1.manajemen Psda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



MATA KULIAH



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR KODE MATA KULIAH MKB 5270



OLEH



YUNUS FALLO, SST.MT NIP. 19640629 198903 1 001



JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI KUPANG 2016



PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



Kurikulum 2010



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkah dan karunia serta Rachmat Nya diberi petunjuk untuk menyelesaikan Buku Ajar Manajemen Prasarana Sumber Daya Air. Disadari oleh penulis tentang kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, meskipun telah diupayakan segala kemampuan untuk lebih teliti. Oleh karena itu, diharapkan para pembaca bisa memberikan saran-saran yang membangun agar tulisan ini bisa diperbaiki dan dilengkapi, sehingga dapat lebih bermanfaat bagi yang membutuhkan. Akhirnya, harapan penulis mudah-mudahan buku ini dapat menjadi amal jariyah yang tiada putus-putusnya dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi Dosen dan Mahasiswa. Kiranya pembaca memperolah manfaat, serta berkesempatan hati dan rela memberikan kritik dan saran guna penyelesaian dan perbaikan tugas – tugas kami yang lebih baik di masa mendatang. Kupang, Februari 2012 Penyusun



ii



PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



Kurikulum 2010



DAFTAR ISI Halaman



LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENGERTIAN UMUM DAN LANDASAN HUKUM SUMBER DAYA AIR A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Manfaat Mata Kuliah Tujuan Instruksional Umum B. PENYAJIAN MATERI 1.1 Pengertian dan Definisi dalam Sumber Daya Air 1.2. Pengertian Seacara Umum 1.3. Pengertian yang berkenaan dengan air permukaan 1.4. Pengertian yang berkenaan dengan Air Tanah 1.5. Pengertian yang berkenaan dengan Bangunan Air 1.6. Pengertian yang berkeairan dan Pengelolaan/Pengelola C PENUTUP 1. Rangkuman 2. Tugas dan Latihan 3. Indikator Pencapaian D. DAFTAR PUSTAKA



i ii iii I I I I I I I I I I I I



- 1 - 2 - 2 - 2 - 2 - 2 - 3 - 3 - 6 - 6 - 9 - 11



I I I I



- 14 - 14 - 15 - 15



BAB. II DASAR-DASAR MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR TERPADU II A. PENDAHULUAN II Deskripsi Singkat II Manfaat Mata Kuliah II Tujuan Instruksional Umum II B. PENYAJIAN MATERI II 2.1. Batas Teknis Hidrologi II 2.1.1. Daerah Aliran Sungai Sebagai Satu Kerangka Kerja - 4 2.1.2. Wilayah Sungai II 2.2. Komponen Sumber Daya Air II 2.2.1. Komponen Alami Sumber Daya Air II 2.2.2. Komponen Buatan Sumber Daya Air II 2.3. Sistem Pengendalian Banjir II 2.3.1. Penyebab Banjir II 2.3.2. Penyebab Banjir Paling Dominan II 2.3.3. Metode Pengendalian Banjir II YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



iii - i



-



1 2 2 2 3 3 3 II



- 6 - 7 - 7 - 8 - 10 - 10 - 11 - 16



PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



C



D



Kurikulum 2010



2.4. Sistem Drainase 2.4.1. Fungsi Drainase 2.4.2. Sistem Jaringan Drainase 2.5. Sistem Aliran Air Tanah 2.6. Sumber Resapan dan Potensi Air Tanah PENUTUP 1. Rangkuman 2. Tugas dan Latihan 3. Indikator Pencapaian DAFTAR PUSTAKA



II II II II II II II II II II



BAB. III PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU A PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Manfaat Mata Kuliah Tujuan Instruksional Umum B PENYAJIAN MATERI 3.1. Ruang Lingkup Pengelolaan DAS 3.2. Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS 3.3. Azas Pengelolaan DAS Terpadu 3.4. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS 3.5. Pengelolaan DAS dalam Konteks Otonomi Daerah 3.6. Proses Perencanaan Pengelolaan DAS 3.7. Daya Dukung Lingkungan ( DDL ) 3.8. Erosi 3.8.1. Proses Erosi 3.8.2. Klasifikasi Erosi 3.8.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Erosi 3.8.4. Dampak Umum Terjadinya Erosi 3.8.5. Pendugaan Laju Erosi 3.8.5.1. Pendugaan Laju Erosi Berdasarkan Metode Musle/PUKT 1.8.5.2. Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan ( Rw) 1.8.5.3. Indeks Erodibilitas ( K ) 1.8.6. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) 1.8.7. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah ( P) 1.8.8. Faktor Topografi Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S) 3.9. Batas Laju Erosi yang Diperbolehkan 3.10.Bangunan Pengendali Erosi



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



- 19 - 21 - 22 - 23 - 26 - 28 - 28 - 28 - 29 - 29



III – 1 III – 2 III - 2 III - 2 III – 3 III - 3 III - 3 III - 4 III - 6 III - 7 III - 9 III - 12 III - 19 III – 20 III – 20 III – 21 III – 23 III – 24 III – 25 III – 25 III – 26 III – 28 III – 30 III – 34 III – 35 III – 36 III – 38



iii - ii



PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



Kurikulum 2010



C. PENUTUP 1. Rangkuman 2. Tugas dan Latihan 3. Indikator Pencapaian D. DAFTAR PUSTAKA



III – 42 III – 42 III – 42 III – 43 III – 43



BAB. IV SISTEM OPERASI DAN PEMELIHARAAN HIDROLOGI A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Manfaat Materi Kuliah Tujuan Instruksional Umum B. PENYAJIAN MATERI 4.1. Latar Belakang 4.2. Siklus Hidrologi 4.3. Siklus Hidrologi dan Neraca Air ( Keseimbangan Air) 4.4. Interaksi antara Air Tanah dengan Air Permukaan 4.5. Skema Model Hidrologi C. PENUTUP 1. Rangkuman 2. Tugas dan Latihan 3. Indikator Pencapaian D. DAFTAR PUSTAKA BAB. V SISTEM OPERASI WADUK DAN PRINSIP OPERASI BANGUNAN UTAMA A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Manfaat Materi Kuliah Tujuan Instruksional Umum B. PENYAJIAN MATERI 5.1. Pengertian Waduk 5.2. Pengertian Umum Operasi Waduk 5.3. Karakteristik Waduk 5.4. Pola Operasi Waduk 5.5. Kebijakan Sistem Pengoperasian Waduk a. Standard Operating Policy ( SOP ) b. Program Dinamik Deterministik Ataupun Implisit Stokastik c. Program Dinamik Stokastik 1. Fungsi Sasaran ( Objective Function ) 2. Probabilitas Transisi Inflow 3. Persamaan Pelepasan di Waduk ( Reservoir Replease) 4. Kinerja Sistem ( System Performance ) YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



IV – 1 IV - 2 IV - 2 IV - 2 IV - 3 IV - 3 IV - 3 IV - 5 IV - 7 IV - 9 IV- 12 IV - 19 IV - 19 IV - 20 IV - 20 IV - 21



V V V V V V V V V V V V



-



1 2 2 2 2 3 3 5 6 7 8 8



V - 8 V - 9 V - 9 V - 10 V - 11 V - 11 iii - iii



PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



Kurikulum 2010



5. Pewrsamaan Rekursif 6. Kreteria Konvergensi d. Liniar Program 5.6. Rule Curve 5.7. Simulasi 5.8. Evaluasi Unjuk Kerja Pengoperasian Waduk 5.9. Keandalan (Reliability) 5.10.Bangunan Utama 5.10. 1. Bendung Tatap 5.10. 2. Bendung Gerak Vertikal 5.10. 3. Bendung Karet ( Bendung Gerak Horizontal ) 5.10. 4. Bendung Saringan Bawah 5.10. 5. Pengambilan Bebas 5.10. 6. Pompa D. DAFTAR PUSTAKA BAB. VI OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Manfaat Materi Kuliah Tujuan Instruksional Umum B. PENYAJIAN MATERI 6.1. Pengertian Operasi Jaringan Irigasi 6.2. Pemeliharaan Irigasi 6.3. Organisasi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi 6.3.1. Rencana Operasi Bersama HIPPA / GHIPPA 6.3.2. Kebutuhan Air Daerah Irigasi 6.3.2.1. Metode LPR - FPR a. Faktor Palawija Relatif ( FPR) b. Koefisien Tanaman Palawija Relatif c. Luas Palawija Relatif ( LPR ) d. Kebutuhan Air di Pintu Tersier (Qt) 6.3.2.2. Kehilangan Air Irigasi 6.3.3. Kebutuhan Air Non Irigasi 6.4. Rencana Penyediaan Air Irigasi 6.4.1. Debit Andalan Sungai 6.4.2. Neraca Air 6.4.3. Rencana Penyediaan Air Irigasi/Debit Andalan Irigasi 6.5. Rencana Tata Tanam 6.5.1. Rencana Tata Tanam Global ( RTTG) Daerah Irigasi 6.5.2. Rencana Tata Tanam Detail ( RTTD)



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 12 V - 13 V - 14 V – 14 V – 15 V - 18 V – 21 V – 22 V – 22 V – 23 V – 24 V – 24 V - 25 V - 26 IV - 26 VI - 1 VI - 2 VI - 2 VI - 3 VI - 3 VI - 3 VI - 3 VI - 4 VI - 6 VI - 6 VI - 7 VI - 7 VI - 7 VI - 7 VI - 8 VI - 8 VI - 8 VI - 9 VI - 9 VI - 9 VI - 10 VI - 10 VI - 11 VI - 11 VI - 13



iii - iv



PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



Kurikulum 2010



6.6. Rencana Pembagian Air ( RPA) 6.6.1. Evaluasi Alokasi Air 6.6.2. Rencana Pembagian Air Irigasi 6.7. Sistem Giliran 6.7.1. Pelaksanaan Operasi Jaringan Irigasi 6.7.2. Operasi Musim Hujan 6.7.3. Operasi Musim Kemarau 6.7.4. Opewrasi Bangunan Bagi dan Sadap 6.8. Pemantauan dan Evaluasi Operasi 6.8.1. Operasi Pintu 6.8.2. Pengukuran Debit 6.9. Partisipasi HIPPA/GHIPPA dalam Operasi Jaringan Irigasi C. PENUTUP 1. Rangkuman 2. Praktek dan Tugas 3. Indikator Pencapaian D. DAFTAR PUSTAKA



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 13 VI - 13 VI - 14 VI - 15 VI - 15 VI - 16 VI - 17 VI - 17 VI - 18 VI - 19 VI - 20 VI - 20 VI - 22 VI - 22 VI - 24 VI - 24 VI - 24



iii - v



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB I PENGERTIAN UMUM DAN LANDASAN HUKUM SUMBER DAYA AIR



YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 1



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB. I PENGERTIAN UMUM DAN LANDSAN HUKUM SUMBER DAYA AIR A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Materi ini menjelaskan beberapa definisi yang berkaitan dengan sumberdaya air, potensi air baik dunia maupun di Indonesia. Istilah-istilah ini diambil dari beberapa sumber dan dilakukan pengelompokkan untuk lebih memudahkan dalam pencarian istilah yang diinginkan. Potensi air dijelaskan bahwa secara global jumlah air di dunia relative sama hanya berubah karena pergeseran tempat/ruang dan waktu dalam durasi yang singkat. Disamping itu, dijelaskan pula tentang akibat peningkatan jumlah penduduk terhadap kebutuhan air sehingga pengelolaan sangat penting agar kebutuhan air dari tahun ke tahun selalu meningkat dapat terpenuhi baik kuantitas maupun kualitas



Manfaat Mata Kuliah 1. Masiswa mampu memahami beberapa pengertian yang berhubungan dengan sumber daya air. 2. Mahasiswa dapat memahami pentingnya pengelolaan sumber daya air mengingat jumlah air relative tetap secara global



Tujuan Intruksional Umum Membantu mahasiswa dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air. Baik tentang sumber air, YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 2



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



permukaan maupun airtanah. Demikian halnya dengan pengelolaan sumber daya air dan pihak pengelola misalnya pemerintah. Bangunan atau ruang yang berkaitan dengan sumber daya air misalnya daerah konservasi atau daerah lindung dan lain sebagainya Dengan dasar pemahaman ini, maka secara tidak langsung mahasiswa dapat paham bahwa dalam pengelolaan sumber daya air perlu secara terintegrasi dan komprehensif



dengan



melibatkan



semua



sektor



dan



bukannya



mendahulukan melakukan tindakan pengelolaan secara sektoral



B. PENYAJIAN MATERI 1.1. Pengertian dan Definisi dalam Sumber Daya Air Beberapa definisi yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya air sebagai berikut : 1.2. Pengertian Secara Umum 1. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut ang berada di darat (UU No. 7 Tahun 2004). Definisi lain air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut (UU No. 11 Tahun 1974). 2. Cara non-struktural untuk pengelolaan air adalah program-program atau aktivitas-aktivitas yang tidat membutuhkan fasilitas-fasilitas yang dibangun. 3. Cara struktural untuk pengelolaan air adalah fasilitas yang dibangun YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 3



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



untuk pengendalian aliran air dan kualitasnya. 4. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No. 7 Tahun 2004). Definisi lain: Daerah Aliran sungai: adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana semua air hujan yang jatuh ke daerah ini akan mengalir melalui sungai dan anak sungai yang bersangkutan Definisi lain yaitu suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari air hujan dan sumber-sumber air lainnya yang penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut; daerah sekitar sungai, meliputi punggung bukit atau gunung yang merupakan tempat sumber air dan semua curahan air hujan yang mengalir ke sungai, sampai daerah dataran dan muara sungai (Ditjen Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, 2002). Ada yang menyebut dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), Daerah Tangkapan Air (DTA). Dalam istiiah bahasa lnggeris juga ada beberapa macam istilah yaitu Catchment Area, Watershed, dll. Dalam Kamus Istilah Penataan YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 4



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Ruang dan Pengembangan Wilayah (Ditjen Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, 2002) disebutkan bahwa daerah tangkapan adalah cakupan pengaturan suatu system aliran sungai (ilmu hidrologi dan geologi); daerah di antara pegunungan yang menampung dan mengalirkan curahan hujan ke sungai, termasuk anak sungainya. 5. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat atau pun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya. 6. Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan. 7. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. 8. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air. 9. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. 10. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar selalu tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi keburuhan makhluk hidup baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. 11. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, maupun di bawah permukaan tanah. 12. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.



YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 5



PNK



1.3.



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Pengertian yang berkenaan dengan air permukaan



1. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. 2. Banjir ada 2 peristiwa: pertama peristiwa banjir/genangan yang terjadi pada daerah yung biasanya tidat terjadi banjir dan kedua peristiwa banjir terjadi karena limpasan air banjir dari sungai karena debit banjir tidak mampu dialirkan oleh alur ,sungai atau debit banjir lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada. Peristiwa banjir



sendiri



mengganggu



tidak aktivitas



menjadi atau



permasalahan,



apabila



tidak



kepentingan



manusia



dan



permasalahan ini timbul setelah manusia melakukan kegiatan pada daerah dataran banjir. Maka perlu adanya pengaturan daerah dataran banjir untuk mengurangi kerugian akibat banjir (flood plain management). 1.4. 1.



Pengertian yang Berkenaan Dengan Air tanah Airtanah adalah air yang terdapat dalam tapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (UU No. 7 Tahun 2004). Definisi lain: Airtanah ialah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan melalui pancaran atau rembesan. Undang-undang Sumber Daya Air mendefinisikan airtanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 6



2.



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Akuifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan



geologi



yang



permeable



baik



yang



terkonsolidasi



(lempung, misalnya) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis. 3.



Akuifer artesis (artesian aquifer) adalah confined aquifer di mana ketinggian hidrauliknya (potensiometric surface) lebih tinggi dari pada muka tanah. Oleh karena itu apabila pada akuifer ini dilakukan pengeboran maka akan timbul pancaran air (spring), karena air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai ketinggian hidraulik tersebut.



4.



Akuifer semi tak tertekan (semi unconfined aquifer) adalah akuifer yang jenuh air (saturated) yang dibatasi hanya lapisan bawahnya yang merupakan aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka air tanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.



5.



Akuifer semi tertekan (semi confined/leaky aquifer) adalah akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard (semi kedap air) dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas di bagian atasnya karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx) YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 7



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



walaupun konduktivitas hidrauliknya jauh lebih kecil dibandingkan konduktivitas hidraulik akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfir 6.



Akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) adalah akuifer jenuh air (saturated). Lapisan pembatas di bagian bawahnya merupakan aquiclude. Pada bagian atasnya ada lapisan pembatas yang mempunyai



konduktivitas



hidraulik



lebih



kecil



dari



pada



konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut. 7.



Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan aquiclude (kedap air) dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (no flux).



8.



Aquiclude (lapisan kedap air) ialah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang kedap air (impermeabte) dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu akuifer tertekan.



9.



Aquitard (semi impervious layer) adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable dengan nilai



konduktivitas



hidraulik



yang



kecil



namun



masih



memungkinkan air melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 8



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



yang lambat. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu semi confined aquifer. 10. Cekungan airtanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. 11. Hidrogeologi dalam bahasa Inggeris tertulis hydrogeology. Bila merujuk struktur bahasa Inggeris maka tulisan hydrogeology dapat diurai rnenjadi: geology merupakan kata benda dan hydro merupakan kata sifat yang berarti “mengenai air” sehingga dapat diartikan menjadi geologi air (the geology of water). Secara definitif dapat dikatakan merupakan suatu studi dari interaksi antara kerja kerangka batuan dan airtanah. Dalam prosesnya, studi ini menyangkut aspek-aspek fisika dan kimia yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah transportasi massa, material, reaksi kimia, perubahan temperatur, perubahan topographi dan lainnya. Proses ini terjadi dalam skala waktu harian (daily, time scale). Gerakan air di dalam tanah melalui sela-sela dari kerangka batuan dikenal juga dengan istilah aliran airtanah (groundwoter flow) (Toth, 1990; Kodoatie, 1996; 2008). 1.5. Pengertian yang Berkairan Dengan Bangunan Air 1. Bangunan hidrautik/air: Bangunan, pengendali tingkah laku air akibat alam atau buatan untuk suatu tujuan tertentu, misalnya YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 9



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



untuk penanggulangan kekurangan air di waktu musim kemarau dan kelebihan air di waktu musim penghujan, meninggikan permukaan air, mengatur debit air.dan mengalirkan air Contoh: waduk atau bendungan, kolam air, bendung, pintu air, terjunan gorong-gorong. 2. Bantaran sungai adalah daerah yang terletak pada kedua sisi dan di sepanjang alur sungai, dimana terletak antara tepi palung alur sungai sampai pada kaki tanggul sebelah dalam. 3. Bendung atau Weir adalah suatu bangunan melintang sungai yang dibangun untuk meninggikan muka air sungai dan dialirkan ke saluran (induk) untuk berbagi kepentingan (irigasi, air minum). 4. Daerah dataran banjir: merupakan suatu lahan yang merupakan suatu dataran rendah, karena kondisi topografinya pada waktuwaktu tertentu dapat tergenang oleh banjir yang terjadi. 5. Daerah konservasi/lindung: Wilayah yang dilindungi dan dipelihara untuk



mencegah



kerusakan



atau



kemunduran



berat



atau



kemusnahan, karena misalnya akibat perkembangan ekonomi atau sosial atau fisik; daerah yang memuat sekelompok bangunan dengan bentuk arsitektur atau latar belakang sejarah yang berarti atau penting, yang oleh pemerintah dilindungi dan dipelihara untuk mencegah kerusakan atau kemusnahan. 6. Daerah



retensi:



daerah



rendah



yang



dimanfaatkan



untuk



menampung air banjir sementara waktu dan dilepaskan pada wakru banjir mulai surut. YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 10



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



7. Daerah sempadan: lahan yang dibatasi oleh garis sempadan dengan kaki tanggul sebelah luar atau garis sempadan dengan tebing untuk sungai yang tidak bertanggul. 8. Garis sempadan: garis batas luar pengaman sungai dihitung kirakira 5 meter (dapat diambil dengan ketentuan lain) dari luar kaki tanggul, untuk sungai yang mempunyai tanggul dan dengan ketentuan tersendiri yang tak ada tanggul. 9 Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung 10. Waduk atau Dam atau Reservoir: dibangun untuk menampung air pada periode kelebihan air (musim hujan) dan dipakai pada waktu kekurangan air (musim kemarau) untuk berbagai kepentingan, misalnya air minum, pariwisata, pengendalian banjir dll. 11. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengerolaan Sumber Daya Air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai (DAS) dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (UU No. 7 Tahun 2004). Definisi lain: wilayah sungai: merupakan kesatuan wilayah system tata pengairan sebagai suatu pengembangan wilayah sungai yang dapat terdiri dari satu atau lebih daerah aliran sungai. 1.6. Pengertian yang Berkairan dengan Pengelolaan/Pengelola 1. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan



air



dan



sumber



air



unfuk



mengoptimalkan



YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 11



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



pemanfaatan prasarana sumber daya air. 2. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. 4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri. 5. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. 6. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air. 7. Pengelolaan industri keairan adalah praktek dari pengelolaan sumber daya air ke dalam industri keairan. Industri keairan terdiri atas organisasi pelayanan sumberdaya air (diantaranya suplai air bersih, air limbah, pengendalian banjir, PLTA, rekreasi, navigasi, lingkungan),



peraturan-peraturan



dan



organisasi



pendukung



(Grigg, 1996). 8. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 12



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



pengendalian daya rusak air . 9. Pengendalian perencanaan eksploitasi



banjir



secara



pelaksanaan



dan



umum



merupakan



pekerjaan



pemeliharaan,



yang



kegiatan



pengendalian pada



banjir,



dasarnya



untuk



mengendalikan banjir, pengaturan penggunaan daerah dataran banjir dan mengurangi atau mencegah adanya bahaya/kerugian akibat banjir. 10. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabtan oleh daya rusak air. 11. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air. 12. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air pendayagunaan sumber daya air, dan pengendarian daya rusak air. 13. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara



menyeluruh



dan



terpadu



yang



diperlukan



untuk



menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air. 14. Sistem tata pengairan: merupakan susunan tata letak sumber air, termasuk bangunan pemanfaatan yang sesuai ketentuan teknik pembinaan di suatu wilalah



YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 13



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



C. PENUTUP 1.



Rangkuman Istilah dan definisi yang berkaitan dengan sumber daya air membantu mahasiswa



dalam



memahami



pengelolaan sumber



hal-hal



yang



berkaitan



dengan



daya air. Baik tentang sumber air



baik



permukaan maupun airtanah. Demikian halnya dengan pengelolaan sumber daya air dan pihak pengelola misalnya pemerintah. Bangunan atau ruang yang berkaitan dengan sumber daya air misalnya daerah konservasi atau daerah lindung dan lain sebagainya Dengan dasar pemahaman ini, maka secara tidak langsung mahasiswa dapat paham bahwa dalam pengelolaan sumber daya air perlu secara terintegrasi dan komprehensif dengan melibatkan semua sektor dan bukannya mendahulukan melakukan tindakan pengelolaan secara sektoral. Hal ini ditunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya air sudah diatur dalam suatu Undang-undang yaitu UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Potensi sumber daya air secara global adalah konstan, namun di lain pihak pengguna dalam hal ini manusia di dunia ini cenderung



bertambah



sehingga



menyebabkan



peningkatan



permintaan. Atas dasar tersebut, maka perlu suatu pengelolaan yang bijak, yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengaibakan pemenuhan kebutuhan untuk generasi berikutnya 2. Tugas dan Latihan a. Jelaskan hubungan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan air, apakah merupakan hubungan linier atau dalam bentuk hubungan YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 14



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



yang lain. b. Bagaimana potensi sumber daya air di Kupang? Dan lakukan analisis apakah potensi tersebut masih memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan air penduduk Kupang pada tahun 2025 ? 3. Indikator Pencapaian a). Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa definisi tentang sumber daya air b). Mahasiswa dapat menjelaskan potensi sumber daya air dan melakukan analisis untuk memprediksi kemampuan potensi sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan air penduduk pada suatu tempat/kota.



D. DAFTAR PUSTAKA 1. UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 2. UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan 3. Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief, 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu,edisi revisi. Yogyakarta: Andi.



YUNUS, PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 I - 15



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB II DASAR-DASAR MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR TERPADU



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 1



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB. II DASAR-DASAR MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR TERPADU A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Materi ini membahas tentang batasan sistem keairan, dimana batas sistem keairan berbeda dengan batas administrative, namun lebih pada batas hidrologis. Sehingga dalam pengelolaannya, batas sistem adalah hidrologis sumberdaya air yaitu cekungan airanah (CAT), Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS). Komponen sumber daya air sebagai infrastruktur keairan juga dibahas, baik secara alami maupun buatan. Demikian halnya dengan metode pengendalian daya rusak dari sumber daya air keairan dibahas dengan beberapa contoh, terutama pengendalian banjir yang merupakan bencana yang selalu dating setiap musim hujan tiba.



Manfaat Mata Kuliah 1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tentang batasan sistem keairan sumber daya air. 2. Mahasiswa mengetahui komponen sumber daya air sebagai dasar menajemen sumber daya air terpadu 3. Mahasiswa mampu merancang sistem infrastruktur keairan untuk mengendalikan daya rusak air



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 2



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Tujuan Intruksional Umum Membantu mahasiswa dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan Batas sistem keairan. Sehingga dalam pengelolaannya, batas sistem adalah hidrologis sumberdaya air yaitu cekungan airanah (CAT), Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS). Sehingga mempermudah identifikasi terhadap penyebab banjir kemudian dilakukan perumusan teknik pengendaliannya dengan pertimbangan beberapa aspek. Sistem airtanah yang menjadi fokus adalah sumber aliran dan potensinya.



B. PENYAJIAN MATERI 2.1. Batas Teknis Hidrologis Ada tiga wilayah/daerah teknis atau hidrologis Pengelolaan Sumber Daya Air yaitu: cekungan air tanah (CAT), daerah aliran sungai (DAS) dan wilayah sungai (WS). Secara administratif untuk pemerintahan wilayah Indonesia dibagi beberapa wilayah administrasi dengan hararki seperti berikut : Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan dan atau Desa. Perbedaan batas teknis dan batas administrasi ditunjukkan berikut ini.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 3



PNK



Gambar 2.1.:



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Ilustrasi DAS, CAT, WS dan Wilayah Administratif Kabupaten/Kota (Kodoatie dan Sjarief, 2008).



2.1.1. Daerah Aliran Sungai Sebagai Satu Kerangka Kerja Untuk aliran permukaan daerah aliran sungai merupakan satu kesatuan system sumber daya air. Sesuai dengan definisinya rnaka daerah aliran sungai (DAS)merupakan suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai dan anak sungai yang bersangkutan yang terletak di dalam wilayah DAS tersebut. Secara alami sesuai hukum gravitasi, air mengalir dari hulu ke hilir, dari gunung (daerah yang tinggi) menuju ke laut (daerah yang lebih rendah). Beberapa komponen, fungsi dan sistem sumber daya air ditunjukkan dalam Gambar 4.2



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 4



PNK



Gambar 2.2.



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Daerah Aliran Sungai merupakan daerah kesatuan sistem infrastruktur keairan (Kodoatie dan Sjarief, 2008)



Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dalam suatu DAS banyak komponen, sistem dan fungsi/peran terkait dengan sumber daya air. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya air harus dilihat secara utuh dalam satu kesatuan minimal dalam suatu daerah aliran sungai. Karena pada prinsipnya sistem sumber daya air mempakan sebuah kombinasi dari fasilitas pengendalian air dan elemen lingkungan yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan pengelolaan air dan membutuhkan suatu sistem keputusan yang memerlukan kajian menyeluruh. Pada hakekatnya definisi ini sulit diimplementasikan karena mencakup banyak dimensi, banyak aspek, melibatkan semua pihak dan saling tergantung.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 5



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



2.1.2. Wilayah Sungai Satu wilayah sungai (WS) terdiri atas beberapa DAS. Berikut ini ditunjukkan contoh wilayah sungai.



Gambar 2.3 WS Pemali Comal dan WS Jratunseluna di Jawa Tengah (PIPWS Jratunseluna, 2001 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008)



2.1. 3. Cekungan Air Tanah Cekungan air tanah (CAT) atau groundwater basin terdiri atas akuifer tertekan (confined aquifer) dan akuifer bebas (unconfined aquifer). CAT juga dapat disebutkan merupakan gabungan dari beberapa akuifer. Berikut dalam Gambar 4.4 ditunjukkan konfigurasi beberapa akuifer.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 6



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 2.4. Potongan melintang beberapa akuifer (Todd, 1995 dalam Suhardi, 2008)



2.2. Komponen Sumber Daya Air Sumber Daya Air tidak termasuk komponen infrastruktur, namun bagian-bagian dari pengelolaan sumber daya air bisa dikategorikan sebagai infrastruktur keairan, misalnya sistem air bersih, irigasi, drainase, pengendalian banjir, dan lain-lain. 2.2.1 . Komponen Alami Sumber Komponen alami dari sumber daya air dapat disebutkan antara lain: sungai, muara/estuari, rawa, danau, daerah retensi, pantai, airtanah, mata air, air terjun, dan lain-lain. Masing-masing komponen terbentuk secara alami akibat dari sifat air yang mengalir dari hulu ke hilir dengan sistem gravitasi. Alam telah membentuk komponen tersebut secara seimbang sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Karena sifat air yang YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 7



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



dinamis maka keseimbangan alam dari komponen tersebut juga tergantung dari proses aliran air. Secara alami ada yang sudah stabil, ada yang berubah bentuk, dan ada yang hilang. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal antara lain siklus hidrologi, kondisi geologi, kondisi wilayah dan kehidupan yang ada baik itu, hewan, tumbuh-tumbuhan dan aktifitas manusia. 2. 2.2. Komponen buatan Sumber Daya Air Komponen buatan sumber daya air merupakan bangunan air yang dibuat oleh manusia untuk suatu tujuan tertentu. Komponen-komponen itu antara lain meliputi :  Waduk :



bangunan penyimpan air. Waduk sebagai bangunan utama memiliki bangunan penunjang lainnya seperti: bangunan pelimpah (spinway) yang berfungsi untuk melimpahkan kelebihan air di dalam waduk, bangunan pengambilan (intake) berfungsi untuk pengambilan air dari waduk, pipa pesat berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air, dan lain-lain. Waduk dari segi konstruksinya juga ada bermacam-macam, misalnya: waduk tipe urugan, waduk beton, dan lain-lain.Nama lain waduk antara lain dam, reservoir.



 Embung:



merupakan waduk-waduk kecil luasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan waduk (bisa seukuran lapangan sepak bola atau lebih).



 Bendung (weir): berfungsi untuk membendung aliran sehingga ada YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 8



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



perbedaan ketinggian di hulu dan hilir bendung.  Checkdam, sabo dam (bangunan pengendali sedimen).  Sistem drainase berfungsi untuk membuang air: baik di perkotaan (urban) maupun di pedesaan (rural).  Sistem irigasi berfungsi untuk mengairi areal irigasi terdiri atas: bangunan pengambilan, saluran induk, saluran sekunder, saluran



tersier,



bangunan



bagi,



bangunan



sadap,



bangunan ukur, daerah irigasi dan lain-lain.  Jaringan air bersih (umumnya dikelola oleh PDAM) terdiri dari sumber, onveyor, tampungan air baku, water treatment plant (WTP), jaringan



tampungan air bersih, jaringan transmisi, distribusi,



komponen-komponen



untuk



keperIuan pengguna air bersih, dan lain-lain.  Talang.  Siphon.  Tanggul pengendali banjir.  Saluran pintu air.  Sistem pengendali banjir.  Sistem buangan limbah cair.  Dan lain-lain Komponen-komponen keairan.



tersebut



dapat



disebut



sebagai



infrastruktur



Beberapa diantaranya dari infrastruktur keairan diuraikan



sebagai berikut : YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 9



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



2.3. Sistem Pengendalian Banjir 2.3.1. Penyebab Banjir Banjir dan genangan yang terjadi akibat tindakan manusia dan oleh alam di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh sebab-sebab berikut ini (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008) : 



Perubahan tata guna lahan (land-use) di daerah aliran sungai (DAS).







Pembuangan sampah.







Erosi dan sedimentasi.







Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase.







Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.







Curah hujan.







Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.







Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.







Pengaruh air pasang.







Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut).







Drainase lahan.







Bendung dan bangunan air.







Kerusakan bangunan pengendali banjir.



Ada 4 strategi dasar untuk pengelolaan daerah banjir yang meliputi (Grigg, 1996): 1.



Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan). YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 10



2.



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Pengaturan



peningkatan



kapasitas



alam



untuk



dijaga



kelestariannya seperti penghijauan. 3.



Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi seperti asuransi, penghindaran . banjir (flood proofing).



4.



Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol (waduk) atau perbaikan sungai



2.3.2. Penyebab banjir paling dominan Perubahan tata guna lahan rnerupakan penyebab utarna banjir dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 20 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung dari jenis hutan dan jenis pemukiman. Demikian pula untuk perubahan yang lainnya maka akan terjadi peningkatan debit puncak yang signifikan. Secara kuantitatif pengaruh perubahan tata guna lahan ditunjukkan dalarn Garnbar 3.5



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 11



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 2.5. Peningkatan debit puncak akibat perubahan tata guna lahan (Raudkivi, 1979; Subarkah, 1980; Schwab dkk., 1981; Loebis, 1984 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008) Perlu pula diketahui bahwa perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi dominan kepada aliran permukaan (run-off). Hujan yang jatuh ke tanah airnya akan menjadi aliran permukaan di atas tanah dan sebagian meresap ke dalam tanah tergantung kondisi tanahnya. Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi permukiman maka yang terjadi adalah bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi pemukiman dengan resistensi



run-off yang kecil. Akibatnya ada



peningkatan aliran permukaan tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat adanya peningkatan debit sungai yang besar. Apabila kondisi tanahnya relatif tetap, air yang meresap ke dalam tanah akan relatif tetap. Sudah sering ada pernyataan bahwa "apabila YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 12



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



hutan digunduli atau menjadi kawasan permukiman resapannya hilang terjadilah banjir". Pernyataan ini kurang tepat, seharusnya yang perIu disampaikan adalah "apabila hutan digunduli atau menjadi kawasan pemukiman maka run-off (aliran permukaan) akan meningkat signifikan dan terjadilah banjir". Resapan yang masuk ke dalam tanah relatif tetap karena jenis tanahnya tidak berubah. Namun kuantitas resapan menjadi kecil karena di atas tanah yang bisa meresap air berubah menjadi bangunan permanen yang



yang



kedap



air.



Hubungan



antara



run-off



dan



resapan



mempunyaiperbedaan tingkat besaran (order of magnitude) yang besar. Bila yang dibicarakan adalah run-off, maka kecepatan air berkisar dari 0,1 – 1 m/detik bahkan bisa mencapai lebih dari 10 m/detik tergantung dari kemiringan lahan, tinggi aliran dan penutup lahan. Bila yang dibicarakan adalah resapan, maka kecepatan air yang meresap ke dalam tanah tergantung dari jenis tanah. Bila jenis tanah lempung (clay), kecepatan aliran (konduktifitas hidraulik) sangat kecil berkisar antara 1/1.000.000.000.000 sampai 1/1000.000.000 m/detik (10-12 sampai 10-9 m/detik), sedangkan bila jenis tanah lanau (silt) maka kecepatan aliran berkisar antara 1/100.000.000 - 1/10.000 m/detik (10-8 sampai 10-4 m/detik). Bila jenis pasir maka kecepatan aliran berkisar antara 1/100.0001/100 m/detik(10-5 sampai 10-2 m/detik). Faktor penutup lahan vegetasi cukup



signifikan



dalam



pengurangan



ataupun



peningkatan



aliran



permukaan. Hutan yang lebat mempunyai tingkat penutup lahan yang YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 13



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



tinggi, sehingga apabila hujan turun ke wilayah hutan tersebut, faktor penutup lahan ini akan memperlambat kecepatan aliran permukaan, bahkan bisa terjadi kecepatannya mendekati nol. Ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi pemukiman, maka penutup lahan kawasan ini akan berubah menjadi penutup lahan yang tidak mempunyai resistensi untuk menahan aliran. Yang terjadi ketika hujan turun, kecepatan air akan meningkat sangat tajam di atas lahan ini. Namun resapan air yang masuk ke dalam tanah relatif tetap kecuali lahannya berubah. Kuantitas totalnya berubah karena tergantung dari luasan penutup lahan. Umumnya untuk mengurangi banjir atau genangan yang terjadi dilakukan perbaikan penampang sungai sering disebut dengan istilah populer normalisasi. Perbaikan sungai yang dilakukan umumnya dengan melebarkan sungai atau memperdalam (pengerukan) sungai. Sesungguhnya istilah normalisasi kurang tepat, karena sebenamya sungai (alami) sudah normal lalu mengapa harus dinormalkan. Secara alami sungai hampir selalu merubah kondisi fisiknya sesuai dengan perubahan yang terjadi di sungai. Sebagai contoh perubahan debit sungai akan diikuti dengan perubahan morfologi sungai. Pengertian ini lebih dominan meluruskan sungai, melebarkan atau memperdalam penampang, agar aliran air lebih cepat dan kapasitas sungai menampung air lebih besar. Pelebaran sungai tergantung dari tata guna lahan di sekitamya. Apabila sudah dipadati penduduk maka persoalan menonjol yang terjadi adalah pembebasan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 14



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



tanah. Semakin padat penduduk dan semakin strategis lokasinya, biaya pembebasan akan semakin mahal. Dalam kondisi ini untuk melebarkan menjadi dua kali lebar semula akan sangat mahal dan menghadapi persoalan pembebasan tanah yang cukup sulit dipecahkan. Di samping itu perIu diperhatikan ketersediaan air di DAS untuk cadangan air di musim kemarau. Memperbesar kapasitas sungai berarti memperkecil air yang tertahan di DAS. Pelebaran atau pengerukan sungai hampir linear dengan debit. Bila sungai dilebarkan menjadi dua kali, maka debitnya meningkat dua sampai empat kali. Demikian pula bila sungai diperdalam dua kali maka debit pada awalnya juga menjadi dua sampai empat kali dari debit semula, namun karena ada sedimentasi maka kedalaman sungai ada kemungkinan akan kembali seperti semula, bahkan bila laju sedimentasi besar luas penampang sungai akan menjadi lebih keciI. Uraian tersebut diilustrasikan dalam Gambar 2.6



a) Diperlebar dua kali (debit hanya naik menjadi 2 sampai 4 kali debit semula)



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 15



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



b) Dikeruk (diperdalam) dua kali, kedalaman akan ada kecenderungan kembali kedalaman semula akibat sedimentasi Gambar 2.6. Contoh sederhana proses perbaikan sungai (Kodoatie dan Sjarief, 2008) Sebagai catatan dalam upaya memperdalam atau melebarkan sungai perIu dikaji stabilitas sungai. Dalam kaitan upaya untuk stabilitas sungai, para ahli teknik sungai dianjurkan oleh Simons dan Senturk (1992) agar tidak berupaya mengembangkan sungai lurus. 2.3. 3. Metode Pengendalian Banjir Pada prinsipnya ada 2 metode pengendalian banjir yaitu metode struktur dan metode non-struktur. Pada masa lalu metode struktur lebih diutamakan dibandingkan dengan metode non-struktur. Namun saat ini banyak negara maju mengubah pola pengendalian banjir dengan lebih dulu mengutamakan metode non-struktur lalu baru metode struktur. Contoh dalam Gambar 4.6 menunjukkan bahwa dengan kondisi tata guna lahan yang sudah padat (adanya bangunan untuk pemukiman, industri dan lain-lain) perbaikan sungai akan memberikan pengaruh maksimal dua hingga empat kali lipat saja, itupun bila proses pelebaran YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 16



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



ataupun pengerukan sebesar dua kali lipatnya bisa berjalan lancar. PerIu diperhatikan pelebaran sungai/drainase harus dipertahankan sampai ke lokasi sungai paling hilir (di muara) artinya kajian morfologi sungai perlu dilakukan secara menyeluruh. Bilamana dilakukan pelebaran namun pada lokasi tertentuk di bagian hilir tidak dapat dilebarkan maka akan terjadi penyempitan aIur sungai (bottleneck). Hal ini akan menyebabkan daerah hulu yang sudah dilebarkan akan kembali ke posisi lebar semua. Di samping itu setelah dilebarkan potensi kembali ke lebar sungai semula cukup besar akibat sedimentasi dan morphologi sungai yang belum stabil, demikian pula kedalaman sungai yang dikeruk menjadi dua kali akan kembali ke kedalaman semula akibat besarnya sedimentasi. Oleh karena itu ke depan metode non-struktur harus dikedepankan lebih dahulu karena pengaruh perubahan tataguna lahan mengkontribusi debit puncak di sungai mencapai 5 sampai 35 kali debit semula. Metode struktur yang hanya memberikan penurunan/reduksi debit jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan atau degradasi lingkungan. Istilah populer yang dipakai adalah flood control toward flood management (Hadimuljono, 2005). Flood management berarti melakukan tindakan pengelolaan yang menyeluruh yaitu gabungan antara metode non-struktur dan metode struktur. Flood control lebih dominan pada pembangunan fisik (atau dikenal dengan metode struktur). Hal ini sebenarnya wajar apabila sebelumnya telah dilakukan kajian pengelolaan banjir secara menyeluruh dengan salah satu rekomendasi adalah YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 17



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



melakukan flood control. Untuk lebih jelasnya metode tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.1. Metode pengendalian banjir (Grigg, 1996; Kodoatie dan giyanto, 2002; Hadimuljono, 2005 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008)



Apabila perubahan tata guna lahan sudah bisa dipastikan sampai ke masa yang akan datang, maka dapat diketahui debit rencana yang pasti melalui sungai tersebut. Bilamana hal ini terjadi maka perbaikan sungai dengan metode struktur dapat dilakukan. Departemen PU membuat suatu ketentuan kebijakan tentang debit sungai akibat dampak perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai tersebut yaitu dengan menyatakan bahwa DAS boleh dikembangkan /dirubah fungsi lahannya dengan delta Q zero policy atau Q=0 (Lee, 2002; Kemur, 2004; Hadimuljono, 2005 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008). Arti kebijakan ini adalah bila suatu lahan di DAS berubah maka YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 18



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



debit sebelum dan sesudah lahan berubah harus tetap sama. Misalnya, suatu lahan hutan diubah menjadi pemukiman maka debit yang di suatu titik sungai harus tetap sama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara kompensasi yaitu pada lahan pemukiman harus disisakan lahan untuk penahan run-off akibat perubahan misal dengan cara pembuatan sumur resapan, penanaman rumput atau semak-semak (tanaman) yang lebat dan rendah, pembuatan embung, pembuatan tanggul-tanggul kecil dalam sistem drainase dan lain-lain. Salah satu ciri kerusakan DAS dapat dilihat dari besamya ratio antara debit maksimum dan debit minimum. Semakin besar rationya dapat dikatakan DAS semakin rusak. Di lapangan hal ini terjadi pada waktu musim hujan debit sangat besar bahkan bisa meluap namun sebaliknya pada waktu musim kemarau debit sangat kecil bahkan mendekati nol. Hal ini berarti bahwa pada waktu hujan, aliran permukaan tinggi karena tidak ada yang menahan laju run-off namun pada musim kemarau karena tidak ada air yang tertahan di DAS, tidak ada aliran di sungai. Oleh karena itu secara substansi salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam pengelolaan air adalah dengan membuat penghalang aliran permukaan (run-off) DAS sebesar-besamya



2.4. Sistem Drainase Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang agar tidak terjadi genangan atau banjir. Caranya yaitu dengan pembuatan saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 19



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang terkecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga dan sistem bangunan infrastruktur lainnya. Sehingga apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu diolah (treatment). Selurnh proses ini disebut sistem drainase. Persamaan dasarnya sama untuk pengendalian banjir. Drainase pada prinsipnya terbagi atas 2 (dua) macam yaitu: drainase untuk daerah perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Pada perencanaan dan pengembangan



sistem



drainase



kota



perlu



kombinasi



antara



perkembangan perkotaan, daerah rural dan daerah aliran sungai (DAS). Untuk



pengembangan



suatu



wilayah



baru



di



perkotaan,



perancangannya harus disesuaikan dengan system drainase alami yang sudah ada maupun yang telah dibuat. Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak



menimbulkan genangan-



genangan yang dapat mengganggu aktivitas di perkotaan dan bahkan dapat menimbulkan kerugian sosial ekonomi terntama yang menyangkut aspek-asperk kesehatan lingkungan pemukiman kota. Namun bagi pengembangan sumber daya air, perlu diperhatikan pula daerah resapan yang bisa difungsikan, sehingga air hujan tidak terbuang percuma ke laut karena merupakan sumber air yang dipakai pada musim kemarau



Ukuran dan kapasiras saluran sistem drainase



semakin ke hilir semakin besar, karena semakin luas daerah alirannya.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 20



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



2.4.1. Fungsi Drainase Fungsi dari drainase adalah :  Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air atau banjir.  Apabila air dapat mengalir dengan lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan lingkungan; bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya.  Drainase juga dipakai untuk pembuangan air rumah tangga. Semua sistem aliran pembuangan rumah dialirkan menuju sistem drainase. Dalam menentukan dimensi sistem drainase, intensitas hujan dengan periode ulang tertentu di suatu sistem jaringan drainase dipakai sebagai dasar analisis perhitungan karena kuantitasnya jauh lebih besar dibandingkan aliran dari rumah tangga atau domestik lainnya. Di daerah perkotaan dengan permukiman yang padat pelaksanaan konstruksi maupun pemeliharaan sistem drainase sering kali mengalami berbagai kendala antara lain : 



Kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah berfungsi untuk tata guna lahan tertentu yang permanen.







Pemeliharaan saluran juga mengalami kesulitan karena bagian atas sudah ditutup oleh bangunan.







Sampah terutama sampah domestik banyak menumpuk di saluran sehingga mengakibatkan pengurangan kapasitas dan penyumbatan saluran. Pemahaman masyarakat bahwa sungai (drainase) sebagai



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 21



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit untuk dihilangkan. 



Akibat sampah, sedimentasi, atau tersumbatnya saluran maka perlu dilakukan pemeliharaan secara kontinyu. Kenyataan di hampir seluruh kota di Indonesia dana untuk pemeliharaan sangat terbatas.







Sistem drainase sering tidak berfungsi optimal akibat adanya pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sitem drainase sepelii jalan, kabel telkom, pipa PDAM







Secara estetika, drainase tidak merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya karena fungsinya sebagai pembuangan air dari semua sumber. Umumnya drainase di perkotaan kumuh dan berbau tak sedap.



2.4. 2. Sistem Jaringan Drainase Sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 bagian yaitu drainase major dan drainase minor. Konfigurasi sistem drainase secara umum seperti gambar berikut ini.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 22



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



. Gambar 2.7. Konfigurasi sistem drainase perkotaan (Grigg, 1996, Kodoatie dan Sjarief, 2008) 2.5. Sistem Aliran Air Tanah Aliran air tanah atau hidrogeologi merupakan perpaduan antara ilmu geologi dan ilmu hidrolika di mana kajiannya menitikberatkan pada gerakan/aliran air di dalam tanah secara hidrolik. Gabungan dua kata hidro dan geologi menunjukkan secara implisit pengertian geologi dari air. Atau dengan kata lain adalah merupakan suatu studi tentang interaksi antara kerangka sistem batuan dan atau dengan airtanah. Dari sudut pandang hidrolika maka istilah gerakan aliran dalam tanah dikenal dengan hidrolika dalam media porous, karena airtanah mengalir di antara atau di sela-sela butiran tanah yang sekaligus sebagai media. YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 23



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Pengetahuan tentang hidrogeologi ini penting bagi manusia, karena fungsi dan kegunaannya meliputi tiga aspek (Toth, 1990) Aspek sebagai salah satu sumber alam yang dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan bagi umat manusia. Aspek bagian dari hidrologi di dalam tanah yang mempengaruhi keseimbangan siklus hidrologi global Aspek sebagai anggota/agen dari geologi. Lebih



lanjut



Toth



(1990)



mengatakan



bahwa



hidrogeologi



merupakan atau termasuk disiplin ilmu yang (relatip) masih muda dan masih terus berkembang secara pesat sekali. Pada saat ini, secara umum pengembangannya masih dalam batas-batas dasar (basic), sehingga bilamana seseorang mencoba untuk mendalami dan mempelajari ilmu ini dapat sekaligus mengembangkannya serta dapat dikaitkan dengan kondisi dan situasi setempat. Oleh karena itu manfaat dan keuntungan lainnya dalam mempelajari ilmu hidrogeologi ini dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang, yaitu : Dari sudut pandang keilmuan bersifat menantang karena: 



Merupakan sesuatu yang pasti sehingga dibutuhkan spesialisasi







Menjadi sesuatu yang menarik, karena dalam mempelajarinya bersifat luwes dan harus sekaligus menguasai teori dan praktek.







Cakupannya cukup luas sehingga membutuhkan pengertian disiplin ilmu yang lain.



Dari sudut pandang professionalisme memberikan kepuasan karena: 



Menawarkan kesempatan yang bervariasi







Bila seseorang dalam mempelajarinya tidak menyukai hal tentang YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 24



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



masalah kontaminasi airtanah bisa beralih ke bagian hidrogeologi yang lainnya misalnya hanya persoalan-persoalan hidroliknya saja. 



Menawarkan keamanan dan pengembangan profesi yang kontinyu.







Memberikan penghasilan yang baik. Dari



sudut



pandang



pengembangan



individual



merupakan



pelajaran yang kontinyu karena: 



Harus berinteraksi dengan ilmu yang lain seperti sosiologi, geografi, sejarah dan lain-lain.







Menawarkan kesempatan untuk melakukan perjalananjauh







Menawarkan hubungan dengan berbagai orang/masyarakat







Membuat hidup menarik dalam kaitannya dengan aneka peristiwa Prinsip-prinsip dasar hidrogeologi meliputi (Toth, 1984): hukum



kekekalan yang dipakai, proses dan kejadian yang berhubungan dengan bagaimana aliran air terjadi, gerakan aliran air dalam tanah, distribusinya, unsur kimia yang ada dalam airtanah, serta dampak lingkungan dari aliran dalam tanah. Hal yang cukup penting adalah bahwa gerakan aliran dalam tanah hamperr



selalu mengikuti prinsip gerakan aliran laminer



(Rajaratnam, 1989). Sehingga dalam hal ini dari ilmu hidrolika pengertian tentang aliran laminer akan lebih dominan dibandingkan dengan aliran turbulen. Hal ini penting



dikemukakan



karena



merupakan



suatu



batas



(boundary)



pengkajian dalam menganalisis gerakan aliran dalam tanah ini. Biasanya turbulensi hanya terjadi di sekitar sumur bilamana pengambilan air tanah



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 25



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



memakai sumur pompa baik itu sumur dangkal maupun dalam. Hal di atas merupakan



salah



satu



phenomenom



yang



menunjukkan



bahwa



hidrogeologi juga dikenal dengan sebutan hidrolika media porous. 2.6. Sumber Resapan dan Potensi Airtanah Sumber



resapan



penting



hubungannya



dengan



kegiatan



memprediksi besarnya potensi airtanah. Sumber resapan dapat diprediksi berdasarkan pada data kontur muka airtanah. Dari kontur muka airtanah, maka jejaring aliran (flownet) dapat digambarkan dengan menggunakan Surfer 8. Berikut contoh jejaring aliran airtanah pada Pulau Timor



Daerah Penerima



Lap. Kedap air



Mata Air



Aquifer Lap kedap air



Gambar : 2.8 Jejaring Air Tanah Pada Pulau Timor



Potensi airtanah dapat diduga bilamana diketahui gradien hidraulik dan luas penampang akuifer. Gradien hidraulik merupakan selisih antara muka airtanah tertinggi dengan muka airtanah terendah dibagi dengan jarak antara kedua titik. Berdasarkan pada jejaring aliran, muka airtanah tertinggi pada DAS adalah tersebut adalah 32 m dan terendah adalah 8 m



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 26



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



dpl dan jarak antara kedua titik tersebut rata-rata 4.000 m (Gambar 4.9). Luas penampang aliran diduga melalui interpretasi peta litologi. Berdasarkan hasil interpretasi peta litologi, diperoleh bahwa tebal akifer adalah 15 meter. Lebar penampang aliran diperoleh berdasarkan pada peta jejaring aliran yang menunjukkan bahwa airtanah mengalir dari Barat ke Timur sehingga lebar aliran sama dengan panjang DAS yaitu 10.000 m, sedangkan panjang aliran sama dengan lebar DAS yaitu 4.000 m, karena DAS berhulu di Utara dan hilirnya pada sisi Selatan. Berdasarkan pada tebal dan lebar aliran tersebut, maka luas penampang aliran diperoleh sebesar 150.000 m2 Dengan demikian, maka gradient hidraulik adalah 24/4000 = 0,006



Berdasarkan persamaan



Darcy’s, maka debit airtanah dalam DAS dapat dihitung dengan persamaan: Q K.i.A Q = 16,13 x (24/4.000) x (15 x 10.000) Q = 14.517 m3/hari = 168,02 l/dt



Gambar 2.9. Gradien Aliran Airtanah (Suhardi, 2008) YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 27



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



C. PENUTUP 1. Rangkuman Batas sistem keairan berbeda dengan batas administrative, namun lebih pada batas hidrologis. Sehingga dalam pengelolaannya, batas sistem adalah hidrologis sumberdaya air yaitu cekungan airanah (CAT), Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS). Komponen sumber daya air terdiri atas komponen alami dan komponen buatan. Sementara sistem pengendalian bencana akibat sumber daya air seperti banjir dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap penyebab banjir kemudian dilakukan perumusan teknik pengendaliannya. Demikian hal dengan sistem drainase dilakukan dilakukan perancangan sesuai dengan fungsinya, kemudian dilakukan desain jaringan drainase dengan pertimbangan beberapa aspek. Sistem airtanah yang menjadi fokus adalah sumber aliran dan potensinya. Kedua hal ini relative rumit jika dilakukan pada air permukaan, karena obyeknya tidak kelihatan dan sulit terdeteksi. Pendekatan dengan model sering dilakukan untuk mempermudah pekerjaan meski hasilnya kurang eksak.



2. Tugas dan Latihan Kepada mahasiswa diharuskan melakukan studi lapangan pada suatu sistem keairan kemudian membuat batasan sistem dan sub sistem keairan tersebut.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 28



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



3. Indikator Pencapaian 1.



Mahasiswa dapat mendesain suatu system



2.



Mahasiswa dapat merumuskan suatu formulasi penyelesaian masalah dalam sumber daya air.



D. DAFTAR PUSTAKA 1. UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 2. UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan 3. Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief, 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu,edisi revisi. Yogyakarta: Andi.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 II - 29



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB III PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -1



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



BAB. III PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Materi ini membahas tentang sasaran wilayah pengelolaan DAS dari suatu wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan ekosistem yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen



penyusun



ekosistem



DAS



(biogeofisik



dan



sosekbud) termasuk pengaturan kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang dilakukan telah/tidak mencapai sasaran.



Manfaat Mata Kuliah 1. Mahasiswa



mampu



menyelenggarakan



pengelolaan



DAS



dan



disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. 2. Mahasiswa mengetahui pedoman untuk pengelolaan DAS lintas Propinsi,



lintas



Kabupaten/Kota



maupun



DAS



dalam



satu



Kabupaten/Kota. 3. Mahasiswa mampu di dalam pengelolaan DAS dengan menyesuaikan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -2



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan disesuaikan dengan kewenangan.



Tujuan Intruksional Umum Membantu mahasiswa dalam melaksanakan pengelolaan DAS sesuai



dengan



karakteristik



ekosistemnya,



sehingga



pemanfaatan



sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya integritas fungsi DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.



B. PENYAJIAN MATERI 3.1. Ruang Lingkup Pengelolaan DAS Ruang



lingkup



pengelolaan



DAS



secara



umum



meliputi



perencanaan, pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya - upaya pokok berikut : a) Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang luas. b) Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air. c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria l lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air. d) Pembinaan



kesadaran



pengembangan



dan



kapasitas



kemampuan



kelembagaan



manusia dalam



termasuk



pemanfaatan



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -3



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS. 3.2. Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam pengelolaan DAS adalah sebagai berikut : a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui ke danau atau ke laut secara alami. b) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS. c) Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih DAS dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawah tanah yang berada dibawahnya. d) Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologis, temapat sema kejadian hidrologis seperti proses



pengibuhann,



pengaliran,



pelepasan



air



bawah



tanah



berlangsung. e) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -4



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu adalah suatu proses formulasi dan implementasi kebijakan dan kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia dalam suatu DAS secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai tujuan yang diinginkan. g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan sumberdaya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta system monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS. h) Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur- unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS. i) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan biofisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -5



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



media tata air. j) Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan daya



dukung



lahan



agar



berfungsi



optimal



sesuai



dengan



peruntukannya. 3.3. Azas Pengelolaan DAS Terpadu Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu pendekatan pengelolaan



yang



bersifat



multi-sektor,



lintas



daerah,



termasuk



kelembagaan dengan kepentingan masing- masing serta mempertimbangkan prinsip-prinsip saling ketergantunga n. Hal- hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS a) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam. b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung. c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -6



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



biofisik dalam bentuk daur hidrologi. 3.4. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat partisipatif dari berbagai pihak - pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasi sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan partisipatif ini mempersyaratkan adanya rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung jawab, dan mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara sesama stakeholder. Demikian pula masing- masing stakeholder harus jelas kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang cukup penting dalam pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang proporsional di antara pihak - pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus dinyatakan dengan jelas. Tujuan umum pengelolaan DAS terpadu adalah : a) Terselenggaranya



koordinasi,



keterpaduan,



keserasian



dalam



perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS. b) Terkendalinya



hubungan



timbal



balik



sumberdaya



alam



dan



lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -7



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah: a) Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal. b) Meningkatnya



produktivitas



lahan



yang



diikuti



oleh



perbaikan



kesejahteraan masyarakat. c) Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah. d) Meningkatnya



kesadaran



dan



partisipasi



mayarakat



dalam



penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan. e) Terwujudnya



pembangunan



yang



berkelanjutan,



berwawasan



lingkungan dan berkeadilan Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula



disesuaikan



dengan



permasalahan



yang



dihadapi



dengan



mempertimbangkan adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian kerangka pikir tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan secara diagramatis sebagaimana tertera pada Gambar 3.1.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -8



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 3.1 Kerangka pikir pengelolaan terpadu DAS 3.5. Pengelolaan DAS dalam Konteks Otonomi Daerah Penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan penataan ruang (wilayah) dan penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah disesuaikan dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut: a) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat pusat masih diperlukan jika terdapat kewenangan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan



keuangan, sistem administrasi



negara, lembaga perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya alam, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, kebijakan teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan standarisasi YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -9



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



nasional. b) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi sebagai daerah otonom masih diperlukan jika ada kewenangan yang berkaitan dengan : (i ) Kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta (ii) Kewenangan bidang-bidang tertentu lainnya, yaitu : perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro; pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi; pengendalian lingkungan hidup; promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan perencanaan tata ruang propinsi. Di samping itu juga diperlukan keberadaan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada Gubernur. c) Kebijakan penatagunaan tanah pada tingkat kabupaten dan kota yang mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas. Dengan kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintah propinsi mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan tertentu,



penyusunan



pengendalian



berskala



rencana meso.



tertentu Pemerintah



serta



pengawasan



kabupaten



dan



mempunyai



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -10



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala mikro Batas DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided) dengan batas-batas wilayah administrasi. Oleh karena itu, perlu adanya klasifikasi DAS menurut hamparan wilayahnya dan fungsi strategisnya sebagai berikut : a) DAS Kabupaten/Kota: terletak secara utuh berada di satu Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota. b) DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial



dimanfaatkan



oleh



lebih



dari



satu



Daerah



Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah Propinsi), dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional. c) DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau; DAS Regional



yang



atas



usulan



Pemerintah



Propinsi



yang



bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -11



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



nasional. d) DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan lintas Negara 3.6. Proses Perencanaan Pengelolaan DAS Hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS adalah bahwa perencanaan adalah suatu proses berulang (iterative process). Perencanaan tersebut mengatur langkahlangkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang harus dilaksanakan termasuk rencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat tercipta suatu mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan rencana pengelolaan DAS sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana yang telah disusun (Gambar 3.1) Perencanaan pengelolaan DAS terpadu mempersyaratkan adanya beberapa langkah- langkah penting sebagai berikut : Pengumpulan data yang ekstensif, didukung oleh strategi pengelolaan data yang terpadu, perlu dilaksanakan sebelum rencana pengelolaan DAS dirumuskan. Pengumpulan data ini terutama identifikasi karakteristik DAS yang, antara lain, mencakup batas dan luas wilayah DAS, topografi, geologi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan, sumberdaya air, kerapatan drainase, dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya. Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan laha n, YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -12



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



tingkat kekritisan lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 3.2. Prakiraan-prakiraan tentang kebutuhan sumberdaya alam (dan buatan) untuk beragam pemanfaatan perlu dilakukan dan dikaji potensi timbulnya konflik di antara pihak – pihak yang berkepentingan. Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur dengan memperhatikan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa dari ekosistem DAS, peraturan dan kebijakan pemerintah, adat istiadat masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengelolaan DAS. Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan sebagai alternatif. Evaluasi alternatif kegiatan pengelolaan yang akan diimplementasikan sehingga dapat dihasilkan bentuk kegiatan yang paling tepat (secara teknis dapat dilaksanakan, secara sosial/politik dapat diterima, dan secara ekonomi terjangkau). Penyusunan rencana kegiatan/program pengelolaan DAS berupa usulan rencana yang dianggap paling memenuhi kriteria untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Legitimasi dan sosiallisasi rencana yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait Dalam



Gambar



3.1,



mekanisme



pelaksanaan



pengelolaan



DAS



mempersyaratkan bahwa tahap perencanaan dan implementasi tidak boleh dipisahkan karena informasi yang diperoleh dari implementasi kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik (feedback) untuk penyempurnaan rencana yang telah dibuat. YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -13



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Demikian pula, untuk setiap langkah pengelolaan dari mulai alternatif



kegiatan



hingga



implementasi



kegiatan



perlu



dilakukan



monitoring dan evaluasi (review). Hal ini diperlukan sebagai umpan balik bertahap. Kegiatan yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung pencapaian tujuan kegiatan pengelolaan DAS, juga harus memberikan gambaran yang jelas tentang : a) Fungsi dan kedudukan kegiatan dalam konteks pengelolaan DAS. b) Manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya kegiatan. c) Kurun waktu yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan. d) Cakupan wilayah untuk pelaksanaan kegiatan. e) Pelaksana kegiatan dan kelembagaan yang diperlukan. f) Pembiayaan termasuk sarana dan prasara yang diperlukan. g) Ketatalaksanaan/organisasi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan Rencana kegiatan tersebut terinci pada masing- masing program dengan skala prioritas yang jelas, dipilih sesuai dengan permasalahan yang menonjol pada DAS yang bersangkutan. Misalnya kegiatan untuk pengelolaan ruang, lahan dan vegetasi, kegiatan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya air (water resources management), dan kegiatan untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat (empowering and public participation). Dalam penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan rencana tata ruang dan penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir, serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah dikemukakan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -14



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



di muka bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided) dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara geografis dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya. Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang termasuk/tidak termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu, adanya keterkaitan biofisik antara hulu dan hilir DAS perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas pihak - pihak yang berkepentingan dalam suatu DAS. Selanjutnya, dirumuskan kebijakan pengelolaan DAS yang telah mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap pihak - pihak yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan kedudukannya dalam perspektif prinsip pembiayaan bersama (cost sharing principle). Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya dari pihak - pihak yang berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat adanya kegiatan tersebut. Dengan mekanisme ini terjadi interaksi di antara pihak - pihak yang berkepentingan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -15



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 3.2 Proses Berulang (Iterative Process) Perencanaan Pengelolaan DAS



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -16



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 3.3 Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan DAS



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -17



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 3.4 Proses Perencanaan Pengelolaan DAS



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -18



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



3.7. Daya Dukung Lingkungan ( DDL) Daya dukung berasal dari kata daya dan dukung. Pengertian daya adalah kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak, sedangkan dukung diartikan menyokong, membantu atau menunjang. Dalam konsep Carrying Capacity (William. E. Rees, 1993: 1) Kehidupan Manusia tergantung pada ekosistem yang sehat yang menyediakan sumber daya penopang kehidupan dan menyerap barang sisa. Bagaimanapun arus pertumbuhan dan pola konsumsi mendatangkan peningkatan tekanan dalam ekosistem. Penurunan lingkungan, kerugian biodiversitas, penebangan hutan dan gangguan sistem sosial dan ekonomi adalah tanda bahwa ekosistem tertekan Terancamnya ekosistem oleh penggunaan sumber daya berlebih dan barang sisa yang berlebih dibandingkan daya serap, secara tiba-tiba akan mengganggu sistem dari ekosistem baik secara besar atau kecil. Ini menyiratkan terdapat tingkatan ambang batas dari tekanan wilayah yang menunjukkan gangguan pada sistem ekosistem. Konsep yang digunakan untuk memahami batas kritis dan ambang batas (daya dukung) diasumsikan bahwa terdapat jumlah batas dari manusia yang dapat didukung tanpa penurunan lingkungan alam dan sosial, system ekonomi dan budaya. Gangguan faktor ekologis, ekonomi, dan sosial dari ekosistem akan menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial. Begitu juga dengan perubahan pokok dalam ekonomi dan kondisi sosial akan menunjukkan perubahan dalam ekosistem. Secara umum terdapat kekurangan dari pengetahuan mengenai fungsi ekosistem dan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -19



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



batas ekologi serta aktivitas sosial (daya dukung) dan menunjukkan pada besarnya penerimaan dan prinsip pencegahan dan digunakan untuk membimbing kebijakan dan aksi. 3.8. Erosi Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air atau angin (Arsyad, 1983). Proses hidrologi secara langsung dan tidak langsung akan berhubungan dengan terjadinya erosi, transpor sedimen, deposisi sedimen di daerah hilir, serta mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia. Terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tata guna lahan. 3.8.1. Proses Erosi Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Pada saat hujan mengenai kulit bumi, maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya agregat tanah. Penghancuran dari agregat tanah dipercepat dengan adanya daya penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri. Hancuran agregat tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, kemudian kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air mengalir dipermukaan dan disebut sebagai limpasan permukaan. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel tanah yang telah hancur. YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -20



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu : 1. Pengelupasan (detachment); 2. Pengangkutan (transportation); 3. Pengendapan (sedimentation) 3.8.2. Klasifikasi Erosi Para pakar konservasi tanah pada mulanya mengklasifikasikan erosi berdasarkan bentuknya, yaitu : a) Erosi Lembar



(sheet erosion);



b) Erosi Alur (riil erosion); c) Erosi Selokan (gully erosion). Erosi lembar ditandai dengan pengikisan permukaan kulit bumi secara merata, dan gejala ini sulit dikenal sehingga baru diketahui dalam waktu yang lama. Jika air yang mengalir pada permukaan terkumpul dalam jumlah yang cukup banyak pada suatu tempat akan menyebabkan tanah yang tererosi dari tempat terkumpulnya air tersebut lebih besar daripada erosi tempat lain. Sehingga akhirnya membentuk selokanselokan kecil (alur), dan gejala ini disebut Erosi Alur. Jika alur yang yang terbentuk semakin besar menjadi selokan, maka gejala erosinya disebut Erosi Selokan. Perbedaan antara erosi alur dan erosi selokan terletak YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -21



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



pada ukuran dan keterlanjutannya. Erosi alur masih bisa diperbaiki dengan pengolahan tanah, sedangkan erosi selokan tidak mungkin lagi. Klasifikasi tersebut diatas saat sekarang dirasa kurang sesuai, karena dalam klasifikasi tersebut tidak memperhitungkan kekurangan agregat yang terjadi karena pukulan air hujan. Pukulan air hujan merupakan fase pertama dan terpenting dari erosi (Hudson,1976). Lebih lanjut sebenarnya hampir tidak ada kenyataan yang menunjukkan bahwa limpasan permukaan mempunyai kedalaman dan kekuatan yang sama pada semua tempat sehingga mengikis permukaan bumi secara merata (sheet). Oleh karena itu



Morgan (1979) membedakan bentuk erosi



menjadi : a) Erosi Percikan (splash erosion); b) Erosi Limpasan Permukaan



(overland flow / surface run off



erosion); c) Erosi Alur (riil erosion); d) Erosi Selokan (gully erosion). Pengamatan di Indonesia, disamping keempat bentuk tersebut ternyata sering kali juga terjadi perpindahan massa tanah secara bersama-sama. Kejadian ini terutama terjadi pada tanah dengan lapisan atas yang sangat dangkal, atau terletak diatas lapisan tanah yang tidak tembus air, dan juga pada teras yang baru dibangun. Proses ini oleh Carson dan Utomo (1986) disebut erosi massa (mass wasting) untuk membedakan dengan tanah longsor. Disamping kelima bentuk tersebut, YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -22



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



ada bentuk khusus erosi yaitu tanah longsor (land slide) dan erosi yang terjadi pada tebing sungai, danau atau laut (stream bank erosion) (Utomo,1994 : 19-20). 3.8.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi Erosi



terjadi



melalui



proses



penghancuran/pengikisan,



pengangkutan dan pengendapan. Dengan demikian intensitas erosi ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga proses tersebut. Hudson (1976) melihat erosi dari dua segi yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan dalam erosivitas, dan faktor tanah yang dinyatakan dalam erodibilitas. Jadi kalau dinyatakan dalam fungsi maka : E = f { Erosivitas , Erodibilitas} Di alam, proses erosi tidak sederhana hasil kali erosivitas dan erodibilitas



saja,



tetapi



juga



dipengaruhi



oleh



faktor-faktor



yang



berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut. Erosivitas dalam erosi air merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan kemiringan, dan erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi. Dan akhirnya aktivitas manusia tentunya juga sangat mempengaruhi faktorfaktor tersebut. Oleh karena itu dapat dikemukakan pula bahwa erosi adalah fungsi dari hujan (H), Tanah (T), Kemiringan (K), Vegetasi (V), dan Manusia (M). Jadi apabila dinyatakan dalam fungsi, maka : E = f {H,T,K,V,M}



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -23



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Artinya erosi akan dipengaruhi oleh sifat hujan, tanah, derajat dan panjang lereng, adanya penutup tanah yang berupa vegetasi dan aktivitas manusia dalam hubungannya dengan pemakaian tanah. 3.8.4. Dampak Umum Terjadinya Erosi Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian, dan sebagainya. Secara rinci dampak erosi disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Dampak Erosi Tanah Bentuk Dampak Langsung



Tidak Langsung



Dampak di Tempat Kejadian Erosi



Dampak di Luar Tempat Kejadian



- Kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjang karnya akar tanaman. - Kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah. - Peningkatan penggunaan ener gi untuk produksi. - Kemerosotan produktivitas ta nah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan untuk berproduksi. - Kerusakan bengunan konserva si dan bangunan lainnya. - Pemiskinan petanai pengga rap/pemilik tanah.



-



- Timbulnya dorongan / tekanan untuk membuka lahan baru.



-



- Timbulnya keperluan akan per baikan lahan dan bangun an yang rusak



- Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir



-



-



-



Pelumpuran dan pen dang kalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya Timbulnya lahan pertanian, jalan dan bangunan lainnya. Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air. Kerusakan ekosistem perair an(tempat bertelur ikan, terumbu karang, dsb) Meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan.



Kerugian oleh pendeknya umur waduk



Sumber : Arsyad, 2000



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -24



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



3.8.5. Pendugaan Laju Erosi Pengukuran dan pendugaan erosi sulit untuk dilakukan dengan tepat karena proses kejadian dan faktor yang mempengaruhinya sangat kompleks. Tetapi dengan beberapa asumsi dan penyederhanaan, pengukuran dan pendugaan erosi dapat dilakukan dengan tingkat pendekatan yang bisa diterima. Ada berbagai macam cara pengamatan atau pengukuran erosi yang terjadi, antara lain dengan pengamatan langsung di lapangan, interpretasi peta topografi dan foto udara serta pengukuran langsung dengan percobaan. Dalam studi ini, dalam menentukan besarnya laju erosi menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation). 3.8.5.1. Pendugaan Laju Erosi Berdasarkan Metode MUSLE/ PUKT Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam studi ini menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) atau MPUKT (Modifikasi Persamaan Umum Kehilangan Tanah). Metode ini merupakan modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan Umum Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh Williams (1995). Metode USLE dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1965, 1978) dimana USLE memperkirakan besarnya erosi rata-rata tahunan secara kasar dengan menggunakan pendekatan dari fungsi energi hujan, sedangkan pada metode MUSLE faktor energi curah hujan ini digantikan



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -25



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



dengan faktor limpasan permukaan, sehingga besarnya perkiraan hasil sedimen menjadi lebih besar dan tidak memerlukan perhitungan nisbah pelepasan sedimen (SDR). Perhitungan SDR ini tidak diperlukan dalam perhitungan perkiraan hasil sedimen dengan MUSLE, karena faktor limpasan permukaan menghasilkan energi yang digunakan dalam proses pelepasan dan pengangkutan sedimen. Adapun persamaan MUSLE (William, 1975) adalah sebagai berikut :



A = Rw x K x L x S x C x P



Dimana : A



= Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha)



Rw



= Indeks erosivitas limpasan permukaan (mm).



K



= Indeks erodibilitas tanah.



L



= Faktor panjang lereng.



S



= Faktor kemiringan lereng.



C



= Faktor tanaman/ faktor vegetasi penutup tanah.



P



= Faktor tindakan pengelolaan tanaman.



3.8.5.2. Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan (Rw) Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi. Untuk menghitung indeks erosivitas membutuhkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatatan hujan. Ada 2 macam alat pencatat hujan yaitu alat pencatatan hujan otomatis dan alat pencatatan hujan manual/sederhana. Pada alat pencatatan hujan otomatis, kenaikan curah hujan dicatat sebagai fungsi waktu pada kertas YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -26



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



grafik yang diganti tiap hari/minggu/bulan, intensitas didapat dari tingkat perubahan jumlah hujan yang tercatat. Pada alat pencatatan manual, data intensitas curah hujan didapat dari membagi jumlah hujan dengan lamanya kejadian hujan. Indeks erosivitas untuk pendugaan besarnya laju erosi dapat dihitung dengan analisa Rw menurut Williams. Rumus ini digunakan pada daerah aliran yang cukup luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam proses



pengangkutan.



Hasil



endapan



dipengaruhi



oleh



limpasan



permukaan. Dalam rumus ini, William mengadakan Modifikasi PUKT untuk menduga hasil endapan dari setiap kejadian limpasan permukaan dengan cara mengganti indeks erosivitas (R) dengan erosivitas limpasan permukaan (Rw). Rw = 9,05 . (Vo. Qp)0,56 Dimana: Vo = R . exp (-Rc / Ro) Rc = 1000 . Ms . BD . RD . (Et / Eo)0,50 Ro = R / Rn Dengan : Rw



=



Indeks erosivitas limpasan permukaan (m2/jam)



Vo



=



Volume limpasan permukaan (m3/ha)



Qp



=



Laju maksimum aliran air permukaan (m3/det/ha)



R



=



Jumlah curah hujan bulanan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -27



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Ro



=



Hujan satuan (mm)



Ms



=



Kandungan lengas pada kapasitas lapang (%)



BD



=



Berat jenis volume lapisan tanah atas (mg3/m)



RD



=



Kedalaman perakaran efektif (m), didefinisikan sebagai lapisan Impermeable. Besarnya ditentukan sebagai berikut :



- Untuk tanaman pohon, tanaman kayu = 0,10 - Untuk tanaman semusim dan rumput = 0.05 Et/Eto = Perbandingan evapotranspirasi actual Evapotraspirasi potensial Rn



=



(Et)



dengan



Jumlah hari hujan bulanan



3.8.5.3. Indeks Erodibilitas (K) Erodibilitas tanah adalah kemudahan/kepekaan tanah



untuk



tererosi. Dimana masing-masing tanah mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap erosi. Jadi tanah yang memiliki nilai erodibilitas (K) yang tinggi dengan curah hujan yang sama, akan lebih mudah tererosi daripada tanah dengan tingkat erodibilitas (K) rendah. Nilai erodibilitas suatu tanah ditentukan oleh : 1. Ketahanan tanah terhadap gaya rusak dari luar. 2. Kemampuan tanah untuk menyerap air. Tanah dengan partikel tanah yang berukuran besar akan tahan terhadap erosi karena sukar diangkut, demikian juga tanah yang didominasi oleh partikel yang berukuran halus, sebab adanya pengikatan



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -28



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



oleh bahan semen. Sedangkan tanah yang mudah tererosi adalah tanah berdebu dan pasir halus. Kemampuan tanah untuk menyerap air dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi, permeabilitas tanah dan ruang pori tanah besar, maka tanah mampu menyerap air dalam jumlah besar. Pendugaan besarnya indeks erodibilitas berdasarkan jenis tanah. Nilai erodibilitas yang diperoleh pada tabel berdasarkan penelitian terhadap berbagai jenis tanah ke tekstur tanah tertera pada tabel dibawah ini : Tabel 3.2. Tabel Konversi Jenis Tanah Ke Tekstur Tanah No Jenis Tanah Tekstur Tanah 1 Latosol Halus (kandungan liat > 60%) 2 Andosol Sedang 3 Regosol (Grumusol) Halus (kandungan liat > 30%) 4 Aluvial Halus – kasar 5 Glei Humus Halus Sumber : Hardjowigeno, 1995



Tabel 3.3. Tabel Nilai MS, ρb dan K pada berbagai macam tekstur tanah Tekstur Tanah Liat (clay) Lempung berliat Liat berdebu Lempung berpasir Lempung berdebu Lempung Pasir halus Pasir halus



MS % w/w 45 40 30 28 25 20 15 8



ρb -3 Mg m 1.1 1.3 1.2 1.3 1.3 1.4 1.5



K -1 gj 0.02 0.4 0.3 0.2 0.7



RD m *)



Sumber : Utomo, 1994 Keterangan : *) Nilai RD dapat digunakan 0.05 m untuk rumput dan padi-padian; 0.10 m untuk tanaman keras



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -29



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Pembagian kelas tanah berdasarkan kriteria ukuran partikel tanahnya dapat berbeda-beda sesuai dengan kelas tekstur seri tanahnya, ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Klas Tekstur Untuk rupa dan Seri Tanah No



Kelas Tekstur Rupa



Kelas Tekstur Seri



1



Kasar



Pasir, pasir berlempung



2 3 4 5



Agak Kasar Sedang Agak Halus



Lempung berpasir Lempung, lempung berdebu, debu Lempung liat berpasir, lempung liat, lempung liat berdebu



Halus



Liat berpasir, liat berdebu, liat



Sumber : Hardjowigeno, 1995



Tabel 3. 5. Nilai C dan Et/Eo beberapa macam tanaman untuk model MMF Tanaman Padi Sawah Wheat Jagung Cassava Kentang Beans Kacang Tanah The Karet Kelapa sawit Rumput prairie Hutan Tanah bero



A (%)



C



Et/Eo



43 25 12 20 - 25 25 20 – 30 30 25 – 40 25 – 30 0



0.1 - 0.2 0.1 - 0.2 0.2 0.4 - 0.9 0.2 - 0.3 0.2 - 0.4 0.2 - 0.8 0.1 - 0.3 0.2 0.1 - 0.30 0.01 - 0.10 0.011 - 0.002 1



1.35 0.6 0.67 - 0.70 0.62 0.70 - 0.80 0.62 - 0.69 0.50 - 0.87 0.85 - 1.00 0.9 1.2 0.80 - 0.95 0.90 - 1.00 0.05



Sumber : Hardjowigeno, 1995 3.8.6. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -30



PNK



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



tanaman. Nilai C untuk suatu jenis pengelolaan tanaman tergantung dari jenis, kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi tanaman. Vegetasi yang tumbuh pada suatu lahan dapat bervariasi sesuai dengan pola tata tanam dan masa pertumbuhan tanaman, sehingga SWAT merubah CUSLE dengan persamaan sebagai berikut :











C MUSLE  expln(0.8)  ln C MUSLE ,mn  exp  0.00115  rsd surf  lnC MUSLE ,mn 



dengan : C MUSLE ,mn = nilai minimum faktor pengelolaan tanaman rsd surf



= jumlah residue (mulsa, sisa-sisa tanaman) di permukaan tanah



(kg/ha) Nilai minimum faktor pengelolaan tanaman dapat dihitung dari nilai rata-rata tahunan faktor C dengan menggunakan persamaan (Arnold and Williams, 1995) : C MUSLE ,mn  1.463  ln CUSLE ,aa   0.1034



dengan : C MUSLE ,aa = nilai rata-rata tahunan faktor C



Pada Tabel 3.6. ditunjukkan beberapa angka C yang diperoleh dari hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Pada penelitian tersebut, pengelolaan tanaman, pemilihan bibit, pengolahan tanah, waktu tanam, dan pemeliharaan semuanya sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -31



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Tabel 3.6.



Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman Jenis tanaman/tataguna lahan Nilai C Tanaman rumput (Brachiaria sp.) 0,290 Tanaman kacang jogo 0,161 Tanaman Gandum 0,242 Tanaman ubi kayu 0,363 Tanaman kedelai 0,399 Tanaman serai wangi 0,434 Tanaman padi lahan kering 0,560 Tanaman padi lahan basah 0,010 Tanaman jagung 0,637 Tanaman jahe, cabe 0,900 Pola tanam berurutan 0,398 Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357 Kebun campuran 0,200 Ladang berpindah 0,400 Tanah kosong diolah 1,000 Tanah kosong tidak diolah 0,950 Hutan tidak terganggu 0,001 Semak tidak terganggu 0,010 Alang-alang permanen 0,020 Sengon disertai semak 0,012 Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah 1,000 Pohon tanpa semak 0,320 Sumber : Abdurachman dkk., 1984



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -32



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Tabel 3.7. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Jawa Teknik Konservasi Tanah Nilai P Teras bangku : a. baik 0,20 b. jelek 0,35 Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06 Teras bangku : sorghum-sorghum 0,02 Teras tradisional 0,40 Teras gulud : padi-jagung 0,01 Teras gulud : ketela pohon 0,06 Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01 Teras gulud : kacang kedelai 0,11 Tanaman dalam kontur : a. kemiringan 0-8 % 0,50 b. kemiringan 9-20 % 0,75 c. kemiringan >20 % 0,90 Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + 0,05 mulsa Mulsa limbah jerami : 0,30 a. 6 ton/ha/tahun 0,50 b. 3 ton/ha/tahun 0,80 c. 1 ton/ha/tahun Tanaman perkebunan : 0,10 a. disertai penutup tanah rapat 0,50 b. disertai penutup tanah sedang Padang rumput : 0,04 a. baik 0,40 b. jelek Sumber : Abdurachman dkk., 1984



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -33



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



3.8.7 Faktor Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (P) Faktor tindakan konservasi adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi (Suripin, 2002 : 80). Efektifitas tindakan konservasi dalam mengendalikan erosi tergantung pada panjang dan kemiringan lereng. Morgan (1988) dalam Suripin (2002) menyatakan bahwa pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi erosi tanah pada lahan yang miring, sampai 50% dibandingkan dengan penanaman ke arah atas-bawah. Nilai faktor P, dapat dilihat pada Tabel 3.8. berikut : Tabel 3.8.



Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman Jenis tanaman/tataguna lahan Nilai C Tanaman rumput (Brachiaria sp.) 0,290 Tanaman kacang jogo 0,161 Tanaman Gandum 0,242 Tanaman ubi kayu 0,363 Tanaman kedelai 0,399 Tanaman serai wangi 0,434 Tanaman padi lahan kering 0,560 Tanaman padi lahan basah 0,010 Tanaman jagung 0,637 Tanaman jahe, cabe 0,900 Pola tanam berurutan 0,398 Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357 Kebun campuran 0,200 Ladang berpindah 0,400 Tanah kosong diolah 1,000 Tanah kosong tidak diolah 0,950 Hutan tidak terganggu 0,001 Semak tidak terganggu 0,010 Alang-alang permanen 0,020 Sengon disertai semak 0,012 Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah 1,000 Pohon tanpa semak 0,320 Sumber : Abdurachman dkk., 1984



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -34



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Tabel 3.9. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Jawa Teknik Konservasi Tanah Nilai P Teras bangku : a. baik 0,20 b. jelek 0,35 Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06 Teras bangku : sorghum-sorghum 0,02 Teras tradisional 0,40 Teras gulud : padi-jagung 0,01 Teras gulud : ketela pohon 0,06 Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01 Teras gulud : kacang kedelai 0,11 Tanaman dalam kontur : a. kemiringan 0-8 % 0,50 b. kemiringan 9-20 % 0,75 c. kemiringan >20 % 0,90 Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + 0,05 mulsa Mulsa limbah jerami : 0,30 a. 6 ton/ha/tahun 0,50 b. 3 ton/ha/tahun 0,80 c. 1 ton/ha/tahun Tanaman perkebunan : 0,10 a. disertai penutup tanah rapat 0,50 b. disertai penutup tanah sedang Padang rumput : 0,04 a. baik 0,40 b. jelek Sumber : Abdurachman dkk., 1984 3.8.8 Faktor Topografi Panjang lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)



Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan



kemungkinan



terjadinya



deposisi



sedimen.



Pada



umumnya,



kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam. Besarnya nilai LS (faktor topografi) dihitung dengan menggunakan rumus (Anonim, 2002 : 222)



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -35



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR m











L    hill   65.41  sin 2  hill   4.56  sin  hill  0.065  22.1 



LS MUSLE



dengan :



Lhill = panjang lereng (m) m



= syarat eksponensial



 hill = sudut lereng Syarat eksponensial m dihitung dengan :



m  0.6  1  exp 35.835  slp dengan : slp



= kemiringan lereng HRU (Hydrologic Response Unit) = tan  hill



3.9. Batas Laju Erosi Yang Diperbolehkan Penetapan



batas



tertinggi



laju



erosi



yang



masih



dapat



diperbolehkan atau ditoleransikan adalah perlu, karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Erosi yang diperbolehkan adalah kecepatan erosi yang masih berada dibawah laju pembentukan tanah. Terjadinya erosi pada suatu lahan tidak dapat dihentikan sehingga tidak terjadi erosi sama sekali. Pengendalian erosi yang dilakukan dimaksudkan agar erosi yang terjadi tidak mengganggu keseimbangan alam.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -36



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Menurut Arsyad, dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka untuk tanah di Indonesia disarankan nilai erosi yang diperbolehkan (T), disajikan dalam tabel berikut : Tabel 3.10 Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-Tanah di Indonesia Nilai T No.



Sifat Tanah dan SubStratum (mm/th)



1



Tanah sangat dangkal di atas batuan



0,0



2



Tanah sangat dangkal di atas batuan telah melapuk (tidak terkonsolidasi)



0,4



3



Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk



0,8



4



Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk



1,2



5



Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk



1,4



6



Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata yang telah melapuk



1,6



7



Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang, di atas substrata yang telah melapuk



2,0



8



Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata yang telah melapuk



2,5



Sumber : Arsyad, 2000 : 244



Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnya T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan bawah (subsoil) yang permeabel dengan



substratum



yang



tidak



terkonsolidasi



(telah



mengalami



pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -37



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad 2000 : 239). 3.9.1. Indeks Bahaya Erosi Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad 2000 : 274) :



Indeks Bahaya Erosi =



ErosiPotensial (ton / ha / tahun) T (ton / ha / tahun)



Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan. Indeks bahaya erosi dapat ditentukan sebagaimana tertera pada Tabel 3.11. Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981) Nilai Indeks Bahaya Erosi



Harkat



< 1,0



Rendah



1,01 – 4,0



Sedang



4,01 – 10,0



Tinggi



> 10,01



Sangat Tinggi



Sumber : Arsyad, 2000 : 275



3. 10. Bangunan Pengendali Erosi Usaha untuk memperlambat proses sedimentasi antara lain dengan mengadakan pekerjaan teknik sipil untuk mengendalikan gerakannya menuju bagian sungai dibagian hilirnya. Adapun pekerjaannya adalah berupa pembangunan bendungan penahan ( check dam, kantong lahar, YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -38



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



bendung pengatur, bending konsolidasi serta pekerjaa normalisasi alur sungai ( chennel work) dan pekerjaan pengendalian erosi di lereng-lereng pegunungan ( hill side work). Kegiatan yang biasa dilakukan dalam rangka konservasi lahan antara lain dengan cara membangun sederet bending-bendung pengatur yang biasanya dengan konstruksi dari beton, pasangan batu atau bronjong kawat. Selanjutnya disebelah hulu bendung tersebut akan terisi bahan sedimen yang terangkut oleh air dari hulunya, sehingga terbentuklah terap-terap dan proses penurunan dasar alur dapat dicegah. Secara umum check dam memiliki beberapa fungsi, antara lain : o Meembentuk kemiringan dasar sungai kecil sehingga mencegah erosi vertical dari dasar sungai. o Mengatur aliran sungai sedemikian rupa sehingga mencegah erosi dari dasar sungai. o Menampung



pasir



dan



kerikil



untuk



mengendalikan



dan



mengatur jumlah pasir dan kerikil (sedimen) yang dibawa oleh aliran air. Penentuan letak / lokasi kedudukan check dam berdasarkan pada tujuan pembangunannya adalah sebagai berikut :  Untuk tujuan pencegahan terjadinya sedimentasi yang mendadak dengan jumlah sangat besar yang timbul akibat terjadinya tanah longsor, sedimen luruh, banjir lahar dan lain-lain, maka letak/lokasi check dam direncanakan pada lokasi sebelah hilir dan daerah sumber



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -39



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



sedimen yang labil tersebut, yaitu pada alur sungai yang dalam, agar dasar sungai naik dengan adanya check dam tersebut.  Untuk



tujuan



pencegahan



terjadinya



penurunan



dasar



sungai,



lokasi/letak dam direncanakan penempatannya di sebelah hilir dan ruas sungai tersebut. Apabila ruas sungai tersebut cukup panjang, maka diperlukan beberapa buah check dam yang dibangun secara berurutan membentuk turapturap sedemikian, sehingga pondasi dam yang lebih dulu dapat tertimbun oleh tumpukan sedimen yang tertahan oleh check dam di hilirnya.  Untuk tujuan memperoleh kapasitas tamping yang besar, maka tempat kedudukan dam supaya disuhakan pada lokasi di sebelah hilir ruas sungai yang lebar, sehingga dapat terbentuk semacam kantong. Kadang-kadang dam ditempatkan pada sungai utama di sebelah hilir muara anak-anak sungai yang biasanya berupa sungai arus deras dapat berfungsi sebagai dam untuk penahan sedimen baik pada seungai utama maupun pada anak sungainya. Selain bebrapa hal tersebut diatas, dasar perencanaan untuk penetuan titik dasar (basic point ) check dam adalah sebagai berikut : o



Prinsip Bangunan Check Dam Bangunan ini direncanakan pada daerah erosi vertical dari alur sungai. Fungsi check dam adalah untuk menahan material dan mencegah erosi. Dalam kasus erosi vertical sepanjang alur sungai, bangunan



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -40



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



check dam digunakan untuk membuang sedimen yang merusak daerah sasaran. o



Titik Dasar ( Basic Point ) Perencanaan Check Dam Titik dasar untuk perencanaan check dam adalah suatu titik batas untuk menentukan jumlah



sedimen yang dibicarakan dan yang



diijinkan. Titik dasar harus diletakkan sedemikian agar dapat mudah untuk merumuskan perencanaan. Misalnya titik paling akhir pada suatu alur sungai, titik pertemuan sungai sampai sector perbaikan sungai. Dalam pemilihan lokasi disebelah hilir pertemuan dua sungai akan lebih efektif untuk kedua sungai tersebut dalam waktu bersamaan. Dalam hal tertentu, jika salah satu dari keduanya lebih rusak maka pembangunan



dilakukan



pada



bagian



yang



parah.



Maka



pembangunan harus disebleah hulu titik pertemua. o



Estimasi Sedimen untuk Perencanaan Check Dam. Jumlah sedimen yang dihasilkan di daerah sasaran harus diestimasi sebagai jumlah material / sedimentasi. Jumlah estimasi tersebut akan menjadi patokan mendasar dari perencanaan check dam.



o



Jumlah Aliran Sedimen yang Diijinkan Jumlah material sedimen yang diijinkan didefinisikan sebagai sejumlah materal yang mengalir menuju hilir sengai tanpa membuat kerusakan dan alur sungai tertap terjaga dalam kondisi yang aman dan stabil.



o



Jumlah Kelebihan Aliran Sedimen.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -41



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Jumlah kelebihan aliran sedimen pada suatu titik tertentu pada perencanaan check dam



ditentukan sebagai jumlah yang harus



dikendalikan di sebelah hulu titik tersebut. Hal ini dimaksudkan agar sedimen yang melewati suatu titik dasar adalah jumlah material yang diijinkan.



C. PENUTUP 1. Rangkuman Wilayah pengelolaan DAS dari suatu wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan ekosistem yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan secara menyeluruh dan terpadu



berdasarkan



satu



kesatuan



perencanaan



yang



telah



mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen penyusun ekosistem



DAS



(biogeofisik dan



sosekbud) termasuk



pengaturan



kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang dilakukan telah/tidak mencapai sasaran.



2. Tugas dan Latihan 1. Mahasiswa menghitung debit limpasan yang terjadi dalam suatu DAS dengan mengetahui penggunaan tata guna lahan dalam DAS tersebut. 2. Mengkaji apa yang menjadi penyebab terjadinya banjir pada bagian hilir dalam suatu wilayah yang sering terjadi pada akhir-akhir ini. YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -42



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



3. Bagaimana tindakan yang harus di buat perlakuan pada daerah bagian hulu dengan adanya penyebab sering terjadinya banjir pada bagian hilir.



3. Indikator Pencapaian a. Mahasiswa



mampu



menyelenggarakan



pengelolaan



DAS



dan



disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. b. Mahasiswa mengetahui pedoman untuk pengelolaan DAS lintas Propinsi,



lintas



Kabupaten/Kota



maupun



DAS



dalam



satu



Kabupaten/Kota. c. Mahasiswa mampu di dalam pengelolaan DAS dengan menyesuaikan kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan disesuaikan dengan kewenangan 1. Mahasiswa dapat mendesain suatu sistem 2.



Mahasiswa dapat merumuskan suatu formulasi penyelesaian masalah dalam sumber daya air.



D. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1987 Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah sebagai Rencana Jangka Panjang, Kupang: Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Anonim, 1998. “Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS”, Jakarta : Departemen Kehutanan (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan).



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -43



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Bisri, Mohammad, 2009



Kurikulum 2010



Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Malang :



Penerbit Percetakan CV. Asrori Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah Dan Air. Yogyakarta : ANDI Sudjarwadi, 1987/1988



Sumber Daya Air, Jogyakarta



: Proyek



Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama antar Universitas (Bank Dunia XVII ) Universitas Gajah Mada. Trie M. Sunaryo, Tjoek Waluyo, Aris Harnanto, 2004 Pengelolaan Sumber Daya Air, Konsep & Penerapannya, Malang, Penerbit Bayu Media Publising



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 III -44



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB IV SISTEM OPERASI DAN PEMELIHARAAN HIDROLOGI



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 1



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



BAB IV SISTEM OPERASI DAN PEMELIHARAAN HIDROLOGI



A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Dalam mata kuliah ini, Anda akan diajarkan tentang proses kejadian air dalam setiap phase/tahapan siklus hidrologi. Untuk mempermudah pemahaman



dalam



sistem



hidrologi,



maka



dijelaskan



dengan



menggunakan pendekatan neraca air dan model sederhana. Penerapan neraca air dalam model dengan melalui model tangki untuk setiap tahapan siklus hidrologi terutama pada aliran air terjadi di daratan, mulai dari hujan, run-off, infiltrasi, interflow, base flow. Untuk mendekatkan Anda dengan realitas, dalam mata kuliah ini akan diberikan contoh-contoh konkrit penerapannya dan diberikan tugas-tugas.



Manfaat Materi Kuliah  Mahasiswa mampu menjelaskan proses kejadian air dalam setiap phase/elemen dalam siklus hidrologi  Mahasiswa mampu membuat batas sistem dalam siklus hidrologi  Mahasiswa mampu merancang skema model dari elemen siklus hidrologi



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 2



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Tujuan Intruksional Umum Setelah menyelesaikan mata muliah ini, Mahasiswa akan dapat mengetahui siklus hidrologi, interaksi antara air tanah dengan



air



permukaan, model hubungan hujan dan run-off ( aliran permukaan )



B. PENYAJIAN MATERI 4.1.



Latar Belakang Proses kejadian air pada suatu tempat penting untuk diketahui



mahasiswa, karena menjadi dasar dalam melakukan suatu pengelolaan agar keberadaan air pada tempat tersebut bisa berkelanjutan. Tanpa pengetahuan tentang proses kejadian air, maka mahasiswa tidak dapat mengetahui pengaruh setiap pengelolaan air terhadap keberadaan air, baik secara kuantitas maupun kualitas. Demikian halnya dengan pengetahuan tentang fungsi air dalam sistem alam sangat penting, karena dengan pengetahuan ini mahasiswa dapat mengetahui dampak pengelolaan yang salah terhadap perubahan sistem. Disamping itu, dengan pengetahuan tentang sistem keairan, maka mahasiswa dapat melakukan suatu metode pengelolaan secara terstruktur sehingga bisa lebih efisien dan efektif. Dengan pengetahuan sistem, mahasiswa dapat membatasi sistem dan melakukan tindakan pengelolaan secara fokus sesuai dengan kebutuhan yang mendesak. Dalam materi ini akan dibahas tentang: siklus hidrologi , neraca air, interaksi antara airtanah dan air permukaan serta pemodelan hidrologi. Dalam siklus hidrologi akan dibahas tentang proses YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 3



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



kejadian air dalam setiap phase/elemen, sehingga mahasiswa dapat mengetahui proses kejadian air dalam setiap phase tersebut. Sedangkan dalam pemodelan hidrologi, dibahas tentang sistem untuk setiap phase/elemen dalam sisklus hidrologi sehingga mahasiswa dapat membatasi system dan merancang model secara sederhana dengan mengaplikasikan persamaan neraca air. Karena mata kuliah ini merupakan mata kuliah semester akhir dan sifatnya lanjutan, maka diharapkan seperta mata kuliah ini pernah mengambil mata kuliah hidrologi teknik. 4.2. Siklus hidrologi Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3 air: 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, airtanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi (terjadi penguapan, presipitasi dan engaliran keluar (outflow)). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 4



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



masuk ke dalam tanah (inflitrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra : interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai airtanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerahdaerah yang rendah (disebut groundwater runoff: limpasan air



tanah).



Jadi sungai itu mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni (1) limpasan permukaan (surface runoff), (2) aliran intra (interflow) dan (3) limpasan airtanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Singkatnya ialah: uap dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan. Bagian yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut. Seperti telah dikemukakan di atas, sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus. Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle). Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena kita melihat perbedaan besar presipitasi dari tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikut YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 5



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



dan juga dari wilayah ke wilayah yang lain. Sirkulasi air ini dipengaruhi oleh kondisi meteorology (suhu, tekanan atmosfir, angin dan lain-lain) dan kondisi



topografi;



kondisi



meteorologi



adalah



faktor-faktor



yang



menentukan. Air permukaan tanah dan airtanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi adalah air yang terdapat dalam proses sirkulasi ini. Jadi, jika sirkulasi ini tidak merata (hal mana memang terjadi demikian), maka akan terjadi bermacam-macam kesulitan. Jika terjadi sirkulasi yang lebih, seperti banjir, maka harus diadakan pengendalian banjir.



Gbr. 4 -1 Siklus Hidrologi (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).



Keterangan Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Awan dan uap air di udara Hujan Hujan es Salju Limpasan permukaan Perkolasi Alat ukur salju Alat ukur hujan Sumur pengamatan



10. 11. 12. 13. 14. 15.



Airtanah Presipitasi Salju yang mencair Lain-lain Intersepsi Evaporasi hujan yang sedang jatuh 16. Evapotrasi 17. Transpirasi



18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Awan dan uap air Evaporasi Evaporasi dari tanah Evaporasi dari sungai Evaporasi dari laut Pengamatan debit Pengamatan kwalitas air Pengamatan evaporasi



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 6



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Jika terjadi sirkulasi yang kurang, maka kekurangan air ini harus ditambah dalam suatu usaha pemanfaatan air. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka berkembanglah ilmu Hidrologi, yakni ilmu yang mempelajari sirkulasi air itu. Jadi dapat dikatakan, Hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari : a. Presipitasi (precipitation) b. Evaporasi dan transpirasi (evaporation) c. Aliran permukaan (surface stream flow) dan d. Airtanah (groundwater) 4.3. Siklus hidrologi dan Neraca Air (Kesetimbangan Air) Secara sederhana hubungan antara komponen dalam siklus hidrologi sebagai berikut :



Gambar 4.2. Skema Sirkulasi Air (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 7



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



suatu periode tertentu disebut neraca air (water balance). Umumnya terdapat hubungan keseimbangan sebagai berikut : P =D+E+G+M Dimana : P



= presipitasi



D



= debit



E



= evapotranspirasi



G



= penambahan (supply) air tanah



M



=



penambahan kadar kelembaban tanah (moisture content).



Jika perhitungan neraca air itu diadakan pada suatu daerah tertentu yang terbatas, maka aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) dari D dan G kira-kira akan berbeda. Persamaan neraca air menjadi : P = (D2.D1) + E + (G2.G1) + H.Pa + M Dimana : D1 = Air permukaan dari bagian hulu yang mengalir ke dalam daerah yang ditinjau. D2 = Air permukaan yang mengalir keluar dari daerah yang ditinjau ke bagian hilir. G1 =



Air tanah yang mengalir dari bagian hulu ke dalam daerah yang ditinjau.



G2 =



Air tanah yang mengalir keluar dari daerah yang ditinjau ke bagian hilir



H



= Perubahan/variasi muka air tanah rata-rata daerah yang ditinjau YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 8



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Pa = Laju menahan udara rata-rata (mean air holding rate) di bagian lapisan variasi air tanah Dalam persamaan ini, P, D1, D2 dan H dapat diukur, G1 and G2 dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran variasi muka air tanah. M dan Pa adalah harga-harga yang diperoleh dari profil tanah pada titiktitik tertentu yang dipilih di daerah pengaliran. Dalam perhitungan neraca air yang dipergunakan untuk irigasi, variasi kuantitatif berdasarkan faktorfaktor alamiah seperti presipitasi, pembekuan, evaporasi, transpirasi, aliran keluar (outflow) air permukaan tanah, airtanah dan lain-lain, beserta faktor-faktor buatan (artificial factors) seperti pengambilan air untuk irigasi, drainasi air kelebihan, jenis dan cara penanaman dan lain-lain harus diperinci dengan jelas. 4.4. Interaksi antara airtanah dengan air permukaan Limpasan (run-off) adalah proses hidrologi distribusi curah hujan pada permukaan bumi, yang berlangsung dalam sistem litosfer dan hidrosfer. Sistem ini terdiri dari alam (morfologi, geologi, tanah, vegetatif) dan elemen anthropogenetic (perkotaan, pedesaan dan lainnya, tanggul, waduk, drainase dan jaringan saluran air limbah, dll). Output dari sistem ini tergantung pada masukan, yang ditandai dengan : (a) data meteorologi data, khususnya distribusi curah hujan; (b) data data klimatologi, atau pasokan energi surya, dan pada keadaan yang sebenarnya dari sistem ini, yang tergantung pada fungsi sebelumnya (tingkat kejenuhan) dan faktor anthropogenetic (kegiatan pengelolaan air). YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 9



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Dalam kondisi alami terganggu, arus permukaan dapat dicirikan oleh faktor-faktor meteorologi dan klimatologi. Limpasan permukaan sama dengan curah hujan dikurangi intersepsi, simpanan berupa depresi dan detensi yang akan berubah menjadi infiltrasi dan evaporasi. Rasio dari limpasan permukaan dan total kehilangan yang berupa resapan (recharge) dan penguapan tidak berubah bila keadaan dari unsur-unsur dan pasokan energi ke dalam sistem tetap konstan. Untuk alasan praktis rasio ini dianggap stabil dalam kasus curah hujan tunggal. Hipotesis tersebut mengarah pada persamaan sederhana berikut untuk masingmasing elemen : Qsi = Pgi (Ii + Di) = Pi (Rgi + Ei) …………..(m3) k



Q R



gi



Si



 Ei



dan untuk total luasan :



Qs



 1000. i 1 Ci.Pi. Ai n



Dimana : Qs



=



aliran permukaan keluar (m3)



Gg



=



Resapan airanah/lengas tanah (m3)



Pi



=



Hujan pada elemen ke-i (mm)



Ci



=



Koefisien run-off pada suatu elemen



Ai



=



luas suatu elemen (km2)



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 10



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Penyederhanaan ini mengabaikan distribusi waktu dari data masukan dan mengubah keadaan dari sistem limpasan. Koefisien limpasan yang sebenarnya tidak stabil. Hal ini tidak hanya merupakan fungsi dari kekasaran kawasan drainase r (yang berubah, misalnya: karena musim), bentuk dan kemiringan, kondisi geologi g tetapi juga merupakan fungsi dari kondisi tanah C = ( r, i, g, sf ) Faktor r, i, dan g adalah relatif stabil dan hampir independen terhadap kondisi cuaca. Faktor sf tergantung pada salju dan kejenuhan tanah. Hal ini menentukan limpasan aktual dalam situasi hidrologi yang spesifik. Limpasan tahunan total dapat ditentukan berdasarkan input data iklim (klimatologi). Data pada sisi kiri dari persamaan kesetimbangan hidrologi yang sederhana yaitu curah hujan P dan limpasan permukaan Qs P – Qs = Gg + E dapat diukur dengan mudah dan tepat. Hal ini merupakan kebanyakan kasus yang diukur dalam jangka panjang dan sistematis, dan juga dianalisis secara statistik. Data penguapan E dan Gg resapan airtanah yang berada pada sisi kanan persamaan sulit diukur, sehingga tidak ditindaklanjuti secara sistematis. Penguapan dan resapan airtanah dituliskan pada sisi kiri persamaan berikut : E = f1 (P – Qs) ………….. (mm, m3) Gg = f2 (P – Qs)…………..(mm, m3) YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 11



BAHAN AJAR



PNK



Penguapan



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



maksimum



yang



mungkin



yang



Kurikulum 2010



merupakan



selisih



pengukuran jangka panjang dari curah hujan dan limpasan permukaan : Em = P – Qs …………………………….(mm, m3)



Dalam kasus ini Gg = 0, tidak ada resapan airtanahthe. Fenomena ini terjadi di daerah gurun, di mana semua air infiltrasi menguap. Hal ini dapat digambarkan secara grafis berupa garis lurus dengan sudut 450 (Gambar 1.3)



Gambar 4.3. Karakteristik Regional limpasan permukaan: E adalah evaporation, ET1 adalah evaporativitas (evaporativity) , P adalah total hujan, Gg adalah resapan airtanah, dan Qs adalah limpasan permukaan (surface water runoff) (Jemar, 1987). 4.5. Skema Model Hidrologi Pembatasan secara teoritis dapat dilakukan ketika perbedaan curah hujan dan limpasan permukaan mengisi airtanah tanpa penguapan. Kasus ini secara grafis diilustrasikan oleh sumbu horisontal. Nilai-nilai YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 12



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



praktis dari fungsi f1 bermigrasi antara dua tahap pembatasan. Hal ini juga dibatasi oleh nilai penguapan potensial ET1 hubungannya dengan pasokan energi surya di daerah tersebut. Kurva f1 dan f2 menunjukkan pengaruh rata-rata dari input data dari sistem limpasan yang relevan dan bisa, karena itu, dapat digunakan sebagai karakteristik regional untuk penilaian limpasan airtanah dan penguapan. Sistem yang terdiri dari curah hujan/proses limpasan dapat dimodelkan secara fisik atau matematika. Berdasarkan model tangki (Tank Model) yang merupakan model matematika yang disusun oleh SWAWARA (1974) adalah merupakan proses hidrolik. Model ini mewakili daerah tangkapan dengan seperangkat tank,



disusun



secara



vertikal



dalam



satu



baris.



Jumlah



tank,



pengelompokan dan konfigurasi tergantung pada karakteristik DAS. Pengalaman menunjukkan bahwa dua system dasar berikut cocok untuk setiap kasus praktis : (a)



Empat tangki yang disusun secara vertikal untuk daerah lembab (humid),



(b)



Beberapa baris dari empat tangki yang disusun secara vertikal untuk daerah semi kering (semi-arid) dan kering (arid).



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 13



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 4.4. Pemisahan komponen limpasan, berdasarkan prinsipprinsip fisik dari model matematis dari proses limpasan menurut SUGAWAHA (1974) : q1 adalah limpasan permukaan, q2 adalah permukaan tanah, q3 adalah aliran menengah (intermediate outflow) (di atas muka airtanah), q4 adalah limpasan airtanah untuk jangka pendek dan Q5 adalah penundaan aliran airtanah dalam jangka panjang sebelum masuk ke dalam sungai, z1 adalah infiltrasi, z2, z3 adalah perkolasi menjadi airtanah, z4 adalah perkolasi dalam (deep percolation). h1, h2 dan h3 adalah tinggi permukaan air masing-masing untuk curah hujan rendah, sedang dan tinggi (Jemar, 1987). Tangki dilengkapi dengan pengeluaran di sisi samping dan dasar tangki. Aliran yang keluar dari sisi samping mensimulasikan komponenkomponen selanjutnya dari limpasan permukaan (Gambar 1,4) : YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 14



-



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Tangki paling atas, limpasan permukaan dan limpasan permukaan tanah, mencapai saluran dalam waktu satu sampai tiga hari,



-



Tangki kedua merupakan limpasan aliran antara, mencapai saluran dalam waktu seminggu.



-



Tangki ketiga dan keempat limpasan air tanah, mencapai saluran dalam satu bulan, atau dalam waktu satu tahun. Tangki atas umumnya memiliki dua outlet pada sisinya, sementara



tangki yang lain hanya dilengkapi dengan satu outlet saja pada sisinya. Outlet pada sisi bawah pada semua tangki mensimulasikan infiltrasi atau, dalam kasus tangki keempat, mensimulasikan perkolasi. Aliran keluar dari outlet hanya dinyatakan oleh hubungan linear atau kuadrat pada sejumlah simpanan (storage) : qk = k. Xk = fk(t) …………….. (m3.s-1) dimana : gk



= aliran keluar dari oulet (m3.s-1)



k



= koefisien outlet (s)-1



Xk



= jumlah simpanan ( m3)



Hubungan kuadrat sederhana berikut ini digunakan setiap kali hubungan linier tidak memberikan hasil yang memuaskan: qk = k. Xk2 = fk(t) …………….. (m3.s-1) Kondisi



non-linier



dari



data



luaran



adalah



konsekuensi



dari



penyederhanaan hasil parsial : ………………… (m3.s-1)



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 15



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Curah hujan yang rendah, tidak dapat mengisi tangki hingga outlet pertama, sehingga tidak menghasilkan limpasan dalam bentuk apapun. Banjir dalam waktu singkat (pendek) dengan peningkatan debit yang tajam dapat dimodelkan lebih tepat dengan menggunakan outlet sisi yang lebih dalam pada tangki atas. Kejenuhan lapisan tanah dapat dinyatakan oleh sebuah pembatasan terhadap arus bawah. Penguapan menghasilkan penurunan jumlah simpanan pada tangki pertama. Jumlah tangki, perlengkapan



dan pengaturannya



mewakili perilaku



pada daerah



tangkapan air. Pengaturan ini harus dikalibrasi untuk mendapatkan hubungan antara input dan output yang diinginkan terhadap data yang dikumpulkan. Daerah tangkapan di daerah semi-kering dan kering harus dibagi ke dalam zona dan diwakili oleh beberapa baris tangki yang dikelompokkan secara vertikal. Penguapan pada periode tanpa curah hujan harus dimodelkan dengan ruang tanpa outlet di tangki atas. Deformasi debit pada sungai dapat dimodelkan dengan menggunakan tangki yang serupa. Model Tangki ini dapat dikembangkan untuk seri data limpasan atau untuk melengkapi data yang hilang dengan simulasi. Tindakan yang paling penting untuk mencapai akurasi yang diperlukan adalah penilaian presipitasi rata-rata: fluktuasi wilayah curah hujan yang tinggi, baik di daerah tangkapan air yang kecil dan besar



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 16



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 4,5. Skema representasi dari komponen model siklus hidrologi dalam bentuk grid persegi panjang: model penguapan dan intersepsi pada kanopi, model pencairan salju (berlapis) dan aliran permukaan (overland flow) ( (dua dimensi), model aliran sungai dan operasi



reservoir, model infiltrasi pada



zona erakaran dan resapan (berlapis, aliran tak jenuh satu dimensi untuk setiap elemen grid), model airtanah (berlapis, simpanan dan aliran jenuh) (Jemar, 1987)



Sejatinya, model matematika dari curah hujan/proses limpasan dapat diturunkan dari persamaan yang menggambarkan substansi fisik dari proses hidrologi (Gambar 1.5, 1.6) dan kesetimbangan hidrologi. Input data untuk model, termasuk data curah hujan, daerah tangkapan dan karakteristik meteorologi, sedangkan output data berupa tutupan lahan dan debit airtanah, yaitu data masukan untuk proses erosi (Gambar 1.7). YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 17



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Simulasi model matematika membutuhkan informasi rinci tentang sejumlah koefisien (Gambar 1.6), yang sangat jarang tersedia dalam bentuk yang benar sesuai dengan dikebutuhan. Model ini deterministik, tetapi pendekatan stokastik harus disesuaikan agar dapat berfungsi dengan handal



Gambar 4.6. Model



Matematika



Siklus



Hidrologi.



Output



proses



limpasan dari input berupa model proses erosi. SGE adalah erosi lembar/selokan, CHE adalah erosi saluran, RI adalah resapan/infiltrasi, Ar, Ai, Aa, Af, AP adalah faktor anthropogenetic (Jemar, 1987).



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 18



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Gambar 4.7. Diagram alir proses erosi. Curah hujan dan limpasan, output dari system adalah limpasan, yang merupakan input dari sistem erosi. Output: aliran sedimen, sedimen endapan dan kualitas air (Jemar, 1987).



C. PENUTUP 1. Rangkuman Siklus hidrologi merupakan suatu proses perpindahan air dari suatu phase/elemen atau tempat ke tempat yang lain, atau juga merubahan wujud air dari cair menjadi gas atau padat, dari air permukaan menjadi airtanah dan selanjutnya akan keluar sebagai air permukaan kembali dan pada akhirnya ke laut, baik langsung atau melalui sungai dimana sebelumnya keluar sebagai mata air. Dalam sistem hidrologi, dapat digunakan neraca air sebagai dasar untuk menganalisis. Dalam neraca air, dikatakan bahwa jumlah air yang masuk dan keluar dari sustu sistem yang ditinjau selalu sama dengan jumlah yang tersimpan dalam sistem tersebut. Dasar ini, maka dikembangkan suatu model tangki, dimana sistem yang ditinjau



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 19



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



dianalogikan sebagai tangki. Jumlah air yang tertampung dalam tangki merupakan selisih antara yang masuk dengan yang keluar. Jumlah tangki dapat dibuat sedemikan banyak tergantung pada seberapa banyak sub-sistem atau phase/elemen yang kita tinjau. 2. Tugas dan Latihan Mengacu pada Gambar 1.2, buatkan : a. Batas sistem airtanah b. Buatlah skema model (konseptual model) untuk aliran airtanah 3. Indikator Pencapaian a. Mahasiswa dapat menjelaskan deskripsi tentang proses kejadian air dari setiap phase/elemen siklus hidrologi b Mahasiswa



dapat



membuat



model



koseptual



dari



setiap



phase/elemen siklus hidrologi 4. Kunci Jawaban



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 20



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



D. DAFTAR PUSTAKA 1. Anderson, M.P. and W.W. Woessner, 1992. Applied Groundwater Modelling. Simulation of Flow and Advective Transport. San Diego: Academic Press Inc 2. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 3. Biswas, A.K. 1996. Water Resources. Environmental Planning, Management, and Development. New York: McGraw-Hill. 4. Black, P.E. 1996. Watershed Hydrology. Edisi ke-2. New York: Ann Arbor Press, Inc. 5. Jemar, M.K., 1987. Water Resources and Water Management. Amsterdam Elsevier. 6. Karamouz M., F. Szidarovszky dan B.Zahraie. 2003. Water resources systems analysis Florida:CRC Press LLC 7. Sosrodarsono, S. dan Takeda, 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Paramita



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016 IV- 21



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB V SISTEM OPERASI WADUK DAN PRINSIP OPERASI BANGUNAN UTAMA



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 1



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB. V SISTEM OPERASI WADUK DAN PRINSIP BANGUNAN UTAMA A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Materi ini membahas tentang bentuk-bentuk pengembangan sumber daya air, diantaranya adalah pemanfaatan sumber daya air dan pengaturan air. Beberapa pemanfaatan sumber daya air juga dibahas, dan lebih detail hubungannya dengan kebutuhan untuk irigasi. Pemanfaatan dalam bentuk lain juga dibahas hingga teknik memperkirakan kebutuhan air untuk kegiatan bersangkutan. Demikian halnya dengan pengaturan air yang dimaksudkan agar sumber daya air tidak menyebabkan petaka, baik berupa pengelolaan ketika air berlebih maupun ketika air dalam keadaan langka, dan juga yang kenaan dengan masalah kualitas air.



Manfaat Mata Kuliah 1. Mahasiswa bisa mengetahui bentuk-bentuk pengembangan sumber daya air 2. Mahasiswa mampu menganalisis kebutuhan air untuk setiap kegiatan pemanfaatan sumber daya air



Tujuan Intruksional Umum Membantu mahasiswa dalam pengembangan sumber daya air yang terdiri YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 2



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



atas pemanfaatan sumber daya air dan pengaturan air . Pemanfaatan sumber daya air harus dipertimbangkan adanya ketersediaan air sebelum melakukan pemanfaatan air,



untuk menghindari terjadinya deficit air



akibat penggunaan dan pemanfaatannya terlebih dalam bentuk usaha bisnis.



Hal ini



dimaksudkan



agar tidak terjadi benturan



karena



ketersediaan air merupakan fungsi waktu, dimana pada waktu tertentu kelebihan dan di waktu yang lain berkurang, maka penggunaan sumber daya air perlu mempertimbangkan untuk kepentingan sosial sehingga sudah mempertimbangkan kegagalan atau keberhasilannya dengan tingkat peluang tertentu.



B. PENYAJIAN MATERI 5.1. Pengertian Waduk Sebuah waduk atau bendungan memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka air sungai dan mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi kiri sungai. Air sungai yang ditampung di dalam bendungan dipergunakan untuk keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan dari sebuah bendungan yaitu dapat menampung air sungai yang melebihi kebutuhan dan baru dilepas lagi ke dalam sungai di bagian hilir sesuai dengan kebutuhan serta pada waktu yang diperlukan. Bendungan juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun secara melintang terhadap sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 3



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



melalui pintu sadap ke saluran-saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian.



Gambar 5.1. Bendungan



Gambar 5.2. Pintu Sadap



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 4



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Konstruksi sebuah bendungan memiliki bagian-bagian tertentu. Bagian-bagian ini menopang seluruh konstruksi bendungan. Setiap bagian memiliki detail dan fungsi yang khusus. Bagian-bagian inilah yang akan bekerja agar operasional suatu bendungan dapat berjalan dengan baik. Salah satu bagian terpenting yaitu tubuh bendungan. Tubuh bendungan merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung laju aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal. Bagian ini biasanya terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong atau beton. Tubuh bendungan umumnya dibuat melintang pada aliran sungai. Selain tubuh bendungan, pintu air (gates) juga memiliki peran penting dalam mekanisme pengoprasian air bendungan. Pintu air merupakan struktur dari bendungan yang berfungsi untuk mengatur, membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup.



5.2. Pengertian Umum Operasi Waduk Yang dimaksud dengan operasi dan pemeliharaan waduk adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mewujudkan / melaksanakan tujuan dari dibangunnya bendungan sehingga tujuannya tercapai dengan baik. Kegiatan tesebut adalah mengatur penggunaan air yang tersedia seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhannya, serta dengan tetap menjaga terpeliharanya waduk / bendungan dan bangunanbangunan



pelengkapnya



dan



tetap



terpeliharanya



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



kelestarian V- 5



/



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



keseimbangan sumber daya air tersebut.



5.3 Karakteristik Waduk Karakteristik suatu waduk merupakan bagian pokok dari waduk yaitu volume hidup (efective storage), volume mati (dead storage), tinggi muka air (TMA) maksimum, TMA minimum, tinggi mercu bangunan pelimpah berdasarkan debit rencana. Dari karakteristik fisik waduk tersebut didapatkan hubungan antara elevasi dan volume tampungan yang disebut juga liku kapasitas waduk. Liku kapasitas tampungan waduk merupakan data yang menggambarkan volume tampungan air di dalam waduk pada setiap ketinggian muka air.



MA Normal



MA Maksimum



Mercu Bangunan Pelimpah



Volume Efektif



MA Minimum



Volume Mati



Saluran Pengambilan



Gambar 5.1. Karakteristik Waduk



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 6



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



5.4. Pola Operasi Waduk Pola Operasi waduk adalah patokan operasional bulanan suatu waduk dimana debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus sesuai dengan ketentuan agar elevasinya terjaga sesuai dengan rencana. Pola operasi waduk disepakati bersama oleh para pemanfaat air dan pengelola melalui Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA). Tujuan dari disusunnya sistem operasi waduk adalah untuk memanfaatkan air secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal waduk dengan cara mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak terjadi konflik antar kepentinggan Pengoperasian waduk secara efisien dan optimal merupakan permasalahan yang kompleks karena melibatkan beberapa faktor seperti : a) Operasional policy, pola kebijakan pengoperasian waduk. b) Debit inflow yang akan masuk ke waduk yang tergantung dari ketepatan perencanaan debit yang akan masuk ke waduk tersebut. c) Demand, kebutuhan air untuk irigasi dan PLTA. d) Ketepatan peralatan akan besarnya debit banjir yang akan terjadi. e) Keandalan peralatan monitoring tinggi muka waduk, debit aliran dan curah hujan. f) Koordinasi antara instansi yang terkait. g) Kemampuan Operasional. h) Koordinasi pengoperasian jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang serta pengoperasian real time



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 7



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



5.5. Kebijakan Sistem Pengoperasian Waduk Sistem pengoperasian waduk dapat dibedakan menjadi 5, yaitu a. Standard Operating Policy (SOP) Kebijakan pola pengoperasian waduk berdasarkan SOP adalah engan menentukan outflow terlebih dahulu berdasarkan ketersediaan air di waduk dikurangi kehilangan air. Sejauh mungkin outflow yang dihasilkan dapat memenuhi seluruh kebutuhan / demand dengan syarat air berada dalam zona kapasitas / tampungan efektif. Besarnya pelepasan dapat ditentukan sebagai berikut : RLt = It + St-1 – Et – Smaks, apabila It + St-1 – Et – Dt > Smaks RLt = It + St-1 – Et – Smin, apabila It + St-1 – Et – Dt < Smin RLt = Dt, apabila Smin < It + St-1 – Et – Dt < Smaks Keterangan : It



:



debit inflow waduk pada bulan ke-t (juta m3/bulan).



RLt



:



release waduk pada bulan ke-t (juta m3/bulan).



St-1



:



tampungan waduk awal bulan ke-t (juta m3/bulan).



Dt



:



demand pada waktu ke-t



Et



:



Evaporasi pada bulan ke-t (juta m3/bulan).



Smaks :



tampungan waduk maksimum (juta m3/bulan).



Smin :



tampungan waduk minimum (juta m3/bulan).



t



bulan (1,2,3,.......,12).



:



b. Program Dinamik Deterministik Ataupun Implisit Stokastik Asumsi bahwa semua parameter atau variabel yang terdapat dalam model program linier dapat diperkirakan dengan pasti (non stochastic), YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 8



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



meskipun tidak dengan tepat (Buras, 1975; Asri 1984). Pada model Deterministik, debit inflow pada masing-masing interfal waktu telah ditentukan. Secara sederhana, model ini menggunakan nilai harapan (expected value) dari sebuah variabel abstrak yang diskrit. Analisis regresi digunakan untuk menghasilkan model optimasi dalam kurva optimasi laju tampungan Implisit Stokastik St + 1 = Ās t + B qt - 1 + ĉ Keterangan : St



= tampungan maksimum diperoleh dari solusi program linear



qt



= data inflow



Ā, B = matriks hubungan hasil dari regresi program linier Ĉ



= vektor hasil dari regresi program linier



c. Program Dinamik Stokastik Pada Program Dinamik Stokastik ini, ada beberapa peristilahan dan variable yang menunjang untuk mencapai target yang diharapkan, antara lain sebagai berikut : 1) Fungsi Sasaran (Objective Function). Masukan utama dalam operasi waduk adalah inflow yang merupakan proses alam yang tidak pernah deterministik, dan sifat ketidakpastian selalu terkait dalam inflow. Sifat ketidakpastian atau stokastik ini diperhitungkan dalam optimasi dengan memasukkan sebaran probabilitas inflow pada setiap tahap optimasi. Dengan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V- 9



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



memperhitungkan sifat stokastik inflow tersebut, maka sasaran optimasi



operasi



waduk



dapat



ditentukan,



misalnya



memaksimumkan produksi listrik tahunan yang diharapkan. Kata “diharapkan”



dipakai



untuk



mencerminkan



adanya



harapan



terhadap sesuatu yang tidak pasti, hal inilah yang merupakan ciri teknik program dinamik stokastik. Secara sistematis, sasaran tersebut dapat dinyatakan dalam fungsi sasaran (objective function) sebagai berikut (Shrestha, 1987) : OF = maksimumkan (TEEG) t maksimumkan E =



TEG t-1



OF



=



Objective function (fungsi tujuan)



TEEG



=



Produksi Listrik tahunan yang diharapkan



TEGt



=



Produksi listrik selama bulan t



E



=



menyatakan nilai harapan (expectation)



2) Probabilitas Transisi Inflow Probabilitas transisi ini dirumuskan sebagai berikut : Pij = Pr ( Qy + 1 = qi………….. Qy = qj ) Probabilitas bahwa Qy+1 (debit di tahun sekarang) akan sama dengan qj jika Qy (debit di tahun sebelumnya) sama dengan qi. Probabilitas transisi ini akan memenuhi kondisi n



 Pij  1



dimana Pijt adalah probabilitas kejadian bahwa



j 1



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 10



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Qt -1 akan berada di kelas j jika Qt tercatat di kelas i. 3) Persamaan Pelepasan di Waduk (Reservoir release) Untuk menangani permasalahan program dinamik stokastik, membutuhkan pengenalan persamaan mengenai pelepasan waduk, yang didefinisikan sebagai R k,i,l,t yang bergantung pada tingkat tampungan pada periode yang sedang berlangsung S k,t , Inflow pada periode yang sedang berlangsung Q i,t dan ingkat tampungan waduk pada periode akan datang Sl,t+1. Persamaan ini dapat dihitung melalui persamaan kekekalan sebagai berikut : R k,i,l,t = S k,t + Q i,t - S l,t+1 - E k,l,t Dimana : E k,l,t = kehilangan air yang disebabkan oleh evaporasi dan rembesan (seepage) pada waduk. 4) Kinerja Sistem (System Performance) Pengoptimalan dari pelepasan bergantung pada kinerja sistem untuk mendapatkan target pelepasan dan target tampungan. Persamaan tersebut seperti berikut : B k,i,l,t = (R k,i,l,t - TRt)2 + (S k,t - TSt)2 Dimana : B k,i,l,t



=



Kinerja system



TRt



=



Target pelepasan bulanan



TSt



=



Target tampungan bulanan



Persamaan ini akan bernilai nol ji ka pelepasan sama dengan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 11



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



nilai targetnya. Jika terdapat deviasi dari masing-masing target, maka akan mendapatkan nilai sebagai fungsi dari penyimpangan (deviasi) yang terjadi. Persamaan ini tidak tetap dalam artian dapat berubah apakah menggunakan deviasi release atau deviasi tampungan saja, bergantung pada bagian mana penekanannya. (Loucks, 1981). 5) Persamaan Rekursif Persamaan rekursif adalah persamaan yang menyatakan hubungan antara nilai variable status sebagai hasil optimasi pada setiap tahapdengan nilai masukan variabel status tersebut dan variabel keputusan yang diambil pada tahap yang ditinjau. Hal ini disebabkan karena setiap masukan pada setiap tahap merupakan sebaran probabilitas. Bentuk persamaan rekursif adalah sebagai berikut :







Ft (k,i) = Minimum Bkilt   Pij 1 F1 (1, j )







Dimana : Ft(k,i)



= nilai fungsi objektif jika volume waduk di kelas k, volume inflow di kelas i, pada waktu ke t



Bk,i,l,t



= nilai fungsi objektif jangka pendek (immediate return) jika volume waduk bulan t ada di kelas k, inflow ke waduk kelas i, dan volume waduk adalah l .



Pij+1



= matrik probabilitas transisi inflow dari periode/bulan i ke periode/ bulan j



Ft*+1



= nilai fungsi objektif jangka panjang (long term periode) yang diperoleh pada periode waktu t +1 jika volume waduk pada awal periode waktu t +1 berada di kelas 1 dan inflow berada di YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 12



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



kelas j.* 6) Kriteria Konvergensi Proses optimasi dilakukan pada setiap tahap selama satu siklus operasi. Pada awal optimasi nilai hasil pada tahap akhir (bulan ke-T), nilai fT (l,j) diberi nilai awal nol. Hitungan berjalan mundur sampai tahap pertama dan kemudian diulang kembali (iterasi) sampa hasil optimasi menunujukkan hasil yang stabil. Begitu persamaan rekursif ini terpecahkan untuk setiap periode pada tahun-tahun berikutnya, kebijakan l (k,I,t) yang ditentukan dalam setiap periode tertentu akan dengan relative cepat, berulang kembali pada tiap tahun berikutnya. Pada saat keadaan ini tercapai dan saat performansi tahunan harapan (expected) adalah konstan untuk semua state k,I dan untuk seluruh periode satu tahunan t, maka kebijakan pengoperasian telah mencapai kondisi steady-state. Kondisi steady-state ini tercapai jika dan hanya jika pola operasinya tidak berubah dari tahun ke tahun. Karena kebijakan pengoperasian yang steady-state ini tercapai, maka pola operasi yang dihasilkan merupakan kebijakan pengoperasian yang steady untuk jangka panjang. Kebijakan pengoperasian waduk akan merupakan volume waduk pada akhir bulan ke t (pada awal bulan ke t+1 yang optimum sebagai fungsi dari kombinasi debit masukan (inflow) bulak t-1 dan volume tampungan awal (storage) pada bulan ke t. sehingga dapat ditentukan besarnya pelepasan (release) air pada setiap periode.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 13



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



d. Linear Program Program



Linier



banyak



dipakai



dalam



program



optimasi



pendayagunaan sumber daya air, baik untuk permasalahan operasi dan pengelolaan yang sederhana sampai permasalahan yang kompleks. Teknik program linier dapat dipakai apabila terdapat hubungan linier antara variabel-variabel yang dioptimasi, baik dalam fungsi tujuan (objective function) maupun kendala (constraint function).] Apabila permasalahan yang ditinjau bersifat non linier, seperti yang umum dijumpai dalam sumber daya air, maka hubungan antar variabel diubah menjadi bentuk linier atau persamaan-persamaan non linier pada fungsi sasaran dan kendala dipecah menjadi beberapa persaman linier dan diselesaikan dengan metode iterasi dan aproksimasi. 5.6. Rule Curve Rule curve adalah ilmu yang menunjukan keadaan waduk pada akhir periode pengoperasian yang harus dicapai pada suatu nilai outflow tertentu (Mc. Mahon 1978). Rule curve pengoperasian waduk adalah kurva atau grafik yang menunjukan hubungan antara elevasi muka air waduk, debit outflow dan waktu dalam satu tahun (Indrakarya, 1993). Rule Curve ini digunakan sebagai pedoman pengoperasian waduk dalam menentukan pelepasan yang diijinkan dan sebagai harapan memenuhi kebutuhan. Akan tetapi pada kenyataannya, kondisi muka air waduk pada awal operasi belum tentu akan sama Rule Curve rencana. Untuk mencapai elevasi awal operasi yang direncanakan, mungkin harus lebih banyak volume air yang dibuang. Sebaliknya apabila debit terjadi YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 14



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



dari tahun-tahun kering, rencana pelepasan harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemenuhan kebutuhan suplesi untuk kebutuhan irigasi, air baku, dan PLTA dari operasi waduk, antara lain : 1. Dalam hal target untuk PLTA lebih besar dari target irigasi, maka kapasitas waduk akhir ditentukan berdasarkan release waduk untuk PLTA, jika sebaliknya maka kapasitas waduk akhir berdasarkan release target irigasi 2. Seandainya dengan release target diatas, kapasitas akhir periode waduk yang dihasilkan lebih besar dari kapasitas minimum waduk maka energi listrik yang dibangkitkan bisa ditingkatkan dan jika lebih kecil dari kapasitas minimum maka target pemenuhan kebutuhan diturunkan (gagal). 3. Jika kapasitas akhir ternyata melebihi kapasitas minimum, maka kapasitas kelebihannya akan dilimpahkan



5.7. Simulasi Simulasi dalam permasalahan pendayagunaan sumber daya air adalah suatu teknik permodelan yang dipakai untuk menirukan dan memindahkan perilaku suatu sistem ke dalam suatau model. Model simulasi menunjukkan apa yang terjadi di dalam sistem dengan diberikannya



masukan-masukan



tertentu



Dengan



demikian



pola



pengelolaan sistem dapat diterapkan dengan mempelajari reaksi terhadap YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 15



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



berbagai skenario pengelolaan sistem tanpa perlu memiliki sistem itu sebenarnya. Metode simulasi ada beberapa tipe : 1. Simulasi dalam bentuk fisik, misalnya model skala fisik hidraulik. 2. Simulasi dalam bentuk analog, misalnya model simulasi yang diwakilkan dalam bentuk rangkaian listrik 3. Simulasi dalam bentuk digital, yaitu dengan menggunakan persamaan matematis misalnya hukum keseimbanagn air untuk simulasi waduk. Simulasi digunakan untuk mengevaluasi hasil pola pengoperasian waduk (data eksisting, SOP, Rule curve). Tinjauan kegagalan atau keberhasilan pengoperasian tersebut dievaluasi dengan simulasi melalui kajian tentang unjukkerja (performance) dari waduk. Unjuk kerja yang dianalisis adalah Keandalan (reliability), Kelentingan (resiliency), serta Kerawanan (vulnerability). Simulasi operasi waduk bertujuan untuk meninjau sejauh mana tingkat keandalan atau kegagalan yang terjadi dari perilaku sistem pengoperasian waduk dalam memenuhi kebutuhan pelayanannya. Model simulasi akan menganalisis probabilitas keandalan atau kegagalan rencana operasi yang teklah ditetapkan Secara umum beberapa pendekatan simulasi waduk dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Simulasi dilakukan sepanjang beberapa tahun menurut urutan tahun inflow. 2. Awal pengoperasian pada bulan Oktober sesuai dengan pola tanam di daerah irigasi. 3. Tampungan pada awal pengoperasian dilakukan dengan coba-coba YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 16



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



(trial dan eror) yaitu dengan menggunakan persamaan lengkung kapasitas yang ada. 4. Kehilangan air bulanan (evaporasi) merupakan fungsi dari luas genangan Waduk dengan data ketinggian evaporasi yang ada ( luas7 permukaan*tinngi evaporasi*koefisien bulan). 5. Tampungan waduk di akhir bulan tidak diperkenankan kurang dari kapasitas minimum dan melebihi kapasitas maksimum. 6. Limpasan terjadi jika volume tampungan alhir waduk melebihi kapasitas maksimum. Air yang melimpas melalui bangunan pelimpah tidak diperhitungkan sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan atau diasumsikan sebagai kelebihan. 7. Hukum kesetimbangan air waduk adalah (Wurbs, 1996) : It = RLt + Let + SPt + St – St-1 S0 (awal) = S12 Keterangan : It



= debit inflow waduk pada bulan ke-t ( juta m3/bulan )



RLt



= release waduk pada bulan ke-t (juta m3/bulan).



St



= tampungan waduk pada akhir bulan ke-t ( juta m3/bulan )



St-1



= tampuran waduk awal bulan ke-t ( juta m3/bulan )



Dt



= demand pada waktu ke-t



Et



= Evaporasi pada waktu ke-t ( juta m3/bulan )



Smaks = tampungan waduk maksimum ( juta m3/bulan ) t



= bulan (1,2,3,.......,12 )



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 17



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



8. Luas genangan dan elevasi waduk dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan lengkung teoritas waduk. 9.



Volume tampungan awal sama dengan volume tampungan akhir waduk bulan sebelumnya.



10.



Unjuk



kerja



yang



dihitung



adalah



andalan,



kelentingan



dan



kerawanan. 11.



Pada perhitungan unjuk kerja digunakan asumsi bahwa waduk dianggap gagal apabila tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan.



5.8. Evaluasi Unjuk Kerja Pengoperasian Waduk Analisis parameter unjuk kerja (performance) pengoperasian waduk biasanya dievaluasi berdasarkan nilai rerata (mean) dan variasi (variance) dariparameter unjuk kerjanya. Suatu misal, waduk sering dikatakan mempunyai keandalan (raliability) untuk memenuhi suatu kebutuhan sebesar 95,0%. Pernyataan diatas lebih ditekankan pada persentasi ratarata (jangka panjang) kemampuan waduk dalam memenuhi kebutuhan. Dalam kenyataannya, variasi debit, perubahan konfigurasi jaringan, dan kebijakan pengoperasian jaringan akan



menyebabkan variasi pada



parameter unjuk kerja pengoperasian. Parameter unjuk kerja pada dua sistem waduk, misalnya, dapat mempunyai nilai rerata dan variasi yang sama tapi menunjukkan perilaku yang berlainan.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 18



PNK



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Tingkat Unjuk Kerja



Indikator unjuk kerja



Tingkat unjuk kerja rerata Batas kegagalan



Waktu



(a)



Tingkat Unjuk Kerja



Indikator Unjuk Kerja



Tingkat unjuk kerja Batas kegagalan Waktu



(b) Gambar 5.1 Indikator Unjuk kerja yang Mempunyai Nilai Rerata dan Variasi Sama, Tapi Menunjukkan Perilaku yang Berlainan



Sebagai ilustrasi diambilkan contoh seperti yang disajikan pada Gambar 5.1. Kedua gambar diatas menunjukkan perilaku salah satu indikator unjuk kerja (waduk) yang mempunyai rerata dan variasi yang YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 19



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



sama (kedua gambar tersebut masing-masing merupakan putaran 180o). Gambar 5.1 menunjukkan bahwa waduk pernah mengalami kegagalan dua kali yang mempunya intensitas dan konsekuensi yang berlainan. Kegagalan yang pertama merupakan kegagalan yang tidak serius, sedang kegagalan kedua berlangsung lebih lama dan intensitas/kerawanannya lebih serius. Akan tetapi, Gambar 5.1 menunjukkan bahwa waduk tidak pernah mengalami kegagalan. Jika ada batas atas pada indikatior kerja ini (misal tekanan yang terjadi pada waduk, sehingga ada batas bawah dan batas atas nilai tekanan), maka perilaku pada Gambar 5.1 menunjukkan bahwa waduk pernah mengalami tekanan yang melebihi tekanan maksimum yang diijinkan. Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi unjuk kerja waduk yang berdasarkan pada nilai rerata dan variasinya kurang memberikan gambaran yang sebenarnya pada perilaku waduk tersebut Selain itu, konsekuensi yang terjadi pada saat-saat waduk tidak mampu memenuhi kebutuhannya yaitu pada saat-saat terjadi ”kegagalan” tidak begitu diperhatikan, padahal konsekuensi terjadinya ”kegagalan” dapat berdampak luas, berlangsung cukup lama, atau dapat pula menyebabkan beban psikologis yang berkepanjangan. Penggunaan unjuk kerja keandalan waduk saja tidak selalu dapat menggambarkan perilaku keadaan waduk yang sesungguhnya Unjuk kerja yang disajikan pada evaluasi ini adalah beberapa indicator unjuk kerja yang mampu memberikan indikasi seberapa jauh intensitas kegagalan dan berapa lama suatu kegagalan itu terjadi. Unjuk kerja-unjuk kerja tersebut adalah YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 20



Keandalan



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



(reliability),



Kelentingan



(resiliency),



serta



Kerawanan



(vulnerability 5.9. Keandalan (Reliability) Keandalan merupakan indikator seberapa sering waduk untuk memenuhi kebutuhan yang ditargetkan selama masa pengoperasiannya. Untuk



pengoperasiannya waduk paling tidak ada dua macam definisi



keandalan yaitu : (Mc Mahon and Russel, 1978 dalam Suharyanto,1997). a). Presentase keadaan dimana waduk mampu memenuhi kebutuhannya. Seringkali pada definisi keandalan ini dapat dikaitkan dengan kegagalan Dalam hal ini, waduk dianggap gagal apabila tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara total. b). Rerata persentase waduk dibanding dengan kebutuhannya, dalam definisi



ini,



meskipun



suplai



waduk



tidak



dapat



memenuhi



kebutuhannya, waduk keseluruhannya, tidak dianggap gagal total. Tetapi



dianggap



waduk



hanya



mensuplai



sebagian



dari



kebutuhannya. Pada kondisi seperti misalnya pada waduk yang digunakan sebagai sarana



pembangkitan



listrik



dimana



ada



batas



minimum



debit



pembangkitan listrik, maka definisi Gambar 3.2 (a) akan lebih sesuai. Hal ini dapat diterangkan bahwa jika waduk hanya mampu melepaskan debit yang lebih kecil dari pada batas debit pembangkitan listrik minimum, maka untuk tidak mengakibatkan kerusakan pada turbin diputuskan untuk sama sekali tidak membangkitkan listrik. Secara sistematis, definisi diatas dapat dituliskan dengan variabel YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 21



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



”Zt” yang nilainya ditentukan sesuai dengan dua definisi diatas dan disajikan dalam persamaan berikut : Z 1t = 1 untuk Rt≥ Dt, 0 untuk Rt≤ Dt Z t2 = 1 untuk Rt≥ Dt, Rt/Dt untuk Rt≤ Dt Dalam jangka panjang, nilai kelandaian sistem untuk definisi keandalan yang pertama dapat ditulis sebagai berikut : 5.10. Bangunan Utama Bangunan utama adalah semua bangunan yang direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa menanggulangi kadar sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan mengatur air yang masuk. Untuk keperluan jaringan irigasi yang mengalirkan air dari sumber ke petak sawah dibutuhkan bangunan utama. Di Indonesia enem jenis bangunan utama yang sudah dibangun atau sering dibangun yakni : 5.10.1. Bendung Tetap. Merupakan suatu bangunanair yang dibangun melintang dengan sungai dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan terujanan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam energi. Ada dua (2) jenis tipe bendung tetap apabila dilihat dari bentuk struktur ambang pelimpahnya yakni : -



Ambang tetap yang lurus dari tepi ke tepi kanan sungai artinya as YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 22



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



ambang tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi sungai. -



Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gergaji. Tipe ini diperlukan apabila panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk sungai dengan lebar yang kecil



tetapi debitnya cukup besar. Dengan



menggunakan ambang jenis ini akan didapat panjang ambang yang lebih besar. Unruk mererapkan ambang jenis ini ada beberapa syarat yang harus diperhaitkan antara lain debitnya harus relative stabil, tidak membawa material terapung berupa batang-batang pohon, serta efektifitas panjang bending



gergaji terbatas pada kedalaman air



pelimpasan tertentu. 5.10.2.



Bendung Gerak Vertikal.



Merupakan suatu bangunan yang terdiri dari tubuh bending dengan ambang tetap yang rendah



dilengkapi dengan pintu-pintu yang dapat



digerakkan secara vertical maupun radial. Tipe bendung ini mempunyai fungsi ganda yakni mengatur tinggi muka air di hulu bending kaitannya dengan muka air banjir, dan meninggikan muka air sungai, kaitannya dengan penyediaan air untuk berbagai keperluan. Operasional di lapngan dilakukan dengan membuka pintu seluruhnya pada saat banjir besar, serta membuka pintu sebagian pada saat keadaan air normal untuk kepentingan penyadapan air. Tipe bending gerak ini hanya dibedakan dari bentuk pintu-pintunya antara lain : -



Pintu geser atau sorong banyak digunakan untuk lebar dan tinggi bukaan yang kecil dan sedang> Diupayakan pintu tidak terlalu berat YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 23



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



karena akan memerlukan peralatan angkat yang lebih besar dan mahal. Sebaliknya pintu cukup ringan tetapi memiliki kekakuan yang tinggi yang tinggi sehingga apabila diangkat tidak mudah bergetar karena gaya dinamis aliran air. -



Pintu radial memilki daun pintu berbentuk busur dengan lengan pointu yang sendinya tertanam pada tembok sayap atau pilar. Konstruksi seperti ini dimaksudkan agar daun pintu lebih ringan untuk diangkat dengan menggunakan kabel atau rantai.



5.10.3. Bendung Karet ( Bendung Gerak Horizontal ) -



Pada bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu :



-



Tubuh bending yang terbuat dari karet dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet, serta dilengkapi dengan satu ruang control untuk mengontrol mengambangkan dan mengemp[iskan tabung karet.



-



Bendung jenis ini berfungsi untuk meninggikan muka air dengan cara mengembungkan tubuh bending dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskannya. Tubuh bending yang terbuat dari tabung karet diisi dengan udara atau air dari pompa udara atau air yang dilengkapi dengan instrument pengontrol udara atau air ( manometer).



5.10.4. Bendung Saringan Bawah. Bendung ini berupa



bending pelimpah yang dilengkapi dengan



saluran penangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat saringan dengan membuat bak penampung air berupa saluran penangkap melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 24



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



jaringan irigasi. Operaionalnya di lapangan dilakukan dengan cara memebiarkan sedimen dan batuan meloncat melewati bending, sedang air diharapkan masuk ke saluran penangkap.Sedimen yang tinggi diendapkan pada saluran penangkap pasir yang secara periodic dibilas masuk sungai kembali. 5.10.5. Pengambilan Bebas. Pengambilan air untuk irigasi langsung dilakukan dari sungai dengan meletakkan bangunan pengambilan yang tepat di tepi sungai yaitu pada tikungan luar dan tebing sungai yang kuat. Bangungn pengambilan ini dilengkapi dengan pintu, ambang rendah dan saringan yang pada saat banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak meluap ke saluran induk. Kemampuan menyadap air sangat dipenagaruhi oleh elevasi muka air di sungai yang selalu bervariasi tergantung debit pengaliran sungai tersebut. Pengambilan bebas biasanyadigunakan untuk deaerah irigasi dengan luasan sekitar 150 Ha dan masih pada tingkatirigasi semi teknis atau irigasi sederhana. 5.10.6. Pompa Ada



beberapa



jenis pompa



bila



ditinjau



dari



sisi



tenaga



penggeraknya antara alain : -



Pompa air yang digerakkan oleh tenaga manusia ( Pompa Tangan )



-



Pompa air dengan penggerak tenaga air ( air terjun dan aliran air).



-



Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak.



-



Pompa air dengan penggerak tenaga listrik. Pompa digunakan bila bengunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat memcahkan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 25



PNK



permasalahn



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



pengambilan



air



dengan



gravitasi



Kurikulum 2010



atau



kalau



pengambilan air relative sedikit dibandingkan lebar sungai. Dengan instalasi pompa pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Namun dalam operasionalnya memerlukan biaya operasi dan pemeliharaannya cukup mahal terutama dengan makin mahalnya bahan bakar dan tenaga listrik.



Referensi Operasi dan Konservasi Waduk Mrica (PB. Soedirman) Banjarnegara, 2010



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



V - 26



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB



VI



OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 1



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



BAB. VII OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI A. PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Materi ini membahas tentang pengertian Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi.



Sesudah jaringan irigasi selesai dibangun, maka



kemudian dilanjutkan dengan pengelolaan jaringan irigasi, yang terdiri dari operasi,



pemeliharaan



dan



rehabilitasi.



Pesatnya



perkembangan



penduduk dan industri terutama di jawa, menyebabkan keseimbangan antara penyediaan dan pemanfaatan air menjadi terganggu. Disatu pihak ketersediaan air dari sumbernya mengalami penurunan sebagai akibat dari perubahan/terganggunya catchment area dan di lain pihak kebutuhan akan air semakin meningkat dengan penggunanaan yang beraneka ragam ( pertanian, industri, perumahan, penggelontoran kota dan sebagainya). Meningkatnya erosi tanah sehingga kandungan lumpur dalam air sungai yang meningkat yang mengakibatkan pendangkalan baik di jaringan



irigasi maupun di sungai itu sendiri semakin cepat pula. Hal



tersebut berpengaruh pada fungsi pelayanan dan jaringan irigasi yang telah dibangun. Peningkatan usaha-usaha intensifikasi pertanian dan disertifikasi tanaman yang akhir-akhir ini digalakkan, memerlukan pula dukungan penyediaan air secara tepat baik dalam segi waktu, ruang, jumlah maupun mutunya. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas, diperlukan usaha-usaha yang berupa operasi dan pemeliharaan, sehingga YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 2



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



jaringan irigasi yang telah dibangun dapat berfungsi dan memberika palayanan sebagaimana mestinya, untuk jangka waktu yang telah direncanakan.



Manfaat Mata Kuliah 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pentingnya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sesuai PP No. 20 Tahun 2006 2. Mahasiswa mampu menganalisis kebutuhan air untuk pengoperasian dan pemeliharaan jaringan irigasi



Tujuan Intruksional Umum Mahasiswa akan dapat menjelaskan tentang kegiatan operasi, kegiatan pemeliharaan yang kaitannya pemeliharaan dengan rehabilitasi jaringan irigasi



B. PENYAJIAN MATERI 6.1.



Pengertian Operasi Jaringan Irigasi Dalam arti yang sempit, operasi jaringan irigasi adalah pengaturan



pintu-pintu pada bangunan air (bendung, bangunan bagi dan lain-lain) untuk menyadap air dari sumber air, mengalirkannya ke dalam jaringan irigasi, memasukkan air kepetak-petak sawah, serta membuang kelebihan air ke saluran pembuang. Dalam arti yang luas, operasi adalah usahausaha untuk memanfaatkan prasarna irigasi( jaringan irigasi) secara optimal. Menurut PP Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dalam pasal 1, Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air pada jaringan irigasi YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 3



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangannya termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusuun rencana tata tanam, mnyusun system golongan, menyusun



rencana



pembagian



air,



kalibrasi,



pengumpulan



data,



monitoring dan evaluasi. Kegiatan operasi meliputi : -



Pengumpulan data



-



Penyediaan air irigasi



-



Penyusunan Rencana Tata tanam



-



Sistem golongan



-



Rencana pembagian air



-



Pemberian air irigasi



-



Melaksanakan tata tanam dan pembagian air.



-



Membuka dan menutup pintu



-



Kalibrasi



-



Monitoring dan evaluasi Kegiatan operasi berkaitan dengan pembagian air irigasi, agar



pembagian dapat adil dan merata maka kegiatan operasi pada jaringan utama ( main system ) sampai dengan kegiatan pada pintu tersier harus dilaksanakan oleh aparat/petugas Dinas PU Pengairan ( swakelola). 6.2



Pemeliharaan Jaringan Irigasi Menurut PP Nomor 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1,



pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu berfungsi dengan baik guna mempertahankan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 4



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



kelestariannya. Jaringan irigasi dapat cepat rusak karena adanya hujan, dan seterusnya. Jaringan irigasi dapat cepat rusak karena adanya hujan/air,



sngatan



sinar



dan



panas



matahari



secara



langsung,



hewan/manusia, tanaman liar, atau karena rancangan dan konstruksi fasilitas dan jaringan yang kurang baik, sehingga : a) Sinar matahari yang panas akan mengakibatkan keretakan yang memudahkan badan saluran terkikiks. b) Hujan lebat akan akan menekan dan mnerpa badan bangunan sehingga mudah tergerus atau tererosi. c) Air yang mengalir deras melebihi kecepatan rencana, akan mengikis badan saluran sehingga proses penggerusan dan erosi akan terjadi sangat mudah. d) Keberadaan hewan yang dilepas secara liar disekitar bangunan dan fasilitas irigasi



akan dapat merusak fasilitas tersebut apabila tidak



dtiangani secara baik. e) Bagian



dan tanaman liar ( daun, batang, akar) akan menganggu



kelancaran pengaliran air. f) Ukuran, letak, spesifikasi, dan kualitas bangunan yang tidak tepat akan berpengaruh negative terhadap pemeliharaan jaringan dan g) Sementara itu, perbuatan manusia yang seringkali kurang sadar dan kurang



memahami



pentingnya



upaya



pembagian



air,



dengan



sendirinya akan banyak berpengaruh terhadap tidak efektifnya fungsi jaringan irigasi. Kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi meliputi : YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 5



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



a) Pengamanan / pencegahan. b) Pemeliharaan rutin c) Perbaikan darurat. 6.3. Organisasi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Sesuai UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yakni petani melalui Himpunan Petanai Pemakai Air (HIPPA) atau Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air (GHIPPA) sebagai pemanfaat air irigasi diikutsertakan dalam pengelolaan irigasi di jaringan primer dan sekunder sesuai hakekat pembangunan, dari, oleh dan untuk measyarakat. Untuk mewujudkan pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif peningkatan peran serta petani (HIPPA/GHIPPA ) di setiap kegiatan operasi jaringan irigasi, melalui metode PPKP menjadi sangat penting. Dengan kondisi petani (HIPPA/GHIPPA ) saat ini, dimana keterlibatannya dituntut untuk lebih berperan aktif, maka Balai dan bersama Dinas Pengairan diharuskan untuk memberikan pembinaan dan motivasi dalam rangka pelaksanaan O&P Jaringan Irigasi secara partisipatif. 6.3.1. Rencana Operasi Bersama HIPPA/GHIPPA Langkah yang perlu dilakukan dalam penyusunan rencana Operasi Jaringan Irigasi adalah sebagai berikut : 



Menyusun usulan tanaman dan kebutuhan airnya.







Menyusun kebutuhan air irigasi dan non irigasi.







Mengevaluasi ketersediaan air ( debit andalan)







Menyusun Rencana Tata Tanam Global.







Menyusun Rencana Tata Tanam Detail.







Menyusun Rencana Penyediaan Air ( tahunan )







Menyusuun Rencana Pembagian dan Pemberian Air.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 6



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



6.3.2. Kebutuhan Air Daerah Irigasi Kebutuhan air irigasi merupakan air yang dibutuhkan melalui jaringan tersier, jaringan sekunder atau jaringan primer. Berdasarkan pelaksanaan operasi yang telah dilakukan, kebutuhan air irigasi ini dapat dipisahkan



menjadi



dua



metode



dengan



masing–masing



metode



ditunjukkan oleh parameter – parameter sebagai berikut : 6.3.2.1. Metode LPR – FPR Metode LPR-FPR



dipergunakan jika debit air yang tersedia



berlebihan dan sebagai upaya penghematan air. Metode ini berdasarkan pemberian air disusun berdasarkan luas dan jenis tanaman yang ada. Faktor dalam perhitungan LPR-FPR adalah sebagai berikut : a) Faktor Polowijo Relatif ( FPR) Dalam menghitung kebutuhan air pada saluran Sekunder B, pada Daerah Irigasi Molek, berdasarkan evaluasi selama 5 Tahun terakhir dan hasil perhitungan kebutuhan air oleh konsultan, angka FPR yang dapat digunakan : FPR MH



:



0,30 liter/detik/Ha



FPR MK I



:



0,35 liter/detik/Ha



FPR MK II



:



0,40 liter/detik/Ha



b) Koefisien Tanaman Palawija Relatif. Koefisien



tanaman



polowijo



relative



adalah



perbandingan



kebutuhan air untuk tanam berdasakan kebutuhan air untuk Polowijo, dimana :  Untuk tanaman padi : o Pengolahan tanah



: 6



o Persemaian



: 20



o Pertumbuhan



: 4



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 7



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



 Untuk tanaman Tebu muda/bibit : 1,5  Untuk tanaman Tebu tua



: -



 Untuk tanaman Polowijo



: 1



 Untuk tanaman Jeruk



: 1,5



c) Luas Polowijo Relatif ( LPR) Luas Polowijo Relatif adalah luas tanaman dikalikan koefisien tanaman polowijo relative, sehingga luas tersebut merupakan luas tanaman yang disetarakan terhadap luas polowijo. LPR = ( Luas Tanaman) x ( Koefisien Tanaman Polowijo Relatif) Contoh : Luas tanam padi 10 Ha setara dengan  10 x 4 = 40 Ha polowijo. Luas tanam tebu muda 10 Ha setara dengan  10 x 1,5 = 15 Ha polowijo d) Kebutuhan Air di Pintu Tersier (Qt) Debit yang dibutuhkan pada pintu tersier adalah LPR pada petak tersier tersebut dikalikan dengan factor polowijo relative (lt/dt/ha). Qt = LPRtx FPR Dimana : Qt



= Debit Rencana (lt/dt)



LPRt = Luas Polowijo Relatif Rencana (ha) FPR = Faktor Polowijo Relatif Rencana (lt/dt/ha) 6.3.2.2. Kehilangan Air Irigasi Kehilangan air irigasi merupakan perbandingan kehilangan air dengan debit yang diairi dari bangunan bagi atau bangunan bagi sadap. Nilai kehilangan air dihitung setiap 10 hari. Juru Pengairan membuat catatan tersendiri dan menghitung rata-rata setiap tahun dan mencatat YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 8



BAHAN AJAR



PNK



kehilangan air dari



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



perencanaan awal atau Dinas Pengairan (data ini



diperlukan untuk pelaksanaan rehabilitasi). Besarnya kehilangan air ditentukan berdasarkan evaluasi tahuntahun sebelumnya dengan mempertimbangkan masing–masing kondisi jaringan dan berdasarkan hasil evaluasi terbaru setelah dilaksanakan rehabilitasi DI. Molek diperkirakan seperti berikut :  Jaringan Tersier



: 10 %



 Jaringan Sekunder B



: 14 % s/d 16 %



 Jaringan Induk Molek



: 35 % s/d 39 %



o



Dengan Demikian



 Efisiensi Jaringan Utama : 0,54  Efisiensi Total



: 0,48



Angka – angka di atas akan selalu berubah sesuai kondisi iklim dan jaringan, sehingga perlu dicatat setiap tahunnya. 6.3.3. Kebutuhan Air Non Irigasi Kebutuhan air non irigasi yang diperlukan di Daerah Irigasi adalah ijin pemakaian air untuk usaha cuci mobil. 6.4. Rencana Penyediaan Air Irigasi Rencana Penyediaan Air Irigasi Tahunan dibuat oleh Balai berdasarkan ketersediaan air (debit andalan)



dan mempertimbangkan



Rencana Tata Tanam Global (RTTG) dan rencana kebutuhan air lainnya (industri) serta kondisi Hidroklimatologi (tahun basah, tahun normal dan tahun kering). Penjelasan dan tata cara dapat diikuti sebagai berikut : 6.4.1. Debit Andalan Sungai Setiap bulan, UPTD melaksanakan rekapitulasi debit sungai bulanan dari pengamatan debit harian oleh Juru Pengairan. Dinas YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 9



BAHAN AJAR



PNK



Pengairan



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



menyusun pengamatan rekapitulasi debit sungai bulanan



selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan debit di sungai dan alokasi air yang disarankan dapat dilakukan ploting pada grafik debit andalan di sungai oleh Balai sehingga dapat disusun perkiranaan debit pada tahun berjalan. 6.4.2. Neraca Air Neraca air merupakan perhitungan debit antara kebutuhan air untuk tanaman dan kebutuhan lain-lain dibandingkan dengan debit andalan yang tersedia. Guna mengetahui kecukupan antara kebutuhan air untuk tanaman dan kebutuhan lain-lain dengan debit andalan yang tersedia di sungai (intake), maka dibuat neraca air untuk satu daerah irigasi. Sehingga kekurangan dan kelebihan air dapat diketahui. Atas dasar neraca air tersebut Balai menetapkan rencana penyediaan air. 6.4.3. Rencana Penyediaan Air Irigasi / Debit Andalan Irigasi Debit andalan irigasi adalah debit yang dapat disediakan sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan dan digunakan sebagai dasar perhitungan membuat rencana tata tanam tahunan. Berdasarkan debit penyediaan air tersebut dan sesudah dikurangi kehilangan air di tingkat jaringan utama, maka alokasi untuk masingmasing saluran sekunder adalah :



 ASII  QS II   x (EIxQ AI ) x (K HS )  A Total  Dimana : QSII



= Debit pada saluran sekunder ( liter/detik)



ASII



= Luas areal yang dilayani saluran sekunder ( Ha) YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 10



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



ATotal



= Luas total daerah irigasi ( Ha)



EI



= Efisiensi jaringan utama.



KHS



= Koefisien kehilangan air di saluran sekunder



QAI



= Debit andalan irigasi



6.5. Rencana Tata Tanam 6.5.1. Rencana Tata Tanam Global (RTTG) Daerah Irigasi Rencana tata tanam adalah rencana dan jadwal tanam untuk berbagai jenis tanaman selama 1 tahun. Setiap tahun petani melalui HIPPA/GHIPPA mengusulkan jenis tanaman yang direncanakan kepada petugas Pengairan. Perencanaan dan persiapan tata tanam secara terpadu disiapkan oleh petugas Pengairan dan Instasni terkait (Panitia Irigasi/POKJA) sebelum masa tanam dimulai. Dalam penyusunan Rencana Tata Tanam pada Daerah Irigasi perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut : 



Keinginan dan kebiasaan petani.







Kebijaksanaan Pemerintah.







Kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman.







Ketersediaan air.







Iklim dan hama







Ketersediaan tenaga kerja







Hasil dan biaya usaha tani. Dibawah ini mengambil contoh seperti Daerah Irigasi Molek seluas



= 3.997 Ha, ditanami setiap musim yaitu :  Musim Hujan



: Padi – Polowijo – Tebu



 Musim Kemarau I



: Padi – Palawija – Tebu.



 Musim Kemarau II



: Palawija – Tebu



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 11



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Intensitas tanam rencana dalam satu tahun adalah 300 %, tetapi pelaksanaannya tidak dapat tercapai karena disebabkan adanya tanaman tebu yang panennya hanya 1 (satu) tahun sekali setiap tahunnya. Berdasarkan evaluasi dari tahun ke tahun sebelumnya rencana luas tata tanam global untuk UPTD Kepanjen sebagai berikut :



a). POLA BASAH Jenis Tanaman



Padi Palawija Tebu Lain – lain Total



Musim Hujan ( MH) ( Ha) 3.055 594 297 51 3.997



Musim Kemarau I ( MK I) (Ha) 840 2.818 297 42 3.997



Musim Kemarau II ( MK II) (Ha) 3.663 297 37 3.997



Musim Kemarau I ( MK I) (Ha) 8.950 4.623 3.503 35 3.997



Musim Kemarau II ( MK II) (Ha) 3.668 297 32 3.997



Musim Kemarau I ( MK I) (Ha) 8.950 4.623 3.503 35 3.997



Musim Kemarau II ( MK II) (Ha) 3.668 297 32 3.997



Jumlah ( Ha )



Intensitas Tanam ( IT ) (%)



3.895 7.075 297 130 11.397



285



Jumlah ( Ha )



Intensitas Tanam ( IT ) (%)



3.366 7.543 297 191 11.397



285



Jumlah ( Ha )



Intensitas Tanam ( IT ) (%)



3.366 7.543 297 191 11.397



285



285



b). POLA NORMAL Jenis Tanaman



Padi Palawija Tebu Lain – lain Total



Musim Hujan ( MH) ( Ha) 3.033 543 297 124 3.997



285



c). POLA KERING Jenis Tanaman



Padi Palawija Tebu Lain – lain Total



Musim Hujan ( MH) ( Ha) 3.033 543 297 124 3.997



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



285



VI - 12



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



6.5.2. Rencana Tata Tanam Detail ( RTTD) Setelah RTTG disetujui oleh Panitia Irigasi, UPTD Pengairan Kepanjen bersama HIPPA menyusun RTTD per petak tersier dalam satu Daerah Irigasi sebagai penjabaran dari RTTD per petak tersier dalam satu Daerah Irigasi sebagai penjabaran dan RTTG yang mencantumkan luas dan jenis tanaman serta tanggal mulai tanam, keperluan tanam lain – lain untuk setiap golongan tanaman, sehingga diketahui jumlah areal tanam keseluruhan dan tanggal awal pengolahan tanah untuk Musim Hujan ( MH) dan Musim Kemarau ( MK ). 6.6. . Rencana Pembagian Air ( RPA) Rencana



pembagian air disusun



untuk dijadikan pedoman



pelaksanaan operasi jaringan irigasi. Tata cara pembuatan Rencana Pembagian Air adalah sebagai berikut :  Menghitung potensial air (debit air) yang tersedia.  Memperhatikan Rencana Tata Tanam Global (RTTG) tahunan.  Mengevaluasi Alokasi Air yang ditetapkan  Menetapkan perkiraaan kehilangan air.  Menetapkan pembagian air dengan system : o Pemberian air menerus o Pemberian air giliran  Menetapkan system giliran. Tata cara Rencana Pembagian Air ( RPA ) adalah sebagai berikut : 6.6.1. Evaluasi Alokasi Air. Sesuai debit andalan sungai, RTT Global dan Neraca air alokasi air dirinci untuk masing – masing Saluran Sekunder dan petak–petak yang mengambil air dari Saluran Induk. Atas dasar alokasi untuk masing– masing saluran sekunder tersebut, dikaji apakah dapat memenuhi kebutuhan air berdasarkan RTTG dan RTTD yang telah ditetapkan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 13



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



dengan menyusun neraca air untuk masing–masing sekunder untuk mengetahui waktu dan jumlah kekurangan air. 6.6.2. Rencana Pembagian Air Irigasi Dari RTTG dan kebutuhan air untu Neraca Air dapat disusun masing – masing rencana pembagian air sebagai berikut : 1) Pembagian Air Berdasarkan Luas dan Jenis Tanam yang ada. Apabila debit air yang tersedia berlebihan dan sebagai upaya penghematan air, maka pemberian air disusun berdasarkan luas dan jenis tanaman yang ada, dengan memakai rumus :



FPRRenc 



Dimana :



Q  LPR



t t



∑Qt = Qr x EI



Qr



=



Debit Rencana pada Intake ( liter/detik)



Qt



=



Debit encana pada Tersier ( liter/detik)



EI



=



Efisiensi Irigasi di tingkat jaringan utama



LPRt =



Luas Polowijo Relatif di tingkat Tersier



FPRRenc= Faktor Polowijo Relatif Rencana ( liter/detik/Ha) Besarnya FPR untuk masing–masing saluran diinformasikan ke para Juru/Mantri Pengairan yang selanjutnya Juru Pengairan akan mengatur pembagian air untuk masing–masing petak tersier sesuai dengan luas tanaman yang ada dan FPR yang telah ditetapkan. Qt =



FPR Renc x LPRt



2) Pembagian Air Berdasarkan Proporsional Luas Areal Pembagian air ini dilakukan apabila air yang tersedia sangat terbatas dan untuk keadilan dilakukan pembagian air di tingkat sekunder. YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 14



BAHAN AJAR



PNK



Q Sek 



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Luas areal Sekunder x (EIxQ AI ) x (K HS ) Luas areal DI



3) Pemberian Air  Pemberian air berdasarkan luas tanaman dan jenis tanaman juga Faktor Polowijo Relatif, dan memperhatikan batas maksimum pembagian air pada saluran sekunder, sehingga tidak terjadi pemberian air yang berlebihan dalam petak tersier.  Mulai Musim Kemarau I s/d Musim Kemarau II ada giliran air antar tersier di wilayah Juru Pengairan masing–masing. Pembagian air untuk masing–masing saluran sekunder proporsional terhadap baku sawah 6.7.



(tidak perlu luas tanaman, LPR dan FPR)



Sistem Giliran Dari evaluasi Neraca Air dapat disusun jadwal giliran sesuai



dengan kebiasaan petani yang telah disepakati sebagai berikut :  Apabila Q Intake > 60 % Q rencana pembagian antara Sekunder dilakukan secara proporsional Ha/area dan pembagian antar petak tersier diatur secara giliran.  Apabila Q Intake < 60 % Q rencana pembagian diatur giliran antar jaringan Sekunder dan tersier. 6.7.1. Pelaksanaan Operasi Jringan Irigasi Pelaksanaan operasi jaringan irigasi merupakan pelaksanaan operasi jaringan yang dilaksanakan berdasarkan rencana operasi yaitu : 1) Rencana Penyediaan Air Tahunan. 2) Rencana Tata Tanam 3) Rencana Pembagian dan Pemberian Air Irigasi. Untuk mendukung pelaksanaan rencana operasi jaringan irigasi perlu dilakukan pengamatan parameter operasi meliputi :



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 15



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



a. Pengamatan debit setiap bangunan ukur - bangunan bagi/bangunan bagi-sadap/bangunan sadap dan pompa. 



Data pengukuran debit dan kadar sedimen







Data ketersediaan debit irigasi pompa



b. Pengamatan Data Tanaman 



Data realisasi tanaman per petak.







Data kerusakan tanaman.



c. Pengamatan Data Hujan Pengamatan data hujan tersebut dilakukan Juru Pengairan bersama HIPPA / GHIPPA, setelah dilaksanakan pengamatan dilakukan proses tindak lanjut berupa : - Analisis/evaluasi pembagian air oleh UPTD Pengairan Kepanjen, atau - Tindakan operasi bangunan oleh Juru Pengairan. Ketersediaan air irigasi saat musim hujan dengan musim kemarau berbeda, sehingga prioritas tindak lanjutpun berbeda. 6.7.2. Operasi Musim Hujan Musim hujan pada umumnya pada bulan Oktober s/d Maret. Selama musim hujan kebutuhan air untuk tanaman dapat dicukupi dari air yang tersedia di sungai dan curah hujan pada petak–petak sawah, dan pembagian air diberikan secara terus menerus “continues flow” dengan mengacu pada perencanaan pembagian air dan memperhatikan : a. Untuk menghindari luberen (meluap), maka muka air di hulu pada saluran Induk Molek yaitu bangunan sadap BIM 1 s/d BIM 22, hanya dibolehkan – 0,30 m dibawh tanggul terendah. Bila melampaui batas maksimum maka setiap pintu pengambilan masing-masing diturunkan sehingga debit yang masuk sesuai kebutuhan dan kapasitas saluran; untuk semua pintu pembilas dibuka sebagian dan disesuaikan dengan debit yang telah ditetapkan dilihat pada peilschal bangunan ukur. YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 16



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



b. Jika mula-mula dengan pentutupan saluran secara total harus dilakukan bukaan pintu setinggi 5 – 10 cm dari dasar saluran, kemudian beberapa menit kemudian dilakukan pengecekan tinggi muka air pada peilschal bangunan ukur guna memeriksa debit yang mengalir disesuaikan dengan jatah pemberian yang sudah ditentukan. c. Pengaturan pintu sadap (pemberian air ke petak tersier) agar memperhatikan tinggi tanggul saluran tersier dan genangan maksimum di sawah serta kemampuan saluran pembuang dalam mengalirkan kelebihan air. Tinggi genangan normal di lahan sawah adalah 100 mm (10 cm) dan maksimum 150 mm (15 cm). d. Jika debit terlalu besar, maka perlu pengurangan bukaan pintu terseier dan sebaiknya air tersebut diteruskan ke saluran bagian hilir. 6.7.3. Operasi Musim Kemarau Musim kemarau pada umumnya antara bulan Juni s/d September, debit yang tersedia tidak selalu mencukupi kebutuhan air dan apabila debit sungai (Qs) < debit kebutuhan Irigasi ( QI), maka untuk pemerataan dan penggunaan air Irgasi, pemberian air diatur secara giliran. 6.7.4. Operasi Bangunan Bagi dan Sadap. Untuk pengolahan air yang efektif, bangunan pengatur tingi air harus dioperasikan berdasarkan fungsi sebagai berikut : 



Pada bangunan bagi di Saluran Induk dilengkapi papan operasi. Papan ini diisi dengan angka–angka rencana debit, LPR dan FPR untuk tiap periode 10 hari yang akan dating baik untuk saluran induk, sekunder maupun saluran tersier yang mengambil dari saluran induk.







Apabila debit hanya mencapai sebagian kapasitas saluran pembawa, bangunan pengatur tinggi air harus dioperasikan dengan memperkecil bukaan pintu atau penambahan balok sekat untuk menjaga duga air dalam saluran agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh bangunan sadap hulu. YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 17



BAHAN AJAR



PNK







MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



Apabila debit yang mengalir dalam saluran berubah, maka penjaga pintu air harus memperhatikan penyetelan pintu/balok sekat pada bangunan pengatur tinggi air agar sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.







Apabila terjadi keruskan pada tanggul atau bangunan pelengkap, maka bangunan pengatur tinggi air dapat dipergunakan untuk membatasi debit yang mengalir diantara dua bangunan pengatur tinggi air serta mencegah agar tidak terjadi kekosongan pada saluran sekunder.







Jika pada saat pemberian air ada sebagian saluran yang harus diperbaiki atau diperiksa, maka bangunan pengatur tinggi air berfungsi menutup aliran air yang masuk ke dalam saluran, agar dapat dilakukan pemeriksaan dan perbaikan.







Bila kecepatan aliran yang ada akan diukur untuk keperluan menghitung kehilangan air di saluran pembawa, maka balok sekat harus diangkat untuk membebaskan kecepatan aliran dan pengaruh air balik. Pengukuran dilaksanakan dalam keadaan aliran air normal (tidak terlalu berubah).



6.8. Pemantauan dan Evaluasi Operasi Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi operasi, petugas pemantau harus menguasai data debit dan mengetahui jumlah dan keadaan bangunan di Jaringan Irigai . Dengan menguasai kondisi jaringan terutama pada bangunan –bangunan titik kontrol pemantauan pembagian air, maka pelaksanaan pemantauan dan evaluasi operasi dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk melaksanakan pemantauan ini petugas pengairan dapat di bantu HIPPA/GHIPPA, disamping itu ada lagi kegiatan pelaksanaan operasi yaitu pendataan melalui pengisian formulir–formulir operasi di tingkat Juru Pengairan serta melaporkan setiap 10 hari kejenjang yang lebih tinggi.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 18



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



6.8.1. Operasi Pintu Salah satu sistem pemantauan operasi pembagian air di jaringan irigasi adalah menggunakan pemantauan RPPA ( Rasio Pelaksanaan Pembagian Air).



Pada saat ini RPPA dihitung untuk mengetahui



ketetapan pemberian air sesuai dengan rencana. UPTD Pengairan dapat menghitung RPPA atas dasar : a. Melakukan inspeksi mendadak (sidak), catatan debit hasil sidak dicocokkan dengan RPA 10 harian. b. UPTD dapat membuat RPPA dengan mengevaluasi Pencatatan Debit saluran terhadap RPA 10 harian Suatu usulan pemantauan RPPA



harian diujicoba dan diamati



kegunaannya dalam memantau operasi sistem jaringan irigasi, untuk merealisasi hal ini diperlukan HT (Handy Talky). Dalam kolom “Keterangan” dicatat keadaan bocoran atau kerusakan pintu di lapangan dan atau tindakan yang perlu dikerjakan untuk memperbaiki kinerja pembagian air. Skema Pembagian Air tersebut dibuat dalam papan putih dan digunakan sebagai alat pemantauan kinerja pembagian air di Kantor UPTD Pengairan setempat, dan hasil pemantauan debit di bangunan kontrol penting tersebut dicatat pada formulir pencatatan. Adapun tujuan dari sistem pemantauan ini adalah untuk : 1. Mempermudah



dan



mempercepat



pemantauan



pemerataan



pembagian air. 2. Untuk efisiensi dan efektifitas kerja petugas lapangan dalam memonitor perubahan yang terjadi. RPPA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : RPPA = Qu/Qd Dimana : Qu



= Debit yang diukur pada waktu pengecekan YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 19



BAHAN AJAR



PNK



Qd



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



= Debit rencana



Untuk mengetahui akurasi hasil RPPA tersebut dapat diklarifikasikan sebagai berikut : RPPA antara 0,75 – 1,25







Baik



RPPA 0,40 – 0,75 atau 1,25 – 1,40







Sedang



RPPA < 0,40 atau > 1,40







Kurang



Dari hasil RPPA juga dapat diketahui hal-hal sebagai berikut : 1. Garis cenderung naik, berarti angka estimasi kehilangan air terlalu besar. 2. Garis lurus berarti angka estimasi kehilangan air cukup baik 3. Garis gelombang berarti ada kebocoran yang tidak terkontrol akibat kerusakan pintu air/bangunan ukur atau petugas lalai/tidak patuh. 4. Garis cenderung turun, berarti angka estimasi kehilangan air terlalu kecil. 6.8.2. Pengukuran Debit. Pengukuran debit pada pintu bangunan sadap dan bangunan bagi di Induk menggunakan alat ukur/Bangunan Ukur yang ada di saluran tersebut dengan membaca tinggi/duga air yang melimpah di atas ambang ukur. Untuk mengetahui besaran debit air yang mengalir dapat digunakan tabel. Dari hasil pemantauan dengan menggunakan RPPA, kurva hasil RPPA dapat memberikan gambaran apakah estimasi pemberian air sudah tepat atau ada kerusakan di saluran, bangunan atau pintu atau mungkin alat ukur debitnya yang tidak akurat. Bila hal tersebut yang terjadi maka dilakukan kalibrasi pada alat ukur debit. 6.9.



Partisipasi HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dalam Operasi Jaringan Irigasi Bentuk partisipasi HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dalam kegiatan operasi



jaringan irigasi meliputi kegiatan pada tahap pengumpulan data, YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 20



PNK



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



perencanaan, pelaksanaan operasi, monitoring dan evaluasi operasi dengan ketentuan : (1) Tahap kegiatan pengumpulan data, berpartisipasi dalam bentuk : a. Menginformasikan data luas tanam, dan luas panen; b. Menginformasikan kondisi kekurangan/kelebihan air setiap periode operasi (2) Tahap kegiatan perencanaan operasi, berpartisipasi dalam bentuk : a. Menyepakati



secara



tertulis



rencana



tahunan



operasi



dan



pemeliharaan jaringan irigasi; b. Menerima alokasi air irigasi, mengusulkan peninjauan kembali apabila alokasi air tidak sesuai dengan rencana penyediaan air irigasi yang telah disepakati; c. Menyampaikan usulan rencana tata tanam; d. Menyampaikan usulan rencana pembagian dan pemberian air irigasi; e. Menyepakati rencana pembagian dan pemberian air irigasi; f. Membantu melaksanakan pekerjaan operasi seperti membuka, menutup pintu, memberikan pelumasan pintu air; g. Menyampaikan usulan kebutuhan air irigasi berdasarkan luas dan jenis tanaman setiap periode operasi. (3) Tahap kegiatan perencanaan operasi, berpartisipasi dalam bentuk : a. Melaporkan adanya pengambilan air irigasi secara tidak resmi; b. Melaporkan kejadian pengrusakan bangunan, saluran, pintu air; c. Melaporkan konflik air dan mengupayakan penyelesaiannya. Kegiatan ini dilaksanakan apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran sebagaimana tersebut di atas.



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 21



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Dam Blobo salah satu dam untuk mengairi Daerah Irigasi Molek



Pintu Air Dam Blobo untuk mengairi Daerah Irigasi Molek



C. PENUTUP 1.



Rangkuman Materi



Operasi



mahasiswa



dan



dalam



Pemeliharaan



memahami



jaringan



hal-hal



yang



irigasi



membantu



berkaitan



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



dengan VI - 22



PNK



Kurikulum 2010



BAHAN AJAR MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



pengelolaan pengelolaan jaringan irigasi, yang terdiri dari operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pesatnya perkembangan penduduk dan industri



menyebabkan



keseimbangan



antara



penyediaan



dan



pemanfaatan air menjadi terganggu. Disatu pihak ketersediaan air dari sumbernya



mengalami



penurunan



sebagai



akibat



dari



perubahan/terganggunya catchment area dan di lain pihak kebutuhan akan air semakin meningkat dengan penggunanaan yang beraneka ragam ( pertanian, industri, perumahan, penggelontoran kota dan sebagainya). Meningkatnya erosi tanah sehingga kandungan lumpur dalam air sungai yang meningkat yang mengakibatkan pendangkalan baik di jaringan irigasi maupun di sungai itu sendiri semakin cepat pula. Hal tersebut berpengaruh pada fungsi pelayanan dan jaringan irigasi yang telah dibangun. Peningkatan usaha-usaha intensifikasi pertanian dan disertifikasi tanaman yang akhir-akhir ini digalakkan, memerlukan pula dukungan penyediaan air secara tepat baik dalam segi waktu, ruang, jumlah maupun mutunya. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas, diperlukan usaha-usaha yang berupa operasi dan pemeliharaan, sehingga jaringan irigasi yang telah dibangun dapat berfungsi dan memberikan palayanan sebagaimana mestinya, untuk jangka waktu yang telah direncanakan. Disamping itu mahasiswa mengetahui bentuk partisipasi masyarakat berupa perkumpulan Himpunan Petani Pemakai Air ( HIPPA) , Gabungan Himpunan Petani Petani Pemakai Air ( GHIPPA), Ikatan Himpunan Petani Pemakai Air (IHIPPA) dalam kegiatan operasi YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 23



BAHAN AJAR



PNK



MANAJEMEN PRASARANA SUMBER DAYA AIR



Kurikulum 2010



jaringan irigasi meliputi kegiatan pada tahap pengumpulan data, perencanaan, pelaksanaan operasi, monitoring dan evaluasi operasi 2. Praktek dan Tugas a. Tinjauan Lapangan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi di Daerah Irigasi Manikin Kabupaten Kupang. b. Mengkaji pengoperasian pembagian air sesuai yang diterapkan di lapangan pada Daerah Irigasi Manikin Kabupaten Kupang. c. Hasil laporan tersebut dipresentasikan di depan kelas 3. Indikator Pencapaian a). Mahasiswa



dapat



menjelaskan



pengelolaan



opersi



dan



pemeliharaan pada jaringan irigasi, yang terdiri dari operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi b). Mahasiswa dapat memahami usaha-usaha yang diperlukan pada saat pengoperasi dan pemeliharaan irigasi, sehingga jaringan irigasi yang telah dibangun dapat berfungsi dan memberikan palayanan sebagaimana mestinya, untuk jangka waktu yang telah direncanakan. D. DAFTAR PUSTAKA 1. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yakni petani melalui HIPPA/GHIPPA sebagai pemanfaat air irigasi 2. Direktorat Jenderal Pengairan, 1980. Management Air Irigasi Metode FPR Pasten dan Faktor K, Jakarta; Departemen Pekerjaan Umum. 3. Umar, Zahrul, 2004 , Operasi & Pemeliharaan Jaringan Irigasi dan Rawa, Politeknik Universitas Andalas Padang, 2004



YUNUS, STAF PENGAJAR TEKNIK SIPIL - PNK, 2016



VI - 24



PNK



BAHAN AJAR



MANAJEMEN PSDA



Kurikulum 2010



Yunus, lahir di Nunuhkniti pada tanggal 29 Juni 1964. Riwayat : pendidikan SD Gemit Nunuhkniti Tamat Tahun 1976, SMP Negeri IV Kupang NTT Tamat Tahun 1980, SMA Kristen Kupang NTT Tamat Tahun 1983, Diploma 3 STIM (Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen) Kupang Tamat Tahun 1999, Sarjana (D-4)



Jurusan Teknik Perencanaan Sungai Dan



Pantai pada Universitas Diponegoro Tamat Tahun 2006, Program Magister (S2)



Teknik Pengairan / Manajemen PSDA Universitas



Brawijaya Malang Tamat Tahun 2013. Riwayat Pekerjaan :



Tahun 1989 diangkat sebagai Calon



Pegawai Negeri Sipil di Politeknik Universitas Nusa Cendana Kupang dengan



pangkat



Golongan



I/a



sebagai



Klening



servis,



setelah



menyelesaikan jenjang D-3 penyesuaian Ijaza dari Golongan I/B ke Golongan II/b selanjutnya Alih status dari Klening Servis menjadi Pembantu Pelaksana Administrasi



di Jurusan Teknik Sipil Politeknik



Negeri Kupang dari Tahun 2000 sampai 2013, Pada Tahun 2004 melajutkan Pendidikan D-4 di Universitas Diponegoro Tamat Tahun 2006, Pada Tahun 2007 Alih Status Menjadi Instruktur Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Kupang dengan pangkat/golongan III/b. Pada tahun 2011 melanjutkan Pendidikan S2 di Universitas Brawijaya



Tamat 2013 selanjutnya Alih Status dari Instruktur menjadi



Dosen Politeknik Negeri Kupang III/c sampai sekarang Riwayat pembebanan mata kuliah : Mata Kuliah yang pernah dan diasuh : Dasar KWU I,dan Dasar KWU II, Drainase Jalan, Manajemen PSDA, Teknik Sungai, Transportasi Sedimen, K3 Aspek Hukum Konstr, Praktek Drainase, Praktek Hidrolika., Praktek Plumbing.,