebuah kehidupan di dataran yang tandus, gersang dan kering akibat ulah manusia yang tidak dapat mengendalikan diri dalam pembangunan.







Lalu mereka menyaksikan pula kehidupan masyarakat pada beribu kepulauan. Karena kebodohan, semua pulau akhirnya menjadi milik orang lain dan diperjual belikan.







Selanjutnya mereka masuk kekehidupan yang penuh kemuskilan; korupsi, kolusi, pelanggaran hak asasi, keadilan yang diperjual belikan dan seterusnya.







Para putra pun tergoda untuk memiliki segalanya tapi mereka merasa tidak puas. Saat mereka menganggap bahwa takdirlah yang salah, saat itu mahkotanya jatuh. Orang-orang disuruh mencari. Tapi karena tidak jelas mahkota itu seperti apa, orang-orang jadi ragu. Mereka tidak mau mencari sesuatu yang tidak jelas.







Mahkota yang hilang itu harus diganti. Untuk itu mereka menyuruh buat mahkota kembali kepada Pakar, meniru bentuk mahkota yang asli. Karena kebiasaan minta petunjuk, Pakar juga minta petunjuk tentang pembuatan mahkota.







Setelah mahkota selesai, mereka berusaha mendarat. Sewaktu mendarat pada suatu tempat, mereka ditolak, karena memakai mahkota yang palsu. Orang-orang di sana tidak mau lagi terhadap sesuatu yang palsu, apalagi sebuah mahkota. Para putra sangat kesal karena orang-orang tahu mahkotanya palsu. Mereka mencari siapa yang membocorkan rahasia.







Pakar terbunuh secara misterius. Para putra segera membungkam seseorang yang akan diajukan ke pengadilan sebagai pembunuh. Walau orang-orang mengatakan bahwa seseorang itu bukan pembunuh, tapi putra mahkota tetap membawa orang itu sebagai tertuduh.







Akhirnya para putra pergi ke suatu daerah di mana penduduknya tidak pernah mempersoalkan sesuatunya asli atau palsu. Dan benar. Salah seorang putra mendarat di sana. Orang-orang gembira



menyambutnya, karena yang datang adalah anak raja walau dengan mahkota yang palsu. Bagi mereka kedatangan putra raja sama dengan kedatangan rejeki. 208



Pembukaan Putra-putra Iskandar Zulkarnain memasuki halaman. Didahului pembawa gong, payung tinggi, panji-panji dan umbul-umbul serta penyebar wewangian dan setanggi. Mereka mengelilingi lapangan. Berjalan di atas tikar yang disambungsambungkan oleh mereka masing-masing Ketiganya adalah putra mahkota yang akan diberangkatkan untuk suatu perjalanan yang jauh. Pakar yang juga akan menyertai pelayaran itu terlihat tidak terlalu menjadi perhatian. KOOR SELAMA MENGELILINGI LAPANGAN (rap/nyanyi); Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko Setelah mengelilingi lapangan, mereka mengambil tempat. Umbul-umbul, panji-panji, trap dan tikar disusun sedemikian rupa untuk kedudukan ketiga putra. Musik berganti. Pakar memberi isyarat bahwa acara akan dimulai. SALAH SEORANG (mengumumkan) : Ketiga putra raja Iskandar Zulkarnain diiringi seorang Pakar akan memulai perjalanan! Mereka akan melakukan pelayaran melayari sejarah! Pelepasannya didahului pidato! SALAH SEORANG: Untuk mendengarkan pidato saat ini lebih baik anda mempergunakan telinga daripada otak! Agar tidak tersiksa oleh pikiran sendiri! Berfikir dapat merusak kesehatan! KOOR: Cak cacak mimin Basawah di palupuah 209



Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko SALAH SEORANG (rap/nyanyi) Iskandar Zulkarnain sang raja Dikaruniai beberapa orang putra Dan hanya tiga yang ternama Maka kita tidak perlu salah sangka Memang begitu takdir baginya Jika kalian tidak percaya Tanyalah semua penghuni Pulau-pulau di seluruh nusantara Pada orang Melayu serantau Ninik mamak orang Minangkabau Au, au, au, au! Tapi kalau mau bukti tertulis dan akademis Bacalah hikayat kejadian bangsa-bangsa Asal usul dan nenek moyang raja-raja Bahwa beliau adalah King of King! Raja yang asal usul Memerintah dari magrib sampai subuh Yang mahkotanya tanduk bertanduk Tanduk menanduk Menanduk nanduk Nduk, nduk, nduk, nduk! (memanggil ketiga putra-putranya) Sini sini, bung. Berdiri. Senyum. Semua orang harus kenal bahwa kalian adalah putra-putra sang raja diraja (ketiga putranya patuh). Yang sulung bernama Sultan Maharaja Alif Akan di rajakan di benua Rum Yang tengah Sultan Maharaja Dipang Akan dirajakan di banua Cino 210



Yang bungsu Sultan Maharaja Diraja Akan dirajakan di negeri ini KOOR: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko SALAH SEORANG (rap/nyanyi): Ketiganya punya ambisi yang sama ingin membagi dunia jadi tiga bagi dua puluh tujuh keturunan mereka harus melakukan perjalanan Mengumpul harta dan kekayaan. Tapi yang jelas, tidak seorangpun dari ketiganya Apalagi seperti kita kita ini yang berpengalaman untuk mengganti Kedudukan ayahanda raja. Raja Iskandar Zulkarnain tidak boleh diduo! Dia adalah satu-satunya Milik bangsa, sejarah dan masa depan sumber kehidupan dan keselamatan Siapa yang berniat atau berkeinginan Menggantikan kedudukannya Kutukan akan menimpa tiba-tiba! Tujuh turunan tidak akan sempat Mendapat kesempatan Berkiprah di dunia luar dan dalam! Ketiga putra akan dikukuhkan dengan mahkota Semacam stempel yang bertengger di kepala 211



sebagai pengesahan bahwa ketiganya Adalah pewaris dan pemilik yang sah Dari berjuta hektar tanah! Hutan, gunung, sungai, danau dan beribu pulau Au, au, au, au, au! (bicara biasa) Uh, panjang juga jadinya pidato ini. Sebagai ketua panitia, cukup sekian! Nah, dengan ini resmilah upacara pelepasan Tidak perlu ada perpisahan Peluk cium atau bertangis-tangisan Tapi kalau mau adegan gitu-gituan Silahkan tonton sinetron murahan! Diiringi tetabuhan, siraman bunga dan nyanyian Putra I, II, III dan Pakar menaiki sangkar buaian kaliang. Koor mengiringi ketiga Putra dan Pakar menaiki buaian kaliang. SALAH SEORANG (mengumumkan): Kurang lebih jam delapan tepat, ketiga putra akan bertolak! Dengan tekad yang kuat dan disertai semangat persatuan dan kesatuan! Mudah-mudahan segalanya mudah dipermudah! Panjang umur, rejeki murah!



*



Bagian I Setelah ketiga putra berada di dalam sangkar, mereka yang berada di bawah bicara berteriak-teriak seperti orang bertengkar dengan para putra yang sudah berada di dalam sangkar. Kadang-kadang berjingkrak-jingkrak kegirangan. Kadang-kadang



marah



atau



tertawa



terpingkel-pingkel.



Mereka



bicara



sebagaimana layaknya pembicaraan orang-orang di pinggir pantai atau di bengkel besi. 212



SEBAGIAN ATAU PENGGALAN DARI DIALOG ANTARA KETIGA PUTRA DENGAN ORANG-ORANG: 



Sebelum berangkat, wawancara dulu, ya.







Boleh kan?







Kita akan siarkan ke seluruh dunia!







Siaran Khusus.







Seputar putar!







Asa Nuansa







O, tentu saja.







Tentu. Ofkos!







Bagaimana rasanya pergi tanpa bapak!







Agak takut juga.







Tapi kukira itu hanya permulaan.







Kalau fasilitasnya sama, tidak ada masalah.







Semua orang pasti tahu, kami ini kan putra mahkota.







Kalau sampai di luar negeri apakah anda akan bicara bebas pula.







Kita harus menjaga citra tanah air.







Sekaligus menjaga nama baik kerajaan.







Pokoknya apa pun juga anggapan orang luar terhadap Bapak, kita wajib menjaga nama baiknya.







Tentang pembangunan kita pasti kukatakan berkesinambungan.







Berhasil dan sukses!







Kalau ada yang melakukan kritik?







Ingat! Kami adalah ahli waris!







Wakil bangsa!







Jangan ulangi perangai lama!







Jangan berjudi di rantau orang!







Jangan bawa obat-obat terlarang!







Usahakan bawa orang-orang yang mau investasi.







Tanam padi, tanam budi, tanam pohon, tanam modal atau tanam apa saja.







Oke! Oke! 213







Modal untuk tambang batubara, besi dan tambang emas masih diperlukan, kan?







Kalau perlu modal untuk tarik tambang!







Bagaimana kalau mereka menanyakan tentang ham!







Ham? Ham! Ah, gila!







Kita memang sedang menyiapkan peternakan babi!







Tentang monopoli?







Ah, itu kan biasa.







Anda saja sewaktu kecil sudah dibelikan bapak mainan monopoli! Ya kan.







Kalau ada yang menanyakan tentang korupsi?







Kerajaan kita berwibawa dan bersih! Ya kan!







Mungkin ada yang akan menanyakan tentang gerobak nasional.







Mudah jawabnya.







Apa?







Mudah-mudahan persoalannya akan dipermudah.







Yang harus diingat! Jangan jadi Malin Kundang!







Bisa jadi batu kalian kalau dikutuki bapak!



Buaian kaliang mulai diayun. KOOR ORANG-ORANG SELAMA BUAIAN KALIANG DIAYUN: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko KOOR PARA PENGAYUN BUAIAN DI ANTARA KOOR PENGIRING: Tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, pan, lan, hop luh! Luh, leh, doleh, goleh, peleh, moleh, namleh, juleh, panleh, lanleh, do luh! (dan seterusnya..)



214



Ayunan semakin kecang dan mereka mulai takut, gamang dan ngeri. Terdengar suara-suara mereka saling bersahutan dan bergalau. SEBAGIAN ATAU PENGGALAN DIALOG ANTARA PARA PUTRA DAN PAKAR DI ATAS BUAYAN KALIANG: 



Laut bergelombang!







Hati-hati nanti karam!







Gila. Kau kira kita dalam perahu!







Mana ada laut di sini!







Uh! Apa begini rasanya memasuki orbit!







Apa? Kau kira kita naik pesawat ruang angkasa!







Ini buaian kaliang, yung! Ayunan putar!







E, lama-lama enak juga ya.







Uh, malah aku jadi pusing







Kita sudah diudara tapi tidak dapat pergi ke mana-mana!







Masih lumayan daripada naik helikopter!







Helikopter harganya satu setengah milyar, tahu!







Tentu saja orang akan cemas menjatuhkan uang sebanyak itu.







Pantas orang Minang tidak pernah pusing.







Kenapa?







Mainannya saja sudah memusingkan.







Sekarang justru mereka yang paling pusing







Kenapa? Ingin mendapat pangkat lebih tinggi lagi dari menteri?







Mereka tidak mau lagi pusing-pusing.







Tidak mau pusing atau sudah terlalu pusing.







Mereka bising!







Apa ini benar-benar sebuah pelayaran!







Iya. Pelayarannya bukan di lautan saja, tapi juga di udara!







Pelayaran apa yang turun naik seperti ini!







Ini namanya pelayaran bisnis, yung!







Harga boleh diputar dan turun naik semaunya, begitu?







Kenapa sangkarku bergoyang-goyang? 215







Dihantam badai barangkali.







Badai apa?







Angin saja tidak begitu kencang!







Iya. Tapi kita sejak tadi sudah mandi angin!







Mandiangin?







Iya. Mandi angin dalam badai zaman, yung!







Zaman apa ini?







Zaman badai! Sementara ketiga putra bergulat dalam pelayaran, mereka yang di bawah



berpindah tempat melalui jalan raya yang dibuat dengan tikar yang disambungsambungkan sambil bernyanyi-nyanyi. KOOR SELAMA BERPINDAH: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko KOOR PARA PENGAYUN BUAIAN DI ANTARA KOOR MEREKA: Tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, pan, lan, hop luh! ( dan seterusnya..) Mereka sampai di tempat yang dituju. Bersiap mengubah peran, untuk melanjutkan bagian berikutnya. * Bagian II Dalam pelayaran itu para putra melihat dataran luas sekali. Beberapa saat mereka perhatikan, kemudian saling memberitahu.



216



SEBAGIAN ATAU PENGGALAN DIALOG PARA PUTRA DAN PAKAR SEWAKTU MELIHAT DATARAN: 



Dataran! Dataran!







Dataran atau daratan!







Ya, pokoknya darat!







Bukan laut!







Wah luas sekali.







Mendekat!







Mendekat!







Iya, tapi jangan dulu mendarat!







Kita harus mengatur siasat!







Uh, keparat!







Ketakutan kalian keterlaluan!







Mendekat!







Mendekat!







Perlambat putaran!







Ayo, diperlambat!







Ah, tapi kita kan mau melanjutkan permainan







Makanya diperlambat!







Lambat!



Ayunan mulai diperlambat. Para Putra melihat dataran lebih teliti. SEBAGIAN ATAU PENGGALAN DIALOG ANTAR PUTRA DAN PAKAR SETELAH MELIHAT DATARAN LEBIH JELAS: 



Ada penduduknya!







Ada penghuninya!







Ya, sebaiknya kita tanya.







Hati-hati kalau bertanya!







Mudah-mudahan jawaban mereka bukan hasil rekayasa.



SEBAGIAN ATAU PENGGALAN DIALOG ANTARA PARA PUTRA DENGAN ORANG-ORANG YANG BERADA DI BAWAH: 217







Hei! Negeri apa ini?







Negeri pribumi, sudah dibeli non-pri







Negeri siapa?







Negeri nenek moyang!







Negeri leluhur!







Jadi bukan negeri kalian?







Pantas kalian berbuat semaunya!







Kenapa?







Lihat di sana! Semua tidak pernah dirawat!







Semua telah hilang!







Hilang? Aneh, kami tidak merasa kehilangan.







O, begitu! Sungai di mana!







Kering!







Airnya menguap lebih cepat.







Hutan di mana?







Ditebang! Untuk ekspor.







Tambah devisa.







Gunung di mana?







Maksud hati memeluk gunung.







Lalu kami datarkan untuk pembangunan.







Semua telah jadi kering dan tandus.







Tapi kan tidak panas.







Kami pakai penyejuk ruangan.







Ah, mereka kampungan!







Tidak tahu bahwa kita sedang membangun!







Pembangunan harus berwawasan lingkungan.







E, tapi berorientasi masa depan!







Siapa mereka.







Hanya pintar bicara!







Boleh kami mendarat?







Tidak ada izin bagi tukang kritik! 218







Siapapun tidak akan berani melarang kami!







Uh! Keparat! Belum apa-apa sudah mengancam!







Siapa kalian!







Putra Iskandar Zulkarnain!







(ketakutan) Ha?







O, anak pejabat! Putra mahkota!



Buaian kaliang berhenti berputar. Posisi sangkar sewaktu berhenti; sangkar I di puncak, di kiri kanan sangkar II dan III. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG ANTARA KETIGA PUTRA: 



Sebaiknya kita turun.







Buat apa.







Mereka tidak lagi memperhatikan keselamatan.







Lihat ke sebelah sana. Mereka lebih banyak diam.







Jangan-jangan menyiapkan pemberontakan.



SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG ANTARA ORANG-ORANG YANG BERADA DI BAWAH: 



Mereka mau turun!







Jangan izinkan!







Tapi mereka putra mahkota.







Biar saja.







Jangan begitu. Nanti kita celaka!







Pokoknya mereka tidak boleh turun.







Ya. Nanti semua mereka beli.







Kalau hanya dataran tandus ini dibelinya bolehlah.







Tapi kalau mereka membeli masa depan kita?







Jadi, bagaimana?







Larang!







Melarang putra mahkota?







Melarang putra mahkota sama dengan menyuruh datang bencana! 219



SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG ANTARA ORANG-ORANG DI BAWAH DENGAN KETIGA PUTRA: 



Kami mau turun!







Turunlah sendiri!







Mana kalungan bunga!







Di sini kami dikalungi bunga bank!







Usil juga mulut orang di sini!







Apa dia tidak tahu siapa kita?







E, kalian! Siapkan jemputan!







Dia benar-benar mau nekad.







Kita akan lebih nekad lagi.







Cegah mereka!







Caranya?







Bumi hangus!







Mana korek! Molotov!



Mereka membakar apa saja yang ada. Asap di mana-mana SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG ANTAR PUTRA: 



Wah, mereka membakar milik orang lain







Pengacau keamanan!







Laporkan mereka!







Tangkap mereka!







Gilas mereka!







E, kalian! Pemberontak!







Kalian harus minta maaf secara nasional!







Kalian telah menghina!







Melecehkan putra mahkota!







Hukuman kalian pasti akan sangat berat!







Ah, kurang ajar. Mereka malah tidak peduli.







Ayo berangkat!







Berangkat! 220







Yaya, lebih baik cari selamat! Buaian kaliang diayun lagi. Mereka sangat marah terhadap perlakuan yang



diberikan orang-orang di negeri itu. Sementara ketiga putra bergulat dalam pelayaran, orang-orang yang di bawah berpindah tempat melalui jalan raya yang dibuat dengan tikar yang disambung-sambungkan sambil bernyanyi-nyanyi: KOOR SELAMA BERPINDAH: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko KOOR PARA PENGAYUN BUAIAN DI ANTARA KOOR MEREKA: Tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, hop lapan! ( dan seterusnya..) Mereka sampai di tempat yang dituju. Bersiap mengubah peran, untuk melanjutkan bagian berikutnya.



* Bagian III Dalam pelayaran itu para putra melihat sederetan kepulauan yang banyak dan indah sekali. Beberapa saat mereka perhatikan, kemudian saling memberitahu. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PARA PUTRA DENGAN PAKAR: 



Lihat ke sana!







Zamrud Khatulistiwa!







Wah, indah sekali.







Seperti untaian permata! 221







Kawasan begini potensial untuk diperjual belikan!







E,e,e mau jadi pengusaha atau putra mahkota.







Apa? Kalau jadi putra mahkota apa haram jadi pengusaha!







Mungkin akan lebih sukses begitu, kan?







Dua-duanya kita kerjakan sekaligus.







Wah, luar biasa!







Berapa ribu pulau pulau seperti itu?







Ini pasti wilayah kerajaan kita juga.







Makanya, kita berkewajiban mengelola.







Daripada dikelola orang lain, ya kan?







E, lambatkan putaran!







Lambat!







Kita mau melihat lebih dekat!







Lambat!







Lambat!







Jangan terlalu dekat, nanti bisa tersekat.







Ya. Lautnya teduh







Menawan







Bertabur bunga-bunga karang.







Tapi penduduknya masih terbelakang.







Wah, kalau begitu kita dapat kesempatan baik.







Mereka harus dibudayakan.







Yaya. Esdeemnya harus ditingkatkan.







Ini bakal jadi proyek besar yang berkesinambungan!







Mereka harus maju seperti saudara-saudaranya di kepulauan yang lain.







Tapi, apakah mereka mau?







Harus mau.







Dibudayakan kenapa harus ditolak. Ya kan?



Buaian kaliang berhenti diayun.



222



SEPENGGAL



ATAU



SEBAGIAN



DIALOG



PARA



PUTRA



DENGAN



PENDUDUK KEPULAUAN: 



Saudara! Kami sudah menyiapkan rencana untuk membudayakan kehidupan masyarakat seluruh kepulauan ini.







Bagaimana saudara?







Jangan diam saja.







Ayo bicaralah agar tidak dituduh anti budaya.



Jawaban penduduk kepulauan dalam bentuk nyanyian dan rap. SALAH SEORANG: Betapa anehnya Kita yang selama ini hidup damai dan tenteram Tanpa mengganggu dan terganggu Tanpa menyerang dan diserang Tanpa kelaparan dan kemiskinan Tanpa kelebihan dan kekurangan Tiba-tiba dituduh tidak berbudaya! Apa benar? KOOR: Panjek sagu panjek sigai Lamang angek makan jo tapai Urang balabo awak marasai Yo alah, yo alah, yo alah E, yayai! SALAH SEORANG: Betapa lucunya Kita yang selama ini taat beribadat Tanpa pamrih memberikan bantuan dan sumbangan Tanpa mencaci agama lain Tanpa melecehkan ajaran lain Tanpa menyikut pengikut lain 223



Tiba-tiba dituduh tidak toleran! Apa benar? KOOR: Panjek sagu panjek sigai Lamang angek makan jo tapai Urang balabo awak marasai Yo alah, yo alah, yo alah E, yayai! SALAH SEORANG: Apakah ukuran bagi sebuah kebudayaan? Apakah harus meniru hidup orang lain? Yang lain makan memakai sendok apakah kita akan menyontek? Yang lain memakai rompi anti peluru apakah kita harus meniru? Yang lain hidup dan tidur bebas sesama apakah kita harus ikut serta? Apakah itu maksud dari rencana budaya? KOOR: Panjek sagu panjek sigai Lamang angek makan jo tapai Urang balabo awak marasai Yo alah, yo alah, yo alah E, yayai! JAWABAN PARA PUTRA: 



Kalau tidak mau dengan cara yang persuasif kami siap dengan cara demonstratif!







Atau dengan kekerasan agar kerja kita lebih efektif!



SALAH SEORANG: Tuan menggenggam kekuasaan Kami digenggam nasib peruntungan 224



Tuan berada di pucuk kejayaan Kami melata di lorong pembodohan Kebudayaan kata tuan Kebudayaan mana yang tuan maksudkan Kebudayaan menurut tuan tapi kami dibiarkan hidup sebagai nelayan KOOR: Panjek sagu panjek sigai Lamang angek makan jo tapai Urang balabo awak marasai Yo alah, yo alah, yo alah E, yayai! SALAH SEORANG: Rumah bagi kami hanya tempat singgah sementara badai reda bintang tak terang dan air pasang tapi bukan untuk tempat menumpuk harta rahasia dan perempuan. Uang bagi kami hanya sebatas alat tukar pembeli beras, sarung dan sabun mandi selebihnya kami sedekahkan pada orang lain yang mungkin mereka belum makan. Kebahagiaan bagi kami bukanlah kemegahan tapi kami bahagia bila dapat menyelamatkan seseorang yang sedang dihantam badai berlayar tanpa pedoman terombang ambing dalam keraguan. Kebahagiaan kami adalah menolong kehidupan bukan untuk bersenang-senang dalam hidup. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PARA PUTRA: 



Sudah! Sudah! 225







Filsafat itulah telah membuat kalian jadi melarat!







Ayo, kita harus cari siasat!







Ayo. Kita berfikir beberapa kali putaran!







Putar buayan!







Putar!



Buaian diputar lagi, kemudian berhenti. 



Perhatian! Perhatian !







Saudara! Saudara! Agar pulau-pulau kalian aman dari penyitaan, kami telah uruskan sertifikatnya!







Ambillah.







Gratis!



Beratus-ratus sertifikat dijatuhkan. Orang-orang memungutnya dengan gembira. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG PARA PENDUDUK: 



Sertifikat! Gratis!







Gratis!







Murah hati benar mereka.







Ayo, ambil.







Kumpulkan.







Jangan sampai ketinggalan!







Mumpung!







Mumpung!



Setelah sertifikat mereka dapatkan, masing-masing mulai membacanya. Mereka jadi gelisah dan kesal SEBAGIAN SEPENGGAL DIALOG PARA PENDUDUK: 



Celaka!







Pulau-pulau kecil dijadikan milik kita!







Yang besar-besar milik mereka! 226







Dikiranya seperti pembagian ikan saja!







Pulau atol, pulau karang, pulau tandus untuk kita.







Yang subur, yang mengandung bahan tambang mereka kangkangi!







Pulau-pulau kita mereka rampas!







Satu persatu mereka bawa ke ibukota







Pertahankan!







Pertahankan!



Para penduduk berusaha menyiapkan diri untuk mempertahankan. Para putra dengan segera menyiapkan diri untuk berangkat. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG PARA PUTRA: 



Cepat berangkat!







Mereka tahu kena tipu!







Mandi angin!







Ayo, ayun! Ayun lagi. Yang cepat!







Kita harus selamat!







Ya, pulau-pulau ini akan dapat dijual seribu kali lipat!







Ayo!



Para penduduk berlari kian kemari. Mereka kecewa karena ketiga putra sudah berada pada ayunan yang semakin kencang. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG ANTARA PENDUDUK: 



Benar-benar rakus!







Semua mau dimakan!







Hutan!







Gunung!







Sungai!







Danau!







Sekarang pulau!







Kalau begini caranya, tidak ada lagi yang kita wariskan untuk anak cucu.







Kita harus menuntut! 227







Iya, boleh.







Tapi menuntut pada siapa?







LBH?







Komisi Ham?







Apa mereka mau?







Kita kan nelayan kecil yang dihitung sebagai angka-angka.







Kalian tahu siapa mereka?







Siapa?







Bodoh!







Makanya bicara harus hati-hati.







Siapa mereka







Siapa?







Putra mahkota!







Oalah! Bencana!







Bencana!







Ya, bencana akan tiba!







Batalkan tuntutan!







Batalkan!







Siapkan puji-pujian!







Rupanya selama ini kita mandi angin!



Semua ketakutan dan memandang buaian kaliang dengan penuh kengerian. Lalu, mereka memandang sesuatu di kejauhan. 



Lihat ke sana! Lihat!







Satu persatu pulau kita mereka bawa!







Gila. Mereka menjinjing pulau-pulau kita seperti tas tangan saja.







Itu hanya kecemasanmu, bukan kenyataan yang sesungguhnya.







Lihat ke sana kalau tidak percaya.







Ayo. Kita ke sana!



PAKAR BERTERIAK DARI ATAS BUAIAN KALIANG: 228



E, e,e, jangan mengalihkan perhatian! Kalian tidak boleh ke sana! Bukan begitu aturan mainnya! Kita harus kompak! Tenggang rasa! Tipo sliro! Basa basi! Orang-orang patuh. Mereka tidak jadi pergi. Mereka berpindah tempat melalui jalan raya yang dibuat dengan tikar yang disambung-sambungkan sambil bernyanyi-nyanyi: KOOR MEREKA SELAMA BERPINDAH: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko KOOR PARA PENGAYUN BUAIAN DI ANTARA KOOR MEREKA: Tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, pan, lan, hop luh! ( dan seterusnya..) Mereka sampai di tempat yang dituju dan bersiap mengubah peran untuk melanjutkan bagian berikutnya.



* Bagian IV Dalam pelayaran itu para putra sampailah kepada sekumpulan masyarakat dengan berbagai persoalannya. Mereka berkelompok-kelompok; 



Ada kelompok yang sedang kelaparan.







Ada kelompok yang sedang menangis.







Ada kelompok yang sedang kehilangan. 229







Ada kelompok yang sedang asyik membaca sajak.



Beberapa saat mereka perhatikan, kemudian saling memberitahu. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PARA PUTRA: 



Aku melihat sesuatu!







Perlambat buaian!







O, yang itu?







Kenapa mereka berkelompok-kelompok!







Ah, itu kan dijamin undang-undang.







Apa mereka tidak suka lagi persatuan!







Ah, pikiran apa itu?







Tapi mereka sudah integrasi!







Nah itu. itu. Mereka berdiri membaca kertas kertas.







Mengapa mereka?







Mungkin membaca proklamasi.







Bukan. Referendum!







Mereka membaca puisi.







Lihat gayanya!







Ya kan.



Buaian diperlambat 



Nah, kita dapat melihat lebih dekat.







Lihat ke sebelah sana.







Kenapa mereka duduk-duduk saja.







Orang-orang malas!







Maunya diberi sumbangan dan sedekah!







Lihat ke sebalah sana!







Itu. Mata mereka bengkak semua.







Seperti mereka baru saja menangis.







Nah, yang itu lain lagi.







Perut mereka kempis seperti ban sepeda bocor.







Sudah berapa hari mereka tidak makan. 230







Gila! Jelas-jelas kawan-kawannya lapar dan bahkan ada yang menangis malah mereka yang di sana asyik baca puisi!







Siapa yang mengajarkan mereka pasrah kepada nasib?







Kenapa mereka tidak melawan keadaan!







Kenapa mereka harus lari pada seni.







Sudahlah. Persoalan kita bukan mencari sebab tapi melihat akibat.







Sama saja. Kalau mereka lapar tentu ada sebabnya.







Iya. Kalau mereka lapar tentu juga ada akibatnya.







Sudahlah. Kita sekarang memasuki daerah rawan.







Hati-hati.







Kurang hati-hati dapat menimbulkan demonstrasi.



Buaian dihentikan. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG ANTARA PARA PUTRA DENGAN PENDUDUK: 



Ei! bung! Kenapa jadi orang miskin!







Main-main filsafat, ya!







Memalukan! Ayo, berdiri!







Bekerja!







Berusaha!







Rebut kesempatan!







Jangan seperti mereka yang disana!







Mangan ora mangan kumpul!







Kalian kira kelaparan dapat diatasi dengan baca puisi!







Kalian miskin karena dimiskinkan, pura-pura miskin atau semacam hobi dan kesenangan, atau sedang melakukan penyusupan?







Kemiskinan tidak perlu disusupi, tapi harus diteliti, diatasi dan dihindari.







Kalian kira enak jadi bangsa yang miskin?







Kemiskinan itu mendekati kekufuran, tahu!







Kalian harus berjuang habis-habisan untuk lepas dari kemiskinan.



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: 231



Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Jawaban yang bagus!







Nah, kalian yang di sana. Kenapa menangis terus.







Apa kesedihan begitu berat menimpa kehidupan? Apa?







Kalian bilang apa? Terus terang saja.







Yang keras. Rahasia kalian akan kami jamin.







Apa? Keadilan? Hukum? Hak asasi?







Hati-hati, mereka mulai menyeret kita!







E, kalian bermulut lancang!







Soal keadilan, hukum, hak asasi dan sebangsanya itu sudah ditetapkan dengan undang-undang!







Jangan melihat persoalan sepotong-sepotong!







Harus dilihat dalam konteks kebangsaan!







Kalian kira di negeri lain juga ada hak asasi, keadilan dan sebangsanya itu.







Kuingatkan, itu hanya teori! Teori!







Dalam kenyataannya yang menentukan adalah Raja Iskandar Zulkarnain, penguasa tunggal dunia ini!







Sekarang begini saja. Apa sebenarnya yang kalian inginkan?



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



E, bung! Kalian yang duduk-duduk di sana, mengapa harus memandang sinis kepada kami?







Jangan begitu. Kebetulan nasib kita berbeda.







Kami dilahirkan sebagai putra mahkota, sedangkan kalian sebagai hamba sahaya!







Itu lagi! E, kelompok baca puisi! Protes, protes, protes!







Apa kalian kira seni itu hanya untuk protes?







Tulislah puisi puji-pujian. Kita kan sudah banyak mencapai kemajuan!







Apa yang kalian bisikkan?







Kalian kira aku tidak dapat mendengar apa yang kalian bisikkan? 232







Aku tahu, kalian tidak senang pada kami. Pada kerajaan ini. Tapi coba cari kerajaan lain yang sebesar dan sekuat kerajaan ini?







Semua itu berkat manajement yang jitu yang telah diterapkan Isknadar Zulkarnain. Ya kan!







Tunggu dulu. Jangan gusar.







Kalau kalian tidak setuju dengan pendapat itu, coba cari orang lain yang mampu mengurus kerajaan ini seperti Iskandar Zulkarnain!







Bagaimana?







Apa kalian katakan?







Otoriter?







Monopoli?







Ah, jangan mendengar isu-isu yang membahayakan persatuan!







Semua kita sama-sama bermaksud baik terhadap kerajaan ini.







Katakan saja, apa yang sesungguhnya tidak memuaskan.



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Jangan begitu bung! Kalian harus tenggang rasa.







Nyanyian seperti itu tidak menyelesaikan persoalan!







Kalau tidak mau bicara katakan saja secara terus terang.







Jangan hanya bernyanyi-nyanyi.







Sekali lagi kami minta, bicaralah dengan bahasa yang baik dan benar.



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Sudah! Sudah! Jangan bernyanyi terus!







Persoalan kita di masa mendatang lebih sulit lagi dari sekarang!







Mau tidak mau, kita harus berada dalam era putaran sejagad!







Putaran ekonomi, buaian kaliang politik dan kebudayaan!



233







Jika hanya duduk-duduk, berkumpul-kumpul, menangis, bisik-bisik, kasak kusuk, keluh kesah, protes protes, demonstrasi, kita akan tertinggal dari bangsa bangsa lain.







Kekurangan yang ada hari ini janganlah dijadikan sebab untuk tidak melanjutkan kejayaan kerajaan ini.



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Apatis!







Pelecehan!







Tertutup!







Ekstremis!



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Ayo, tinggalkan mereka!







Sudah diulurkan tangan, tidak berterima kasih!







Ayo, putar buaian!



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Masuki jaman kemajuan!



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Globalisasi!



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. 



Abad ke dua puluh satu!



234



JAWABAN PENDUDUK DALAM BENTUK NYANYIAN: Bagimu negeri, jiwaraga kami. Buaian kaliang terus diputar. Mereka berpindah tempat melalui jalan raya yang dibuat dengan tikar yang disambung-sambungkan sambil bernyanyi: KOOR MEREKA SELAMA BERPINDAH: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko KOOR PARA PENGAYUN BUAIAN DI ANTARA KOOR ORANG-ORANG: Tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, pan, lan, hop luh! ( dan seterusnya..) Mereka pun sampai di tempat yang dituju. Bersiap mengubah peran, untuk melanjutkan bagian berikutnya.



* Bagian V Para putra sangat kecewa dengan apa yang ditemukannya. Mereka ingin mendapatkan sesuatu, tetapi tidak pernah merasa berhasil. Masing-masing saling mengutuki diri. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG PARA PUTRA: 



Tidak satu pun yang beres.







Ditemukan daratan, ternyata sarang pemberontak!







Kubu pengacau keamanan!







Mereka akan dibudayakan mereka, malah kita dituduh memperjual-belikan.







Kita sudah dekati masyarakat 235







Ternyata semuanya pemalas!







Suka berpura-pura!







Maunya diberi bantuan dan sedekah!







Tidak mau berusaha!







Bahkan mereka menyalahkan takdir!







Coba. Apa hasil dari pelayaran ini?







Tidak ada. Kita hanya berputar-putar pada satu sumbu.







Tidak pernah bergeser.







O, tentu. Kita dalam putaran waktu.







Sekali di atas, sekali di bawah.







Sekali sukses, sekali gagal.







Ternyata kita gagal terus!







Apa sebenarnya yang telah kita putari?







Nasib.







Nasib. Nasib.







Kita harus melawan nasib!



Tiba-tiba salah seorang putra terpekik dan kedua putra lainnya terkejut, 



Jatuh! Jatuh! Ada yang jatuh!







Ada apa?







Kenapa berteriak?







Kena sasaran penembak gelap?







Bukan.







Lalu apa?







Mahkota jatuh!







Mahkota?







Jatuh?







Hilang!







Kebesaran dan bukti turunan kita hilang?







Wah, mahkota jatuh artinya kita celaka.







Jangan-jangan kita tidak diakui lagi sebagai putra mahkota! 236







Hentikan buaian! Hentikan!







Mahkota itu harus segera didapatkan!







Hentikan! Hentikan!



Putaran buaian kaliang dihentikan. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG ANTARA PENDUDUK DENGAN PARA PUTRA: 



E, kalian yang di bawah! Segera kerahkan tenaga!







Mahkota terjatuh.







Kalau tidak ditemukan, semuanya bisa celaka!







Ayo, semua harus menemukannya!







Segera dicari!







Di mana jatuhnya?







Di sekitar tempat ini.







Bila jatuhnya?







Tadi.







Siapa yang menjatuhkannya?







Jangan tanya, bodoh!







Mahkota jatuh, harus dicari!







Iya. Mahkota siapa?







Mahkota raja, tolol!







Apa mungkin ada mahkota rakyat!







O, mahkota raja?







Kok bisa jatuh.







Apa tidak tidak diikatkan di kepala?







Setan! Jangan main-main.







Cari sampai dapat.







Dicari ke mana?







Berapa lama harus dicari?







Siapa-siapa saja yang boleh mencari?







Apa peralatan untuk mencarinya? 237







Sesudah didapatkan diserahkan pada siapa?







Polisi?







Hansip?







Satpam?







Bagaimana kalau sudah dibawa ke luar negeri?







Bagaimana kalau sudah dijual atau dipreteli?







Atau sudah dikebiri?







Atau tidak disahkan lagi?







Kalian mau mencarinya atau tidak!







Ingat bung! Malu bertanya sesat di jalan! Terlalu banyak bertanya bisa membingungkan.







Kami tidak bertanya, melakukan pengandaian!







Bagaimana kalau seandainya, jatuhnya mahkota itu hanya isu menjelang pemilu?







Semacam test terhadap masyarakat, apakah mereka masih membutuhkan mahkota atau tidak?







Masih membutuhkan raja atau tidak?







Masih memerlukan Raja Iskandar Zulkarnain atau tidak?







Boleh jadi jatuhnya mahkota itu sebagai sebuah tragedi nasional.







Atau semacam isapan jempol untuk mengalihkan perhatian terhadap berbagai ketidak beresan?







Apakah perlu dicari kambing hitam dalam kejatuhan mahkota ini atau tidak?







Siapa yang menjadi dalang dalam penjatuhan mahkota itu?







Mungkin sudah perlu dibuat suatu undang-undang atau tata tertib bagaimana cara memakai mahkota, sehingga tidak dapat jatuh di sembarangan tempat.







Kalau jatuhnya ke laut, masih untung. Dapat diambil lagi dengan kapal selam.







Begitu juga kalau jatuhnya ke kubangan. Masih dapat dibersihkan lagi.







Tapi kalau jatuhnya tidak ke bawah?







Apa mungkin mahkota jatuh ke atas? Kau kira mahkota itu asap. 238







Mungkin jatuhnya ke atas. Sebaiknya cari saja ke atas.







Kalian mau mencarinya atau tidak!







Yang tidak mau, akan dituduh bersekongkol dengan kejatuhan itu.







Diancam hukuman mati!







Mau dihukum mati?







Tidak bukan?







Makanya dicari.







Cari!







Bagaimana mencari sesuatu yang tidak jelas.







Kalau sudah jelas tidak perlu dicari lagi!







Bodoh sekali kamu!







O, jadi kami harus mencari sesuatu yang tidak jelas.







O, begitu jadinya?







Jadi, mahkota itu tidak jelas?







Ayo, cari!







Kalau tidak kalian akan dituduh pencuri!







Pencuri mahkota!







Yaya, sebaiknya kita cari. Dari pada bertengkar dengan putra mahkota. Akhirnya yang kalah juga kita.







Ayo. Cari!







Cari mahkota!



Mahkota itupun dicari bersama-sama ke mana-mana. Tapi mereka tidak pernah menemukannya. KOOR PENDUDUK SEWAKTU MENCARI MAHKOTA: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko 239



SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PARA PUTRA: 



Kalau mahkota tidak ditemukan, kita akan celaka.







Bapak pasti tidak akan mau memberi lagi.







Memang. Tidak ada mahkota cadangan dalam kerajaan manapun.







Kalau begitu, kita harus membuat gantinya.







Siapa yang mampu.







Pakar. Mandi Angko!







Ayo, panggil pakar itu.







Pakar! Mandi Angko!







Mandiangko!



Buaian diputar sedikit. Posisi sangkar IV kini berada di bagian atas. SEPENGGAL DIALOG PAKAR DENGAN PARA PUTRA: 



Mahkota hilang.







Ya, saya dengar.







Harus dibuat gantinya.







Yang asli bagaimana?







Tidak mungkin ditemukan.







Kenapa?







Orang-orang yang mencarinya terlalu banyak tanya.







Nyinyir.







Mereka curiga, semua itu hanya isu.







Keterlaluan.







Mereka tidak salah.







Tapi didalangi.







Ya. Jangan-jangan mereka juga didalangi oleh dalang.







Kalau begitu kita hidup saling mendalangi?







Hidup di antara orang dalang?







Iya, kita semua kan dalang.







Sudahlah. Sekarang kerjakanlah mahkota itu.







Membuat atau meniru? 240







Meniru?







Contoh yang akan ditiru?







Seorang pakar tentu lebih tahu.







Aku perlu petunjuk.







Pakar kok minta petunjuk.



Buaian diputar. Pakar mulai membuat mahkota. Selama membuat mahkota, Pakar terus minta petunjuk. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PAKAR MINTA PETUNTUK: 



Minta petunjuk.







Ya.







Mahkota boleh dikerjakan?







Ah! Jadi belum dimulai?







Kapan siapnya!







Petunjuknya saja, belum.







Ya sudah. Kerjakan!







Mulai!







Baik. Yang akan dibuat mahkota raja atau mahkota manusia?







Wah! Apa bedanya?







Tentu. Mahkota manusia hak asasinya. Mahkota raja simbol kekuasaan.







Ya, sudah. Mahkota raja.







Mahkota raja, baiklah. Raja muda, raja tua, raja perempuan, anak raja, atau,







Mahkota raja! Titik!







Mahkota saja!







Ukuran kepala?







Sebesar kepala.







Masa sebesar paha!







Kepala siapa?







Kepala raja!







Bahannya? 241







Mana aku tahu.







Bukan dari sebuah pengakuan?







Ya, sudah.







Pengakuan.







Motif ukirannya?







Mana aku tahu!







Motifnya penyerahan, pengabdian, penindasan, penaklukan, pendustaan atau pemungkiran?







Mana aku tahu!







Baik. Berapa lama?







Sesegeranya.







Iya. Sehari, dua hari, tiga hari atau seminggu, sebulan, setahun, seabad!







Sesegeranya!







Besok!







O ya. Besok pagi, besok sore, besok siang, esok-esok? Sesok?







Besok! Besok!







Besoooooook!







Wah, membuat mahkota sehari? Sedang membuat yang asli saja begitu lama, apalagi yang palsu!







Makanya jangan banyak bertanya!







Asli atau palsu bukan urusanmu!







Kerjakan saja! Kau digaji kan untuk meniru!







Tiru saja. Jangan pikir soal hak cipta!







Hak cipta bukan urusan kita!







Pakar kok mau makar!







Ayo, sudah dimulai apa belum?







Dengar petunjukku! Mulai!



Sementara Pakar membuat mahkota, para penduduk menemukan sesuatu. Mereka berteriak-teriak. SEBAGIAN DIALOG PENDUDUK DENGAN PARA PUTRA: 242







Sudah jumpa! Sudah jumpa!







Di mana?







Di sini. Di dalam hati.







Bila dijumpai?







Tadi.







Siapa yang menemukannya?







Kami.







Berapa minta hadiah?







Tidak perlu hadiah. Kami pasrah.







Ayo, berikan cepat! Berikan!







Baiklah. Kami akan berikan.



Penduduk melompatkan kopiah-kopiah mereka ke atas buaian kaliang. Para putra melemparkannya kembali ke bawah. 



Gila! Ini bukan mahkota!







Jadi mahkota itu apa?







Ikat pinggang?







Dasi?







Rambut?







Kehormatan?



SEBAGIAN DIALOG PAKAR DENGAN PARA PUTRA: 



Mahkota sudah selesai!







Siap?







Bagaimana bentuknya?







Ya, bentuk mahkota.







Apa benar mahkota seperti itu?







Iya! Pasti!







Persis?







Kira-kira seperti itulah.







Sama? 243







Kira-kira samalah.







Ayo, kita berangkat!







Mahkota sudah didapat!



Buaian diputar. Sementara para putra terus melanjutkan pelayarannya, mereka yang di bawah berpindah tempat sambil bernyanyi-nyanyi. KOOR PARA PENGIRING SELAMA PERPINDAHAN: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Diateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko Mereka sampai di suatu tempat dan bersiap mengubah diri untuk peran berikutnya.



* Bagian VI Setelah mahkota selesai dan para putra mengarungi pelayaran, kini mereka bermaksud akan mendarat pada sebuah tempat. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG PARA PUTRA DENGAN PAKAR: 



Pelankan buaian! Pelan!







Kenapa harus pelan?







Kita harus mendarat.







Apa yang harus didaratkan?







Untuk apa mendarat?







Ya pokoknya mendarat.







Bagaimana? Sepakat mendarat?







Iya! Ayo, mendarat!







Di mana harus mendarat. 244







Aku harus mendarat di Banua Ruhum







Aku akan mendarat di Banua Cino







Aku akan mendarat di Pulau Perca, nusantara!







Pakar! Jangan tidur! Lihat sekeliling!







Kita sudah sampai di mana?







Di Banuah Ruhum kan?







O, lewat.







Banua Cino?







Baru saja.







Menuju Pulau Perca, nusantara?







Bagaimana bisa sampai. Kita masih berputar-putar saja di sini.







Lalu, apa nama kawasan ini?







Kita sedang berada di puncak tak berangin, di lurah tak berair!







Itu nama daerah atau nama kerajaan?







Ya, sudah mendarat di sini saja. Pokoknya mendarat!







Dari pada tidak mendarat, ya kan?







Ya, kalau dipesankan Babapk harus mendarat ya kita harus mendarat.







Soal di mana mendarat itu kan persoalan laporan, ya kan.







Pelan! Pelan!







Mendarat!



Buayan kaliang dipelankan dan mereka bersiap untuk mendarat. Tetapi orangorang berusaha menghalangi. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG ANTARA PARA PUTRA, PAKAR DENGAN PRIBUMI: 



Kalau mau mendarat, katakan dulu, dari mana kalian?







Apa maksud dan tujuan?







Latar belakang pikirannya apa?







Berapa lama mau tinggal?







Alamat hotel, penginapan, rumah, di mana?







Apa-apa saja yang anda bawa. 245







Mahkota?







Palsu atau asli?







Berasal dari kerajaan mana?







Uh! Apa kami harus bikin proposal dulu!







Gila! Ayo, mendarat!







Tunggu. Tunggu. Jangan jangan anda salah alamat.







Tidak. Kami juga tahu nama negeri ini.







Lurah tak berair, puncak tak berangin! Begitu kata pakar!







O, itu bukan nama negeri, tuan.







Lalu?







Ungkapan.







Pakar! Bagaimana ini.







Kalau jadi pakar harus beri informasi yang benar!







Memang. Yang itu tadi ungkapan. Tapi keterangan saya belum selesai kalian sudah memutuskan untuk mendarat.







Sudah. Jangan bertele-tele!







Mendarat!



Buaian kaliang berhenti berputar. Mereka bersiap untuk turun. 



Tunggu! Tunggu! Jangan turun dulu!







Ada apa lagi.







Boleh turun dengan satu syarat.







Apa?







Semua benda yang dibawa turun, harus yang asli.







Semua yang kami pakai, asli!







Mahkotanya tidak kan?







Dari mana kalian tahu?







Semua orang tahu.







Kalau tidak asli?







Ya, palsu. Yang palsu jangan dibawa lagi di sini.







Di sini barang-barang palsu sudah beribu. 246







Terlalu banyak kepalsuan di sini.







Penderitaan kami di siniselama ini adalah itu. Kepalsuan.







Jadi?







Mohon, jangan mendarat di sini.







Wah bagaimana ini?







Lalu di mana kami boleh mendarat?







Di sana! Lima puluh putaran lagi, anda akan sampai pada daerah yang anda tuju.







Lima puluh putaran?







Kenapa harus ke sana?







Itulah negeri yang penduduknya tidak lagi membedakan mana yang palsu atau yang asli.







Negeri apa namanya?







Nagariko.







Bagaimana ini, Pakar!







Tunggu! Tungu. Apa tadi? Nagariko? Negeri yang tidak membedakan asli atau palsu? Yaya. Negeri datuk-datuk!







Ayo!



Buaian kaliang mulai diputar. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG PARA PUTRA: 



Dari mana mereka tahu mahkota kita palsu.







Pasti ada yang memberitahu.







Mestinya hanya kita.







Rahasia ini harus disimpan.







Tak seorangpun yang boleh tahu.







Siapa yang menyebarkan kepalsuan itu harus dibunuh!







Harus!







Kalau tidak, kita akan dianggap sebagai putra yang palsu pula.







Yaya. Tutup segala kemungkinan, untuk keselamatan!







Cari sampai dapat siapa yang menyebarkannya!







Kalau perlu sikat! 247







Ya, harus disikat!







Tanpa pandang bulu!







Ah, yang benar. Apa mungkin begitu?



Buaian kaliang diayun semakin cepat. Orang-orang beralih tempat sambil menyanyi-nyanyi. KOOR MEREKA DALAM PERJALANAN PERALIHAN TEMPAT: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko Mereka pun sampailah ke tempat yang dituju. Semuanya siap untuk berperan pada bagian berikutnya.



*



Bagian VII Para putra terkejut melihat pakar terkapar di atas sangkar buaian kaliang. Mereka saling berteriak memberitahu. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PARA PUTRA MELIHAT PAKAR TERBUNUH: 



Hentikan buaian!







Ada apa?







Pembunuhan!







Siapa yang terbunuh?







Pakar!







Yaya, pakar terkapar! 248







Hentikan buaian!







Hentikan!



Putaran buaian mulai lambat. 



Pasti ada yang membunuhnya.







Tentu. Masa mati sendiri.







Mungkin dia yang menyebarkan isu mahkota palsu.







Yaya. Kalau tidak bagaimana mungkin dia terbunuh.







Kita harus cari pembunuhnya.







Yaya. Ayo, mendarat!







Mendarat!







Cari si pembunuh!



Buaian berhenti. Para Putra memanggil orang-orang. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG PARA PUTRA DENGAN ORANGORANG: 



Ke sini! Ke sini!







Cepat! Cepat!







Ayo, angkat mayat ini!







Ayo.



Orang-orang datang dan mengangkat pakar ke luar dari sangkar buaian. SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG ORANG-ORANG SEWAKTU PAKAR DIANGKAT DAN DILETAKKAN DI ATAS TIKAR: 



Ini mayat siapa?







Kalau menurut ukuran saku bajunya, pasti seorang pakar.







Kenapa?







Sakunya besar dan banyak tapi kosong.







Oh, jelas orang terkenal.







Mungkin seorang pencatat peristiwa.







Atau pemberita dan pemberi makna.







Wartawan? Seniman? 249







Mungkin.







Apa bukan Mandi Angko?







Mungkin.







Mandiangko?







Semakin mungkin.







Kenapa dia dibunuh?







Ini pasti jadi persoalan nasional.







Putra mahkota terlibat?







Husy! Belum apa-apa, curiga!







Mereka bersih! Pasti bersih!







Steril!



SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PARA PUTRA DENGAN ORANGORANG YANG GELISAH: 



Jangan gelisah, saudara-saudara.







Pembunuhnya sudah ditemukan.







Siapa?







Itu!







Yang mana?







Yang berdiri di situ.







Yang pakai baju.. apa warnanya? Merah. Ya. Merah!







Dia? Roman?







Yaya. Roman! Roman kau kan?







Ah mana mungkin.







Roman sejak tadi hanya berdiri di situ.







Tidak mungkin Roman pembunuh.







Ini pasti suatu kekeliruan.







Dari sini tampak jelas, memang dialah Roman pembunuh!







Bukti-bukti sudah disusun.







Saksi-saksi sudah dipesan.







Ayo, ajukan segera ke pengadilan!







Hukum dia! 250







Tegakkan keadilan!







Kalau begitu caranya tidak sesuai dengan keadilan itu sendiri.







Akui saja terus terang!







E, Roman! Kau Roman pembunuh Mandiangko, bukan?







Aku bukan pembunuh.







Jangan suka membersihkan diri.







Bungkam dia!







Naikkan ke buaian ini.







Dia harus segera diadili!







Ayo, cepat! Bungkam!







Siapa yang tidak mau, akan dituduh bersekongkol dengan pembunuh!







Cepat bungkam!







Bungkam sebelum dilihat komisi Ham. Orang-orang patuh. Salah seorang dinaikkan ke sangkar buaian



menggantikan tempat pakar. 



Kuingatkan! Mulai saat ini, mempergunakan pikiran dianggap sebagai tindak kejahatan!







Ayo, putar buaian!







Putar!



SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG ORANG-ORANG SETELAH DITINGGALKAN PARA PUTRA: 



Luar biasa! Tiba-tiba saja Roman dituduh sebagai pembunuh!







Mengerikan sekali.







Dia Roman pembunuh?







Seperti pembunuh?







Sebagai sebuah cerita, peristiwa tiba-tiba begini tidak masuk akal.







Tanpa pendahuluan, tanpa penjelasan, seseorang telah dihakimi sebelum diadili.







Sudahlah. Jangan gunakan pikiran!



Tiba-tiba Pakar bangkit. Orang-orang gempar. 251



SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL DIALOG ORANG-ORANG DENGAN PAKAR: 



Tapi mati, kenapa bangun lagi!







Siapa yang menuduh aku mati.







Itu.







Kurang ajar sekali.







Dia telah memutar balik kenyataan.







Orang tidur dituduh mati.







Ini suatu kejahatan.







Kalian tahu siapa mereka?







Siapa?







Putra mahkota.







O, begitu.







Mereka memang boleh berbuat sesuka hati.







Jadi, kita tenang-tenang saja.







Anggap saja tidak terjadi apa-apa.







Lalu ke mana Roman dibawa.







Dewa-dewa tahun ini perlu Roman.







Apa benar mereka membawa mahkota palsu?







Tunggu. Sesaat nanti akan kukatakan.







Apa benar mereka mau membunuh seorang pakar?







Jika seorang pakar mati, berarti ilmu pengetahuan terhenti.







Tunggu. Sesaat nanti akan kukatakan.







Sesaat, sesaat, sesaat, nanti semua jadi sesat!







Kalau begini keadaannya, pindah dari sini.







Salah sendiri. Kenapa masih berputar-putar juga sekeliling buaian ini.







Yaya. Tentu saja kita mudah dituduh sesuka hati.







Mau pindah ke mana?







Ke sana.







Iya. Sananya, mana?







Di sana juga sama dengan di sini.







Yaya. Kita terjebak lingkaran ini. 252







Seperti menghasta kain sarung.







Tak pernah bertemu ujungnya.







Ayo, pergi.







Iya, tapi ke mana?







Pokoknya bergerak. Beriringan. Kompak!







Ayo!



Orang-orang beralih tempat sambil menyanyi-nyanyi. KOOR MEREKA DALAM PERJALANAN PERALIHAN TEMPAT: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko Orang-orang terus berjalan berkeliling. Sementara itu putaran buaian kaliang mulai diperlambat. Para Putra gelisah.



SEPENGGAL ATAU SEBAGIAN DIALOG PARA PUTRA: 



Di mana kita?







Negeri itu tidak ada di dalam peta.







Tapi aku harus mendarat. Begitu menurut kisahnya.







Iya, itu menurut kisah.







Mahkotanya?







Bukan mahkota yang penting sekarang, tetapi kekuasaannya.







Jadi, mahkota ini.







Ya, terus simpan.







Wariskan.







Mewariskan kepalsuan.







Memang begitu kisahnya.







Tidak mudah mengubah sebuah kisah. 253







Soal mahkota, harus jadi rahasia keluarga kita.







Jika ada yang membocorkannya lagi, bungkam!







Kalau mendarat di negeri ini, hati-hati.







Mereka mungkin orang-orang teliti dengan makna kata.







Beri emas sekeping, beres sudah!







Oke! Oke!



Buaian kaliang diayun semakin cepat. Sementara itu mereka yang dibawah berpindah tempat sambil menyanyi dan menari. KOOR ORANG-ORANG SELAMA PELAYARAN PARA PUTRA KE MINANG KABAU: Cak cacak mimin Basawah di palupuah Tarambah padi mudo Di ateh mandi angin Di tangah mandi paluah Di bawah mandiangko KOOR PARA PENGAYUN BUAIAN DI ANTARA KOOR ORANG-ORANG ITU: Tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, pan, lan, hop luh! Luh, leh, doleh, goleh, peleh, moleh, namleh, juleh, panleh, lanleh, doluh! Dotu, dowo, dogo, dompek, domo, donam, dojuh, dopan, dolan, goluh! Gotu, gowo, gogo, gompek, gomo, gonam, gojuh, gopan, golan, peluh! Petu, pewo, pego, pepek, pemo, penam, pejuh, pepan, pelan, moluh! O,o, o cukup ! Lima puluh! Lima puluh! Lima puluh. Op. op. Buayan berhenti berputar. SEBAGIAN ATAU SEPENGGAL KOMENTAR DAN KEGEMBIRAAN ORANGORANG YANG MENYAMBUT: 



Uang datang.







Rejeki menjelang.







Putra mahkota yang dulu juga! 254







Tapi mahkotanya palsu.







Ah, kau! Ijazah, skripsi, kartu nama, juga dipalsukan.







Apalagi mahkota!







Putra mahkota datang, kita pasti diguyur uang!







Mahkotanya palsu atau tidak, terserah dia!







Yaya. Kita harus menyambut.







Jangan kelihatan hanya sebagai basa basi.







Nah, dia sudah dekat. Sambut!







Sambut!







Selamat datang!







We.... Elkam!







Nais tumit yu!







Ayo, sambut. Meriah! Meriah!







Pitih tu mah yuang!







Pitih! Salah seorang putra turun disambut dengan tari-tarian! Sementara kedua



putra yang lainnya terus melakukan perjalanan. TERIAKAN YANG DIBUNGKAM TADI DARI ATAS SANGKAR BUAIAN KALIANG: 



Kasusku bagaimana? Aku bukan Roman! Apalagi roman pembunuh? Kalian pesta, aku dipenjara! E, kasusku! Apakah aku harus bernasib seperti pakar? Aku bukan pakar! Bukan pakar!



Orang-orang tidak mendengarkannya karena asyik dengan pesta penyambutan putra mahkota. Sampai sekarang dia masih terus diputar nasib tanpa jelas kapan akan berhenti.



-tamat-



255



Padang, Desember 1996 Kualalumpur, Agustus 2002



256