4 0 929 KB
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN ELEKTIF
“FRAKTUR”
Tim Penyusun : Kelompok 1 3 Reguler B 1. Adelia Eva Amanda 2. Nur Afni Oktavia 3. Ismi Lusiati 4. Putri Aisyah Rahmania 5. Alif Mufti Haq 6. Ilham Azhar
P1337420317056 P1337420317078 P1337420317080 P1337420317090 P1337420317091 P1337420316087
Prodi DIII Keperawatan Pekalongan
1
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
VISI
DAN
MISI
PRODI
DIII
KEPERAWATAN
PEKALONGAN
VISI:
Menjadikan
Program
Pekalongan,yang
Studi
Keperawatan
menghasilkan
Keperawatan,
unggul
dalam
gawatdarurat,
berbasis
kearifan
tenaga
keperawatan lokal
dan
diakui internasional tahun 2025” . MISI:
1.
Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi sesuai perkembangan dan kebutuhan masyarakat berdasarkan system penjaminan mutu Poltekkes Kemenkes Semarang.
2. Melaksanakan dan mengembangkan pengelolaan program studi secara terus menerus dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas, berdaya saing tinggi dan berbudi pekerti luhur. 3. Menghasilkan lulusan D-III Keperawatan yang kompeten, unggul dalam pengelolaan keperawatan kegawatdaruratan. 4. Mengembankan jejaring dengan pengguna lulusan, baik beskala local , regional, nasional maupun internasional
2
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
SASARAN MUTU: Sarmut I a. Terwujudnya penyelenggaraan pendidikan sesuai standar pelayanan pendidikan (Standar ISO 9001:2008). b. Terselenggaranya pengemba-ngan SDM
Sarmut II a. Terlaksana-nya kegiatan penelitian kesehatan oleh setiap dosen minimal sekali dalam satu tahun. b. Keikut serta-an kegiatan proceeding penelitian baik tingkat nasional minimal setahun sekali c. Terselengga-ranya sosialisasi hasil penelitian dan implementasi-nya kepada mahasiswa dan masyarakat. d. Tersusunnya roadmap penelitian Program Studi Sarmut III a. Tersusunnya rencana program pengabdian kepada masyarakat. b. Terlaksana-nya kegiatan pengabdian kepada masyarakat minimal sekali setiap semester c. Terbangun-nya kerjasama lintas program dan sektoral dalam program pemerintah untuk pembangunan kesehatan masyarakat d. Mengadakan pelatihan dan workshop terkait hasil penelitian pada kegiatan pengabdian masyarakat.
3
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Sarmut IV a. Terciptanya Kegiatan pembelaja-ran dengan aman, tertib, bebas dari suasana keributan / kebisingan b. Meningkat-nya motivasi belajar mahasiswa di lingkung-an kampus c. Berjalannya kegiatan kemahasis-waan yang dapat meng-akomodir terhadap kreativitas mahasiswa d. Tersedianya sistem keamanan & keselamatan kerja bagi seluruh civitas akademika e. Terciptanya pergaulan sosial akademik yang menye-nangkan bagi seluruh civitas akademik
4
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
KATA PENGANTAR Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Modul Pembelajaran Keperawatan Elektif telah dapat diselesaikan. Modul pembelajaran ini disusun untuk memfasilitasi pebelajar dalam membantu dan mengarahkan belajar mahasiswa sehingga memiliki kemampuan internal untuk belajar secara mandiri. Modul pembelajaran ini akan mengkondisikan mahasiswa belajar secara mandiri karena dikemas secara interaktif yang didalamnya tersedia alat ukur (soalsoal latihan dan tugas uji kompetensi dan sekaligus ber-feedback langsung terhadap kesalahan yang dijawabkan mahasiswa dan mampu mengoreksi secara cepat berkenaan seberapa tinggi keberhasilan mahasiswa dalam mempelajari unit materi tertentu. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini. Akhirnya, penulis berharap modul pembelajaran ini dapat digunakan untuk mendukung belajar mahasiswa secara optimal dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Pekalongan, Agustus 2019
Penulis
5
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
DAFTAR ISI
Daftar Isi ................................................................ .6 KB I: Konsep Fraktur ……….. .................. ................... 8 Sub pokok Bahasan: ……………………………….9 Indikator …………………………………………… 9 Pendahuluan .......................................... ......12 Tujuan/KD ............................................. ....12 Uraian Materi ………………………………………14 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Pengertian Fraktur …………………………………….14 Etiologi Fraktur ………….…………………………….15 Klasifikasi Fraktur …………. …………………………15 Anatomi Fisiologi Fraktur ………...…………….....16 Manifestasi Klinis Fraktur ………… ………………..17 Patofisiologi Fraktur …………. ………………………18 Pathways Fraktur ………….…………. ……………….18 Penatalaksanaan Fraktur ………….. ………….........35 Pencegahan Fraktur ………….. ……………………….35 Pemeriksaan Penunjang Fraktur …………. …………37 Komplikasi Fraktur ………….. ……………………….37 Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur ………… …..37
Latihan .................................................. ......42 Rangkuman .......................... .......................42 Tes Fomatif ............................................ ....44 Senarai..................................................... ...45 Daftar Pustaka ............ .............................. ...45
6
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
TINJAUAN UMUM MK
1. Memahami asuhan keperawatan pasien dengan fraktur
MATERI INTI MODUL
1. Asuhan keperawatan pasien dengan fraktur
7
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
MODUL MATERI 1 Asuhan Keperawatan Fraktur
DE S KR IP S I S IN G KA T Mata ajaran ini membahas tentang masalah kesehatan. Modul ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk memahami konsep Asuhan Keperawatan Fraktur. Proses pembelajaran difokuskan pada diskusi dan ceramah di kelas dan pengalaman praktikum di laboratorium dan klinik. Penugasan individu dan kelompok seperti menyajikan materi dalam bentuk seminar dan membuat pelaporan tentang praktikum di laboratorium dan klinik akan melengkapi pengalaman mahasiswa dalam mencapai kompetensi mahasiswa.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur
8
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Indikator Pembelajaran
No 1.
Kompetensi Dasar Asuhan
Keperawatan
pada pasien Fraktur
Indikator 1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Fraktur 2. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Fraktur 3. Mahasiswa mampu menjelaskan Klasifikasi Fraktur 4. Mahasiswa mampu menjelaskan Anatomi fisiologi Fraktur 5. Mahasiswa mampu menjelaskan Manisfestasi Fraktur 6. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Fraktur 7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pathway Fraktur 8. Mahasiswa mampu menjelaskan Penatalaksanaan Fraktur 9. Mahasiswa mampu menjelaskan Pencegahan Fraktur 10. Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Fraktur 11. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi Fraktur 12. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Asuhan keperawatan Fraktur
9
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Kegiatan pembelajaran
Waktu
Metod
Tahap KBM
Kegiatan Dosen
e/
Mahasiswa
Media 5 menit Pembukaan
1) Membuka pelajaran dengan Menjawab salam mengucapkan salam.
ceram
2) Menjelaskan
tanya
tujuan,
ah,
isi,
proses dan sistem evaluasi Memperhatikan jawab, penjelasan dari dan pembelajaran. 3) Apersepsi materi pelajaran
dosen
diskus i
yang terkait. Menyimak
dan
menjawab 40 mnt
Kegiatan Inti
Mendengarkan
Teori:
4) Dosen peserta
menjelaskan didik
materi,
mencatat
dan
menyimak 5) Dosen kepada
memberi peserta
menanyakan
kesempatan didik
materi
untuk yang
diberikan. 6) Dosen
menjelaskan
selanjutnya,
peserta
materi didik
mencatat dan menyimak 7) Dosen
memberi
kesempatan
10
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
kepada
peserta
menanyakan
didik
untuk
materi
yang
diberikan 8) Dosen
menugaskan
peserta
kepada
didik
untuk
mendiskusikan materi yang telah diberikan.
5 menit Penutup
Dosen bersama peserta didik Menyimak menyimpulkan materi pelajaran menjawab Melakukan lisan,
evaluasi
menjawab
dan
secara
kuis
dan
menilai laporan studi kasus. Memberikan materi
tugas
terkait
membaca
untuk
tugas
kelompok. Menutup
pelajaran
dengan
salam.
11
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN “FRAKTUR” 150 Menit
A
PENDAHULUAN pakah Anda sudah mengetahui hal-hal yang termasuk konsep Asuhan Keperawatan Fraktur? Kalau Anda belum mengetahuinya maka bacalah modul ini. Modul 1 ini berisikan materi tentang materi Fraktur.
TUJUAN (KD) Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu memahami konsep Asuhan Keperawatan Fraktur.
SUB POKOK BAHASAN 1. 2. 3. 4.
Pengertian Fraktur Etiologi Fraktur Klasifikasi Fraktur Anatomi fisiologi Fraktur
12
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Manisfestasi Fraktur Patofisiologi Fraktur Pathway Fraktur Penatalaksanaan Fraktur Pencegahan Fraktur Pemeriksaan Penunjang Fraktur Komplikasi Fraktur Konsep Asuhan keperawatan Fraktur
INDIKATOR PEMBELAJARAN 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Klasifikasi Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Anatomi fisiologi Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Manisfestasi Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Pathway Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Penatalaksanaan Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Pencegahan Fraktur Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Fraktur 23. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi Fraktur 24. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Asuhan keperawatan Fraktur
13
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
URAIAN MATERI A. Pengertian Fraktur Fraktur adalah terputusnya konituitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang mungkin disebabkan trauma, baik trauma langsung atau tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnnya trauma. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al, 2010). B. Etiologi Fraktur 1. Trauma Jatuh, kecelakaan motor atau cidera saat bermain sepak bola 2. Osteoporosis Jenis penyakit ini dapat melemahkan tulang dan membuat tulang rapuh 3. Terlalu sering digunakan Gerakan yang berulang menyebabkan otot lelah dan tulang mengalami tekanan.
14
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
C. Klasifikasi Fraktur Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. 2. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 4. Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
D. Anatomi fisiologi Fraktur Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung yaitu : Ujung atas yang merupakan permukaan dua dataran permukaan persendian femur dan sendi lutut. Ujung bawah yang membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur fibula dan talus. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang ini adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung
15
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Fungsi Tulang : 1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh. 2) Tempat melekatnya otot. 3) Melindungi organ penting. 4) Tempat pembuatan sel darah. 5) Tempat penyimpanan garam mineral.
E. Manisfestasi Fraktur 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. 3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm. 4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
16
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
F. Patofisiologi Fraktur Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur.
17
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
G. Pathways Fraktur
Kehilangan integritas kulit
Ketidak stabilan posisi fraktur, apabila organ fraktur di gerakkan Fragmen tulang yang patah menusuk organ sekitar fraktur di gerakkan Gangguan rasa nyaman (Nyeri)
Perubahan fragmen tulang kerusakan pada jaringan dan pembuluh darah
Kurang Informasi
Perdarahan lokal fraktur di gerakkan
Kurang Pengetahuan
Tindakan operasi
Hematoma pada daerah fraktur sekitar fraktur di gerakkan Aliran darah kedaerah distal berkurang atau terhambat sekitar frakturjaringan di gerakkan Warna pucat, nadi lemah , sianosis, kesemutan terhambat sekitar Kerusakan neuromuskuler fraktur di gerakkan kesemutan terhambat sekitar Gangguan mobilitas fisik fraktur di gerakkan kesemutan terhambat sekitar fraktur di gerakkan
H. Penatalaksanaan Fraktur Prinsip tatalaksana untuk fraktur meliputi tindakan manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen, diikuti pembebatan untuk mempertahankannya bersama sebelum semua fragmennya menyatu, lalu melakukan tindakan rehabilitasi guna menjaga fungsi dan pergerakan sendi. Penyembuhan fraktur dibantu oleh
pembebanan fisiologis pada tulang sehingga dianjurkan
melakukan aktivitas otot dan penahanan beban lebih awal.
18
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Secara umum, komponen tatalaksana untuk fraktur tertutup meliputi : 1. Reduce (Reduksi) 2. Hold (Mempertahankan) 3. Exercise (Latihan). Masalahnya adalah bagaimana cara menahan fraktur secara memadai sambil tetap menggunakan tungkai secukupnya, hal ini menjadi pertentangan antara “penahanan” lawan “gerakan” yang perlu dicari jalan keluarnya secepatnya oleh tenaga medis (semisal dengan fiksasi internal), tetapi dia juga ingin menghindari risiko yang tak perlu, hal ini menjadi pertentangan antara “kecepatan” dan “keamanan”. Adanya dua konflik ini menggambarkan empat faktor utama dalam penanganan fraktur (kuartet fraktur). Semakin berat cedera yang terjadi akan lebih membutuhkan bentuk fiksasi mekanik tertentu. 1. Reduce (Reduksi) Meski terapi umum dan resusitasi harus selalu didahulukan, tidak boleh ada keterlambatan dalam menangani fraktur, pembengkakan jaringan lunak selama 12 jam pertama akan mempersulit reduksi. Akan tetapi, terdapat beberapa kondisi yang tak memerlukan reduksi, yaitu : a.
Bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada
b.
Bila pergeseran tidak berarti (semisal fraktur clavicula)
c.
Bila reduksi tampaknya tidak berhasil (semisal fraktur kompresi vertebrae).
Penjajaran (alignment) fragmen lebih penting daripada aposisi, asalkan diperoleh penjajaran yang normal. Yang menjadi pengecualian adalah fraktur yang melibatkan permukaan sendi dimana ini harus direduksi
19
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
sesempurna mungkin agar tidak menimbulkan arthritis degeneratif.
Reduksi Tertutup
Sejauh ini sudah diketahui ada dua metode reduksi yaitu : a) Reduksi Tertutup Penggunaan anestesi dan relaksasi otot yang tepat, memudahkan proses reduksi melalui tiga tahap manuver yaitu : 1) bagian distal ditarik ke garis tulang 2) sementara fragmen terlepas, fragmen tersebut direposisi (dengan membalikkan arah kekuatan asal kalau ini dapat diperkirakan) 3) penjajaran disesuaikan di setiap bidang. Cara ini efektif bila periosteum dan otot pada satu sisi fraktur tetap utuh, pengikatan jaringan lunak mencegah reduksi yang berlebihan dan menstabilkan fraktur setelah direduksi. Beberapa fraktur sulit direduksi dengan manipulasi (seperti fraktur batang femur) karena tarikan otot sangat kuat dan membutuhkan traksi yang lama. Reduksi tertutup
20
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran minimal, pada fraktur yang terjadi pada anak-anak dan pada fraktur yang stabil setelah reduksi. b) Reduksi Terbuka Reduksi bedah pada fraktur dilakukan atas indikasi : 1) Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen atau karena terdapat jaringan lunak di antara fragmenfragmen itu 2) Bila terdapat fragmen artikular yang cukup besar yang perlu ditempatkan secara tepat 3) Bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Biasanya reduksi terbuka merupakan langkah awal untuk melakukan fiksasi internal. 2. Hold (Mempertahankan Reduksi) Kata imobilisasi untuk poin jarang digunakan karena sebenarnya tindakan yang dilakukan merupakan pencegahan pergeseran. Namun pembatasan gerakan tertentu diperlukan untuk membantu penyembuhan jaringan lunak dan memungkinkan gerakan bebas pada bagian yang tidak terkena. Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah sebagai berikut. a. Traksi b. Pembebatan Gips c. Pemakaian Penahan Fungsional d. Fiksasi Internal e. Fiksasi Eksternal
21
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Otot di sekeliling fraktur kalau utuh bertindak sebagai kompartemen cair; traksi atau kompresi menciptakan efek hidrolik yang dapat membebat fraktur. Karenanya metode tertutup cocok untuk fraktur dengan jaringan lunak yang masih utuh dan cenderung gagal bila digunakan untuk fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. Kontraindikasi lain untuk metode nonoperasi adalah fraktur yang sifatnya tidak stabil, fraktur ganda, dan fraktur pada pasien yang tidak kooperatif. 1. Traksi Adalah alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang diterapkan pada suatu bagian distal anggota badan dengan tujuan mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula. Traksi dibagi menjadi beberapa macam, yaitu : a) Traksi terus-menerus Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal femur supaya melakukan tarikan terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblique atau spiral yang mudah tergeser oleh kontraksi otot. Traksi tidak dapat menahan fraktur tetap diam, traksi dapat menarik tulang panjang secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi reduksi yang tepat kadang susah dipertahankan. Sementara itu pasien dapat menggerakkan sendinya dan melatih ototnya. b) Traksi dengan gaya berat Digunakan pada cedera tungkai atas. Karenanya bila menggunakan kain penggendong lengan, berat lengan akan memberikan traksi terus-
22
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
menerus pada humerus, untuk kenyamanan dan stabilitas, terutama pada fraktur melintang. c) Traksi kulit Traksi dibebankan pada kulit dan jaringan lunak. Dilakukan bila daya tarik yang diperlukan kecil (sekitar 4-5 kg). Penggunaannya dengan ikatan elastoplast ditempelkan pada kulit yang telah dicukur dan dipertahankan dengan suatu pembalut. Beberapa macam traksi kulit adalah : 1) Traksi Bucks (digunakan pada fraktur femur, pelvis, dan lutut) 2) Traksi Bryants (untuk dislokasi sendi panggul pada anak) 3) Traksi Russells (untuk fraktur femur) d) Traksi skeletal Traksi dibebankan pada tulang pasien dengan menggunakan pin logam dan atau kawat Kirschner, biasanya di belakang tuberkel tibia untuk cedera pinggul, paha dan lutut, di sebelah bawah tibia atau pada kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau digunakan pen, dipasang kait yang dapat berputar dengan bebas, dan tali dipasang pada kait itu untuk menerapkan traksi. Dilakukan bila daya tarik yang diperlukan lebih besar (1/5 dari berat badan) dan untuk jangka waktu lama.
23
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
24
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Jenis-jenis traksi 2. Bebat Gips Penggunaan gips (plaster of paris) sebagai bebat imobilisasi yang cukup mudah dan murah untuk dilakukan, dimana pasien juga dapat pulang lebih cepat. Biasanya digunakan untuk fraktur tungkai distal dan untuk fraktur pada anak. Meskipun diketahui gips ini membuat pasien kurang nyaman karena kerasnya gips dalam mengimobilisasi jaringan di bawahnya dan kecepatan penyatuannya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan traksi. Tehnik pemasangan gips : Setelah fraktur direduksi, pasang kaus kaki pada tungkai dan tonjolan tulang dilindungi dengan wol. Gips kemudian dipasang. Sementara gips mengeras, tenaga medis membentuknya agar tonjolan tulang tidak tertekan.
25
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Pembebatan
gips
berkonsolidasi,
ini
tidak
kalaupun
boleh
dihentikan
sebelum
diperlukan
perubahan
gips,
fraktur
diperlukan
pemeriksaan sinar-X. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut. a) Cetakan gips yang ketat Pasien akan mengeluh nyeri
yang difus kemudian muncul
pembengkakan. Tungkai harus ditinggikan untuk mengurangi keluhan. Kalaupun nyeri tetap ada, penanganannya adalah melepas gips. b) Luka akibat tekanan Gips dapat menekan kulit pada tonjolan tulang (patella, tumit, siku) dan pasien akan mengeluh nyeri lokal di atas tempat tekanan. c) Abrasi kulit Terjadi bila pelepasan gips tidak dilakukan dengan benar
Pemasangan Gips
26
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
3. Pemakaian Penahan Fungsional Penggunaan alat ini biasanya untuk fraktur femur, tibia, akan tetapi penahan ini bersifat tidak kaku, sehingga hanya dipakai bila fraktur mulai menyatu, semisal 3-6 minggu setelah traksi atau pemasangan gips. Adapun penggunaan alat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut. a) Fraktur dapat dipertahankan dengan baik, b) Sendi dapat digerakkan, c) Fraktur menyatu dengan kecepatan normal, d) Memastikan metode yang dipakai itu aman. Hal ini cukup berisiko bila pemasangan alat ini tidak oleh tenaga berpengalaman dikarenakan dapat menyebabkan mal-union pada fraktur yang lebih besar. Tehnik pemasangannya adalah dengan menstabilkan frakturnya terlebih dahulu (dalam gips atau traksi), lalu dipasang alat ini yang dapat menahan fraktur tapi memungkinkan gerakan sendi, dan selalu dianjurkan melakukan aktivitas fisik fungsional termasuk penahanan beban.
Alat Penahan Fungsional
27
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
4. Fiksasi Internal Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen, paku pengikat, plat logam dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau tanpa sekrup pengunci), atau kombinasinya. Bila dipasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur dengan aman sehingga gerakan dapat segera dilakukan. Semakin segera gerakan dapat dilakukan, semakin rendah pula risiko terjadinya kekakuan dan edema. Dalam hal kecepatan, pasien dapat meninggalkan rumah sakit segera setelah luka sembuh, dikarenakan fraktur yang terjadi sudah dipertahankan dengan jembatan logam. Bahaya yang mungkin terjadi adalah infeksi yang dapat menyebabkan sepsis. Risiko infeksi ini tergantung pada kebersihan luka yang dibuat pada tubuh pasien, keterampilan tenaga medis dalam melakukan pembedahan dan jaminan asepsis saat di ruang operasi. Tindakan ini baru bisa dilakukan atas indikasi : a) Fraktur yang terjadi tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi b) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung akan bergeser setelah direduksi. c) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan, terutama fraktur leher femur d) Fraktur patologis dimana penyakit yang mendasarinya mencegah penyembuhan e) Fraktur multipel f) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (pasien lanjut usia, pasien paraplegia).
28
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Fiksasi Internal Komplikasi yang sering terjadi akibat fiksasi internal adalah infeksi, nonunion (dikarenakan terdapat gap yang cukup jauh antar sekrup yang dipasang pada plat logam yang ditanam), kegagalan implan (dikarenakan buruknya kualitas plat logam yang keropos) dan fraktur kembali (dikarenakan terlalu cepat melepas plat logam yang dipasang). Waktu minimal yang dibutuhkan untuk melepas plat logam tersebut adalah sekitar satu tahun. Berikut ini merupakan gambaran beberapa jenis tehnik pemasangan fiksasi internal.
29
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
A
B
C
30
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
31
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
E
D
F
G
Jenis Fiksasi Internal (A) Screws – interfragmentary compression (B) Interlocking nail & screw (C) Flexible intramedullary nails (D) Tension-band wiring (E) Kirschner wires (F) Dynamic compression screw & plate (G) Plate & screw
5. Fiksasi Eksternal Fiksasi eksternal ini dilakukan atas indikasi : a) Fraktur disertai kerusakan pembuluh darah atau saraf
32
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
b) Fraktur disertai kerusakan jaringan lunak yang hebat c) Fraktur dengan keadaan sangat kominutif dan sangat tidak stabil d) Fraktur disertai dengan keadaan infeksi.
Alat Fiksasi Eksternal
33
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
3. Exercise Pengertian Exercise dalam konteks ini adalah suatu tindakan rehabilitatif guna memperbaiki pergerakan sendi dan kekuatan otot agar bisa kembali menjalankan fungsi kehidupannya seperti sedia kala. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam poin ini adalah elevasi bagian tubuh yang mengalami fraktur dan latihan rehabilitatif aktif. Alasan mengapa elevasi ini dilakukan guna mengurangi edema yang terjadi akibat fraktur, adapun edema yang terjadi ini dapat menyebabkan kekakuan sendi terutama di tangan. Latihan rehabilitatif pun dilakukan atas alasan agar membantu memompa cairan edema yang ada, menstimulasi sirkulasi, mencegah terjadinya adhesi jaringan lunak, dan dapat mempercepat penyembuhan fraktur. Latihan yang dimaksud disini adalah bukan latihan aktif berat, melainkan latihan aktivitas normal yang tidak memberatkan. Adapun bila pasien tidak bisa melakukan tindakan rehabilitatif aktif, bisa digunakan alat rehabilitatif pasif menggunakan mesin yang dinamakan CPM (Continuous Passive Motions).
Alat CPM
34
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Seiring waktu berjalan, pasien juga harus diajarkan kembali bagaimana melakukan kegiatan sehari-hari seperti berjalan, mandi, berpakaian, dan lain-lain. Pasien juga diajarkan agar tidak takut menggunakan anggota tubuh yang mengalami fraktur. Adapun dukungan keluarga cukup banyak membantu dalam proses kesembuhan pasien dan perbaikan kualitas hidup pasien ke depannya.
I. Pencegahan Fraktur Pencegahan dari fraktur sendiri adalah dengan mengkonsumsi jenis makan-makanan yang banyak mengandung Kalsium, sebab kalsium dapat menguatkan tulang.
J. Pemeriksaan Penunjang Fraktur Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dapat membantu dokter untuk menyingkirkan diagnosis pembanding, untuk menegakkan diagnosis, maupun untuk memilih terapi yang tepat untuk dijalankan oleh pasien. Dalam memilih pemeriksaan penunjang, dokter haruslah bijaksana dan haruslah mempertimbangkan berbagai faktor yang terlibat, selain itu pemeriksaan penunjang yang akan di jalankan oleh pasien haruslah informative untuk dokter tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh pasien tersebut adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi antara lain : 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang mungkin dapat dilakukan pada fraktur adalah analisa cairan sendi, dan BMD untuk mengetahui faktor resiko
35
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
terjadinya fraktur. 2. Pemeriksaan Radiologi a. Roentgen Foto roentgen harus memenuhi beberapa syarat antara lain adalah: Letak patah tulang di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat secara tegak lurus Dibuat 2 lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus Pada tulang panjang, persendian proksimal dan distal harus turut difoto Bila sanksi, buat foto anggota gerak yang sehat sebagai pembanding Bila tidak diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang setelah satu minggu karena daerah yang retak akan mengalami hyperemia sehingga terlihat sebagai dekalsifikasi. b. MRI MRI digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak, fraktur akut, fraktur trauma, cedera medulla spinalis, dan patologi intraartikular. MRI sekarang umum digunakan untuk mendiagnosis fraktur akut yang tidak terbaca di film polos. c. CT Scan Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan misalnya dalam hal patah tulang vertebra dengan gejala neurologis. CT scan biasanya penting untuk memahami posisi semua fragmen fraktur pada fraktur intraartikular kompleks. d. Arteriografi Arteriografi penting dilakukan untuk mengevaluasi dan memastikan tidak ada sendi yang rusak.
36
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
K. Komplikasi Fraktur Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang yang lepas dari sendi). Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi.
L. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur 1. Pengkajian a. Identitas diri Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, dan lain-lain. b. Keluhan utama Kondisi yang saat ini dirasakan oleh pasien. c. Riwayat Kesehatan - Riwayat Kesehatan Sekarang Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan, apa yang menyebabkan kecelakaan dan terjadi patah tulang - Riwayat Kesehatan Dahulu Tanyakan adakah pasien memiliki riwayat patah tulang sebelumnya. - Riwayat Kesehatan Keluarga Tanyakan adakah dalam keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang sama sepertinya atau penyakit tulang lainnya.
37
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan otot c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Rencana Keperawatan a. Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan fraktur Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam, diharapkan
nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :
1. Pasien tidak mengeluh nyeri kembali 2. Skala nyeri 0-1 3. Pasien tampak nyaman Intervensi : 1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi. 2. Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena 3. Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips 4. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (010) 5. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera. 6. Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri 7. Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring 8. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat.
38
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
Rasional : 1. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera. 2. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri 3. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering. 4. Meningkatkan
keefektifan
intevensi,
tingkat
ansietas
dapat
mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri. 5. Membantu menghilangkan astetas 6. Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri 7. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 8. Diberikan
untuk
menurunkan
nyeri
/
spasme
otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.
b. Diagnosa II : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. X 24Jam, diharapkan gangguan mobilitas fisik dapat diatasi. Intervensi : 1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera 2. Instruksikan pasien untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif
39
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit. 3. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit 4. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic 5. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas) 6. Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air asam, jus. Rasional : 1. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang keterbatasan fisik actual. 2. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / afroji 3. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dengan masa otot 4. Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul 5. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung 6. Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
c. Diagnosa III : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 Jam,
40
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
diharapkan pasien dan keluarga dapat memahami penyakit yang dialami pasien. Intervensi : 1. Berikan penjelasan tentang fraktur 2. Berikan penyuluhan kesehatan tentang fraktur Rasional : 1. Pasien dan keluarga mengerti penyakit fraktur. 2. Pasien dan keluarga dapat mengimplementasikan penyuluhan.
41
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
LATIHAN Untuk mengetahui pemahaman Anda terhadap isi modul maka lakukanlah kegiatan berikut ini. 1. Menjelaskan laporan pendahuluan asuhan keperawatan Fraktur 2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan Fraktur.
Selamat Mengerjakan !
RANGKUMAN Fraktur adalah terputusnya konituitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang mungkin disebabkan trauma, baik trauma langsung atau tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnnya trauma. Prinsip tatalaksana untuk fraktur meliputi tindakan manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen, diikuti pembebatan untuk mempertahankannya bersama sebelum semua fragmennya menyatu, lalu melakukan tindakan rehabilitasi guna menjaga fungsi dan pergerakan sendi. Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang.
42
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
TES FORMATIF Setelah anda membaca seluruh materi kegiatan I. Selanjutnya kerjakan soal berikut ini. Petunjuk Soal : Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu option jawaban yang benar pada lembar jawaban yang telah disediakan! 1. Seorang wanita berusia 40 tahun mengalami fraktur tertutup pada tulang femur sebelah kiri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada saat dilakukan pemeriksaan, pasien mengatakan nyeri pada daerah tulang femurnnya. Tandatanda vital diperoleh tekanan darah : 100/80 mmHg, nadi : 60x/menit, RR : 22x/menit, akral dingin. Manakah penyebab masalah yang terjadi pada pasien ? a. b. c. d. e.
Nyeri akut Tamponade Jantung Infeksi Perdarahan masive Mobilitas
2. Anak usia 13 tahun masuk rumah sakit akibat jatuh dari terpeleset saat melewati tangga di depan sekolahnya. Ia diantar ke rumah sakit oleh guru dan kedua temannya. Untuk meminimalisir terjadinya fraktur, maka akan dilakukan
43
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
tindakan keperawatan. Apakah yang akan dilakukan untuk minta persetujuan tindakan ? a. Meminta persetujuan guru yang mengantar ke rumah sakit b. Meminta persetujuan kedua temannya c. Menghubungi segera kedua orang tuanya dan meminta persetujuan d. Meminta persetujuan pada sekolah e. Langsung melakukan tindakan tanpa meminta persetujuan 3. Seorang anak SD yang sedang bermain terjatuh dari sepeda. Dia mengalami fraktur tertutup hingga mencederai otot dan teendonnya. Masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah … a. Kerusakan mobilitas fisik b. Resik terhdapa perubahan perfusi jaringan perifer c. Emboli lemak d. Nyeri akut e. Ansietas 4. Seorang perempuan dengan usia 47 tahun datang ke IGD rumah sakit X. Ia menceritakan kronologi terjadinya kecelakaan tersebut. Ia mengatakan keluhan utamanya adalah nyeri pada bagian kaki. Setelah dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri, lalu bagaimana seorang perawat memperoleh pengkajian selanjutnya ? a. Pengkajian PQRST pada bagian kaki b. Pengkajian mobilitas tangan c. Pengakjian mobilitas pada kaki d. Pengkajian PQRST pada bagian tangan e. Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien
44
Mata Kuliah:Keperawatan Elektif
A. B. C.
GLOSARIUM/SENARAI Fraktur Exercise ROM
: Patah Tulang : Latihan : Range Of Motion
DAFTAR PUSTAKA Corwin EJ. Sistem muskoskeletal. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Tambayang J. Gangguan fungsi muskoskeletal. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Sapardan S, Simbardjo D. Orthopaedi, 2010, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara Salomon, 2010, Buku Saku KMB 2, Jakarta ; Yudhatama
45