1 Analisis Hidrologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL IV HIDROLOGI



4.1 DATA CURAH HUJAN Tujuan dari pokok bahasan ini adalah memberikan gambaran cara pelaksanaan pngumpulan data dan analisis curah hujan. Hal-hal utama yang perlu dijabarkan lebih lanjut adalah : 1. Pengukuran curah hujan 2. Curah hujan rata-rata  Metode rata-rata aritmatik  Metode Poligon Thiesen  Metode Isohiet 3. Curah hujan maksimum 4. Curah hujan efektif Pengamatan / analisa peta regional yang meliputi peta geologi dan topografi regional adalah untuk mengetahui atau mengklarifikasi lebih awal kondisi geologi daerah calon alternatif lokasi bendung sebelum dilakukan pengamatan lapangan, sehingga dapat dihindari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan. Besarnya curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan biasa (tidak otomatis) dan otomatis. Perbedaan dari kedua alat tersebut terletak pada hasil distribusi waktu dari data yang diukur/dicatat. Alat pengukur curah hujan biasa hanya dapat memberikan gambaran besarnya curah hujan secara komulatip, biasanya untuk periode 24 jam dan diukur dengan gelas ukur. Sedangkan alat penqukur curah hujan otomatis dapat memperlihatIkan distribusi curah hujan tiap waktu secara terus menerus, dicatat pada kertas grafik secara otomatis. Pembacaan alat pengukur curah hujan biasa dibaca setiap pagi  jam 7.00, dan hasil pembacaan ini dicatat sebagai hasil curah jan pada hari sebelumnya. Dalam perencanaan pengairan seringkali dibutuhkan data intensitas curah hujan. Untuk ini sangat diperlukan data dari huian otomatis yang dapat mencatat terus menerus. Alat pengukur otomatis dibagi dalam beberapa tipe : - Tipping bucket - Syphon Cara kerja dari tips "tipping bucket” adalah sebagai berikut : 



Curah hujan yang jatuh pada corong akan masuk kedalam suatu alat berbentuk "timbangan" yang apabila telah penuh akan terjungkir, dan signal



akan diteruskan pada pencatat otomatis. Cara kerja dari tipe syphon":  Curah hujan yang jatuh pada corong akan masuk pada suatu tabung yang didalamnya ada sejenis pengapung yang berhubungan dengan kertas grafik. Apabila air didalam tabung sudah mencapai ketinggian tertentu (biasanya 10 mm) maka air dalam tabung tersebut akan keluar semua melalui pipa kaca, sedang jumlah air yang keluar tersebut sudah tercatat seluruhnya pada kertas grafik secara otomatis. Dari hasil pencatatan terlihat adanya suatu bentuk distribusi hujan dari waktu ke waktu. Pada periode di mana grafik menunjukkan garis mendatar di sini menunjukkan bahwa saat itu tidak ada hujan, sedangkan pada periode di mana grafik menunjukkan garis miring tegak, adalah periode hujan. Sedangkan garis yang tegak lurus,menunjukkan bahwa pada saat itu jarum pencatat sudah mencapai batas atas kertas grafik, lalu jarum turun kembali ke angka nol, dan karena pada saat itu hujan masih berlangsung terus, maka jarum akan bergerak naik lagi mencatat besarnya curah hujan yang ada saat itu. Sehubungan data curah hujan merupakan salah satu dari data dasar bagi perencanaan pengairan maka harus diperhatikan adanya syarat-syarat penempatan alat pengukur curah hujan. Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan: a) Alat penqukur curah hujan dipasang di suatu tempat, dimana sedapat mungkin tidak dipengaruhi oleh angin. b) Alat pengukur curah hujan dipasang di suatu tempat agak jauh dari bangunan gedung dan pohon, agar pemandangan antara puncak alat hujan dan seke lilingnya terbuka sama sekali  45o . c) Bagian bawah dari alat pengukur curah hujan dipasang pada tunggak sebegitu rupa, sehingga corong pengukur curah hujan tingginya 120 cm di atas permukaan tanah. d) Posisi corong pengukur curah hujan harus datar. 4.2 ANALISIS DATA CURAH HUJAN Pada bagian ini akan dijelaskan pengolahan data curah hujan harian sampai dengan debit banjir rancangan. Metode yang digunakan dan cara pengujiannya juga dibahas dalam bab ini. A. Uji Inlier – Outlier Data Data curah hujan maksimum tahunan yang diperoleh sebelum dilakukan analisis distribusi harus dilakukan dulu uji abnormalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak. Adapun langkah perhitungannya sebagi berikut : 1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya 2. Mencari harga rerata Log X



3. 4. 5. 6. 7.



Menghitung harga b Menghitung harga rerata Xo Menghitung harga rerata X2 Memperkirakan harga abnormal Menghitung harga laju resiko



B. Uji Konsistensi Data Dengan Metode Raps



Cari materi selengkapnya ttg Metode RAPS dan latihan soalnya



Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus melewati pengujian untuk kekonsistenan data tersebut. Metode yang digunakan adalah metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) (Buishand,1982).



S0  0 k



Sk    Yi Y



dengan k = 1,2,3,...,n



i 1



 k



S



Sk  Dy



 Y n



D 2y 



i



i 1



Y







2



n



nilai statistik Q dan R Q=



maks 



R=



maks



Sk S k



 untuk 0  k  n - min



S k



Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n. Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat, jika lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten. C. Analisis Frekuensi Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Perhitungan analisis frekuensi dalam pekerjaan ini ditujukan untuk menghitung curah hujan rencana yang nantinya digunakan untuk menghitung tinggi muka air rencana. Tinggi muka air rencana ini berpengaruh dalam menentukan tinggi embung. Ada 6 metode analisis frekuensi yang dipergunakan yaitu : Normal, Log Normal 2 Parameter, Log Normal 3 Parameter, Gumbel I, Pearson III dan Log Pearson III. Metode dipilih berdasarkan penyimpangan yang terkecil. D. Pemilihan Distribusi Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang tertentu, terlebih dahulu data-data hujan didekatkan dengan suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan besarnya debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi . Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi tersebut antara lain :



(X - X ) 2 n 1



S1 =



Cv =



S X n



Cs =



n   Xi - X



=



Koefisien Keragaman



=



Koefisien Kepencengan



3



n



Ck =



Standar Deviasi



3



i=1



(n-1)(n-2)S



=



n 2   Xi - X



4



=



i=1



Koefisien Kurtosis



(n-1)(n-2)(n-3)S 4



K = koefisien frekuensi didapat dari tabel Pemilihan distribusi berdasarkan penyimpangan yang terkecil. E. Uji Kesesuaian Pemilihan Distribusi Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut: 1) Uji Smirnov-Kolmogorov Uji Smirnov-Kolmogorov diperoleh dengan memplot data dan probabilitasnya dari data yang bersangkutan, serta hasil perhitungan empiris dalam bentuk grafis. Dari kedua hasil pengeplotan, dapat diketahui penyimpangan terbesar ( maksimum). Penyimpangan tersebut kemudian dibandingkan dengan penyimpangan kritis yang masih diijinkan ( cr), pada proyek ini digunakan nilai kritis (significant level)  = 5 %. Nilai kritis  untuk pengujian ini tergantung pada jumlah data dan  . 2) Uji Chi Kuadrat (X2) Metode ini sama dengan Metode Smirnov-Kolmogorov, yaitu untuk menguji kebenaran distribusi yang dipergunakan pada perhitungan frekuensi analisis. Distribusi dinyatakan benar jika nilai X 2 dari hasil perhitungan lebih kecil dari X2 kritis yang masih diizinkan. Metode chi Kuadrat diperoleh berdasarkan rumus: k



X cal   2



1



 Ef  Of  2 Ef



dengan: X cal = nilai kritis hasil perhitungan k = jumlah data Ef = nilai yang diharapkan (Expected Frequency) Of = nilai yang diamati (Observed Frequency)



Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan . Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut DK = JK - ( P + 1) dengan DK JK P



= = =



Derajat Kebebasan Jumlah Kelas Faktor Keterikatan (untuk pengujian chi kuadrat mempunyai keterikatan 2)



F. Distribusi Hujan Jam-Jaman Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman yang mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi tertentu. 4.3 DEBIT BANJIR RANCANGAN 1) Metode Rasional Metode rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit dengan besarnya curah hujan untuk DPS dalam luas sampai 500 ha. Debit banjir dapat dihitung berdasarkan parameter hujan dan karakteristik DPS, dengan rumus umum berikut: Qp



=



0.278 C I A



Keterangan : Qp = debit puncak banjir (m3/det). C = koefisien aliran. I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam). A = luas daerah pengaliran sungai (km2). Waktu konsentrasi adalah selang waktu antar permulaan hujan dan saat seluruh areal DPS-nya ikut berperan pada pengaliran sungai. Salah satu rumus yang digunakan adalah : tc



=



0.0195 I0.77 x S-0.385



Keterangan : tc = waktu konsentrasi (menit). I = panjang lereng (m). S = kemiringan lereng (m/m). Besarnya koefisien limpasan tergantung pada jenis tanah dan penggunaan tanah, diperlukan penyelidikan besarnya koefisien limpasan setiap DPS agar hasil perhitungan debit puncak banjirnya teliti.



Ir.A.P. Melchior, Dr. J. Boerema, Ir. F. Van Kooten, Ir. J. P. der Weduwen menentukan hubungan antara curah hujan dan banjir dengan rumus: xxqxf



Qp =



Keterangan : Qp = debit puncak banjir (m3/det)  = koefisien aliran  q



= koefisien reduksi = hujan maks setempat dalam sehari ( Point Rainfall ) (m3/km2/det) = luas DPS (km2)



f



Metode Rasional lainnya adalah : a) Metode Melchior F



1970 - 3960  1720β β - 0,12



Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus : tc 



10 L 36 v



v  1,31  Qi 2  h i  0,9 L



2



Keterangan : tc L V h



= = = =



F



=



q



=



waktu konsentrasi (jam) panjang sungai (km) kecepatan aliran rata-rata (m/dt) beda tinggi dasar sungai antara mulut DPS dan 0,9 L ke arah hulu luas ellip yang mengelilingi DPS, sumbu panjang tidak lebih 1,5 kali sumbu pendek (km2) curah hujan maksimum (m3/det/km2)



Prosedur perhitungan metode Melchior memerlukan tahap perhitungan coba-coba dengan terlebih dahulu menaksir harga q. b) Metode Weduwen Besarnya koefisien aliran dinyatakan dalam bentuk rumus : α 1-



4,1 βq  7



Harga  adalah koefisien reduksi, yang dapat dihitung dengan rumus :



β



t 1 f t9 120  f



120 



Besarnya curah hujan maksimum dihitung dengan rumus : q



67,64 t  1,45



Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus : L 8 Q 0,125 i 0,25 H i  0,9 L tc 



c) Metode Singapura Sebelum sampai pada perhitungan debit puncak banjir, perlu disiapkan sejumlah parameter dan informasi. Adapu tahap yang harus dilakukan dalam analisis data adalah sebagai berikut: a. Ukur panjang daerah “overland” L, yaitu panjang aliran terpanjang dari titik terjauh ke lokasi embung (m). b. Ukur S, yaitu kemiringan rata-rata dari daerah tangkapan terhadap lokasi embung (m/m) c. Hitung A, yaitu luas daerah aliran (ha) d. Tentukan jenis penutup lahan untuk menentukan koefisien Manning e. Tentukan jenis atuan tanah atau batu daerah lokasi embung untuk memperkirakan lulus air lahan. 2) Hidrograf Satuan Sintetik a) Metode Nakayasu Persamaan umum hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut (Soemarto, 1987), dan dikoreksi untuk nilai waktu puncak banjir dikalikan 0,75 dan debit puncak banjir dikalikan 1,2 untuk menyesuaikan dengan kondisi di Indonesia. 12 * A *Ro Qp  3.68 * (0.3 * Tp  T 0.3) Tp = Tg =



Tg + 0.8 Tr 0.21  L 0.7







L  15 km



Tg = T0.3 =



0.4 + 0.058  L



 



L  15 km



  Tg Persamaan hidrograf satuannya adalah: 1. Pada kurva naik 0tT



Qt = ( t / Tp )2.4 x Qp



2. Pada kurva turun



 t-Tp 



- Tp < t  Tp + T0.3







Qt=Qp 0.3







T0.3 



 t-Tp  0.5T0.3  



- Tp +T , < t  T +2,5T



Q t Q p 0.3 



1.5T0.3



 



i t



Tr 0.8Tr Tg Q (m^3/dt)



T (jam) Tp



T0.3



1.5 T0.3



Gambar 4.3 Hidrograf Satuan Nakayasu



debit(m3/dtk)



b) Metode Gamma -1 Cara ini dikemukakan oleh Sri Harto pada tahun 1985. Setelah mengadakan penelitian terhadap 30 DAS di pulau Jawa. Cara ini sajikan dalam bentuk persamaan-persamaan empiris tentang sifat dasar hidrograf satuan, yaitu waktu naik (TR), waktu dasar (TB) dan debit puncak (Qp). Ketiganya dapat dilihat pada grafik 3.3 berikut ini:



Qp



waktu(jam)



tp



Tb



Gambar 4. 4 Hidrograf Satuan Gamma 1 Sisi naik merupakan garis lurus, sedang sisi merupakan siku eksponensial dengan persamaan Qt = Qp e-(t/k)



resisi



Sedangkan parameter-parameter lainnya, dalam persamaan : Tr : 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775 Qp



:



0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381



TB



:



27,4132 TR0,1457 S-0,0986 SN0,7344 RUA0,2574



K



:



0,5617 A0,7198 S-0,1446 SF-1,0697 D0,0452



Aliran dasar diperkirakan pendekatan sebagai berikut:



dengan



menggunakan



persamaan



QB = 0,4751. A0,6444 . D0,9430 c) Metode Snyder Dalam permulaan tahun 1938, F.F. Snyder dari Amerika Serikat telah membuat persamaan empiris dengan koefisien-koefisien empiris yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah pengaliran. Hidrograf satuan tersebut ditentukan secara cukup baik dengan hubungan ketiga unsur yang lain yaitu Qp (m3/dt ), Tb serta Tr ( jam ).



i



tr



T



t



tp Qp



Tp



t Tb



Gambar 4.5 Hidrograf Satuan Sintetik Snyder Snyder membuat rumus-rumusnya seperti berikut: tp te Qp Tb



= = = =



Ct ( L.Lc )0.3 tp / 5.5 ; tr = 1 jam 2.78 * ( cp.A / tp ) 72 + 3 tp



Perhitungan iterasi dilakukan dengan sampai 20 kali atau nilai Cp (berkisar 0.4 – 0.8) dan Tp yang diberikan, memberikan kesalahan  1% dengan nilai hasil perhitungan Cp dan Tp. Secara umum persamaannya adalah sebagai berikut:



CPTMP  Qmax ALAG Dimana : CPTMP : ALAG : tp/5.5 (jam)



T peak  0.5 t



= 1.048 ( Tpeak – 0.75 A )



Koefisien CP Snyder Time lag Snyder, mempunyai durasi sama dengan



Time lag dapat diestimasikan dengan menggunakan persamaan Snyder : ALAG= 0.75 * Ct * ( L * Lc ) n G. Pemilihan Debit Banjir Rencana Dari Metode Rasional dan Hidrograf Satuan Sintetik yang dipakai untuk menghitung debit banjir rancangan yang terjadi sebagaimana diterangkan di atas, kemudian dilakukan analisis untuk menentukan metode banjir rancangan yang akan dipakai dan cocok dengan karakteristik atau parameter untuk masing-masing daerah aliran sungai. 4.4 KEBUTUHAN AIR IRIGASI Pada bab ini akan diuraikan secara jelas mengenai kebutuhan air irigasi dari besaran evapotranspirasi, penggunaan air untuk penyiapan lahan, penggantian lapisan genangan air di sawah, faktor pengaruh perkolasi dan infiltrasi, kebutuhan air tanaman sesuai dengan pola tata tanam, dan efesiensi irigasi. 4.4.1



PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI Besaran Evapotranspirasi untuk lokasi daerah genangan, daerah irigasi dan daerah pengaliran yang didapat merupakan evapotranspirasi potensial, sehingga untuk penggunaan lebih jauh harus dikonversikan menjadi evapotranspirasi aktual. Besaran evapotranspirasi dihitung memakai cara Penman modifikasi (FAO), dengan masukan data iklim berikut: letak lintang, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari. Persamaan Penman dirumuskan sebagai berikut: Eto



=



c [ W . Rn + (1-W). f(u). (ea-ed) ]



dengan: Eto W Rn f(u) ea-ed



= = = = =



evapotranspirasi tanaman (mm/hari) faktor temperatur radiasi bersih (mm/hari) faktor kecepatan angin perbedaan antara tekanan uap air pada temperatur rata-rata dengan tekanan uap jenuh air (m bar)



c



=



Angka koreksi Penman



Untuk kondisi iklim Indonesia dimana RH cukup tinggi dan kecepatan angin antara rendah dan sedang, harga c tersebut berkisar antara 0,86 sampai dengan 1,1. Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi daerah pengaliran diambil menurut rumus: T



=



(X - 0.006 H)C.



dengan : T



=



suhu udara (C)



X H



= =



suhu udara di daerah pencatatan klimatilogi (C) perbedaan elevasi antara lokasi dengan stasiun pencatat (m)



Koreksi kecepatan angin karena perbedaan elevasi pengukuran diambil menurut rumus: Ul



=



Up * (Ll /Lp )1/7



= = = =



kecepatan angin dilokasi perencanaan kecepatan angin dilokasi pengukuran elevasi lokasi perencanaan elevasi lokasi pengukuran



Dengan : Ul Up Ll Lp



Reduksi terhadap lama penyinaran matahari untuk lokasi perencanaan mengikuti rumus berikut: n/Nc



=



n/N - 0.01  ( Ll - Lp )



dengan : n/Nc n/N Ll



= = =



Lp = a dan b= a b



4.4.2



= =



lama penyinaran matahari terkoreksi lama penyinaran matahari terukur elevasi lokasi perencanaan elevasi lokasi pengukuran Konstanta yang tergantung kepada letak suatu tempat di atas bumi. Untuk daerah tropik dapat diambil nilai untuk 0.28 0.48



PENYIAPAN LAHAN Air diperlukan selama fase penyiapan lahan untuk mempermudah pembajakan dan menyiapkan kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman. Metode perhitungan dengan menggunakan Metode Van de Goor/Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan selama periode



penyiapan lahan 30 hari, dengan tinggi genangan air 250 mm. Atau 8.33 mm/hari (berdasarkan perencanaan tanpa Bero - KP 01). Nilai rata untuk Indonesia diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut : IR  M  e k /  e k  1



dengan : IR M



= =



K T S



= = =



Kebutuhan air di sawah (mm/hari). E0 + P = (1,1 ET 0 + P) (mm/hari), ini adalah kebutuhan air puncak (evaporasi + perkolasi). MT/S Jangka waktu penyiapan lahan (hari) Kebutuhan air untuk penjenuhan.



Kebutuhan air untuk penyiapan lahan palawija berbeda untuk tanaman padi. Biasanya untuk tanaman palawija disediakan air 75 mm. setelah pembajakan. Pada kasus dengan type tanah lempung (clay) sangat kering, sehingga air irigasi 75 mm. digunakan untuk pembajakan (lihat publikasi dari FAO). Tabel 4-3 Kebutuhan air untuk penyiapan lahan T 30 hari



Eo + P



4.4.3



T 45 hari



Mm/hari



S250 mm



S 300 mm



S250 mm



S 300 mm



5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10 10,5 11



11,1 11,4 11,7 12,0 12,3 12,7 13 13,3 13,6 14 14,3 14,7 15



12,7 13 13,3 13,6 13,9 14,2 14,5 14,8 15,2 15,5 15,8 16,2 16,5



8,4 8,8 9,1 9,4 9,8 10,1 10,5 10,8 11,2 11,6 12 12,4 12,8



9,5 9,8 10,1 10,4 10,8 11,1 11,4 11,8 12,1 12,5 12,9 13,2 13,6



KEBUTUHAN AIR TANAMAN Penggunaan konsumtif (kebutuhan air tanaman) adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Air dapat mengguap melalui permukaan air maupun melalui daun-daunan tanaman. Bila kedua proses penguapan tersebut terjadi bersama-sama, terjadilah proses evapotranspirasi, yaitu gabungan antara penguapan air bebas (evaporasi) dan penguapan melalui tanaman (transpirasi). Dengan demikian besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah jumlah air yang hilang akibat proses



evapotranspirasi. Penggunaan konsumtif adalah kebutuhan air aktual. Penggunaan konsumtif dihitung dengan persamaan : ETC = kC x ETO dengan : ETC ETO



= =



KC



=



Penggunaan konsumtif (mm/hari) Evapotranspirasi potensial (mm/hari), besarnya dihitung dengan metode Pennman (Pennman Metode). Koefisien tanaman, yang besarnya tergantung pada jenis, macam dan umur tanaman.



PERIODE SETENGAH BULANAN 1 2 3 4 5 6



Tabel 4-4 Koefisien Tanaman PADI PADI 15 Mei. S/D 15 Sep S/D 15 Sep. 15 Jan 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 0.95 0.95 0.95 0.95



PALAWIJA KACANG TANAH 0.40 0.45 0.50 0.60 0.45 0.50



Evapotranpirasi untuk tanaman (rumput pendek) ET dapat dihitung dengan Metode Pennman, berdasar data klimatologi setempat. 4.4.4



PERKOLASI DAN INFILTRASI Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan tanah ke dalam tanah (daerah tidak jenuh). Sedangkan perkolasi adalah masuknya air dari daerah tidak jenuh ke dalam daerah jenuh, pada proses ini, air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Untuk tujuan perencanaan, tingkat perkolasi standar 2,0 mm/hari dipakai untuk mengestimasi kebutuhan air pada daerah produksi padi.



4.4.5



PENGGANTIAN LAPISAN GENANGAN Saat memproduksi padi, untuk pemupukan dan pelaksanaan penyiangan, digunakan praktek penurunan muka air disawah. Berdasarkan perlakuan ini, lapisan air harus diganti. Untuk menghitung praktek penggantian tersebut, suatu cadangan sebesar 50 mm (3,33 mm/hari) pada setiap tengah bulanan kedua dan keempat, yaitu setelah pemindahan (transplanting). Kebutuhan ini tidak berlaku untuk tanaman palawija sehubungan dengan praktek kultural yang berbeda.



4.4.6



EFISIENSI IRIGASI Efisiensi irigasi digunakan untuk menentukan efektivitas dari sistem irigasi dan pengelolaannya dalam memenuhi permintaan penggunan konsumtif (evapotranspirasi) tanaman selama pertumbuhan. Variasi temporer pada kebutuhan-kebutuhan ini terjadi selama produksi tanaman dan analisis beberapa proyek pada banyak lokasi juga menyatakan bahwa efisiensi irigasi juga



bervariasi bergantung pada tahap pertumbuhan tanaman, yang berbeda halnya dengan kondisi klimatologi. Pada dasarnya, kehilangan yang mempengaruhi efisiensi irigasi adalah yang terjadi selama angkutan air dari sumber ke daerah persawahan, dan saat penggunaan sawah. pada kajian ini, efisiensi irigasi dibagi dalam dua bagian : Efisiensi saluran pembawa (conveyance effciency), yang dihitung sebesar kehilangan air dari saluran utama dan saluran sekunder. Efisiensi sawah (on farm efficiency) yang dihitung dari saluran tersier dan di sawah. Total efisiensi irigasi termasuk (conveyance efficiency dan farm efficiency) untuk padi diasumsikan 65% (KP-01 and FENCO). Estimasi ini dibagi menjadi efisiensi saluran utama 90%, efisiensi saluran sekunder 80% dan estimasi efisiensi saluran tersier 90%. Efisiensi irigasi untuk palawija adalah 75% efisiensi di sawah 65% farm efficiency, menurut rekomendasi oleh FAO, untuk efisiensi irigasi secara menyeluruh yang digunakan pada kajian ini adalah 65% 4.4.7



Cari materi selengkapnya ttg Hujan efektif dan latihan soalnya



HUJAN EFEKTIF Data untuk memperoleh hujan efektif diperoleh dari pemetaan data stasiun yang terdekat. Hujan bulanan diperoleh dengan satuan dari lima tahun terendah dan perhitungannya digunakan metode statistik distribusi Gumbel (80 percent probability dari periode ulang, R80). Hujan efektif harian adalah 70% dari 80% probabilitas untuk tanaman padi : Hujan efek. Padi = 0.7 x R80 Metode yang digunakan untuk hujan efektif palawija (R50) adalah tabel FAOKP01 (tabel ini adalah hubungan hujan rata-rata bulanan dan rata-rata evapotranspirasi).