2 6 Teknik Infiltrasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2.6



Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah



2.6.1 Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas Teknik anestesi lokal infiltrasi merupakan teknik anestesi daerah yang diinervasi oleh ujung-ujung saraf terminal.



Teknik anestesi infiltrasi adalah



metode untuk kontrol nyeri atau untuk anestesi dengan cara mendepositkan larutan anestesi di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. (Malamed, 2007)



Gambar. Lokasi local anestsi untuk gigi insisif. Sumber : Malamaed, 2007 Teknik anestesi infiltrasi untuk rahang atas dapat digunakan karena cortical plate pada rahang atas tipis secara alami sehingga larutan anestesi yang diberikan dapat berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan mencapai saraf yang dituju. Indikasi teknik infiltrasi adalah untuk anestesi pulpal bagi satu atau dua gigi maksila dan untuk anestesi jaringan lunak. (Malamed, 2007)



Kontraindikasi teknik ini antara lain apabila terdapat inflamasi akut ataupun infeksi pada area yang ingin dianestesi dan apabila ada tulang padat yang menutupi apikal gigi yang ingin dianestesi. Keuntungan dari teknik infiltrasi adalah mudah diterapkan, umumnya atraumatik dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi yaitu 95%. Area yang dianestesi adalah area yang diinervasi oleh cabang-cabang nervus terminal besar antara lain pada area pulpa dan apeks gigi, periosteum bukal, dan membrane mukosa serta jaringan ikat. (Malamed, 2007)



Gambar



: Injeksi supraperiosteal pada region maksila. Warna



kuning menunjukan area yang akan dianestesi. Sumber : Malamaed, 2007 Kelemahn dari teknik ini adalah tidak sesuai jika diterapkan pada daerah yang luas karena membutuhkan insersi jarum yang banyak dan larutan anestesi yang banyak pula. Teknik ini menggunakan jarum 27 gauge yang diinsersikan dengan target area yaitu daerah apical dari gigi tersebut. Prosedur teknik infiltrasi ini adalah sebagai berikut : (Malamed, 2007)



Teknik Infiltrasi untuk Gigi Premolar Satu Rahang Atas (Sumber : Malamed Textbook of Local Anesthesia 6th edition) 1. Bersihkan area yang akan dianestesi dengan gauze steril yang kering 2. Aplikasikan antiseptic local bila perlu. 3. Aplikasikan anestesi topikal minimal 1 menit 4. Arahkan jarum suntikan dengan bevel menghadap tulang 5. Angkat bibir dan tarik mukosa hingga tegang 6. Pegang syringe paralel dengan sumbu panjang gigi 7. Insersikan jarum ke lipatan mukobukal vertikal pada gigi target 8. Masukkan jarum lebih dalam hingga bevel mencapai region apikal dari gigi target 9. Aspirasi dua kali 10. Jika aspirasi negative, masukkan larutan anestesi 0,6 ml perlahan selama 20 detik ( jangan sampai jaringan menggembung) 11. Tarik syringe perlahan 12. Tunggu tiga hingga lima menit sebelum prosedur dental dilakukan



Gambar



: Jarum suntik harus dalam posisi parallel terhadap sumbu



panjang gigi dan dimasukkan sedalam mukobukofold. Sumber : Malamaed, 2007 Ada dua gejala dan tanda apabila anestesi infiltrasi ini berhasil, yang pertama adalah gejala subjektif yaitu rasa baal/kebal pada area admistrasi, dan gejala objektif yaitu tidak adanya rasa nyeri selama prosedur dental dilakukan, dan dengan EPT (electrical pulp testing) tidak menimbulkan respon dari gigi hingga output (80/80). Kegagalan teknik ini dapat terjadi apabila ujung jarum terletak di bawah apeks gigi target yang menyebabkan tertumpuknya larutan anestesi di bawah gigi maksila sehingga menyebabkan anesthesia jaringan lunak namun gigi tidak teranestesi dengan baik. Kegagalan juga dapat terjadi apabila ujung jarum terletak jauh dari tulang yang menyebabkan tertumpuknya larutan di jaringan bukal. Cara membenarkan kesalahan tersebut yaitu dengan mengarahkan jarum lebih dekat ke jaringan periosteum. (Malamed, 2007)



Tabel 1. Rata – rata tinggi gigi Sumber : Malamaed, 2007



2.6.2



Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Bawah Infiltrasi lokal pada membrane mukosa (submucosal injection). Saraf yang



teranestesi adalah sama seperti pada infiltrasi rahang atas yaitu ujug cabang saraf terminal. Daerah yang teranestesi terbatas pada tempat di mana larutan anestesi local diinjeksikan. Langsung pada tempat yang dituju, Teknik ini diindikasikan u ntuk menganestesi membrane mukosa dan jaringan submukosa pada daerah yang akan dilakukan tindakan, misalnya



:



1. Pada insisi mukosa, gingivektomi, atau eksisi lesi pada jaringan lunak 2. Untuk menganestesi gingiva sisi lingual pada pencabutan gigi – gigi anterior rahang bawah untuk menganestesi gingiva sis bukal pada pencabutan gigi – gigi posterior rahang bawah,



Teknik anestesi sebagai berikut



:



1. Jarum ditusukkan pada membrane mukosa sampai sedalam jaringan mukosa. 2. Kemudiancairan anestesi diinjeksikan perlahan – lahan. Gejala subjektif yang ditimbulkan yaitu terasa kebas pada daerah yang dianestesi.. (Malamed, 2007)



Gambar



: Infiltrasi lokal dengan teknik submucosal injection pada



mukosa bukal rahang bawah (kiri) dan mukosa alveolaris lingual rahang bawah (kanan), jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan dengan perlahan-lahan



Gambar



: Field Block dengan teknik paraperiosteal injection untuk



gigi anterior rahang bawah. Ujung jarum ditusukkan pada cekungan terdalam mucolabial fold gigi insisif sentral rahang bawah kanan, arah jarum membentuk sudut sedemikian rupa sehingga ujung jarum akan menyentuh tulang setinggi apeks akar gigi tersebut. 2.7



Teknik Anestesi Blok Nervus Palatinus



Gambar



: Persyarafan pada rahang atas



Sumber : Malamaed, 2007



2.7.1



Blok Nervus Palatinus Anterior Blok nervus palatinus anterior atau dapat disebut dengan greater palatine



nervus blok. Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus major. Sedangkan daerah yang teranestesi adalah bagian posterior dari palatum durum mulai dari premolar atau mukoperiosteum dan mukosa palatal duapertiga posterior palatum durum, mulai dari pertengahan kaninus atau sampai dengan batas posterior palatum durum.



Gambar



: Daerah yang teranastesi pada teknik anestesi blok nervus palatine anterior. Sumber : Malamaed, 2007



Indikasinya adalah untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga dan operasi daerah posterior dari palatum durum dan untuk



mengontrol rasa sakit saat bedah periodontal atau bedah mulut yang mencakup palatum keras dan palatum lunak. Keuntungan dari teknik anestesi ini adalah meminimalisasi dari penetrasi jarum dan jumlah larutan yang masuk (valume minimum larutan 0,45 – 0.6 mL). (Malamed, 2007) Tekniknya adalah sebagai berikut : (1) Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median. Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut (bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan) sehingga membentuk sudut 90º dengan curve tulang palatinal (2) Tusukkan jarum tersebut perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang (3) injeksikan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc secara perlahan – lahan. Gejala subjektif yang dirasakan kebas pada mukosa palatum bagian posterior apabila dirasa dengan lidah.



Gambar



: Daerah target anestesi blok nervus palatina anterior Sumber : Malamaed, 2007



Gambar



: Posisi operator saat penetrasi jarum pada anestesi blok



nervus palatina anterior. Sumber : Malamaed, 2007



Gambar



: Sudut jarum saat di masukan ke dalam jaringan.



Digunakan teknik prepuncture yaitu bevel dari jarum ditempatkan pada jaringan lunak, berikan tekanan dengan cotton bud. Larutan anestesi lokal masuk sebelum jarum masuk kejaringan. Sumber : Malamaed, 2007



2.7.2



Anestesi Blok Nervus Nasopalatinus



Indikasi dari perawatan ini adalah ketika anestesi jaringan lunak palatal diperlukan untuk terapi restorative pada lebih dari dua gigi (misalnya pada restorasi subgingival dan insersi matriks band secara subgingival).Selain itu teknik ini diindikasikan untuk mengkontrol rasa nyeri selama prosedur



periodontal atau oral surgical yang melibatkan jaringan lunak dan keras pada palatal. Kontraindikasi dari perawatan ini adalah adanya inflamasi atau infeksi pada area yang mau diinjeksi dan area terapi yang kecil dimana hanya melibatkan satu atau dua gigi.Keuntungan dari teknik ini adalah meminimalisir penetrasi jarum dan volume dari solusi.Teknik ini juga dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan pasien dari penetrasi beberapa jarum dan merupakan teknik yang paling sering menyebabkan trauma pada pasien. Saraf yang teranestesi adalah nervus nasopalatinus bilaterally yang keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi yaitu daerah anterior dari palatum keras ( soft dan hard tissue ) dari mesial gigi premolar pertama kanan ke mesial gigi premolar pertama kiri. (Malamed, 2007)



Gambar



: Daerah yang teranestesi oleh nasoplatine nerve block. Sumber : Malamaed, 2007



Gambar



: Daerah target nasopalatine nerve blok. Sumber : Malamaed, 2007



Teknik anestesi blok nervus nasopalatine



:



Ujung jarum diinsersikan melalui papila nasopalatinus sampai mencapai jalan masuk canalis incisivum. Bila kontak dengan tulang telah terjadi jarum dikeluarkan lagi 0,5-1 mm. Keluarkan cairan anestetikum 0,1cc - 0,2cc. Sebaiknya tidak mengeluarkan cairan anestetikum dengan tekanan sehingga akan keluar dengan terlalu cepat karena akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Setelah larutan anestesi masuk jaringan akan menjadi putih dan kebaalan akan cepat timbul. (Malamed, 2007)



Gambar



: Aplikasikan anestesi topical selama 2 menit kemudian tekan pada papilla insisivus. Sumber : Malamaed, 2007



Gambar



: Cotton bud terus ditekan sampai pemasukan



larutan anestesi selesai. Jarum dimasukan di lateral papilla insisvus atau sekitar 45 o Sumber : Malamaed, 2007



Gambar



: Posisi operator pada jam 9 atau jam 10 dan meminta pasien untuk membuka mulut. Sumber : Malamaed, 2007



2.8 Macam-macam Obat Anestesi Umum Anestesi umum adalah grup obat yang akan memberikan efek reversible terhadap kehilagan rasa sakit dan kesadaran. Anestesi umum dapat dibagi menjadi rute administrasi intravena dan inhalasi. 2.8.1 Anestesi Inhalasi Jenis anestesi ini sangat berguna untuk anak-anak atau orang dewasa yang memliki phobia. Juga digunakan untuk pasien yang memiliki risiko aspirasi pulmonari. Agen anestesi inhalasi yang ideal memiliki syarat antara lain memiliki



odor yang sewajarnya, tidak mengiritasi saluran pernapasan, dapat menginduksi secara cepat dan cepat pula pulih,stabil secara kimiawi pada kemasan penyimpanan dan tidak berinteraksi dengan material anaesthetic circuit atau dengan soda, tidak mudah terbakar dan eksplosif, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dengan analgesik dan relaksasi otot, cukup poten untuk adanya penggunaan inspirasi oksigen dengan konsentrasi tinggi ketika dibutuhkan, tidak dimetabolisme oleh tubuh, tidak beracun, dan tidak merangsang reaksi alergik. Menghasilkan depresi yang minimal pada sistem kardiovaskuler dan pernapasan dan harus tidak berinteraksi dengan obat-obat lain yang juga dipakai selama anestesi dan juga inert, berkurang secara cepat dan menyeluruh dalam bentuk yang tidak berubah melalui paru-paru. ( Singh.2007) Minimal alveolar concentration (MAC) adalah konsentrasi anestesi terendah pada alveolus pulmonalis yang dibutuhkan untuk menghasilkan imobilitas terhadap respon hingga stimulus sakit (incisi bedah) pada 50% individu. Hal ini diterima sebagai perhitungan yang valid terhadap potensi anestesi umum inhalasi karena tetap konstan pada tiap jenis bahkan pada beragam kondisi. MAC merefleksikan kapasitas anestesi untuk masuk ke dalam sistem saraf pusat dan untuk mencapai konsentrasi yang cukup pada membran neuronal.Contoh obat untuk anestesi inhalasi: halothane, isoflurane, desflurane, sevoflurane, nitrous oxide.



1. Nitrous oxide



Gambar



: Tabung gas nitrous oxide



http://www.cironpharma.com/



Gas nitrous oksida merupakan gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak mengiritaasi, non-inflammable dan memilik rasa manis. Anestesi lemah, dengan nilai MAC lebih dari 100. Kurang poten untuk induksi, sehingga dipakai untuk penjagaan anestesi. Untuk anestesi, digunakan campuran 70% nitrous oxide dan 30% oksigen menghasilkan kegembiraan oleh sebab itu gas ini disebut dengan ‘Laughing gas’ dan



membuat orang yag menggunakannya amnesia. Untuk



analgesik, digunakan campuran 50% nitrous oxide dan 50% oksigen. Nitrous oxide karena memiliki akfi analgesik dapat digunakan untuk operasi minor seperti pencabutan gigi. Gas ini murah dan sangat umum digunakan. Paparan yang berulang akan menyebabkan depresi sumsum tulang. Gas ini tidak dimetabolisme tubuh karena dalam waktu 2-5 menit sudah dieliminasi melalui paru – paru. ( Singh.2007; Gilder.2009)



2. Halothane



Gambar



: Gambar anestesi inhalasi halothane



http://www.slideshare.net/aramshah2 Halothane merupakan agen anestesi volatile liquid yang poten, bersifat non-iritan dan non-inflammable. Dapat menghambat refleks pada laring dan faring.



Halothane



menyebabkan



depresi



pernapasan



yang lebih



besar,



menghambat kontraksi usus dan uterin. Curah jantung juga dikurangi sebesar 20 – 50 persen apabila anestesi dihisap pada konsentrasi 0,8 sampai 1,2 persen yang diperlukan untuk anestesi bedah.



Konsentrasi inspirasi sekitar 30%, jika



berlebihan akan segera menyebabkan depresi miokardia dan pernapasan yang fatal.Obat ini dapat menurunkan tonus otot bronkial, sehingga menguntungkan untuk pasien yang berisiko mengalami bronkokonstriksi. Pengulangan pemakaian halothane harus berselang 12 minggu karena dapat menyebabkan disfungsi hepar jika digunakan dengan tidak bijak. ( Singh.2007; Gilder.2009)



3. Isoflurane, Desflurane dan Sevoflurane Isoflurane memiliki aksi yang serupa dengan halothane,tetapi potensinya kurang sebagai depresan kardiak dan tidak bersifat hepatotoksik. Desflurane serupa dengan isoflurane, namun kurang poten. Sevoflurane bersifat noninflammable dan non irritant lebih poten daripada desflurane dan pemulihannya lebih cepat. Efek pernapasan dan peredaran darahnya mirip dengan isoflurane. ( Singh.2007; Gilder.2009) Tabel 2 : Jenis Anestesi umum Sumber I.



: Singh, 2007



Inhalational Anasthethics



a. Gases Nitrous oxide Cyclopropane



70 % dengan agen lain 5 – 25 %



b. Volatile liquids Ether ( Diethyl ether )



3-10%



Trichloroethylene (TRILENE)



0,25 – 0,75 %



Hakothane (FLUOTHANE)



0,5 – 2,0 %



Methoxyflurane (PENTHRANE)



0,1 – 0,3%



Enflurane (ETHRANE)



1-3,0%



Isoflurane (FORANE)



0,8 – 2.0 %



II.



Intravenous anesthetics



a. Ultra Short acting barbiturates



Hexobarbitone (sodium salt ) Thiopentone sodium



3 – 5 mg/kg as 2,5 % solution



Methohexitone sodium ( Brevital )



1-3 mg/kg as 1% solution



b. Non



Barbiturate



intravenous



anasthetics Propanidid ( EPONTOL )



5-10 mg/kg as 5% solutiom



Ketamine (KETMIN)



2 mg/kg IV, 6,5 – 1,3 mg/kg IM



Droperidol (INNOVER) + Fentanyl



Droperidol 2.5 mg + fentanyl 0.05 mg/ml; 4-6 ml is diluted in glucose solution and infused over 10 min



Diazepam



0.2-0.4 mg/kg slow IV



Lorazepam



0.05-0.1 mg/kg slow IV



Midazolam



0.05-0.1 mg/kg slow IV



2.8.2



Anestesi Intravena



Merupakan



metode yang umum digunakan. Efek anestesi hingga ke



sistem saraf pusat. Agen anestesi intravena yang ideal memiliki syarat yaitu : 1) Onset cepat 2) Pemulihan cepat 3) Analgesik pada konsentasi subanestesi



4) Depresi minimal pada sistem kardiovaskuler dan pernapasan 5) Tidak ada efek emetik 6) Tidak menyebabkan fenomena exicitatory (batuk, cegukan, gerakan involunter) pada induksi 7) Tidak menyebabkan fenomena emergensi (mimpi buruk) 8) Tidak ada interaksi dengan obat-obat neuromuscular blocking 9) Tidak nyeri ketika diinjeksi 10) Tidak venous sequelae 11) Aman pada injeksi yang kurang hati-hati pada arteri 12) Tidak menyebabkan efek toksik pada organ lain 13) Tidak menghasilkan histamin 14) Formulasi water soluble 15) Long shelf-life 16) Tidak menstimulasi porphyria



1. Thiopentone



Gambar



: Anestesi intravena thiopentone



http://www.cironpharma.com/



Thiopentone merupakan obat anestesi umum dari golongan barbiturat.Aksi cepat, biasanya dengan onset tidur perlahan, pasien hilang kesadaran dalam waktu 30 – 45 detik, kemudian pulih kembali setelah 4-7 menit.Obat ini tidak memiliki efek analgesik, alkalin kuat, dapat menyebabkan nekrosis parah pada kecelakaan administrasi ekstravaskuler. Sebaiknya diinjeksikan melalui cateter untuk mencegah hal ini. Tidak digunakan sebagai anestesi utama pada prosedur pembedahan, karena menyebabkan zero-order elimination kinetic. Dimetabolisme di hepar. Efek samping: hipotensi, apnea, obstruksi jalan napas, aritmia, batuk, bersin, reaksi hipersensitif. Dosisnya untuk anak dan dewasa 3-5 mg/kg diberikan perlahan selama 10-15 detik. ( Singh.2007; Gilder.2009)



2. Propofol



Gambar



: Anestesi intravena propofol



http://www.cironpharma.com/



Induksi cepat (30 detik) dan pemulihan cepat pula (4 menit). Digunakan untuk induksi dan maintenance.Terkadang terasa sakit ketika diinjeksikan intravena, dapat dikurangi rasa sakitnya dengan lidocaine. ( Singh.2007; Gilder.2009)



3. Ketamine



Gambar



: Anestesi umum ketamine



http://www.cironpharma.com/ Ketamine sudah jarang digunakan walaupun obat ini memiliki efek analgesik yang baik. Anestesi bertahan hingga 15 menit dan tidak menyebabkan hipotensi, jarang



menyebabkan



bronkospasme,tidak



menghasilkan



relaksasi



otot,



meningkatkan detak jantung juga meningkatkan tekanan intrakranial dan intraokular. Dosis untuk induksi intravena 1-2 mg/kg, intramuskular 6-8 mg/kg, dosis untuk maintenance, yaitu dengan dosis serial 50% dosis IV dan 25% dosis IM, dan dosis sebagai analgesik 0,5 mg/kg. ( Singh.2007; Gilder.2009)



Girdler,NM. Hill,CM. Wilson KE. 2009. Clinical Sedation in Dentistry. United Kingdom: Willey-Blackwell. Malamed, Stanley F. 2007. Handbook of Local Anesthesia 5th Edition. New Delhi: Elsevier Singh, S. 2007. Pharmacology for Dentistry. New Age Internatiinal Publisher: New Delhi.