16.analisis Penyebab Kerusakan Jalan Pada Tanah Ekspansif Dan Alternatif Penanganannya (Studi Kasus Jalan Padangan - Ngawi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PENYEBAB KERUSAKAN JALAN PADA TANAH EKSPANSIF DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA (Studi Kasus: Jalan Padangan - Ngawi)



TUGAS PENGEMBANGAN PROFESI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS DUPAK (DAFTAR USULAN PENETAPAN ANGKA KREDIT) OLEH : INTAN YUNIARTI



SATUAN KERJA PERENCANAAN DAN PENGAWASAN JALAN NASIONAL PROVINSI BANTEN BALAI PELAKSANAAN JALAN NASIONAL BANTEN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 2021



1



KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb. Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan ridhoNya, penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Penyebab Kerusakan Jalan Pada Tanah Ekspansif Dan Alternatif Penanganannya (Studi Kasus: Jalan Padangan - Ngawi)” tepat pada waktunya. Maksud dari penyusunan makalah ini, antara lain



adalah untuk memenuhi sebagian



persyaratan dalam pengajuan usulan penilaian angka kredit Jabatan Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan Muda, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; serta dengan harapan dapat memotivasi penyusun sehingga mampu memahami dan memperdalam segala pembahasan dan aplikasi terkait perencanaan jembatan gantung. Pada kesempatan ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada rekan – rekan kerja pada Satuan Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VI Jakarta, dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI Jakarta, atas segala dukungan dan bantuannya, sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini. Akhir kata, penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terkait. Serta Penyusun berharap semoga apa yang kita lakukan mendapatkan limpahan rahmat dari Allah SWT dan berguna bagi kita semua. Aamiin ya rabbalallamiin..



Wassalamu ‘Alaikum Wr.Wb. Serang, Mei 2021 Penyusun



Intan Yuniarti, ST,MEng NIP.198706232010122002



DAFTAR ISI I.PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 2 I.1.Latar Belakang .................................................................................................................... 2 I.2.Tujuan ................................................................................................................................ 4 I.3.Manfaat.............................................................................................................................. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 5 II.1. Pengertian Tanah Dasar (Subgrade) ................................................................................. 5 II.2. Pengertian Tanah Ekspansif .............................................................................................. 5 II.3.Karateristik Kerusakan Jalan dan Penyebabnya .................................................................. 7 II.4. Penanganan Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif ...................................................... 9 III. DASAR TEORI ........................................................................................................................ 10 III.1. Identifikasi Kerusakan Jalan ........................................................................................... 10 III.2. Klasifikasi Tanah ............................................................................................................ 11 III.3. Pengembangan dan Tekanan Pengembangan ................................................................ 12 III.4. Kondisi Fungsional dan Struktur Perkerasan ................................................................... 13 IV. METODE KERJA .................................................................................................................... 14 IV.1.Lokasi Penelitian............................................................................................................. 14 IV.2. Bagan Alir ...................................................................................................................... 14 V.PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 16 V.1. Evaluasi Kerusakan jalan ................................................................................................. 17 V.2. Analisis Tebal Perkerasan Lentur sesuai AASHTO 1993 ................................................. 18 V.3.Pengujian Laboratorium .................................................................................................. 19 V.4. Analisis Pengaruh Tekanan Pengembangan Terhadap Kerusakan Jalan ........................... 21 V.5.Analisis Kondisi Lapangan ................................................................................................ 22 V.6. Alternatif Penanganan Kerusakan Jalan .......................................................................... 26 VI.KESIMPULAN ......................................................................................................................... 28 VI.1.Kesimpulan..................................................................................................................... 28 VI.2.Saran ........................................................................................................................... 29 VI.DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 30



1



I.PENDAHULUAN



I.1.Latar Belakang Jalan Padangan - Batas Ngawi sepanjang ± 30 km merupakan jalur utama lintas tengah yang berperan penting dalam menghubungkan Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jalan ini mengalami kerusakan dari waktu ke waktu. Pada musim kemarau hampir di sepanjang jalan ini dalam kondisi retak, sedangkan pada musim penghujan, dalam kondisi berlubang. Kondisi ini mengganggu kenyamanan pengguna jalan, bahkan menyebabkan kecelakaan. Hal ini juga membuat biaya rehabilitasi dan pemeliharaan jalan menjadi lebih besar karena jalan sudah mengalami kerusakan padahal belum tercapai umur rancangannya. Berdasarkan data dari Ditjen Bina Marga Kota Surabaya, diketahui Jalan Padangan - Batas Ngawi mengalami kerusakan yang signifikan, terutama dari Km 03+000 hingga Km 30+500. Jenis kerusakan yang dominan di jalan tersebut antara lain retak (longitudinal, edge, shrinkage, block cracking), pengangkatan (heave), amblas (depression), bergelombang dan berlubang (potholes). Upaya peningkatan jalan (seperti overlay) sudah sering dilakukan pemerintah, tetapi belum mengatasi masalah. Dengan banyaknya kendaraan bertonase besar yang melewati ruas tersebut, perlu dianalisis tebal perkerasannya agar desainnya sesuai persyaratan lalu lintas. Selain itu, diprediksi kerusakan tersebut terutama disebabkan oleh faktor tanah dasarnya yang ekspansif. Salah satu penyebab kerusakan jalan adalah tanah dasar yang kurang baik seperti tanah dasar ekspansif. Tanah dasar (subgrade) mempunyai peran penting terhadap struktur perkerasan jalan di atasnya. Chen (1975) menyatakan bahwa kerugian paling besar di bidang konstruksi karena kembang susut subgrade



ekspansif adalah



konstruksi



jalan raya.



Dalam melakukan



penanganan kerusakan jalan, terlebih dulu ditemukan penyebabnya sehingga dapat ditentukan penanganan yang sesuai. Pengelolaan infrastruktur jalan secara profesional diperlukan agar terwujud konstruksi jalan yang sesuai persyaratan teknis. 2



Berdasarkan data geologi, tanah di daerah Padangan – Bts.Ngawi tersebut memang tercatat sebagai tanah ekspansif, akan tetapi belum diketahui derajat ekspansifnya dan pengaruhnya terhadap kerusakan jalan. Penyebab kerusakan jalan perlu diketahui sebagai dasar untuk melakukan penanganan yang sesuai, agar kualitas jalan dapat dipertahankan sesuai umur rencana. Diharapkan dari pembahasan dalam makalah ini dapat diketahui besar derajat ekspansif subgrade dan tebal perkerasan yang berpengaruh terhadap kerusakan jalan sebagai dasar untuk melakukan penanganan yang pas, mencegah kerusakan yang lebih berat dan mengefisienkan anggaran perbaikan jalan.



3



I.2.Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis penyebab kerusakan jalan pada perkerasan lentur di ruas Jalan Padangan - Batas Ngawi terkait dengan tebal perkerasan dan kondisi tanah dasar. 2. Menganalisis pengaruh potensi dan tekanan pengembangan tanah dasar terhadap lapisan perkerasan di atasnya. 3. Memberikan rekomendasi alternatif penanganan kerusakan jalan sesuai penyebab kerusakannya.



I.3.Manfaat Manfaat penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi tentang penyebab utama kerusakan pada Jalan Padangan – Batas Ngawi sesuai jenis kerusakannya. 2. Memberikan informasi penyebab utama kerusakan jalan pada perkerasan lentur akibat pengaruh dari tanah dasar yang ekspansif. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengelola jalan khususnya Kementrian Pekerjaan Umum dalam penanganan kerusakan jalan.



4



II. TINJAUAN PUSTAKA



II.1. Pengertian Tanah Dasar (Subgrade) Soedarsono (1993) menyatakan bahwa lapisan tanah dasar adalah bagian terpenting dari konstruksi jalan yang berfungsi untuk mendukung beban lapis perkerasan dan beban lalu lintas yang ada di atasnya. Secara umum bentuk konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement) terlihat pada gambar 2.1, yaitu terdiri dari: lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan permukaan (surface course).



Drainase



Lapis permukaan



Bahu jalan Tanah dasar



Lapis pondasi Lapis pondasi bawah



Gambar 2.1. Susunan Lapis Perkerasan Lentur (Soedarsono, 1993)



II.2. Pengertian Tanah Ekspansif Tanah ekspansif (expansive soil) adalah istilah pada material tanah atau batuan yang mempunyai potensi penyusutan atau pengembangan oleh pengaruh perubahan kadar air. Tanah-tanah lempung yang banyak mengandung mineral montmorillonite mengalami perubahan volume yang signifikan, ketika kadar air berubah. Perubahan bentuk permukaan tanah akibat adanya pengembangan akan menghasilkan permukaan yang tidak beraturan, dan tekanan pengembangan yang dihasilkan dapat mengakibatkan kerusakan serius pada perkerasan jalan yang berada di atasnya (Hardiyatmo, 2011). Sifat kembang-susut tanah ekspansif merupakan faktor penyebab yang dominan terhadap kejadian kerusakan perkerasan jalan karena dapat mendorong perkerasan jalan ke arah vertikal dan dapat menarik secara lateral (Suherman, 2005).



5



Holtz dan Kovacs (1981) dalam Hardiyatmo (2002) menyatakan tekanan pengembangan sebesar 1000 kPa ekivalen dengan tinggi timbunan 40-50 meter. Untuk tekanan pengembangan 100-200 kPa harus diperhitungkan bila membangun timbunan dengan tinggi 5 atau 6 meter, contohnya timbunan untuk subgrade. Snethen dkk (1975) dalam Hardiyatmo (2002) menyatakan cara untuk mengidentifikasi tanah ekspansif melalui: 1. Metode pengujian langsung (direct method) melalui uji pengembangan dan tekanan pengembangan di laboratorium dengan alat konsolidasi. Snethen (1984) menyebutkan potensi pengembangan adalah keseimbangan perubahan volume vertikal contoh benda uji dengan menggunakan alat Oedometer. Dinyatakan dalam persen dari tinggi awal pada sampel tanah tak terganggu (undisturbed) dengan kadar air dan kepadatan di alam pada kedudukan jenuh di bawah beban yang ekivalen dengan tekanan overburden di tempat. Snethen (1977) membuat acuan mengenai hubungan potensi pengembangan dengan nilai indeks plastisitas dan batas cair Atterberg, seperti pada tabel 2.1.



Tabel 2.1. Klasifikasi potensi mengembang berdasarkan batas - batas Atterberg Indeks Batas Cair Potensi Klasifikasi (Snethen, 1977) (%) Plastisitas Mengembang Potensi (%) > 35 > 60 >(%) 1,5 Tinggi Mengembang 50-60 25-35 0,5-1,5 Sedang < 50



15



20 – 35



Sedang



15 – 18



10 -15



35 – 50



Tinggi



25 – 41



Sangat tinggi



7 – 12



>35



50 - 70



< 11



>70



III.3. Pengembangan dan Tekanan Pengembangan Hardiyatmo (2002), menjelaskan cara untuk menggambarkan sifat tanah ekspansif adalah melalui pengembangan (swell) yang umumnya dengan uji pengembangan. Awalnya, contoh tanah kering dibebani tekanan terbagi rata, dan kemudian direndam air. Contoh tanah akan mengembang secara vertikal dan perubahan tinggi dibagi tinggi awal adalah pengembangannya (%). Seed (1962), Chen (1988), serta Carter dan Bently (1991) dalam Hardiyatmo (2002) menyatakan bahwa besarnya regangan pengembangan yang terjadi pada pengujian di laboratorium, dianalisis dengan persamaan: S=



∆𝐻 𝐻



x100 %



(3.3)



dengan: S = regangan pengembangan (%) ΔH = perubahan tinggi sampel (cm) H = tinggi awal sampel (cm) Snethen (1984) dalam Hardiyatmo (2002), mendefinisikan potensi pengembangan (swelling potential) adalah keseimbangan perubahan volume vertikal (atau deformasi contoh benda uji) dengan menggunakan alat tipe konsolidometer, dinyatakan dalam persen dari tinggi awal pada contoh tanah tak terganggu (undisturbed), dengan kadar air dan kepadatan di alam pada kedudukan jenuh di bawah beban yang ekivalen dengan



tekanan



overburden



di



tempat.



Metode



pengklasifikasian



potensi



pengembangan seperti pada tabel 3.4.



12



Tabel 3.4. Klasifikasi derajat ekspansif (Snethen, 1984)



Untuk



Potensi Pengembangan (%)



Derajat Ekspansif



< 0,5



Rendah



0,5 – 1,5



Sedang



> 1,5



Tinggi



lempung



dipadatkan,



Seed



dkk



(1962)



menyatakan



potensi



pengembangan dalam persamaan: S = (3,6x10-5)A2,44C3,44



(3.4)



dengan: S = potensi pengembangan C = persen fraksi lempung (diameter butiran < 0.002 mm) A = aktivitas = PI/C PI = indeks plastisitas Tekanan pengembangan (swelling pressure) adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mengembalikan sampel ke tekanan semula (ketebalan awalnya). Untuk mendapatkan besar tekanan pengembangan dilakukan uji pengembangan di laboratorium dengan melakukan pengukuran pada uji beban dan menggunakan alat Oedometer.



III.4. Kondisi Fungsional dan Struktur Perkerasan Kondisi fungsional menyatakan kualitas kenyamanan kendaraan yang terutama bergantung pada kekasaran permukaan perkerasan. Kondisi struktural bergantung pada daya dukung dan kondisi dari perkerasan secara struktural. Kinerja perkerasan secara fungsional dinyatakan dengan Indeks Permukaan (IP) atau Present Serviceability Index (PSI) dan Indeks Kondisi Jalan atau Road Condition Index (RCI). Indeks permukaan dikenalkan oleh AASHTO berdasarkan pengamatan kondisi jalan, seperti kerusakan jalan selama umur pelayanan. Indikator kinerja fungsional jalan lainnya yaitu RCI atau International Roughness Index (IRI), yaitu skala tingkat kenyamanan atau kinerja jalan yang dapat diperoleh dengan alat roughometer maupun secara visual.



13



IV. METODE KERJA INSERT KOTA SURABAYA BTS.WIL.KM. 13,18



JALAN DAN JEMBATAN SURAMADU



IV.1.Lokasi Penelitian



Pada penelitian ini, survei dilakukan di ruas jalan Padangan – Batas Ngawi, khususnya pada jalan yang mengalami kerusakan yaitu pada km 0+000-Padangan sampai dengan km 30+500-Batas Ngawi. Lokasi penelitian ditunjukkan pada gambar 4.1. BTS.WIL.KM. 11,78 KE DIDOARJO



Lokasi Penelitian



BANDARA INTERNASIONAL JUANDA



B



B B



B A



A



B



B P



A 



JALAN LINTAS UTARA JALAN LINTAS TENGAH JALAN LINTAS SELATAN



P



JALAN LINTAS PANTAI SELATAN



A



JALAN PENGHUBUNG LINTAS



Gambar 4.1. Peta lokasi penelitian



IV.2. Bagan Alir Penelitian dilakukan dengan cara observasi di lapangan, pengujian di laboratorium, dan metode analisis. Pola usulan penelitian dapat diperjelas melalui alur penelitian, seperti ditunjukkan pada gambar 4.2.



14



Mulai



Studi literatur Pengumpulan data sekunder Observasi dan pengambilan sampel Pengujian di laboratorium



Uji pendahuluan: 1. Kadar air 2. Berat jenis 3. Analisis ukuran butiran 4. Batas-batas Atteberg



Uji utama: 1.Uji pengembangan 2.Uji tekanan pengembangan



Analisis dan pembahasan hasil penelitian



Kesimpulan dan saran



Selesai



Gambar 4.2. Bagan alir penelitian Dalam penyusunan makalah ini dibutuhkan data, baik data primer maupun sekunder. Data primer meliputi foto hasil survey kondisi di lapangan dan data hasil pengujian di laboratorium. Data sekunder antara lain peta lokasi, lalu lintas harian rerata, CBR, data tebal dan bahan tiap layer perkerasan. Data sekunder didapat dari instansi Satker P2JN Jawa Timur, BBPJN Jawa Timur, Kementerian Pekerjaan Umum.



15



V.PEMBAHASAN Pengumpulan data dalam penyusunan makalah ini dilakukan dengan dua tahap yaitu observasi lapangan dan pengujian laboratorium. Proses dan hasil penelitian dijelaskan sebagai berikut. Observasi lapangan di ruas Jalan Padangan-Batas Ngawi dilakukan untuk mengetahui permasalahan pada perkerasan di ruas jalan tersebut. Lalu dilakukan pengambilan sampel tanah di area sekitar subgrade di ruas tersebut, untuk dilanjutkan pengujian sampel tersebut di laboratorium. Untuk pengujian di laboratorium, meliputi: uji pendahuluan berdasarkan standar ASTM D, terdiri dari: uji kadar air tanah, uji berat jenis tanah, analisis ukuran butiran tanah, dan batas-batas Atteberg. Uji ini berfungsi untuk mengidentifikasi sifat-sifat fisik tanah sebagai indikator potensi pengembangan tanah. Sedangkan uji utama meliputi uji pengembangan dan uji tekanan pengembangan untuk mengidentifikasi secara langsung potensi mengembang dan menyusut tanah. Rencana yang dianalisis adalah penyebab kerusakan jalan, apakah lebih banyak disebabkan oleh struktur perkerasan yang tidak memenuhi syarat, subgrade ekspansif, atau dari faktor keduanya. Selain itu juga dibahas rekomendasi alternatif penanganan yang sesuai terkait kondisi di lapangan. Dari analisis kemudian dilakukan pembahasan yang lebih detail. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa tanah dasar (subgrade) yang diambil di beberapa titik lokasi jalan Padangan – Batas Ngawi. Ada 15 titik lokasi yang diambil sampel tanah dasarnya. Tiga belas titik lokasi mengalami tingkat kerusakan berat (dengan ciri permukaan jalan bergelombang) yaitu terletak pada Km 03+000, Km 04+000, Km 05+000, Km 06+000, Km 07+000, Km 12+600, Km 19+000, Km 19+800, Km 21+000, Km 23+000, Km 24+500, Km 26+000, dan Km 27+500. Dua titik lokasi yang tidak mengalami kerusakan jalan terletak pada Km 29+000 dan Km 30+500. Titik-titik lokasi pengambilan sampel ditunjukkan pada gambar 5.1. berikut.



16



Blora Cepu



Km 3 Km 4 Km 5 ● ●



Km 6 Km 12+6



● ● ● ● ●



Km 19+8



Alun-alun Ngawi Solo



Km 26



Ngawi ●







● ●



Bojonegoro



Km 7 Km 19



Km 21 Km 23 Km 24+5







Km 27+5 Km 29



Madiun



Padangan



● ● ●



Keterangan:



●:



Kota



● : Titik pengambilan sampel



Km 30+5



Gambar 5.1. Denah lokasi pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan di area sekitar jalan dengan menggunakan tabung dari besi yang berukuran panjang 40 cm dan berdiameter 7 cm. Tabung tersebut ditanamkan ke dalam lapisan tanah asli (di sekitar subgrade) jalan dari kedalaman ± 40 cm sampai dengan 70 cm tergantung kondisi lokasi di lapangan. Setiap lokasi diambil sampel satu tabung dan satu kantong plastik. Tabung dan plastik yang berisi bahan uji ini ditutup rapat supaya tidak mengalami penyusutan sehingga kadar airnya masih terjaga sesuai yang asli di lapangan.



V.1. Evaluasi Kerusakan jalan Berdasarkan data yang diperoleh dari Ditjen Bina Marga Kota Surabaya, pada awal tahun 2013 Jalan Padangan – Batas Ngawi banyak mengalami kerusakan berat terutama pada ruas jalan dari Km 03+000 hingga Km 30+500. Hal ini sangat mengganggu lalu lintas kendaraan yang melintasinya dan kerap menimbulkan kecelakaan.



17



Oleh karena itu, pihak Ditjen Bina Marga Kota Surabaya berencana melakukan perbaikan jalan tersebut. Data ini yang kemudian menjadi acuan untuk menentukan lima belas titik lokasi penelitian, meliputi tiga belas titik dengan tingkat kerusakan berat dan dua lokasi yang tidak mengalami kerusakan, sebagai pembanding nantinya dalam menganalisis kondisi tanah subgrade di bawahnya. Berdasarkan survei di lapangan pada Bulan Februari dan Agustus 2013, jenis kerusakan yang sebagian besar terjadi pada tiga belas lokasi penelitian, yaitu longitudinal cracking, edge cracking, block cracking, upheaval, depression, potholes, dan bergelombang.



V.2. Analisis Tebal Perkerasan Lentur sesuai AASHTO 1993 Setiap jenis kerusakan jalan mempunyai kemungkinan penyebab kerusakannya. Pada penelitian ini, penyebab kerusakan ditinjau dari berbagai faktor. Pertama ditinjau beban lalu lintas jalan terhadap kapasitas struktur jalan dan pengaruhnya terhadap kerusakan jalan tersebut. Selain itu, dicek pula perancangan tebal perkerasan jalan sesuai persyaratan lalu lintas. Berdasarkan data dari Bina Marga, lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada Jalan Padangan - Batas Ngawi tahun 2011, pertumbuhan lalu-lintas yang terjadi per tahun sebesar 5%. Profil perkerasan jalan eksisting ruas Padangan - Batas Ngawi ditunjukkan pada Gambar 5.1. Lapis penetrasi



10 cm



Batu pecah (CBR: 90% )



15 cm



Sirtu (CBR: 60%)



13 cm



Subgrade (CBR: 4 %)



Gambar 5.2. Profil perkerasan jalan eksisting pada ruas Padangan – Batas Ngawi



18



Perkerasan Jalan Padangan - Batas Ngawi merupakan jalan arteri dengan tingkat pelayanan cukup stabil sehingga jika diklasifikasikan berdasarkan fungsional jalan memiliki nilai indeks permukaan (Ipt) sebesar 2.5. Secara geometrik jalan ini memiliki 2 jalur dan 2 lajur dengan kelandaian lebih besar dari 10% dan kendaraan berat yang melaluinya melebihi 30%. Kondisi ini mengindikasikan faktor regional bernilai 3. Peningkatan Jalan Padangan-Batas Ngawi dirancang untuk masa pelayanan 10 tahun. Dalam menganalisis tebal perkerasan lentur digunakan metode AASHTO (1993)



dengan



menganggap



tanah



dalam



kondisi



stabil. Berdasarkan data perancangan dari Bina Marga dan pengamatan di lapangan sekarang, data tersebut dianalisis sebagai berikut. Pada perhitungan tebal lapis permukaan (D1), tebal lapis permukaan eksisting adalah 3,94 in, kurang dari tebal yang disyaratkan yaitu sebesar 15,2 in. Jadi lapis permukaan eksisting tidak memenuhi syarat tebal minimum perkerasan, sehingga kapasitas jalan tidak memenuhi dalam mendukung beban lalu lintas di atasnya pada masa layannya. Dari perhitungan juga dihasilkan lapis pondasi eksisting tidak memenuhi syarat tebal minimum perkerasan, tebal lapis permukaan eksisting adalah 5,91 in, kurang dari tebal yang disyaratkan yaitu sebesar 7 in. Berdasarkan analisis pertumbuhan arus lalu lintas 10 tahun ke depan, struktur perkerasan tidak memenuhi persyaratan tebalnya. Kemampuan struktur perkerasan tidak mencukupi dalam mendukung beban lalu lintas pada umur pelayanan yang diharapkan. Jadi kesimpulan awalnya, bila subgrade stabil, maka perkerasan yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor penyebab kerusakan jalan pada ruas Padangan – Batas Ngawi.



V.3.Pengujian Laboratorium Berdasarkan pengamatan, jenis kerusakan yang banyak ditemui berupa permukaan jalan yang tidak teratur, seperti amblas, jalan bergelombang, dan retak susut. Dari data diketahui bahwa perbaikan telah berulang kali dilakukan, tetapi kerusakan jalan masih terjadi, sehingga diindikasikan faktor tanah dasarnya ikut menyebabkan kerusakan jalan. Berdasarkan data geologi, tanah



19



di daerah tersebut memang tercatat sebagai tanah ekspansif. Oleh karena itu, selanjutnya perlu dianalisis tingkat kembang susut tanah dasarnya melalui pengujian laboratorium. Pengujian pendahuluan dan pengujian utama dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada.Uji pendahuluan berdasarkan pada standar ASTM D, meliputi : uji berat jenis tanah, uji ukuran butiran tanah, uji batas cair tanah, uji batas plastis dan indeks plastisitas tanah,uji batas susut tanah. Sedangkan pengujian utama meliputi uji pengembangan dan uji tekanan pengembangan. Alat yang digunakan adalah konsolidometer (Oedometer). Sampel tanah sebanyak lima belas tabung dan lima belas kantong dari berbagai lokasi di lapangan dibawa ke laboratorium. Benda uji ini dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui tingkat kembang susut tanah. Hasil analisis tanah



dasar



pengembangan,



ini



dapat



menentukan



jenis



tanah,



derajat



dan pengaruh tekanan pengembangan tanah terhadap



struktur di atasnya. Pengujian dapat secara langsung maupun tidak langsung. Metode tidak langsung pada pengujian pendahuluan dan metode langsung merupakan pengujian utama. Hasil pengujian di laboratorium, sebagai berikut : a. Hasil pengujian tanah dengan metode tidak langsung Berupa pengujian pendahuluan yang meliputi uji kadar air, berat jenis, ukuran butiran tanah, dan batas - batas Atterberg. Pengujian ini bertujuan



untuk



menentukan



klasifikasi



tanah



dasar



dan



besar



pengembangan tanah berdasarkan pada batas yang diperoleh. Klasifikasi tanah dasar menggunakan 2 metode yaitu sistem Unified dan AASHTO. Berdasarkan klasifikasi sistem Unified di atas ditunjukkan bahwa tanah dasar pada Jalan Padangan - Batas Ngawi Km 03+000 hingga Km 30+500 tergolong lempung dengan jenis CH dan MH. Tanah CH adalah tanah lempung tak organik dengan plastisitas tinggi. Tanah MH adalah tanah lanau. Jenis tanah tersebut berupa tanah berbutir halus, sebagian besar memiliki butiran yang lolos saringan no. 200 lebih dari 50%. 20



Berdasarkan klasifikasi sistem AASHTO di atas menunjukkan bahwa tanah dasar tersebut tergolong lempung dengan jenis A-7-5 dan A-7-6. Untuk jenis tanah A-7-5 adalah tanah lempung dengan batas plastis yang cukup tinggi. b.Hasil pengujian tanah dengan metode langsung Merupakan pengujian utama yang terdiri dari pengujian pengembangan (swelling) dan tekanan pengembangan (swelling pressure).Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah direct method dengan alat uji Oedometer. Berdasarkan hasil uji pendahuluan tanah dasar ruas Jalan Padangan – Batas Ngawi mempunyai potensi dan derajat pengembangan yang sangat tinggi. Penentuan potensi pengembangan bisa berdasarkan pada batas – batas Atterberg, khususnya mengacu pada nilai persentase batas susut dan susut linier. Subgrade sepanjang ruas lokasi penelitian, bersifat aktif – ekspansif dan memiliki nilai derajat ekspansif yang tinggi sehingga tanah dasar ini mempunyai kualitas tanah yang buruk. Setelah uji pengembangan dilakukan, dilanjutkan dengan pengujian konsolidasi untuk mendapatkan tekanan pengembangan yang terjadi. Prosedur pengujian ini sesuai dengan ASTM D 2435-96. Pembebanan terbesar terdapat pada sampel tanah lokasi Km 05+000 yang mencapai 65,92 kPa dan menghasilkan nilai tekanan pengembangan sebesar 1110 kPa. Nilai ini sangat besar sehingga subgrade pada lokasi tersebut tidaklah aman. Rata– rata tekanan pengembangan hasil pengujian bernilai > 300 kPa, sehingga menunjukkan subgrade tersebut berkualitas buruk.



V.4. Analisis Pengaruh Tekanan Pengembangan Terhadap Kerusakan Jalan Diperlukan tegangan yang besar untuk mengendalikan tingginya pengembangan tanah dasar tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana tekanan pengembangan tanah dasar dapat menimbulkan kerusakan jalan, maka perlu menghitung besarnya tekanan perkerasan yang ada 21



berdasarkan hasil pengukuran ketebalan dan jenis perkerasan di lapangan. Analisisnya sebagai berikut. (1) Tegangan Lapis Penetrasi = 0,1 m x 2,25 ton/m3 = 0,225 ton/m2 = 2,25 kPa (2) Tegangan LPB dan LPA



= 0,38 m x 1,7 ton/m3 = 0,561 ton/m2 = 5,61 kPa



Total tekanan perkerasan



= 12,62 kPa.



Asumsi berat volume lapisan aspal adalah 2,2 – 2,3 ton/m3, lapisan pondasi atas 1,7-2,0 ton/m3 dan lapisan pondasi bawah 1,6 – 1,7 ton/m3. Hasil perhitungan didapat nilai tekanan perkerasan jalan sebesar 12,62 kPa lebih kecil dari nilai tekanan pengembangan tanah dasar di bawah perkerasan (berkisar antara 73 sampai 1110 kPa). Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan perkerasan jalan di atas subgrade tersebut, yang ditandai dengan ketidakrataan permukaan jalan. Jadi dapat disimpulkan, selain faktor perkerasannya, tingginya pengembangan tanah dasar yang ekspansif juga menjadi penyebab kerusakan jalan.



V.5.Analisis Kondisi Lapangan Tanah ekspansif kalau kondisi kadar airnya stabil (bisa dijaga), maka tidak akan bermasalah. Namun akan bermasalah bila terjadi perubahan yang signifikan dari kondisi kering ke kondisi basah. Dengan kata lain, syarat terjadi kembang susut tanah ekspansif adalah harus ada perubahan air yang cukup signifikan. Pengujian menunjukkan bahwa subgrade-nya merupakan tanah



ekspansif dengan kadar



montmorillonite



dan



pengembangan yang tinggi, sehingga pada lokasi dimana masuknya air lebih banyak (berlebihan) di satu tempat, maka cenderung lebih banyak kerusakan



(jalan



bergelombang)



yang



terjadi.



Perlu



diperhatikan



kemungkinan dari arah mana akses air masuk, seperti: dari retakan, dari 22



samping atau area lain di sekitar jalan. Selanjutnya akan dibahas hasil survei kondisi di lapangan dan pengaruhnya terhadap kerusakan jalan. Umumnya kerusakan jalan yang timbul merupakan gabungan penyebab yang saling terkait. Hasil survei menunjukkan pada Km 03+000 hingga Km 23+000 ditemui bentuk kerusakan berupa jalan bergelombang, longitudinal cracking, dan shrinkage cracking. Terkait dengan kondisi di sekitar jalan, drainase di kanan kiri jalan tersebut banyak ditumbuhi semak, bahkan ada yang tidak terdapat drainase. Hal ini memicu naiknya air ke permukaan tanah dan berpotensi menimbulkan pengembangan tanah.



Gambar 5.4. Kondisi kerusakan Jalan Padangan-Batas Ngawi Km 05+000 Selanjutnya pada Km 04+000, Km 06+000, Km 07+000, Km 12+600, Km 19+000, Km 19+800, Km 21+000, Km 24+500, Km 26+000, dan Km 27+500 ditemui bentuk kerusakan antara lain: bergelombang, longitudinal cracking, shrinkage cracking, edge cracking, block cracking disertai beberapa lubang. Kondisi drainase yang tidak terawat dan lokasi daerah tersebut yang berada pada elevasi rendah ikut menyebabkan terjadinya cracking. Hal ini memungkinkan air meresap masuk ke lapis di bawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dan agregat sehingga dapat menimbulkan lubang. Berdasarkan uji laboratorium, survei lapangan, dan mengacu pada Manual Bina Marga No. 03/MN/B/1983, dapat dirangkum penyebab dan penanganan kerusakan Jalan Padangan – Batas Ngawi, seperti pada Tabel 5.1. Cara penanganannya mengacu pada Asphalt Institute MS-16. 23



Tabel 5.1. Penyebab kerusakan Jalan Padangan – Batas Ngawi dan penanganannya Lokasi



Jenis kerusakan



Kemungkinan penyebab kerusakan



Km 03+000



- Longitudinal cracking - Struktur perkerasan tidak memenuhi - Bergelombang syarat tebalnya - Tingginya kembang susut tanah dasar ekspansif - Drainase tidak berfungsi dengan baik



Km 04+000



- Bergelombang - Struktur perkerasan tidak memenuhi - Longitudinal cracking syarat tebalnya - Tingginya kembang susut tanah dasar - Shrinkage cracking - Block cracking ekspansif - Drainase tidak berfungsi dengan baik



Km 05+000



Shrinkage cracking, Bergelombang, potholes, upheaval, ambles



Km 06+000, 07+000, 12+600, 21+000



- Struktur perkerasan tidak memenuhi Longitudinal cracking, potholes, bergelombang, syarat tebalnya - Tingginya kembang susut tanah dasar shrinkage cracking ekspansif - Drainase tidak berfungsi dengan baik



- Struktur perkerasan tidak memenuhi syarat tebalnya - Potensi kembang susut tanah dasar ekspansif sangat tinggi - Drainase tidak berfungsi dengan baik - Turunnya kekuatan tanah dasar



Rekomendasi penanganan kerusakan



- Treatment dengan geomembran - Perbaikan drainase - Perbaikan permukaan perkerasan (sealing, full depth patching, removal and replacement) - Resurfacing - Treatment dengan geomembran - Perbaikan drainase - Perbaikan permukaan perkerasan (sealing, full depth patching, removal and replacement, heater scarify) - Resurfacing - Treatment dengan geomembran - Perbaikan drainase - Perbaikan permukaan perkerasan (sealing, full depth patching, removal and replacement, micro surfacing) - Resurfacing - Konstruksi Cakar Ayam - Treatment dengan geomembran - Perbaikan drainase - Perbaikan permukaan perkerasan (sealing, full depth patching, removal and replacement) - Resurfacing



24



Km 19+000, 19+800



- Shrinkage cracking - Edge cracking - Bergelombang



- Struktur perkerasan tidak memenuhi syarat tebalnya - Tingginya kembang susut tanah dasar ekspansif - Drainase tidak berfungsi dengan baik



Km 23+000, Km 24+500



- Shrinkage cracking - Bergelombang - Longitudinal cracking



- Struktur perkerasan tidak memenuhi syarat tebalnya - Tingginya kembang susut tanah dasar ekspansif - Drainase tidak berfungsi dengan baik



Km 26+000, Km 27+500



- Struktur perkerasan tidak memenuhi Longitudinal cracking potholes, bergelombang syarat tebalnya edge cracking - Tingginya kembang susut tanah dasar ekspansif - Drainase tidak berfungsi dengan baik



Km 29+000 Km 30+500



-



- Treatment dengan geomembran - Perbaikan drainase - Perbaikan permukaan perkerasan (sealing, full depth patching, removal and replacement, dihampar hotmix) - Resurfacing - Treatment dengan geomembran - Perbaikan drainase - Perbaikan permukaan perkerasan (sealing, full depth patching, removal and replacement) - Resurfacing - Treatment dengan geomembran - Perbaikan drainase - Perbaikan permukaan perkerasan (sealing, full depth patching, removal and replacement) -Resurfacing



-



25



V.6. Alternatif Penanganan Kerusakan Jalan Untuk menahan agar tanah dasar tidak mengembang ternyata perlu tambahan tekanan yang sangat besar, kira- kira setara dengan tambahan beban maksimum sebesar 54,87 m. Cara ini tidak mungkin dilaksanakan, karena tidak efisien dari segi pembiayaan dan saat pelaksanaannya mengakibatkan arus lalu lintas akan terputus. Penanganan kerusakan jalan yang direkomendasikan meliputi perbaikan perkerasan maupun perbaikan tanah dasarnya, yang metodenya disesuaikan berda- sarkan jenis dan tingkat kerusakannya. Perbaikan perkerasan dengan metode AASHTO (1993) hanya berlaku jika subgrade-nya stabil (tidak memiliki potensi kembang susut besar) sehingga cara pelapisan tambahan menurut AASHTO harus lebih dulu dilakukan perbaikan subgrade-nya. Pada jalan yang telah dibangun, penanganan subgrade-nya dilakukan partly, tanpa harus merombak keseluruhan perkerasan yang telah ada. Penanganan yang



direkomendasikan



yaitu



treatment



menggunakan



geomembran, yang ditanam di bagian samping jalan untuk mencegah masuknya air ke area sekitar perkerasan. Hal ini dimaksudkan agar distribusi air di bawah struktur lebih seragam dan menghambat pengembangan tanah. Struktur geomembran ditunjukkan pada Gambar 5.6 dan 5.7.



Air atas Membran aspal



Lapis permukaan aspal



Tanah ekspansif bawah



Lapis pondasi



lapis pondasi



Gambar 5.3. Tipe membran aspal horisontal (Snethen, 1979) Bahu jalan



Lajur lalu-lintas



Bahu jalan



Membran vertikal Gambar 5.4. Tipe membran vertikal (Snethen, 1979) 26



Hasil kajian studi penanganan kerusakan jalan di atas tanah ekspansif pada ruas Caruban – Ngawi, oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, menyatakan bahwa dengan menggunakan geomembran vertikal maka perbedaan kadar air tanah yang berada di dalam membran berfluktuasi lebih kecil dibandingkan dengan kadar air tanah yang berada di luar membran. Berdasarkan perbedaan fluktuasi tersebut maka dapat diperoleh bahwa kecenderungan menghalangi



migrasi



kadar



penerapan



membran



untuk



air berfungsi efektif. Selain itu, upaya



perbaikan drainase sekitar perkerasan juga sebaiknya dilakukan pada lokasi yang drainase buruk. Sebaiknya setelah dilakukan perbaikan – perbaikan kerusakan jalan, selanjutnya



diberi



pelapisan



tambahan



(overlay)



untuk menambah



kapasitas struktural dalam mendukung beban lalu lintas di masa datang. Cara overlay dengan metode AASHTO (1993) hanya bisa dilakukan jika kondisi tanahnya stabil, tidak memiliki potensi kembang susut besar, dan tanah dasarnya tidak berubah bentuk secara berlebihan (tanahnya tidak naik turun dan betul – betul settle). Tebal lapis tambahan yang diperlukan sebesar 15 cm. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan tanah dasar agar tebal lapisan tambahan semakin tipis sehingga dapat mengefisienkan biaya perawatannya.



27



VI.KESIMPULAN



VI.1.Kesimpulan 1.



Jalan Padangan - Batas Ngawi Km 03+000 hingga Km 27+500 mengalami kerusakan jalan yang cukup berat. Berdasarkan data Bina Marga, terdapat tiga belas lokasi rusak berat yaitu Km 03+000, Km 04+000, Km 05+000, Km 06+000, Km 07+000, Km 12+600, Km 19+000, Km 19+800, Km 21+000, Km 23+000, Km 24+500, Km 26+000, dan Km 27+500. Berdasarkan survei di lapangan, tipe kerusakan jalannya antara lain retak (longitudinal, edge, shrinkage, block cracking), upheaval, depression, potholes, dan bergelombang. Berdasarkan analisis AASHTO dan pengujian laboratorium, faktor utama penyebab kerusakan jalan adalah struktur perkerasan yang tidak memenuhi persyaratan tebalnya, serta derajat ekspansif tanah dasarnya yang cukup kritis dan tekanan pengembangannya sangat tinggi.



2.



Hasil pengujian sampel tanah dasar pada ruas Jalan Padangan – Ngawi dari Km 03+000 hingga Km 30+500 menunjukkan bahwa subgrade-nya merupakan jenis tanah lempung ekspansif yang berplastisitas tinggi. Berdasarkan klasifikasi sistem Unified, tanah ini tergolong lempung jenis CH dan MH, sedangkan sistem AASHTO menunjukkan jenis tanah A-7-5 dan A-7-6. Berdasarkan klasifikasi Chen (1975), derajat pengembangan tanah rata-rata dalam kondisi kritis, dan menurut klasifikasi Seed (1962), derajat ekspansif tergolong tinggi. Tekanan pengembangan juga sangat tinggi, tekanan terbesar terletak pada Km 05+000 dengan nilai 1110 kPa dan terendah pada Km 29+000 dengan nilai 73 kPa. Nilai tersebut jauh melebihi tekanan perkerasan di atasnya (12,62 kPa), sehingga dapat menyebabkan kerusakan berat pada lapisan perkerasan.



3.



Rekomendasi penanganan kerusakan jalan meliputi perbaikan perkerasan maupun perbaikan tanah dasarnya, sesuai jenis dan tingkat kerusakannya. Perbaikan perkerasan menurut AASHTO harus terlebih dulu dilakukan perbaikan tanah dasarnya, antara lain dengan penggunaan geomembran. Perbaikan drainase juga sebaiknya dilakukan. Analisis AASHTO menyarankan tebal overlay sebesar 15 cm. Alternatif jika tanpa overlay yaitu penanganan secara struktural untuk area yang kembang susutnya sangat tinggi menggunakan konstruksi Cakar Ayam.



28



VI.2.Saran Pada pembahasan ini, dapat disampaikan saran sebagai berikut:



1.



Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kapasitas jalan sesuai muatan sumbu terberat, sebagai alternatif metode untuk mengecek secara langsung pengaruh lalu lintas terhadap kerusakan jalan. Selanjutnya juga perlu penelitian untuk menemukan solusi penanganan paling efektif, yang pelaksanaanya lebih mudah, lebih awet, serta lebih efisien dalam hal waktu dan biaya konstruksi sehingga keputusan dalam memperbaiki kerusakan jalan dapat diambil dengan tepat oleh pemegang kebijakan. Rekomendasi penanganan lain dapat diteliti secara empiris.



2.



Saat pengambilan sampel, terkadang ditemui kesulitan dalam menentukan lokasi lapisan subgrade. Walaupun pada penelitian ini, kedalaman subgrade dapat ditentukan dengan mudah (karena kebetulan saat sampling, bersamaan dengan pekerjaan pelebaran jalan). Namun beberapa titik sebaiknya perlu disertai data pelengkap seperti desain alinyemen jalan sebagai acuan untuk mengetahui kedalaman subgrade. Selain itu, dapat dicoba dengan alat theodolit untuk mengukur ketinggian dari luar, dengan menyamakan elevasi permukaan jalan dengan muka tanah sekitar (lokasi pengambilan sampel). Alternatif lain dengan melihat data rencana anggaran biaya (owner estimate) yang biasanya memuat volume galian atau timbunan tanah dasar untuk rencana pembangunan jalan.



3.



Sebelum melakukan pengujian dengan alat-alat laboratorium, perlu dilaksanakan pemeriksaan kinerja peralatan yang akan digunakan. Pengalaman menunjukkan bahwa pengujian pengembangan dan tekanan pengembangan pada tahap awal (1 sampel pengujian) harus diulang, karena dial gauge tidak bekerja dengan baik.



29



VI.DAFTAR PUSTAKA American Association of state Highway and Officials (AASHTO), 1993, Interim Guide for Design of Pavement Structures, Washington, USA. ASTM, 1997, Annual Book of ASTM Standards Section 4 Volume 04.08 Soil and Rock (I): D420-D4914. Chasanah, F., 2013, Analisis Kerusakan Struktur Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif (Studi Kasus: Jalan Purwodadi-Geyer), Tesis Magister Sistem dan Teknik Transportasi (MSTT), Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Chen, F.H., 1975, Foundations on Expansive Soils, Developments in Geotechnical Engineering 12. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, The Netherlands. Departemen Pekerjaan Umum, 2005, Penanganan Tanah Ekspansif untuk Konstruksi Jalan, Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Tata Cara Perencanaan Tebal Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen, SNI 1732-1989-F, SKBI-2.3.26.1987., Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta. Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hardiyatmo, H.C., 2011, Perancangan Perkerasan Jalan dan Penyelidikan Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Laboratorium Geoteknik dan Mekanika Tanah, 2007, Buku Panduan Praktikum Mekanika Tanah I dan II. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Manu. A.I., 1996, Pelaksanaan Konstruksi Jalan Raya, PT. Medisa-yayasan penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.



30