1.regulasi Pedoman Pelayanan Hiv Aids Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERATURAN DIREKTUR RS ISLAM AMINAH BLITAR KOTA BLITAR NOMOR 172/KEP/III.6AU/C/2019 TENTANG PEDOMANAN PELAYANAN PENANGGULANGAN HIV- AIDS RS ISLAM AMINAH BLITAR DIREKTUR RS ISLAM AMINAH BLITAR Menimbang



a.



Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RS Islam Aminah maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan HIV - AIDS yang paripurna;



b. Bahwa agar Pelayanan HIV - AIDS di RS Islam Aminah Blitar dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Pemberlakuan Pedoman Pelayanan HIV - AIDS sebagai landasan bagi penyelenggaraan Pelayanan HIV - AIDS di RS Islam Aminah Blitar c.



Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur tentang Pedoman Pelayanan Penanggulangan HIV - AIDS pada RS Islam Aminah Blitar



Mengingat



1.



Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);



2.



Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);



3.



Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran;



4.



Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.



5.



Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak.



6.



Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman Layanan Komprehensif HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.



7.



Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1507/Menkes/SK/X/2005 Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV - AIDS Secara Sukarela.



8.



Keputusan Menteri Kesehatan nomor 241/Menkes/SK/IV/2006 tentang Standar Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksaan HIV dan Infeksi Oportunistik



9.



Keputusan Menteri Kesehatan nomor 760/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Penetapan Lanjutan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA).



10. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1278/Menkes/SK/XII/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV.



11. Surat Keputusan Direktur RS Islam Aminah Blitar Nomor172/KEP/III.6AU/C/2019 Tahun 2019 tentang Pelayanan Pencegahan dan Penanggulangan HIV – AIDS pada RS Islam Aminah Blitar MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RS ISLAM AMINAH BLITAR TENTANG PEDOMAN PELAYANAN TIM HIV -AIDS RS ISLAM ISLAM AMINAH Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1.



Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang.



2.



Ante Natal Care (ANC) adalah suatu perawatan perempuan selama kehamilannya. Biasanya dilakukan di KIA (Klinik Ibu dan Anak) , dokter kebidanan atau bidan.



3.



Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV - AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT).



4.



Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang dibutuhkannya ke fasilitas rujukan jika diperlukan.



5.



6.



Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konselingdan atau tesing HIV - AIDS.



7.



Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling HIV dan dinyatakan mampu.



8.



Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual atau calon pasangan seksual dari klien.



9.



Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes.



10.



Konseling pra tes kelompok adalah diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya tak lebih dari lima orang, bertujuan untuk menyiapkan merekauntuk tesing HIV - AIDS. Sebelum melakukannya, ditanyakan kepada para klientersebut apakah mereka setuju untuk berproses bersama.



11.



Orang yang hidup dengan HIV - AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV - AIDS.



12.



Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan keluarganya. Termasuk didalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosio ekonomi dan perawatan di rumah.



13.



Periode Jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan orang tersebut membentuk antibodi melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi dengan pemeriksaan rutin tes HIV.



14.



Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela olehseseorang untuk mendapatkan layanan.



15.



Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yangdiberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusandengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medic lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasukpersetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluanpenelitian.



16.



Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) adalah pencegahan penularan HIV dari ibu kepada anak yang akan atau sedang atau sudah dilahirkannya. Layanan PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV dari ibukepada anak.



17.



Sistem Rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yangmemungkinkan petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi,memberi petunjuk kepada institusi lain atas dasar kebutuhan klien untukmendapatkan layanan yang lebih memadai. Pengiriman ini senantiasa dilakukandengan surat pengantar, bergantung pada jenis layanan yang dibutuhkan.Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau persetujuan parapemberi layanan, dan disertai umpan balik dari proses atau hasil layanan.



18.



Tuberkulosa (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB seringkal imerupakan infeksi yang menumpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV.



19.



Konseling dan Testing (Counselling and Testing ) adalah konseling dan testingHIV - AIDS sukarela, suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor danklien untuk memahami HIV - AIDS berserta risiko dan konsekuensi terhadap diri,pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya.



Tujuan utamanya adalahperubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman. 20.



IO (Infection Oportunistic) adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan system kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat menyerang orang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Mereka membutuhkan "kesempatan" untuk menginfeksi seseorang.



21.



IDU ( Injection Drug Use) adalah pemakaian jarum suntik pada narkoti Pasal 2



(1.) Distribusi Ketenagaan Setiap hari kerja harus ada petugas konselor dan laboratorium. (2.) Pengaturan Jaga Pengaturan jadwal petugas medis maupun non-medis Tim HIV - AIDS RS Islam Aminah Blita disesuaikan dengan jam kerja dan jadwal dinas di bagian masing-masing Pasal 3 (1.) Jam Kerja Layanan Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan. Hari senin – Sabtu, jam 08.00 – 14.00



Pasal 4 (1.) VCT a. Konseling Pra Tes b.Test HIV Harus ada Inform Consent dari Pasien/Keluarga Pasien c. Konseling Pasca Tes d.Pelayanan Dukungan Berkelanjutan (2.) PITC 1. Menyarankan pasien untuk menjalani tes



2. Memberikan informasi ringkas tentang HIV - AIDS 3. Pemeriksaan tes laboratorium 4. Pembukaan hasil (3.) PMTCT, Strategi yang dilakukan, yaitu: 1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif 2.Pencegahan kehamilan yang tidak direncananakan pada ibu dengan status pisitif HIV 3. Pencegahan terjadinya penularan HIV, dari ibu yang Positif HIV kepada bayi yang dikandungnya Merujuk ibu dengan HIV positif ke sarana pelayanan kesehatan tingkat Kabupaten atau Provinsi untuk mendapatkan layanan tindak lanjut (4.) Tahapan Pelayanan CST / PDP (Perawatan Dukungan dan Pengobatan) Pelayanan PDP mengacu pada Buku Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Inveksi HIV dan Terapi Antiretroviral Kemenkes RI DirJen P2PL 2011. 4.



Rumah Sakit Islam Aminah Blitar belum dapat memberikan layanan CST (Pemberian ART) karena belum ada petugas yang mengikuti Pelatihan CST. (5.) Rujukan Pelayanan VCT dan PITC yang memerlukan rujukan untuk Penanganan CST. RS Islam Aminah Blitar bekerja sama dengan RSUD Mardi Waluyo Blitar untuk layanan Rujukan. Tetapi dapat juga ke Rumah Sakit Lain beda Wilayah yang sudah terdapat Layanan CST. (6.) Pemulasaraan Jenazah ODHA Pelayanan Pemulasaraan JeNazah sesuai dengan prosedur Rumah Sakit



Pasal 5 (1.) Pencatatan dan pelaporan Jumlah Pasien, Pemakaian obat IO dan reagen HIV dicatat setiap pemberian obat kepada pasien/pemeriksaan tes HIV (penerimaan, penggunaan dan permintaan) dilaporkan setiap akhir bulan kepada Dinas Kesehatan Kota Blitar, Dinas Kesehatan Kota Blitar dengan menggunakan sistem komputerisasi SIHA.



8



Pasal 6 (1.) Tata Laksana Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien, meliputi : 1. Ketepatan Identifikasi Pasien 2. Peningkatan Komunikasi Efektif Komunikasi harus efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas, dapat dipahami sehingga mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan keselamatan pasien. Dengan menggunakan metode CABAK dan SBAR. 3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert) Untuk obat ARV tergolong obat-obatan dalam golongan LASA (look alike sound alike). 4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi. Dalam Tim HIV berhubungan dengan standar Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, dan Tepat Pasien Operasi, untuk pasien yang akan menjalani tindakan operasi. 5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan 6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Pasal 7



(1.) Program Keselamatan Kerja 1. Pencegahan infeksi melalui kewaspadaan universal dalam setiap pelaksanaan pekerjaan pelayanan pasien ODHA 2. Melakukan pekerjaan sesuai dengan standar prosedur operasi yang berlaku 3. Pemeriksaan kesehatan calon pekerja sebelum diterima sebagai pekerja / pemberi pelayanan 4. Pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi setiap pekerja yang memberikan pelayanan kepada pasien ODHA.



Pasal 8 (1.) Indikator Mutu Evaluasi dan pengendalian mutu Tim HIV dilakukan dalam bentuk validasi pencapaian sasaran mutu Tim HIV yang dilakukan oleh Tim Mutu Rumah Sakit Islam Aminah Blitar setiap tahun sekali. Pasal 9 (1 ) Pasal ini berlaku mulai tanggal di tetapkan



Blitar, 05 Mei 2019 Direktur RS Islam Aminah



dr. Wasingah ,MMKes



LAMPIRAN



PERATURAN



DIREKTUR



RS ISLAM AMINAH BLITAR



NOMOR



720/PER/IV.6.AU/A/IX/2018 TAHUN 2019 TENTANG



PEDOMAN



PENANGGULANGAN



PELAYANAN HIV



-



AIDS



RUMAH SAKIT ISLAM AMINAH BLITAR



BAB I PENDAHULUAN Pasal 1



A.



Latar Belakang Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV di Kota Bllitar sebagai Rumah Sakit Umum harus siap untuk melayani klien yang terinfeksi HIV, mulai dari konseling, tes HIV dan pengobatan ARV. Kebanyakan dari mereka yang berisiko tertular HIV tidak mengetahui akan status HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau belum. Melihat tingginya prevalensi temuan kasus HIV - AIDS, maka masalah HIV AIDS saat ini bukan hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu penanganan tidak hanya dari segi medis tetapi juga dari psikososial dengan berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status seseorang terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan testing HIV - AIDS sukarela, bukan dipaksa atau diwajibkan. Mengetahui status HIV lebih dini memungkinkan pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan



pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan sehingga konseling dan testing HIV - AIDS secara sukarela merupakan pintu masuk semua layanan tersebut di atas. Perubahan perilaku seseorang dari berisiko menjadi kurang berisiko terhadap kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri. Layanan konseling dan testing HIV - AIDS sukarela di Rumah Sakit Islam Aminah Blitar harus berlandaskan pada pedoman layanan HIV - AIDS, agar mutu layanan dapat dipertanggung jawabkan. B.



C.



Tujuan Pedoman 2.



Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV AIDS di Rumah Sakit Islam Aminah Blitar.



3.



Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumber daya dan manajemen yang sesuai.



4.



Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan testing HIV - AIDS.



5.



Sebagai Pedoman Terapi ARV dan Infeksi oppurtininstik ( IO )



6.



Sebagai Pedoman pelayanan HIV dari rawatan sampai paripurna.



Ruang Lingkup Buku pedoman memuat penjelasan mengenai program dan layanan komprehensif mengenai HIV-AIDS di Rumah Sakit Islam Aminah Blitar yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang mengalami masalah penyakit terkait HIVAIDS. 1.



Promotif Dilakukan melalui kegiatan penerbitan/pembagian brosur tentang HIV - AIDS, penyuluhan-penyuluhan tentang HIV - AIDS di institusi pendidikan (sekolah/Universitas), tempat ibadah, perusahaan, dan berbagai tempat yang membutuhkan informasi tentang HIV - AIDS. Melalui Pelayanan VCT statis di RS maupun kegiatan VCT Mobile.



2.



Preventif Dilakukan melalui edukasi lewat konseling dan tes HIV, agar tidak melakukan perilaku resiko yang bisa tertular HIV (Melalui pelayanan VCT statis/di RS maupun VCT Mobile). Edukasi juga diberikan kepada keluarga yang merawat anggota keluarga yang terinfeksi HIV, agar mereka tidak tertular dengan mendapatkan informasi yang benar. Edukasi melalui kegiatan KDS (Kelompok Dukungan Sebaya) bertujuan agar mereka yang terinfeksi HIV tidak menularkan virusnya pada yang lain dan tetap menjaga pola hidup yang sehat.



3.



Kuratif Kegiatan kuratif dilakukan melalui perawatan dan pengobatan Infeksi Opportunistik (IO) dan terapi Antiretroviral bagi pasien yang terinfeksi HIV. Pengobatan IO dan ARV diberikan secara gratis melalui obat program dari pemerintah. Pelayanan pengobatan ARV (Antiretroviral Virus) diberikan oleh dokter konsulan CST (Care Support Treatment) yang sudah mendapatkan pelatihan CST.



4.



Rehabilitatif Kegiatan rehabilitatif yang dilakukan melalui wadah Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), yang merupakan komunitas pasien-pasien Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Siti Aminah Bumaiyu yang terinfeksi HIV, baik yang sudah menjalani terapi ataupun belum dan untuk keluarga. Melalui kegiatan KDS ini sesama penderita HIV bisa saling berbagi pengalaman, saling menguatkan dan sebagai sarana edukasi RS tentang masalah-masalah kesehatan dan psikososial.



D.



Batasan Operasional 1.



Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang.



2.



Ante Natal Care (ANC) adalah suatu perawatan perempuan selama kehamilannya. Biasanya dilakukan di KIA (Klinik Ibu dan Anak) , dokter kebidanan atau bidan.



3.



Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV - AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT).



4.



Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.



5.



Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang dibutuhkannya ke fasilitas rujukan jika diperlukan.



6.



Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan atau tesing HIV - AIDS.



7.



Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling HIV dan dinyatakan mampu.



8.



Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual atau calon pasangan seksual dari klien.



9.



Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes. Materi diskusi adalah menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman mental emosional klien, membuat rencana menyertakan orang lain yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab respon emosional yang tibatiba mencuat, menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan perilaku berisiko dan perawatan, membuat perencanaan dukungan.



10. Konseling pra tes adalah diskusi antara klien dan konselor, bertujuan menyiapkan klien untuk tesing HIV - AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV - AIDS, menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan informed consent, dan konseling seks yang aman. 11. Konseling pra tes kelompok adalah diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya tak lebih dari lima orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka untuk tesing HIV - AIDS. Sebelum melakukannya, ditanyakan kepada para klien tersebut apakah mereka setuju untuk berproses bersama. 12. Orang yang hidup dengan HIV - AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV - AIDS. 13. Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan keluarganya. Termasuk didalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosio ekonomi dan perawatan di rumah. 14. Periode Jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan orang tersebut membentuk antibodi melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi dengan pemeriksaan rutin tes HIV. 15. Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk mendapatkan layanan.



16. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medic lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian. 17. Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) adalah pencegahan penularan HIV dari ibu kepada anak yang akan atau sedang atau sudah dilahirkannya. Layanan PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu kepada anak. 18. Sistem Rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada institusi lain atas dasar kebutuhan klien untuk mendapatkan layanan yang lebih memadai. Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat pengantar, bergantung pada jenis layanan yang dibutuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau persetujuan para pemberi layanan, dan disertai umpan balik dari proses atau hasil layanan. 19. Tuberkulosa (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB seringkali merupakan infeksi yang menumpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV. 20. Konseling dan Testing (Counselling and Testing ) adalah konseling dan testing HIV - AIDS sukarela, suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV - AIDS berserta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman. E.



Landasan Hukum 1.



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.



2.



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.



3.



Peraturan Menteri Kesehatan RI No. : 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan



4.



Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran



5.



Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.



6.



Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak.



7.



Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 436/Menkes/SK/VI/1993 tentang Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis..



8.



Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman Layanan Komprehensif HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.



9.



Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1507/Menkes/SK/X/2005 Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV - AIDS Secara Sukarela.



10. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 241/Menkes/SK/IV/2006 tentang Standar Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksaan HIV dan Infeksi Oportunistik 11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 760/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Penetapan Lanjutan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA). 12. Keputusan Menteri Kesehatan 1278/Menkes/SK/XII/2009 Tentang Pengendalian Penyakit TB dan HIV.



Republik Indonesia nomor Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi



BAB II STANDAR KETENAGAAN Pasal 2 A. Kualifikasi Sumber Daya



JENIS KETENAGAAN Ketua Tim HIV/AIDS Sekretariat/Administrasi



Dokter Konsulen Konselor VCT Perawat CST



Petugas Laboratorium Petugas Farmasi



PENDIDIKAN S1 bersertifikat VCT/CST



pelatihan



S1/D3 Umum, bersertifikat pelatihan RR VCT/CST Dokter spesialis Penyakit Dalam, Umum bersertifikat pelatihan VCT/CST S1/D3 kesehatan/non kesehatan bersertifikat pelatihan konselor VCT S1/D3 kesehatan bersertifikat pelatihan konselor CST D3 Analis kesehatan/ bersertifikat pelatihan Laboratorium HIV S1/D3/SMF bersertifikat pelatihan CST



KETENAGAAN DI RS ISLAM AMINAH BLITAR 1 1 2 -



1 1



B.Distribusi Ketenagaan Setiap hari harus ada petugas konselor dan laboratorium C.Pengaturan Jaga Pengaturan jadwal petugas medis maupun non-medis Tim HIV - AIDS RS Islam Aminah Blitar disesuaikan dengan jam kerja dan jadwal dinas di bagian masingmasing C. Uraian Tugas 1. KETUA TIM HIV - AIDS JABATAN



KETUA TIM HIV - AIDS 1. Pendidikan: S1



KUALIFIKASI/ KRITERIA



2. Ketrampilan : Berjejaring dan Konseling HIV - AIDS 3. Pelatihan



: Sertifikasi Pelatihan VCT/CST



4. Masa kerja



: Pengalaman minimal 2 tahun di TIM



HIV 1. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program HIV AIDS di rumah sakit sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. 2. Bertanggung jawab atas tercapainya program kerja HIV - AIDS tiap tahun. 3. Bertanggung jawab atas tercapainya sasaran mutu RS dalam bidang HIV - AIDS. TANGGUNG JAWAB



4. Bertanggung jawab atas keamanan dan berfungsinya sarana, sumber daya manusia, alat, efisiensi bahan dan ketersediaan obat program HIV - AIDS . 5. Bertanggungjawab dalam membina jejaring dengan pihak ekstern. 6. Bertanggung jawab atas kepatuhan terhadap kebijakan, standar dan prosedur yang berlaku di Tim HIV - AIDS . 7. Bertanggung jawab melaksanakan Evaluasi & Monitoring pelaksanaan kegiatan HIV - AIDS. 1. Berwenang mengusulkan perubahan kebijakan, struktur organisasi dengan uraian tugasnya, pedoman, panduan dan SPO di Tim HIV - AIDS..



2. Berwenang mengatur pembagian tugas rutin dan insidentil untuk seluruh petugas di Tim HIV - AIDS WEWENANG



3. Berwenang melaksanakan rapat rutin Tim HIV - AIDS. 4. Berwenang mengkoordinasikan pemenuhan jumlah dan kualifikasi SDM. 5. Berwenang mengusulkan program kerja dan anggaran biaya Tim HIV - AIDS. 6. Berwenang mengusulkan sarana dan prasarana untuk kelancaran tugas di Tim HIV - AIDS.



TUGAS POKOK 1.



Menyusun dan



URAIAN TUGAS



standard 1.1 Membuat & mengusulkan Pedoman Pelayanan



program



kerja 1.2 Membuat dan mengusulkan Standar Prosedur



Tim HIV - AIDS



Operasional (SPO) yang berkaitan dengan aktivitas di Tim HIV - AIDS 1.3



Membuat



dan mengusulkan Sasaran Mutu Tim HIV -



AIDS 1.4



Membuat dan mengusulkan program kerja dan rencana anggaran tahunan Tim HIV - AIDS



1.5



Membuat



Program



Kerja



(rencana/jadwal



kegiatan)Tim HIV - AIDS 1.6



Menyusun standar kebutuhan sarana, prasarana dan SDM.



2.



Menyusun



organisasi 2.1 Menentukan struktur organisasi, membagi tugas dan



bagian



dan



Mengkoordinasi tugas dan



menentukan uraian jabatan diTim HIV - AIDS. .



karyawan



di Tim HIV - AIDS 3.



Mengendalikan



dan 3.1 Membuat laporan dan evaluasi hasil kegiatan Tim HIV



mengawasi pelaksanaan dan



- AIDS secara periodik baik bulanan maupun tahunan. tugas 3.2 Mengecek,



memecahkan



masalah-masalah



mengoreksi



hasil



kerja/laporan sebelum diteruskan kepada bagian lain untuk menjamin hasil kerja sesuai dengan standar.



yang muncul di Tim HIV - AIDS



memverifikasi,



agar



3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan SDM dengan berkoordinasi dengan bagian terkait.



berjalan sesuai tujuan



22



TUGAS POKOK 4.



URAIAN TUGAS



Mengumpulkan



4.1 Membuat laporan kegiatanHIV - AIDStiap



laporan bulanan dan melakukan pelaporan rutin.



bulannya. 4.2 Melaporkan hasil kegiatan HIV - AIDS kepada direktur RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, Dinas Kesehatan Provinsi, Kementerian Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Brebes.



5.



Melakukan fungsional



tugas 5.1 Melakukan tugas fungsional dalam melayani konseling HIV -



dan Tes HIV.



AIDS. 6.



Melakukan



jejaring 6.1 Melakukan jejaring kerja dengan pihak terkait, baik



dengan pihak ekstern



dengan Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Layanan



Kesehatan



lain,



Lembaga



Swadaya



Masyarakat (LSM) dan berbagai pihak terkait program pencegahan penanggulangan HIV - AIDS.



2. ADMINISTRASI VCT JABATAN



ADMINISTRASI VCT 1. Pendidikan



KUALIFIKASI/ KRITERIA



: S1/D3 Umum,



2. Ketrampilan : Komputer Microsoft Office 2010 : Word, Excell 3. Pelatihan 4. Masa kerja



: Pelatihan RR VCT :-



1. Bertanggung



jawab



atas



ketepatan



pencatatan,



TANGGUNG



pendistribusian dan kerapian serta keamanan data laporan



JAWAB



kegiatan Tim HIV - AIDS. 2. Bertanggung jawab atas ketepatan pencatatan dan akurasi laporan-laporan. 3. Bertanggung pembuatan notula rapat. 1. Berwenang menggunakan dan mengajukan



fasilitas yang



dibutuhkan.



WEWENANG



2. Berwenang mengajukan permintaan reagen



sesuai dengan



kebutuhan pasien.



TUGAS POKOK



URAIAN TUGAS



1. Mengelola surat- 1.1 Melakukan proses pembuatan surat-surat (surat permintaan surat dokumen



dan



obat, surat rujukan, surat undangan rapat, dll) sesuai



yang



berhubungan



dengan kebutuhan dalam penatalaksanaan HIV - AIDS. 1.2



dengan



Melakukan tata laksana dokumen, pengarsipan, melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data.



pelaksanaan HIV - AIDS 2. Melakukan pencatatan pelaporan bulanan



dan



2.1. Melakukan rekapitulasi bulanan dari kegiatan VCT. 2.2. Melaporkan hasil rekapitulasi kepada Ketua Tim HIV AIDS, Direktur RS Islam Aminah Blitar ,Dinas Kesehatan .



3. ADMINISTRASI CST



JABATAN



ADMINISTRASI CST 1. Pendidikan : S1/D3 Umum,



KUALIFIKASI/



2. Ketrampilan : Komputer Microsoft Office 2007 : Word, Excell



KRITERIA



3. Pelatihan : Pelatihan RR CST 4. Masa kerja : -



1. Bertanggung



TANGGUNG



jawab



atas



ketepatan



pencatatan,



pendistribusian dan kerapian serta keamanan data laporan



JAWAB



kegiatan Tim HIV - AIDS. 2. Bertanggung jawab atas ketepatan pencatatan dan akurasi laporan-laporan. 1. Berwenang menggunakan dan mengajukan fasilitas yang dibutuhkan.



WEWENANG



2. Berwenang mengajukan permintaan obat



ARV dan IO



sesuai dengan kebutuhan pasien



TUGAS POKOK 1. Mengelola surat dokumen



URAIAN TUGAS



surat- 1.1 Melakukan proses pembuatan surat-surat (surat permintaan dan yang



berhubungan



- AIDS



penatalaksanaan HIV - AIDS. 1.2 Melakukan tata laksana dokumen, pengarsipan, melakukan



dengan pelaksanaan



obat, surat rujukan, dll) sesuai dengan kebutuhan dalam



pengumpulan, pengolahan, dan analisa data. HIV



TUGAS POKOK



URAIAN TUGAS



2. Melakukan



2.1. Melakukan



pencatatandan pelaporan



pencatatan



bulanan



CST,



rujukan



internal/eksternal. 2.2. Melakukan rekapitulasi bulanan dari kegiatan CST.



bulanan



2.3. Melaporkan hasil rekapitulasi kegiatan CST setiap bulan kepada Kepala Tim HIV - AIDS, Direksi, Dinas Kesehatan, Kemenkes.



4. DOKTER KONSULEN JABATAN



DOKTER KONSULEN 1. Pendidikan : Dokter spesialis Penyakit Dalam/Dokter



KUALIFIKASI/ KRITERIA



Umum 2. Ketrampilan : 3. Pelatihan : Pelatihan CST 4. Masa kerja : -



TANGGUNG JAWAB



1. Bertanggung jawab dalam pemberian obat ARV dan pemberian obat IO 1. Berwenang melakukan rujukan tes untuk penegakan diagnosa HIV.



WEWENANG



2. Berwenang menentukan regimen ARV, pengobatan IO dan penanganan medis lanjutan pada pasien HIV AIDS.



TUGAS POKOK



Melaksanakan



URAIAN TUGAS



1.1. Melakukan



pemberian obat



ARV



pengobatan ARV



dan infeksi



opportunistik pada pasien HIV - AIDS



dan pengobatan infeksi opportunistic 2. Melaksanakan



2.1. Melakukan pencatatan hasil pemeriksaan dan



pencatatan pada Rekam



pengobatan



medik pasien



medis pasien.



HIV -



pasien HIV - AIDS di dokumen rekam



AIDS hasil pemeriksaan dan pengobatan



5. KONSELOR VCT JABATAN KUALIFIKASI/ KRITERIA



KONSELOR VCT 1. Pendidikan : S1/D3 Kesehatan / Non Kesehatan 2. Ketrampilan : Konseling HIV - AIDS 3. Pelatihan : Pelatihan Konselor VCT 4. Masa kerja



:-



1. Bertanggung jawab memberikan informasi HIV AIDS kepada pasien. TANGGUNG JAWAB



2. Bertanggungjawabataspenyimpanandan kelengkapan dokumen konseling VCT dan menjaga kerahasiaannya.



WEWENANG



1. Berwenang



memberikan informasi lebih lanjut



seperti dukungan psikososial dan rujukan.



27



TUGAS POKOK 1. Mengisi



URAIAN TUGAS



kelengkapan 1.1 Mendokumentasikan dan mencatat konseling pasien.



pengisian



formulir 1.2 Menyimpan hasil konseling agar terjaga



pasien



kerahasiaannya.



2. Melaksanakan



2.1 Melaksanakan kegiatan konseling VCT bagi pasien di



Konseling



rawat jalan dan rawat inap. 2.2 Memberikan informasi seputar HIV - AIDS yang relevan dan akurat sehingga pasien, merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk melaksanakan testing atau tidak. 2.3 Apabila pasien setuju melakukan testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa pasien betul menyetujuinya melalui penandatangan informed consent tertulis. 2.4 Memberikan informasi lebih lanjut seperti, dukungan psikososial dan rujukan informasi ini diberikan baik kepada pasien dengan HIV positif maupun negatif.



3. Membuat jejaring VCT 3.1 Melakukan rujukan internal untuk akses ARV ke konselor CST. 3.2 Menerima rujukan masuk untuk konseling VCT. 4. Melaksanakan pelaporan kegiatan VCT



hasil konseling



4.1 Membuat laporan hasil kegiatan konseling VCT. 4.2 Menyerahkan hasil kegiatan VCT kepada petugas administrasi VCT.



6. KONSELOR CST



JABATAN KUALIFIKASI/ KRITERIA



KONSELOR CST 1. Pendidikan : S1/D3 Keperawatan/Kebidanan 2. Ketrampilan : Konseling HIV - AIDS dan ARV 3. Pelatihan : Pelatihan CST 4. Masa kerja : 1. Bertanggung jawab memberikan informasi HIV AIDS kepada pasien.



TANGGUNG JAWAB



2. Bertanggung jawab atas kelancaran akses ARV pasien. 3. Bertanggungjawabataspenyimpanandan kelengkapan dokumen konseling VCT dan menjaga kerahasiaannya. 1. Berwenang memberikan informasi lebih lanjut seperti



WEWENANG



dukungan psikososial dan rujukan. 2. Berwenang melakukan rujukan ke dokter konsulen.



TUGAS POKOK



URAIAN TUGAS



1. Melaksanakan



1.1 Melaksanakan kegiatan konseling pra ART dan ART



Konseling



bagi pasien di Tim rawat jalan dan rawat inap. 1.2 Apabila pasien setuju melakukan akses ARV, konselor perlu mendapat jaminan bahwa pasien betul menyetujuinya melalui penandatangan informed consent tertulis dan merujuk pasien ke dokter konsulen.



2. Mengisi kelengkapan pengisian pasien



formulir



2.1. Mendokumentasikan dan mencatat konseling pra ART dan ART pasien. 2.2. Menyimpan hasil konseling agar terjaga kerahasiaannya.



3. Membangun ARV



jejaring 3.1 Melakukan rujukan keluar untuk akses ARV bila diperlukan. 3.2 Menerima rujukan masuk untuk akses ARV.



4. Melaksanakan pelaporan



4.1 Membuat laporan hasil kegiatan dampingan pasien hasil



kegiatan CST



CST 4.2 Melaporkan hasil kegiatan CST kepada petugas administrasi CST



6. PELAKSANA LABORATORIUM JABATAN KUALIFIKASI/ KRITERIA



PELAKSANA LABORATORIUM 1. Pendidikan : D III Analis Kesehatan 2. Ketrampilan : 3. Pelatihan : Pelatihan laboratorium untuk HIV - AIDS 4. Masa kerja



:-



1. Bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas logistikyangberkaitandenganpemeriksaan laboratorium untuk HIV - AIDS. TANGGUNG JAWAB



2. Bertanggung



Jawab melakukan pemeriksaan



laboratorium terkait HIV - AIDS. 3. Bertanggung jawab dalam pencatatan, pelaporan dan pendistribusian hasil pemeriksaan HIV. WEWENANG



1. Berwenang menggunakan fasilitas yang dibutuhkan.



TUGAS POKOK



URAIAN TUGAS



1. Mengambil darah



1.1 Melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai prosedur



klien.



dan standar laboratorium yang telah ditetapkan. 1.2 Menerapkan kewaspadaan standart dan transmisi. 1.3



1.4



Mencatat hasil testing HIV dan sesuaikan dengan kode identitas klien Menjaga kerahasiaan dan merujuk ke laboratorium rujukan.



2. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan pendistribusian



2.1 Mencatat / mendokumentasikan pasien-pasien yang



diperiksakan HIV. 2.2 Merekapitulasi dan melaporkan hasil pencatatan ke



hasil pemeriksaan HIV.



Ketua Tim HIV - AIDS, Dinas Kesehatan. 2.3 Membuat laporan penggunaan reagen dan permohonan



kebutuhan reagen ke Dinas Kesehatan. 7. PETUGAS FARMASI JABATAN PETUGAS FARMASI KUALIFIKASI/ KRITERIA



1. Pendidikan : S1/D3 Farmasi 2. Ketrampilan : 3. Pelatihan : Pelatihan CST 4. Masa kerja : 1. Bertanggung jawab dalam



ketersediaan obat ARV dan



obat IO (infeksi opportunistik) TANGGUNG JAWAB



2. Bertanggung jawab dalam



pendokumentasian logistik



obat ARV dan obat IO. 3. Bertanggung jawab dalam



pencatatan, pelaporan dan



pendistribusian obat ARV dan obat IO. WEWENANG



1. Berwenang menggunakan fasilitas yang dibutuhkan.



TUGAS POKOK



URAIAN TUGAS



1. Melaksanakan tugas-



1.1 Mencatat



tugas logistik yang berkaitan dengan



jumlah pasien



dan regimen ARV yang



digunakan ( harian dan bulanan ) 1.2 Menyiapkanobat-obatARVdanIOdan



ketersediaan obat



menyampaikan kepada pasien HIV



untuk pasien HIV -



1.3 Menyimpan obat-obat ARV dan IO agar tidak rusak



AIDS



1.4 Mendokumentasikan stok obat ARV dan IO 1.5 Membuat permintaan kebutuhan



kepada



obat ARV dan IO sesuai Dinas



kesehatan/Kementrian



Kesehatan. 2. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan pendistribusian Obat ARV dan IO.



2.1



Merekapitulasi dan melaporkan hasil pencatatan penggunaan obat ARV dan IO ke RR CST (bulanan)



BAB III STANDAR FASILITAS Pasal 3



A. Denah Ruang



U



B



T S



Meja



K u R Tunggu R Konseling



R S I



Meja



Almari



B. Standar Fasilitas Sarana: 1. Papan nama / petunjuk Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT (Ruang Konseling, Ruang Laboratorium). 2. Ruang tunggu Ruang tunggu yang nyaman didepan ruang konseling. Dalam ruang tunggu tersedia : a.



Materi KIE : Poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV - AIDS, IMS, KB, ANC, TB, hepatitis, penyalahgunaan Napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan, dan seks yang aman.



b.



Informasi prosedur konseling dan testing.



c.



Kotak saran



d.



Kuesioner



e.



Tempat sampah, tissu,dan persediaan air minum.



f.



Komputer untuk mencatat data.



g.



Meja dan kursi yang nyaman.



h.



Kalender.



Sesudah jam layanan selesai, ruang ini dapat dipakai untuk dinamika kelompok, diskusi, proses edukasi, pertemuan para konselor, dan pertemuan pengelola layanan konseling dan jejaringnya. 3. Jam Kerja Layanan Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan. Hari senin – Sabtu, jam 08.00 – 13.00. Hari libur pelayanan VCT tutup. 4. Ruang konseling Ruang konseling nyaman dan terjaga privasinya.



Ruang konseling dilengkapi dengan: a.



Tempat duduk bagi klien maupun konselor



b.



Formulir VCT, buku rujukan, formulir rujukan, kalender, dan alat tulis.



c.



Kondom dan alat peraga penis.



d.



Alat peragaan lainnya misalnya gambar berbagai penyakit opportunistik.



e.



Buku resep gizi seimbang



f.



Tisue



g.



Air minum



h.



Kartu kunjungan



i.



Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci.



Ruang konseling cukup luas untuk 2 atau 3 orang, dengan penerangan yang cukup untuk membaca dan menulis, ventilasi lancar, dan suhu yang nyaman. 5. Ruang pengambilan darah Lokasi ruang pengambilan darah bertempat di Laboratorium. Peralatan yang ada dalam ruang pengambilan darah adalah: a.



Jarum dan semprit steril



b.



Tabung dan botol tempat penyimpan darah



c.



Stiker kode



d.



Kapas alcohol



e.



Cairan desinfektan



f.



Sarung tangan karet



g.



Apron plastic



h.



Tempat sampah barang terinfeksi, barang tidak terinfeksi, dan barang tajam (sesuai petunjuk Kewaspadaan Universal Kementerian Kesehatan)



i.



Petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan pasca pajanan okupasional.



Prasarana a. Aliran listrik Tersedia aliran listrik untuk penerangan yang cukup baik untuk membaca dan menulis, serta untuk alat pendingin ruangan.



b. Air Tersedia air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan serta membersihkan alat-alat. c. Sambungan telepon Tersedia sambungan telepon, terutama untuk berkomunikasi dengan layanan lain yang terkait. d. Pembuangan limbah padat dan limbah cair Mengacu kepada pedoman pelaksanaan kewaspadaan baku dan kewaspadaan transmisi di pelayanan kesehatan tentang pengelolaan limbah yang memadai. BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN Pasal 4



A. Tahapan Pelayanan VCT 1. Konseling Pra Testing Tahapan konseling pra testing meliputi : a. Penerimaan klien: 1) Klien mengisi formulir identitas klien 2) Informasikan kepada klien tentang pelayanan tes HIV tanpa nama (anonimus), tetapi menggunakan kode empat huruf nama depan, tahun lahir, bulan lahir dan tanggal lahir. 3) Penjelasan tentang prosedur VCT: Kartu periksa Konseling dan Testing Klien mempunyai kartu dengan nomor kode.Data ditulis oleh konselor.Untuk meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh konselor dan petugas pengambil darah. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah sebagai berikut:  Bersama konselor mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV - AIDS, perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif.



 Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari penyebaran infeksi HIV, dengan cara menggunakan berbagai informasi dan alat prevensi yang tersedia bagi mereka.  Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan atau keluarganya akan status HIV dirinya dan merencanakan kehidupan lebih lanjut. b. Konseling pra testing HIV - AIDS 1) Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir. 2) Perkenalan dan arahan 3) Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling memahami. 4) Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos tentang HIV AIDS. 5) Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah. 6) Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV. 7) Di dalam Konseling pra testing seorang konselor VCT harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan emosi klien. 8) Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan 9) Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed Concent) sebelum dilakukan testing HIV - AIDS.



c. Konseling Pra testing HIV - AIDS dalam keadaan khusus 1) Dalam keadaan klien terbaring maka konseling dapat dilakukan di samping tempat tidur atau dengan memindahkan tempat tidur klien ke ruang yang nyaman dan terjaga kerahasiaannya. 2) Dalam keadaan klien tidak stabil maka VCT tidak dapat dilakukan langsung kepada klien dan menunggu hingga kondisi klien stabil. 3) Dalam keadaan pasien kritis, VCT dilakukan atas persetujuan pihak keluarga terdekat (Orangtua, suami/istri, kakak/adik kandung). d. Informed Consent Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan tertulisnya. Aspek penting didalam persetujuan tertulis itu adalah sebagai berikut: 1) Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien menyetujuinya. 2) Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian dan mampu menyatakan persetujuannya (secara intelektual dan psikiatris). 3) Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan persetujuan meski konselor memahami bahwa mereka memang sangat memerlukan pemeriksaan HIV. 4) Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya karena keterbatasan dalam memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan persetujuannya. 5) Informed Consent pada anak. Ditinjau dari aspek hukum bahwa anak mempunyai keterbatasan kemampuan berpikir dan menimbang ketika berhadapan dengan HIV AIDS. Jika mungkin anak didorong untuk menyertakan orangtua/wali di layanan kesehatan. Meskipun demikian jika anak tidak menghendaki orangtua/wali disertakan, bukan berarti ia tidak diperbolehkan mendapatkan informasi layanan yang tepat. Akses layanan VCT juga berlaku bagi mereka yang berumur di bawah usia dewasa menurut hukum, dan disesuaikan dengan kemampuan anak untuk menerima dan memproses serta memahami informasi dari hasil testing HIV - AIDS. Konselor terlatih perlu melakukan penilaian kemampuan anak dalam aspek ini.Dalam melakukan testing HIV pada anak, dibutuhkan persetujuan dari orangtua /wali.



 Batasan umur untuk dapat menyatakan persetujuan testing HIV Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran abstrak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun.Secara hukum seseorang dianggap dewasa ketika seorang laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan persetujuan orangtua.Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orangtua atau pengampunya yang menandatangani surat persetujuan (informed consent), jika ia tak punya orangtua atau pengampu, maka kepala institusi, kepala puskesmas, kepala rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang bertanggung jawab atas diri anak harus menandatangani informed consent . Jika anak dibawah umur 12 tahun memerlukan testing HIV, maka orangtua atau pengampunya harus mendampingi secara penuh.  Persetujuan yang dilakukan orangtua untuk anak Orangtua dapat memberikan persetujuan konseling dan testing HIV AIDS untuk anaknya. Namun sebelum meminta persetujuan, konselor telah melakukan penilaian akan situasi anak, apakah melakukan testing akan lebih baik daripada tidak. Jika orangtua yang bersikeras ingin mengetahui status anak, maka konselor harus melakukan konseling terlebih dahulu dan menilai apakah orangtua atau pengampunya akan menempatkan pengetahuan atas status HIV anak untuk kebaikan anak atau merugikan anak. Jika konselor dalam keraguan, bimbinglah anak untuk dapat memutuskan dengan didampingi tenaga ahli.Anak senantiasa diberitahu betapa penting hadirnya seseorang yang bermakna dalam hidupnya untuk mengetahui kesehatan dirinya. 2. Testing HIV dalam VCT Prinsip Testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya.Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang berbeda-beda karena perbedaan prinsip metoda yang digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesimen lain seperti saliva, urin, dan



spot darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing) memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (technical error) maupun manusia (human error) dan administratif (administrative error). Petugas laboratorium (perawat) (mengambil) darah setelah klien menjalani konseling pra testing. Bagi pengambil darah dan teknisi laboratorium harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: - Sebelum testing harus didahului dengan konseling dan penandatanganan informed consent. - Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup. - Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode pengenal. - Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap hasil yang positif dan negatif. - Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah menerima konseling dan menandatangani informed consent. a. Bagan alur testing HIV Pemeriksaan darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV harus memperhatikan gejala atau tanda klinis serta prevalensi HIV di wilayah. Prevelensi HIV diatas 30% digunakan strategi I dan prevelensi HIV untuk diatas 10% dan dibawah 30% dapat menggunakan strategi II menggunakan reagen yang berbeda sensitivity dan specificity. Untuk prevalensi HIV dibawah 10% dapat menggunakan strategi III, menggunakan tiga jenis reagen yang berbeda sensitivity dan specificity.



STRATEGI III



Keterangan A1, A2 dan A3 merupakan tiga jenis pemeriksaan antibody HIV yang berbeda. Bagan alur strategi II (Menggunakan 2 jenis testing berbeda) Spesimen darah yang tidak reaktif sesudah testing cepat pertama dikatakan sebagai sero negatif dan kepada klien disampaikan bahwa hasilnya negatif.Tidak dibutuhkan testing ulang. Spesimen darah yang sero-reaktif pada testing cepat pertama membutuhkan testing ulang dengan testing kedua yang mempunyai prinsip dan metode reagen yang berbeda. Bila hasil testing



pertama reaktif maka dikatakan hasilnya positif. Bila hasil testing pertama reaktif dan hasil hasil testing kedua non reaktif maka pemeriksaan harus diulang kembali dengan menggunakan testing cepat kedua. Bila hasil keduanya reaktif maka dikatakan positif. Bila hasil pertama reaktif dan hasil kedua tetap non reaktif, maka dikatakan tidak ditentukan/indeterminate. Bila ternyata setelah diulang keduanya non reaktif maka dikatakan negatif. Bagan alur strategi III ( pasien asimtomatik) Awalnya sama dengan strategi II, bila hasil testing reaktif dengan kedua testing cepat perlu dilanjutkan dengan testing cepat ketiga. Apabila ketiganya reaktif maka dikatakan positif.Apabila dari ketiga testing cepat salah satu hasilnya non reaktif maka dikatakan tidak dapat ditentukan/indeterminate.Bila setelah testing kedua salah satunya non reaktif, dan dilanjutkan dengan testing ketiga hasilnya juga non reaktif (dari ketiga testing hanya satu yang reaktif) maka perlu dinilai perilaku pasien.Hasil yang dikatakan positif baik strategi II atau strategi III tidak diperlukan testing konfirmasi pada laboratorium rujukan. Hasil yang tidak dapat ditentukan/ indeterminate baik pada strategi II yang menggunakan dua jenis testing maupun pada strategi III yang menggunakan tiga jenis testing, perlu dilakukan konfirmasi dengan WB (Western Blot). Kalau hasil testing masih meragukan, ulangi testing dua minggu setelah pengambilan spesiman pertama. Bila masih meragukan, maka spesimen dirujuk ke laboratorium rujukan misalnya dengan pemeriksaan Western Blot. Bila dengan testing konfirmasi ini masih meragukan, testing lanjutan harus dijalankan sesudah empat minggu, tiga bulan, enam bulan dan dua belas bulan. Bila tetap indeterminate setelah dua belas bulan maka boleh dikatakan negatif. 3. Konseling Pasca Testing Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak klien mendiskusikan strategi untuk menurunkan penularan HIV. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan hasil testing : -



Periksa ulang seluruh hasil klien. Lakukan hal ini sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya.



-



Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka.



-



Berhati-hati dalam memanggil klien dari ruang tunggu.



-



Seorang konselor tidak diperkenankan memberikan hasil pada klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di ruang tunggu.



-



Hasil testing tertulis



Tahapan penatalaksanaan konseling pasca testing a. Penerimaan klien: -



Memanggil klien secara wajar.



-



Ingat Hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan hasil testing



b. Tata laksana penyampaian hasil testing negative/Non Reaktif - Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela. -



Buatlah ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks aman, pemberian makanan pada bayi dan penggunaan jarum suntik yang aman.



-



Periksa kembali reaksi emosi yang ada.



-



Buatlah rencana lebih lanjut.



c. Tata laksana penyampaian hasil testing positif/Reaktif -



Perhatikan komunikasi non verbal saat memanggil klien memasuki ruang konseling



-



Pastikan klien siap menerima hasil



-



Tekankan kerahasiaan



-



Lakukan secara jelas dan langsung



-



Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil



-



Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil testing



-



Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan



-



Galilah ekspresi dan ventilasikan emosi



d. Penyampaian rencana tindak lanjut pasca test : -



Tersedianya fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan



-



Dukungan informasi verbal dengan informasi tertulis



-



Rencana nyata



-



Adanya dukungan dan orang dekat



-



Strategi mekanisme penyesuaian diri



-



Tanyakan apakah klien masih ingin bertanya



-



Beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan dikemudian hari



-



Rencanakan tindak lanjut atau rujukan, jika diperlukan



e. Konfidensialitas Persetujuan untuk mengungkapkan status HIV seorang individu kepada pihak ketiga seperti institusi rujukan, petugas kesehatan yang secara tidak langsung melakukan perawatan kepada klien yang terinfeksi dan pasangannya, harus senantiasa diperhatikan. Persetujuan ini dituliskan dan dicantumkan dalam catatan medik.Konselor bertanggung jawab mengkomunikasikan secara jelas perluasan konfidensialitas yang ditawarkan kepada klien. Dalam keadaan normal, penjelasan rinci seperti ini dilakukan dalam konseling pra testing atau saat penandatanganan kontrak pertama. Berbagi konfidensialitas, artinya rahasia diperluas kepada orang lain, harus terlebih dulu dibicarakan dengan klien. Orang lain yang dimaksud adalah anggota keluarga, orang yang dicintai, orang yang merawat, teman yang dipercaya, atau rujukan pelayanan lainnya ke pelayanan medik dan keselamatan klien. Konfidensialitas juga dapat dibuka jika diharuskan oleh hukum (statutory) yang jelas.Contoh, ketika



kepolisian membutuhkan pengungkapan status untuk perlindungan kepada korban perkosaan.Korban perkosaan dapat segera diberikan ART agar terlindung dari infeksi HIV. f. VCT dan Etik Pemberitahuan kepada pasangan Dalam konteks HIV - AIDS, UNAIDS dan WHO mendorong pengungkapan status HIV - AIDS. Pengungkapan bersifat sukarela, menghargai otonomi dan martabat individu yang terinfeksi; pertahankan kerahasiaan sejauh mungkin; menuju kepada hasil yang lebih menguntungkan individu, pasangan seksual, dan keluarga; membawa keterbukaan lebih besar kepada masyarakat tentang HIV - AIDS; dan memenuhi etik sehingga memaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak. 4. Pelayanan Dukungan Berkelanjutan a. Konseling Lanjutan Sesudah konseling pasca testing, di mana klien telah menerima hasil testing, perlu mendapatkan pelayanan dukungan berkelanjutan. Salah satu layanan yang ditawarkan adalah dukungan konseling lanjutan sebagai bagian dari VCT, apapun hasil testing yang diterima klien.Namun karena persepsi klien terhadap hasil testing berbeda-beda, maka dapat saja konseling lanjutan sebagai pilihan jika dibutuhkan klien untuk menyesuaikan diri dengan status HIV. b. Perawatan dan Dukungan Begitu diagnosis klien ditegakkan dengan HIV positif, maka ia perlu dirujuk dengan pertimbangan akan kebutuhan rawatan dan dukungan. Kesempatan ini digunakan klien dan klinisi untuk menyusun rencana dan jadual pertemuan konseling lanjutan dimana penyakitnya menuntut tindakan medik lebih lanjut, seperti pemberian terapi profilaksis dan akses ke ART c. Konseling Kepatuhan Berobat WHO merekomendasikan dibutuhkan waktu untuk memberikan pengetahuan dan persiapan guna meningkatkan kepatuhan sebelum dimulai terapi ARV. Persiapannya termasuk melakukan penilaian kemampuan individu untuk patuh pada terapi dan skrining penyalahgunaan NAPZA atau gangguan mental yang akan memberi dampak pada HIV. Sekali terapi dimulai, harus dilakukan monitoring terus menerus yang dinilai oleh dokter, jumlah obat (kuantitatif berguna tetapi merupakan subyek kesalahan dan manipulasi) dan divalidasi dengan daftar pertanyaan kepada klien. Konseling perlu untuk membantu klien mencari jalan keluar dari kesulitan yang mungkin timbul dari pemberian terapi dan mempengaruhi kepatuhan.



Model keyakinan kesehatan mengatakan setiap individu akan masuk dalam perilaku sehat seperti kepatuhan minum obat bila mereka percaya obat tersebut manjur untuk penyakitnya dan memberikan konsekuensi serius pada mereka, dan mereka percaya aksi obat akan mengurangi keparahan penyakit. Model ini harus mempertimbangkan aspek akan antisipasi terjadinya kendala misalnya dana (harus berulangkali datang untuk VCT dan mengambil obat dan sebagainya) serta keuntungan yang diperoleh. Faktor penting kepatuhan adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk menjaga kepatuhan berobat jangka panjang agar tujuan pengobatan tercapai. Konselor harus dapat menilai faktor ini dan mengembangkan strategi menanggapinya misalnya, bila klien melaporkan kepada dokter bahwa mereka merasa obatnya sangat toksik dan membuat kesehatan mereka menjadi memburuk. d. Rujukan Rujukan merupakan proses ketika petugas kesehatan atau pekerja masyarakat melakukan penilaian bahwa klien mereka memerlukan pelayanan tambahan lainnya. Rujukan merupakan alat penting guna memastikan terpenuhinya pelayanan berkelanjutan yang dibutuhkan klien untuk mengatasi keluhan fisik, psikologik dan sosial. Konsep pelayanan berkelanjutan menekankan perlunya pemenuhan kebutuhan pada setiap tahap penyakit infeksi, yang seharusnya dapat diakses disetiap tingkat dari pelayanan VCT guna memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan berkelanjutan (Puskesmas, pelayanan kesehatan sekunder dan tersier) dan pelayanan sosial berbasis masyarakat dan rumah. Pelayanan VCT bekerja dengan membangun hubungan antara masyarakat dan rujukan yang sesuai dengan kebutuhannya, serta memastikan rujukan dari masyarakat ke pusat VCT, sehingga terdapat dua basis pelayanan. Pelayanan VCT dan PITC yang memerlukan rujukan untuk Penanganan CST. RSU Muhammadiyah Siti Aminah bekerja sama dengan RSUD Bumiayu dan RSUD Brebes untuk layanan Rujukan. Tetapi dapat juga ke Rumah Sakit Lain beda Wilayah Kabupaten yang sudah terdapat Layanan CST. Pelayanan VCT yang memerlukan rujukan : 1. Pelayanan Penanganan Manajemen Kasus Tujuannya membantu klien untuk mendapatkan pelayanan berkelanjutan yang dibutuhkan. Tahapan dalam manajemen kasus, identifikasi, penilaian kebutuhan pengembangan rencana tindak individu, rujukan sesuai kebutuhan dan tepat dan koordinasi pelayanan tindak lanjut. Untuk penanganan managemen kasus bagi klien RS Islam Aminah Blitar bekerjasama dengan LSM Peduli HIV.



2. Layanan Psikiatrik Banyak pengguna zat psikoaktif mempunyai gangguan psikiatrik lain atau gangguan mental berat yang belum dikonseling (dual diagnosis). Pada saat menerima hasil positif testing HIV, walaupun telah dipersiapkan lebih dulu dalam konseling pra testing dan diikuti konseling pasca-testing, klien dapat mengalami goncangan jiwa yang cukup berat, seperti depresi, gangguan panik, kecemasan yang hebat atau agresif dan risiko bunuh diri. Bila keadaan tersebut terjadi, maka perlu dirujuk ke fasilitas layanan psikiatrik. e.



VCT untuk Penjaja Seks Penjaja Seks mempunyai risiko tertular HIV karena jumlah pelanggan yang banyak, tidak dapat bersikeras terhadap pelanggan yang menolak menggunakan kondom, penganiayaan (oleh pelanggan yang menolak menggunakan kondom), pengguna narkotik suntik, atau datang dari daerah terpencil di mana belum ada HIV dan karena tidak paham bahasa setempat sehingga kurang mengerti pesan seks yang aman. konseling dan testing dapat diberikan oleh penjaja seks yang dapat diterima oleh penjaja seks lain, setelah dilatih sebelumnya. Selain untuk penjaja seks, VCT juga dapat diberikan pada orang dengan orientasi biseksual dan memiliki perilaku seksual yang tidak aman dengan lelaki, perempuan dan bahkan anak-anak.



f.



VCT untuk Pria Berhubungan Seks dengan Pria (LSL/Laki Seks Laki) Banyak LSL yang tersembunyi dalam masyarakat karena tidak diterima oleh budaya, merasa malu, atau dilarang oleh undang-undang. Sebagian dari mereka menyadari dirinya sebagai homoseks, tetapi sebagian lagi tidak merasa dirinya sebagai homoseks. Mereka menikah dan mempunyai anak, tetapi kadang-kadang mereka melakukan hubungan seksual dengan pria lain. Melalui seorang LSL yang terlatih Konseling dan Testing, dapat dilakukan usaha pendidikan dan pencegahan infeksi HIV, IMS.



h. VCT dalam manajemen pajanan okupasional Petugas kesehatan mempunyai resiko tinggi tertular HIV karena bidang pekerjaannya dalam hal merawat dan melakukan pengobatan.



Tahapan manajemen pajanan okupasional: 1) Pertolongan pertama terjadi sebelum konseling atau testing ketika petugas kesehatan tiba-tiba mendapatkan luka yang berikatan dengan pajanan. Hal ini dapat ditolong dengan, misalnya mencuci dengan air dingin dan sabun Ph netral. 2) Penilaian risiko pajanan. Berfokus pada analisis rinci tentang kejadian pajanan (luka dalam, jenis dan jumlah cairan tubuh, dan lain-lain). Pasien yang diduga sebagai sumber disarankan untuk melakukan tes secepatnya setelah mengalami kecelakaan pajanan, dokter atau petugas kesehatan lainnya mengevaluasi infeksi berkaitan dengan hal dibawah ini: - Keparahan pajanan. -



Kedalaman luka



-



Lamanya pajanan



-



Jenis instrumen atau jarum (bor atau jarrum sutura)



-



Status Serologi pasien



-



Stadium penyakit (simptomatik/asimptomatik, tinggi/rendal viral loadatau jumlah CD4 ) dari pasien yang diduga terinfeksi



-



ZDV atau resistensi terhadap ARV dari pasien terinfeksi, yang sedang dalam terapi Anti-Retroviral



3) Testing pasien yang diduga sumber pajanan hanya terjadi bila pasien sedang dalam akses konseling pra testing dan konseling pasca testing Jika pasien sedang dalam terapi untuk kondisi non HIV, carilah terapi apa yang sedang diberikan kepada pasien, terapi spesifik menunjukkan infeksinya. 4) PEP diresepkan sesudah melakukan informed consent dari petugas kesehatan.Termasuk didalamnya umpan balik penilaian risiko pajanan, keuntungan dan masalah yang berkaitan dengan meminum obat serta penggalian dari hambatan yang mungkin timbul pada saat kepatuhan berobat diperlukan, lakukan manajemen strategi guna mengatasi kesulitannya.



i. VCT untuk Anak dan Remaja Korban Kekerasan Seksual Pada setiap tahap konseling, hak anak perlu diamati apa yang diputuskan konselor hendaklah senantiasa mengutamakan hal terbaik bagi anak dan remaja. Kadang-kadang anak dan remaja perlu mendapat pendampingan pihak hukum. Dalam hal ini para petugas kesehatan perlu mendapatkan ketrampilan konseling anak dan remaja. Dalam melaksanakan pelatihan konseling untuk anak dan remaja, ajaklah juga mendiskusikan sisi hukum dan hak anak dan remaja. Jika anak menjadi korban kekerasan, konselor perlu merujuk kepada ahlinya. Konselor harus tetap memberikan dukungan pada anak, remaja, dan keluarga atau pengampunya. Beberapa pertimbangan untuk menyampaikannya: -



Kematangan dan kesehatan anak dan remaja.



-



Jika anak dan remaja masih sangat muda, mereka tak tahu akan arti stigma dan diskriminasi yang disebabkan oleh HIV - AIDS.



-



Keadaan sebenarnya akan tidak terlalu menakutkan dari pada jika tidak tahu sama sekali. Kadang-kadang jika anak tidak diberitahu, dia akan senantiasa menduga-duga ketika orang diseputarnya membicarakan dirinya atau memperlakukannya dengan cara yang berbeda dari pada anak lain di rumah. Anak akan mempunyai mekanisme diri untuk menghadapi kabar yang rumit dan pemberitahuan yang tidak benar. Menghindar dari pemberitahuan status HIV anak dalam keluarga akan mudah bagi orangtua untuk menghadapi, tetapi akan membangkitkan pelbagai perasaan seperti cemas, bersalah, dan marah pada anak. Jika anak tidak dapat membicarakan ketakutannya, akan berakibat lebih menimbulkan masalah.



-



Jika anak telah remaja atau berumur sekitar 13-18 tahun, ketika ia secara seksual sudah aktif, mereka memerlukan pengetahuan dan keterampilan untuk bertanggung jawab akan seks aman. Ketika menyampaikan informasi kepada anak dan remaja:



- Gunakan bahasa dan konsep yang sesuai dengan pemahaman sesuai usia. - Pertama tanyakan apa yang mereka pikirkan dan diskusikan apa yang mereka ketahui tentang HIV - AIDS. - Gunakan kata-kata dan gambar untuk menjelaskannya - Bicarakan langsung dan gunakan bahasa yang mereka pahami. - Tanyakan apakah masih ada hal-hal yang belum jelas atau belum dimengerti, atau mereka ingin mengajukan pertanyaan - Minta mereka menggambarkan tentang diri dan perasaannya, melalui kegiatan menggambar. Gambar akan membantu terapis untuk memperoleh kerangka pikir dan reaksi mereka. Bicarakan perasaan anak kepada keluarga,



sehingga keluarga dapat mendukung dan memahami apa yang terjadi. Banyak yang dapat kita pelajari dari anak dan remaja dengan mendengarkan ceritanya dan melihat gambar yang mereka goreskan. j. VCT di dalam Pengembangan Pelayanan Klinik TB TB merupakan infeksi oportunistik pada ODHA, diperkirakan sekita 50-75% ODHA di Indonesia menderita TB dalam hidupnya. Dampak TB pada HIV: -



Infeksi TB dengan HIV mempercepat kondisi buruk pada diri seseorang dan menurunkan angka harapan hidup pasien dengan infeksi HIV.



-



TB penyebab kematian 1 dari 3 orang AIDS di dunia.



DOTS (Directly Observed Treatment, Short Course) merupakan inti program pengendalian TB. DOTS merupakan strategi yang direkomendasikan oleh WHO dan mencapai angka kesembuhan 85% dan 70% deteksi kasus infeksi baru TB. Pengalaman secara langsung memastikan klien mendapatkan obat tepat, tepat interval, dan tepat dosis. DOTS dikelola pemerintah dan terdapat di fasilitas kesehatan pemerintah dan beberapa fasilitas kesehatan swasta. TB dapat diobati sama efektifnya untuk orang dengan HIV dan dengan mereka yang tidak dengan HIV. Memberikan terapi TB pada ODHA akan memperbaiki kualitas hidup dan mencegah penularan TB lebih luas kepada orang di sekitarnya termasuk keluarga. Hubungan antara Konseling dan Testing dan tempat pemeriksaan TB mikroskopik, harus mempunyai hubungan rujukan dengan pemeriksaan TB atau pusat DOTS. Jaga kerahasiaan catatan medik klien yang dirujuk oleh layanan Konseling dan Testing untuk keperluan diagnosis TB dan hasilnya. B. Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) PITC adalah kegiatan pemeriksaan tes HIV dan konseling yang diprakarsai/disarankan oleh petugas medis (dokter, bidan). Jadi pada kegiatan ini pasien sudah mengetahui dan menyetuhui untuk dilakukan tes terhadap dirinya.



Langkah-langkah dalam PITC adalah sebagai berikut :



1.



Menyarankan pasien untuk menjalani tes Seringkali sulit bagi petugas medis untuk memulai saran untuk tes, takut menyinggung perasaan pasien, maka dibutughkan cara komunikasi dan bahasa tubuh yang baik agar pasien merasa bahwa tidak ada yang aneh dengan tawaran tes. Kita dapat menggunakan contoh saran tes karena alasan medis (tes diagnostik) Misalnya : “Anda terkena limpadenopati, saya akan menelusuri sebab-sebabnya. Agar kami mampu mendiagnosis dan kemudian menangani penyakit anda, maka anda perlu menjalani tes infeksi TB dab infeksi HIV, kecuali jika anda keberatan atas tes ini.” Pada tawaran diatas hindari menyebut atau menggali faktor risiko. Alasan medis cukup sebagai alasan untuk di tes. Pasien akan merasa lebih nyaman bila di tes karena alasan medis.



2.



Memberikan informasi ringkas tentang HIV - AIDS Info yang diberikan disini adalah tentang info dasar HIV. Info ringkas sangat diperlukan untuk menumbuhkan pemahaman pasien sehingga bersedia untuk di tes. Misalnya : “HIV adalah virus yang terdapat dalam sel darah merah, cairan sperma, cairan vagina dan ASI. Sudah banyak orang yang terinfeksi virus ini dan tidak menyadari kalau sudah tertular. Tes HIV sangat membantu mengetahui apakah anda sudah terinfeksi atau tidak. Kalau tes HIV positif/reaktif maka kamiakan memberi informasi bagaimana menangani penyakit tersebut termasuk layanan konseling, dukungan, pemberian obat-obatan antivirus dan obat-obatan lain yang diperlukan. Hasil tes bersifat rahasia dan tidak akan kami beritahu kepada siapapun tanpa seijin anda.”



3.



Pemeriksaan tes laboratorium Memberikan pengantar tes HIV kepada pasien, hasil tes hanya diberikan kepada dokter/bidan yang meminta.



4.



Pembukaan hasil Apabila yang membuka hasil tes adalah dokter yang meminta maka harus memperhatikan hal-hal berikut :  Persiapkan pasien untuk menerima hasil positif, termasuk menenangkan pasien.  Menyiapkan rujukan ke konselor VCT/CST apabila pasien masih tampak bingung, belum menerima, dan lain-lain.  Dokter/bidan dapat mengobati infeksi oportunistik terlebih dahulu.  Merujuk ke layanan pengobatan ARV apabila hasil reaktif



C . Layanan PMTCT.



Ibu Hamil wajib dilakukan skrining HIV/AIDS Srategi yang dilakukan dalam kegiatan PMTCT, yaitu: 1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif 2.Pencegahan kehamilan yang tidak direncananakan pada ibu dengan status pisitif HIV 3. Pencegahan terjadinya penularan HIV, dari ibu yang Positif HIV kepada bayi yang dikandungnya 4.



Merujuk ibu dengan HIV positif ke sarana pelayanan kesehatan tingkat Kabupaten atau Provinsi untuk mendapatkan layanan tindak lanjut



D. Tahapan Pelayanan CST / PDP (Perawatan Dukungan dan Pengobatan) Pelayanan PDP mengacu pada Buku Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Inveksi HIV dan Terapi Antiretroviral Kemenkes RI DirJen P2PL 2011. Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Siti Aminah belum dapat memberikan layanan CST (Pemberian ART) karena belum ada petugas yang mengikuti Pelatihan CST. E. Pemulasaraan Jenazah ODHA Pelayanan Pemulasaraan Jenazah sesuai dengan prosedur Rumah Sakit.



F. Alur Pelayanan



ALUR VCT



Klien



Petugas Informasi



Konselor VCT



Konseling



Tidak



Tes HIV? Ya Konseling Pasca Tes HIV



Hasil Non Reaktif (tidak masa jendela)



Hasil Non Reaktif (masa jendela)



Hasil Reaktif



Tes Ulang 3 bulan yang akan datang



Rujuk/Konsul CST



Selesai



ALUR PITC



Klien



Dokter/Bidan memberi informasi ringkas tentang HIV untuk menegakkan diagnosa



Tidak



Tes HIV Ya Rujuk ke Laborat untuk pengambilan sampel darah



Tes HIV



Penyampaian hasil tes HIV kepada Dokter/Bidan



Pembacaan hasil tes HIV oleh Dokter/Bidan



Hasil tes Non Reaktif



Hasil Tes Non Reaktif Masa Jendela



Tes Ulang 3 bulan kemudian



Selesai



Hasil tes Reaktif



Rujuk CST



BAB V LOGISTIK Pasal 5



A. Jenis Barang / Bahan 1.



BHP untuk pemeriksaan HIV



2.



Form pencatatan VCT, CST, RR



3.



ATK dan logistik umum



B. Cara Memperoleh Penyediaan logistik untuk kebutuhan aktivitas Tim HIV Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu dilakukan sebagai berikut : 1.



Penyediaan BHP laboratorium dilakukan dengan bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes melalui program penanggulangan HIV - AIDS dan pengajuan ke Rumah Sakit Islam Aminah Blitar .



2.



Penyediaan logistik lain-lainnya (Form Konseling, dan form-form lainnya) dilakukan dengan mengajukan permintaan ke Bagian Logistik Rumah sakit Islam Aminah Blitar .



C. Pencatatan dan pelaporan Jumlah Pasien, Pemakaian obat IO dan reagen HIV dicatat setiap pemberian obat kepada pasien/pemeriksaan tes HIV (penerimaan, penggunaan dan permintaan) dilaporkan setiap akhir bulan kepada Dinas Kesehatan Kota Blitar, Dinas Kesehatan Propinsi, Subdit AIDS Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan memggunakan sistem komputerisasi SIHA.



BAB VI KESELAMATAN PASIEN Pasal 6 1.



Pengertian Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien yang lebih aman yang meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.



2.



Tata Laksana Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien, meliputi : 1. Ketepatan Identifikasi Pasien Rumah sakit Islam Aminah Blitar mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki dan meningkatkan ketelitian dalam identifikasi pasien. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien. Identifikasi pasien di Klinik HIV dilakukan ketika : a. Pertama kali konseling HIV dengan menanyakan : Nama lengkap, tanggal lahir dan alamat. b. Pengambilan darah untuk tes HIV c. Konseling Pra ART. d. Persiapan sebelum ART : pengambilan darah untuk tes CD4, darah rutin, SGOT, SGPT, HBSAG, Tokso bila kesadaran menurun, Thorax, swab lidah. e. Konseling ART. f. Pemberian ART. g. Memberikan pengobatan atau tindakan lain.



\



2. Peningkatan Komunikasi Efektif



Komunikasi harus efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas, dapat dipahami sehingga mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan keselamatan pasien. Kesalahan yang sering terjadi adalah perintah yang diberikan secara lisan, melalui telepon, pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis.Rumah sakit Umum Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu mengembangkan metode CABAK (Catat, Baca, Konfirmasi) pada saat menerima informasi lisan dan melalui telepon. Penerima perintah biasanya perawat / dokter jaga harus menuliskan dalam suatu buku secara lengkap instruksi dari dokter spesialis. Buku ini berisi identitas pasien, instruksi, dan tanda tangan dari penerima perintah dan dokter spesialis. Setelah menuliskan perintah / instruksi maka penerima perintah akan membaca ulang instruksi dan meminta dokter spesialis untuk mengkonfirmasi ulang instruksinya. Dalam melaporkan ke dokter spesialis, penelepon wajib melaporkan dengan metode SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) agar penerima telepon / dokter spesialis dapat mengerti kondisi pasien yang dilaporkan. 3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert) Untuk obat ARV tergolong obat-obatan dalam golongan LASA (look alike sound alike). 4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi. Dalam Tim HIV berhubungan dengan standar Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, dan Tepat Pasien Operasi, untuk pasien yang akan menjalani tindakan operasi.



5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Upaya pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cuci tangan dengan enam langkah yang sudah ditetapkan. Cuci tangan wajib dilakukan saat 5 moment, yaitu : 1. sebelum kontak dengan pasien, 2. sesudah kontak dengan pasien, 3. sebelum melakukan tindakan asepsis, 4. setelah bersentuhan dengan darah / cairan tubuh, 5. setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien,



6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Ketika pasien HIV - AIDS menjalani rawat inap maupun rawat jalan, upaya mengurangi risiko pasien jatuh dilakukan sesuai dengan prosedur Rumah Sakit.



BAB VII KESELAMATAN KERJA Pasal 7



A.



PENGERTIAN Pelaksanaan keselamatan kerja adalah berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor bahaya, baik berasal dari pelaksanaan pekerjaan maupun lingkungan kerja serta tindakan pekerja sendiri.



B.



C.



D.



TUJUAN 1.



Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktifitas kerja;



2.



Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja;



3.



Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien;



4.



Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi virus HIV / AIDS.



TINDAKAN RESIKO TERPAJAN INFEKSI VIRUS HIV / AIDS 1.



Cuci tangan yang kurang benar;



2.



Penggunaan sarung tangan kurang tepat;



3.



Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman;



4.



Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman;



5.



Teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat;



6.



Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.



PRINSIP KESELAMATAN KERJA



Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :



E.



1.



Cuci tangan guna mencegah infeksi silang HIV / AIDS



2.



Pemakaian alat pelindung diantarannya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan yang terinfeksi Virus HIV / AIDS



3.



Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai ODHA



4.



Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan



5.



Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan



PROGRAM KESELAMATAN KERJA 5.



Pencegahan infeksi melalui kewaspadaan universal dalam setiap pelaksanaan pekerjaan pelayanan pasien ODHA



6.



Melakukan pekerjaan sesuai dengan standar prosedur operasi yang berlaku



7.



Pemeriksaan kesehatan calon pekerja sebelum diterima sebagai pekerja / pemberi pelayanan



8.



Pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi setiap pekerja yang memberikan pelayanan kepada pasien ODHA.



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU Pasal 8



A. KRITERIA EVALUASI Klinik VCT sebagai Tim pelayanan dapat dipandang sebagai wadah suatu sistem kerja, sehingga untuk keperluan evaluasi dan pengendalian mutunya perlu ditentukan terlebih dahulu kriterianya untuk dasar evaluasi.



B. KRITERIA MUTU : Judul Sasaran Mutu



Peningkatan jumlah kunjungan VCT tiap tahun 5%



Definisi Operasional



Peningkatan adalah bertambahnya jumlah kunjungan VCT.



Inklusi



Semua klien rawat jalan, rawat inap dan mobile VCT.



Eksklusi



-



Bagian/Tim



VCT



PIC



Ketua Tim HIV - AIDS



Kebijakan Mutu



Efektivitas dan pelayanan



Rasionalisasi



Numerator



Semakin meningkatnya kasus HIV di Jawa Tengah sehingga memerlukan peningkatan jangkauan layanan VCT. Selisih Jumlah Kunjungan VCT tahun sekarang dikurangi jumlah kunjungan VCT tahun lalu.



65



Denominator



Jumlah Kunjungan VCT tahun lalu ∑ kunj VCT th sekarang - ∑ kunj VCT th lalu



Formula



____________________________________ x 100% ∑ kunj. VCT th lalu



Metode Pengukuran Tipe Pengukuran (indicator)



Retrospektif Outcome



Sumber data



Laporan bulanan VCT



Waktu Pelaporan



Setiap tahun



Frekuensi pengumpulan data



Setiap bulan



Target Kinerja



5%



Sample size (n)



Populasi



Area Monitoring



VCT RS Islam Aminah Blitar



Rencana Komunikasi /



Pertemuan rutin



Pelaporan hasil data ke staf



C. BENTUK KEGIATAN Evaluasi dan pengendalian mutu Tim HIV dilakukan dalam bentuk validasi pencapaian sasaran mutu Tim HIV yang dilakukan oleh Tim Mutu Rumah Sakit Islam Aminah Blitar setiap tahun sekali.



BAB IX PENUTUP Pasal 9 . Demikian pedoman pelayanan HIV - AIDS Rumah Sakit Islam Aminah Blitar Siti, Peraturan ini berlaku pada tanggal yang telah ditetapkan.



Hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan HIV - AIDS di Islam Aminah Blitar yang belum diatur dalam pedoman ini akan diatur kemudian. Sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, maka pedoman mengenai pelayanan ini perlu ditinjau kembali 3 tahun yang akan datang atau bila ada peraturan baru tentang pelayanan HIV – AIDS.



DIREKTUR RS ISLAM AMINAH BLITAR



Dr.Hj.Wasingah M M.Kes



PEDOMAN PELAYANAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS RUMAH SAKIT ISLAM AMINAH BLITAR



DISUSUN OLEH: TIM PELAYANAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS RUMAH SAKIT ISLAM AMINAH BLITA 2019