3) Adbi4410 - tmk3 - Psikologi Industri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ADBI4410



NASKAH TUGAS MATA KULIAH UNIVERSITAS TERBUKA SEMESTER: 2020/21.2 (2021.1) Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kode/Nama MK : ADBI4410/Psikologi Industri Tugas 3 No.



Soal



1.



Jelaskan teori Dua Faktor dari Herzberg dan bagaimana kaitannya dengan kepuasan kerja ?



2.



Jelaskan konsep Appraisal Model tentang stres ! dan berikan contoh implementasinya di dunia kerja !



3.



Apakah perbedaan utama pendekatan Fitting the Man to the Job (FMJ) dengan Fitting the Job to the Man (FJM) ?



JAWABAN SOAL 1 TEORI DUA FAKTOR DARI HERZBERG DAN BAGAIMANA KAITANNYA DENGAN KEPUASAN KERJA Teori Dua Faktor dari Herzberg dan kaitannya dengan kepuasan kerja adalah sebagai berikut: 1. Hygiene Factors (atau disebut juga sebagai Dissatisfiers; Maintenance factors; Job context; Ectrinsic factors) yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja, seperti: gaji, pengawasan, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja. Apabila faktor-faktor ini terpenuhi, tidak akan menimbulkan kepuasan kerja melainkan hanya menimbulkan sikat kerja yang netral. Tetapi apabila faktor-faktor ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan ketidakpuasan kerja. 2. Motivational Factors (atau disebut juga sebagai Satisfiers; Motivators; Job content; Intrinsic factors) yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan kepuasan kerja seperti: tanggung jawab, kesempatan untuk berprestasi, kesempatan untuk maju dan pengakuan. Apabila faktor-faktor ini terpenuhi maka akan menimbulkan kepuasan kerja. Sebaliknya, jika faktor-faktor ini tidak terpenuhi, tidak akan menimbulkan ketidak kepuasan kerja melainkan hanya menimbulkan sikap kerja yang netral. Jadi, menurut Herzberg, memberi insentif, memperbaiki kondisi kerja atau melonggarkan pengawasan dipandang kurang efektif untuk meningkatkan kepuasan kerja. Satu-satunya cara untuk memotivasi para pekerja adalah dengan menambah “satisfier”. SOAL 2 KONSEP APPRAISAL MODEL TENTANG STRES Appraisal Model atau Model Penilaian Stres (MPS), stres adalah suatu keadaan psikologis yang merupakan cerminan dari transaksi yang khas dan problematik antara seseorang dengan lingkungannya. Lingkungan atau kondisi yang menyebabkan stres adalah kondisi yang “dipersepsikan” sebagai ancaman oleh seseorang. Jadi, dapat saja kondisi tersebut sebenarnya bukan merupakan ancaman yang sesungguhnya. Seperti pada gambar berikut ini:



Model ini berawal dari adanya stressor. Stressor ini adalah situasi atau kondisi yang ada dalam kehidupan sehari-hari, misalnya perceraian, PHK, pertengkaran dengan teman dan beban kerja. Stressor akan dihayati secara subjektif oleh masing-masing individu. Penghayatan subjektif ini terdiri dari 2 penilaian: 1. Penilaian primer, disini individu menilai apa arti situasi itu bagi dirinya, apakah terkait dengan kesejahteraannya? Kalau terkait, apakah situasi itu merupakan ancaman atau suatu yang aman? Kalau merupakan ancaman, akan timbul tuntutan untuk menghadapi situasi tersebut. 2. Penilaian sekunder, disini individu bertanya bagaimana menghadapi atau mengatasi situasi tersebut? Apakah kemampuan/keterampilan yang dimilikinya dapat mengatasi masalah itu? Apakah lingkungan mendukungnya atau tidak? Jika individu menilai ada perbedaan anatara tuntutan dan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut, akan timbul stres yang akan diikuti dengan reaksi stres. Reaksi ini dapat berbentuk fisik, psikologis atau perilaku. Apabila stres berkelanjutan, sesorang akan jatuh sakit. CONTOH IMPLEMENTASINYA DI DUNIA KERJA Contohnya adalah adanya stres diakibatkan beban kerja. Perbedaan-perbedaan individual memainkan peranan penting dalam proses timbulnya stres. Suatu situasi atau kondisi yang sama belum tentu menimbulkan tanggapan (stres) yang sama pula, tergantung dari persepsi masing-masing individu. Tingkatan stresnya pun berbeda-beda. Faktor individu tersebut antara lain kepribadian, ambisi dan konsep diri. Seseorang yang lemah, mudah tersinggung, tidak biasa memecahkan masalah sendiri akan mengalami kesulitan dalam mengatasi stres. Ada anggapan bahwa orang-orang dengan tipe kepribadian yang mempunyai dorongan kuat untuk maju, berhasil, selalu melibatkan diri dalam berbagai kegiatan, tidak sabar, segalanya ingin cepat, tidak mampu bersikap rileks, akan lebih mudah terkena stres dan penyakit jantung. Sedangkan faktor lingkungan lebih ditekankan pada ada tidaknya dukungan sosial. Dukukan ini dapat berupa bantuan materi, fisik, bimbingan, partisipasi sosial atau hubungan sosial yang dapat diandalkan. Apabila seseorang mempersepsikan ada dukungan sosial terhadap dirinya, ia akan merasa lebih aman. SOAL 3 PERBEDAAN UTAMA PENDEKATAN FITTING THE MAN TO THE JOB (FMJ) DENGAN FITTING THE JOB TO THE MAN (FJM) Fitting the man to the job (FMJ) adalah pendekatan yang beranggapan bahwa produktivitas dan efisiensi hanya dapat ditingkatkan dengan cara memilih karyawan yang kemampuannya sesuai dengan pekerjaan. Jadi, pendekatan ini lebih berpihak pada karakteristik pekerjaan, dalam arti, calon karyawan yang disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan. Misalnya, pekerjaan yang mensyaratkan individu memiliki



“punggung yang kuat” seharusnya tidak ada. Disini yang bermasalah adalah pekerjaannya, bukan individunya (bukan calon karyawannya). Pekerjaan tersebut harus di disain ulang sehingga setiap individu dapat melaksanakan pekerjaan tersebut. Sedangkan pendekatan Fitting the job to the men (FJM) beranggapan bahwa karakteristik individu harus diperhitungkan dalam mendisain suatu pekerjaan, bahkan dalam situasi kerja yang ekstrem sekalipun. Ini dapat dilakukan pada setiap pekerjaan. Jadi, jelas bahwa FJM merupakan pendekatan yang paling tepat dalam mendisain sistem kerja, FJM dapat dilaksanakan pada semua segi, baik fisik maupun psikologis. Dalam situasi ekstrem, pendekatan FJM memang dapat diterapkan, misalnya ketika karyawan harus bekerja pada situasi atau suhu yang panas yang tidak dapat diubah. Namun, dalam situasi yang demikian pun sebenarnya beberapa pilihan FJM dapat diterapkan, misalnya dengan merancang jam istirahat yang lebih sering, atau mengharuskan karyawan menggunakan baju tertentu, atau dengan menyiapkan “ruang pendingin”, dan sebagainya.



(Adnan, Irma. 2014. ADBI 4410 – Psikologi Industri dan Organisasi. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka)