1 Makalah Sanad [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur’an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Sanad merupakan salah satu unsur pokok hadits yang harus ada pada setiap hadist, ini memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisakan. Suatu berita tentang rasulullah SAW (matan) tanpa ditemukan rangkaian atau susunan sanadnya, yang demikian tidak dapat disebutkan hadits, sebaliknya suatu susunan sanad, meskipun bersambung sampai rasul, jika tidak ada berita yang dibawanya, juga tidak bisa disebut hadist. Pembicaran dua istilah diatas, sebagai dua unsur pokok hadits, sanad diperlukan setelah rasul wafat. Hal ini karna berkaitan dengan perlunya penelitian terhadap otentisitas isi berita itu sendiri apakah benar sumbernya dari rasul atau bukan. Upaya ini akan menentukan bagaimana kualitas hadits tersebut, yang akan dijadikan dasar dalam penetapan syari’at islam. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dibuatnya makalah ini adalah: 1). Apa pengertian Sanad? 2). Apa jenis-jenis Sanad Hadits? 3). Bagaimana peranan sanad dalam pendokumentasian hadits? 1.3. Tujuan Masalah Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah: 1) Mengetahui pengertian sanad, rangkaian, dan jenis sanad. 2) Mengetahui peranan sanad dalam pendokumentasian kuliatas hadits.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sanad Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang kita jadikan sandaran, karena hadist bersandar padanya. Menurut istilah,terdapat perbedaan rumusan pengertian. [1]Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa sanad adalah : ‫ا خ للخخببرارر بعخن بطلرخيلق خاملبمبتلن‬ “Berita tentang jalan matan”[2] Yang lain menyebutkan : ‫لسخللسبلرةاملرربجرارل املرمخو لصبلرة لملخلبمبتلن‬ “Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadist), yang menyampaikannya kepada matan hadist”.[3] Ada juga yang menyebutkan : ‫لسخللسبلرةاملرربوالة المللذخيبن بنبقرلخو اخملبمختبن بعخن بمخصبدرر خه ابللولل‬ “Silsilah para perawi yang menukilkan hadist dari sumbernya yang pertama” Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur atau perawi (periwayat) hadist. Sanad terdiri atas seluruh penutur, mulai orang yang mencatat hadist tersebut dalam bukunya (kitab hadist) hingga Rasulullah. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Contohnya adalah hadist : ‫ أبخخببرلنصصخي‬:‫ بحلدبثبنرا بيخحبيرا خبرن بسلعخيرد خابلخنبصصصرا لرري بقصصرا بل‬:‫ بحلد بثبنرا رسخفبيرارن بقرا بل‬:‫ل خبرن املرزبخيلر بقرا بل‬ ‫بحلد بثبنرا خاملرحبمخيلدري بعخبردا ل‬ ‫بسلمخعرت رعبمبرخببن اخملبخلطصصرا بب برلضصصبي ا ر‬:‫ص امللخيلثلي بيرقخورل‬ ‫لصص بعخنصصره‬ ‫رمبحلمد خبرن لإخببرالهخيبمرا امللتلمري أبلنره بسلمبع بعخلبقبمبة خببن بوبقرا ر‬ ‫ل بصلل ى ا ر‬ ‫ بولإلنبمرا لملركرل‬,‫ لإلنبمرا خابلخعبمرا رل لبرا ملرنبيرا لت‬:‫ل بعبلخيله بو بسلبم بيرقخورل‬ ‫ بسلمخعرت رعبمبرخببن بررسبوبل ا ل‬:‫بعبل ى خامللمخنبلر بقرا بل‬ ‫ بفبمخن بكرا بنخت لهخجبر رتره إ بمل ى ردخنبيرا ريلصخيرببهرا أب خو لإبمل ى لاخمبرأبرة بيخنلكرحبهرا بفلهخجبررتره لإبمل ى بمرا بهرا بجبرلإ بملخيله‬,‫ى‬,‫اخملررئ بمرا بنبو‬ 1 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1996, hlm 91 2 Jalal al-Din Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakar as-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi Jilid 1, Bairut, Dar al-Fikr, 1988 hlm 41 3 Mahmud at-Thahhan, Tafsir Mushthalah al-Hadits, Dar atsTsaqafah al-Islamiyyah, Bairut, hlm 16



Telah meriwayatkan kepada kami Al-Humaidi Abdullah bin Az-Zubair, katanya “telah meriwayatkan kepada kami Sufyan, katanya “telah meriwayatkan pada kami Yahya bin Sa’id Al-Anshori, katanya ‘telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Ibrahim,’at-taimiyyu, sesungguhnya ia mendengar bahwa ‘aqamah bin waqash al-laitsiyya berkata, ‘telah mendengar dari umar bin alkhathtab r.a, berkata, aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu hanyalah bergantung pada niat dan sesungguhnya bagi setiap orang hanya memperoleh (sesuai) apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya menuju (keridhaan)Allah dan Rasulnya, hijrahnya itu kearah



(keridhaan) allah dan rasulnya. Dan barang siapa yang



hijrahnya itu karena dunia yang ingin diraihnya atau karena seorang wanita yang ingin dikawininya, hijrahnya itu kearah apa yang ia tuju”. Dalam hadist tersebut, yang dinamakan sanad adalah : :‫ بحلدبثبنرا بيخحبيرا خبرن بسلعخيرد خابلخنبصرا لرري بقرا بل‬:‫ بحلد بثبنرا رسخفبيرارن بقرا بل‬:‫ل خبرن املرزبخيلر بقرا بل‬ ‫بحلد بثبنرا خاملرحبمخيلدري بعخبردا ل‬ ‫بسصصلمخعرت رعبمبرخبصصبن اخملبخلطصصرا بب برلضصصبي‬:‫ص امللخيلثلي بيرقخورل‬ ‫أبخخببرلنخي رمبحلمد خبرن لإخببرالهخيبمرا امللتلمري أبلنره بسلمبع بعخلبقبمبة خببن بوبقرا ر‬ ‫ل بصلل ى ا ر‬ ‫ا ر‬ ‫ل بعبلخيله بو بسلبم بيرقخول‬ ‫ بسلمخعرت رعبمبرخببن بررسبوبل ا ل‬:‫ل بعخنره بعبل ى خامللمخنبلر بقرا بل‬ Dari contoh hadist tersebut,sanad hadist tersebut bersangkutan adalah AlBukhari - Al-humaidi Abdullah bin Al-Zubair – Sufyan – yahya bin sa’id AlAnshari – Muhammad bin Ibrahim At-taimiyyu – ‘Aqamah bin waqqash AlLaitsiyya – Umar bin Al-Khathtab r.a. – Rasulullah SAW. [4] Jadi, yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya adalah keutuhan sanadnya, jumlahnya dan perawi akhirnya.



4 Agus sholahuddin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits, (Bandung:Cv. Pustaka Setia,2009). hlm. 97



2.3 Isnad, Musnad dan Musnid 1. Isnad An-Nawawi dalam kitab al-Tahdzîb mengatakan bahwa ilmu (hadis) ini senantiasa dipelihara oleh orang-orang yang adil dan pada setiap masa akan ada segolongan orang yang adil yang mendukung hadis dan menolak segala perubahan-perubahan yang disisipkan orang ke dalamnya. Bahkan ats-Tsauri menganggap isnâd merupakan alat yang paling menentukan dalam menunjukkan kemurnian hadis. Beliau berkata: ‫السنراد سل ح املمؤمن فإذا ملم يكن معه سل ح فبأي سل ح يقراتل‬ Artinya : “Isnâd dapat diumpamakan dengan pedangnya orang beriman. Apabila tidak memiliki pedang, dengan senjata apakah ia akan membunuh”. Oleh karena itu, kurang lengkaplah apabila seseorang yang mempelajari hadis tanpa mempelajari sanadnya. Asy-Syafi’i mengatakan bahwa mempelajari isnâd adalah sangat penting. Karena itu, seorang yang mempelajari hadis tanpa mempelajari isnâd diibaratkan seperti seorang pencari kayu bakar pada malam hari (‫[)مثل املذي يطلب املحديث بل حديث كمثل حطب مليل‬5] 2. Musnid Musnid, sebagaimana pendapat Jamaluddin Al-Qosimi adalah ‫أن املمسند ))بكسر املنون(( هو من يروي املحديث بإسنراده سواء كصران عنصصده علصصم بصه أو مليصس ملصصه إل مجصرد‬ ‫روايته‬ Artinya: Musnid adalah seseorang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik dia mengerti apa yang diriwayatkannya atau tidak. Berdasarkan penjelasan Jamaluddin al-Qosimi tentang musnid, maka derajat musnid lebih rendah dari muhaddits, hafid, dan hakim. Karena secara definitif, Al-Muhadits adalah seseorang yang menyibukan dirinya dengan mempelajari ilmu hadits, baik hadits diroyah atau hadits riwayah serta mempunyai pengetahuan mendalam tentang berbagai riwayat dan derajat rawinya. Adapun al5 Hasbi Ash-Shiddiqie, 1965. Sejarah dan Pengantar Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, hlm 37



hafid secara definitif memiliki dua arti, yang pertama adalah menurut mayoritas ulama hadits bahwa al-hafid adalah murodif dari al-muhaddits; yang kedua adalah bahwa derajat al-hafid lebih tinggi dari al-muhadddits berdasarkan bahwa pengetahuannnya tentang berbagai thobaqot, tingkatan rawi lebih banyak dari yang tidak diketahuinya. Sedangkan al-hakim menurut sebagaian ulama adalah seseorang yang menguasai mayoritas hadits riwayah dan diroyah. 3. Musnad Adapun definisi musnad secara etimologi adalah isim maful dari sanada yang bermakna menyandarkan sesuatu. Sedangkan secara terminlogi adalah, ‫ املذي اتصل سنده إمل ى رسول ال‬:‫املمسند‬ ‫ ومنصه مسصند‬،‫ كتراب املحديث املذي يرتب الحراديث علص ى حسصصب أسصمراء املصصحرابة مرفوعصصة مللرسصول‬:‫املمسند‬ ‫المرام أحمد‬ Pertama bermakna hadits yang sanadnya bersambung sampai Rasul saw. Kedua, berarti nama satu kitab hadits yang ditulis berdasarkan tartib nama-nama para sahabat rawi hadits, seperi kitab Musnad Imam Ahmad.[6] 2.4 Tinggi-Rendahnya Rangkaian Sanad (Silsilatu Adz-dzahab) Sebagaimana kita ketahui, bahwa suatu hadist sampai kepada kita, tertulis dalam kitab hadist, melalui sanad-sanad. Setiap sanad bertemu dengan rawi yang dijelaskan sandaran menyampaikan berita sehingga seluruh sanat itu merupakan suatu



(sanad yang setingkat lebih atas) rangkaian. Rangkaian sanad itu



berdasarkan perbedaan tingkat ke dhabit-an, dan keadilan rawi yang dijadikan sanad-nya, ada yang berderajat tinggi, sedang, dan lemah. Rangkaian sanad yang derajat tinggi menjadikan suatu hadist lebih tinggi derajatnya dari pada hadist yang rangkaian sanad-nya sedang atau lemah. Para muhaditsin membagi tingkatan sanad-nya menjadi sebagai berikut.



6 Hasbi Ash-Shiddiqie, 1965. Sejarah dan Pengantar Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, hlm 37



1) Ashahhu Al-Asanid (Sanadnya lebih sahih) Para ulama seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu-Ash Shalah tidak membenarkan menilai suatu (sanad) hadist dengan ashahhu al-asnaid, atau menilai suatu (matan) hadist dengan ashahhu al-asnaid, secara mutlak, yakni tanpa menyandarkan pada hal yang mutlak.[7] Penilaian ashahhu al-asnaid ini hendaklah secara muqayyad. Artinya dikhususkan kepada sahabat tertentu, misalnya ashahhu al-asnaid dari Abu Hurairah r.a atau dikhususkan kepada penduduk daerah tertentu,



misalnya



ashahhu al-asnaid dari penduduk Madinah, atau dikhususkan dalam masalah tertentu, jika hendak menilai matan suatu hadist, misalnya ashahhu al-asanid dalam bab wudhu atau masalah mengangkat tangan dalam berdo’a. Contoh Ashahhu Al-Sanaid yang Muqayyad tersebut adalah: 1. Sahabat tertentu, yaitu: a.Umar Ibnu Al-Khathab r.a, yaitu yang diriwayatkan oleh, Ibnu Syihab AzZuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari kakeknya (Umar bin Khathab). b.Ibnu Umar r.a adalah yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar r.a c. Abu Hurairah r.a, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ibnu Al-Musayyab dari Abu Hurairah r.a. 2.Penduduk kota tertentu, yaitu: a.Kota Mekkah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Amru bin Dinar dari Jabir bin Abdullah r.a. b.Kota Madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Hakim dari Abidah bin Abi Sufyan dari Abu Hurairah r.a Hakim dari Abidah bin Abi Sufyan dari Abu Hurairah r.a. 7 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 8997



Contoh Ashahhu Al-Asnaid yang Mutlak, seperti: 1. Jika menurut Imam Bukhari, yaitu Malik, Nafi’, dan Ibnu Umar r.a. 2. Jika menurut Ahmad bin Hanbal, yaitu Az-Zuhri, Salim bin Abdillah, dan ayahnya (Abdillah bin Umar) 3. Jika menurut Imam An-Nasa’i, yaitu Ubaidillah Ibnu Abbas dan Umar bin Khathab r.a.[8] 2) Ahsanu Al-Asanid Hadist yang bersanad ashahhu al-asanid lebih rendah derajatnya dari pada yang bersanad ashahhu al-asanid. Ahsanu al-asanid itu antara lain bila hadist tersebut bersanad: 1.Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya (Mu’awiyah bin Haidah). 2. Amru bin Syuaib dari ayahnya (Syua’ib bin Muhammad) dari kakeknya (Muhammad bin Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash) 3) Adh’afu Al-Asanid Rangkaian sanad yang paling derajatnya disebut adn’afu al-asanid atau auha alasanid. Rangkaian sanad yang adh’afu al-asanid yaitu : 1. Yang muqayyad kepada sahabat : a.Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.. yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin Musa dari Abi ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath-Thayyib dari Abu Bakar r.a. b.Abu Thalib (ahli al-bait) r.a., yaitu hadist yang diriwayatkan oleh ‘amru bin syamir al-ju’fi dari jabir bin yazid dari harits al-a’war dari ‘ali bin Abi Thalib r.a. c.Abu hurairah r.a., yaitu adist yang diriwayatkan oleh As-Sariyyu bin Isma’il dari Dawud bin Yazid dari ayahnya (Yazid) dari Abu Hurairah r.a. 2.Yang Muqayyad kepada penduduk a.Kota Yaman, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh hafs bin ‘umar dari Al-Hakam bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu abbas r.a. 8 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 8997



b.Kota Mesir, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin AlHajjaj ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurrah bin ‘Abdurrahman dari setiap orang yang memberikan hadist kepadanya. c.Kota Syam, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais dari Ubaidillah bin Zahr dari ‘Ali bin Zaid dari Al-Qasim dari Abu Umamah r.a.



2.5 Jenis-Jenis Sanad Hadist A.Sanad ‘Aliy Adalah jumlah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad lain. Hadist dengan sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit akan tertolak dengan sanad ang sama jika jumlah rawinya lebih banyak. Sanad ‘aliy ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sanad yang mutlak dan sanad yang nisbi atau relatif. 1. Sanad ‘aliy yang bersifat mutlak adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya hingga sampai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Jika sanad tersebut shahih, sanad itu menempati tingkatan tertinggi dari jenis sanad ‘Aliy. 2.Sanad ‘Aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah rawi didalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para iamm ahli hadist, seperti Syu’bah, Al-a’masy, ibnu juraij, ats Tsauri, malik, as-syafi’i, bukhari dan muslim. Meskipun jumlah rawinya setelah mereka hingga sampai kepada Rasulullah lebih bnayak. B.Sanad Nazil Sanad Nazil adalah sebuah sanad jumlah rawinya lebih bnayak jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadist dengan sanad yang lebih banyak akan bertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.[9]



9 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 8997



2.6 Klasifikasi Hadits Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan). A.Berdasarkan Ujung Sanad Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu’ : 1. Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya) 2. Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti “Kami diperintahkan..”, “Kami dilarang untuk…”, “Kami terbiasa… jika sedang bersama rasulullah” maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu’. 1. Hadits Maqtu’ adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi’in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu”. Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi’in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadits).[10] B. Berdasarkan Keutuhan Rantai / Lapisan Sanad



10 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 89-97



Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati’, Mu’allaq, Mu’dal dan Mursal.Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya. Ilustrasi Sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi’in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW 2.7. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadist dan Penentuan Kualitas Hadist A. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadits 1.



Untuk pengamanan atau pemeliharaan matan Hadis. Sanad Hadits dilihat dari sudut rangkaian atau silsilahnya terbagi kepada



beberapa thabaqah atau tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut menunjukkan urutan generasi demi generasi yang antara satu dengan yang lainnya bertautan atau bersambung.[11] Hadits-hadits Rasulullah SAW yang berada sepenuhnya ditangan mereka diterima dan disampaikan (secara umum) melalui dua cara, yaitu lisan dan tulisan. Cara yang pertama merupakan cara yang utama ditempuh oleh para ulama ahli Hadis dalam kapasitasnya sebagai sanad Hadis. Hal ini karena dalam tradisi sastra pra-Islam, masyarakat Arab telah terbiasa dengan budaya hafal, yang dilakukannya sejak nenek moyang mereka. Dengan kegiatan ini maka tradisi lama yang cukup positif itu menjadi tetap terpelihara dan dimanfaatkan untuk kepentingan pemeliharaan ajaran Islam. Upaya mengembangkan daya hafal ini semakin efektif dengan ditunjang oleh dua potensi, yaitu kuatnya daya hafal yang mereka miliki dan semangat kerja yang termotivasi oleh keimanan, ketaqwaan dan tanggung jawab terhadap terpeliharanya syari’at Islam. Cara yang kedua (cara tulisan), pada awal-awal Islam kurang berkembang jika dibanding dengan masa-masa tabi’ al-Tabi’in, atba’ al-Tabi’in dan masa sesudahnya. Hal ini karena ada beberapa faktor yang berkaitan dengan terbatasnya 11 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1996, hlm 98



fasilitas penunjang, di samping adanya prioritas untuk lebih mengefektifkan penyebaran al-Qur’an. Namun demikian kegiatan tulis menulis berjalan secara baik yang turut mendukung upaya pemeliharaan Hadis. Ini terbukti pada catatan mereka baik yang ditulis oleh para shahabat maupun tabi’in. Di kalangan shahabat ialah Abdullah bin Amr bin Ash, Jabir bin Abdillah, Abu Hurairah, Abu Syah, Abu Bakar as-Shiddiq, Ibn Abbas, Abu Ayyub alAnshari, Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Di kalangan tabi’in besar tercatat nama-nama antara lain Ikrimah, Umar bin Abdul Aziz, Amrah binti Abd ar-Rahman, al-Qasi, bin Muhammad bin Abi Bakar, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Muhammad bin Abi Kabsyah al-Anshari. Kemudian pada kalangan tabi’in kecil tercatat nama-nama antara lain Ibrahim bin Jarir, Ismail bin Abi Khalid al-Ahmasi, Ayyub bin Abi Tamimah as-Sakhtayani, Tsabit bin Aslam, alBannani, al-Hasan bin Yasar al-Bashri, Hushain bin Abdirrahman as-Sulami, Hammad bin Abi Sulaiman, Zaid bin Aslam dan Zaid bin Rafi’.[12] Tulisan-tulisan mereka ada yang berbentuk surat yang dikirimkan kepada orang lain yang di dalamnya berisi nasihat atau pesan-pesan Rasul SAW, seperti yang dilakukan Asid bi Hudlair al-Anshari kepada Marwan tentang peradilan terhadap pencuri. Atau yang dilakukan oleh Jarir bin Abdillah kepada Mu’awiyah tentang sebuah hadits yang berbunyi ‫( جممن لجمم جيمرجحمم اللنَساجس لجمم جيمرجحممله اللل جعلز جوججلل‬siapa yang tidak menyayang sesama manusia niscaya Allah tidak akan menyayanginya) dan ada yang berupa catatatan pribadi semata.[13] 2. Untuk penelitian kualitas Hadits Bersambung atau tidaknya sanad sangat berpengaruh pada tingkat kualitas Hadis sehingga ke-hujjah-an Hadis adakalanya bisa diterima (Maqbul) dan adakalanya ditolak (Mardud). Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya rawi yang menjadi sumber berita, Hadis terbagi menjadi dua macam, yaitu Mutawatir dan Ahad. B.Peranan Sanad dalam Penentuan Kualitas Hadits 12 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1996, hlm 99 13 Musnad Ahmad bin Hanbal no. 81370



Kualitas artinya mutu, nilai, tingkat, atau kadar sesuatu. Maka kualitas hadits artinya mutu suatu hadits, atau tingkat serta nilai yang disandang oleh suatu hadits. Berbicara soal nilai atau mutu disini dimaksudkan apakah suatu hadits itu dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu kepastian ajaran agama atau tidak.



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Kata sanad atau as-sanada menurut bahasa dari kata sanada, yasnudu yang berarti sandaran atau tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau



yang



sah.



Secara



terminologis,



yaitu



silsilah



orang-orang



yang



menghubungkan kepada matan hadits. Jadi, pengertiannya yaitu jalan yang menyampaikan matan hadits. Kegiatan



pendokumentasian



hadits,



terutama



pengumpulan



dan



penyimpanan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tulisan. Ini dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’i al-tabi’in dan mereka yang datang sesudahnya, rangkaian mereka itu disebut dengan sanad. Status dan kualitas suatu hadisT apakah dapat diterima atau ditolak tergantung kepada sanad dan matan hadits tersebut. Apabila syaratnya tidak terpenuhi maka hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah. Sering dijumpai dalam kitab-kitab hadits perbedaan redaksi dari matan suatu hadis mengenai satu masalah yang sama. Hal ini tidak lain adalah karena terjadinya periwayatan hadits yang dilakukan secara maknanya saja (riwayat bilma’na), bukan berdasarkan oleh Rasulullah.Jadi, periwayatan Hadits yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadits.



3.2.Saran Dari uraian diatas maka penulis menyadari bahwa banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu pemakalah mohon kritikan dan saran yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-sanad-matan-danikhtisar.html.Di akses tanggal 17 Maret 2016, pukul 14.23 http: //wildanesia.blogspot.com/2013/09/penjelasan-dan-perbedaan-isnad-musnidmusnad.html. Diakses tanggal 19 Maret 2016, pukul 16.25 Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1996 Jalal al-Din Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakar as-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi Jilid 1, Bairut, Dar al-Fikr, 1988 Mahmud at-Thahhan, Tafsir Mushthalah al-Hadits, Dar ats-Tsaqafah alIslamiyyah, Bairut Solahudin Agus, Suryadi Agus. 2009. Ulumul Hadist. Bandung : Pustaka Setia Hasbie Ash-Shiddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. PT. Bulan Bintang Bandung : Al-Ma'arifahman. 1995. Ikhti Fazlurahman. 1995. Ikhtisar Mustlahul Hadits. Bandung : Al-Ma'arifsar Mustlahul Hadits. Bandung : AlMa'arifutra 2010 ).hlm. 147-